BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Produksi daging sapi pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar ton (21,40%). Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi daging sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi diantaranya karena kematian sapi dan gangguan produktivitas akibat penyakit (Anonim, 2013). Salah satu penyakit yang ada di Indonesia yang dapat mempengaruhi produktivitas dan reproduksi dari sapi di antaranya adalah IBR (Philpott et al.,1993). Penyakit IBR disebabkan oleh BHV-1. Tanda-tanda umum dari penyakit IBR adalah peningkatan frekuensi pernapasan, anoreksia, demam, depresi, aborsi, penurunan produksi susu pada sapi perah, rhinitis, dan terjadi kekurusan (Radostits et al., 2006). Penyakit IBR secara serologis tersebar hampir seluruh provinsi di Indonesia. Sapi bibit yang secara klinis terlihat tampak sehat dilaporkan teridentifikasi BHV-1 berdasarkan deteksi PCR dari swab hidung (Saefulloh et al., 2008). Hasil penyidikan Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi dengan ELISA menunjukkan kasus IBR di BPTU Padang Mangatas sebanyak 12,1% seropositif IBR (Februari 2005) dan sebanyak 47,1 % seropositif IBR (Juni 2005) (Sudarisman, 2008). Menurut data dari Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta tahun 2013, sampel dari Balai Besar Inseminasi Buatan 1

2 Singosari didapatkan hasil 61, 61 % seropositif IBR sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 44, 18 % seropositif IBR. Direktorat Perbibitan mengadakan pertemuan di Padang pada tanggal Juni Pertemuan ini membahas tentang penyakit IBR di UPT Direktorat Jenderal Peternakan serta langkah-langkah pencegahan penyakit IBR. Salah satu langkah langkah pencegahan terhadap penyakit IBR meliputi seluruh UPT Perbibitan agar melaksanakan pemeriksaan (surveillance) IBR dua kali setiap tahunnya dengan cara paired sera dengan rentang waktu 21 hari. Hasil pemeriksaan jika seropositif pada pemeriksaan pertama dan kedua maka ternak tidak digunakan sebagai sapi bibit. Hasil pemeriksaan pertama jika seropositif, tetapi pemeriksaan kedua seronegatif maka dilakukan uji PCR. Hasil uji PCR jika positif maka ternak tidak digunakan sebagai sapi bibit dan apabila hasil negatif maka ternak dapat digunakan sebagai ternak bibit (Sudarisman, 2008). Penentuan diagnosis penting untuk kontrol pencegahan dan pengendalian IBR. Berdasarkan OIE (2010) diagnosis untuk mendeteksi BHV-1, metode isolasi virus yang menggunakan sel MDBK digunakan sebagai gold standard pengujian, sedangkan kejadian infeksi laten digunakan deteksi DNA dengan teknik PCR. Uji serologis digunakan ELISA dan teknik serum netralisasi (SN). Sapi yang seropositif tidak selalu menunjukkan gejala klinis IBR, sehingga untuk mendukung diagnosis penyakit IBR maka diperlukan pengujian lebih lanjut. Salah satu uji yang digunakan metode npcr. Menurut Saefulloh et al. (2008), npcr digunakan primer eksternal dan internal. Nested PCR memiliki tingkat sensitivitas 1000 kali lebih tinggi dibandingkan dengan PCR yang hanya menggunakan 2

3 primer eksternal, limit deteksinya dapat mencapai hingga 5 ag/μl pada sampel DNA BHV-1 murni. Metode PCR dengan primer eksternal saja hanya memiliki limit deteksi hingga 5 fg/μl pada DNA BHV-1 murni. Nested PCR memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi, cepat, dan mudah pengerjaannya dibandingkan dengan isolasi virus sehingga sangat ideal digunakan untuk diagnosa rutin. Glikoprotein D merupakan glikoprotein utama dan essensial bagi BHV-1 yang berperan dalam interaksi antara virus dengan sel inang, penyebaran virus dari sel ke sel, dan fusi virion envelope dengan membran plasma (Muylkeyn et al., 2007). Selain itu, lokasi glikoprotein D (gd) yang strategis yaitu berada pada virion envelope dan memiliki sifat imunogenisitas yang sangat tinggi (Baronowski et al., 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi penyakit IBR pada ternak bibit wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates berdasarkan uji ELISA dan npcr dengan amplifikasi gen D. Manfaat penelitian dapat dijadikan bahan informasi tambahan dalam memutuskan diagnosis penyakit IBR. Rumusan Masalah Beberapa sapi-sapi yang terdeteksi seropositif IBR tidak menunjukkan gejala klinis dan tampak sehat. Pengujian skrining dengan ELISA terhadap antibodi IBR belum dapat disimpulkan bahwa sapi menderita penyakit IBR sehingga diperlukan pengujian lebih lanjut dengan metode molekuler npcr untuk mendeteksi adanya BHV-1. 3

4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendiagnosa status penyakit IBR pada ternak bibit wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates berdasarkan uji ELISA dan npcr. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan diagnosis penyakit IBR sehingga bermanfaat untuk pengambilan kebijakan dalam pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit IBR di Indonesia. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai deteksi bovine herpes virus pada sapi dengan metode PCR sudah banyak diteliti baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Penelitian mengenai deteksi BHV-1 untuk gen D dengan sekuen nukleotida berdasarkan Rola et al. (2005) juga dilakukan oleh Saefulloh dkk. (2008). Sampel yang digunakan berasal dari swab hidung, semen cair, dan semen beku yang berasal dari Bandung dan Bogor. Hasil penelitian diperoleh sebanyak 14 sampel swab hidung yang terdeteksi BHV-1, 2 sampel semen cair terdeteksi BHV-1, dan 2 sampel semen beku terdeteksi bovine herpes virus. Deteksi BHV-1 pada sapi dengan metode PCR dan isolasi virus juga dikembangkan oleh Deka et al. (2005) dengan sekuen nukleotida berdasarkan Vilcek (1993). Sampel yang dipakai berupa serum diuji ELISA dan semen sapi 4

5 dari sapi seropositif IBR dan sapi seronegatif IBR diuji isolasi virus dan PCR. Hasil penelitian dengan isolasi virus pada sel MDBK terdeteksi BHV-1, sebanyak 5 sampel semen dari sapi seropositif IBR dan 6 sampel dari semen sapi seronegatif IBR. Sebanyak 6 sampel dari semen sapi seropositif IBR dan 8 sampel dari sapi seronegatif IBR terdeteksi BHV-1 berdasarkan uji PCR. Uji PCR dari hasil kultur jaringan diperoleh sebanyak 5 sampel dari sapi seropositif dan 6 sampel dari sapi seronegatif terdeteksi BHV-1. Penelitian Rola et al. (2005) menggunakan metode npcr untuk mendeteksi penyakit IBR untuk gen D dengan sekuen nukleotida berdasarkan Rola et al. (2005). Sampel yang digunakan sampel serum, swab hidung, organ (paru, ginjal, usus, dan hati) dari pedet yang mati berumur 2 minggu, dan organ (paru, ginjal, hati) dari sapi yang mati. Berdasarkan uji isolasi virus diperoleh hasil 1 sampel teridentifikasi BHV-1, uji PCR dengan menggunakan primer eksternal saja diperoleh 11 sampel terinfeksi BHV-1 dan sebanyak 20 sampel swab hidung ditemukan BHV-1 pada uji npcr dengan primer eksternal dan internal. Keaslian penelitian dilihat dari sampel yang diteliti (semua sampel berasal dari BBIB Singosari yang merupakan wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates), dilakukan uji ELISA sebanyak 2 kali, dan primer yang digunakan berdasarkan Rola et al. (2005). Penelitian digunakan primer yang berbeda dengan primer pada penelitian Deka et al. (2005). 5