BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang ditemukan di seluruh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang ditemukan di seluruh"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang ditemukan di seluruh dunia (Aiello, 1997; Dubey, 2010). Parasit ini dapat menginfeksi hampir semua hewan berdarah panas, termasuk satwa liar, hewan domestik, dan manusia (Molina and Ridley-Dash, 2008; Thompson, 2009); Dubey, 2010). Toxoplasma pertama kali diisolasi oleh Sabin dan Olitsky pada tahun 1937 yang membuktikan infeksi pada hewan yang mirip dengan infeksi pada manusia (De Camps et al., 2008). Parasit ini merupakan parasit intraseluler yang menginfeksi hampir semua sel berinti dan jaringan-jaringan tubuh, terutama jaringan usus, otot, dan mungkin termasuk otak dan hati (Quinn dan McCraw, 1972; Dubey, 1986). Parasit ini penting baik bagi dunia kedokteran manusia maupun kedokteran hewan, sehingga perlu dipelajari dan diteliti karena banyak hal yang belum terungkap. Toksoplasmosis merupakan salah satu dari penyakit zoonosis, yang disebabkan oleh parasit protozoa T. gondii. Pada manusia, toksoplasmosis selalu menghantui kaum wanita dan terutama ibu-ibu yang sedang hamil. Apabila toksoplasmosis terjadi secara kongenital dapat menyebabkan gangguan pada bayi berupa abortus, korioretinitis, hidrosefalus, mikrosefalus, gangguan psikologis, gangguan perkembangan mental pada anak setelah lahir dan kejang-kejang. Pada hewan, toksoplasmosis banyak menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak kalah pentingnya, karena dapat menyebabkan abortus, kematian dini dan kelainan 1

2 2 kongenital. Hewan memegang peranan yang sangat penting sebagai salah satu bentuk penularan (Nurcahyo, 2011). Infeksi maternal akut juga dapat menyebabkan hilangnya janin atau kematian neonatus (McLeod et al., 2001; Brughattas et al., 2011). Toksoplasmosis tidak menunjukkan gejala spesifik pada kucing domestik yang kelihatannya sehat, tetapi dapat menyebabkan penyakit yang parah dan menujukkan gejala klinis antara lain pada neonatus, geriatrik dan hewan immunocompromised (De Camps et al., 2008; Dubey, 2010; Elmore et al., 2010). Gejala dapat berkisar mulai dari asimtomatik, sampai menunjukkan tanda-tanda klinis yang serius, termasuk ensefalitis, meningitis, aborsi dan lahir mati, tergantung pada tahap sista infektif dan keadaan dari sistem kekebalan hospes, dan juga menyebabkan retinitis, dan miokarditis ((De Camps et al., 2008;Blader dan Saeij., 2009; Elmore et al., 2010). Pada kucing jarang mengalami toksoplasmosis dengan gejala yang serius. Fellidae, menjadi satu-satunya hospes definitif yang mampu mengeluarkan oosista yang tahan terhadap lingkungan melalui feses, dan berperan sangat penting dalam menyebarkan penyakit ini ke hospes lain, termasuk manusia (Wolfe, 2003; Dubey, 2010; Loss et al., 2013). Kucing domestik dan fellidae lainnya sebagai hospes definitif utama penyebab infeksi Toxoplasma. Secara umum diasumsikan bahwa kucing memainkan peran utama dalam transmisi T. gondii melalui kontaminasi feses di tanah, makanan atau air, karena kucing dapat mengeluarkan jutaan oosista dalam waktu singkat yaitu (1-2 minggu) (Dubey, 2008). Umumnya oosista diproduksi

3 3 tidak lama setelah kucing terinfeksi awal oleh parasit dan meningkat dalam bulan-bulan awal infeksi (Elmore et al., 2010). Oosista dikeluarkan umumnya berlangsung tidak lebih dari 21 hari (Lappin et al., 2010), meskipun bisa kambuh pada penderita yang imunosupresif (Malmasi et al., 2008). Oosista T. gondii telah terdeteksi dalam feses kurang dari 1% (Dubey dan Beattie, 1988). Kebanyakan hewan karnivora terinfeksi karena mengkonsumsi daging yang mengandung bradizoit dalam sista jaringan (Greene, 2006; Dubey, 2008). T. gondii dapat menginfeksi berbagai hospes, namun hanya anggota dari keluarga fellidae sebagai hospes definitif (Little, 2008). Manusia dapat terinfeksi T. gondii terutama karena memakan daging mentah yang mengandung sista jaringan atau memakan makanan atau meminum air yang terkontaminasi oosista dari feses kucing yang terinfeksi. Oosista T. gondii dikeluarkan dalam jumlah besar baik dari kucing domestik maupun fellidae lainnya setelah memakan mangsa atau minum air yang terkontaminasi. Oosista akan masak (matang) di lingkungan dan akan disebarkan ke tempat lain melalui hujan dan rembesan air di permukaan, sehingga kontaminasi akan menyebar secara luas di lingkungan (Dubey, 2010). Anak kucing kemungkinan merupakan sumber utama kontaminasi karena umumnya menghasilkan sejumlah besar oosista. Oosista diproduksi oleh T. gondii hanya melalui reproduksi seksual pada hospes definitif yaitu kucing (Elmore et al., 2010). Oosista berada dalam feses kucing dan bisa bertahan hidup di tanah dan air selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun (Lélu et al., 2012). Faktor-faktor yang berpotensi terhadap terjadinya toksoplasmosis pada

4 4 manusia adalah kontak dengan kucing dan kotoran kucing. Keluarga yang memiliki hanya satu kucing dapat meningkatkan risiko toksoplasmosis, tetapi yang memiliki 3 atau lebih anak kucing membuat seorang individu kemungkinan terinfeksi lebih besar terhadap T. gondii (Jones dan Dubey., 2010). Infeksi T. gondii telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama dalam beberapa tahun terakhir karena dapat menyebabkan pandemik HIV/AIDS pada penderita imunosupresif (Lindstrom et al., 2006 ; Uneke et al., 2007). Peran oosista sebagai sumber penularan potensial untuk terjadinya infeksi harus dipertimbangkan untuk studi epidemiologi dimasa yang akan datang (Tenter, 2009). Penelitian yang telah dilakukan oleh Dubey dan Beattie (1998) di Iran, ditemukan sejumlah besar kucing di jalan-jalan perumahan dan diduga bahwa hal ini dapat meningkatkan terjadinya resiko penyakit toksoplasmosis bagi manusia dan binatang lain. Masalah ini menjadi penting karena T. gondii berpotensi sebagai sumber zoonosis. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tingkat prevalensi antibodi T. gondii pada populasi kucing cukup bervariasi mulai dari 0 sampai 100%. Hal ini sangat tergantung pada metode, jumlah hewan yang diteliti dan wilayah geografis. Penelitian tentang toksoplasmosis di Indonesia sudah banyak dilakukan dengan fokus penelitian pada pemeriksaan hospes intermedier, sedangkan untuk penelitian yang terkait dengan kucing sebagai hospes definitif masih jarang dilakukan. Toksoplasmosis pada hospes intermedier seperti pada kambing dan domba memegang peranan yang sangat penting, mengingat kasus abortus yang banyak terjadi terutama pada domba. Kasus Toksoplasmosis pertama kali di

5 5 Indonesia diteliti oleh Oemijati dan Bentari (1965) seperti dikutip oleh Hartono (1990) yang mengadakan penelitian tes kulit pada 862 orang yang mewakili populasi tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Hasil menunjukkan bahwa 27,4 % positif terkena toksoplasmosis dan persentasi tertinggi adalah 37,4 % di Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian secara serologis yang telah dilakukan oleh Ma roef dan Soemantri (2003) tingkat seropositif 72,7 % pada kucing di Jakarta. Hanafiah et al. (2006) angka prevalensi toksoplasmosis pada masyarakat di Banda Aceh sebesar 3,15 %, sedangkan pada kucing 16,00 %. Beberapa hasil studi yang telah dilakukan di Iran menunjukkan bahwa prevalensi Toxoplasma pada kucing cukup tinggi. Sebagai contoh, studi prevalensi Toxoplasma di Sari menunjukkan tingkat prevalensi antibodi IgG (LAT titer 1:1) pada kucing liar sebesar 40%, tergantung pada wilayah (Sharif et al., 2009). Dalam studi lain di Teheran, diperoleh tingkat prevalensi pada kucing liar sebesar 90% dan 36% pada kucing rumah tangga yang positif antibodi Toxoplasma (Haddadzadeh et al., 2006). Antibodi Toxoplasma ditemukan pada 49,6% pada orang sehat dibandingkan dengan 72,3% pada yang diduga sakit di daerah Ahvaz (Hoghooghi-Rad dan Afraa, 1993). Tingkat infeksi T. gondii yang terjadi secara keseluruhan pada kucing di wilayah Kerman adalah 32,1% (Akhtardanesh et al., 2010). Diagnosa toksoplasmosis secara klinis sangat sulit ditegakkan karena penyakit ini bersifat asimtomatis atau subklinis pada infeksi kronis, terutama pada hospes imunokompeten. Pada kucing, toksoplasmosis yang diinduksi secara eksperimental menunjukkan 80 % subklinis (Lappin, 1994). Diagnosis dan

6 6 manajemen secara klinis merupakan masalah besar di bidang kedokteran hewan ataupun manusia karena belum tersedianya uji diagnostik yang akurat, murah dan sederhana, serta belum ada pengobatan yang efektif (Dubey, 1991). Pemeriksaan data gambaran laboratoris baik data gambaran darah rutin, data klinis dan fisik dari kucing yang terinfeksi oleh toksoplasmosis serta faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kemunculan Toxoplasma telah dilakukan kajian. Kucing sebagai sumber infeksi utama dari mana dan apa saja faktor yang mempengaruhi sehingga kucing bisa terkena Toxoplasma belum pernah dilakukan. Diagnosis konvensional untuk deteksi toksoplasmosis seperti dengan cara isolasi Toxoplasma gondii pada hewan laboratorium memerlukan waktu lama, material yang banyak dan organisme harus hidup. Dengan teknik biakan jaringan, T. gondii masih sulit untuk dibedakan dengan protozoa lain, seperti Neospora caninum, meskipun dapat dibedakan secara imunologik (Dubey, 1999). Diagnosis toksoplasmosis pada saat hospes masih hidup (antemortem) sulit dilakukan dan pada umumnya tergantung pada peningkatan titer antibodi serum dan gejala klinis. Meskipun demikian, penentuan titer antibodi adalah hanya sebagai diagnosis presumptif dan tidak dapat dijadikan sebagai diagnosis definitif (Stiles et al., 1996). Metode standar untuk diagnostik toksoplasmosis pada umumnya didasarkan pada uji serologi namun hasil pemeriksaan tersebut sangat sulit untuk diterapkan pada ternak yang menderita immunocompromise, dan pada foetus. Beberapa metode laboratorium telah dikembangkan untuk mendeteksi adanya

7 7 antibodi T. gondii dalam serum kucing yang terinfeksi seperti ELISA (Enzyme- Linked Immunosorbent Assay), LAT (lateks aglutinasi test), IHA (indirect hemaglutination), IFAT (indirect fluorescent antibodi tes) dan immunochromatography (IC) (Zhang et al., 2009). Uji serologis Card Aglutination Test (CATT) dan Anigen Rapid Feline Antibodi Toxo untuk pemeriksaan seropositif toksoplasmosis pada kucing digunakan pada penelitian ini. Alat deteksi Anigen Rapid Feline Toxoplasma Ab merupakan alat uji yang bekerja dengan prinsip imunologis-kromatografi untuk mendeteksi antibodi yang melawan T. gondii pada serum darah kucing, plasma darah atau darah secara keseluruhan. Toxoplasma gondii di dalam tubuh kucing berkembang secara intraintestinal (di dalam jaringan usus) dan ekstraintestinal (di luar jaringan usus). Di dalam usus kucing, Toxoplasma berkembang membentuk stadium yang disebut oosista. Oosista ini dikeluarkan bersama dengan feses dan dapat menjadi sumber penularan bagi makhluk hidup lainnya, seperti tikus, kambing, domba, dan manusia (Dubey, 2010). Untuk mengetahui tempat dimana oosista dihasilkan pada usus maka perlu dilakukan nekropsi kucing dengan melakukan pemeriksaan secara histologis rutin yang diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (H&E) dan juga untuk mengetahui ada tidaknya stadium perkembangan dari Toxoplasma. Distribusi antigen Toxoplasma dalam jaringan tubuh kucing untuk ditemukan kemungkinan tidak mudah, untuk mengatasi beberapa masalah pada metode konvensional, maka dikembangkan metode diagnosis lain seperti pengembangan metode diagnosis dengan pendekatan metode imunohistokimia.

8 8 Imunohistokimia (IHK) merupakan metode deteksi protein atau imunogen dalam jaringan dengan prinsip reaksi imunologi melalui deteksi ikatan antigen dan antibodi. Imunohistokimia mempunyai nilai lebih dibandingkan metode imunologi lainnya, seperti Western Blot, ELISA dan PCR yaitu pendeteksian insitu, yaitu dapat menentukan lokasi protein yang diidentifikasi (Santos et al., 2009). Metode imunohistokimia yang banyak digunakan dan sangat sensitif adalah metode avidin biotin atau disebut metode Avidin Biotin Complex (ABC). Metode ini merupakan modifikasi dari metode tidak langsung, namun antigen yang telah berikatan langsung dengan antibodi primer, selanjutnya antibodi primer berikatan dengan antibodi sekunder yang telah mengalami biotinilasi (terkonjugasi dengan biotin). Pada setiap ujung tangan antibodi sekunder telah terkonjugasi dengan biotin yang dapat mengikat molekul avidin dengan meneteskan larutan kompleks avidin biotin, maka antibodi sekunder membentuk kompleks dengan avidin melalui biotin. Biotin pada ABC diikatkan dengan peroksidase dan enzim tersebut divisualisasikan melalui ikatan dengan substrat yang telah diberi kromogen (Bionisch, 2001). Metode diagnosis untuk toksoplasmosis secara molekular seperti reaksi berantai polimerase (PCR) yang sederhana, sensitif, telah diproduksi dan dapat diterapkan pada semua sampel klinis (Bell dan Ranford-Cartwright, 2002; Contini et al., 2005; Calderaro et al., 2006; Bastien et al., 2007). Diagnosis PCR konvensional, pada awalnya merupakan metode deteksi molekular yang menjadi pilihan untuk sebagian besar laboratorium yang bekerja dalam mendiagnosa

9 9 toksoplasmosis (Lavrard et al., 1995). Untuk meningkatkan sensitivitas diagnostik molekular toksoplasmosis juga telah diperkenalkan yaitu nested PCR, meskipun dalam beberapa tahun terakhir real-time PCR telah menunjukkan sensitivitas serta spesifisitas yang jauh lebih tinggi (Edvinsson et al., 2006). Deteksi Real-time PCR juga memiliki kemampuan untuk menghitung kuantifikasi T. gondii dalam sampel biologis (Djurković-Djaković et al., 2012). Diagnosa molekular toksoplasmosis umumnya didasarkan pada deteksi urutan DNA spesifik, menggunakan tes dan protokol yang berbeda, sebagian besar menggunakan gen B1 dengan jumlah kopi sebanyak 35 kali dalam genom, fragmen DNA repetitif 529 bp yang memiliki jumlah lebih dari kopi dalam genom, ITS-1 (internal transcribed spacer) yang berisi 110 kopi gen dan 18S rdna urutan gen. Protokol PCR kualitatif untuk mendeteksi copy gen tunggal seperti gen P30 kurang sensitif dan jarang digunakan untuk tujuan diagnostik (Jones et al., 2000). Selain pemeriksaan DNA juga bisa dilakukan pemeriksaan antigen T. gondii yang berguna untuk membuat diagnosis toksoplasmosis pada keadaan imunosupresif dan infeksi kongenital (Knapen, 1984). Pengembangan metode koprodiagnostik berbasis molekular diharapkan dapat digunakan untuk mendeteksi parasit T. gondii (Abassi et al., 2003). Pada penelitian ini telah dicoba metode PCR dengan menggunakan sekuen repetitif 529 bp untuk mendeteksi oosista T. gondii dalam feses kucing. Hal ini dilakukan untuk mencari metode alternatif dalam mendeteksi infeksi parasit pada feses dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.

10 10 B. Permasalahan Masalah Umum Dari latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya timbul permasalahan apakah metode koprodiagnosis berbasis molekular dapat digunakan sebagai alat deteksi toksoplasmosis pada kucing. Masalah Khusus Lebih lanjut dalam kajian toksoplasmosis ini timbul beberapa masalah khusus diantaranya adalah : 1. Apakah terdapat perbedaan hasil pemeriksaan berdasarkan hasil uji mikroskopis (metode sentrifus), uji serologis (CATT Pastorex Toxo dan Anigen Rapid Feline Antibodi Toxo), histopatologis, imunohistokimia dan molekular. 2. Apakah antigen Toxoplasma dijumpai secara keseluruhan atau hanya sebagian pada organ tempat oosista di hasilkan. 3. Bagaimana data gambaran laboratoris (data gambaran darah rutin, data klinis dan fisik) serta faktor-faktor pada kucing yang teridentifikasi menderita toksoplasmosis. 4. Apakah sekuen repetitif 529 bp dapat digunakan untuk mendeteksi oosista T. gondii dalam feses kucing.

11 11 C. Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melihat perbedaan hasil pemeriksaan berdasarkan hasil uji mikroskopis (metode sentrifus), uji serologis (CATT Pastorex Toxo dan Anigen Rapid Feline Antibodi Toxo), histopatologis, imunohistokimia dan molekular 2. Melihat distribusi antigen Toxoplasma pada jaringan usus halus tempat oosista di hasilkan 3. Menyusun data gambaran laboratoris (data gambaran darah rutin, data klinis dan fisik) serta faktor-faktor pada kucing yang teridentifikasi menderita toksoplasmosis. 4. Mengetahui apakah sekuen repetitif 529 bp dapat digunakan untuk mendeteksi oosista T. gondii dalam feses kucing. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari Penelitian ini diharapkan: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam tindakan pencegahan toksoplasmosis pada hewan dan manusia berbasis pada data hasil uji mikroskopis, uji serologis, histopatologis, imunohistokimia dan molekular. 2. Dengan terlihat distribusi antigen Toxoplasma pada jaringan usus halus tempat oosista dihasilkan, maka dapat memberikan kemudahan dalam mendeteksi tempat oosista dihasilkan secara mikroskopik. 3. Dengan adanya data gambaran laboratoris (data gambaran darah rutin, data klinis dan fisik) serta faktor-faktor pada kucing yang teridentifikasi menderita

12 12 toksoplasmosis diharapkan dapat dipakai sebagai referensi dasar dalam tindakan diagnosa terhadap dugaan terjadinya toksoplasmosis. 4. Memberikan gambaran bahwa sekuen repetitif 529 bp dapat digunakan untuk mendeteksi oosista T. gondii dalam feses kucing. E. Keaslian dan Kedalaman Penelitian Diagnosis toksoplasmosis saat ini relatif sudah banyak dikembangkan, baik secara serologis maupun molekular. Peneliti sebelumnya Jones et al., (2000), Sumartono (2007), Kasper et al., (2009), Alfonso et al., (2009), Wu et al., (2009) dan Pratama (2009), lebih banyak memfokuskan pada penggunanaan takizoit dan bradizoit T. gondii sebagai bahan diagnostik molekuler dalam kajian penelitiannya. Beberapa penelitian berbasis molekular seperti PCR telah dikembangkan untuk deteksi DNA dari T. gondii dan target yang paling umum adalah gen repetitif B1, gen P30 (SAG1) atau rdna. Harold et al. (2007) telah melakukan deteksi DNA oosista T. gondii pada sampel feses menggunakan PCR menggunakan sekuen repetitif 529 bp. Yang et al. (2009) juga telah melakukan penelitian menggunakan real time PCR menggunakan gen B1 dan sekuen repetitif 529 bp untuk mendeteksi takizoit dan oosista T. gondii dalam sampel air. Diagnosis secara molekular dengan menggunakan PCR sebagai metode diagnosis toksoplasmosis ternyata memberikan akurasi yang tinggi (spesifisitas 100 % dan sensitivitas 97,4 % (Hohfieald et al., 1994; Chiabchalard et al., 2005). Diagnosis molekular bertujuan untuk menentukan keberadaan parasit, sedangkan

13 13 diagnosis serologis bertujuan untuk evaluasi respon imun dan penetapan status infeksi (Subekti et al., 2005) Dalam penelitian ini dilakukan deteksi DNA Toxoplasma pada feses, darah dan organ kucing menggunakan metode molekular maupun antigen Toxoplasma pada organ kucing yang sepanjang pengetahuan penulis belum banyak dilakukan di Indonesia terutama pemeriksaan pada hospes definitif yaitu kucing dengan menggunakan beberapa metode secara komprehensif dan bersamaan dalam penentuan diagnosa meliputi pemeriksaan koprodiagnosis, serologis, imunohistokimia dan molekular toksoplasmosis secara bersamaan. Nurcahyo (2013) sudah melakukan penelitian terkait pengembangan metode koprodiagnosa untuk mendeteksi toksoplasmosis pada kucing sebagai upaya pencegahan penularan pada manusia, namun masih terbatas pada molekular deteksi PCR saja dan belum sampai pada tahapan sekuensing DNA dan juga imunohistokimia dari organ-organ dari kucing baik yang secara serologis positif maupun yang diinfeksikan Toxoplasma. Selain itu, selama ini berdasarkan teori menyebutkan bahwa oosista Toxoplasma dihasilkan di usus halus kucing, namun tempat yang spesifiknya belum ada yang menjelaskan, maka pada penelitian ini dilakukan kajian untuk melihat dimana sebenarnya oosista berada di bagian dari usus halus. Metode koprodiagnostik untuk kucing yang terinfeksi T. gondii merupakan metode konvensional yang hanya didasarkan pada identifikasi oosista menggunakan mikroskop cahaya atau dengan bioassay. Penggunaan mikroskop pada metode ini pertama tidak sensitif dan juga tidak dapat membedakan antara

14 14 oosista Toxoplasma dengan parasit koksidia lain pada kucing. Penggunaan metode bioassay prosesnya lebih rumit, dan memakan waktu lama. Peneliti telah melakukan kajian pada kucing secara komprehensif untuk mengetahui masalah toksoplasmosis baik itu secara koprodiagnosis, serologis, imunohistokima dan molekular secara PCR menggunakan sekuen repetitif 529 bp untuk mendeteksi oosista T. gondii dalam feses kucing.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala klinis dari penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Toxoplasma gondii, merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Toxoplasma gondii, merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia. PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia. Luasnya penyebaran toksoplasmosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. TORCH merupakan suatu istilah jenis penyakit infeksi yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. TORCH merupakan suatu istilah jenis penyakit infeksi yang terdiri BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang TORCH merupakan suatu istilah jenis penyakit infeksi yang terdiri dari Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini sama bahayanya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. parasit spesies Toxoplasma gondii. Menurut Soedarto (2011), T. gondii adalah parasit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. parasit spesies Toxoplasma gondii. Menurut Soedarto (2011), T. gondii adalah parasit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit spesies Toxoplasma gondii. Menurut Soedarto (2011), T. gondii adalah parasit intraseluler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Salah satu penyakit zoonosis adalah toksoplasmosis yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit parasiter saat ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi manusia. Ada 6 jenis penyakit parasiter yang sangat serius melanda dunia, yaitu malaria, schistosomiasis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia sulit terlepas dari kehidupan hewan, baik sebagai teman bermain atau untuk keperluan lain. Meskipun disadari bahwa kedekatan dengan hewan dapat menularkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat intraseluler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa yang ditularkan melalui feses kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. protozoa yang ditularkan melalui feses kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara beriklim tropis, penyakit akibat parasit masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya adalah infeksi protozoa yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B.

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proses Tugas Akhir ini di peroleh dari berbagai sumber, yaitu: 1. Wawancara dan survey kepada Dr.dr.Raditya wratsangka,

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, anjing, burung,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, anjing, burung, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TORCH adalah singkatan dari toxoplasma, rubella, citomegalovirus, dan herpes, yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa atau parasit darah dan virus. Penyebab

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Toksoplasmosis 2.1.1. Definisi Toksoplasmosis Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. protozoa parasit Toxoplasma gondii (T.gondii), parasit tersebut dapat menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. protozoa parasit Toxoplasma gondii (T.gondii), parasit tersebut dapat menginfeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toxoplasmosis adalah penyakit zoonotik yang disebabkan oleh protozoa parasit Toxoplasma gondii (T.gondii), parasit tersebut dapat menginfeksi semua mamalia dan spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii

BAB I PENDAHULUAN. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang menyebabkan dampak merugikan terhadap hewan dan manusia diseluruh dunia. Toxoplasma gondii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang beriklim tropis, penularan penyakit oleh parasit menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang beriklim tropis, penularan penyakit oleh parasit menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang beriklim tropis, penularan penyakit oleh parasit menjadi semakin mudah dan cepat. Hingga saat ini penyakit yang disebabkan oleh parasit masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toxoplasma gondii 2.1.1 Epidemiologi Toxoplasma gondii Infeksi protozoa Toxoplasma gondii adalah salah satu yang paling umum dari pada infeksi parasit manusia dan hewan berdarah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehamilan Kehamilan adalah suatu kondisi dari seorang wanita yang memiliki janin sedang tumbuh di dalam rahimnya (Maulina, 2010). Proses kehamilan diawali dengan proses pembuahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB II VIRUS TOKSO Definisi Virus Tokso

BAB II VIRUS TOKSO Definisi Virus Tokso BAB II VIRUS TOKSO 2.1. Definisi Virus Tokso Tokso adalah kependekan dari toksoplasmosis, istilah medis untuk penyakit ini. Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang masih sulit diberantas dan merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia termasuk Indonesia, Separuh penduduk

Lebih terperinci

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Tes HIV umum, termasuk imuno-assay enzim HIV dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi HIV pada serum,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

Jurnal Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Infeksi Rubella

Jurnal Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Infeksi Rubella Jurnal Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Infeksi Rubella TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Toxoplasmosis 2.1.1 Definisi Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, yang merupakan parasit obligat intraselular yang dapat menginfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh protozoa Trypanosoma evansi. Penyakit ini juga menyerang hewan domestik dan hewan liar. Parasit ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya seperti sifilis, gonore, dan herpes. Ilmu pengetahuan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya seperti sifilis, gonore, dan herpes. Ilmu pengetahuan yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kelamin merupakan fenomena penyakit yang telah lama kita kenal diantaranya seperti sifilis, gonore, dan herpes. Ilmu pengetahuan yang semakin berkembang, menemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi kesehatan dunia, WHO, baru-baru ini membunyikan tanda bahaya untuk mewaspadai serangan berbagai penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini, wabah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN Prevalensi pre_treatment BAB 4 HASIL PENELITIAN Sebanyak 1857 orang penduduk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penduduk laki-laki sebanyak 878 orang dan penduduk wanita sebanyak 979 orang. Gambar 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017 138 DIAGNOSIS TOXOPLASMOSIS PADA KUCING LIAR (Felis silvestris catus) MENGGUNAKAN ANTIGEN RAPID TEST KIT DI PASAR KEPUTRAN SURABAYA Era Hari Mudji 1), Marek Yohana K. 1) 1)Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Produksi daging sapi pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 78.329 ton (21,40%). Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi daging sapi secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi di Indonesia. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Toxoplasmosis Toxoplasmosis ditemukan pada tahun 1909 oleh Nicelle dan Manceaux yang pada saat itu menyerang hewan pengerat di Tunisia, Afrika Utara (Hiswani, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

Peranan berbagai modalitas diagnostik dalam deteksi Trichomonas vaginalis

Peranan berbagai modalitas diagnostik dalam deteksi Trichomonas vaginalis Karya Ilmiah Peranan berbagai modalitas diagnostik dalam deteksi Trichomonas vaginalis Dr. RACHMAT HIDAYAT, M.Si FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2015 i LEMBAR PENGESAHAN Setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Brucellosis Penyakit keguguran / keluron menular pada hewan ternak kemungkinan telah ada sejak berabad-abad lalu seperti deskripsi dari Hippocrates dan mewabah pertama

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

GAMBARAN KETERPAPARAN TERHADAP KUCING DENGAN KEJADIAN TOKSOPLASMOSIS PADA PEMELIHARA DAN BUKAN PEMELIHARA KUCING DI KECAMATAN MULYOREJO, SURABAYA

GAMBARAN KETERPAPARAN TERHADAP KUCING DENGAN KEJADIAN TOKSOPLASMOSIS PADA PEMELIHARA DAN BUKAN PEMELIHARA KUCING DI KECAMATAN MULYOREJO, SURABAYA GAMBARAN KETERPAPARAN TERHADAP KUCING DENGAN KEJADIAN TOKSOPLASMOSIS PADA PEMELIHARA DAN BUKAN PEMELIHARA KUCING DI KECAMATAN MULYOREJO, SURABAYA Description Between Cats Exposure with Toxoplasmosis Disease

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. merpati umumnya masih tradisional. Burung merpati dipelihara secara ekstensif,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. merpati umumnya masih tradisional. Burung merpati dipelihara secara ekstensif, PENDAHULUAN Latar Belakang Burung merpati merupakan salah satu unggas yang dekat dengan manusia. Merpati merupakan burung yang mudah beradaptasi di daerah liar atau di kondisi lingkungan pemukiman. Merpati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penderita HIV/AIDS meningkat setiap tahun dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sel limfosit T CD4 merupakan sel target infeksi HIV, penurunan jumlah dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme yang tidak dapat dikulturkan dengan teknik standar diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru yang dapat mempelajari

Lebih terperinci

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonis yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Parasit tersebut mampu menginfeksi hampir semua jenis sel berinti (nucleated

Lebih terperinci

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4 Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Virologi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus:

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus: Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Partikel virus (virion), terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (KLB). Penyakit ini termasuk common source yang penularan utamanya melalui

BAB I PENDAHULUAN. (KLB). Penyakit ini termasuk common source yang penularan utamanya melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis A merupakan infeksi hati akut. Karena sifat menularnya maka penyakit ini disebut juga hepatitis infeksiosa. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Laporan World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS PARASITOLOGI OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS DEFINISI PARASITOLOGI ialah ilmu yang mempelajari tentang jasad hidup untuk sementara atau menetap pada/ di dalam jasad hidup lain dengan maksud mengambil sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toxoplasma gondii 2.1.1 Epidemiologi Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) Toxoplasma gondii. Parasit ini pertama kali ditemukan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dan tepat

Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dan tepat LEMBAR KUESIONER Nama : Tanggal : Alamat : Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dan tepat Beri tanda silang (x) pada jawaban yang benar Jenjang pendidikan terakhir yang anda jalani : a. SD b.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA ABSTRAK Sistiserkosis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva stadium metacestoda cacing pita yang disebut Cysticercus. Cysticercus yang ditemukan pada babi adalah Cysticercus cellulosae

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebiasaan mengadakan hubungan seksual bebas mungkin dapat dianggap sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebiasaan mengadakan hubungan seksual bebas mungkin dapat dianggap sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola perilaku seksual Kebiasaan mengadakan hubungan seksual bebas mungkin dapat dianggap sebagai suatu bentuk kenakalan. Hubungan bebas diartikan sebagai hubungan seksual yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

SEROPREVALENSI Toxoplasma gondii PADA HEWAN TERNAK KAMBING DI KOTA BANDAR LAMPUNG. (Skripsi) Oleh : AUDYA PRATIWI PUTRI RIYANDA

SEROPREVALENSI Toxoplasma gondii PADA HEWAN TERNAK KAMBING DI KOTA BANDAR LAMPUNG. (Skripsi) Oleh : AUDYA PRATIWI PUTRI RIYANDA SEROPREVALENSI Toxoplasma gondii PADA HEWAN TERNAK KAMBING DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi) Oleh : AUDYA PRATIWI PUTRI RIYANDA UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 SEROPREVALENSI Toxoplasma gondii PADA

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu. Virus Influenza menempati ranking pertama untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1918 1919 perkiraan sekitar 21 juta orang meninggal terkena suatu pandemik influenza. Influenza terbagi 3 berdasarkan typenya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

TOKSOPLASMOSIS DAN UPAYA PENCEGAHNNYA RASMALIAH. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

TOKSOPLASMOSIS DAN UPAYA PENCEGAHNNYA RASMALIAH. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara TOKSOPLASMOSIS DAN UPAYA PENCEGAHNNYA RASMALIAH Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali ditemukan pada binatang pengerat, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan melalui partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

The IgM Insidence and IgG Prevalence of Positive Anti-Toxoplasma in Kedurus Abattoir Workers at Surabaya

The IgM Insidence and IgG Prevalence of Positive Anti-Toxoplasma in Kedurus Abattoir Workers at Surabaya INSIDEN IgM DAN PREVALENSI IgG ANTI-TOXOPLASMA POSITIF PADA PEKERJA RUMAH POTONG HEWAN KEDURUS SURABAYA The IgM Insidence and IgG Prevalence of Positive Anti-Toxoplasma in Kedurus Abattoir Workers at Surabaya

Lebih terperinci

BAB. V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. 1. Seroprevalensi antibodi IgG anti-t. gondii pada penderita skizofrenia tidak lebih

BAB. V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. 1. Seroprevalensi antibodi IgG anti-t. gondii pada penderita skizofrenia tidak lebih 70 BAB. V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN A. Kesimpulan 1. Seroprevalensi antibodi IgG anti-t. gondii pada penderita skizofrenia tidak lebih tinggi dari kelompok non-skizofrenia, namun dapat dikatakan

Lebih terperinci