KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN SKRIPSI OLEH :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN SKRIPSI OLEH :"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN SKRIPSI OLEH : SISKA ISHALIANI HASIBUAN NIM ` FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH : SISKA ISHALIANI HASIBUAN NIM ` FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : SISKA ISHALIANI HASIBUAN NIM Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada tanggal 16 Juni 2009 dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji Ketua Penguji Penguji I drh. Rasmaliah, M.Kes drh. Hiswani, M.Kes NIP NIP Penguji II Penguji III dr. Achsan Harahap, MPH Drs. Jemadi,M.Kes NIP NIP Medan, Juli 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dekan, dr. Ria Masniari Lubis, M.Si NIP

4 ABSTRACT Typhoid fever is one of the communicable diseases linkage both personal hygiene and environmental sanitation that is bad. Based on World Health Organization (WHO) report on 2003, there are 17 million typhoid fever cases with Case Fatality Rate (CFR) 3,5%. On 2005, there is 3,15% typhoid fever sufferer hospitalized in Indonesian hospital. On 2007, there is 8,5% typhoid fever sufferer hospitalized in North Sumatera hospital. Typhoid fever sufferer proportion hospitalized in Sri Pamela PTPN 3 Hospital Tebing Tinggi on 2008 is 1,6%. This is descriptive research with case series design that is aimed to know the characteristic of typhoid fever sufferer who are being hospitalized in Sri Pamela PTPN 3 Hospital Tebing Tinggi on The population in this research are 546 sufferer data which number of sample are 231 data taken by simple random sampling. For analyzing, it is used chi-square test and t-test. The highest sociodemography proportion are aged years old 47,2%, male 61%, Javanese 67,5%, Moslem 87,4%, students/collager 41,1%, unmarried 61,5%, and residing outside of Tebing Tinggi city 88,7%. The highest proportion of typhoid fever sufferer with 100% fever symptom, without complication 94,8%, pneumonia complication type 75%, average length of stay 5,44 days and discharged with outpatient treatment/clinical recovery 97,8%. There is dfference on average length of stay typhoid fever sufferer based on complication (p =0,000) which sufferer with complication cured longer than sufferer without complication. There is no difference on the typhoid fever sufferer complication based on condition by the time they were discharged from the hospital (p =1,000). Suggested to typhoid fever sufferer who have been recovered to have bacteriologic test once a month, and to keep personal hygiene and environmental sanitation. Keyword : Typhoid fever sufferer, characteristic, Sri Pamela PTPN 3 Hospital Tebing Tinggi

5 ABSTRAK Demam tifoid merupakan salah satu penyakit menular yang berkaitan dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat 17 juta kasus demam tifoid dengan Case Fatality Rate (CFR) 3,5%. Pada tahun 2005 terdapat 3,15% penderita demam tifoid rawat inap di rumah sakit di Indonesia. Pada tahun 2007 terdapat 8,5% penderita demam tifoid rawat inap di rumah sakit di Sumatera Utara. Proporsi penderita demam tifoid rawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi pada tahun 2008 yaitu 1,6%. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita demam tifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun Populasi penelitian ini adalah 546 data penderita dengan besar sampel 231 data yang diambil secara simple random sampling. Analisis statistik menggunakan uji chi-square dan uji t. Proporsi sosiodemografi tertinggi : kelompok umur tahun 47,2%, lakilaki 61%, suku Jawa 67,5%, agama Islam 87,4%, pelajar/mahasiswa 41,1%, status belum kawin 61,5% dan berasal dari luar Kota Tebing Tinggi 88,7%. Proporsi penderita demam tifoid tertinggi dengan gejala demam 100%, tanpa komplikasi 94,8%, jenis komplikasi pneumonia 75%, dengan lama rawatan rata-rata 5,44 hari dan pulang dengan berobat jalan/sembuh klinis 97,8%. Ada perbedaan lama rawatan rata-rata penderita demam tifoid berdasarkan komplikasi (p=0,000) dimana penderita dengan komplikasi lebih lama dirawat dari pada penderita tanpa komplikasi. Tidak ada perbedaan komplikasi penderita demam tifoid berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=1,000). Dianjurkan kepada penderita demam tifoid yang telah sembuh untuk melakukan pemeriksaan bakteriologis sebulan sekali dan menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan. Kata kunci : Penderita Demam tifoid, karakteristik, Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Siska Ishaliani Hasibuan Tempat/Tanggal Lahir : Dolok Merawan/20 Juni 1987 Agama Status Perkawinan Jumlah Saudara Alamat Rumah : Islam : Belum Menikah : 3 (tiga) Bersaudara : Jln. Perintis Kemerdekaan No.98 Dolok Merawan Serdang Bedagai Riwayat Pendidikan : : SD Negeri No Dolok Merawan Serdang Bedagai : SLTP YPAK PTPN 3 Gunung Para : SMA Negeri 1 Tebing Tinggi : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU)

7 KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim, Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program studi Strata1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu dr. Rusmalawaty selaku dosen Pembimbing Akademik penulis di FKM- USU 3. Bapak Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes dan Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 5. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini. 6. Seluruh dosen pengajar dan pegawai staf akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

8 7. Direktur Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian serta pegawai rekam medis yang turut membantu dalam pengumpulan data. 8. Teristimewa dan tersayang Ayahanda Ishak Hasibuan dan Ibunda Susilawati, terima kasih atas segala pengorbanan dan kasih sayangnya yang begitu berharga kepada penulis. 9. Kakanda Irfan Husni Hasibuan dan Astin Isyuanita Hasibuan,SSi, terima kasih atas doa yang telah diberikan. 10. Para sahabatku (Ade, Rahmi, Shintya, Uswah, Yuni dan Yuli) dan kakanda alumni terima kasih atas persahabatan, doa, bantuan dan semangatnya kepada penulis. 11. Saudara-saudari di FKM terima kasih atas kebersamaan dan dukungan kepada penulis. 12. Teman-teman peminatan Epidemiologi FKM-USU Yunni, Melinda, Ayu, Dewi, Arin, Vina, Nina, Nita, Essy, Ica, Rani, Tati, Wawan dan yang lainnya, terima kasih atas doa, bantuan, semangat dan kebersamaannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Medan, Juni 2009 Penulis SISKA ISHALIANI HASIBUAN

9 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan... i Abstract... ii Abstrak... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Demam Tifoid Etiologi Patogenesis Epidemiologi Demam Tifoid Distribusi dan Frekuensi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sumber Penularan Gejala Klinis Diagnosis Komplikasi Komplikasi Intestinal Komplikasi Ekstraintestinal Pencegahan Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder Pencegahan Tersier BAB 3 KERANGKA KONSEP Kerangka Konsep Definisi Operasional BAB 4 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian... 27

10 Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Metode Pengumpulan Data Analisis Data BAB 5 HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Rumah Sakit Sosiodemografi Penderita Demam Tifoid Gejala Klinis Komplikasi Lama Rawatan Rata-rata Keadaan Sewaktu Pulang Analisis Statistik Umur Berdasarkan Komplikasi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Komplikasi Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang BAB 6 PEMBAHASAN Sosiodemografi Penderita Demam Tifoid Umur Jenis Kelamin Suku Agama Pekerjaan Status Perkawinan Tempat Tinggal Gejala Klinis Penderita Demam Tifoid Komplikasi Penderita Demam Tifoid Lama Rawatan Rata-rata Penderita Demam Tifoid Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Demam Tifoid Analisis Statistik Umur Berdasarkan Komplikasi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Komplikasi Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 RANDOM NUMBER LAMPIRAN 2 SPIN DIAL DIRECTION LAMPIRAN 3 MASTER DATA

11 LAMPIRAN 4 OUTPUT MASTER DATA LAMPIRAN 5 LEBIH DARI SATU GEJALA KLINIS LAMPIRAN 6 SURAT PENELITIAN DARI FKM LAMPIRAN 7 SURAT SELESAI PENELITIAN DARI RUMAH SAKIT

12 DAFTAR TABEL Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Tabel 5.5. Tabel 5.6. Tabel 5.7. Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Gejala Klinis di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Komplikasi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Lama Rawatan Rata-rata Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Proporsi Umur Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Tabel 5.9. Proporsi Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Tabel Distribusi Frekuensi Lebih dari Satu Gejala Klinis Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Struktur Bakteri Salmonella typhi... 7 Gambar 6.1. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar 6.2. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar 6.3. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Suku di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar 6.4. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Agama di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar 6.5. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar 6.6. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Status Perkawinan di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar 6.7. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar 6.8. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Gejala Klinis di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar 6.9. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Komplikasi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar Proporsi Umur Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun

14 Gambar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun Gambar Proporsi Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan adalah bagian dari kehidupan manusia yang sangat penting. Perubahan yang terjadi pada lingkungan dapat mengakibatkan pengaruh besar pada kehidupan manusia. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, akan tetapi dapat juga bersifat negatif yang mengakibatkan terganggunya kesehatan manusia. 1 Lingkungan yang buruk berperan penting dalam penyebaran penyakit menular. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit tersebut antara lain sanitasi umum, temperatur, polusi udara dan kualitas air. Faktor sosial ekonomi seperti kepadatan penduduk, kepadatan hunian dan kemiskinan juga mempengaruhi penyebarannya. 2 Demam tifoid (typhoid fever) atau tifus abdominalis merupakan salah satu penyakit menular yang berkaitan erat dengan lingkungan, terutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. 3 Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2000 terdapat kasus demam tifoid di seluruh dunia, diantaranya meninggal karena penyakit tersebut dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,9%. 4 Laporan WHO tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia, dimana diantaranya meninggal (CFR 3,5%). 5

16 Berdasarkan hasil penelitian Crump, J.A., dkk (2000), insidens rate demam tifoid di Eropa yaitu 3 per penduduk, di Afrika yaitu 50 per penduduk, dan di Asia yaitu 274 per penduduk. 6 Insidens rate demam tifoid di Afrika Selatan (2000) yaitu 39 per penduduk. 4 Pada tahun 2005 insidens rate demam tifoid di Dhaka yaitu 390 per penduduk, sedangkan di Kongo dengan jumlah kasus dan 214 diantaranya meninggal dengan CFR 0,5%. 7 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2005, demam tifoid menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2004 yaitu sebanyak kasus (3,6%). Menurut hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001, demam tifoid menempati urutan ke-8 dari 10 penyakit penyebab kematian umum di Indonesia sebesar 4,3%. 8 Pada tahun 2005 jumlah pasien rawat inap demam tifoid yaitu kasus (3,15%) dan menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia. 9 Menurut laporan Subdin Pelayanan Medis Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2006, demam tifoid menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit pemerintah yaitu 587 kasus (11,70%) dari kasus. 10 Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2007 melaporkan bahwa proporsi demam tifoid dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit yaitu 8,5% (1.681 kasus) dari kasus. 11 Menurut laporan surveilans terpadu penyakit berbasis rumah sakit di Sumatera Utara tahun 2008, jumlah kasus demam tifoid rawat inap yaitu kasus. 12 Berdasarkan laporan surveilans terpadu

17 penyakit berbasis rumah sakit Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi tahun 2008, jumlah kasus demam tifoid rawat inap yaitu 176 kasus. 13 Menurut penelitian Saragih, M.N. di Rumah Sakit Umum Herna ditemukan jumlah kasus demam tifoid rawat inap pada tahun sebanyak 809 kasus. 14 Sedangkan penelitian Pratiwi, R di Rumah Sakit Umum Permata Bunda terdapat jumlah kasus demam tifoid yang dirawat inap pada tahun adalah 398 kasus. 15 Survei pendahuluan di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi, didapatkan proporsi kasus demam tifoid yang dirawat inap dari tahun menunjukkan nilai yang bervariasi. Pada tahun 2004 proporsi kasus demam tifoid 1,4% (75 kasus dari kasus rawat inap), tahun 2005 dengan proporsi 2,9% (193 kasus dari kasus rawat inap), tahun 2006 dengan proporsi 1,3% (81 kasus dari kasus rawat inap), tahun 2007 dengan proporsi 1,1% (77 kasus dari kasus rawat inap) dan tahun 2008 dengan proporsi 1,6% (120 kasus dari kasus rawat inap). Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun Rumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun

18 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, status perkawinan dan tempat tinggal). b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan gejala klinis. c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan komplikasi. d. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita demam tifoid. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan keadaan sewaktu pulang. f. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan komplikasi. g. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan komplikasi. h. Untuk mengetahui perbedaan proporsi komplikasi berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

19 1.4. Manfaat Penelitian Sebagai bahan informasi bagi Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi dalam rangka meningkatkan fasilitas serta upaya pelayanan terhadap penderita demam tifoid Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai demam tifoid.

20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang dan gangguan kesadaran). Menurut Butler dalam Soegijanto, S (2002), demam tifoid adalah suatu infeksi bakterial pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan demam berkepanjangan, nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, splenomegali serta kadang-kadang disertai komplikasi perdarahan dan perforasi usus Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri tersebut termasuk famili Enterobacteriaceae dari genus Salmonella. Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, motil, berflagella (bergerak dengan rambut getar), dan berkapsul. Bakteri ini tahan pada pembekuan selama beberapa minggu, namun mati pada pemanasan dengan suhu 54,4 C selama 1 jam dan 60 C selama 15 menit. 17 Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu : 16,18 1. Antigen dinding sel/somatik (O) yang terletak pada lapisan luar dari tubuh bakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

21 2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein dan berada dalam flagella. Antigen ini tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. 3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses aglutinasi (proses pembentukan antibodi terhadap antigen) dan melindungi bakteri dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasi bakteri. Ketiga macam antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang disebut aglutinin. Fimbria Selaput Plasma Dinding Sel Sitoplasma Flagella Bentuk Helix Molekul DNA Kapsul Polisakarida Gambar 2.1. Struktur Bakteri Salmonella typhi 16

22 2.3. Patogenesis Masa inkubasi demam tifoid berlangsung hari. Masa inkubasi penyakit ini bergantung pada jumlah bakteri yang tertelan dan faktor host (keadaan umum, status gizi dan status imunologis penderita). 19,20 Adapun patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari tiga proses, yaitu proses invasi bakteri Salmonella typhi ke dinding sel epitel usus, proses kemampuan hidup dalam makrofag dan proses berkembangbiaknya bakteri dalam makrofag. Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk melawan dan membunuh bakteri patogen ini, yaitu dengan adanya mekanisme pertahanan non spesifik di saluran pencernaan baik secara kimiawi maupun fisik dan mekanisme pertahanan yang spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular. 17 Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah bakteri sampai di lambung, maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Kemampuan bakteri untuk dapat melewati barier asam lambung dipengaruhi oleh jumlah bakteri yang masuk dan kondisi asam lambung. 17 Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella typhi dan pada ph 2,0 sebagian besar bakteri akan terbunuh dengan cepat dan sebagian bakteri lain yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus, dimana tubuh berusaha mengeluarkan bakteri dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik

23 usus. Selain itu, adanya bakteri anaerob di usus juga akan menghalangi pertumbuhan bakteri dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan asam. Bila bakteri berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di usus halus, maka bakteri akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, bakteri akan masuk ke dalam kripti lamina propria, kemudian berkembang biak dan selanjutnya akan difagositosis oleh monosit dan makrofag, namun demikian Salmonella typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul bakteri. 17 Bakteri masuk ke dalam peredaran darah melalui pembuluh limfe usus halus hingga mencapai organ hati dan limpa. Bakteri yang tidak dihancurkan akan berkembang biak di dalam hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian bakteri masuk kembali ke dalam darah (bakteriemia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas nodus peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam pada demam tifoid disebabkan Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang Epidemiologi Demam Tifoid Distribusi dan Frekuensi a. Orang Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insidens pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan umur, proporsi penderita demam tifoid pada kelompok berumur tahun 70-80%, pada umur 31-

24 40 tahun sebesar 10-20% dan lebih dari 40 tahun 5-10 %. 21 Menurut penelitian Simanjuntak, C.H., dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77% penderita demam tifoid pada umur 3-19 tahun dan tertinggi pada umur tahun dengan insidens rate 687,9 per penduduk, insidens rate pada umur 0-3 tahun sebesar 263 per penduduk. 22 b. Tempat dan Waktu Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insidens rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per penduduk dan di Asia Tenggara 110 per penduduk. 6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insidens rate demam tifoid 680 per penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi per penduduk. 23 Menurut laporan Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Rumah Sakit Sentinel di Sumatera Utara (STPRS.SEN) tahun 2008, jumlah kasus demam tifoid rawat inap adalah 332 kasus Faktor-faktor yang Mempengaruhi a. Faktor Host Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau carrier kronis. Transmisi bakteri terjadi dengan cara menelan makanan atau air yang terkontaminasi feses manusia yang terinfeksi Salmonella typhi. Selain itu, transmisi kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakteriemia (beredarnya bakteri dalam darah) kepada bayi dalam kandungan, atau tertular pada saat dilahirkan oleh seorang ibu yang merupakan carrier demam tifoid

25 dengan rute fekal oral. Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi carrier kronis dan mengekskresikan bakteri selama beberapa tahun. 16 Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. DR. Soetomo (2000) dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian demam tifoid berisiko 20,8 kali lebih besar (OR) pada orang yang higiene perorangan yang kurang. 25 Penelitian yang dilakukan oleh Astuti, D.W., (2006) dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian demam tifoid berisiko 26,4 kali lebih besar (OR) pada orang yang memiliki kebiasaan jajan atau makan di luar rumah. 26 b. Faktor Agent Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hanya dapat hidup dan menginfeksi tubuh manusia. 16 Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Jumlah Salmonella typhi yang tertelan akan mempengaruhi masa inkubasinya, dimana semakin banyak Salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh, maka semakin singkat masa inkubasi demam tifoid. 17 c. Faktor Environment Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dan standar higiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid dari segi sosial adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sanitasi dan higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 16

26 Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. DR. Soetomo (2000), dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian demam tifoid risiko 6,4 (OR) kali pada kualitas air minum yang tercemar Sumber Penularan Berdasarkan riwayat alamiah suatu penyakit, ada dua tahap perkembangan penyakit yaitu prepatogenesis dan patogenesis. Pada tahap patogenesis, berakhirnya perjalanan suatu penyakit dapat dibagi dalam lima keadaan yaitu sembuh, berlangsung menjadi kronis, carrier, cacat dan meninggal. 1 Dari kelima keadaan tersebut, carrier berpotensi sebagai sumber penularan suatu penyakit. Carrier adalah penderita atau mereka yang sedang atau pernah terinfeksi yang masih mengandung agent penyebab penyakit menular, akan tetapi tidak menunjukkan gejala klinis. Carrier dapat dibagi menjadi empat tipe yaitu : a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis, akan tetapi mengandung agent penyebab yang dapat menular pada orang lain. Contohnya poliomyelitis, hepatitis B, HIV dan meningococcus. b. Incubatory carrier (masa inkubasi) adalah mereka yang masih berada dalam masa inkubasi, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit. Contohnya penyakit cacar air, dan campak. c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk periode waktu tertentu, biasanya dalam waktu tiga bulan. Contohnya demam tifoid, hepatitis B dan difteri.

27 d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama, biasanya sampai 1 tahun atau lebih. Contohnya demam tifoid dan hepatitis B. 27 Sumber penularan demam tifoid adalah penderita demam tifoid itu sendiri dan carrier (Convalescent carrier dan Chronis carrier) dimana mereka dapat mengekskresikan berjuta-juta bakteri Salmonella typhi dalam feses dan urin. 19 Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh feses atau urin dari penderita maupun carrier demam tifoid. Di beberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia yang terkontaminasi Salmonella typhi, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier demam tifoid. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan bakteri dari feses ke makanan Gejala Klinis Gejala demam tifoid yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. 21 Adapun gejala klinis demam tifoid biasanya didahului dengan gejala demam yang merupakan gejala utama demam tifoid, sakit kepala, sakit perut, badan lesu, anoreksia (tidak nafsu makan), mual, muntah, dan dapat juga disertai dengan batuk. 21 Dalam minggu pertama, suhu tubuh meningkat, berangsur dari suhu normal sampai mencapai 38 atau 40 C. Suhu tubuh lebih tinggi pada sore dan malam hari dibanding pada pagi hari. Biasanya ditemukan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal,

28 bahkan dapat terjadi diare. Timbul bercak rose (bercak-bercak merah) di dada dan perut yang akan menghilang dalam 2-3 hari. 16,19 Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif ( perlambatan relatif nadi penderita). Bibir kering dan pecah-pecah, kemudian lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepi lidah kemerahan, hepatomegali (pembesaran hati), splenomegali (pembesaran limpa), meteorismus (keadaan perut kembung) dan dapat terjadi gangguan kesadaran seperti apatis maupun delirium. 21 Dalam minggu ketiga, suhu tubuh berangsur angsur turun dan normal kembali. Hal ini terjadi jika penderita tidak mengalami komplikasi. Meskipun demikian, pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung terjadi apabila usus mengalami nekrosis dan ulserasi Diagnosis Ada dua cara utama untuk mendiagnosis demam tifoid yaitu secara klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. 16 Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut : a. Pemeriksaan Darah Tepi Diagnosis demam tifoid melalui pemeriksaan darah tepi akan mendapatkan gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Di samping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan trombositopenia

29 ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis. 19 b. Pemeriksaan Bakteriologis Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urin, feses, dan sumsum tulang. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, dengan hasil positif 70-90% dari penderita, sedangkan biakan sumsum tulang memberikan hasil positif pada 80-95% penderita, selama perjalanan penyakit dan hilang pada fase penyembuhan. Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) sampai minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan, sedangkan biakan urin memberikan hasil positif setelah minggu pertama sakit. 30 Hasil biakan yang positif memastikan diagnosis demam tifoid, akan tetapi hasil biakan negatif tidak mengenyampingkan diagnosis demam tifoid, karena hasilnya bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan yaitu jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dengan media empedu dan waktu pengambilan darah. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk Salmonella typhi adalah media empedu (Gall) dari sapi, dimana media ini dapat meningkatkan positifitas hasil karena hanya Salmonella typhi yang dapat tumbuh pada media tersebut. 30

30 c. Pemeriksaan Serologis Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. 1. Uji Widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. 21 Dari ketiga aglutinin ( aglutinin O, H dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. 21 Interpretasi hasil uji widal adalah sebagai berikut : 29 a. titer O yang tinggi ( 160) menunjukkan adanya infeksi akut. b. titer H yang tinggi ( 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi

31 c. titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal, yaitu : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penderita a. Keadaan umum gizi penderita Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit. c. Pengobatan dini dengan antibiotik Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. d. Penyakit-penyakit tertentu Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma lanjut. e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat manghambat pembentukan antibodi. f. Vaksinasi Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau

32 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat. 2. Faktor-faktor Teknis a. Aglutinasi silang Karena beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji Widal. b. Konsentrasi suspensi antigen Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji Widal akan mempengaruhi hasilnya. c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari pada suspensi antigen dari strain lain. 2. Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) 18 a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap Salmonella typhi Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai

33 umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urin) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : Komplikasi Intestinal 16 a. Perdarahan Usus Terjadi pada 15% kasus, 25% diantaranya merupakan perdarahan ringan dan tidak perlu ditransfusi. Perdarahan berat dapat menyebabkan syok, tetapi biasanya sembuh dengan sendirinya tanpa pembedahan. b. Perforasi Usus Perforasi usus merupakan komplikasi pada 1-5% penderita yang dirawat, biasanya terjadi pada minggu ketiga, tetapi dapat terjadi selama masa sakit. Perforasi menyebabkan tekanan darah turun, nadi bertambah cepat, dan timbul nyeri hebat Komplikasi Ekstraintestinal 31 a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis dan tromboflebitis

34 b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia atau Disseminated Intravascular Coagulation ( DIC) dan sindrom uremia hemolitik. c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis. d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolesistitis. e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondalitis dan arthritis g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer dan sindrom katatonia Pencegahan Pencegahan adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat demam tifoid. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan timbulnya faktor penyebab demam tifoid pada seseorang yang masih sehat. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan, mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, berupa penyediaan air minum dan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan terhadap penjualan dan penyediaan makanan pada industri makanan dan restoran, pembuangan kotoran pada jamban sehat, mencuci tangan sebelum menyediakan dan memakan makanan, dan menjaga kebersihan lingkungan. 32

35 Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menemukan kasus secara dini dan pengobatan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat berupa : a. Pencarian penderita maupun carrier secara dini melalui peningkatan usaha surveilans demam tifoid b. Perawatan Penderita demam tifoid perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi dan pengobatan. Penderita harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Keadaan ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil pada penderita demam tifoid perlu diperhatikan karena dapat terjadi konstipasi dan retensi air kemih. 21 c. Diet Penderita demam tifoid sebaiknya memakan makanan yang cukup cairan, kalori, tinggi protein, lembut dan mudah dicerna seperti bubur nasi. Pemberian bubur tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus karena usus perlu diistirahatkan. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu perlu diberikan 2 kali sehari. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun adalah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Penderita dengan komplikasi

36 perforasi usus dianjurkan tidak memakan makanan yang mengiritasi lambung seperti makanan yang pedas dan asam Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari demam tifoid, sebaiknya tetap menjaga kesehatan dan kebersihan, sehingga daya tahan tubuh dapat pulih kembali dan terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Disamping itu, penderita yang telah dinyatakan sembuh harus melakukan pemeriksaan serologis sebulan sekali untuk mengetahui keberadaan Salmonella typhi di dalam tubuh.

37 BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang dan studi kepustakaan di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian mengenai karakteristik penderita demam tifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun sebagai berikut : Karakteristik Penderita Demam Tifoid 1. Sosiodemografi : Umur Jenis kelamin Suku Agama Pekerjaan Status perkawinan Tempat tinggal 2. Gejala klinis 3. Komplikasi 4. Lama rawatan rata-rata 5. Keadaan sewaktu pulang 3.2. Definisi Operasional Penderita demam tifoid adalah pasien yang berdasarkan diagnosis dokter dan hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan menderita demam tifoid dan telah dirawat inap sesuai dengan yang tertulis di kartu status.

38 Sosiodemografi terdiri dari : a. Umur adalah usia penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : < 12 Tahun Tahun 3. > 30 Tahun b. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : 1. Laki-laki 2. Perempuan c. Suku adalah etnis yang melekat pada penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : 1. Jawa 2. Batak 3. Melayu 4. Minang 5. Aceh 6. Tionghoa d. Agama adalah kepercayaan yang diyakini penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : 1. Islam 2. Kristen (Protestan dan Katolik) 3. Budha e. Pekerjaan adalah kegiatan rutin dan utama yang dilakukan penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : 1. Pegawai Swasta 5. Ibu Rumah Tangga 2. Karyawan/Pensiunan Perkebunan 6. Tidak Bekerja 3. Wiraswasta 7. Tidak Tercatat 4. Pelajar/Mahasiswa

39 f. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat pernikahan penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : 1. Kawin 2. Belum Kawin g. Tempat tinggal adalah daerah dimana penderita demam tifoid tinggal menetap sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : 1. Kota Tebing Tinggi 2. Luar Kota Tebing Tinggi Gejala klinis adalah keadaan penderita demam tifoid saat masuk ke rumah sakit yang merupakan manifestasi dari infeksi Salmonella typhi sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : 16,19 1. Demam 7. Konstipasi 2. Sakit kepala 8. Diare 3. Sakit perut 9. Lidah kotor 4. Anoreksia 10. Badan lesu 5. Mual 11. Batuk 6. Muntah 12. Perut kembung Komplikasi adalah manifestasi klinis yang timbul sebagai penyulit bagi penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu: 1. Dengan komplikasi 2. Tanpa komplikasi Adapun jenis komplikasi demam tifoid adalah: 16,31 1. Anemia hemolitik 2. Pneumonia Lama rawatan adalah lama hari rawatan penderita demam tifoid, dihitung dari tanggal mulai masuk sampai dengan keluar, sesuai dengan yang tertulis di kartu status dan selanjutnya ditentukan lama rawatan rata-rata.

40 Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita demam tifoid sewaktu keluar dari rumah sakit sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu : 1. Pulang Berobat Jalan/Sembuh Klinis 2. Pulang Atas Permintaan Sendiri

41 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan desain case series Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi. Pemilihan lokasi penelitian ini dengan pertimbangan bahwa di rumah sakit tersebut tersedia data penderita demam tifoid yang dibutuhkan, selain itu belum pernah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid untuk tahun di rumah sakit tersebut Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni Populasi dan Sampel Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh data penderita demam tifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi dari tahun yang berjumlah 546 data penderita Sampel Sampel penelitian ini adalah sebagian data penderita demam tifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun

42 a. Besar sampel Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 33 N n = 2 1+ N( d) 546 n = (0,05) n = n = , ,365 n = 230,9 n = 231 Keterangan : n = Besar sampel N = Besar populasi adalah 546 d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05) Berdasarkan perhitungan di atas, besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 231 data penderita demam tifoid rawat inap tahun b. Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling, dengan menggunakan angka acak pada program komputer C survey. Sampel diambil dari populasi yang sudah diacak oleh komputer. Untuk menentukan sampel pertama diambil dari baris atau kolom tertentu yang diperoleh dengan menggunakan spin dial direction. Dari spin dial direction tersebut akan diperoleh satu angka untuk menentukan dari baris atau kolom ke berapa akan diambil sampel pertama. Kemudian

43 diambil sampel sebanyak yang dibutuhkan. Sampel yang telah diambil disesuaikan dengan kartu status yang telah diberi nomor urut Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kartu status penderita yang berasal dari rekam medis Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun Kartu status penderita demam tifoid yang dipilih sebagai sampel, dikumpul dan dilakukan pencatatan tabulasi sesuai dengan variabel yang akan diteliti Analisis data Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS. Analisis univariat secara deskriptif dan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dan uji t. Disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram pie dan batang.

44 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Rumah Sakit Sri Pamela didirikan pada tahun 1907 oleh Yayasan HOSPITAL VERCENEEGING PADANG dan BEDAGAI dengan nama CENTRAL HOSPITAAL TEBING TINGGI. Pada tahun 1995 terjadi penggabungan antara PTP-III, IV & V yang kemudian menjadi PT. Perkebunan Nusantara 3, sesuai peraturan Pemerintah No.8 tahun 1996 tanggal 14 Februari Penggabungan ini juga tidak terlepas dibidang kesehatan, dimana beberapa sarana Rumah Sakit sebagian mengalami penurunan klasifikasi antara lain RS. Membang Muda dan RS. Petumbukan, sedangkan RS. Sei Dadap mengalami peningkatan klasifikasi pelayanan yang disetarakan dengan RS. Aek Nabara dan RS. Sri Torgamba, sementara RS. Sri Pamela diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit Rujukan untuk fasilitas pelayanan kesehatan se-pt. Perkebunan Nusantara 3. Dalam rangka meningkatkan derajat pelayanan kesehatan yang optimal bagi pekerja untuk tercapai kesejahteraan keluarga maka, PT. Perkebunan Nusantara 3 dalam menjabarkan fungsi sosialnya melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang mencakup aspek kuratif dan rehabilitatif. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara 3 menerapkan fungsi-fungsi manajemen kesehatan melalui fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan yang terdepan yang dinamakan Pos Kesehatan (Poskes) yang operasionalisasinya disetiap Afdeling Kebun, Poliklinik Kebun (Polibun) yang

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi permasalahan kesehatan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN SKRIPSI OLEH : FUTRI S NASUTION

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN SKRIPSI OLEH : FUTRI S NASUTION KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2003-2007 SKRIPSI OLEH : FUTRI S NASUTION 041000009 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 JULI 2012

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 JULI 2012 KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 JULI 2012 SKRIPSI Oleh : ALISTA BR SIMANJUNTAK 081000099 FAKULTAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI JULI 2012.

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI JULI 2012. KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 - JULI 2012 Alista Br Simanjuntak 1, Hiswani 2, Jemadi 2 1 Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyakit menular ini terkait erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan 6 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Objek Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad merupakan salah satu dari rumah sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Tifus abdominalis Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Typhoid

Laporan Pendahuluan Typhoid Laporan Pendahuluan Typhoid Di UGD RSU AL-ISLAM H.M.MAWARDI KRIAN-SIDOARJO DISUSUN OLEH : Rani Nurlelasari 1101040 AKADEMI KEBIDANAN MITRA SEHAT SIDOARJO TAHUN AJARAN 2011-2012 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Demam Tifoid Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN SKRIPSI.

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN SKRIPSI. KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN 2004-2008 SKRIPSI Oleh : MERY K. SINAGA 051000066 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSD KOLONEL ABUNDJANI BANGKO KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI TAHUN 2009

KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSD KOLONEL ABUNDJANI BANGKO KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI TAHUN 2009 KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSD KOLONEL ABUNDJANI BANGKO KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : VERARICA SILALAHI NIM. 061000152 FAKULTAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI. Oleh : JULIANTI AISYAH NIM

KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI. Oleh : JULIANTI AISYAH NIM KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : JULIANTI AISYAH NIM. 061000134 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA CEDERA KEPALA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA CEDERA KEPALA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA CEDERA KEPALA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2005-2007 S K R I P S I Oleh : EFRIKA SUSANTI NASUTION NIM. 041000036 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

BAB XIX DEMAM TIFOID

BAB XIX DEMAM TIFOID BAB XIX DEMAM TIFOID Definisi 1,2 Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan paratyphiditandai dengan keluhan dan gejala penyakit yang tidak khas, berupa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh: ARDA SARIANI MALAU

KARAKTERISTIK PENDERITA SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh: ARDA SARIANI MALAU KARAKTERISTIK PENDERITA SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN 2006-2010 SKRIPSI Oleh: ARDA SARIANI MALAU NIM 071000140 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2004-2007 SKRIPSI Oleh : EKA SR SIHOMBING NIM 041000174 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan GAMBARAN PENYAKIT DEMAM BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN PASIEN RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan GAMBARAN PENYAKIT DEMAM BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN PASIEN RUMAH SAKIT HAJI MEDAN BioLink, Vol. 2 (2) Januari 2016 p-issn: 2356-458x e-issn:2597-5269 BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/biolink GAMBARAN PENYAKIT DEMAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN DISPEPSIA YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SUNDARI MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : SUCI HERAYANI HRP NIM.

KARAKTERISTIK PASIEN DISPEPSIA YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SUNDARI MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : SUCI HERAYANI HRP NIM. KARAKTERISTIK PASIEN DISPEPSIA YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SUNDARI MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : SUCI HERAYANI HRP NIM. 061000273 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh :

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV 01.07.01 PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : RANI N.F NAINGGOLAN NIM. 051000098 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN OLEH NOURMA Y LUMBAN GAOL

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN OLEH NOURMA Y LUMBAN GAOL SKRIPSI KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2007 2008 OLEH NOURMA Y LUMBAN GAOL 051000106 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI.

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI. KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN 2010-2011 SKRIPSI Oleh : YESSY OKTORINA NIM. 051000161 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Typhoid 1. Pengertian Typhoid Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan.demam tifoid dapat dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RSUD RANTAU PRAPAT KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RSUD RANTAU PRAPAT KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN SKRIPSI KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RSUD RANTAU PRAPAT KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN 2006-2009 SKRIPSI Oleh : ELIZABETH LOLOAN PANGGABEAN NIM. 061000033 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN SKRIPSI

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN SKRIPSI KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2009-2013 SKRIPSI OLEH RIRIN GULTOM NIM. 081000049 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh : NENNY TRIPENA NIM.

KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh : NENNY TRIPENA NIM. KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN TAHUN 2008-2010 SKRIPSI Oleh : NENNY TRIPENA NIM. 081000297 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Demam Tifoid a. Definisi Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid 1. Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi ditandai dengan

Lebih terperinci

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 KARAKTERISTIKK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) DR. R. M. DJOELHAM BINJAI TAHUN 2014 2015 SKRIPSI OLEH MANGARA TUA SITOHANG NIM.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010- Isri Rezta Prianty 1, Sori Muda 2, Rasmaliah 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH :

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH : GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI 2013 - DESEMBER 2013 OLEH : LUSIA A TARIGAN 110100243 NIM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi di segala bidang berupa perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada pola hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Demam Thypoid 2.1.1 Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000). Tifus

Lebih terperinci

: RIO BATARADA HASIBUAN NIM.

: RIO BATARADA HASIBUAN NIM. PERILAKU MASYARAKAT TENTANG BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN PADA DESA YANG DIBERI DAN TIDAK DIBERI INTERVENSI GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN GUMAI TALANG KABUPATEN LAHAT PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH.

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH. PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH Oleh : FATHIRAH AINA BT. ZUBIR NIM : 070100405 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena insiden demam tifoid

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

Keywords: Characteristics, Malaria Parasites Positive, RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Keywords: Characteristics, Malaria Parasites Positive, RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. M. YUNUS KOTA BENGKULU TAHUN 2012 Dwi Putri 1, Sori Muda 2, Hiswani 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelompok ini, karena sering makan makanan dari luar dan belum menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelompok ini, karena sering makan makanan dari luar dan belum menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan, terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri yang diderita oleh banyak orang. Disamping itu penggunaan antibiotik

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KUSTA DENGAN TINDAKAN PENENTUAN KECACATAN PENDERITA KUSTA PADA SEMUA PUSKESMAS DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2007 SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KUSTA DENGAN TINDAKAN PENENTUAN KECACATAN PENDERITA KUSTA PADA SEMUA PUSKESMAS DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2007 SKRIPSI HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KUSTA DENGAN TINDAKAN PENENTUAN KECACATAN PENDERITA KUSTA PADA SEMUA PUSKESMAS DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh : BERMAN SITUMORANG NIM.051000534 FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Thypoid Fever (Demam Thypoid)

Laporan Pendahuluan Thypoid Fever (Demam Thypoid) Laporan Pendahuluan Thypoid Fever (Demam Thypoid) A. Konsep Penyakit 1. Definisi PengertianDemam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenaisaluran pencernaan dengan gejala

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) YANG RAWAT INAP DI RSUD LUBUK PAKAM TAHUN 2011 SKRIPSI. Oleh : KHOIRUN TAMIMI HSB NIM.

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) YANG RAWAT INAP DI RSUD LUBUK PAKAM TAHUN 2011 SKRIPSI. Oleh : KHOIRUN TAMIMI HSB NIM. KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) YANG RAWAT INAP DI RSUD LUBUK PAKAM TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh : KHOIRUN TAMIMI HSB NIM. 071000180 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sedang mengalami beban ganda dalam menghadapi masalah penyakit, yang mana penyakit menular dan penyakit tidak menular keduanya menjadi masalah kesehatan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr, M.Kes Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr, M.Si

ABSTRAK. Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr, M.Kes Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr, M.Si ABSTRAK Gambaran Leukosit dan Hitung Jenis pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid dengan Gall Culture Positif di RS Immanuel periode Januari 2007 Juni 2008 Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli,

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 8 Anak menderita HIV/Aids Catatan untuk fasilitator Ringkasan Kasus: Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah

Lebih terperinci

ANALISIS SURVIVAL DENGAN MODEL REGRESI COX TERHADAP LAJU KESEMBUHAN PENDERITA DBD DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MEDAN TAHUN 2014.

ANALISIS SURVIVAL DENGAN MODEL REGRESI COX TERHADAP LAJU KESEMBUHAN PENDERITA DBD DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MEDAN TAHUN 2014. ANALISIS SURVIVAL DENGAN MODEL REGRESI COX TERHADAP LAJU KESEMBUHAN PENDERITA DBD DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MEDAN TAHUN 2014 Oleh : CHAIRIN SARAH NIM : 101000250 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit menular yang erat hubungannya dengan lingkungan, terutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningitis merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci