PENILAIAN UNIT USAHA PENANGKAPAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN RIYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENILAIAN UNIT USAHA PENANGKAPAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN RIYANTI"

Transkripsi

1 i PENILAIAN UNIT USAHA PENANGKAPAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN RIYANTI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal dan dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan sebelumnya maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2010 Riyanti C

3 iii ABSTRAK RIYANTI, C Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI. Usaha penangkapan jaring rajungan di Teluk Banten memiliki keunikan tersendiri yaitu dalam hal konstruksi alat dan pengoperasiannya. Selain itu, nelayan jaring rajungan menggantungkan hidupnya hanya pada usaha penangkapan jaring rajungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis teknis untuk mengetahui konstruksi dan produktivitas unit usaha penangkapan jaring rajungan, analisis finansial untuk mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan dari unit usaha penangkapan jaring rajungan, serta analisis pasar untuk mengetahui saluran pemasaran dan margin pemasaran hasil tangkapan unit usaha penangkapan jaring rajungan. Analisis finansial meliputi analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis usaha meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio), dan analisis waktu balik modal (Payback Period) sedangkan analisis kriteria investasi meliputi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Hasil analisis teknis menunjukkan pemberat tambahan pada tali pelampung tanda mempengaruhi bentuk jaring saat dioperasikan. Terdapat tiga kelompok nelayan dalam pengoperasian jaring rajungan. Rajungan dijual langsung oleh nelayan kepada pengumpul/pengolah rajungan kemudian ke konsumen dengan margin pemasaran rajungan segar Rp13.000,00 per kg dan rajungan rebus Rp26.000,00 per kg. Analisis usaha penangkapan jaring rajungan memperoleh keuntungan berkisar Rp ,00-Rp ,67; nilai Revenue-Cost Ratio berkisar 1,19-1,42; nilai Payback Period berkisar 0,65-3,68; Return on investment (ROI) berkisar 27,19%-154,19%. Analisis kriteria investasi usaha penangkapan jaring rajungan memperoleh nilai NPV berkisar Rp ,71- Rp ,28; nilai Net B/C berkisar 1,24-5,33; nilai IRR berkisar 30,10%- 195,26%. Usaha penangkapan jaring rajungan di Teluk Banten dapat dikatakn layak karena TR>TC, R/C>0, NPV>0, Net B/C 1, dan IRR discount rate yaitu 20%. Usaha penangkapan jaring rajungan sangat sensitif terhadap kenaikan harga solar dan penurunan harga jual hasil tangkapan. Kata kunci: analisis finansial, analisis pasar, analisis sensitivitas, analisis teknis jaring rajungan

4 iv PENILAIAN UNIT USAHA PENANGKAPAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN RIYANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 v Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP Mayor : Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten : Riyanti : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui : Pembimbing Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. NIP Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP Tanggal Lulus : 13 Juli 2010

6 vi KATA PENGANTAR Unit usaha penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu memiliki suatu keunikan tersendiri, yaitu konstruksi jaring rajungan yang berbeda dengan daerah lain serta adanya tiga kelompok nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan. Kegiatan tersebut belum didokumentasikan, sehingga perlu dilakukan penilaian terhadap unit penangkapan jaring rajungan dari aspek teknis, aspek pasar, dan aspek finansial. Hasil penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Januari sampai dengan Bulan Februari Tahun 2010 ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang keragaan usaha dan prospek pengembangan usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak pemerintahan terkait dan pihak pelabuhan dalam membuat kebijakan sebagai solusi alternatif untuk pengelolaan unit penangkapan jaring rajungan yang tepat. Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun, sehingga dapat menyempurnakan hasil yang diperoleh. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan. Bogor, Juli 2010 Riyanti

7 vii UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-nya; 2) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. selaku pembimbing dan Ir. Diniah M.Si. selaku penguji atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini; 3) Suprapto, A.Pi, M.M, selaku Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu dan staff atas segala informasi dan bantuannya; 4) Wakit dan Sumiyati, selaku orangtua penulis atas semua doa, nasehat, dan kasih sayang kepada penulis; 5) Tanti Meylani, Tri Oktavia, dan Kirana Aprilia, selaku adik penulis atas semua doa, semangat, kasih sayang dan dukungannya kepada penulis; 6) Amelia Andremica (KPM 43), Arum Novianti (MTK 43), dan Fitria Astriana (ESL 43) atas doa, dukungan, nasehat, dan persahabatan yang tulus kepada penulis sewaktu di Wisma Bintang; 7) Sahabat tercinta di PSP 43 (Selia Sifa, Alina Hadianti, Pipih Hadiyanti, Alvi Rahmah, Marina Nareswari, Soraya Gigentika, Indah Kharina Bangun, dan Rizki Mulya Sari) atas doa, dukungan, nasehat, dan persahabatan yang tulus kepada penulis; 8) Septi Aminah dan Siska Magnawati atas semua bantuan dan dukungan selama penelitian; 9) Syamsul Bachri (Ilkom 43) yang telah memeberikan motivasi, perhatian, dan semangat kepada penulis; 10) Teman-teman seperjuangan PSP 43 (Dedi, Rahmad, Inna, Rizki, Septa, Bayu, Rahman, Dae, Intan, Anggi, Refi, Rima, Mertha, Ghea, Ratih, Adit, Gini, Ncek, Uthi, Iniz, Lala, Nene, Ona, Maria, Ncums, Ami, Ari, Chiwid, Yasa, Troy, Enur, Esther, Hanif, Icha, Nanda, Sinta, Alfian, Fatra, Firman, Mukhlis, Rezki, Arif, Ongkrek, Dia, Indah, Rian, dan Ocid) 11) Teman-teman seperjuangan Wisma Bintang (Cici, Ayu, Riri-Men, Wink, Sari, Tifah, Tyo, Maget, Nahrin, dan Aida); dan 12) Seluruh pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

8 viii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada Tanggal 26 September 1988 dari pasangan Wakit dan Sumiyati. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta pada Tahun 2006 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan Minor Ekonomi dan Studi Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kampus IPB sebagai Bendahara II Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB periode dan menjadi Bendahara I Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB periode Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Navigasi Kapal Perikanan pada Tahun Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten. Penulis dinyatakan lulus dalam Ujian Skripsi yang diselenggarakan oleh Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada Tanggal 13 Juli 2010.

9 ix DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Jaring Rajungan Alat tangkap Kapal jaring rajungan Nelayan jaring rajungan Metode Pengoperasian Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan Rajungan Klasifikasi dan morfologi rajungan Reproduksi Daur hidup Habitat Tingkah laku Kelayakan Investasi KERANGKA PENDEKATAN STUDI METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Metode Pengambilan Responden Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis teknis Analisis pasar Analisis finansial Analisis sensitivitas Batasan Penelitian KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan Umum Perikanan Tangkap xi xiii xiv

10 x Halaman Keadaan fasilitas Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Perkembangan produksi dan nilai produksi di PPP Karangantu Perkembangan alat penangkap ikan di PPP Karangantu Perkembangan kapal penangkap ikan di PPP Karangantu Perkembangan nelayan di PPP Karangantu Musim dan daerah penangkapan ikan di PPP Karangantu HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Teknis Deskripsi unit penangkapan jaring rajungan Metode pengoperasian Daerah dan musim penangkapan ikan Produktivitas Analisis Pasar Analisis Finansial Analisis usaha jaring rajungan Analisis kriteria investasi Analisis Sensitivitas Pembahasan Aspek teknik Aspek pasar Aspek finansial Analisis sensitivitas Rencana Pengembangan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 xi DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi rajungan di PPP Karangantu Produksi ikan menurut lokasi penangkapan di Kota Serang Tahun Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP Karangantu Tahun Perkembangan volume dan nilai produksi ikan di PPP Karangantu Tahun Jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPP Karangantu Tahun Jumlah kapal penangkap ikan di PPP Karangantu Tahun Jumlah nelayan di PPP Karangantu Tahun Produktivitas komponen unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berdasarkan data sekunder Tahun Produktivitas komponen unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berdasarkan data primer Tahun Komponen investasi nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen investasi nelayan jaring rajungan-payang usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen investasi nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen biaya tetap nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen biaya tetap nelayan jaring rajungan-payang usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen biaya tetap nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen biaya variabel nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen biaya variabel nelayan jaring rajungan-payang usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen biaya variabel nelayan penyewa dalam kapal usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen penerimaan nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun

12 xii Halaman 20 Komponen penerimaan nelayan jaring rajungan-payang usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Komponen penerimaan nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun Nilai keuntungan usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun Nilai Revenue-Cost Ratio usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun Nilai Payback Period usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun Nilai Return on Investment usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun Nilai Net Present Value (NPV) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun Nilai Internal Rate of Return (IRR) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 13,3% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh Tahun Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual hasil tangkapan sebesar 7,3% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh Tahun Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 158% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang Tahun Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual hasil tangkapan sebesar 41,4% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang Tahun Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual hasil tangkapan sebesar 22,6% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan penyewa kapal Tahun Perhitungan keuntungan ketiga kelompok nelayan pada usaha penangkapan jaring rajungan dibandingkan dengan jumlah tanggungan keluarga... 92

13 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Konstruksi jaring insang dasar Konstruksi jaring rajungan di PPP Karangantu Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring panjang Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring pendek Rajungan (Portunus pelagicus) Kerangka pendekatan studi Perkembangan produksi ikan di PPP Karangantu Tahun Perkembangan nilai produksi di PPP Karangantu Tahun Komposisi alat tangkap di PPP Karangantu Tahun Perkembangan alat tangkap di PPP Karangantu Tahun Perkembangan jumlah nelayan di PPP Karangantu Tahun Produksi ikan rata-rata per bulan PPP Karangantu Tahun Jaring Rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Rancang bangun jaring rajungan di PPP Karangantu Konstruksi jaring payang di PPP Karangantu Perahu jaring rajungan di PPP Karangantu Sketsa perahu jaring rajungan di PPP Karangantu Kondisi jaring rajungan saat pengoperasian di laut Peta perairan Teluk Banten Musim rajungan di PPP Karangantu Tahun Pola distribusi rajungan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun

14 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tata Letak Fasilitas PPP Karangantu Perhitungan Produktivitas Jaring Rajungan di PPP Karangantu Tahun Perhitungan Margin Pemasaran Rajungan pada Usaha Unit Penangkapan Jaring Rajungan di PPP Karangantu Tahun Analisis Usaha Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Setahun Penuh di PPP Karangantu Tahun Analisis Usaha Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Jaring Rajungan-Payang di PPP Karangantu Tahun Analisis Usaha Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Penyewa Kapal di PPP Karangantu Tahun Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Setahun Penuh di PPP Karangantu Tahun Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Jaring Rajungan-Payang di PPP Karangantu Tahun Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Penyewa Kapal di PPP Karangantu Tahun Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Setahun Penuh di PPP Karangantu Apabila Terjadi Kenaikan Harga Solar 13,3 % Tahun Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Setahun Penuh di PPP Karangantu Apabila Terjadi Penurunan Harga Hasil Tangkapan 7,3 % Tahun Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Jaring Rajungan-Payang di PPP Karangantu Apabila Terjadi Kenaikan Harga Solar 158 % Tahun Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Jaring Rajungan-Payang di PPP Karangantu Apabila Terjadi Penurunan Harga Hasil Tangkapan 41,4% Tahun Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan Penyewa Kapal di PPP Karangantu Apabila Terjadi Penurunan Harga Hasil Tangkapan 22,6 % Tahun

15 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang masih tinggi. Salah satu potensi sumberdaya perikanan tersebut adalah rajungan (Portunus pelagicus). Rajungan saat ini merupakan komoditas ekspor unggulan hasil perikanan, khususnya ekspor ke Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Menurut data BPS, nilai ekspor rajungan pada Tahun 1993 mencapai US$1,042 miliar, dan nilai ini selalu meningkat dari tahun ke tahun. (Bisnis Indonesia 2004). Usaha perikanan tangkap di Teluk Banten pada umumnya menggunakan beberapa alat tangkap dalam operasi penangkapan rajungan, diantaranya jaring rajungan, jaring dogol, dan jaring payang. Salah satu fishing base di Teluk Banten yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu produksi rajungannya lebih banyak dihasilkan oleh alat tangkap jaring rajungan dibandingkan dengan jaring dogol dan jaring payang seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Produksi rajungan di PPP Karangantu Tahun Produksi Rajungan (ton) Effort (trip) Jaring Rajungan Jaring Dogol Jaring Payang Jaring Rajungan Jaring Dogol Jaring Payang ,991 0,677 1, ,176 4,942 0, ,309 7,450 0, Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Tabel 1 menunjukkan bahwa pada Tahun 2007 terjadi kenaikan produksi rajungan oleh jaring rajungan sebanyak 27,185 ton atau 340% dari jumlah produksi sebelumnya dan kenaikan produksi rajungan oleh jaring dogol sebanyak 4,265 ton atau 630% dari jumlah produksi sebelumnya, sedangkan jaring payang mengalami penurunan produksi rajungan sebanyak 1,218 ton atau 67% dari jumlah produksi sebelumnya. Namun, pada Tahun 2008 terjadi penurunan produksi rajungan oleh jaring rajungan sebesar 14,867 ton atau 42% dari jumlah produksi sebelumnya, sedangkan jaring payang mengalami kenaikan produksi rajungan sebesar 2,508 ton atau 51% dari jumlah produksi sebelumnya dan

16 2 kenaikan produksi rajungan oleh jaring dogol sebesar 0,319 ton atau 53% dari jumlah produksi sebelumnya. Tahun 2006 sampai dengan 2008, produksi rajungan oleh jaring rajungan selalu lebih banyak dibandingkan dengan jaring dogol dan jaring payang, seperti pada Tahun 2008 dimana jaring rajungan menghasilkan rajungan 63% lebih banyak dibandingkan dengan rajungan yang dihasilkan oleh jaring dogol dan 95% lebih banyak dibandingkan dengan jaring payang. Selain itu, jaring rajungan juga memiliki nilai produktivitas tertinggi, yaitu 0,0107 ton per trip, sedangkan produktivitas jaring dogol sebesar 0,0055 ton per trip dan jaring payang sebesar 0,0034 ton per trip. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa jaring rajungan memiliki produksi rajungan dan produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan alat penangkap rajungan lainnya. Jaring rajungan merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dan terdiri atas satu lapis jaring. Bagian atas jaring dipasang tali pelampung dan tali ris atas. Sepanjang tali pelampung dilekatkan pelampung dengan jarak tertentu. Bagian bawah jaring terdapat tali ris bawah. Pemberat dipasang pada tali ris bawah dengan jarak tertentu pula (Muslim 2000). Berdasarkan klasifikasi alat penangkapan ikan, jaring rajungan diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang tetap yaitu jaring dasar (Suadela 2004). Jaring rajungan yang dioperasikan oleh nelayan PPP Karangantu memiliki pemberat tambahan pada tali pelampung tanda, sehingga mempengaruhi bentuk jaring rajungan pada saat setting di laut. Nelayan yang melakukan usaha unit penangkapan jaring rajungan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan setahun penuh, nelayan jaring rajungan-payang, dan nelayan penyewa kapal. Kedua hal ini membuat usaha unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berbeda dengan daerah lain. Demi keberlanjutan usaha nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan maka perlu dilakukan analisis finansial untuk mengetahui prospek dari usaha penangkapan jaring rajungan ini. Hal ini dilakukan agar nelayan tersebut mengetahui seberapa besar keuntungan yang didapat dan bagaimana mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi sebab nelayan tersebut menggantungkan hidupnya hanya pada usaha penangkapan jaring rajungan. Selain

17 3 itu, tingginya produksi dan produktivitas jaring rajungan serta adanya keunikan dalam hal konstruksi alat dan pengoperasian juga mendasari penulis melakukan kajian dengan judul Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten. 1.2 Perumusan Masalah Unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu memiliki beberapa perbedaan dengan unit penangkapan jaring rajungan di daerah lain yaitu konstruksi jaring rajungan dan tidak hanya terdapat satu kelompok nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan. Perbedaaan tersebut belum terdokumentasikan pada penelitian-penelitian sebelumnya di lokasi tersebut. Selain itu, kelayakan usaha pada unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu belum pernah diteliti. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana konstruksi dan produktivitas unit usaha penangkapan jaring rajungan; (2) Bagaimana tingkat keuntungan dan kelayakan dari unit usaha penangkapan jaring rajungan; dan (3) Bagaimana saluran pemasaran/distribusi pemasaran dan margin pemasaran hasil tangkapan unit usaha penangkapan jaring rajungan. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi konstruksi jaring rajungan dan teknik pengoperasian yang digunakan pada unit penangkapan jaring rajungan; (2) Menghitung produktivitas unit penangkapan jaring rajungan; (3) Menentukan saluran pemasaran dan margin pemasaran hasil tangkapan unit penangkapan jaring rajungan; dan (4) Menghitung tingkat keuntungan, kelayakan, dan sensitivitas unit usaha penangkapan jaring rajungan.

18 4 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya: (1) Bagi penulis sebagai bahan dalam penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; (2) Bagi nelayan setempat sebagai informasi tentang kelayakan unit penangkapan jaring rajungan agar mendapatkan keuntungan yang diharapkan dari penggunaan unit ini secara tepat; dan (3) Bagi Pemerintah Daerah maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banten sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan unit penangkapan jaring rajungan.

19 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Jaring Rajungan Unit penangkapan jaring rajungan terdiri atas alat tangkap, perahu, dan nelayan. Alat tangkap yang digunakan dalam usaha penangkapan jaring rajungan adalah jaring rajungan dan jaring payang. Menurut Miskiya (2003), secara umum konstruksi alat dan perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan jaring rajungan masih sederhana dan belum mengalami perkembangan teknologi, sehingga dapat dikatakan unit penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu masih tergolong tradisional Alat tangkap Unit penangkapan jaring rajungan yang dioperasikan di PPP Karangantu dapat dikelompokkan menjadi nelayan setahun penuh, nelayan penyewa kapal, dan nelayan jaring rajungan-payang yang menggunakan dua alat tangkap yaitu jaring rajungan dan jaring payang. Jaring rajungan merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dan terdiri atas satu lapis jaring. Berdasarkan klasifikasi alat penangkapan ikan, jaring rajungan diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang tetap yaitu jaring dasar (Muslim 2000). Jaring payang digunakan oleh nelayan jaring rajungan-payang pada saat musim paceklik rajungan. 1) Jaring rajungan Menurut BSN (2008 a ), jaring insang (Gambar 1) merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah untuk menghadang ikan, sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat dan atau terpuntal, dioperasikan di permukaan, pertengahan dan dasar secara menetap, hanyut dan melingkar dengan tujuan menangkap ikan pelagis dan demersal. Martasuganda (2008) juga menjelaskan bahwa jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilament yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada

20 6 bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers), sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadap biota perairan. Jumlah mata jaring ke arah horizontal atau ke arah Mesh Length (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah Mesh Depth (MD). Sumber: BSN 2006 Gambar 1 Konstruksi jaring insang dasar

21 7 Martasuganda (2008) juga menjelaskan bagian-bagian dari jaring insang umumnya terdiri atas: (1) Pelampung (floats) Menurut BSN (2006), pelampung adalah sesuatu benda yang mempunyai daya apung dan dipasang pada jaring bagian atas berfungsi sebagai pengapung jaring. Terbuat dari berbagai bahan seperti: styrofoam, polyvinyl, chloride, kaca, plastik, karet atau benda lainnya yang mempunyai daya apung dengan bentuk yang beraneka ragam. Jumlah, berat jenis, dan volume pelampung yang dipakai dalam satu piece akan menentukan besar kecilnya daya apung (buoyancy). (2) Tali pelampung (float line) Tali pelampung adalah tali yang dipakai untuk memasang pelampung. Untuk menyambungkan antara piece yang satu dan piece lainnya, bagian tali pelampung dari tiap ujung jaring utama biasanya dilebihkan antara cm. (3) Tali ris atas dan bawah Tali ris atas dan bawah berfungsi untuk dipakai memasang atau menggantungkan badan jaring. Pemasangan tali ris atas dipasang di bawah tali pelampung, sedangkan tali ris bawah dipasang di atas tali pemberat. (4) Tali penggantung badan jaring atas dan bawah (upper bolch line and under bolch line) Tali penggantung badan jaring terdiri atas tali penggantung badan jaring bagian atas (upper bolch line) dan tali pengantung badan jaring bagian bawah (under bolch line) dari jaring insang. Tali penggantung badan jaring bagian atas berfungsi untuk menggantungkan badan jaring pada tali ris atas, sedangkan tali penggantung badan jaring bagian bawah berfungsi untuk menggantungkan badan jaring pada tali ris bawah. (5) Srampad atas dan bawah (upper selvedge and under selvedge) Srampad adalah susunan mata jaring yang ditambahkan dengan cara menjurai mengikuti susunan mata jaring ke arah panjang (ke arah mesh length) pada kedua ujung badan jaring. Pemakaian atau penambahan srampad pada badan jaring bertujuan sebagai penguat badan jaring dan

22 8 mempermudah pada waktu pengoperasian jaring. (6) Badan jaring (main net) Bahan dari jaring utama biasanya memakai jenis bahan sintetis yaitu amilan meskipun ada juga yang memakai bahan sintetis lainnya seperti : amilan, nylon, tengus, dan bahan sintetis lainnya. Ukuran mata jaring dan nomor benang dari badan jaring biasanya disesuaikan dengan tujuan biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan. (7) Tali pemberat (sinker line) Tali pemberat adalah tali yang digunakan untuk memasang pemberat. Untuk menyambungkan antara piece satu dan piece lainnya, panjang tali pemberat dari mulai ujung badan jaring biasanya dilebihkan antara cm. (8) Pemberat (sinker) Pemberat yang dipakai pada jaring insang biasanya terbuat dari timah atau benda lainnya yang dapat dijadikan sebagai pemberat dengan daya tenggelam dan bentuk yang beraneka ragam. Menurut Miskiya (2003), jaring rajungan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap rajungan di laut. Berdasarkan cara pengoperasiannya, jaring rajungan diklasifikasikan ke dalam jaring insang dasar (set-bottom single gillnet). Kemudian dijelaskan secara umum jaring rajungan terdiri atas: (1) Badan jaring (webbing) Badan jaring (webbing) terbuat dari bahan PA monofilament berwarna putih transparan dengan nomor benang dan berdiameter 0,3 mm. Besar mata jaring (mesh size) berkisar 3-3,5 inci atau 7,5-8,75 cm dalam keadaan tegang. Panjang setiap piece jaring adalah 35 m sesudah terpasang pada tali pelampung dan pemberat atau sekitar 467 mata. Lebar jaring adalah 0,45-0,53 m atau 6-7 mata jaring. Jaring rajungan yang digunakan oleh nelayan Karangantu tidak memakai srampad. (2) Tali ris Tali ris adalah tempat untuk menggantungkan badan jaring (webbing). Dilihat dari penempatannya, tali ris ada dua macam yaitu tali ris atas (head rope) dan tali ris bawah (ground rope). Fungsi tali ris atas adalah agar jaring

23 9 tidak terbelit sewaktu dioperasikan dan tali ris bawah berfungsi untuk meletakkan pemberat. Kedua macam tali ris menggunakan bahan PE multifilament yang berdiameter 3 mm. Panjang tali ris atas dan bawah untuk satu piece jaring rajungan adalah 35 m. (3) Pelampung (float) dan tali pelampung (float line) Pelampung (float) yang dipasang pada tali pelampung jaring rajungan terbuat dari bahan karet sandal jepit berbentuk elips. Jumlah pelampung yang digunakan dalam satu piece jaring rajungan sebanyak 70 buah. Tali pelampung (float line) yang berbahan PE multifilament berfungsi tempat pengikat pelampung dan dirangkap dengan tali ris atas. Panjang tali pelampung untuk satu piece jaring rajungan sekitar 35 m. (4) Pemberat (sinker) dan tali pemberat (sinker line) Pemberat (sinker) yang digunakan terbuat dari bahan timah hitam (Pb) dengan jumlah 97 buah untuk satu piece jaring rajungan. Tali pemberat yang terbuat dari bahan PE multifilament berfungsi sebagai tempat memasang pemberat pada bagian bawah jaring rajungan dan untuk satu piece jaring rajungan dibutuhkan 35 m tali pemberat. Pemasangan pemberat pada tali pemberat dilakukan dengan cara menyisipkan langsung timah pada tali pemberat. Perlengkapan tambahan yang digunakan dalam pengoperasian jaring rajungan terdiri atas pelampung tanda dan pemberat tambahan, sebagai berikut (Miskiya 2003): (1) Pelampung tanda yang digunakan pada pengoperasian jaring rajungan terbuat dari bahan styrofoam berbentuk persegi empat dan biasanya dilengkapi dengan bendera yang diikatkan pada bambu kemudian diikatkan pada tali PE multifilament. Bagian depan dan belakang pelampung tanda diikatkan batu bata, sedangkan pelampung yang berada di tengah tidak diberi batu bata, tetapi hanya menggunakan botol plastik. Pelampung tanda ini berfungsi sebagai tanda tempat dipasangnya jaring rajungan di laut. (2) Pemberat tambahan yang digunakan adalah batu yang diikatkan pada tali PE multifilament. Pemberat tambahan berfungsi sebagai jangkar agar jaring rajungan yang telah terpasang tidak berpindah tempat atau hanyut terbawa

24 10 arus. Konstruksi jaring rajungan di PPP Karangantu dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber: Miskiya (2003) Gambar 2 Konstruksi jaring rajungan di PPP Karangantu 2) Jaring payang Jaring payang atau pukat kantong merupakan jenis jaring penangkap ikan berbentuk kerucut yang terdiri atas kantong (bag), badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring serta tali penarik (warp). Alat penangkap ini dioperasikan dengan melingkari daerah perairan, baik di permukaan ataupun di dasar perairan. Pukat kantong yang dioperasikan di permukaan perairan bertujuan untuk menangkap ikan pelagik (pelagic fish) dan yang dioperasikan di dasar perairan tujuannya untuk menangkap udang maupun ikan dasar (demersal fish) (von Brandt 2005). Menurut BSN (2005 a ), jaring payang adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri atas dua bagian sayap, bagian medan jaring bawah (bosoom), bagian badan serta bagian kantong jaring. Sayap jaring merupakan bagian jaring yang terpanjang dan terletak di ujung depan dari pukat kantong payang. Sayap terdiri atas sayap atas (upper wing) dan sayap bawah

25 11 (lower ring). Bagian jaring yang terletak di bawah mulut jaring yang menjorok ke depan. Medan jaring bawah merupakan selisih antara panjang sayap atas dengan panjang sayap bawah. Badan jaring merupakan bagian jaring yang terletak di antara bagian kantong dan bagian sayap jaring. Kantong jaring merupakan bagian jaring yang terpendek dan terletak di ujung belakang dari pukat kantong payang. Tali ris atas berfungsi untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas melalui mulut jaring bagian atas, sedangkan tali ris bawah berfungsi untuk menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui bagian bosoom jaring. Tali selambar digunakan sebagai tali penarik (towing) pukat kantong payang ke atas geladak kapal. Subani dan Barus (1988) menambahkan bahwa jaring payang berbeda dengan jaring trawl dimana bagian bawah mulut jaring (bibir bawah/underlip) yang menjorok ke belakang, maka untuk payang justru bagian atas mulut jaring (upperlip) yang menjorok ke belakang. Hal ini dikarenakan payang tersebut umumnya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagik yang biasanya hidup di bagian lapisan atas air dan mempunyai sifat cenderung lari ke lapisan bawah bila telah terkurung jaring. Oleh karena bagian bawah mulut jaring lebih menonjol ke depan, maka kesempatan lolos menjadi terhalang dan akhirnya masuk ke dalam kantong jaring. Berdasarkan panjang badan jaring, jaring payang dibedakan menjadi jaring payang berbadan jaring panjang (Gambar 3) dan jaring payang berbadan jaring pendek (Gambar 4).

26 12 Sumber: BSN 2005 a Gambar 3 Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring panjang Sumber: BSN 2005 b Gambar 4 Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring pendek

27 Kapal jaring rajungan Kapal perikanan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Iskandar (1992) menambahkan bahwa kapal penangkap ikan dilihat dari cara metode pengoperasian alat tangkap yang digunakan dibedakan dalam 4 kelompok besar, yaitu towed gear (kapal dengan alat tagkap ikan yang ditarik, encircling gear (kapal dengan alat tangkap yang dilingkarkan), static gear (kapal dengan alat tangkap yang dioperasikan secara statis), multi purpose (kapal dengan lebih dari satu alat tangkap). Sudirman (2004) menyatakan bahwa alat tangkap gillnet bersifat statis, sehingga kecepatan kapal bukanlah merupakan suatu faktor yang penting. Menurut BSN (2008 b ), kapal jaring insang merupakan kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap jaring insang yang dilengkapi dengan perlengkapan penangkapan ikan berupa penggulung jaring. Kapal jaring insang (gillnetter) dapat mengoperasikan jenis-jenis alat jaring insang seperti jaring insang hanyut, jaring insang tetap, yang pemasangannya dapat berupa jaring insang permukaan, jaring insang mid water, jaring insang dasar dan juga termasuk jaring trammel net atau jaring kantong (Soekarsono 1995). Pada perairan Indonesia, tonase kapal gillnet yang dianggap baik beroperasi tidak lebih besar dari 15 GT dan luas geladak kapal harus disesuaikan dengan alat yang dipergunakan (Soekarsono 1995). Menurut Miskiya (2003), usaha penangkapan rajungan yang dilakukan oleh nelayan Karangantu pada umumnya menggunakan perahu motor tempel berukuran 10 x 2 x 1,25 m dengan tenaga penggerak berkekuatan 12 PK Nelayan jaring rajungan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

28 14 Penangkapan ikan yang dilakukan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya. Keahlian nelayan cukup penting dalam pengoperasian jaring terutama saat penurunan jaring (setting) agar pelampung dan pemberat tidak melilit pada tubuh jaring serta pengaturan posisi kapal terhadap arus laut. Biasanya nelayan telah membentuk satu kesatuan kerja yang tetap dan dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master. Jumlah nelayan tiap kapal gillnet tidaklah sama, tergantung dari besar kecilnya skala usaha tersebut. Pada kapal gillnet dengan motor tempel biasanya beroperasi hanya dengan dua sampai tiga orang nelayan (Ayodhyoa 1981). Nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan berjumlah empat orang. Pembagian tugas adalah sebagai berikut: satu orang sebagai juru mudi, satu orang petaur dan dua orang bertugas mempersiapkan jaring, menyimpul tali ris dan pelampung tanda. Nelayan jaring rajungan di Karangantu sebagian besar merupakan pendatang dari Indramayu, Cirebon, Subang, Pandeglang, dan Bandung, hanya sebagian kecil dari penduduk asli Karangantu yang mengoperasikan jaring rajungan (Miskiya 2003). 2.2 Metode Pengoperasian 1) Jaring rajungan Metode pengoperasian dari jaring insang biasanya dilakukan secara pasif meskipun ada juga yang dilakukan secara semi aktif atau dioperasikan secara aktif. Untuk yang pasif biasanya dioperasikan pada malam hari baik itu dioperasikan dengan memakai alat bantu cahaya (light fishing) atau tanpa alat bantu cahaya (Martasuganda 2008). Pemasangan jaring insang biasanya dilakukan di daerah penangkapan yang diperkirakan akan dilewati oleh biota perairan yang menjadi target tangkapan, kemudian dibiarkan beberapa lama supaya biota perairan memasuki atau terpuntal pada mata jaring. Lamanya perendaman jaring insang di daerah penangkapan akan berbeda menurut target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan yang

29 15 mengoperasikannya. Untuk jaring insang yang dioperasikan secara semi aktif atau aktif, biasanya dioperasikan pada siang hari yaitu dengan cara mengaktifkan jaring insang supaya biota perairan yang menjadi target tangkapan dapat dengan cepat tertangkap, atau dengan kata lain tidak menunggu biota perairan memasuki mata jaring atau terpuntal pada mata jaring. Lamanya pengoperasian biasanya tidak memakan waktu yang lama atau hanya memakan waktu antara 2-3 jam, bahkan ada yang kurang dari satu jam (Martasuganda 2008). Miskiya (2003) menyatakan bahwa pengoperasian jaring rajungan dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pemasangan jaring (setting), tahap penarikan jaring (hauling) dan tahap pengambilan hasil tangkapan. Tahap persiapan dilakukan sebelum operasi penangkapan dilaksanakan, meliputi persiapan alat tangkap, pemeriksaan keadaan perahu dan mesinnya. Tahap pemasangan jaring dilakukan di buritan setelah jaring rajungan dirangkai. Tahap penarikan jaring dimulai dengan pengangkatan pelampung tanda dan batu pemberat, kemudian pelampung tersebut dilepas ikatannya dari jaring rajungan. Tahap pengambilan hasil tangkapan dilakukan secara langsung dengan mengambil langsung rajungan dari jaring tanpa melepaskan tali penggulungnya dan secara tidak langsung menggunakan sebilah bambu yang dipasang pada tali penggantung dan mengambil hasil tangkapan. 2) Jaring Payang Pengoperasian payang dapat dilakukan menggunakan kapal dengan mesin motor tempel. Dalam pengoperasiannya alat penangkap ikan ini ada yang ditarik ke arah perahu, atau pada akhir proses penangkapan hasilnya dinaikkan ke atas geladak perahu, dan ada juga yang ditarik dari pantai dimana pada akhirnya hasil penangkapan didaratkan ke pantai. Berdasarkan kriteria-kriteria ini, maka pukat kantong dibedakan menjadi payang (termasuk lampara), dogol dan pukat pantai. Dalam cara pengoperasiannya, setelah dilakukan penurunan jaring (setting), anak buah kapal turun ke laut untuk memukul-mukul air dengan tujuan agar ikan masuk ke dalam kantong, kemudian dilakukan hauling (von Brandt 2005). Menurut BSN (2005 a ), penurunan jaring dilaksanakan dari salah satu sisi lambung bagian buritan kapal, dengan gerakan maju kapal membentuk lingkaran

30 16 yang bertujuan melingkari gerombolan ikan sesuai dengan panjang tali selambar dengan kecepatan kapal antara 1 knot 1,5 knot. Penggunaaan sayap jaring dan tali selambar yang panjang dengan tujuan untuk memperoleh lingkaran payang yang besar, dan jarak liputan/tarikan payang yang panjang. Penarikan dan pengangkutan jaring dilakukan dari sisi lambung kapal atau buritan kapal tanpa atau dengan menggunakan mesin bantu penangkapan (fishing machinery) dan kedudukan kapal berlabuh jangkar atau kedudukan kapal terapung (drifting), agar tidak terjadi gerakan mundur kapal yang berlebihan, diupayakan kapal bergerak maju dengan kecepatan kapal lambat, sesuai dengan kecepatan penarikan payang. 2.3 Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan Menurut Martasuganda (2008), teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap yang dipergunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Sehubungan dengan teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar bisa memenuhi kriteria teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan, diantaranya sebagai berikut: 1) Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target tangkapan atau ikan yang layak tangkap baik dari jenis maupun ukuran dengan cara membuat desain dan konstruksi alat tangkap yang disesuaikan dengan jenis dan ukuran dari biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan, dengan demikian diharapkan bisa meminimumkan hasil tangkapan yang belum layak tangkap, hasil tangkapan sampingan yang tidak diinginkan dan biota perairan lainnya; 2) Pengoperasian jaring insang yang dilakukan pada siang hari, harus dilengkapi dengan pelampung tanda yang dilengkapi dengan bendera, radar reflektor. Untuk yang dioperasikan pada malam hari pelampung tanda selain memakai radar reflektor juga harus memakai pelampung cahaya agar kapalkapal yang lewat bisa menghindari alat tangkap yang sedang dioperasikan;

31 17 3) Tidak memakai mata jaring yang dilarang (berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 607/KPB/UM/9/1976 butir 3, ukuran mata jaring insang dibawah 25 mm dengan toleransi 5% dilarang untuk dioperasikan; 4) Tidak melakukan kegiatan operasi penangkapan di daerah penangkapan yang dinyatakan sudah lebih tangkap, di daerah kawasan konservasi yang dilarang, di perairan yang tercemar logam berat dan di perairan yang dinyatakan terlarang; 5) Tidak melakukan pencemaran lingkungan seperti memasukkan makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan yang akan mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan sehingga kualitas lingkungan turun yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Sebagai contohnya tidak membuang bagian dari alat tangkap terutama bagian jaring atau benda lain seperti bahan bakar bekas seperti oli bekas, bahan bakar, bahan kimia dan benda lainnya; 6) Apabila karena sesuatu sebab alat tangkap hilang atau tertinggal di perairan, sebaiknya dicari agar tidak menimbulkan atau terjadinya ghost fishing yang akan berdampak terhadap potensi sumberdaya yang ada. Selain aturan-aturan yang telah disebutkan di atas, untuk terselenggaranya usaha penangkapan yang berwawasan lingkungan berjalan secara berkesinambungan, sebaiknya Pemerintah atau pihak pembuat kebijakan dalam usaha perikanan memberlakukan aturan-aturan sebagai berikut (Martasuganda 2008): 1) Mengadakan penutupan daerah penangkapan yang tercemar sampai daerah penangkapan terbebas dari pencemaran; 2) Mengadakan penutupan daerah penangkapan pada waktu suatu jenis ikan, hewan air atau biota perairan yang dilindungi mengadakan reproduksi; 3) Memberlakukan batasan waktu penangkapan sampai potensi yang ada pulih kembali; 4) Mengadakan restocking dengan cara membudidayakan atau penangkaran.

32 Rajungan Klasifikasi dan morfologi rajungan Taksonomi rajungan menurut Stephenson dan Campbell (1957) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Eumetazoa Grade : Bilateria Devisi : Eucoelomata Section : Protostomia Phyllum : Arthropoda Class : Crustacea Sub Class : Malacostraca Sub Ordo : Reptantia Ordo : Decapoda Seksi : Branchyura Sub Seksi : Branchyrhyhcha Famili :Portunidae Sub Famili : Portunninae Genus : Portunus Species : - Portunus pelagicus - Portunus sanguinolentus - Charybdis feriatus - Podopthalmus vigil Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Dengan melihat warna dari karapas dan jumlah duri pada karapasnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau (Kasry 1996). Dari beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian besar merupakan jenis rajungan. Hewan ini dapat mencapai ukuran 18

33 19 cm, capitnya memanjang kokoh, dan berduri (Nontji 2007). Rajungan (P. pelagicus) memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri sembilan buah, di mana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan, dan 1 pasang kaki berfungsi sebagai dayung untuk berenang. Induk rajungan dilihat dari arah ventral menjelang telur menetas warna telurnya hitam, sedangkan induk rajungan dilihat dari arah ventral pada saat awal warna telurnya kuning/oranye (Susanto et al. 2005). Morfologi rajungan dapat dilihat pada Gambar 5. Sumber: Gambar 5 Rajungan (Portunus pelagicus) Reproduksi Hewan ini terlihat adanya perbedaan yang menyolok antara jantan dan betina. Rajungan jantan memiliki dasar berwarna kebiru-biruan dengan bercakbercak putih terang, sedangkan rajungan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak keputih-putihan agak suram (Nontji 2007). Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas, dan terlihat yang jantan melekatkan diri pada betina, kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang. Seekor rajungan dapat menetaskan telurnya menjadi larva sampai lebih dari sejuta ekor (Juwana dan Romimohtarto 2000) Daur hidup Telur rajungan yang baru memijah akan berwarna kuning-telur. Perkembangan telur ini dapat diamati dari perubahan warnanya. Dengan makin

34 20 berkembangnya embrio, telur akan berwarna semakin pucat. Kemudian, pada saat awal terbentuk mata, telur mulai berwarna kecoklatan. Selanjutnya, pigmentasi pada tubuh makin sempurna dan telur semakin berwarna gelap (abu-abu sampai hitam). Apabila telur telah berwarna hitam legam, maka dalam sehari telur-telur tersebut akan menetas yang umunya terjadi pada pagi hari (Juwana dan Romimohtarto 2004). Larva yang baru menetas ini bentuknya sangat berlainan dari bentuk dewasa. Larva ini mengalami beberapa kali perubahan bentuk sampai mendapatkan bentuk seperti yang dewasa. Larva yang baru ditetaskan (tahap zoea) bentuknya lebih mirip udang daripada rajungan. Di kepalanya terdapat semacam tanduk memanjang, matanya besar dan di ujung kakinya terdapat rambut-rambut. Tahap zoea ini sendiri terdiri lagi dari 4 tingkat untuk kemudian berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain lagi. Pada tahap megalopa, bentuknya sudah mulai mirip rajungan, tubuhnya makin melebar, kaki dan sapitnya sudah makin jelas wujudnya, matanya sangat besar (bahkan bisa lebih besar daripada mata yang dewasa). Barulah pada perkembangan tahap berikutnya terbentuk juvenil yang sudah merupakan rajungan muda (Nontji 2007) Habitat Menurut Nontji (2007), rajungan (swimming crab) memiliki tempat hidup yang berbeda dengan jenis kepiting pada umumnya seperti kepiting bakau (Scylla serrata), tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama. Rajungan merupakan jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat berlindung. Jenis rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo-Pasifik dan India. Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria. Fase larva bersifat planktonik yang melayang-layang berada di lepas pantai dan pada fase megalopa berada di dekat pantai dan sering ditemukan pada objek yang melayang. Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa (Nybakken 1986).

35 Tingkah laku Pada siang hari umumnya rajungan bersembunyi di bawah batu yang besar atau pada celah berbatu-batu, sedangkan yang lainnya membenamkan diri bersembunyi ke dalam lapisan bawah, kemudian pada malam hari bangun dan keluar (Warner 1977). Rajungan hidup di dasar untuk mencari makan sebagai karnivora maupun pemakan bangkai (scavengers), aktif mencari makan pada saat matahari terbenam. Makanan rajungan didapat dari hewan yang menetap dan berbagai hewan invertebrata seperti jenis kerang (Mollusca), Crustacea, cacing (Polychaete), dan Ophiuroids. Makanan lain yaitu tumbuhan laut misalnya jenis Zostera dan ganggang (Sumpton 1993). Rajungan melakukan pergerakan atau migrasi ke perairan yang lebih dalam sesuai umurnya untuk menyesuaikan diri pada suhu dan salinitas perairan. Rajungan merupakan hewan yang aktif, ketika dalam keadaan yang tidak aktif, rajungan akan membenamkan diri di dasar perairan sampai kedalaman 35 m (Nontji 2007). Rajungan perlu berada di permukaan dengan maksud untuk bernapas dan melihat organisme lain atau mangsanya dengan mata pengawasnya yang tajam, dan juga menjulurkan antenanya. Larva betina menghabiskan waktu sepanjang malam terkubur di dalam pasir, sedangkan larva jantan aktif berenang pada malam hari. Rajungan dapat berjalan sangat baik sepanjang dasar perairan dan daerah intertidal berlumpur yang lembab (Thomson 1974). 2.5 Kelayakan Investasi 1) Aspek Teknis Aspek teknis meliputi evaluasi tentang input dan output dari barang dan jasa yang akan diperlukan dan dihasilkan oleh proyek (Kadariah et al. 1999). Menurut Umar (2003), analisis teknis digunakan dalam penentuan strategi produksi dan perencanaan produk. Tujuan studi aspek ini adalah untuk meyakini apakah secara teknis proyek ini layak atau tidak layak, baik pada saat pembangunan proyek atau operasional. Analisis teknis dilakukan untuk melihat hubungan faktor-faktor teknis yang mempengaruhi produksi.

36 22 Aspek teknis diperlukan untuk mengetahui produktivitas dari unit penangkapan. Oleh sebab itu, penilaian aspek teknis meliputi hasil tangkapan per tahun (ton), upaya penangkapan per tahun (unit), dan produksi per alat tangkap. Setelah itu, analisis teknis dapat diketahui melalui hasil tangkapan per upaya penangkapan (Catch Per Unit Effort atau CPUE) (Sparre dan Venema 1999). 2) Aspek Pasar Penilaian pada aspek pasar digunakan untuk mengetahui apakah produk yang akan dihasilkan dapat dipasarkan, berapa harganya, bagaimana pemasarannya, dan rantai pemasaran yang dihasilkan. Adapun riset pasar yang perlu dilakukan untuk diperoleh gambaran mengenai: a) Keadaan pasar untuk input maupun output; b) Perbandingan biaya; c) Keadaan persaingan; dan d) Faktor non ekonomi yang dapat berpengaruh. Setelah itu, informasi kuantitas dan kualitas diperlukan untuk mengetahui besarnya permintaan yang lalu dan yang sekarang. Informasi kuantitas meliputi kuantitas fisik dan informasi harga. Informasi kualitas meliputi metode distribusi dan pemasaran produk, sikap dan tanggapan konsumen, dan tanggapan pemerintah atas produk yang akan dihasilkan (Purba 1997). Analisis pemasaran dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran dari hasil tangkapan yang didaratkan. Untuk mencapai tujuan tersebut analisis pemasaran difokuskan pada jalur pemasaran komoditas, margin pemasaran serta perkembangan harga produk (Hanafiah 1986). 3) Aspek Finansial Untuk suatu penilaian terhadap suatu proyek atau unit penangkapan ikan misalnya, diperlukan analisis finansial yang penting dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan proyek. Analisis proyek ini dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek (Kadariah et al. 1999).

37 23 Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik atau tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks. Indeks-indeks tersebut disebut investment criteria. Setiap kriteria mempunyai kebaikan serta kelemahan (Kadariah et al. 1999). Kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Kadariah et al. (1999) mengatakan bahwa Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya. Purba (1997) menambahkan jika NPV lebih besar dari nol berarti keuntungan lebih besar dari biaya sehingga proyek tersebut layak (favourable), sedangkan jika NPV lebih kecil dari nol berarti keuntungan yang ada tidak dapat menutupi biaya yang ada, sehingga proyek tersebut tidak layak (unfavourable). Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai tingkat bunga i (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Jika IRR lebih besar daripada/sama dengan social discount rate maka proyek tersebut dikatakan layak sedangkan jika IRR lebih kecil dari social discount rate, maka proyek tersebut tidak layak. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun yang berkeuntungan bersih positif dengan tahun yang berkeuntungan bersih negatif. Jika Net B/C lebih besar daripada/sama dengan 1 maka proyek tersebut layak sebaliknya jika Net B/C kurang dari 1 maka proyek tersebut tidak layak (Kadariah et al. 1999). 4) Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan analisis yang bertujuan melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit (Kadariah et al. 1999). Menurut Umar (2003), analisis sensitivitas merupakan pemaksaan manajer proyek untuk mengidentifikasikan sebanyak mungkin variabel-variabel yang belum diketahui dan mengungkapkan taksiran-taksiran yang menyesatkan atau taksiran yang tidak tepat. Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena

38 24 analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas diantaranya (Kadariah et al. 1999): 1) Terdapatnya cost over run, umpamanya kenaikan dalam biaya konstruksi. Biasanya pada proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar sekali; 2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, umpamanya penurunan harga hasil produksi; dan 3) Mundurnya waktu implementasi.

39 25 3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI Nelayan di PPP Karangantu memiliki daerah penangkapan ikan di sekitar Teluk Banten. Berdasarkan Laporan Tahunan Statistik Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, produksi rajungan mencapai 43,551 ton pada Tahun Biasanya para nelayan tersebut mengunakan alat tangkap jaring rajungan, dogol, dan payang dalam usahanya menangkap rajungan. Nelayan yang menggunakan jaring rajungan menghasilkan produksi rajungan mencapai 21,426 ton pada Tahun 2009 atau 49% dari total produksi rajungan. Jaring rajungan yang dioperasikan nelayan PPP Karangantu memiliki pemberat tambahan pada tali pelampung tanda, sehingga mempengaruhi bentuk jaring rajungan pada saat setting di laut. Nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu nelayan setahun penuh, nelayan jaring rajungan-payang, dan nelayan penyewa kapal. Kedua hal ini membuat usaha unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berbeda dengan daerah lain. Selain itu, nelayan tersebut menggantungkan hidupnya hanya pada usaha penangkapan jaring rajungan. Oleh sebab itu, alat tangkap jaring rajungan menjadi kajian dalam penelitian ini. Sebelum melakukan pengembangan terhadap unit penangkapan jaring rajungan perlu dilakukan penilaian terhadap unit tersebut. Berdasarkan penilaian tersebut dapat diketahui tingkat keuntungan dan kelayakannya. Penilaian tersebut meliputi aspek teknis, aspek pasar, dan finansial. Kerangka pendekatan studi dapat terlihat jelas pada Gambar 6. Aspek teknis digunakan untuk mengetahui apakah secara teknis alat tangkap jaring rajungan efektif atau tidak apabila dioperasikan. Adapun unsur-unsur yang dilihat dalam aspek ini diantaranya konstruksi, teknik pengoperasian, dan produktivitas jaring rajungan. Aspek pasar digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran dan margin pemasaran dari hasil tangkapan jaring rajungan. Aspek finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan atau kemungkinan pengembangan usaha unit penangkapan jaring rajungan. Aspek ini menggunakan analisis usaha dan kriteria investasi. Analisis usaha dilakukan menggunakan analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue- Cost Ratio), analisis waktu balik modal (Payback Period) dan Return on

40 26 Investment (ROI). Pada analisis kriteria investasi, kriteria-kriteria yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Dalam aspek ini, suatu usaha dikatakan layak apabila TR>TC, R/C>0, NPV>0, Net B/C 1, dan IRR social discount rate. Unit Penangkapan Jaring Rajungan Analisis Teknis: Konstruksi jaring rajungan Metode pengoperasian jaring rajungan Produktivitas jaring rajungan Analisis Finansial: Analisis usaha: Π R/C PP ROI Kriteria investasi: NPV IRR B/C Analisis Pasar: Margin pemasaran M i = H i H i-1 Penilaian Pengembangan Gambar 6 Kerangka pendekatan studi

41 27 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada Bulan Januari sampai dengan Februari Penelitian dengan pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu, Teluk Banten, Jawa Barat. 4.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: (1) Unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu, Banten, Jawa Barat; (2) Alat dokumentasi berupa kamera; dan (3) Kuesioner. 4.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Kasus yang dikaji didalamnya adalah usaha penangkapan ikan dengan jaring rajungan di PPP Karangantu, Teluk Banten, Jawa Barat. Menurut Hasan (2002), metode deskriptif merupakan metode penelitian dimana peneliti mengumpulkan informasi aktual, mengidentifikasi masalah, dan menentukan apa yang akan dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah tersebut. Lebih lanjut Hasan (2002), menyatakan bahwa studi kasus adalah penelitian mengenai status obyek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian hasilnya dijadikan suatu hal yang bersifat umum. 4.4 Metode Pengambilan Responden Metode pengambilan responden atau sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling termasuk ke dalam teknik non random sampling dimana cara pengambilan sampel yang tidak semua anggota

42 28 populasi diberi kesempatan untuk dipilih menjadi sampel atau dengan kata lain sampel diambil secara tidak acak. Teknik ini didasarkan pada ciri-ciri atau sifatsifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Narbuko 2007). Berdasarkan Laporan Statistik Tahunan PPP Karangantu Tahun 2009, jumlah alat tangkap jaring rajungan mencapai 85 unit dimana satu unit jaring rajunga dioperasikan oleh satu orang nelayan. Oleh sebab itu, pada penelitian ini diambil 35% dari jumlah populasi nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan dalam penentuan sampel yaitu 30 orang. Jumlah sampel yang diambil tersebut terdiri atas 15 orang nelayan pemilik (nelayan setahun penuh dan nelayan jaring rajungan-payang), 15 orang nelayan penyewa kapal. Pengambilan responden juga dilakukan terhadap pengumpul/pengolah rajungan sebanyak 2 orang. Sampel yang dipilih merupakan individu yang dianggap memenuhi kriteria diantaranya: 1) Nelayan merupakan orang yang hanya memiliki penghasilan dari usaha perikanan tangkap; 2) Nelayan jaring rajungan yang menjalankan usahanya lebih dari satu tahun; 3) Nelayan pemilik merupakan orang yang memiliki kapal, mesin, dan alat tangkap jaring rajungan yang dijalankan sendiri; 4) Nelayan penyewa kapal merupakan orang yang hanya memiliki alat tangkap jaring rajungan namun tidak memiliki kapal dan mesin; 5) Pengumpul rajungan merupakan orang yang membeli atau mengumpulkan rajungan langsung dari beberapa nelayan; dan 6) Pengolah rajungan merupakan orang yang membeli rajungan baik langsung dari nelayan maupun dari pengumpul rajungan kemudian dilakukan pengolahan terhadap rajungan sebelum dilakukan penjualan. 4.5 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari pengamatan langsung di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan pada seluruh kegiatan unit penangkapan jaring rajungan yang meliputi konstruksi alat, metode pengoperasian, lokasi

43 29 pengoperasian, hasil tangkapan yang didapatkan, struktur biaya dalam usaha penangkapan serta keadaan pasar bagi komoditas rajungan itu sendiri. Selain data primer diperlukan juga data sekunder untuk menunjang data primer yang telah didapatkan. Data sekunder ini diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait. Data tersebut berkaitan dengan keadaan daerah penelitian secara umum yang meliputi perkembangan perikanan jaring rajungan, jumlah nelayan, kondisi daerah penangkapan serta keadaan penduduk. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya: (1) Aspek Teknis Aspek teknis berhubungan dengan desain dan metode pengoperasian jaring rajungan yang meliputi: 1) Ukuran dan jumlah unit penangkapan jaring rajungan; 2) Ukuran dan jumlah kapal perahu; 3) Konstruksi dan metode pengoperasian unit penangkapan jaring rajungan; 4) Lokasi pengoperasian unit penangkapan jaring rajungan; 5) Musim penangkapan jaring rajungan; dan 6) Jumlah trip per musim. (2) Aspek Pasar Aspek pasar berhubungan dengan jalur pemasaran dan harga yang meliputi: 1) Harga beli dan harga jual hasil tangkapan; dan 2) Jalur distribusi hasil tangkapan. (3) Aspek Finansial Aspek finansial yang akan diamati dalam penelitian ini diantaranya: 1) Banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh unit penangkapan jaring rajungan (per trip, per minggu, per bulan, per tahun, per musim); 2) Biaya operasional selama kegiatan berlangsung; 3) Biaya perbekalan; dan 4) Harga jual hasil tangkapan per kilogram, per ton. Adapun data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) Jumlah unit penangkapan jaring rajungan yang dioperasikan di Karangantu, Teluk Banten selama 5 tahun terakhir;

44 30 (2) Peta lokasi pengoperasian unit penangkapan jaring rajungan yang dioperasikan di Karangantu, Teluk Banten; dan (3) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis, astronomis, kependudukan, dan keadaan perikanan secara umum di Karangantu, Teluk Banten. 4.6 Metode Analisis Data Untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah diinterpretasikan, sehingga dapat ditarik kesimpulan. Data primer maupun sekunder yang telah diperoleh tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisis teknis, pasar, dan finansial Analisis teknis Analisis teknis digunakan untuk mengetahui apakah secara teknis alat tangkap jaring rajungan efektif atau tidak bila dioperasikan berdasarkan konstruksi, daerah penangkapan ikan, metode penangkapan ikan, dan musim penangkapan ikan. Oleh sebab itu, penilaian aspek teknis meliputi hasil tangkapan per tahun (ton), upaya penangkapan per tahun (unit), dan produksi per alat tangkap. Produktivitas adalah suatu alat untuk melihat efisiensi teknik dan suatu proses produksi yang merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan input sumberdaya yang dipergunakan. Produktivitas dihitung menggunakan data sekunder untuk mengetahui produktivitas per alat, produktivitas per trip dan produktivitas per nelayan, produktivitas per biaya operasional dan produktivitas per biaya investasi, yaitu (Hanafiah 1986):

45 Analisis pasar Analisis pemasaran dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran dari hasil tangkapan yang didaratkan. Analisis pemasaran dapat dijelaskan secara deskriptif dengan mengamati dan melakukan wawancara terhadap pelaku pasar. Untuk mencapai tujuan tersebut analisis pemasaran difokuskan pada jalur pemasaran komoditas, margin pemasaran serta perkembangan harga rajungan. Perhitungan margin pemasaran diperoleh melalui persamaan berikut (Sobari dan Febrianto 2010): Keterangan: M i H i : Margin pada pedagang perantara ke-i rajungan (Rp per kg) : Harga penjualan pedagang perantara ke-i rajungan (Rp per kg) H i-1 : Harga pembelian pedagang perantara ke-i rajungan (Rp per kg) Analisis finansial Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kemungkinan pengembangan usaha perikanan jaring rajungan. Analisis finansial dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi. 1) Analisis usaha Analisis usaha merupakan pemeriksaan keuangan pada suatu usaha selama usaha itu telah berjalan. Dalam perikanan, analisis usaha penting untuk mengetahui tingkat keuntungan atau keberhasilan dari usaha perikanan yang telah dijalankan selama ini. Analisis usaha meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio), analisis waktu balik modal (Payback Period), dan analisis Return on Investment (ROI).

46 32 a) Analisis pendapatan usaha Analisis ini bertujuan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Analisis ini dapat juga digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha yang dilakukan dan rumus yang digunakan sebagai berikut (Sugiarto et al. 2002): Π = TR TC Keterangan: Kriteria : Π : Keuntungan TR : Total Penerimaan TC : Total Biaya Jika total penerimaan > total biaya maka usaha dikatakan untung dan layak untuk dilanjutkan Jika total penerimaan = total biaya maka usaha dikatakan tidak untung dan tidak rugi (impas) Jika total penerimaan < total biaya maka usaha dikatakan rugi dan tidak layak untuk dilanjutkan b) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio) Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan dan rumus yang digunakan sebagai berikut (Sugiarto et al. 2002): Kriteria: Jika R/C > 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan untung sehingga layak untuk dilanjutkan Jika R/C = 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan tidak untung dan tidak rugi sehingga berada dalam kondisi impas Jika R/C < 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan rugi sehingga tidak layak untuk dilanjutkan c) Analisis waktu balik modal (Payback Period) Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas atau dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu.

47 33 Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maximum payback periode yang dapat diterima. Rumus payback periode sebagai berikut (Umar 2007): Kriteria: Jika payback period lebih pendek waktunya dari maximum payback periode maka usaha tersebut dikatakan layak untuk dilanjutkan d) Return on Investment (ROI) Return on investment (ROI) adalah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan keuntungan. Perhitungan terhadap ROI dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan (Rangkuti 2001). Rumus yang digunakan adalah 2) Analisis kriteria investasi Kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). a) Net Present Value (NPV) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis proyek. Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya, dinyatakan dalam rumus (Kadariah et al. 1999): NPV n t 1 B C t (1 i) t t Keterangan: NPV : Net Present Value B t : benefit sosial kotor dari suatu proyek pada tahun ke-t C t : biaya kotor dari suatu proyek pada tahun ke-t kotor i : tingkat suku bunga n : umur ekonomis proyek

48 34 b) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C merupakan perbandingan sedemikian rupa, sehingga pengambilannya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri atas present value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana B t - C t bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada benefit kotor, dinyatakan dalam rumus (Kadariah et al. 1999): Net B/C n t 1 (1 i) n t 1 B C t t (1 i) t t t t C B [ Bt [ B t C C t t 0] 0] Kriteria: Jika Net B/C > 1 maka usaha dikatakan untung dan layak untuk dilanjutkan Jika Net B/C = 1 maka usaha dikatakan pulang pokok Jika Net B/C < 1 maka usaha dikatakan rugi dan tidak layak untuk dilanjutkan c) Internal Rate of Return (IRR) Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi yang ditanamkan. Internal Rate of Return merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, dinyatakan dalam rumus (Kadariah et al. 1999): i' NPV ' IRR ( i" i') ( NPV ' NPV ") Keterangan: IRR : Internal Rate of Return i : tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif i : tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV : NPV pada suku bunga i NPV : NPV pada suku bunga i Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan melihat apa yang akan terjadi terhadap usaha perikanan rajungan jika ada suatu perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya.

49 35 Metode yang digunakan dalam analisis sensitivitas adalah switching value. Perubahan yang kemungkinan dapat mempengaruhi usaha diantaranya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan harga rajungan yang menurun. Kegiatan usaha penangkapan sangat tergantung terhadap bahan bakar karena untuk setiap operasi penangkapan membutuhkan bahan bakar untuk menggerakkan kapal dan jumlahnya tidak sedikit. Harga rajungan yang menurun dapat mengakibatkan kerugian bagi semua pihak yang terkait dalam usaha perikanan rajungan ini karena menyangkut keuntungan yang didapatkan dari penjualan. 4.7 Batasan Penelitian (1) Penelitian dilakukan di Perairan Teluk Banten; (2) Alat tangkap yang menjadi bahan penelitian adalah jaring rajungan yang terdapat di Pelabuhan Karangantu, Serang, Banten; (3) Penilaian unit usaha penangkapan jaring rajungan adalah kajian mengenai peluang dan kendala pengembangan usaha, dimana penelitian ini lebih ditekankan pada analisis teknik dan finansial; (4) Aspek teknik meliputi deskripsi unit penangkapan jaring rajungan, metode pengoperasian, pola musim ikan hasil tangkapan, dan pendugaan produktivitas alat tangkap; (5) Pola musim ikan hasil tangkapan jaring rajungan yang dikaji merupakan pola musim jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan data sekunder satu tahun terakhir; (6) Analisis finansial meliputi analisis usaha dan analisis kriteria investasi; (7) Analisis usaha merupakan analisis yang berkaitan dengan analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio), analisis waktu balik modal (Payback Period), dan Return on Investment (ROI); (8) Pendapatan usaha merupakan selisih dari penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah; (9) Penerimaan total adalah hasil perkalian antara jumlah hasil tangkapan unit penangkapan jaring rajungan dengan harga hasil tangkapan per kilogram;

50 36 (10) Biaya total adalah keseluruhan biaya yang digunakan selama proses produksi atau usaha penangkapan ini berjalan, terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel; (11) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah pengeluarannya tidak tergantung kepada volume produksi, terdiri dari biaya penyusutan, biaya perawatan, SIUP, dan PASS; (12) Biaya penyusutan adalah harga pembelian dibagi dengan umur teknis, dinyatakan dalam satuan rupiah; (13) Biaya variabel adalah biaya yang jumlah pengeluarannya tergantung kepada volume produksi, terdiri atas biaya bahan bakar solar, biaya perjalanan, dan biaya penyewaan kapal; (14) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) merupakan tingkat perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total per periode tertentu; (15) Analisis waktu balik modal (PP) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menutup kembali biaya investasi dengan aliran kas yang dinyatakan dalam tahun; (16) Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan produksi yang dinyatakan dalam satuan rupiah; (17) Analisis kriteria investasi merupakan analisis yang berkaitan dengan Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR); (18) Net Present Value (NPV) merupakan proyeksi penerimaan bersih yang akan diterima untuk usaha yang akan dilakukan di masa yang akan datang dinilai pada saat sekarang pada tingkat suku bunga tertentu, dinyatakan dengan NPV > 0; (19) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan dari total present value dari keuntungan bersih (net benefit) bernilai positif dengan keuntungan bersih (net benefit) bernilai negatif, dinyatakan Net B/C > 1; (20) Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat suku bunga dari unit usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat nilai NPV sama dengan nol, dinyatakan IRR > tingkat suku bunga;

51 37 (21) Cash flow atau arus manfaat bersih tambahan yang diterima pengolah selama proyek berjalan dengan mengurangi biaya-biaya tambahan ke dalam penerimaan total tambahan pada setiap tahun proyek; (22) Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan pada dasar-dasar perhitungan biaya terhadap usaha.

52 38 5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Gambaran umum secara terperinci dijelaskan pada sub bab-sub bab berikut Letak geografis daerah penelitian Kota Serang secara geografis terletak antara 5º99 6º22 Lintang Selatan dan 106º07 106º25 Bujur Timur. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke Selatan adalah sekitar 21,7 km dan jarak terpanjang dari Barat ke Timur adalah sekitar 20 km. Sebelah Utara Kota Serang berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serang, begitu juga di sebelah Selatan dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Serang. Kota Serang mempunyai kedudukan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Banten, juga sebagai daerah alternatif dan penyangga (hinterland) ibukota negara, karena dari Kota Jakarta hanya berjarak sekitar 70 km. Wilayah Kota Serang sebagian besar adalah dataran rendah yang memiliki ketinggian kurang dari 500 m dpl dan beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi dan hari hujan banyak dengan ukuran tertinggi dalam sebulan 94 mm dan rata-rata 14 hari hujan. Sekitar akhir Tahun 2008, sebanyak 6 kecamatan memisahkan diri dari Kabupaten Serang dan mendeklarasikan terbentuknya Kota Serang, yaitu Kecamatan Curug, Serang, Cipocok, Taktakan, Kasemen, dan Walantaka. Kecamatan Kasemen yang terdiri atas sepuluh desa memiliki luas wilayah mencapai 39 km 2 dengan wilayah administrasi yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang Kabupaten Serang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Serang Kota Serang, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Keramatwatu Kabupaten Serang. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen dengan posisi geografis 06 o 02 LS 106 o 09 BT. Sejalan dengan perkembangan sejarah pemukiman nelayan, Karangantu yang pada awal

53 39 perkembangannya merupakan suatu desa pantai yang secara tradisional berkembang dari suatu kelompok pemukiman yang mendiami areal lahan di muara Kali Cibanten kemudian tumbuh dan berkembang menjadi suatu pelabuhan nelayan yang cukup besar dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar kebutuhan ikan di wilayah Provinsi Banten. PPP Karangantu memiliki batas wilayah sebagai berkut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Desa Kasunyatan - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Padak Gundul - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Margasayulu Kependudukan dan perekonomian Jumlah penduduk Kota Serang Tahun 2008 adalah jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Sex ratio antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Serang sebesar 105, artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 105 orang laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Kota Serang selama periode ( ) mencapai sekitar jiwa per kilometer persegi dimana sebagian besar penduduknya mendiami daerah perkotaan. Jumlah penduduk pada Kecamatan Kasemen sampai akhir Desember Tahun 2008 adalah jiwa, terdiri atas laki-laki 41,377 jiwa dan perempuan 38,875 jiwa dengan sex ratio sebesar 106, artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 106 orang laki-laki. Penduduk di Kecamatan Kasemen sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani orang, pedagang orang, nelayan orang, dan selebihnya bergerak di bidang jasa angkutan, ternak, kerajinan, dan industri. 5.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Berdasarkan lokasi penangkapan, perikanan di Kota Serang terbagi menjadi dua yaitu perikanan laut dan perikanan darat. Perikanan laut merupakan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan di laut, sedangkan perikanan darat merupakan kegiatan penangkapan ikan yang umumnya dilakukan di sungai dan rawa/danau.

54 40 Produksi ikan menurut lokasi penangkapan yaitu laut, sungai, dan rawa/danau dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Produksi ikan menurut lokasi penangkapan di Kota Serang Tahun 2008 No. Kecamatan Penangkapan Laut (ton) Sungai (ton) Rawa/Danau (ton) 1. Curug - 0,45-2. Walantaka - 1,35-3. Cipocok Jaya - 0,75-4. Serang - 0,45-5. Taktakan Kasemen 171,00 2,25 - Total 171,00 5,25 - Sumber: Kota Serang dalam Angka 2009 Berdasarkan Tabel 2, total produksi ikan yang dilakukan di laut lebih besar dibandingkan total produksi ikan yang dilakukan di darat. Dilihat dari keenam kecamatan yang ada di Kota Serang, hanya ada satu kecamatan yang melakukan penangkapan di laut, yaitu Kasemen, sedangkan lima kecamatan yang lain melakukan penangkapan di darat. Kecamatan Kasemen yang berada di Kota Serang, merupakan satu-satunya penghasil ikan laut sehingga dapat dikatakan Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu yang terletak di kecamatan tersebut menjadi pemasok utama ikan laut bagi Kota Serang Keadaan fasilitas Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Fasilitas di PPP Karangantu terbagi menjadi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok merupakan fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan perikanan tangkap di suatu pelabuhan. Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang berfungsi untuk meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok, sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di pelabuhan. Komposisi dan keadaan fasilitas Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu dapat dilihat dalam Tabel 3.

55 41 Tabel 3 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP Karangantu Tahun 2009 No. Fasilitas Volume Satuan Keterangan 1 Fasilitas Pokok a. Fasilitas Pelindung - Break Water - Turap b. Fasilitas Tambat c. Fasilitas Perairan (Kolam dan Alur) d. Fasilitas Penghubung - Jalan Utama - Jalan Komplek 2 Fasilitas Fungsional a. Tempat Pelelangan Ikan b. Tempat Pengepakan Ikan c. Fasilitas Navigasi Pelayaran dan Komunikasi - Telepon/Internet - Radio SSB d. Fasilitas Air Bersih - Sumur Bor - Water Treatment - Bak Air Tawar - Menara Air e. Fasilitas Es f. Fasilitas Listrik - PLN - Genset 1 - Genset 2 - Genset 3 g. Fasilitas Pemeliharaan - Bengkel h. Fasilitas Perkantoran - Kantor 1 - Kantor 2 - Kantor Pengawasan i. Fasilitas Transportasi - Kendaraan Roda 4 - Kendaraan Roda x x x , m m m m m m 2 m 2 m 2 buah buah unit unit m 3 m 3 m 2 KVA KVA KVA m 2 m 2 m 2 m 2 unit unit Rusak Baik Baik Dangkal Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Rusak Baik Baik Baik Baik Baik Baik 1 Rusak Berat

56 42 Lanjutan Tabel 3 No. Fasilitas Volume Satuan Keterangan 3 Fasilitas Penunjang a. Balai Pertemuan Nelayan b. Mess Operator c. Pos Jaga d. Mess Nelayan e. Tempat Peribadatan f. Kamar Mandi Umum g. Kios/Toko h. Kios Iptek i. WC Umum j. Garasi k. Papan Nama PPP Karangantu l. CCTV m 2 unit m 2 unit m 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m 2 unit unit Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sumber: PPP Karangantu 2009 Beberapa fasilitas pokok di PPP Karangantu mengalami kerusakan diantaranya breakwater dan kolam perairan. Breakwater dengan panjang 550 m tersebut mengalami kerusakan, sehingga kurang dapat melindingi pelabuhan dari gelombang. Kolam perairan yang digunakan sebagai akses ke luar masuknya kapal mengalami pedangkalan, sehingga kapal-kapal besar tidak dapat masuk ke dalam pelabuhan. Lokasi-lokasi fasilitas Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu dapat dilihat dalam Lampiran Perkembangan produksi dan nilai produksi di PPP Karangantu Rata-rata volume produksi hasil tangkapan per tahun yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu dari Tahun 2002 sampai dengan 2009 sebesar 1.934,75 ton dimana volume produksi tertinggi berada di Tahun Selama delapan tahun tersebut, rata-rata nilai produksi mencapai Rp ,50 dimana nilai produksi tertinggi berada di Tahun Perkembangan produksi dan nilai produksi PPP Karangantu dari Tahun 2002 sampai dengan 2009 dapat dilihat dalam Tabel 4.

57 43 Tabel 4 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan di PPP Karangantu Tahun Tahun Volume Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp 1.000) Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Karangantu pada Tahun 2003 mengalami penurunan volume produksi sebesar ton dan nilai produksi sebesar Rp ,00. Volume produksi ikan mulai mengalami kenaikan pada Tahun 2005 sebesar 869 ton dan kenaikan terbesar yaitu 235 ton terjadi di Tahun Nilai produksi mulai mengalami kenaikan sebesar Rp ,00 pada Tahun 2005 meskipun terjadi penurunan kembali pada Tahun 2006 sebesar Rp ,00. Kenaikan terbesar terjadi pada Tahun 2009 sebesar Rp ,00. Gambar 7 dan Gambar 8 memperlihatkan perkembangan produksi dan nilai produksi per tahun di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Volume (ton) y = 86,143x R² = 0, Tahun Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Gambar 7 Perkembangan produksi ikan di PPP Karangantu Tahun

58 44 Gambar 7 menunjukkan bahwa selama periode Tahun , produksi perikanan umumnya mengalami kenaikan. Hal ini diperlihatkan oleh garis trend yang cenderung meningkat. Persamaan regresi y = 86,143x dapat diartikan bahwa volume produksi akan mengalami peningkatan sebesar 86,143 ton per tahunnya. Nilai R 2 = 0,1002 dapat diartikan bahwa pengaruh variabel kenaikan tiap tahun hanya mampu menjelaskan sebesar 10% dari perubahan produksi ikan, sedangkan sisanya sebesar 90% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam perhitungan. Selama periode Tahun nilai produksi perikanan umumnya mengalami kenaikan yang ditunjukkan oleh garis trend pada Gambar 8. Persamaan regresi y = 2E+06x 4E+09 dapat diartikan bahwa setiap tahunnya nilai produksi akan mengalami peningkatan sebesar Rp ,00. Nilai R 2 = 0,6259 dapat diartikan bahwa pengaruh variabel kenaikan tiap tahun hanya mampu menjelaskan sebesar 62,59% dari perubahan nilai produksi ikan, sedangkan sisanya sebesar 37,41% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam perhitungan Nilai (Rp 1.000) y = 2E+06x - 4E+09 R² = 0, Tahun Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Gambar 8 Perkembangan nilai produksi di PPP Karangantu Tahun Perkembangan alat penangkap ikan di PPP Karangantu Secara umum, alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan lokal dan luar daerah yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Karangantu terbagi menjadi bagan, jaring insang, jaring payang, jaring rampus, jaring rajungan, jaring

59 45 dogol, dan pancing. Alat tangkap tersebut umumnya masih bersifat tradisional dan merupakan usaha penangkapan dengan skala kecil dimana operasi penangkapannya didominasi one day fishing. Tabel 5 Jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPP Karangantu Tahun Alat Tangkap Jumlah Alat Tangkap (unit) Bagan Jaring Insang Jaring Payang Jaring Rampus Jaring Rajungan Jaring Dogol Pancing Total Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Jumlah alat tangkap yang beroperasi di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu seperti yang terdapat pada Tabel 5 mengalami kenaikan secara perlahan meskipun di tahun-tahun tertentu mengalami penurunan. Satu-satunya alat tangkap yang tidak mengalami penurunan adalah jaring rajungan dimana dari tahun ke tahun jumlahnya selalu bertambah. Tahun 2004, 2007, dan 2008 bagan memiliki jumlah terbanyak dibanding dengan alat tangkap lain di PPP Karangantu sebesar 82 unit, 77 unit, dan 93 unit, sedangkan pada Tahun 2005, 2006, dan 2009 jaring rajungan memiliki jumlah terbanyak dibandingkan dengan alat tangkap lain sebesar 56 unit, 58 unit, dan 85 unit. Komposisi alat tangkap di PPP Karangantu Tahun 2009 (Gambar 9), jaring rajungan memiliki presentase terbesar yaitu 27% dan jaring payang memiliki presentase terkecil yaitu 4%. Jumlah jaring rajungan lebih besar 7% dibandingkan dengan jaring rampus dan lebih besar 15% dibandingkan dengan jaring insang. Gambar 10 menunjukkan perubahan jumlah alat tangkap di PPP Karangantu dari Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2009 dimana jumlah alat tangkap terbanyak sebesar 354 unit terjadi pada Tahun Penurunan tertinggi terjadi di Tahun 2009 sebanyak 35 unit atau 10%, sedangkan kenaikan tertinggi terjadi di Tahun 2008 sebesar 47 unit atau 15%.

60 46 Jaring Dogol 10% Pancing 6% Bagan 21% Jaring Insang 12% Jaring Rajungan 27% Jaring Payang 4% Jaring rampus 20% Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Gambar 9 Komposisi alat tangkap di PPP Karangantu Tahun 2009 Garis trend pada Gambar 10 memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah alat tangkap cenderung meningkat dengan persamaan regresi y = 10,8x Persamaan tersebut dapat diartikan bahwa setiap tahunnya jumlah alat tangkap akan meningkat sebesar 10,8 unit. Nilai R 2 = 0,4801 dapat diartikan bahwa pengaruh variabel kenaikan tiap tahun hanya mampu menjelaskan sebesar 48,01% dari perubahan jumlah alat tangkap, sedangkan sisanya sebesar 51,99% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam perhitungan. Jumlah (unit) Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 y = 10,8x R² = 0, Tahun Gambar 10 Perkembangan alat tangkap di PPP Karangantu Tahun

61 Perkembangan kapal penangkap ikan di PPP Karangantu Secara umum, kapal penangkap ikan yang beroperasi di PPP Karangantu (Tabel 6) terdiri atas perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor. Jumlah perahu tanpa motor di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu menurun dan akhirnya tidak ada di Tahun Hal ini menunjukkan bahwa nelayan-nelayan di pelabuhan tersebut mulai berkembang dari usaha kecil menuju usaha yang lebih besar. Tabel 6 Jumlah kapal penangkap ikan di PPP Karangantu Tahun Tahun Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel Jumlah Kapal (Unit) Kapal Motor (GT) < > Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Tahun 2004, jumlah perahu motor tempel mengalami penurunan, namun penurunan ini bersamaan dengan kenaikan jumlah kapal motor dengan kekuatan kurang dari 10 GT. Pada tahun yang sama, mulai ada kapal motor dengan kekuatan GT mencapai 2 unit, namun hingga tahun 2007 belum ada kapal motor dengan kekuatan lebih dari 100 GT Perkembangan nelayan di PPP Karangantu Nelayan-nelayan yang ada di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu terbagi menjadi nelayan lokal yang bertempat tinggal di sekitar pelabuhan dan nelayan luar daerah yang bertempat tinggal di pulau-pulau sekitar pelabuhan seperti Pulau Panjang. Nelayan lokal terdiri atas Suku Banten, Suku Bugis, Suku Jawa, dan orang Tegal. Jumlah nelayan di PPP Karangantu mengalami kenaikan dari Tahun 2002 sampai dengan Tahun 2009 seperti terlihat pada Tabel 7.

62 48 Tabel 7 Jumlah nelayan di PPP Karangantu Tahun Tahun Jumlah Nelayan (Orang) Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Kenaikan jumlah nelayan di PPP Karangantu terbesar terjadi pada Tahun 2008 yaitu sebanyak 310 orang atau 26%. Kenaikan jumlah nelayan dari tahun ke tahun dapat terlihat di garis trend pada Gambar 11. Garis trend tersebut menghasilkan persamaan regresi y = 105,24x , yang dapat diartikan bahwa jumlah nelayan akan mengalami peningkatan sebesar 105,24 orang pertahunnya. Nilai R 2 = 0,8033 dapat diartikan bahwa pengaruh variabel kenaikan tiap tahun hanya mampu menjelaskan sebesar 80,33% dari perubahan jumlah nelayan, sedangkan sisanya sebesar 19,67% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam perhitungan. Nelayan (orang) Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 y = 105,24x R² = 0, Tahun Gambar 11 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Karangantu Tahun

63 Musim dan daerah penangkapan ikan di PPP Karangantu Gambar 12 menunjukkan bahwa musim ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu terjadi pada Bulan November sampai dengan Desember, karena pada bulan-bulan tersebut terjadi kenaikan produksi apabila dibandingkan dengan bulan lainnya, namun musim ikan dapat mengalami perubahan sewaktu-waktu. Daerah penangkapan ikan bagi nelayan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu adalah Laut Jawa, Selat Sunda, dan perairan di sekitar Teluk Jakarta. Lamanya operasi penangkapan berkisar 1-7 hari di laut, sehingga tidak memerlukan perbekalan yang banyak Produksi (ton) Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Gambar 12 Produksi ikan rata-rata per bulan PPP Karangantu Tahun

64 50 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Teknis Analisis teknis digunakan untuk mengetahui konstruksi unit penangkapan jaring rajungan, metode pengoperasian jaring rajungan, daerah penangkapan ikan, musim penangkapan ikan, dan produktivitas. Analisis konstruksi unit penangkapan jaring rajungan dimaksudkan menggambarkan bagian-bagian, bahan-bahan, dan rancang bangun alat tangkap maupun perahu yang digunakan untuk usaha penangkapan. Metode pengoperasian jaring rajungan menggambarkan pengoperasian jaring rajungan sejak keberangkatan hingga tiba kembali di pelabuhan. Daerah dan musim penangkapan ikan menunjukkan lokasi dan waktu penangkapan yang sering dijadikan acuan oleh nelayan guna mendapatkan hasil tangkapan yang memuaskan. Produktivitas memperlihatkan efisiensi unit penangkapan jaring rajungan dari hasil yang diperoleh Deskripsi unit penangkapan jaring rajungan Unit penangkapan jaring rajungan terdiri atas alat tangkap, perahu, dan nelayan. Alat tangkap yang digunakan diantaranya jaring rajungan dan jaring payang Alat tangkap Jaring rajungan digunakan oleh nelayan setahun penuh dan nelayan penyewa kapal sepanjang tahun, sedangkan nelayan jaring rajungan-payang menggunakan jaring rajungan hanya di saat musim puncak dan musim sedang rajungan. Pada saat musim paceklik rajungan, nelayan jaring rajungan-payang menggunakan alat tangkap tambahan yaitu payang, untuk menangkap ikan teri. 1) Jaring rajungan Jaring rajungan merupakan salah satu alat tangkap di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu yang digunakan untuk menangkap rajungan di laut. Berdasarkan metode pengoperasiannya, jaring rajungan diklasifikasikan ke dalam

65 51 jaring insang dasar (set bottom single gillnet). Gambar 13 memperlihatkan jaring rajungan yang umumnya dioperasikan di PPP Karangantu. Gambar 13 Jaring Rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Secara umum, jaring rajungan yang dioperasikan di PPP Karangantu terdiri atas: (1) Badan jaring Badan jaring rajungan di PPP Karangantu umumnya terbuat dari PA monofilament dengan warna putih transparan dan memiliki diameter benang 0,3 mm. Dengan ukuran mata jaring sebesar 4 inci, jaring ini dapat menangkap rajungan. Morfologi rajungan yang memiliki capit membuat proses pelepasan rajungan dari jaring cenderung merusak jaring, sehingga badan jaring mengalami pergantian setiap sebulan sekali. Selain badan jaring, umur teknis bagian-bagian jaring lainnya mencapai 2 tahun. (2) Tali ris Tali ris pada jaring rajungan terbagi menjadi tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris yang memiliki arah pilinan Z tersebut berfungsi untuk memasang atau menggantungkan badan jaring. Kedua tali ini terbuat dari PE multifilament dengan diameter 3 mm. Tali ris atas dipasang di bawah tali pelampung, sedangkan tali ris bawah dipasang di atas tali pemberat. Tali ris

66 52 atas dan bawah memiliki panjang yang sama untuk 1 piece yaitu 200 m. (3) Pelampung dan tali pelampung Pelampung yang digunakan jaring rajungan di PPP Karangantu terbuat dari karet sandal berbentuk bulat dengan diameter 5 cm. Dalam 1 piece jaring, dipasang 70 buah pelampung dengan jarak antar pelampung yaitu 1,5 m. Tali pelampung berbahan sama dengan tali ris yaitu PE multifilament dengan diameter yang berbeda sebesar 2,5 mm dan arah pilinan S. Tali pelampung yang dibutuhkan sepanjang m untuk 5 piece jaring. (4) Pemberat dan tali pemberat Jaring rajungan menggunakan pemberat berbahan timah hitam berbentuk elips dengan panjang 1,5 cm dan diameter 0,5 cm. Satu pemberat memiliki bobot 1,8 gram dan untuk 1 piece jaring rajungan dibutuhkan pemberat timah dengan bobot total 3 kg. Pemasangan pemberat pada tali pemberat sepanjang 200 m berjarak 20 cm. Tali pemberat berbahan dan berdiameter sama dengan tali pelampung yaitu PE multifilament dengan diameter 2,5 mm. (5) Pelampung tanda dan tali pelampung tanda Pelampung tanda yang digunakan di PPP Karangantu terbuat dari styrofoam dengan batang bambu di bagian tengahnya. Styrofoam dengan panjang 20 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 30 cm dipasang tepat di bagian tengah bambu yang memiliki panjang 2 m. Biasanya di bagian atas bambu dengan panjang 2 m dan diameter 5 cm dipasang bendera sedangkan di bagian bawah dipasang tali pelampung tanda yang terbuat dari PE multifilament dengan diameter 0,6 cm dan memiliki arah pilinan Z. Tali pelampung yang digunakan sepanjang 25 m. Pelampung tanda berfungsi sebagai penanda lokasi dipasangnya jaring rajungan di laut. (6) Pemberat tambahan Jaring rajungan di PPP Karangantu menggunakan pemberat tambahan berupa batu seberat 3,5 kg. Batu diikatkan pada tali pelampung tanda sepanjang 5 m sehingga tali pelampung tanda tersebut menjadi 30 m. Pemberat tambahan tersebut berfungsi membuat jaring rajungan lebih melengkung saat setting di laut dan tidak menetap pada satu lokasi karena

67 53 akan bergerak secara perlahan yang disebabkan oleh arus. Penggunaan pemberat tambahan tersebut disesuaikan dengan tingkah laku rajungan yang apabila terkejut akan terjerat pada jaring. Jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu biasanya terdiri atas 5 piece jaring dimana 1 piece dari jaring tersebut memiliki panjang 200 m dan lebar 0,75 cm. Satu orang nelayan biasanya membawa 3 set jaring rajungan untuk satu kali operasi penangkapan rajungan. Konstruksi jaring rajungan di PPP Karangantu dapat dilihat dalam Gambar 14. Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Gambar 14 Rancang bangun jaring rajungan di PPP Karangantu

68 54 2) Jaring payang Jaring payang yang dioperasikan nelayan jaring rajungan-payang umumnya terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya sayap (wing), badan jaring (body), dan kantong (cod end). Sayap membentuk mulut pada jaring dimana mulut bagian bawah jaring lebih menonjol ke depan dibandingkan mulut bagian bawah. Bagian sayap jaring payang ini terbuat dari polyethylene (PE) dengan lebar yang sama antara sayap bagian atas dan bawah sebesar 22,5 m. Ukuran mata jaring yang digunakan pada bagian sayap adalah 12 cm. Badan jaring payang yang berbahan waring memiliki ukuran mata jaring yang lebih kecil dibandingkan bagian sayap yaitu 4 mm dan memiliki panjang 9 m. Bagian kantong jaring terbuat dari waring dengan panjang 4,5 m dan mesh size 1 mm. Konstruksi jaring payang di PPP Karangantu dapat dilihat dalam Gambar 15. Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Gambar 15 Konstruksi jaring payang di PPP Karangantu

69 55 Tali ris pada jaring payang terbagi menjadi tali ris atas dan tali ris bawah dan keduanya terbuat dari PE multifilament. Tali ris atas memiliki panjang 120 m dan berdiameter 5 mm, sedangkan tali ris bawah memiliki panjang 70 m dan berdiameter 7 mm. Tali selambar yang berbahan PE multifilament memiliki panjang 10 m dengan diameter 12 mm. Mulut jaring bagian atas dipasang pelampung yang terbuat dari bambu yang memiliki panjang 1 m dan diameter 10 cm sebanyak 7 buah dengan jarak antar pelampung sejauh 15 m. Mulut bagian bawah dipasang pemberat yang terbuat dari batu dengan bobot 1,5 kg sebanyak 15 buah dengan jarak antar pemberat sejauh 5 m Perahu Perahu yang digunakan nelayan jaring rajungan di PPP Karangantu pada saat operasi penangkapan rata-rata memiliki umur teknis selama 13 tahun tersebut tidak memiliki palkah untuk menampung hasil tangkapan. Perahu jaring rajungan terbuat dari kayu dan pada umumnya, perawatan perahu berupa pengecatan dan penggantian kayu dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun. Gambar 16 memperlihatkan perahu beserta mesin yang digunakan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu. Gambar 16 Perahu jaring rajungan di PPP Karangantu

70 56 Perahu jaring rajungan rata-rata berukuran panjang (L OA ) 9,5 m; lebar (b) 2,2 m; dan draft (d) 0,8 m dan umumnya menggunakan mesin yang bersifat outboard dengan kekuatan 20 PK. Mesin tersebut ditempatkan di bagian kiri perahu, sedangkan alat tangkap berada di bagian kanannya. Penempatan pelampung tanda dan pemberat tambahan di bagian haluan perahu dimaksudkan untuk mempermudah nelayan pada saat setting jaring rajungan di lokasi penangkapan. Kotak styrofoam digunakan oleh nelayan jaring rajungan-payang untuk menampung hasil tangkapan yang didapatkan pada saat mengoperasikan jaring payang. Konstruksi perahu jaring rajungan dapat dilihat pada Gambar 17. Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Gambar 17 Sketsa perahu jaring rajungan di PPP Karangantu

71 Nelayan Nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan di PPP Karangantu umumnya terbagi menjadi nelayan setahun penuh, nelayan penyewa kapal, dan nelayan jaring rajungan-payang. Nelayan setahun penuh merupakan nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan selama setahun penuh dan memiliki kapal beserta mesin. Nelayan penyewa kapal merupakan nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan setahun penuh, namun tidak memiliki perahu sehingga menumpang pada nelayan pemilik kapal jaring rajungan. Nelayan penyewa harus membayar iuran solar dan komisi hasil tangkapan kepada pemilik kapal. Umumnya, iuran solar dibayarkan sebesar Rp10.000,00 sebelum berangkat ke daerah penangkapan ikan (fishing ground), sedangkan komisi hasil tangkapan dibayarkan Rp2.000,00 per kg hasil tangkapan yang didapatkan. Nelayan jaring rajungan-payang merupakan nelayan yang tidak mengoperasikan jaring rajungan setahun penuh, karena pada bulan-bulan tertentu mengoperasikan alat tangkap lain yaitu jaring payang. Umumnya, nelayan jaring rajungan-payang mengoperasikan jaring payang pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli. Pada saat pengoperasian jaring payang, nelayan pemilik mempekerjakan 6 orang ABK Metode pengoperasian 1) Jaring rajungan Operasi penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu umumnya one day fishing dan berlangsung sepanjang tahun, meskipun ada beberapa nelayan yang menggunakan alat tangkap tambahan di bulan-bulan tertentu. Pengoperasian jaring rajungan terbagi menjadi lima tahap diantaranya tahap persiapan, tahap pemasangan jaring (setting), tahap penghanyutan jaring (drifting), tahap penarikan jaring (hauling), dan tahap pelepasan hasil tangkapan. Tahap persiapan yang dilakukan di fishing base sebelum berangkat ke fishing ground meliputi persiapan alat tangkap, persiapan perbekalan, dan pemeriksaan keadaan perahu serta mesin. Perbekalan yang dibiayai sendiri oleh masing-masing nelayan meliputi makanan dan minuman. Mesin perahu yang digunakan dalam usaha penangkapan jaring rajungan adalah outboard, sehingga

72 58 pada umumnya nelayan membawa solar sebanyak 12 liter menggunakan derigen untuk satu kali trip. Setelah tahap persiapan selesai, nelayan jaring rajungan berangkat menuju fishing ground yang umumnya dilakukan pada pukul WIB. Perjalanan menuju fishing ground memerlukan waktu yang berbeda-beda seperti Pulau Mujan rata-rata dibutuhkan waktu 30 menit, sedangkan Pulau Tunda 1,5 jam. Berdasarkan pada kebiasaan dan pengalaman, nelayan jaring rajungan dapat mengenali daerah-daerah penangkapan rajungan tersebut. Ketika akan tiba di fishing ground, nelayan mulai mempersiapkan jaring rajungan beserta pelampung tanda dan pemberat tambahannya. Sebelumnya, pemberat tambahan yang berupa batu telah diikatkan pada tali pelampung tanda sehingga nelayan hanya perlu mengikatkan tali tersebut pada tali ris atas jaring rajungan. Selama penurunan jaring, laju kapal dikurangi dan dipastikan tidak ada pelampung tanda di wilayah tersebut. Penurunan jaring rajungan rata-rata memerlukan waktu 5 menit dan dilakukan oleh 3 orang nelayan yang saling membantu secara bergantian dan 1 orang sebagai juru mudi. Proses penurunan diawali dengan menurunkan batu pemberat, kemudian pelampung tanda pertama diikuti dengan jaring dari piece pertama hingga piece terakhir selanjutnya diakhiri dengan pelampung tanda kedua dan batu pemberat. Pembagian kerja dari ketiga nelayan tersebut adalah satu orang nelayan bertugas menurunkan batu pemberat dan pelampung tanda pertama, satu orang nelayan bertugas menurunkan jaring dan juga memastikan jaring tersebut tidak terbelit saat diturunkan, dan satu orang nelayan bertugas menurunkan batu pemberat dan pelampung tanda kedua. Batu pemberat akan membuat jaring rajungan lebih melengkung, sehingga sesuai dengan tingkah laku rajungan jika rajungan terkejut maka akan terjerat pada jaring. Kondisi jaring rajungan pada saat pengoperasian di laut dapat dilihat pada Gambar 18. Setelah proses setting, dilakukan proses penghanyutan jaring kira-kira selama 3 jam. Selama menunggu proses drifting, nelayan melakukan proses setting beberapa jaring lainnya di lokasi yang berbeda namun tidak terlalu jauh dari lokasi awal. Setelah semua jaring rajungan yang dibawa di setting,

73 59 selanjutnya dilakukan penarikan jaring rajungan mulai dari jaring yang pertama kali di setting. Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Gambar 18 Kondisi jaring rajungan saat pengoperasian di laut Penarikan jaring rajungan umumnya diperlukan waktu 0,5 jam. Proses hauling diawali dengan mengangkat pelampung tanda dan batu pemberat pertama disusul badan jaring hingga akhirnya pelampung tanda dan batu pemberat terakhir. Pelampung tanda dan batu pemberat dilepaskan dari jaring kemudian jaring dengan hasil tangkapan yang masih terjerat dibungkus dengan jaring waring menyerupai kantong. Pelepasan hasil tangkapan tidak dilakukan di atas perahu. Hal ini dilakukan untuk mempersingkat waktu karena jaring rajungan yang dioperasikan lebih dari satu. Setelah semua jaring rajungan di angkat, nelayan menuju fishing base dan biasanya tiba pukul WIB. Di fishing base, nelayan melakukan pelepasan sekaligus penyortiran hasil tangkapan. 2) Jaring payang Operasi penangkapan jaring payang oleh nelayan jaring rajungan-payang yang umumnya one day fishing dilakukan dalam beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap pemasangan jaring (setting), tahap penarikan jaring (hauling), dan tahap pelepasan hasil tangkapan. Tahap persiapan meliputi persiapan

74 60 perbekalan seperti makanan, minuman, dan bahan bakar. Untuk satu kali operasi penangkapan jaring payang diperlukan bahan bakar sebanyak 15 liter. Setelah semua tahap persiapan selesai dilakukan, perahu diberangkatkan menuju fishing ground yang umumnya dilakukan pukul WIB. Perjalanan menuju fishing ground memerlukan waktu yang berbeda-beda seperti Pulau Tunda dibutuhkan waktu rata-rata 1,5 jam, sedangkan Perairan Teluk Banten hanya dibutuhkan waktu 30 menit. Nelayan hanya mengandalkan pengalaman dan kebiasaan yang mereka miliki dalam penentuan lokasi penangkapan. Pengoperasian jaring payang biasanya dibutuhkan 7 orang nelayan dimana 1 orang nelayan bertugas sebagai tekong, 1 orang nelayan sebagai juru mudi, dan 5 orang sebagai ABK. Di fishing ground, tekong bertugas menentukan lokasi pemasangan jaring dengan cara mencari gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan ditemukan, tekong akan menginstruksikan kepada juru mudi agar mendekati gerombolan ikan tersebut. Pemasangan jaring dilakukan melingkari gerombolan ikan dengan kecepatan perahu yang relatif pelan dan dilakukan di bagian kanan lambung perahu. Proses melingkari yang memerlukan waktu 30 menit ini diawali dengan penurunan pelampung tanda, tali selambar, badan jaring, dan tali selambar namun ujung dari tali selambar terakhir tetap berada di perahu. Penurunan jaring tersebut dilakukan oleh kelima ABK yang saling bekerja sama memastikan agar jaring tidak terbelit. Setelah perahu tiba di tempat pelampung tanda, satu orang nelayan mengangkat pelampung tanda ke perahu, kemudian penarikan dilanjutkan hingga kantong jaring diangkat ke atas perahu. Tahap penarikan jaring yang umumnya menghabiskan waktu selama 1 jam dilakukan pula oleh kelima ABK tersebut. Tahap pelepasan hasil tangkapan dilakukan dengan membuka ikatan pada kantong dan hasil tangkapan dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari styrofoam. Tahap pelepasan ini umumnya dilakukan selama 15 menit. Setelah proses pelepasan selesai, kantong jaring diikat kembali dan dipersiapkan kembali untuk setting selanjutnya. Jika hasil tangkapan yang didapatkan kurang memuaskan, maka proses setting umumnya dilakukan sebanyak 3-5 kali dalam satu kali operasi penangkapan jaring payang.

75 Daerah dan musim penangkapan ikan 1) Jaring rajungan Daerah penangkapan rajungan umumnya di Perairan Pulau Pamuyan sejauh 1,5 mil dari PPP Karangantu dan Pulau Tunda sejauh 4 mil dari PPP Karangantu. Fishing base nelayan di PPP Karangantu. Pendaratan hasil tangkapan tidak dilakukan di tempat pelelangan ikan melainkan di rumah-rumah nelayan sepanjang Sungai Cibanten. Untuk mencapai Pulau Pamuyan kira-kira dibutuhkan waktu sekitar 0,5 jam, sedangkan Pulau Tunda sekitar 2-2,5 jam. Lokasi penangkapan unit penangkapan jaring rajungan dapat dilihat dalam Gambar 19. Sumber: Dinas Hidro 1993 Gambar 19 Peta perairan Teluk Banten

76 62 Musim penangkapan jaring rajungan terbagi menjadi musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Musim puncak merupakan musim dimana jumlah rajungan yang berhasil ditangkap lebih banyak dibandingkan dengan musim lainnya dan umumnya terjadi Bulan Januari sampai dengan Bulan Februari. Musim sedang merupakan musim dengan hasil tangkapan rajungan yang tidak terlalu banyak dibawah jumlah rajungan pada saat musim puncak. Musim sedang biasanya dimulai dari Bulan November sampai dengan Bulan Desember. Musim paceklik merupakan musim dengan jumlah hasil tangkapan rajungan terkecil dibandingkan dengan musim lainnya. Musim paceklik umumnya dimulai dari Bulan Maret sampai dengan Bulan Oktober. Perkiraan musim penangkapan rajungan dapat dilihat dalam produksi rajungan rata-rata per bulan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu tahun 2009 pada Gambar 20. (Produksi (kg) Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Gambar 20 Musim rajungan di PPP Karangantu Tahun ) Jaring payang Umumnya operasional jaring payang memiliki daerah penangkapan di Pulau Tunda sejauh 4 mil dan Perairan Utara Teluk Banten. Musim penangkapan jaring payang oleh nelayan jaring rajungan-payang dilakukan pada musim paceklik rajungan yaitu Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli.

77 Produktivitas Produktivitas digunakan untuk mengukur kemampuan suatu alat tangkap dalam memperoleh hasil tangkapannya. Dalam data sekunder yang didapatkan di PPP Karangantu mengenai jaring rajungan, produktivitas yang digunakan adalah produktivitas per alat tangkap dan produktivitas per trip. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh, nilai produktivitas per alat tangkap sebesar 252,07 kg per unit. Hal ini menunjukkan bahwa satu unit jaring rajungan dapat menghasilkan 252,07 kg rajungan per tahunnya. Produktivitas per trip sebesar 7,39 kg per trip menunjukkan bahwa satu kali operasi penangkapan jaring rajungan dapat menghasilkan 7,39 kg rajungan. Hasil perhitungan produktivitas unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berdasarkan data sekunder tahun 2009 dapat dilihat dalam Tabel 8. Tabel 8 Produktivitas komponen unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berdasarkan data sekunder Tahun 2009 Komponen Unit Penangkapan Jaring Rajungan Produktivitas Produktivitas Per Alat Tangkap (kg per unit per tahun) 252,07 Produktivitas Per Trip (kg per trip) 7,39 Sumber: Diolah dari data Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009 Produktivitas komponen unit penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu juga dapat dihitung dari data primer yang didapat dari rata-rata responden. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 9), diperoleh produktivitas per alat tangkap, produktivitas per trip, dan produktivitas per nelayan yang sama antara nelayan setahun penuh dengan nelayan penyewa kapal. Produktivitas per alat tangkap sebesar 320 kg per unit per tahun menunjukkan bahwa untuk satu unit jaring rajungan dapat diperoleh 320 kg rajungan per tahunnya. Untuk produktivitas per trip sebesar 5,33 kg per trip memperlihatkan bahwa satu kali operasi penangkapan jaring rajungan dapat diperoleh 5,33 kg rajungan. Produktivitas per nelayan sebesar 960 kg per orang per tahun menunjukkan bahwa satu orang nelayan menghasilkan 960 kg rajungan per tahunnya. Nilai produktivitas per alat tangkap, produktivitas per trip, dan produktivitas per nelayan yang dihasilkan oleh nelayan jaring rajungan-payang berbeda dengan

78 64 nelayan setahun penuh dan nelayan penyewa kapal. Hal ini disebabkan nelayan jaring rajungan-payang juga mengoperasikan jaring payang, sehingga rajungan yang dihasilkan nelayan tersebut lebih kecil dibanding kelompok nelayan lainnya. Produktivitas per alat tangkap sebesar 305 kg per unit per tahun menunjukkan bahwa dari satu unit jaring rajungan didapat 305 kg rajungan, sedangkan untuk satu kali operasi penangkapan jaring rajungan diperoleh 6,78 kg rajungan. Produktivitas per nelayan sebesar 915 kg per orang per tahun menunjukkan bahwa satu orang nelayan menghasilkan 915 kg rajungan per tahunnya. Nilai produktivitas per alat tangkap yang diperoleh dari perhitungan data primer lebih besar 21-27% dibandingkan dengan perhitungan data sekunder dan nilai produktivitas per trip yang diperoleh dari perhitungan data primer lebih kecil 8-28% dibandingkan dengan perhitungan data sekunder. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan banyaknya nelayan yang tidak mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Karangantu. Tabel 9 Produktivitas komponen unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berdasarkan data primer Tahun 2010 Komponen Unit Penangkapan Jaring Rajungan Nelayan Setahun Penuh Produktivitas Nelayan Jaring Rajungan-Payang Nelayan Penyewa Kapal Produktivitas Per Alat Tangkap (kg per unit per tahun) Produktivitas Per Trip (kg per trip) 5,33 6,78 5,33 Produktivitas Per Nelayan (kg per orang per tahun) Produktivitas Per Biaya Investasi (kg per Rupiah per tahun) 0, , , Produktivitas Per Biaya Operasional (kg per Rupiah per tahun) 0, , , Sumber: Diolah dari data primer Tahun 2010 Nilai produktivitas per biaya investasi dan per biaya operasional yang dihasilkan nelayan penyewa kapal lebih besar dibandingkan nelayan setahun penuh dan nelayan jaring rajungan-payang. Produktivitas per biaya investasi yang diperoleh nelayan penyewa kapal sebesar 0, kg per rupiah per tahun menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya investasi yang dikeluarkan akan menghasilkan 0, kg rajungan per tahunnya, sedangkan produktivitas per

79 65 biaya operasional yang diperoleh nelayan penyewa kapal sebesar 0, kg per rupiah per tahun menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya operasional yang dikeluarkan akan menghasilkan 0, kg rajungan per tahunnya. Perbedaan nilai produktivitas per biaya investasi antara nelayan penyewa kapal dan nelayan setahun penuh mencapai 82%, sedangkan antara nelayan penyewa kapal dan nelayan jaring rajungan-payang mencapai 86%. Perbedaan dalam nilai produktivitas per biaya operasional antara nelayan penyewa kapal dan nelayan setahun penuh mencapai mencapai 53%, sedangkan antara nelayan penyewa kapal dan nelayan jaring rajungan-payang mencapai 82%. Hal ini disebabkan oleh komponen biaya investasi dan biaya operasional yang dimiliki nelayan penyewa kapal lebih sedikit dibandingkan nelayan setahun penuh dan nelayan jaring rajungan-payang. 6.2 Analisis Pasar Aspek pasar digunakan untuk mengetahui apakah hasil tangkapan yang dihasilkan dapat dipasarkan, berapa harganya, bagaimana pemasarannya, dan rantai pemasaran yang dihasilkan. Rajungan yang telah dilepaskan dari jaring setelah tiba di fishing base langsung dijual kepada pengumpul. Harga beli yang diberikan kepada nelayan bersifat konstan dan ditentukan oleh pengumpul/pengolah yaitu sebesar Rp22.000,00 per kg karena harga tersebut tidak akan terpengaruh oleh musim penangkapan. Pola distribusi rajungan terdiri menjadi tiga rantai pemasaran, yaitu rantai pemasaran 1 (nelayan-pengumpul rajungan-konsumen lokal), rantai pemasaran 2 (nelayan-pengolah-konsumen lokal), dan rantai pemasaran 3 (nelayan-pengolah-konsumen luar negeri). Pola distribusi rajungan dalam usaha penangkapan jaring rajungan dapat dilihat dalam Gambar 21.

80 66 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Gambar 21 Pola distribusi rajungan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 Berdasarkan Gambar 21, pada rantai pemasaran 1, pengumpul ada yang hanya bertindak sebagai pengumpul dengan langsung menjual rajungan kepada konsumen dengan nilai jual Rp35.000,00 per kg. Konsumen lokal yang membeli rajungan segar tersebut umumnya merupakan penduduk sekitar PPP Karangantu. Margin pemasaran pada rantai pemasaran 1 adalah sebesar Rp13.000,00 per kg. Pengumpul rajungan yang merupakan pengolah tersebut dapat membeli sekitar 300 kg 500 kg dari nelayan per harinya. Rantai pemasaran 2 menunjukkan bahwa pengumpul dapat bertindak sebagai pengolah dengan mengolah rajungan segar menjadi rajungan rebus dengan harga jual Rp ,00 per kg untuk konsumen lokal. Pengolahan rajungan terbagi menjadi beberapa tahap diantaranya tahap perebusan, tahap pengupasan, dan tahap pengemasan. Dalam proses pengolahan tersebut, 1 kg rajungan segar dapat dihasilkan 4 ons daging rajungan rebus, sehingga diketahui margin pemasaran untuk rajungan rebus adalah sebesar Rp26.000,00 per kg. Selain dipasarkan di dalam negeri seperti Banten dan Jakarta, produk rajungan ini

81 67 juga diekspor hingga Amerika dan Hongkong yang diperlihatkan pada rantai pemasaran Analisis Finansial Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kemungkinan pengembangan usaha penangkapan jaring rajungan. Analisis finansial dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi Analisis usaha jaring rajungan Analisis usaha memperlihatkan tingkat keberhasilan usaha unit penangkapan jaring rajungan yang telah dijalankan selama ini. Analisis usaha ini meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio), analisis waktu balik modal (Payback Period), dan analisis Return on Investment (ROI). Sebelum dilakukannya analisis usaha, perlu diketahui terlebih dahulu diantaranya biaya investasi, biaya tetap, biaya variabel, dan penerimaan usaha penangkapan jaring rajungan pada tiap kelompok nelayan Biaya investasi jaring rajungan Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan usaha penangkapan jaring rajungan. Biaya tersebut digunakan untuk pembelian alat tangkap, kapal, dan mesin. Besarnya biaya investasi pada tiap kelompok nelayan usaha penangkapan jaring rajungan berbeda-beda. Besarnya biaya investasi merupakan nilai investasi rata-rata responden yang ditanamkan pada usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu. Total investasi yang diperlukan oleh nelayan setahun penuh adalah sebesar Rp ,00 dengan nilai komponen tertinggi yaitu untuk pembelian kapal sebesar Rp ,00 atau 69,25%. Besarnya investasi dalam pembelian jaring rajungan disebabkan oleh rata-rata nelayan yang memiliki 3 unit jaring rajungan, sehingga presentase investasinya menjadi 13,44%. Komponen investasi yang digunakan nelayan setahun penuh dalam usaha penangkapan jaring rajungan dapat dilihat pada Tabel 10.

82 68 Tabel 10 Komponen investasi nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Jenis Investasi Umur Teknis Jumlah Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Kapal 13 tahun 1 unit ,00 69,25 2. Mesin 5 tahun 1 unit ,00 17,31 3. Jaring Rajungan 2 tahun 3 unit ,00 13,44 Total Investasi ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Nelayan jaring rajungan-payang mengeluarkan biaya investasi yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini disebabkan adanya pembelian jaring payang sebesar Rp ,00 atau 17,56%. Nilai komponen terendah adalah sebesar Rp ,00 atau 11,08% untuk pembelian 3 unit jaring rajungan. Pada Tabel 11 dapat diketahui komponen investasi yang digunakan nelayan jaring rajungan-payang dalam usaha penangkapan jaring rajungan. Tabel 11 Komponen investasi nelayan jaring rajungan-payang usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Jenis Investasi Umur Teknis Jumlah Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Kapal 13 tahun 1 unit ,00 57,09 2. Mesin 5 tahun 1 unit ,00 14,27 3. Jaring Rajungan 2 tahun 3 unit ,00 11,08 4. Jaring Payang 3 tahun 1 unit ,00 17,56 Total Investasi ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Total investasi yang diperlukan oleh nelayan penyewa kapal hanya sebesar Rp ,00 dimana keseluruhan biaya tersebut dikeluarkan untuk pembelian 3 unit jaring rajungan. Nelayan tersebut tidak melakukan pembelian kapal, mesin, ataupun alat tangkap lain. Komponen investasi yang digunakan nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Komponen investasi nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Investasi Umur Teknis Jumlah Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Jaring Rajungan 2 tahun 3 unit ,00 100,00 Total Investasi ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010

83 Biaya tetap jaring rajungan Biaya tetap merupakan biaya yang tidak bergantung kepada volume produksi karena biaya tersebut terus dikeluarkan, meskipun hasil produksi yang diperoleh banyak ataupun sedikit. Jika operasi penangkapan tidak dilakukan, biaya tersebut tetap harus dikeluarkan. Tiap kelompok nelayan usaha penangkapan jaring rajungan mempunyai komponen biaya tetap yang berbeda, bergantung kepada komponen investasi yang dimiliki. Besarnya biaya tetap yang digunakan oleh kelompok-kelompok nelayan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di Karangantu merupakan nilai rata-rata biaya yang dikeluarkan responden tanpa bergantung pada volume produksi selama usaha penangkapan berlangsung. Komponen biaya tetap yang dimiliki oleh nelayan setahun penuh dalam usaha penangkapan jaring rajungan diantaranya biaya penyusutan kapal, biaya penyusutan mesin, biaya penyusutan jaringa rajungan, biaya perawatan kapal, biaya perawatan mesin, biaya perawatan alat tangkap, SIUP, dan PASS. Biaya perawatan mesin dibedakan menjadi dua yaitu pembelian oli dan perbaikan mesin jika terjadi kerusakan. Komponen biaya tetap nelayan setahun penuh dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Komponen biaya tetap nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Biaya Tetap Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Penyusutan Kapal ,00 7,71 2. Penyusutan Mesin ,00 5,01 3. Penyusutan Jaring Rajungan ,00 9,72 4. Perawatan Kapal ,00 9,25 5. Perawatan Mesin (Oli) ,00 2,93 6. Perawatan Mesin (Service) ,00 4,62 7. Perawatan Jaring Rajungan ,00 60,22 8. SIUP ,00 0,23 9. PASS ,00 0,31 Total Biaya Tetap ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Total biaya tetap nelayan setahun penuh dalam usaha penangkapan jaring rajungan adalah Rp ,00 dimana nilai komponen tertinggi berupa

84 70 perawatan jaring rajungan sebesar Rp ,00 atau 60,22% disebabkan oleh jumlah jaring rajungan yang dimiliki mencapai 3 unit. Komponen biaya tetap yang dimiliki nelayan jaring rajungan-payang tidak jauh berbeda dengan komponen biaya tetap yang dimiliki nelayan setahun penuh, namun jumlahnya lebih banyak dibandingkan nelayan setahun penuh, sehingga total biaya tetap menjadi lebih besar yaitu Rp ,00. Pada Tabel 14 dapat dilihat komponen biaya tetap yang digunakan oleh nelayan jaring rajungan-payang dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu. Tabel 14 Komponen biaya tetap nelayan jaring rajungan-payang usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Biaya Tetap Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Penyusutan Kapal ,00 7,22 2. Penyusutan Mesin ,00 4,69 3. Penyusutan Jaring Rajungan ,00 9,11 4. Penyusutan Jaring Payang ,00 9,62 5. Perawatan Kapal ,00 8,66 6. Perawatan Mesin (Oli) ,00 2,74 7. Perawatan Mesin (Service) ,00 4,33 8. Perawatan Jaring Rajungan ,00 42,29 9. Perawatan Jaring Payang ,00 10, SIUP ,00 0, PASS ,00 0,29 Total Biaya Tetap ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Berdasarkan Tabel 14, perawatan jaring rajungan masih memiliki nilai tertinggi sebesar 42,29% atau Rp ,00. Dalam hal penyusutan, nilai komponen jaring payang lebih besar dibandingkan komponen yang lainnya. Dibandingkan dengan kelompok nelayan yang lain, nelayan penyewa kapal mempunyai komponen biaya tetap yang jauh lebih sedikit. Hal ini disebabkan sedikitnya komponen investasi yang dimiliki oleh nelayan penyewa kapal. Total biaya tetap nelayan tersebut yaitu sebesar Rp ,00, digunakan untuk biaya penyusutan alat tangkap dan biaya perawatan alat tangkap dimana nilai komponen tertinggi yaitu untuk perawatan jaring rajungan sebesar Rp ,00 atau

85 71 82,93%. Komponen biaya tetap nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Komponen biaya tetap nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Biaya Tetap Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Penyusutan Jaring Rajungan ,00 17,61 2. Perawatan Jaring Rajungan ,00 82,39 Total Biaya Tetap ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun Biaya variabel jaring rajungan Biaya variabel merupakan biaya tidak tetap atau bergantung kepada volume produksi, karena jika operasi penangkapan tidak dilakukan, maka biaya tersebut tidak harus dikeluarkan. Pada tiap kelompok nelayan dalam usaha penangkapan jaring rajungan, komponen biaya variabel yang digunakan berbeda-beda bergantung kepada kebutuhannya saat operasi penangkapan. Besarnya biaya variabel yang digunakan oleh kelompok-kelompok nelayan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu merupakan nilai rata-rata biaya yang dikeluarkan responden bergantung pada volume produksi selama usaha penangkapan berlangsung. Komponen biaya variabel yang dikeluarkan oleh nelayan setahun penuh terdiri dari biaya solar dan biaya ransum dengan total keseluruhan biaya sebesar Rp ,00. Biaya solar sebanyak 12 liter per trip mempunyai nilai komponen tertinggi yaitu sebesar Rp ,00 atau 79,09%. Biaya ransum merupakan biaya perjalanan berupa pembelian makanan dan minuman, sebesar Rp16.500,00 per trip. Pengeluaran biaya tidak tetap nelayan setahun penuh dalam usaha penangkapan jaring rajungan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Komponen biaya variabel nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Biaya Variabel Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Solar ,00 79,09 2. Ransum ,00 20,91 Total Biaya Variabel ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010

86 72 Nelayan jaring rajungan-payang mengeluarkan biaya variabel lebih besar dibandingkan kelompok nelayan lain yaitu sebesar Rp ,00. Besarnya biaya tersebut bersumber dari operasional yang terdiri dari operasional jaring rajungan sebesar Rp ,00 atau 30,47% dan operasional jaring payang sebesar Rp ,00 atau 69,53%. Pada operasional jaring rajungan, komponen biaya variabel terdiri dari biaya solar dan biaya ransum. Komponen biaya variabel nelayan jaring rajungan-payang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Komponen biaya variabel nelayan jaring rajungan-payang usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Biaya Variabel Biaya (Rp) Persentase (%) Operasional Jaring Rajungan 1. Solar ,00 24,09 2. Ransum ,00 6,37 Total Biaya Operasional Jaring Rajungan ,00 30,47 Operasional Jaring Payang 1. Solar ,00 10,04 2. Ransum ,00 15,77 3. Bagi Hasil ,00 43,73 Total Biaya Operasional Jaring Payang ,00 69,53 Total Biaya Variabel ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Berdasarkan Tabel 17, total biaya operasional payang yang lebih besar dibandingkan biaya operasional jaring rajungan disebabkan terdapat komponen tambahan pada operasional jaring payang yaitu bagi hasil sebesar Rp ,00 atau 43,73%. Sistem bagi hasil yang diterapkan sebesar 50% dari total pemasukan operasional jaring payang setelah dikurangi biaya solar dan biaya ransum sebesar Rp17.500,00 per ABK. Total biaya variabel yang dikeluarkan nelayan penyewa kapal adalah sebesar Rp ,00, digunakan untuk pembayaran iuran solar kepada pemilik kapal, biaya ransum, dan pembayaran komisi hasil tangkapan kepada pemilik kapal. Iuran solar diberikan kepada pemilik kapal sebesar Rp10.000,00 per trip sebagai penggantian bagi pemilik kapal dalam pembelian solar saat berangkat. Komisi hasil tangkapan berupa potongan penjualan hasil tangkapan sebesar Rp2.000,00 per kilogram. Nilai komponen tertinggi yaitu untuk pembiayaan

87 73 ransum sebesar Rp ,00 atau 44,39%. Komponen biaya variabel yang dikeluarkan nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Komponen biaya variabel nelayan penyewa dalam kapal usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Biaya Variabel Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Iuran Solar Kepada Pemilik Kapal ,00 26,91 2. Ransum ,00 44,39 3. Komisi Hasil Tangkapan Kepada Pemilik Kapal ,00 28,70 Total Biaya Variabel ,00 100,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun Penerimaan jaring rajungan Penerimaan usaha penangkapan jaring rajungan berasal dari nilai penjualan hasil tangkapan per musim penangkapan. Musim penangkapan ikan terbagi menjadi tiga yaitu (1) musim puncak, dimulai dari Bulan Januari sampai dengan Bulan Februari; (2) musim sedang, dimulai dari Bulan November sampai dengan Bulan Desember; (3) musim paceklik, dimulai dari Bulan Maret sampai dengan Bulan Oktober. Musim puncak biasanya dilakukan 30 trip, musim sedang 30 trip, dan musim paceklik 120 trip. Hasil tangkapan untuk di setiap musim memiliki jenis yang sama yaitu rajungan (Portunus pelagicus), namun jumlahnya berbeda di setiap musim dan harga jual rajungan sebesar Rp22.000,00 bersifat tetap, karena tidak dipengaruhi oleh musim. Umumnya, kelompok-kelompok nelayan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu mendapatkan hasil tangkapan di musim puncak sebanyak 23 kg, musim sedang sebanyak 5 kg, dan musim paceklik sebanyak 1 kg. Besarnya nilai penerimaan yang didapat kelompok-kelompok nelayan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu merupakan nilai rata-rata dari responden tergantung komponen-komponen penerimaan yang dimiliki. Penerimaan nelayan setahun penuh yang terdiri atas penjualan hasil tangkapan, iuran solar dari nelayan, dan komisi hasil tangkapan dari nelayan dapat dilihat pada Tabel 19. Total penerimaan yang didapatkan sebesar

88 74 Rp ,00 per tahunnya dengan penerimaan tertinggi sebesar 65,43% berasal dari penjualan hasil tangkapan. Perbedaan persentase antara penerimaan yang berasal dari komisi hasil tangkapan dengan iuran solar mencapai 1,12%. Tabel 19 Komponen penerimaan nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Komponen Penerimaan Penerimaan (Rp) 1. Penjualan Hasil Tangkapan - Musim Puncak (30 trip x 23 kg x Rp ,00/kg) ,00 - Musim Sedang (30 trip x 5 kg x Rp ,00/kg) ,00 - Musim Paceklik (120 trip x 1 kg x Rp ,00/kg) ,00 Total Penjualan Hasil Tangkapan ,00 2. Iuran Solar dari Nelayan (180 trip x 3 orang x Rp ,00/orang) ,00 Total Iuran Solar dari Nelayan ,00 3. Komisi Hasil Tangkapan dari Nelayan - Musim Puncak (30 trip x 23 kg x Rp2.000,00/kg/orang x 3 orang) ,00 - Musim Sedang (30 trip x 5 kg x Rp2.000,00/kg/orang x 3 orang) ,00 - Musim Paceklik (120 trip x 1 kg x Rp2.000,00/kg/orang x 3 orang) ,00 Total Komisi Hasil Tangkapan dari Nelayan ,00 Total Pemasukan ,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Nelayan jaring rajungan-payang memiliki komponen penerimaan sama dengan nelayan setahun penuh, namun memiliki penerimaan yang berbeda pada penjualan hasil tangkapan, karena nelayan jaring rajungan-payang melakukan dua operasi penangkapan ikan. Pengoperasian jaring payang dilakukan pada musim paceklik rajungan yaitu Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli, sehingga musim paceklik pengoperasian jaring rajungan menjadi Bulan Maret sampai dengan Bulan April dan Bulan Agustus sampai dengan Bulan Oktober. Penerimaan total yang didapatkan nelayan jaring rajungan-payang adalah Rp ,00 per tahunnya. Hasil tangkapan payang berupa teri menghasilkan penerimaan sebesar Rp ,00 atau 57,17% sedangkan penjualan rajungan hanya menghasilkan Rp ,00 atau 29,06%. Komponen-komponen penerimaan nelayan jaring rajungan-payang dapat dilihat dalam Tabel 20.

89 75 Tabel 20 Komponen penerimaan nelayan jaring rajungan-payang usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Komponen Penerimaan Jumlah Operasional Jaring Rajungan 1. Penjualan Hasil Tangkapan - Musim Puncak (30 trip x 23 kg x Rp22.000,00/kg) ,00 - Musim Sedang (30 trip x 5 kg x Rp22.000,00/kg) ,00 - Musim Paceklik (75 trip x 1 kg x Rp22.000,00/kg) ,00 Total Penjualan Hasil Tangkapan ,00 2. Iuran Solar dari Nelayan (135 trip x 3 orang x Rp10.000,00/orang) ,00 Total Iuran Solar dari Nelayan ,00 3. Komisi Hasil Tangkapan dari Nelayan - Musim Puncak (30 trip x 23 kg x Rp2.000,00/kg/orang x 3 orang) ,00 - Musim Sedang (30 trip x 5 kg x Rp2.000,00/kg/orang x 3 orang) ,00 - Musim Paceklik (75 trip x 1 kg x Rp2.000,00/kg/orang x 3 orang) ,00 Total Komisi Hasil Tangkapan dari Nelayan ,00 Total Pemasukan Operasional Jaring Rajungan ,00 Operasional Jaring Payang 1. Penjualan Hasil Tangkapan (45 trip x 80 kg x Rp11.000,00/kg) ,00 Total Pemasukan Operasional Jaring Payang ,00 Total Pemasukan ,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Komponen penerimaan yang dihasilkan nelayan penyewa kapal lebih sedikit dibandingkan dengan nelayan setahun penuh dan nelayan jaring rajungan-payang yaitu hanya penjualan hasil tangkapan dengan total Rp ,00 per tahunnya. Hal ini dikarenakan nelayan penyewa kapal hanya mengoperasikan jaring rajungan selama setahun penuh. Pada musim puncak, nelayan penyewa kapal mendapatkan penerimaan sebesar Rp ,00 atau 72% dari total seluruh pendapatan yang didapat. Komponen-komponen penerimaan nelayan penyewa kapal dapat dilihat dalam Tabel 21. Tabel 21 Komponen penerimaan nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 No. Komponen Penerimaan Penerimaan (Rp) 1. Penjualan Hasil tangkapan - Musim Puncak (30 trip x 23 kg x Rp22.000,00/kg) ,00 - Musim Sedang (30 trip x 5 kg x Rp22.000,00/kg) ,00 - Musim Paceklik (120 trip x 1 kg x Rp22.000,00/kg) ,00 Total Pemasukan ,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010

90 Kriteria analisis usaha (1) Analisis pendapatan usaha Analisis pendapatan usaha digunakan untuk mengetahui keuntungan yang didapatkan usaha penangkapan jaring rajungan per tahunnya. Setiap kelompok nelayan memiliki jumlah keuntungan yang berbeda-beda karena dalam perhitungan keuntungan dipengaruhi komponen total biaya dan komponen penerimaan. Analisis pendapatan usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan dapat dilihat dalam Tabel 22. Tabel 22 Nilai keuntungan usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 Kelompok Nelayan Keuntungan (Rp) Nelayan Setahun Penuh ,00 Nelayan Jaring Rajungan-Payang ,67 Nelayan Penyewa Kapal ,00 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Nelayan setahun penuh usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu mendapatkan total penerimaan sebesar Rp ,00 per tahun, sedangkan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 per tahun. Total biaya tersebut terdiri atas total biaya tetap sebesar Rp ,00 atau 48% dan biaya variabel sebesar Rp ,00 atau 52%. Berdasarkan uraian tersebut, usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu memperoleh keuntungan sebesar Rp ,00 per tahunnya, sehingga diketahui keuntungan per bulan sebesar Rp ,00. Total penerimaan yang didapatkan nelayan jaring rajungan-payang di PPP Karangantu sebesar Rp ,00 per tahun dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 per tahun. Total biaya yang dikeluarkan tersebut terbagi menjadi Rp ,00 atau 28% untuk biaya tetap dan Rp ,00 atau 72% untuk biaya variabel. Dengan melakukan perhitungan dari uraian tersebut, didapatkan keuntungan sebesar Rp ,67 per tahunnya untuk nelayan rajugan-payang dan diketahui keuntungan per bulan sebesar Rp ,39. Nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan memperoleh total penerimaan sebesar Rp ,00 per tahun dan total biaya

91 77 yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 per tahun. Total biaya tersebut terdiri atas biaya tetap sebesar Rp ,00 atau 58% dan biaya variabel sebesar Rp ,00 atau 42%. Berdasarkan perhitungan dari uraian tersebut, diperoleh keuntungan nelayan penyewa kapal adalah sebesar Rp ,00 dan diketahui keuntungan per bulan sebesar Rp ,00. Nelayan setahun penuh dan nelayan jaring rajungan-payang memiliki persentase biaya tetap lebih kecil dibandingkan biaya variabel, sedangkan nelayan penyewa kapal memiliki persentase biaya tetap lebih besar dibandingkan dengan biaya variabel. Hal ini disebabkan tidak adanya pembelian solar oleh nelayan penyewa kapal. Nelayan jaring rajungan-payang di PPP Karangantu menghasilkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan nelayan setahun penuh dan nelayan penyewa kapal. Hal ini disebabkan oleh banyaknya komponen penerimaan yang dimiliki nelayan jaring rajungan-payang. Keuntungan yang didapatkan nelayan jaring rajungan-payang lebih besar 75,04% dibanding dengan nelayan setahun penuh dan lebih besar 75,17% dibandingkan dengan nelayan penyewa kapal. Keuntungan terendah dihasilkan oleh nelayan penyewa kapal, karena hanya memiliki satu komponen penerimaan yaitu penjualan hasil tangkapan. (2) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio) Analisis imbangan penerimaan dan biaya digunakan untuk mengetahui seberapa besar biaya yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan jaring rajungan sehingga dapat memberikan sejumlah keuntungan dari penerimaan yang didapat. Analisis R/C menggunakan perbandingan antara jumlah penerimaan yang didapat per tahun dengan total biaya yang dikeluarkan per tahun (Djamin Z 1984). Analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan dapat dilihat dalam Tabel 23.

92 78 Tabel 23 Nilai Revenue-Cost Ratio usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 Kelompok Nelayan Revenue-Cost Ratio Nelayan Setahun Penuh 1,19 Nelayan Jaring Rajungan-Payang 1,42 Nelayan Penyewa Kapal 1,32 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Penerimaan yang didapat nelayan setahun penuh sebesar Rp ,00 per tahunnya, sedangkan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 per tahun. Berdasarkan perbandingan antara total penerimaan dan total biaya maka diperoleh nilai R/C sebesar 1,19. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,19. Nelayan jaring rajungan-payang di PPP Karangantu mendapatkan total penerimaan sebesar Rp ,00 per tahun dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 per tahun. Berdasarkan perhitungan dari uraian tersebut maka diperoleh nilai R/C sebesar 1,42. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh nelayan jaring rajungan-payang akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,42. Total penerimaan yang diperoleh nelayan penyewa kapal di PPP Karangantu adalah sebesar Rp ,00 per tahun, sedangkan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 per tahun. Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh nilai R/C sebesar 1,32. Nilai ini dapat diartikan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp1,32. Nilai R/C yang dihasilkan nelayan jaring rajungan-payang lebih besar 16% dibandingkan dengan nelayan setahun penuh dan lebih besar 7% dibandingkan dengan nelayan penyewa kapal. Hal ini disebabkan oleh total penerimaan yang diperoleh nelayan jaring rajungan-payang paling besar dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya. (3) Analisis waktu balik modal (Payback Period) Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang

93 79 dibutuhkan untuk menutupi biaya investasi dengan seluruh pendapatan usaha dalam hitungan tahun (Umar 2007). Analisis waktu balik modal (Payback Period) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan dapat dilihat dalam Tabel 24. Tabel 24 Nilai Payback Period usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 Kelompok Nelayan Payback Period Nelayan Setahun Penuh 3,68 Nelayan Jaring Rajungan-Payang 1,11 Nelayan Penyewa Kapal 0,65 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Nelayan setahun penuh dalam usaha penangkapan jaring rajungan menggunakan biaya investasi sebesar Rp ,00 dan keuntungan yang didapatkan sebesar Rp ,00 per tahunnya. Dengan membandingkan antara biaya investasi dan jumlah keuntungan yang didapat maka diperoleh nilai Payback Period sebesar 3,68. Hal ini berarti bahwa dibutuhkan waktu selama 3,68 tahun untuk pengembalian biaya investasi menggunakan seluruh pendapatan usaha yang didapat. Nelayan jaring rajungan-payang dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu menggunakan modal investasi sebesar Rp ,00 dan keuntungan yang didapat sebesar Rp ,67. Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh nilai Payback Period sebesar 1,11. Nilai ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal investasi adalah 1,11 tahun menggunakan seluruh pendapatan usaha yang didapat. Modal investasi yang dikeluarkan nelayan penyewa kapal hanya untuk pembelian alat tangkap yaitu sebesar Rp ,00, sedangkan keuntungan yang didapat per tahunnya sebesar Rp ,00. Berdasarkan uraian tersebut maka diperoleh nilai Payback Period sebesar 0,65. Nilai ini dapat diartikan bahwa dibutuhkan waktu 0,65 tahun untuk pengembalian modal investasi menggunakan seluruh pendapatan usaha yang diperoleh. Waktu yang diperlukan nelayan penyewa kapal untuk pengembalian modal investasi paling sedikit dibandingkan dengan nelayan setahun penuh dan nelayan

94 80 jaring rajungan-payang. Hal ini disebabkan komponen investasi yang dimiliki nelayan penyewa kapal paling sedikit dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya. Waktu yang dibutuhkan nelayan jaring rajungan-payang untuk pengembalian modal investasi lebih sedikit dibandingkan dengan nelayan setahun penuh, meskipun komponen investasi yang dimiliki nelayan jaring rajunganpayang paling banyak dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya. Hal ini disebabkan total penerimaan nelayan jaring rajungan-payang lebih banyak dibandingkan dengan nelayan setahun penuh. (4) Return on Investment (ROI) Return on investment (ROI) menunjukkan besarnya perbandingan keuntungan yang diperoleh dengan investasi yang ditanamkan (Rangkuti 2001). Analisis return on investment usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan dapat dilihat dalam Tabel 25. Tabel 25 Nilai Return on Investment usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 Kelompok Nelayan Return on investment (%) Nelayan Setahun Penuh 27,19 Nelayan Jaring Rajungan-Payang 89,81 Nelayan Penyewa Kapal 154,19 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Perhitungan ROI usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh di PPP Karangantu adalah 27,19%. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap rupiah yang ditanamkan sebagai modal investasi akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,2719. Nilai ROI yang dihasilkan nelayan jaring rajungan-payang lebih besar dibandingkan dengan nelayan setahun penuh yaitu sebesar 89,81% dimana nilai tersebut dapat diartikan bahwa setiap rupiah modal investasi yang ditanamkan nelayan jaring rajungan-payang akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp0,8981. Nelayan penyewa kapal menghasilkan nilai ROI tertinggi dibandingkan kelompok nelayan lainnya yaitu sebesar 154,19% yang dapat diartikan bahwa setiap rupiah yang ditanamkan sebagai modal investasi akan memberikan keuntungan kepada nelayan penyewa kapal sebesar Rp1,541. Hal ini

95 81 disebabkan komponen investasi yang dimiliki nelayan penyewa kapal lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya Analisis kriteria investasi Analisis kriteria investasi digunakan untuk menilai usaha penangkapan jaring rajungan serta membuat keputusan usaha tersebut layak atau tidak dijalankan. Asumsi-asumsi dasar perlu digunakan untuk membatasi permasalahan yang ada pada usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu dalam perhitungan analisis kriteria investasi. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya: (1) Analisis yang dilakukan merupakan usaha yang baru dijalankan umur kegiatan ditentukan 5 tahun, karena umur teknis untuk investasi mesin baru dan perahu bekas yang umumnya digunakan nelayan jaring rajungan di PPP Karangantu adalah 5 tahun; (2) Tahun pertama proyek dimulai Tahun 2009 dengan penilaian investasi dinilai tahun sebelumnya (tahun ke-0) dan penggantian investasi berikutnya menggunakan barang baru dan harga baru; (3) Sumber yang digunakan nelayan jaring rajungan di PPP Karangantu umumnya adalah modal sendiri; (4) Hasil tangkapan yang masuk perhitungan adalah rajungan (Portunus pelagicus) dan teri (Stolephorus sp.); (5) Setiap kelompok nelayan melakukan jumlah trip yang sama dalam satu tahun dengan sistem pengoperasian one day fishing; (6) Perahu yang digunakan dalam pengoperasian jaring rajungan dan jaring payang adalah perahu yang sama; (7) Harga ikan hasil tangkapan merupakan harga yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan jaring rajungan di PPP Karangantu dan harga tersebut bersifat konstan; (8) Discount factor yang digunakan sebesar 20% merupakan tingkat suku bunga per tahun yang berlaku tahun 2009; (9) Kebutuhan bahan bakar solar dan oli meningkat 2% per tahun proyek. Hal ini disebabkan oleh umur teknis mesin yang semakin tua sehingga kebutuhan bahan bakar solar dan oli meningkat.

96 82 Analisis kriteria investasi usaha unit penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu menggunakan beberapa kriteria diantaranya Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). (1) Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya (Kadariah et al. 1999). Analisis ini bertujuan mengetahui tingkat keuntungan yang didapatkan oleh unit usaha penangkapan jaring rajungan per tahunnya jika dilihat pada saat sekarang. Analisis Net Present Value (NPV) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan dapat dilihat dalam Tabel 26. Tabel 26 Nilai Net Present Value (NPV) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 Kelompok Nelayan Net Present Value (Rp) Nelayan Setahun Penuh ,71 Nelayan Jaring Rajungan-Payang ,28 Nelayan Penyewa Kapal ,89 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Perhitungan dengan analisis kriteria investasi untuk usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu oleh nelayan setahun penuh, diperoleh nilai NPV sebesar Rp ,71 dengan discount factor sebesar 20%. Nilai ini berarti bahwa selama tahun usaha penangkapan jaring rajungan, nelayan setahun penuh akan mendapatkan total keuntungan sebesar Rp ,71 apabila dilihat pada saat sekarang. Berdasarkan perhitungan tersebut pula, nilai NPV yang didapatkan nelayan jaring rajungan-payang adalah sebesar Rp ,28. Nilai ini dapat diartikan bahwa selama tahun penangkapan jaring rajungan, nelayan jaring rajungan-payang akan mendapatkan total keuntungan sebesar Rp ,28 apabila dilihat pada saat sekarang. Dalam analisis kriteria investasi, usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan penyewa kapal menghasilkan nilai NPV sebesar Rp ,89. Nilai ini berarti bahwa akan didapatkan total keuntungan sebesar Rp ,89 selama tahun penangkapan jaring rajungan, apabila dilihat pada saat sekarang.

97 83 Nilai NPV tertinggi dihasilkan oleh nelayan jaring rajungan-payang yaitu sebesar Rp ,28. Nilai NPV tersebut lebih besar 91% dibandingkan dengan nilai NPV yang dihasilkan nelayan setahun penuh dan lebih besar 71% dibandingkan nilai NPV yang dihasilkan nelayan penyewa kapal. Hal ini disebabkan adanya total penerimaan nelayan jaring rajungan-payang dengan dua jenis operasi penangkapan ikan yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya. (2) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) bertujuan mengetahui tingkat keuntungan yang didapatkan usaha penangkapan jaring rajungan dari tingkat biaya tertentu yang dikeluarkan. Analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan dapat dilihat dalam Tabel 27. Tabel 27 Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 Kelompok Nelayan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Nelayan Setahun Penuh 1,24 Nelayan Jaring Rajungan-Payang 3,16 Nelayan Penyewa Kapal 5,33 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Perbandingan net benefit positif dengan net benefit negatif pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh menghasilkan nilai Net B/C sebesar 1,24. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan selama umur proyek akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 1,24 pada tingkat suku bunga 20% per tahun. Dalam analisis kriteria investasi, usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang menghasilkan nilai Net B/C sebesar 3,16. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan selama umur usaha akan memberikan keuntungan sebesar Rp3,16. Berdasarkan perhitungan tersebut pula didapatkan nilai Net B/C untuk usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan penyewa kapal sebesar 5,33 yang mengartikan bahwa setiap satu rupiah biaya

98 84 yang dikeluarkan selama umur usaha akan memberikan keuntungan sebesar Rp5,33. Nelayan penyewa kapal menghasilkan nilai Net B/C tertinggi yaitu mencapai 5,33. Nilai Net B/C tersebut lebih besar 41% dibandingkan dengan nilai Net B/C yang dihasilkan nelayan jaring rajungan-payang dan lebih besar 77% dibandingkan dengan nilai Net B/C yang dihasilkan nelayan setahun penuh. Hal ini disebabkan sedikitnya biaya yang dikeluarkan oleh nelayan penyewa kapal dalam usaha penangkapan jaring rajungan dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya. (3) Internal Rate of Return (IRR) Analisis Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang didapatkan usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu dari investasi yang ditanamkan. Analisis Internal Rate of Return (IRR) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan dapat dilihat dalam Tabel 28. Tabel 28 Nilai Internal Rate of Return (IRR) usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 Kelompok Nelayan Internal Rate of Return (%) Nelayan Setahun Penuh 30,10 Nelayan Jaring Rajungan-Payang 103,06 Nelayan Penyewa Kapal 195,26 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Internal rate of return yang dihasilkan dari analisis kriteria investasi pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh adalah sebesar 30,10% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan akibat investasi yang ditanamkan selama umur proyek adalah sebesar 30,10% per tahun. Pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang didapatkan nilai IRR sebesar 103,06% per tahun yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan akibat investasi yang ditanamkan selama umur proyek adalah sebesar 103,06% per tahun. Berdasarkan perhitungan tersebut pula, usaha penangkapan jaring rajungan oleh

99 85 nelayan penyewa kapal mendapatkan nilai IRR sebesar 195,26% yang dapat diartikan bahwa keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan penyewa kapal akibat investasi yang ditanamkan selama umur proyek adalah sebesar 195,26% per tahun. Nelayan penyewa kapal menghasilkan nilai IRR tertinggi yaitu mencapai 195,26% per tahun. Nilai IRR tersebut lebih besar 47% dibandingkan dengan nilai IRR yang dihasilkan nelayan jaring rajungan-payang dan lebih besar 85% dibandingkan dengan nilai IRR yang dihasilkan nelayan setahun penuh. Besarnya nilai tersebut disebabkan oleh nelayan penyewa kapal yang hanya mempunyai satu komponen investasi yaitu pembelian alat tangkap, sehingga biaya tetap yang dikeluarkan pun menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya. Berdasarkan analisis investasi terhadap ketiga kelompok nelayan jaring rajungan di PPP Karangantu, ketiganya memperoleh nilai NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > tingkat suku bunga yang berlaku, sehingga dapat dikatakan usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh, nelayan jaring rajungan-payang, dan nelayan penyewa kapal layak untuk dikembangkan. 6.4 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh yang terjadi akibat perubahan harga input yang akan berdampak pada nilai output diakhir perhitungan. Dalam penelitian ini, faktor yang akan dianalisis adalah perubahan harga solar dan perubahan harga jual hasil tangkapan. (1) Nelayan setahun penuh Analisis sensitivitas dengan metode switching value pada nelayan setahun penuh menggunakan faktor perubahan harga solar 13,3% dan harga hasil tangkapan 7,3%. Perhitungan analisis sensitivitas usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh dengan perubahan harga solar dapat dilihat dalam Tabel 29.

100 86 Tabel 29 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 13,3% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh Tahun 2009 No. Kriteria Investasi Sebelum Kenaikan Harga Solar Sesudah Kenaikan Harga Solar Perubahan 1. NPV (Rp) , , ,67 2. Net B/C 1,24 0,99 0,25 3. IRR (%) 30,10 19,75 10,35 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar sebesar 13,3% dari Rp5.200,00 menjadi Rp5.892,00 menghasilkan nilai NPV yang dihasilkan menurun menjadi Rp ,96 dengan perubahan sebesar Rp ,67. Nilai Net B/C yang dihasilkan menjadi 0,99 dengan perubahan sebesar 0,25, sedangkan nilai IRR yang dihasilkan berubah 10,35% menjadi 19,75%. Berdasarkan nilai NPV < 0, Net B/C < 1, dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 20%, maka dapat dikatakan usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh menjadi tidak layak dikembangkan pada harga solar sebesar Rp5.892,00. Tabel 30 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual hasil tangkapan sebesar 7,3% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh Tahun 2009 No. Kriteria Investasi Sebelum Penurunan Harga Hasil Tangkapan Sesudah Penurunan Harga Hasil Tangkapan Perubahan 1. NPV (Rp) , , ,17 2. Net B/C 1,24 0,99 0,25 3. IRR (%) 30,10 19,76 10,34 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual hasil tangkapan yaitu rajungan sebesar 7,3% dari Rp22.000,00 menjadi Rp20.394,00 yang diperlihatkan Tabel 30 menunjukkan nilai NPV yang dihasilkan berubah sebesar Rp ,17 menjadi Rp ,46. Nilai Net B/C yang dihasilkan menjadi 0,99 dengan perubahan sebesar 0,25, sedangkan nilai IRR yang dihasilkan menurun sebesar 10,34% menjadi 19,76%. Berdasarkan uraian

101 87 tersebut, nilai NPV < 0, Net B/C < 1, dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 20%, maka dapat dikatakan usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh menjadi tidak layak dikembangkan pada harga rajungan sebesar Rp20.394,00. Hasil perhitungan analisis sensitivitas tersebut menunjukkan bahwa usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh sangat sensititif terhadap kenaikan harga solar dan penurunan harga hasil tangkapan. Hal ini ditunjukkan oleh presentase perubahan harga solar dan harga hasil tangkapan yang kurang dari 50%. (2) Nelayan jaring rajungan-payang Analisis sensitivitas pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang juga menggunakan faktor perubahan harga solar dan perubahan harga hasil tangkapan. Perhitungan analisis sensitivitas usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang dengan perubahan harga solar sebesar 158% dapat dilihat dalam Tabel 31. Tabel 31 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 158% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang Tahun 2009 No. Kriteria Investasi Sebelum Kenaikan Sesudah Kenaikan Perubahan Harga Solar Harga Solar 1. NPV (Rp) , , ,40 2. Net B/C 3,16 0,99 2,17 3. IRR (%) 103,06 19,75 83,32 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Perhitungan analisis sensitivitas pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang dengan kenaikan harga solar sebesar 158% dari Rp5.200,00 menjadi Rp13.416,00 membuat nilai NPV menurun sebesar Rp ,40 dari Rp ,28 menjadi Rp ,13. Nilai Net B/C berubah sebesar 2,17 menjadi 0,99 sedangkan nilai IRR yang dihasilkan menurun menjadi 19,75% dengan perubahan 83,32%. Berdasarkan perhitungan analisis tersebut, usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang dengan harga solar Rp13.416,00 dapat dikatakan menjadi tidak layak untuk

102 88 dikembangkan, karena nilai NPV < 0, Net B/C < 1, dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 20%. Perhitungan analisis sensitivitas pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang dengan perubahan harga jual hasil tangkapan berupa rajungan dan teri sebesar 41,4% dapat dilihat dalam Tabel 32. Tabel 32 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual hasil tangkapan sebesar 41,4% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang Tahun 2009 No. Kriteria Investasi Sebelum Penurunan Harga Hasil Tangkapan Sesudah Penurunan Harga Hasil Tangkapan Perubahan 1. NPV (Rp) , , ,10 2. Net B/C 3,16 0,99 2,17 3. IRR(%) 103,06 19,69 83,38 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual hasil tangkapan sebesar 41,4% yang membuat harga rajungan dari Rp ,00 berubah menjadi Rp12.892,00 dan harga teri dari Rp11.000,00 menjadi Rp6.446,00 menghasilkan nilai NPV sebesar Rp ,82 dengan perubahan sebesar Rp ,10. Nilai Net B/C berubah menjadi 0,99 dengan perubahan sebesar 2,17, sedangkan nilai IRR berubah sebesar 83,38% menjadi 19,69%. Berdasarkan uraian tersebut, apabila harga jual hasil tangkapan mengalami penurunan sebesar 41,4% akan membuat usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang menjadi tidak layak untuk dikembangkan karena nilai NPV < 0, Net B/C < 1, dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 20%. Hasil perhitungan analisis sensitivitas tersebut menunjukkan bahwa usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang sensitif terhadap penurunan harga hasil tangkapan karena presentase perubahan harga tersebut kurang dari 50%. Sebaliknya, nelayan jaring rajungan-payang tidak sensitif terhadap kenaikan harga solar karena presentase perubahan harga pada perhitungan tersebut lebih dari 50%. Usaha penangkapan oleh nelayan jaring rajungan-payang tidak terpengaruh oleh kenaikan harga solar karena komponen

103 89 pemasukan yang dimiliki lebih banyak dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya. (3) Nelayan penyewa kapal Perhitungan analisis sensitivitas pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan penyewa kapal hanya menggunakan faktor perubahan harga jual hasil tangkapan yang dapat dilihat dalam Tabel 33. Tabel 33 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual hasil tangkapan sebesar 22,6% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan penyewa kapal Tahun 2009 No. Kriteria Investasi Sebelum Penurunan Harga Hasil Tangkapan Sesudah Penurunan Harga Hasil Tangkapan Perubahan 1. NPV (Rp) , , ,62 2. Net B/C 5,33 0,99 4,33 3. IRR (%) 195,26 19,59 175,67 Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual hasil tangkapan sebesar 22,6% yang merubah harga rajungan dari Rp ,00 menjadi Rp17.028,00 menghasilkan nilai NPV sebesar Rp ,73 dengan perubahan Rp ,62. Nilai Net B/C berubah sebesar 4,33 menjadi 0,99 sedangkan nilai IRR yang dihasilkan menjadi 19,59% dengan perubahan sebesar 175,67%. Berdasarkan uraian perhitungan tersebut, usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan penyewa kapal dengan harga jual rajungan sebesar Rp17.028,00 dapat dikatakan menjadi tidak layak untuk dikembangkan karena nilai NPV < 0, Net B/C <1, dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 20%. Presentase penurunan harga hasil tangkapan yang kurang dari 50% menunjukkan bahwa usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan penyewa kapal sensitif terhadap penurunan harga hasil tangkapan.

104 Pembahasan Aspek teknik Secara teknik unit penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu berbeda dengan unit penangkapan jaring rajungan di daerah lain, yaitu terdapat perbedaan pada konstruksi alat dan jenis nelayan yang mengoperasikannya. Umumnya, jaring rajungan yang digunakan di PPP Karangantu memiliki ukuran 5 piece dengan panjang 1 piece sama dengan 200 m dalam satu setnya dan memiliki pemberat tambahan yang diikatkan pada tali pelampung tanda. Pemberat tambahan yang berupa batu tersebut berguna untuk membuat jaring rajungan lebih melengkung saat setting di laut dan tidak menetap pada satu lokasi karena akan bergerak secara perlahan yang disebabkan oleh arus. Penggunaan pemberat tambahan tersebut disesuaikan dengan tingkah laku rajungan yang apabila terkejut akan terjerat pada jaring. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Miskiya (2003) bahwa pemberat tambahan berfungsi sebagai jangkar agar jaring rajungan yang telah terpasang tidak berpindah tempat atau hanyut terbawa arus. Satu orang nelayan biasanya membawa tiga set jaring rajungan ketika melakukan operasi penangkapan jaring rajungan. Perahu yang digunakan dalam pengoperasian jaring rajungan memiliki mesin yang bersifat outboard. Nelayan pada usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu terbagi menjadi tiga yaitu nelayan setahun penuh, nelayan penyewa kapal, dan nelayan jaring rajungan-payang. Nelayan setahun penuh merupakan nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan selama setahun penuh dan memiliki kapal beserta mesin. Nelayan penyewa kapal merupakan nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan setahun penuh, namun tidak memiliki perahu, sehingga menumpang pada nelayan pemilik kapal jaring rajungan dengan memberikan beberapa iuran kepada pemilik kapal. Operasi penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu umumnya bersifat one day fishing dengan melakukan pelepasan hasil tangkapan di fishing base. Pada umumnya, musim puncak rajungan biasanya dimulai dari Bulan Januari hingga Bulan Februari; musim sedang biasanya dimulai dari Bulan November

105 91 sampai dengan Bulan Desember; dan musim paceklik umumnya dimulai dari Bulan Maret sampai dengan Bulan Oktober. Produktivitas rajungan per alat tangkap, per trip, dan per nelayan yang dihasilkan unit penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh umumnya sama dengan nelayan penyewa kapal. Produktivitas per biaya investasi dan produktivitas per biaya operasional, nelayan penyewa kapal memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nelayan setahun penuh, karena komponen investasi dan biaya operasional yang dimiliki nelayan setahun penuh lebih banyak dibandingkan dengan nelayan penyewa kapal Aspek pasar Pola distribusi rajungan terbagi menjadi tiga rantai pemasaran, yaitu rantai pemasaran 1 (nelayan-pengumpul rajungan-konsumen lokal), rantai pemasaran 2 (nelayan-pengolah-konsumen lokal), dan rantai pemasaran 3 (nelayan-pengolahkonsumen luar negeri). Harga jual rajungan dari nelayan ke pengumpul/pengolah ditentukan oleh pengumpul/pengolah dan bersifat konstan karena tidak dipengaruhi musim penangkapan. Penentuan harga tersebut dapat merugikan nelayan karena seharusnya nelayan dapat memperoleh harga jual yang lebih menguntungkan dilihat dari rajungan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Konsumen rajungan terdiri atas konsumen lokal seperti Jakarta dan konsumen luar negeri seperti Amerika dan Hongkong. Pemasaran di lokal dapat berupa rajungan segar dan rajungan rebus sedangkan pemasaran di luar negeri hanya dalam bentuk rajungan rebus Aspek finansial Analisis usaha menunjukkan usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh, nelayan jaring rajungan-payang, dan nelayan penyewa kapal layak untuk dikembangkan, karena ketiga kelompok tersebut memperoleh total penerimaan lebih besar daripada total biaya dan nilai Revenue Cost Ratio > 1. Pada analisis usaha, diketahui keuntungan per bulan ketiga kelompok nelayan tersebut tergolong rendah, sehingga diperlukan adanya pengawasan dalam penentuan harga hasil tangkapan karena harga hasil tangkapan sangat berpengaruh

106 92 kepada penerimaan. Apabila keuntungan tersebut dibagi dengan jumlah tanggungan keluarga nelayan yang umumnya rata-rata berjumlah 4 orang, besarnya nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tingkat Upah Minimum Regional (UMR) Kota Serang Tahun 2010 yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini dapat diartikan bahwa kehidupan nelayan jaring rajungan di PPP Karangantu tergolong miskin yang dapat terlihat jelas pada kondisi pemukiman nelayan jaring rajungan yang tergolong kumuh. Pemukiman nelayan tersebut umumnya terdiri dari rumah-rumah semi permanen yang terbuat dari kayu atau bambu. Selain itu, rumah-rumah tersebut dihuni oleh 2-3 kepala keluarga. Perhitungan keuntungan nelayan terhadap tingkat UMR dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Perhitungan keuntungan ketiga kelompok nelayan pada usaha penangkapan jaring rajungan dibandingkan dengan jumlah tanggungan keluarga Kelompok Nelayan Keuntungan per Keuntungan per Jumlah UMR Bulan (Rp) Tanggungan Keluarga (Rp) Serang (Rp) Nelayan Setahun Penuh , , Nelayan Jaring Rajungan-Payang , , Nelayan Penyewa Kapal , , Sumber : Diolah dari data primer Tahun 2010 Nilai Payback Period usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan yang berkisar 0,65-3,68 menunjukkan bahwa dibutuhkan kurang dari 4 tahun untuk mengembalikan modal investasi dengan menggunakan seluruh pendapatan yang didapat. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pendapatan nelayan akan habis digunakan untuk pengembalian investasi saja apabila nelayan ingin mengembalikan investasi secara tepat waktu. Apabila hal tersebut dilakukan, nelayan tidak memiliki pemasukan untuk pembiayaan kehidupan sehari-hari, sehingga nelayan menjadi miskin. Analisis kriteria investasi juga menunjukkan usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok tersebut layak untuk dikembangkan, karena diperoleh nilai NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > tingkat suku bunga yang berlaku. Secara finansial baik dalam analisis usaha dan analisis kriteria investasi, unit usaha penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu

107 93 dapat dikatakan layak untuk dikembangkan. Nilai-nilai dari hasil perhitungan yang didapatkan nelayan penyewa kapal lebih besar dibandingkan dengan nelayan setahun penuh dan nelayan jaring rajungan-payang, karena nelayan tersebut hanya menyewa dan memiliki komponen biaya tetap dan biaya variabel yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok nelayan lainnya Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas berupa kenaikan harga solar dan penurunan harga jual hasil tangkapan menyebabkan usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu oleh nelayan setahun penuh, nelayan jaring rajungan-payang maupun nelayan penyewa kapal menjadi tidak layak untuk dikembangkan. Hal ini dapat diartikan bahwa usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan tersebut sangat sensitif terhadap kenaikan harga solar dan penurunan harga hasil tangkapan. Kenaikan harga solar berpengaruh kepada total biaya variabel sedangkan penurunan harga hasil tangkapan berpengaruh kepada total penerimaan. Nelayan setahun penuh lebih terpengaruh terhadap kenaikan harga solar dibandingkan dengan nelayan jaring rajungan-payang dengan tingkat sensitivitas sebesar 13,3%, karena total penerimaan yang dihasilkan nelayan jaring rajunganpayang lebih besar dibanding nelayan setahun penuh. Pada penurunan harga jual hasil tangkapan, nelayan setahun penuh juga lebih terpengaruh dibandingkan dengan nelayan jaring rajungan-payang dan nelayan penyewa kapal dengan tingkat sensitivitas sebesar 7,3 %, karena nelayan setahun penuh hanya mengandalkan penerimaan dari penjualan hasil tangkapan dan memiliki komponen biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan nelayan penyewa kapal. 6.6 Rencana Pengembangan Usaha penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu merupakan unit usaha penangkapan yang harus dipertahankan dan dikembangkan. Berdasarkan aspek teknis, alat tangkap jaring rajungan merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan tidak merusak sumberdaya hayati. Selain itu, unit penangkapan ini mendapatkan keuntungan yang cukup besar, karena

108 94 memiliki spesifikasi hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi. Berdasarkan analisis finansial, usaha penangkapan jaring rajungan layak untuk dikembangkan karena nilai-nilai yang didapat memenuhi kriteria. Sensitivitas yang tinggi terhadap kenaikan harga solar dan penurunan harga jual hasil tangkapan membuat usaha penangkapan jaring rajungan ini harus mendapatkan perhatian lebih dari Pemerintah. Perhatian tersebut dapat berupa pemberian subsidi solar khusus kepada nelayan dan menetapkan harga jual hasil tangkapan yang menguntungkan bagi nelayan. Tingkat sensitivitas tertinggi terhadap kenaikan harga solar dan penurunan harga jual hasil tangkapan yang dimiliki nelayan setahun penuh dibandingkan dengan nelayan jaring rajunganpayang dan nelayan penyewa kapal dapat menjadi pertimbangan dalam pengembangan usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu karena akan lebih menguntungkan apabila kelompok nelayan jaring rajungan-payang lebih dikembangkan. Usaha penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan pantai Karangantu dikatakan layak untuk dikembangkan berdasarkan analisis teknis, analisis pasar, dan analisis finansial. Usaha tersebut akan lebih menghasilkan keuntungan yang lebih besar jika mendapatkan perhatian dan bantuan dari Pemerintah.

109 95 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Hasil analisis teknis menunjukkan bahwa: a) Jaring rajungan yang digunakan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu berukuran 5 piece dengan 1 piece berukuran 200 m dan satu orang nelayan mengoperasikan 3 set jaring rajungan; b) Usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu memiliki tiga kelompok nelayan yaitu nelayan setahun penuh, nelayan penyewa kapal, dan nelayan jaring rajungan-payang; c) Usaha penangkapan jaring rajungan bersifat one day fishing; d) Musim penangkapan yang baik dilakukan adalah Bulan Januari hingga Bulan Februari; e) Hasil tangkapan jaring rajungan tersepesifikasi pada rajungan (Portunus pelagicus); f) Nilai produktivitas per alat tangkap, per trip, per nelayan, per biaya biaya investasi, dan per biaya operasional yang dihasilkan usaha penangkapan jaring rajungan tergolong besar. (2) Hasil analisis pasar menunjukkan bahwa: a) Pola distribusi yang terjadi dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu hanya melalui pengumpul atau pengolah dengan harga beli Rp ,00 per kg kemudian langsung dijual kepada konsumen lokal dan konsumen luar negeri; b) Rajungan segar hanya dijual kepada konsumen lokal dengan harga jual Rp ,00 per kg; c) Rajungan rebus dijual kepada konsumen lokal dan konsumen luar negeri dengan harga Rp ,00 per kg; d) Margin pemasaran rajungan segar sebesar Rp ,00 per kg sedangkan rajungan rebus sebesar Rp ,00 per kg;

110 96 e) Konsumen luar negeri biasanya terdapat di Amerika dan Hongkong. (3) Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa: a) Investasi dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu sekitar Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 dengan modal investasi tertinggi dimiliki oleh nelayan jaring rajungan-payang; b) Keuntungan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu sekitar Rp ,00 sampai dengan Rp ,67 dengan keuntungan tertinggi dimiliki oleh nelayan jaring rajunganpayang; c) IRR dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu sekitar 30,10% hingga 195,26% dengan nilai IRR tertinggi dimiliki oleh nelayan jaring rajungan-payang; d) Analisis sensitivitas berupa kenaikan harga solar dan penurunan harga jual hasil tangkapan sangat mempengaruhi usaha penangkapan jaring rajungan hingga membuat usaha tersebut menjadi tidak layak; e) Usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga kelompok nelayan tersebut sangat sensitif terhadap kenaikan harga solar dan penurunan harga jual hasil tangkapan (4) Berdasarkan analisis teknis, analisis pasar, dan analisis finansial maka usaha panangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai dapat dikatakan layak untuk dikembangkan. 7.2 Saran Saran penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pemerintah sebaiknya memberikan subsidi solar khusus kepada nelayan dan menetapkan harga jual hasil tangkapan yang menguntungkan bagi nelayan; (2) Perlu adanya penelitian mengenai aspek pasar secara mendetail.

111 97 DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa AU Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri [BSN] Badan Standar Nasional a. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Kantong Payang Berbadan Jaring Panjang. [25 Maret 2010] b. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Kantong Payang Berbadan Jaring Pendek. [25 Maret 2010] Bentuk Baku Konstruksi Jaring Insang Dasar Monofilamen. [18 Agustus 2009] a. Istilah dan Definisi-Bagian 8: Jaring Insang. [6 Agustus 2009] b. Istilah dan Definisi-Bagian 2: Kapal Perikanan. [6 Agustus 2009] Bisnis Indonesia Raup Dollar dengan Rajungan. [6 Agustus 2009] Brandt Von A Fish Catching Merthods of The World Edition. USA : Blackwell Publishing Ltd Djamin Z Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta: Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 167 hal. Hanafiah AM Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 208 hal. Hasan MI Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia Iskandar BH Studi Tentang Desain dan Konstruksi Kapal Gillnet di Indramayu Jawa Barat. Bulletin PSP, Volume 1 No.1 Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan IPB. Juwana S dan K Romimohtarto Rajungan: Perikanan, Cara Budidaya dan Menu Masakan. Jakarta: Djambatan Meroplankton Laut: Larva Hewan Laut yang menjadi Plankton. Jakarta: Djambatan Kadariah LK dan C Gray Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 181 hal.

112 98 Kasry A Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Jakarta: Bhratara. Martasuganda S Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan Jaring Insang (Gillnet). Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Miskiya Aspek Bio-Teknik Jaring Rajungan di Karangantu Kabupaten Serang, Provinsi Banten. [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Muslim Studi Usaha Penangkapan Rajungan (Portunnus sp) di Perairan Cambaya, Kodya Makassar, Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Narbuko K Metodologi Penelitian: Memberikan Bekal Teoritis pada Mahasiswa Tentang Metodologi Penelitian serta Diharapkan Dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah yang Benar. Jakarta: Bumi Aksara. Nontji A Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan. Nybakken JW Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [PPPK] Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Laporan Tahunan Statistik Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. Serang: Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Purba R Analisis Biaya dan Manfaat. Jakarta: Rineka Cipta Sobari MP dan Febrianto A Kajian Bio-Teknik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tenggiri dan Distribusi Pemasarannya di Kabupaten Bangka. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. ISSN Vol X No.1. Soekarsono NA Pengantar Bangunan Kapal dan Ilmu Kemaritiman. Jakarta : Pamator pressindo , hal. Sparre P dan SC Venema Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I. Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Penterjemah. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian, dan Pengembangan Pertanian. (Berdasarkan Kerjasama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa). Terjemahan dari : Introduction to Tropical Fish Stok Assesment. Part 1, Manual. Stephenson W and B Campbell The Australian Portunids (Crustacea ; Portunidae). II. The Genus Portunus, Australia.

113 99 Suadela P Analisis Tingkat Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Jaring Rajungan (Studi Kasus di Teluk Banten). [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Subani W dan HR Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Perikanan Laut. Nomor: 50 Tahun 1988/1989. Jakarta: Departemen Pertanian, Badan Penelitian Perikanan Laut. Sudirman Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta : Rineka Cipta. Hal Sugiarto, T Herlambang, Brastoro, R Sudjana dan S Kelana Ekonomi Mikro: Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Sumpton W Australian Fisheries Resources. [30 Mei 2010] Susanto et al Pedoman Teknis Teknologi Perbenihan Rajungan (Portunus pelagicus). Jakara: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Thomson JM Fish of The Ocean And Shore. London: Collins Sydney. Undang-Undang Republik Indonesia No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan [17 Mei 2010] Umar H Studi Kelayakan Bisnis: Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis secara Komprehensif. Edisi ke-2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Studi Kelayakan Bisnis: Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis secara Komprehensif. Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Warner GF The Biology of Crabs. London: Elek Science London.

114 LAMPIRAN 100

115 101 Lampiran 1 Tata Letak Fasilitas PPP Karangantu Sumber: Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu 2009

MODEL PENGELOLAAN DAN INVESTASI OPTIMAL SUMBERDAYA RAJUNGAN DENGAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN SEPTI AMINAH

MODEL PENGELOLAAN DAN INVESTASI OPTIMAL SUMBERDAYA RAJUNGAN DENGAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN SEPTI AMINAH MODEL PENGELOLAAN DAN INVESTASI OPTIMAL SUMBERDAYA RAJUNGAN DENGAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN SEPTI AMINAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Rajungan Klasifikasi lengkap dari rajungan menurut Stephanuson dan Chambel (1959) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

Ukuran Mata Jaring. Judul desain. Ukuran Utama Kapa; Gross Tonase; Nama Alat tangkap; Kode klasifikasi;

Ukuran Mata Jaring. Judul desain. Ukuran Utama Kapa; Gross Tonase; Nama Alat tangkap; Kode klasifikasi; PRAKTEK MENGGAMAR DAN MEMACA DESAIN ALAT TANGKAP IKAN 1. Petunjuk Umum Menggambar Desain Alat tangkap a. Dibuatkan kotak pembatas gambar b. Terdapat Judul, Kode alat, hasil tangkapan, Ukuran Utama kapal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Gebang Mekar Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak pada garis lintang 06o30 LS 07o00 LS dan garis bujur 108o40 BT.

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi tiga lapis (trammel net ) induk udang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Error! Bookmark not defined. Prakata...ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100 STRATEGI DAN PERANAN SUBSEKT TOR PERIKANANN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANANN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Penyusun

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Penyusun KATA PENGANTAR Buku materi penyuluhan teknologi penangkapan ikan merupakan informasi yang memuat gambaran umum, klasifikasi, rancang bangun, metode pengoperasian, daerah penangkapan, tingkah laku ikan

Lebih terperinci

HASAN BASRI PROGRAM STUDI

HASAN BASRI PROGRAM STUDI PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP TAMPILAN GILLNET : UJI COBA DI FLUME TANK HASAN BASRI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Rajungan Sistematika rajungan (Stephenson dan Chambell, 1959) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Eumetazoa Grade : Bilateria Divisi : Eucoelomata

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Karakteristik merupakan satu hal yang sangat vital perannya bagi manusia, karena hanya dengan karakteristik kita dapat

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis TINJAUAN PUSTAKA Unit Penangkapan Ikan Jaring insang Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk menjadi empat persegi

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

KAPAL IKAN PURSE SEINE

KAPAL IKAN PURSE SEINE KAPAL IKAN PURSE SEINE Contoh Kapal Purse Seine, Mini Purse Seine, Pengoperasian alat tangkap. DESAIN KAPAL PURSE SEINE Spesifikasi kapal ikan yang perlu di perhatikan : 1. Spesifikasi teknis : khusus

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel. JARING TRAMMEL Trammel net (Jaring trammel) merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang banyak digunakan oleh nelayan terutama sejak pukat harimau dilarang penggunaannya. Di kalangan nelayan, trammel

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Alat tangkap gillnet millenium

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Alat tangkap gillnet millenium aa3 a 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap 2.1.1 Alat tangkap gillnet millenium Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilamen atau

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Perikanan Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari pantai

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PENGGUNAAN PUKAT IKAN (FISH NET) DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PINTA PURBOWATI 141211133014 MINAT TIHP FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi yang telah lama

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Payang merupakan unit penangkapan ikan yang memiliki konstribusi terbesar dalam penyediaan stok ikan pada tahun 2011, yaitu sebesar 62,88% dari total volume

Lebih terperinci

MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh. Wayan Kantun

MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh. Wayan Kantun MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh Wayan Kantun Penurunan produksi kepiting rajungan disebabkan oleh a. Produksi di alam yang sudah

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Kotamadya Medan merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan penghasil ikan yang produktif di daerah ini ialah Kecamatan Medan Belawan. Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN)

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN) PURSE SEINE (PUKAT CINCIN) Guru Pengampu: ADZWAR MUDZTAHID TEKNIKA KAPAL PENANGKAP IKAN SMK NEGERI 3 TEGAL Hal-1 METODE PENANGKAPAN DAN ALAT TANGKAP PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) PENDAHULUAN P ukat cincin

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN JARING INSANG (GILL NET) DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Desain dan spesifikasi alat tangkap gillnet dan trammel net. Gillnet

Lampiran 1. Desain dan spesifikasi alat tangkap gillnet dan trammel net. Gillnet Lampiran 1. Desain dan spesifikasi alat tangkap gillnet dan trammel net Gillnet Keterangan: 1. Tali pelampung 2. Pelampung 3. Tali ris atas 4. Badan jarring 5. Tali ris bawah 6. Tali pemberat 7. Pemberat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Simbol

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG DEDE SEFTIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih

Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan merupakan sarana untuk mengangkut nelayan beserta alat tangkap ke daerah penangkapan ikan. Kapal yang biasa

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA Finansial Feasibility Study of Danish Seine Fishing in Fish Landing Center Ujung Batu Melina

Lebih terperinci

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 289 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 216 e ISSN 254 9484 Halaman : 95 13 Efektifitas Celah Pelolosan Pada Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan di Teluk Banten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun menurut statistik perikanan Indonesia terbagi menjadi empat jenis yaitu, pukat kantong,

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela arad ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...1

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL Financial Analysis of One Day Fishing Business Using Multigear

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

Diterima : 2 Maret 2010 Disetujui : 19 Maret 2010 ABSTRAK

Diterima : 2 Maret 2010 Disetujui : 19 Maret 2010 ABSTRAK STUDI KOMPARATIF ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (drift gillnet) BAWAL TAHUN 1999 DENGAN TAHUN 2007 DI DESA MESKOM KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU Irwandy Syofyan S.Pi. M.Si 1),

Lebih terperinci

Oleh : Mukhtar, A.Pi, M.Si

Oleh : Mukhtar, A.Pi, M.Si CARA MENGUKUR MATA JARING Oleh : Mukhtar, A.Pi, M.Si Webbing atau jaring merupakan lembaran yang tersusun dari beberapa mata jaring yang merupakan bahan dasar untuk membuat berbagai alat Penangkapan ikan.

Lebih terperinci

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN Technical and Financial Analysis of Payang Fisheries Business in Coastal

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) Tiara Anggia Rahmi 1), Tri Wiji Nurani 2), Prihatin IkaWahyuningrum

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan 2.2 Alat Tangkap Perangkap ( Traps

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan 2.2 Alat Tangkap Perangkap ( Traps 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penangkapan Teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan setidaknya harus memenuhi empat aspek pengkajian bio-techniko-socio-economic-approach yaitu: (1) Bila ditinjau

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl)

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar Isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci