BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Tifus abdominalis Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14 Tifus abdominalis adalah salah satu penyakit menular yang biasanya ditemukan di daerah beriklim tropis. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang terjadi di seluruh dunia tetapi saat ini sudah jarang terjadi di banyak negara maju. Tifus abdominalis atau Demam Tifoid atau Demam enterik awalnya diambil dari nama seorang koki asal Irlandia, Mary Mallon disebut sebagai Typhoid Mary. Penyakit tersebut menjadi terkenal karena kasus carrier yang dibawanya menyebabkan terjadinya banyak kematian dan KLB tifoid di Amerika Serikat pada awal tahun 1900-an Etiologi 15 Tifus abdominalis disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae dari genus Salmonella. S. typhi merupakan bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella. Bakteri ini dapat bertahan hidup pada pembekuan selama beberapa minggu namun mati pada pemanasan dengan suhu 54,4 o C selama 1 jam dan 60 o C selama 15 menit.

2 Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu: 14,16 a. Antigen O (Antigen dinding sel/ somatik) yang terletak pada lapisan luar tubuh bakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan tehadap formaldehid. b. Antigen H (Antigen flagella) yang merupakan komponen protein dan berada dalam flagella. Antigen ini tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan tehadap panas dan alkohol. c. Antigen Vi (Virulen) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang biasa disebut aglutinin Patogenesis 17,18,19 Masa inkubasi Tifus abdominalis umumnya hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari. Masa inkubasi ini bergantung pada jumlah bakteri yang tertelan dan faktor host. Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Setelah bakteri masuk ke saluran pencernaan manusia dan sampai di lambung maka timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu dengan adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Keadaan asam lambung tersebut menghambat multiplikasi Salmonella dan pada ph 2,0 sebagian besar bakteri akan mati dengan cepat sedangkan sebagian bakteri yang tidak mati akan mencapai usus

3 halus. Selain itu, adanya bakteri anaerob di usus juga menghalangi pertumbuhan bakteri dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan asam. Apabila bakteri mampu mengatasi mekanisme pertahanan tubuh maka bakteri akan melekat pada permukaan usus. Kemudian bakteri akan menembus ke epitel usus, selanjutnya berkembang biak dan akan difagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun demikian, Salmonella typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul bakteri. Bakteri masuk ke dalam peredaran darah melalui pembuluh limfe usus halus hingga mencapai organ hati dan limpa. Bakteri yang tidak dihancurkan akan berkembang biak di dalam hati dan limpa sehingga terjadi pembesaran pada organ-organ tersebut disertai rasa nyeri pada perabaan. Kemudian bakteri Salmonella typhi masuk kembali ke dalam peredaran darah (bakteriemia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Jika demikian keadaannya maka kotoran dan air seni penderita akan mengandung S. typhi yang siap menginfeksi orang lain melalui makanan ataupun minuman yang dicemari. Pada penderita yang tergolong carrier, bakteri dapat terus menerus berada di kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun. Oleh karena itu, apabila bakteri S. thypi masuk ke dalam saluran cerna maka bakteri tersebut akan masuk ke dalam saluran darah dan tubuh akan merespon dengan menunjukkan beberapa gejala seperti demam.

4 2.4. Epidemiologi Tifus abdominalis Distribusi dan Frekuensi a. Orang Tifus abdominalis menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata insidensi antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan umur, proporsi penderita Tifus abdominalis lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada sebagian besar orang dewasa mengalami infeksi ringan dan akan sembuh dengan sendirinya serta akan kebal pada serangan berikutnya. 17,18 Menurut penelitian Simanjuntak, C.H (1989) di Paseh, Jawa Barat sebesar 77% penderita Tifus abdominalis terdapat pada usia 3-19 tahun dengan puncak tertinggi pada usia tahun dengan insidens rate 687,9 per penduduk, insidens rate pada umur 0-3 tahun sebesar 263 per penduduk. 20 Menurut Noer, Syaifoellah (1996), kasus Tifus abdominalis tertinggi terjadi pada kelompok umur tahun sebesar 70-80%, pada umur tahun sebesar 10-20%, dan lebih dari 40 tahun sebesar 5-10%. 21 Menurut penelitian Rohman (2000) di Rumah Sakit Ibu Roemani Semarang, penderita Tifus abdominalis terdapat kelompok umur tahun (28%), kelompok umur 5-14 tahun (27%), kelompok umur tahun (13%) sedangkan kasus yang terendah terjadi pada kelompok umur tahun (1%). 22 b. Tempat dan Waktu Tifus abdominalis tersebar di seluruh dunia. Penyebarannya tidak dipengaruhi keadaan iklim, tetapi banyak dijumpai di negara-negara sedang berkembang di daerah tropis. 3 Pada tahun 2000, insidens rate Tifus abdominalis di Amerika Latin 53 per penduduk dan di Asia tenggara 110 per penduduk. Di Indonesia,

5 Tifus abdominalis ditemukan sepanjang tahun. Insidensi rate Tifus abdominalis di Jakarta Utara tahun 2001 sebesar 610 per penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi per penduduk Faktor-Faktor yang Memengaruhi (Determinan) a. Faktor Host Manusia merupakan sumber penularan Salmonella typhi. Terjadinya penularan karena kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita Tifus abdominalis atau carrier kronis. Transmisi bakteri Salmonella terutama masuk bersama makanan atau minuman yang tercemar kotoran manusia. Selain itu, transmisi secara kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakterimia (beredarnya bakteri dalam darah) kepada bayi dalam kandungan atau tertular saat dilahirkan dari seorang ibu yang merupakan carrier Tifus abdominalis dengan rute fekal oral. Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi carrier kronis dan mengekspresikan mikroorganisme selama beberapa tahun. 24 Kasus Mary Mallon merupakan salah satu kasus yang membuktikan bahwa bukan hanya formite yang dapat menjadi media penyebaran penyakit. Hasil penyelidikan George Soper (1900) mengatakan bahwa perhatian khusus perlu diberikan pada carrier tifus kronik yang menyebabkan dan menyebarkan penyakit. 2 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lubis, R (2000) di RSUD DR. Soetomo Surabaya dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian Tifus abdominalis beresiko 20,8 kali lebih besar (OR) pada orang dengan higiene perorangan yang kurang. 25 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control mengatakan bahwa kebiasaan jajan diluar

6 mempunyai resiko 3,65 lebih besar terkena penyakit Tifus abdominalis pada anak dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko lebih besar terkena penyakit Tifus abdominalis dengan Ods Ratio sebesar 2,7. 26 b. Faktor Agent Tifus abdominalis disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri ini hanya dapat menginfeksi tubuh manusia. Jumlah Salmonella typhi yang tertelan akan mempengaruhi masa inkubasi, semakin banyak bakteri yang tertelan maka akan semakin singkat masa inkubasi Tifus abdominalis. 27 c. Faktor Environment Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah. Penyebaran penyakit akan semakin meningkat apabila disertai dengan kondisi tepat tinggal yang tidak sehat, kepadatan penduduk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 28 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lubis, R (2000) di RSUD DR. Soetomo Surabaya dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian Tifus abdominalis beresiko 6,4 kali lebih besar (OR) pada kualitas air minum yang tercemar coliform Sumber Penularan Ada dua sumber penularan dari Salmonella typhi, yaitu: Penderita Tifus abdominalis Yang menjadi sumber utama infeksi Tifus abdominalis adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa

7 penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya Karier Tifus abdominalis Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca Tifus abdominalis, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita Tifus abdominalis yang telah sembuh setelah 2-3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feses atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan. Pada Tifus abdominalis sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya. 29 2, 30 Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis: a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit Poliomyelitis, Hepatitis B dan Meningococcus. b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit Cacar air, Campak dan virus Hepatitis. c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan

8 hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok Salmonella, Hepatitis B dan pada Difteri. d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada penyakit Tifus abdominalis dan Hepatitis B. 14, 31, Gejala Klinis Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan tersebut tidak saja antara berbagai bagian dunia tetapi juga di daerah dari waktu ke waktu. Gambaran penyakit juga bervariasi mulai dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Pada minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala pada saat masuk rumah sakit hampir sama dengan infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, nyeri otot, badan lesu, anoreksia, mual, muntah serta diare. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh meninggi secara bertingkat dari suhu normal sampai mencapai o C. Suhu tubuh lebih tinggi pada sore hari dan malam hari dibandingkan pada pagi hari. Demam tinggi biasanya disertai nyeri kepala hebat yang menyerupai gejala meningitis. Pada saluran pencernaan terjadi gangguan seperti bibir kering dan pecah-pecah, lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput putih (coated tongue). Terjadi juga reaksi mual berat sampai muntah. Hal ini disebabkan bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa. Selanjutnya terjadi pembengkakan yang menekan lambung hingga menimbulkan rasa mual. Mual yang berlebihan menyebabkan makanan tidak dapat masuk secara sempurna dan biasanya keluar melalui mulut. Pada beberapa kasus Tifus abdominalis, penderita disertai dengan gejala diare. Namun dalam beberapa kasus lainnya penderita

9 mengalami konstipasi (sulit buang air besar). Gejala lain yang dapat dilihat dari penderita Tifus abdominalis berupa bintik-bintik di dada dan perut (rose spot) yang akan menghilang 2-5 hari. Setelah minggu kedua maka tanda-tanda klinis semakin jelas berupa demam remiten, hepatomegali (pembesaran hati), splenomegali (pembesaran limpa) meteorismus (perut kembung), dan dapat disertai gangguan kesadaran ringan sampai berat. Dalam minggu ketiga apabila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai menurun. Meskipun demikian, pada stadium ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung terjadi akibat lepasnya kerak dari ulkus. Jika keadaan penderita memburuk maka akan terjadi tanda-tanda yang khas berupa delirium atau stupor, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin diikuti peningkatan tekanan abdomen serta nyeri perut. Apabila denyut nadi penderita semakin meningkat disertai peritonitis lokal maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus, penderita akan mengalami kolaps. Sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita Tifus abdominalis pada minggu ketiga. Pada minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

10 2.7. Diagnosis Ada dua cara untuk mendiagnosis penyakit Tifus abdomianalis yaitu secara klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis sering tidak tepat karena gejala klinis khas Tifus abdominalis tidak ditemukan atau gejala yang sama terdapat pada penyakit lain. 30 Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratrium untuk membantu menegakkan diagnosis Tifus abdominalis Pemeriksaan Darah Tepi Diagnosis Tifus abdominalis dengan pemeriksaan darah tepi akan mendapatkan gambaran lekopenia dan limfositosis relatif pada permulaan sakit. Disamping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan trombositopenia ringan. 18 Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita Tifus abdominalis atau bukan. Akan tetapi, adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis Tifus abdominalis Pemeriksaan Bakteriologis Diagnosis pasti Tifus abdominalis dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. 34 Berkaitan dengan patogenesis penyakit maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. 15 Hasil biakan yang positif dapat memastikan Tifus abdominalis akan tetapi hasil negatif belum tentu tidak menderita Tifus abdominalis karena tergantung pada

11 beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan antara lain; penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat. Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita ,34, Pemeriksaan Serologis Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis Tifus abdominalis dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada Tifus abdominalis ini meliputi : (a) uji Widal; (b) tes TUBEX ; dan (c) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). a. Uji Widal Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita Tifus abdominalis. Teknik aglutinasi uji Widal dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Pada umumnya uji hapusan lebih sering dipakai

12 karena hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit dibandingkan uji tabung yang membutuhkan waktu inkubasi satu malam. Namun demikian uji Widal memiliki kelemahan seperti rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil sehingga membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita Tifus abdominalis. Pemberian antibiotika sebelum pengambilan serum dapat memberikan hasil negatif palsu sedangkan kesamaan antigen O dan H yang dimiliki S. typhi dengan salmonella lain, bahkan kesamaan epitop dengan Enterobactericeae lain dapat menyebabkan hasil positif palsu. Hingga saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaat test Widal masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari standar titer uji Widal harus ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi. Meskipun pemeriksaan Widal memiliki banyak keterbatasan namun pemeriksaan ini masih dianjurkan untuk dilakukan karena proses pengerjaannya cepat, tidak membutuhkan instrumental dan relatif murah. Di lndonesia, besar titer antibodi yang bermakna untuk diagnosis Tifus abdominalis belum terdapat kesesuaian. Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa standar nilai uji Widal untuk diagnosis Tifus abdominalis didasarkan pada prosedur yang digunakan di masing-masing rumah sakit atau laboratorium. Widodo.D, dkk melakukan studi cross sectional pada 300 responden sehat di 5 kecamatan di wilayah DKI Jakarta tahun 2006 dimana sebagian besar responden memberikan hasil seropositif pada pemeriksaan serologi Widal S. typhi O (55,7%), H (78%). Terdapat 1,3% responden sehat dengan titer S. typhi O > 1/160, 7,7%

13 responden dengan titer H > 1/320. Tidak ada responden yang memiliki titer S. parathypi A O dan C O > 1/ 160. Hanya sebagian kecil responden sehat yang memiliki titer S. parathypi B O > 1/160 (1,34%), A H > 1/320 (5,33%), B H > 1/320 (2,67%), S. paratyphi C H > 1/320 (0,66%). Karena itu, berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa cut off terbaik uji Widal satu kali untuk diagnosis demam tifoid dan uji Widal S.paratyphi di Jakarta adalah > 1/160 untuk titer O dan > 1/320 untuk titer H. Penetapan nilai uji Widal positif yang digunakan di RSU Dr. F.L. Tobing Sibolga yaitu apabila ditemukan gejala Tifus abdominalis dengan didukung titer 1/80 untuk anti-o atau 1/160 untuk anti-h sedangkan apabila titer O dan H menujukkan nilai 1/320 atau lebih pada satu kali pemeriksaan maka dinyatakan adanya infeksi aktif pada penderita atau penderita pernah divaksinasi. 13 b. Tes TUBEX Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG. Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitain oleh Olsen,Sonja et al, 2004 menyebutkan perbedaan antara tes TUBEX dan uji Widal yaitu sensitivitas (78/64), spesifisitas (94/76). Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal karena memiliki keunggulan yang lebih baik daripada tes Widal dan dapat menutupi kelemahan tes Widal.

14 c. Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9. Antigen ini mampu membedakan organisme ini >99% dari serotype bakteri salmonella yang lain, sehingga tes ini sangatlah spesifik terhadap salmonella serotype thypi. Tes diagnostik ELISA memiliki keunggulan dari tes lainnya karena uji ini dapat digunakan pada fase akut danmemiliki nilai yang akurat dengan hanya satu kali pemeriksaan serta memiliki sensitifitas dan spesififitas yang jauh lebih baik daripada uji Widal. Adapun kelemahan uji ELISA antara lain dilakukan dengan sistem multis tep, menggunakan enzim konjugat dan proses pembacaan sampel menggunakan media elektronik sehingga harga uji ini menjadi mahal. Penelitan yang dilakukan oleh Lim et al, 1998 yangmembandingkan antara tes TUBEX dengan ELISA didapatkan bahwa TUBEX memiliki hubungan yang sangat baik dengan ELISA yang mendeteksi anti-lps s.typhi (p = 0,003). Hal ini dikarenakan kedua tes tersebut menggunakan antigen dan mendeteksi antibody Ig M yang sama. Oleh karenaitu, kedua tes ini memiliki sensitivitas (100% / 100%) dan spesifisitas (100% / 96.9%) yang sama-sama tinggi..

15 2.8.Komplikasi 14, 17 Komplikasi Tifus abdominalis dapat dibagi atas dua bagian, yaitu: Komplikasi Intestinal a. Perdarahan usus Terjadi pada 10-15%, sekitar 25% penderita Tifus abdominalis dapat mengalami perdrahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok tetapi bisa sembuh dengan sendirinya. b. Perforasi usus Terjadi pada sekitar 1-5% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga, tetapi dapat terjadi pada minggu pertama. Penderita Tifus abdominalis dengan perforasi usus mengeluh nyeri perut yang hebat dapat disertai dengan tekanan darah turun nadi bertambah cepat bahkan sampai syok Komplikasi Ekstraintestinal a. Komplikasi kardiovaskuler: miokarditis, trombosis, tromboflebitis, syok b. Komplikasi hematologi: anemia hemolitik, koagulasi intravaskuler diseminata (KID), trombositopenia, c. Komplikasi respirasi: bronkitis, pneumonia, empiema, dan pleuritis. d. Komplikasi neuropsikiatri: delirium, ensefalopati, psikotik, meningitis, gangguan koordinasi. e. Komplikasi tulang: osteomielitis, periositis dan arthritis f. Komplikas hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis

16 g. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis 2.9. Pencegahan Adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat penyakit Tifus abdominalis. Pencegahan terdiri dari beberapa tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tidak sakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor risikonya. 2 Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan, mengonsumsi makanan sehat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 35, 36 (PHBS) Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menemukan kasus secara dini, pengobatan bagi penderita dengan tepat serta mengurangi akibat-akibat yang lebih serius. Pencegahan sekunder dapat berupa: a. Pencarian penderita maupun carrier secara dini melalui peningkatan usaha surveilans Tifus abdominalis. b. Perawatan

17 Penderita Tifus abdominalis perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi dan pengobatan. Penderita harus tetap berbaring sampai minimal 17 hari demam atau kurang lebih 14 hari. Keadaan ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu- waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil pada penderita Tifus abdominalis perlu diperhatikan karena dapat terjadi konstipasi dan retensi air kemih. 21 c. Diet Penderita Tifus abdominalis sebaiknya mengonsumsi makanan yang cukup cairan, berkalori, tinggi protein, lembut dan mudah dicerna seperti bubur nasi. Pemberian makanan tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus karena usus perlu diistirahatkan. Tidak dianjurkan mengonsumsi bahan makanan yang mengandung banyak serat dan mengahasilkan banyak gas. Pemberian susu dilakukan 2 kali sehari. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun adalah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Untuk penderita dengan komplikasi perforasi usus, tidak dianjurkan makanan yang dapat mengiritasi lambung seperti makanan pedas dan asam Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah upaya untuk mengurangi keparahan atau komplikasi penyakit yang sudah terjadi. Apabila penderita Tifus abdominalis telah dinyatakaan sembuh, sebaiknya tetap menjaga kesehatan dan kebersihan sehingga

18 daya tahan tubuh dapat pulih kembali dan terhindar dari infeksi ulang Tifus abdominalis. Disamping itu, penderita tersebut harus melakukan pemeriksaan serologis sebulan sekali untuk mengetahui keberadaan Salmonella typhi di dalam tubuh Kerangkan Konsep Karakteristik Penderita Tifus abdominalis 1. Sosiodemografi : Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Status Perkawinan Tempat Tinggal 2. Gejala klinis sewaktu masuk 3. Status komplikasi 4. Jenis komplikasi 5. Lama rawatan rata-rata 6. Keadaan sewaktu pulang 7. Sumber pembiayaan 8. Hasil diagnostik uji titer antibodi O 9. Hasil diagnostik uji titer antibodi H

19 2.11. Definisi Operasional Penderita Tifus abdominalis adalah pasien yang datang dengan keluhan demam tinggi, sakit kepala, muntah, mual, bintik-bintik merah di dada serta adanya gangguan pencernaan dan berdasarkan diagnosa dokter serta hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan menderita Tifus abdominalis dan telah dirawat inap sesuai dengan yang tertulis di kartu status Sosiodemografi penderita Tifus abdominalis dibedakan atas: a. Umur adalah usia penderita Tifus abdominalis rawat inap sesuai dengan yang tertulis di kartu status, menggunakan rumus Sturgest dikategorikan atas: 2 1. <1 tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun Untuk analisa statistik, umur dikategorikan atas: tahun tahun 3. > 30 tahun b. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita Tifus abdominalis sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Laki-laki 2. Perempuan

20 c. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh atau yang sedang dijalani oleh penderita Tifus abdominalis sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Belum sekolah 2. SD 3. SLTP 4. SLTA 5. Akademi/ Perguruan Tinggi d. Pekerjaan adalah kegiatan rutin dan utama yang dilakukan penderita Tifus abdominalis sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Belum bekerja 2. Pelajar/ mahasiswa 3. Nelayan 4. PNS/TNI-POLRI 5. Pegawai swasta 6. Wiraswasta 7. Ibu Rumah Tangga 8. Pensiunan e. Status Perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat pernikahan penderita Tifus abdominalis sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Kawin 2. Belum kawin f. Tempat Tinggal adalah daerah dimana penderita Tifus abdominalis tinggal menetap sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Kota Sibolga 2. Luar Kota Sibolga

21 Gejala klinis adalah keadaan penderita Tifus abdominalis saat masuk ke rumah sakit yang merupakan manifestasi dari infeksi Salmonella typhi sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Demam 2. Sakit kepala 3. Sakit perut 4. Mual 5. Muntah 6. Anoreksia 7. Lidah kotor 8. Konstipasi 9. Diare 10. Batuk 11. Perut kembung 12. Badan lemah 13. Sesak nafas 14. Mimisan 15. Gangguan kesadaran Status komplikasi adalah keterangan mengenai ada tidaknya komplikasi pada penderita Tifus abdominalis sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 14,17 1. Tanpa komplikasi 2. Dengan komplikasi Komplikasi Tifus abdominalis adalah manifestasi klinis yang timbul sebagai penyulit bagi penderita Tifus abdominalis sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Perforasi usus 2. Komplikasi hematologi 3. Komplikasi respirasi 4. Komplikasi neuropsikiatri 5. Komplikas hepar dan kandung empedu

22 Lama rawatan rata-rata adalah lama hari rawatan penderita Tifus abdominalis dihitung dari tanggal masuk sampai dengan keluar sesuai dengan yang tertulis di kartu status Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita Tifus abdominalis sewaktu keluar dari rumah sakit sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Pulang berobat jalan 2. Pulang atas permintaan sendiri 3. Meninggal Sumber biaya adalah asal biaya rawatan penderita Tifus abdominalis dihitung dari mulai masuk rumah sakit sampai dengan keluar sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: 1. Biaya sendiri 2. Bukan biaya sendiri Hasil diagnostik laboratorium uji titer antibodi O adalah hasil pemeriksaan laboratorium penderita Tifus abdominalis berdasarkan uji titer antibodi O sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: / / / Hasil diagnostik laboratorium uji titer antibodi H adalah hasil pemeriksaan laboratorium penderita Tifus abdominalis berdasarkan uji titer antibodi H sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan atas: / / /320

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan 6 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Objek Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad merupakan salah satu dari rumah sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Typhoid

Laporan Pendahuluan Typhoid Laporan Pendahuluan Typhoid Di UGD RSU AL-ISLAM H.M.MAWARDI KRIAN-SIDOARJO DISUSUN OLEH : Rani Nurlelasari 1101040 AKADEMI KEBIDANAN MITRA SEHAT SIDOARJO TAHUN AJARAN 2011-2012 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyakit menular ini terkait erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB XIX DEMAM TIFOID

BAB XIX DEMAM TIFOID BAB XIX DEMAM TIFOID Definisi 1,2 Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu

Lebih terperinci

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Demam Tifoid Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN SKRIPSI OLEH :

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN SKRIPSI OLEH : KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN 2004-2008 SKRIPSI OLEH : SISKA ISHALIANI HASIBUAN NIM. 051000159 ` FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau. Typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau. Typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau Typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid 1. Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Tifoid 2.1.1 Pengertian Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Demam Tifoid a. Definisi Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Demam Thypoid 2.1.1 Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000). Tifus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Typhoid 1. Pengertian Typhoid Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data 34 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data penderita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah

Lebih terperinci

DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI

DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : IVAN TRIKUMORO K 100 050 160 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI JULI 2012.

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI JULI 2012. KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 - JULI 2012 Alista Br Simanjuntak 1, Hiswani 2, Jemadi 2 1 Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan.demam tifoid dapat dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini berupa deskriptif pemeriksaan laboratoris. Penelitian dilakukan di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini berupa deskriptif pemeriksaan laboratoris. Penelitian dilakukan di 31 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini berupa deskriptif pemeriksaan laboratoris. Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. lainnya termasuk di Indonesia (Gasem et al., 2002; Vollaard et al., 2005; Prajapati

BAB I. PENDAHULUAN. lainnya termasuk di Indonesia (Gasem et al., 2002; Vollaard et al., 2005; Prajapati BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit endemis yang tersebar luas di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, dan Negara berkembang lainnya termasuk

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi permasalahan kesehatan baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah banyak. Penularannya dapat melalui kontak antar manusia atau melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah banyak. Penularannya dapat melalui kontak antar manusia atau melalui 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid atau tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang menyebabkan tubuh kehilangan cairan dan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih menjadi masalah kesehatan penting di banyak negara

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C) Nama : Ardian Nugraheni (23111307C) Nifariani (23111311C) MACAM-MACAM PENYAKIT A. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) 1) Pengertian Terjadinya penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN IGM ANTI SALMONELA TYPHI DI LABORATORIUM SURYA HUSADHA DENPASAR PADA BULAN JUNI -NOVEMBER 2013

KARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN IGM ANTI SALMONELA TYPHI DI LABORATORIUM SURYA HUSADHA DENPASAR PADA BULAN JUNI -NOVEMBER 2013 KARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN IGM ANTI SALMONELA TYPHI DI LABORATORIUM SURYA HUSADHA DENPASAR PADA BULAN JUNI -NOVEMBER 2013 Sagung Novita Widyaningrat 1, A.A. Wiradewi Lestari 2, I Wayan Putu Sutirta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi demam tifoid Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu Salmonella

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Typus Abdominalis masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan menyerang banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan paratyphiditandai dengan keluhan dan gejala penyakit yang tidak khas, berupa

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Definisi Imunisasi Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Thypoid Fever (Demam Thypoid)

Laporan Pendahuluan Thypoid Fever (Demam Thypoid) Laporan Pendahuluan Thypoid Fever (Demam Thypoid) A. Konsep Penyakit 1. Definisi PengertianDemam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenaisaluran pencernaan dengan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh yang berfungsi sebagai pusat metabolisme, hal ini menjadikan fungsi hepar sebagai organ vital. Sel hepar rentan

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi C. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

NEISSERIA MENINGITIDIS

NEISSERIA MENINGITIDIS NEISSERIA MENINGITIDIS Penyakit Meningokokus adalah satu penyakit berjangkit. Neisseria menigitidis (meningokokus) merupakan bakteri kokus gram negatif yang secara alami hidup di dalam tubuh manusia. Meningokokus

Lebih terperinci

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

Menyababkan Demam Tifoid

Menyababkan Demam Tifoid DEFENISI: Penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh kuman batang gram negatif Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi A,B,C. Genus Salmonella adl famili dari Enterobacteriacieae Genus Salmonella

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci