FAKTOR RISIKO PENYAKIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR RISIKO PENYAKIT"

Transkripsi

1 MAKALAH EPIDEMIOLOGI KLINIK FAKTOR RISIKO PENYAKIT DOSEN MATA KULIAH: dr. Edison, MPH DISUSUN OLEH KELOMPOK V: 1. Peny Ariani : Henny Gustianti : 3. Henni Fitria : 4. Lini Gustini : PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi Klinik dengan judul Faktor Risiko Penyakit. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dan Logika yang diampu oleh dr. Edison, MPH, pada program pascasarjana ilmu kebidanan Universitas Andalas Padang. Makalah ini membahas tentang Informasi risiko, fungsi risiko, probabilitas dan individu, jenis-jenis risiko, kuantifikasi risiko dan variabel perancu. Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sumber informasi lebih lanjut mengenai bahasan tersebut oleh tenaga kesehatan khususnya Bidan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang ini. Padang, April 2013 Penulis i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 BAB II PEMBAHASAN... 3 A. Informasi Tentang Risiko Masa laten yang panjang (long latency) Frekuensi paparan faktor risiko Insidensi penyakit yang rendah (low incidence of disease) Risiko kecil Penyakit umum Penyebab multiplek dan efek-efek... 4 B. Kegunaan Faktor Risiko Prediksi Kausa Diagnosis Prevensi... 6 C. Studi Risiko Studi Kohort Studi Kasus Kelola (Case-Control Study, Retrospective Study, Case Referent Study) Studi Cross-Sectional (Studi prevalensi) ii

4 D. Perbedaan Risiko-risiko Risiko atribut (Attributable Risk) Risiko relative (Relative Risk) Risiko populasi (population risk) E. Variabel Perancu Sumber variabel perancu Pengendalian variabel perancu dan bias seleksi Confounding by Indication DAFTAR PUSTAKA... vi iii

5 DAFTAR TABEL Tabel 1 Analisis Dasar Studi Kohort... 9 Tabel 2 Hasil pengamatan studi kasus-kontrol dengan matching individual Tabel 3 Keuntungan dan Kerugian Studi Risiko Tabel 4 Pengukuran dari efek Tabel 5 Mortalitas kasar dan mortalitas yang disesuaikan iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kohort Prospektif (Hulley SB, 1988)... 9 Gambar 2 Studi Kohort Retrospektif Gambar 3 Studi Kohort Ganda atau Studi Kohort dengan Kontrol eksternal Gambar 4 Studi Case-Control Gambar 5 Struktur studi Cross-Sectional v

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat, banyak orang menaruh perhatian besar terhadap faktor risiko yang mereka punyai untuk terjadinya suatu penyakit. Dari perhatian dan minat mereka tersebut maka banyak pula informasi yang disebarkan terkait tentang cara menurunkan dan mengendalikan faktor risiko beberapa penyakit, seperti zat-zat kimia beracun dan kecelakaan nuklir sebagai faktor risiko terjadinya kanker. Demikian pula penggunaan pil kontrasepsi dapat menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskuler, dan AIDS dapat terjadi karena pola perilaku seksual yang menyimpang atau karena transfuse darah (Fletcher et al, 1991). Risiko biasanya diartikan sebagai probabilitas dari beberapa keadaan yang tidak menyenangkan. Sebagai tambahan dalam menentukan kekerapan dari terjadinya penyakit, maka perlu menentukan adanya asosiasi antara penyakit dan faktor-faktor disposisi atau kausalnya. Penelitian awal suatu asosiasi yang diperkirakan ada mencoba untuk mengidentifikasi kondisi atau perilaku yang menambah risiko terjadinya suatu penyakit, pada akhirnya penelitian-penelitian yang demikian itu bertujuan untuk mengungkap hubungan sebab akibat yang berguna bagi strategi pengobatan dan pencegahan yang efektif (Soeparto dkk, 1998). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kenaikan risiko untuk terjadinya suatu penyakit disebut faktor-faktor risiko. Ada beberapa macam faktor risiko, antara lain adalah toksin, agen infeksi, dan obat-obatan, yang ditemukan dalam lingkungan fisik, lainnya adalah bagian dari lingkungan social. Contohnya, keluarga pecah (kehilangan pasangan hidup), kehidupan rutin sehari-hari, dan budaya telah menunjukkan naiknya angka-angka penyakit tidak hanya terjadi gangguan emosi tetapi juga gangguan fisik. Faktor risiko lainnya adalah tingkah laku; diantaranya adalah kebiasaan merokok, kurang gerak fisik, dan mengendarai mobil tanpa safety belt. Faktor risiko juga dapat bersifat keturunan. Contohnya dengan mempunyai haplotype HLA B27 akan menyebabkan kenaikan risiko yang tinggi untuk terjadinya spondiloartropati dan penyakit turunan lainnya (Fletcher et al, 1991). Paparan (exposure) fakor risiko artinya adanya kontak dari seseorang yang belum sakit dengan atau telah mempunyai faktor risiko tersebut pada dirinya. Paparan dapat terjadi pada satu titik waktu yang tertentu, misalnya ketika suatu komunitas terkena radiasi 1

8 selama kecelakaan nuklir. Paparan terhadap faktor risiko dari penyakit kronis terjadi pada suatu waktu tertentu. Ada beberapa macam karakteristik dosis paparan kronik: terpapar terus menerus, dosis baru, dosis terbanyak yang diambil, dosis kumulatif total, tahun sejak pertama terpapar, dan lain-lain. Walaupun bermacam-macam pengukuran dosis kelihatannya berhubungan satu sama lain, hanya beberapa yang bisa menunjukkan suatu hubungan penyakit dengan paparan (exposure-disease relationship), dimana lainnya tidak. Contohnya dosis kumulatif sinar matahari sebagai suatu faktor risiko untuk terjadinya kanker kulit non-melanoma, dimana episode terbakar sinar matahari merupakan suatu predictor yang lebih baik untuk kanker melanoma. Pemilihan tentang pengukuran paparan yang memadai biasanya berdasarkan pada semua efek biologis dari paparan dan patofisiologi dari penyakit (Fletcher et al, 1991). Untuk hal tersebut, penulis akan memaparkan bagaimana cara memperkirakan faktor risiko yang berhubungan dengan insidensi suatu penyakit, dan selanjutnya akan dipaparkan beberapa cara untuk membedakan faktor risiko yang akan mempengaruhi individu dan populasi, studi risiko, dan variabel perancu dalam mencari faktor risiko sebuah penyakit. B. Tujuan Untuk memahami faktor risiko pada penyakit dalam mencari hubungan sebab akibat dari penyakit tersebut 2

9 BAB II PEMBAHASAN A. Informasi Tentang Risiko Risiko-risiko yang besar dan dramatic mudah diketahui oleh semua orang. Dengan demikian tidak ada kesulitan untuk mengenal hubungan antara paparan dengan penyakit untuk beberapa kondisi seperti cacar, sengatan matahari atau dosis aspirin yang berlebihan karena mereka mengikuti paparan dalam cara yang tepat, nyata, dan jelas. Tetapi banyak dari morbiditas dan mortalitas dalam masyarakat disebabkan oleh penyakit kronis. Untuk hal-hal ini, hubungan antara paparan dengan penyakit menjadi kurang jelas maka dibutuhkan untuk mengetahui situasi-situasi dimana pengalaman pribadi kurang cukup untuk menetapkan hubungan antara paparan dengan penyakit sehingga harus dilihat dari : 1. Masa laten yang panjang (long latency) Banyak penyakit-penyakit kronis yang mempunyai masa laten yang panjang antara paparan faktor risiko dan manifestasi pertama dari penyakit. Pasien yang terpapar pada suatu waktu selama kehidupan professional seorang dokter bisa saja dilain waktu, beberapa tahun kemudian, bila paparan tersebut muncul lagi maka dokter tidak akan ingat lagi. Dengan demikian hubungan antara paparan dengan penyakit menjadi tidak jelas. 2. Frekuensi paparan faktor risiko Banyaknya faktor risiko seperti merokok sigaret atau mengemudikan mobil saat sedang mabuk alcohol terjadi begitu sering dalam masyarakat sehingga kelihatannya sama sekali tidak membahayakan. Hanya dengan membandingkan pola-pola penyakit dalam populasi lain, atau penyelidikan khusus pada beberapa kelompok dalam masyarakat, missal membandingkan pada kelompok yang tidak merokok dan juga tidak minum alcohol akan adapat mengenal risiko-risiko yang kenyataannya cukup besar. 3. Insidensi penyakit yang rendah (low incidence of disease) Banyak orang mengira bahwa penyakit itu umum, kenyataannya adalah sesuatu yang jarang terjadi. Sehingga, kanker paru yang merupakan penyakit kanker yang umum di bangsa Amerika, karena insidensi tahunan kanker paru pada perokok berat < 2/1.000 akan dinilai sebagai sesuatu yang jarang terjadi, sehingga sangat sukar untuk membuat kesimpulan tentang kejadian-kejadian yang tidak sering terjadi. 3

10 4. Risiko kecil Jika suatu faktor hanya memberikan suatu risiko kecil, maka diperlukan sejumlah besar kasus untuk melakukan pengamatan perbedaan angka kesakitan antara yang terpapar dengan yang tidak terpapar oleh faktor risiko. Hal ini sering terjadi, jika antara faktor risiko dan penyakit keduanya relative sering terjadi. Hingga saat ini tetap tidak jelas apakah kopi dan diabetes merupakan faktor risiko terjadinya karsinoma pancreas, karena perkiraan risiko semuanya kecil, dan karena itu mudah dianggap sebagai hasil dari bias atau peluang yang tidak sama (chance). Sebaliknya, tidak ada yang menyangkal bahwa infeksi hepatitis B merupakan faktor risiko hepatoma, Karena orang yang terbukti terkena infeksi hepatitis B, beberapa ratus kali lebih sering menderita kanker hati dibandingkan orang yang tanpa infeksi hepatitis B. 5. Penyakit umum Jika suatu penyakit adalah suatu penyakit yang umum terjadi dalam masyarakat kita-penyakit jantung, kanker atau stroke dan beberapa faktor risiko yang telah diketahui, adalah sukar untuk membedakan faktor risiko baru dari yang lainnya. Juga kurangnya dorongan untuk mencari faktor risiko baru. Contohnya, sindroma mati mendadak dan tidak diharapkan pada orang dewasa adalah cara yang biasa untuk mati. Banyak kasus seperti dihubungkan dengan penyakit jantung coroner. Walaupun demikian, hal itu secara keseluruhan dapat dibayangkan bahwa ada penyebab-penyebab lain yang penting, yang sekarang mungkin belum dikenal karena penjelasan untuk hamper semua kasus belum cukup tersedia. Sebaliknya, penyakit yang jarang terjadi itu mengundang usaha-usaha untuk menemukan penyebabnya. Phocomelia sebagai salah satu contoh penyakit malformasi kongenital yang tidak bias terjadi yang kejadiannya pada beberapa kasus meningkatkan kecurgiaan bahwa beberapa bahan (misalnya obat thalidomide) mungkin bertanggung jawab atas terjadinya malformasi kongenital tersebut. 6. Penyebab multiplek dan efek-efek Biasanya tidak ada ketertutupan antara satu sama lainnya dalam hubungan antara satu faktor risiko dengan satu penyakit tertentu. Sebagian orang dengan hipertensi telah berkembang menjadi gagal jantung kongestif dan banyak pula yang tidak. Banyak pula orang yang tidak hipertensi ternyata berkembang juga 4

11 menjadi gagal jantung kongestif. Hubungan hipertensi dengan gagal jantung kongestif tidak jelas dengan kenyataan bahwa ada beberapa penyebab lain dari penyakit tersebut, dan hipertensi menyebabkan terjadinya beberapa penyakit. Dengan demikian, walaupun orang-orang dengan hipertensi mempunyai kecendrungan tiga kali lebih besar untuk berkembang menjadi gagal jantung kongestif dan hipertensi sebagai penyebab utamanya, ternyata para dokter tidak setuju sepenuhnya pada hubungan ini sampai waktu akhir akhir ini, pada saat data yang akurat cukup tersedia, sehingga harus dilakukan penelitian yang cermat dan melibatkan sejumlah besar pasien. B. Kegunaan Faktor Risiko 1. Prediksi Faktor risiko umumnya digunakan untuk memprediksi kejadian penyakit. Kualitas prediksi tergantung pada kesamaan orang-orang dengan dasar orangorang yang diprediksikan (Soeparto dkk, 1998). Walaupun faktor-faktor risiko menaikkan kemungkinan terjadinya penyakit relative lebih nyata pada individu yang terpapar dibandingkan pada orang tanpa pemaparan, namun kehadirannya tidak berarti bahwa individu yang tadi sangat mungkin mendapat penyakit. Hampir semua orang, walaupun dengan faktorfaktor risiko yang kuat, mereka tidak cenderung untuk menderita panyakit, setidak-tidaknya selama beberapa tahun. Dengan demikian seorang perokok berat, yang mempunyai kemungkinan 20 kali untuk terkena kanker paru dibandingkan non-perokok. Ternyata hanya mempunyai satu dari seratus kemungkinan untuk menderita kanker paru dalam 10 tahun berikutnya (Fletcher et al, 1991). 2. Kausa Suatu faktor risiko secara tidak langsung dapat merupakan marka (tanda) dari suatu luaran penyakit karena adanya asosiasi dengan beberapa determinan lain dari penyakit dalam arti bahwa ia tercampur baur dengan faktor kausal. Dengan demikian maka faktor risiko tidak perlu menjadi kausa. Suatu faktor risiko yang bukan merupakan kausa penyakit disebut marker, karena ia menandai meningkatnya probabilitas penyakit (Soeparto dkk, 1998). Sebagai contoh, rendahnya pendidikan ibu adalah suatu faktor risiko untuk terjadinya bayi lahir dengan berat lahir rendah. Tetapi, faktor-faktor lain yang 5

12 berhubungan dengan pendidikan seperti nutrisi jelek, kurangnya perawatan prenatal, merokok sigaret, dan lain sebagainya, adalah merupakan sebab-sebab langsung terjadinya bayi lahir dengan berat badan rendah (Fletcher et al, 1991). 3. Diagnosis Adanya faktor risiko menambah kemungkinan terjadinya suatu penyakit. Karena itu, pengetahuan tentang risiko dapat digunakan dalam proses diagnosis, untuk menaikkan sebanyak mungkin prevalensi penyakit diantara penderita yang diuji yang adalah merupakan satu cara untuk membuktikan keberadaan (nilai duga positif) dari suatu tes diagnostic (Fletcher et al, 1991). Dalam menegakkan diagnosis akan lebih sangat membantu jika menggunakan ketidakhadiran faktor risiko untuk mengesampingkan penyakit, terutama apabila faktor tersebut sangat kuat dan berpengaruh. Dengan demikian, beralasan sekali untuk mempertimbangkan mesothelioma dalam diagnosis banding dengan masa pleura jika penderita tersebut adalah pekerja-pekerja pabrik asbes; tetapi adanya mesothelioma dipertimbangkan sangat kecil kemungkinan jika penderita tidak pernah bekerja dalam lingkungan asbes. Pengetahuan faktor risiko juga digunakan untuk mengembangkan efisiensi program-program skrining atau penyaringan untuk kelompok pasien yang faktor risikonya tinggi (Fletcher et al, 1991). 4. Prevensi Jika suatu faktor risiko juga sebagai penyebab suatu penyakit, maka menghilangkan faktor risiko penyakit juga akan digunakan dalam pencegahan terjadinya penyakit, meskipun mekanisme penyakitnya sudah diketahui atau tidak. Sebagai contoh yaitu ketika Snow mendapatkan kenaikan angka kesakitan kolera pada penduduk yang minum air disuplai oleh suatu perusahaan air minum dan akhirnya pengendalian epidemic dapat dikendalikan dengan menghentikan suplai air tersebut (Fletcher et al, 1991). C. Studi Risiko Terdapat berbagai rancang bangun yang digunakan untuk menilai asosiasi antara suatu penyakit dengan suatu faktor risiko yang diperkirakan. Walaupun studi eksperimental secara ilmiah lebih baik daripada studi observasional, namun pertimbangan etis dan praktis membatasi penggunaannya pada studi dari risiko. Dilain pihak, studi observasional seringkali merupakan satu-satunya jalan untuk mengevaluasi asosiasi dari 6

13 penyakit-penyakit risiko. Pada studi observasional, individu-individu mengadakan seleksi sendiri (self select) menjadi kelompok-kelompok komparasi. Keterbatasan dalam penggunaan studi observasional adalah bahwa peneliti tidak mengontrol penempatan subyek dalam kelompok-kelompok pembandingnya, sehingga lebih rawan terhadap bias daripada studi eksperimental (Soeparto dkk, 1998). 1. Studi Kohort Merupakan jenis penelitian epidemiologis non-eksperimental yang sering digunakan untuk mempelajari hubungan antara faktor risiko dengan efek atau penyakit. Pada penelitian kohort kausa atau faktor risiko diidentifikasi lebih dahulu, kemudian tiap subyek diikuti sampai periode tertentu untuk melihat terjadinya efek atau penyakit yang diteliti pada kelompok subyek dengan faktor risiko dan pada kelompok subyek tanpa faktor risiko. Hasil pengamatan tersebut dianalisis dengan teknik tertentu sehingga dapat disimpulkan apakah terdapat hubungan antara faktor risiko dengan kejadian penyakit atau efek tertentu yang diselidiki (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). Dengan melakukan follow-up dapat diperoleh incidence rate penyakit pada kelompok dengan faktir risiko dan pada mereka yang tanpa faktor risiko, dan lebih lanjutnnya dari studi kohort dapat diperoleh risiko relative dengan membagi incidence rate pada kelompok dengan faktor risiko dengan incidence rate pada kelompok tanpa faktor risiko. Dalam menyimpulkan bahwa suatu efek memang terjadi karena faktor risiko, harus diperhatikan adanya bias perancu (confounding bias) sehingga haris disingkirkan dengan cara (a) restriksi, yakni dengna kriteria inklusi dan eksklusi yang relevan, atau (b) dengan matching, atau pada analisis dengan melakukan: (a) stratifikasi atau (b) analisis multivariate, sehingga tidak terjadi penarikan simpulan yang salah (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011) a. Langkah-langkah pada studi kohort 1) Merumuskan pertanyaan dan hipotesis yang sesuai Contoh : suatu studi kohort akan meneliti apakah terdapat hubungan antara ibu perokok pasif (ayah merokok) dengan kelahiran kecil untuk masa kehamilan (KMK) pada bayi yang dilahirkan, maka hipotesis yang sesuai adalah kebiasaan merokok pada ayah berhubungan dengan peningkatan kejadian kelahiran KMK. Faktor risiko disini yaitu 7

14 kebiasaan merokok ayah, dan efek yang diteliti adalah kelahiran bayi KMK (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 2) Menetapkan kohort Syarat umum agar seseorang dapat dimasukkan dalam studi kohort dengan pembanding internal adalah: (1) subyek tidak menderita efek yang diteliti dan (2) belum terpajan faktor risiko yang diteliti, sehingga dibutuhkan kecermatan (Bender, 1999). 3) Memilih kelompok kontrol Dalam praktik perbedaan antara kelompok dengan dan tanpa faktor risiko dapat merupakan faktor risiko internal (akibat kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit) maupun faktor risiko eksternal (lingkungan yang mempermudah seseorang menderita penyakit). Sehingga perbedaan antara kelompok hanya terletak pada derajat pajanan, misalnya antara perokok aktif dengan perokok pasif (Markku Nurminen et al, 1999). 4) Mengidentifikasi variabel penelitian Faktor risiko dan efek harus didefenisikan dengan jelas dimana dalam studi kohort faktor risiko dapat berupa faktor internal dan faktor eksternal. Jenis variabel lain yang tidak diteliti juga harus diidentifikasi, karena mungkin merupakan variabel perancu (confounding variables) yang harus disingkirkan dalam desain atau dalam analisis (Bayona Manuel, 2004) 5) Mengamati timbulnya efek Lama waktu yang dibuthkan untuk pengamatan bergantung kepada karakteristik penyakit atau efek yang diteliti, yang hanya dapat ditentukan dengan pemahaman yang baik tentang pathogenesis dan perjalanan alamiah penyakit. Misalnya, untuk jenis penyakit keganasan dibutuhkan waktu puluhan tahun, dan untuk pengamatan dalam melihat hubungan antara merokok dan bayi berat lahir kecil untuk masa kehamilan hanya memerlukan pengamatan 9 bulan (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 6) Menganalisis hasil Pada penelitian kohort, besaran efek yang diperoleh menggambarkan insidens kejadian pada masing-masing kelompok. Perbandingan insidens 8

15 penyakit antara kelompok dengan dan tanpa faktor risiko disebut risiko relative (relative risk) atau rasio risiko. Setelah pengamatan selesai, dari kedua kelompok penelitian akan diperoleh 4 subkelompok subyek, yaitu: a) Sel a : subyek dengan faktor risiko, mengalami efek b) Sel b : subyek dengan faktor risiko, tidak mengalami efek c) Sel c : subyek tanpa faktor risiko, mengalami efek d) Sel d : subyek tanpa faktor risiko, tidak mengalami efek Sehingga untuk mencari Risiko relative (RR) = a/(a+b) : c/(c+d) Faktor risiko Tabel 1 Analisis Dasar Studi Kohort Efek Ya Tidak Jumlah Ya a b a+b Tidak c d c+d Jumlah a+c b+d a+b+c+d b. Modifikasi Rancang Studi Kohort 1) Studi kohort prospektif (dikenal pula sebagai studi prospektif, studi kohort, studi insidens, studi follow up atau studi longitudinal). Pada studi ini suatu kohort individu-individu yang sehat pada awalnya, yang terpapar pada berbagai tingkat faktor risiko yang dicurigai diikuti dalam waktu kedepan untuk menentukan insidens penyakit yang terjadi berikutnya dalam masing-masing kelompok yang dibandingkan (Soeparto dkk, 1998). Penelitian mulai disini Keadaan Sekarang Apakah terjadi efek? Yang Akan Datang Populasi Faktor risiko (+) Penyakit (+) Penyakit (-) Sampel Faktor risiko (-) Penyakit (+) Penyakit (-) Gambar 1 Kohort Prospektif (Hulley SB, 1988) Insidens dari penyakit dalam kelompok terpapar dibandingkan dengan yang ada dalam kelompok yang tidak terpapar dengan menggunakan uji 9

16 statistic kemaknaan (statistic test of significance). Insidens yang secara bermakna lebih tinggi dalam kelompok terpapar dipakai sebagai bukti adanya asosiasi antara faktor risiko dengan penyakit. Sebaliknya insidens yang secara bermakna lebih rendah pada kelompok terpapar mengisyaratkan bahwa faktor tersebut melindungi individu-individu tersebut dari penyakit. Apabila data terdapat dalam bentuk hitungan. Kekuatan asosiasi antara faktor risiko dan penyakit dapat dinyatakan sebagai risiko relative atau sebagai rasio odds (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). a) Risiko relative (RR) Membandingkan risiko terjadinya penyakit yang terpapar faktor risiko dengan yang tidak terpapar RR = Risiko menjadi sakit apabila terpapar Risiko menjadi sakit apabila tidak terpapar RR = a / ( a + b) c / ( c + d) b) Rasio Odds (RO) Membandingkan odds dari orang-orang yang terpapar dan tidak terpapar untuk menjadi sakit. Konsep odds mirip dengan konsep probabilitas untuk menjadi sakit dibagi dengan probabilitas untuk tidak menjadi sakit (Timmreck, 2005). RO = Odds bahwa seseorang yang terpapar menjadi sakit Odds bahwa seseorang yang tidak terpapar menjadi sakit RR = a x d b x c 2) Studi Kohort Retrospektif (Studi Kohort Historikal, studi kohort concurrenct). Dalam rancang bangun studi kohort retrospektif, kohort dari subyeksubyek terpapar dan tidak terpapar dikumpulkan melalui catatan-catatan 10

17 yang lampau dan diikuti kedepan sepanjang waktu untuk menentukan insidens penyakit pada saat sekarang (Soeparto dkk, 1998). Diikuti retrospektif Yang lampau Penelitian dilakukan disini saat sekarang Populasi Faktor risiko (+) Penyakit (+) Penyakit (-) Sampel Faktor risiko (-) Penyakit (+) Penyakit (-) Gambar 2 Studi Kohort Retrospektif 3) Studi Kohort Ganda (Double cohort study) Dalam studi ini terdapat dua sample dari subyek yang berbeda: satu kelompok dengan pemaparan pada faktor risiko yang potensial dan sau kelompok kontrol lainnya yang tidak atau hanya mendapatkan tingkat pemaparan yang rendah (Soeparto dkk, 1998). Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan cara prospektif maupun retrospektif. Meski memakai dua kelompok subyek yang berbeda, studi kohort berganda tidak sama dengan studi kasus-kontrol. Pada studi kohort tolak penelitian adalah perbedaan ada atau tidaknya faktor risiko, sdangkan pada studi kasus-kontrol pemilahan kelompok subyek berdasarkan pada ada atau tidaknya efek (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). Diikuti prospektif Penelitian dilakukan disini Apakah terjadi efek? Kohort I : Faktor risiko (+) Kohort II : Faktor risiko (-) Ya Tidak Ya Tidak Gambar 3 Studi Kohort Ganda atau Studi Kohort dengan Kontrol eksternal 11

18 2. Studi Kasus Kelola (Case-Control Study, Retrospective Study, Case Referent Study) Merupakan penelitian epidemiologis analitik observsional yang menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor risiko tertentu. Desain penelitian kasus kelola dapat digunakan untuk menilai berapa besarkah peran faktor risiko dalam kejadian penyakit, seperti hubungan antara kejadian kanker serviks dengan perilaku seksual, dll (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). Pada studi ini, subyek-subyek diklasifikasi sebagai sakit (kasus) dan tidak sakit (kelola, kontrol) kemudian dilakukan penelusuran dimasa lampau untuk menentukan adanya pemaparan terhadap faktor risiko yang dihipotesakan, dan pada umumnya bersifat retrospektif (Soeparto dkk, 1998). Adakah faktor risiko? Faktor risiko (+) Faktor risiko (-) Ditelusuri retrospektif Penelitian mulai disini Kasus (kelompok subyek dengan efek) Faktor risiko (+) Faktor risiko (-) Gambar 4 Studi Case-Control Kontrol (kelompok subyek tanpa efek) a. Langkah-langkah pada studi kasus-kelola (Case-control) 1) Merumuskan pertanyaan dan hipotesis yang sesuai Misalnya pertanyannya adalah: Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jamu peluntur pada kehamilan muda dengan kejadian penyakit jantung bawaan pada bayi yang dilahirkan? Hipotesis yang ingin diuji adalah : pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada ibu yang anaknya menderita penyakit jantung bawaan dibanding ibu yang anaknya tidak menderita penyakit jantung bawaan (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 12

19 2) Mendeskripsikan variabel penelitian: faktor risiko dan efek Intensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat: a) Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat dua kategori, misalnya pernah minum jamu peluntur atau tidak b) Polikotom, diukur lebih dari dua tingkat, missal tidak pernah, kadangkadang atau sering terpajan c) Kontinu, diukur dalam skala kontinu atau numeric, misalnya umur dalam tahun, paritas dan berat lahir. Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa: a) Lamanya pajanan (bulan atau tahun), yakni jumlah bulan pemakaian b) Saat mendapat pajanan pertama c) Bilakah terjadi pajanan terakhir Dalam mengidentifikasi efek, maka diagnosis dalam penentuan efek harus mendapat perhatian utama. Untuk penyakit atau kelainan dasar yang diagnosisnya mudah penentuan efek tidak sukar, namun pada banyak penyakit lain yang sulit diperoleh kriteria klinis yang objektif untuk diagnosis yang tepat, sehingga diperlukan cara diagnosis dengan pemeriksaan penunjang (lab, patologi anatomi, dll). Diagnosis juga terjadang sulit terutama pada penyakit yang manifestasinya bergantung pada stadiumnya sehingga perlu dijelaskan lebih dahulu kriteria diagnosis mana yang dipergunakan untuk memasukkan seseorang menjadi kasus (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 3) Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus, kontrol), dan cara untuk pemilihan subyek penelitian Untuk menentukan kasus sebagai subjek penelitian, cara terbaik adalah dengan mengambil secara acak subyek dari populasi yang menderita efek, teteapi akan sulit dilaksanakan karena case-control lebih sering dilakukan pada kasus yang jarang, yang diagnosisnya biasanya ditegakkan di rumah sakit (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan kasus yaitu: 13

20 a) Kasus insidensi (baru) atau kasus prevalens (baru+lama), dalam hal ini sebaiknya dipilih kasus insidens, karena pada kasus prevalens untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau mortalitasnya tinggi, kelompok kasus tidak menggambarkan keadaan populasi (bias Neyman). b) Tempat pengumpulan kasus sebaiknya dari sumber di masyarakat, karena kasus yang diteliti tercatat dengan baik, namun di Indonesia belum ada daerah yang teregistri dengan baik, sehingga banyak diambil data dari rumah sakit, hal ini akan menyebabkan bias yang cukup penting (bias Berkson), karena karakteristik pasien yang berobat ke rumah sakit mungkin berbeda denga karakteristik pasien yang tidak berobat ke rumah sakit (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). c) Diagnosis penyakit kronik lebih sulit ditegakkan, sehingga dalam mengidentifikasi faktor risiko perlu diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah timbulnya efek atau penyakit yang dipelajari (Soeparto dkk, 1998). Dalam pemilihan kontrol, memberi masalah yang lebih besar daripada pemilihan kasus, karena kontrol semata-mata ditentukan oleh peneliti, sehingga sangat berpotensi untuk terjadi bias. Beberapa cara dalam memilih kontrol yang baik yaitu : a) Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama b) Matching, yaitu memilih kontrol dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali variabel yang diteliti. c) Memilih lebih dari satu kelompok kontrol, misalnya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakit, maka satu kontrol diambil dari pasien lain di rumah sakit yang sama, dan kontrol lainnya berasal dari daerah tempat tinggal kasus (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 4) Menetapkan besar sampel Pada dasarnya untuk penelitian kasus-kontrol jumlah sampel yang diteliti bergantung pada: a) Frekuensi pajanan faktor risiko pada suatu populasi, terutama bila kontrol diambil dari populasi. Apabila densitas pajanan risiko terlalu 14

21 kesil atau terlalu besar, mungkin pajanan risiko pada kasus dan kontrol hamper sama sehingga diperlukan sampel yang besar untuk mengetahui perbedaanya. b) Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R) c) Derajat kemaknaan (α) dan kekuatan (power = 1-β) yang dipilih, biasanya dipilih α = 5%, β = 10% atau 20% (power = 90% atau 80%). d) Rasio antara jumlah kasus dan kontrol e) Jika pemilihan kontrol dilakukan dengan matching maka jumlah subyek yang diperlukan untuk diteliti menjadi lebih sedikit. (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 5) Melakukan pengukuran variabel efek dan faktor risiko Pengukuran merupakan hal yang sentral pada studi kasus-kontrol, sehingga penentuan efek harus sudah didefinisikan dengan jelas dalam usulan penelitian. Pengukuran faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada masa lampau juga sering menimbulkan kesulitas dan berpotensi untuk terjadinya recall bias, karena hanya didasarkan pada daya ingat seseorang (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 6) Menganalisis data Analisis data pada studi kasus-kontrol dapat hanya bersifat sederhana yaitu penentuan ratio odds, sampai pada yang kompleks yakni dengan analisis multivariate pada studi kasus-kontrol dengan lebih dari satu faktor risiko (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). Penentuan ratio odds pada studi kasus-kontrol dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni: a) Studi kasus kontrol tanpa matching Ratio odds (RO) pada studi kasus-kontrol dapat diartikan sama dengan risiko relative (RR) pada studi kohort. Sehingga bias dicari dengan rumus : R = Odds pada kelompok kasus Odds pada kelompok kontrol RO = ad bc 15

22 b) Studi kasus kontrol dengan matching Pada studi kasus-kontrol dengan matching individual, harus dilakukan analisis dengan menjadikan kasus dan kontrol sebagai pasangan-pasangan, missal terdapat 50 kasus yang masing-masing berpasangan dengan tiap subyek dari 50 kontrol, maka dilakukan penegelompokkan menjadi 50 pasangan sebagai berikut dan disusun dengan table 2 x 2. Sel a: kasus dan kontrol mengalami pajanan Sel b; kasus mengalami pajanan, kontrol tidak Sel c: kasus tidak mengalami pajanan, kontrol mengalami Sel d: kasus dan kontrol tidak mengalami pajanan Tabel 2 Hasil pengamatan studi kasus-kontrol dengan matching individual Kontrol Kasus Risiko (+) Risiko (-) Risiko (+) A b Risiko (-) C d Ratio odds pada studi kasus-kontrol dengan matching ini dihitung dengan mengabaikan sel a karena baik kasus maupun kontrol terpajan, dan sel d, karena baik kasus maupun kontrol tidak terpajan. Rasio odds dihitung dengan formula : b RO = c 3. Studi Cross-Sectional (Studi prevalensi) Studi Cross-Sectional suatu bentuk studi observasional (non-eksperimental) yang paling sering dilakukan. Studi Cross-Sectional adalah dengan mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat (Soeparto dkk, 1998). Hasil pengamatan Cross-Sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko ini kemudian disusun dalam table 2x2. Untuk desain ini biasanya dihitung adalah rasio prevalence, yakni perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek pada subyek kelompok yang mempunyai faktor risiko, dengan prevalens penyakit atau efek pada subyek yang tidak mempunyai faktor risiko. Rasio prevalens menunjukkan peran faktor risiko dalam terjadinya efek pada studi Cross-Sectional (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 16

23 a. Langkah-langkah pada studi kasus-kelola (Case-control) 1) Merumuskan pertanyaan dan hipotesis Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan dengan jelas, dan dirumuskan hipotesis yang sesuai, sehingga perlu dicari hubungan antar variabel yang diteliti (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). Faktor risiko dan efek diperiksa pada saat yang sama a - Efek (+) b - Efek (-) Faktor risiko c - Efek (+) d - Efek (-) Gambar 5 Struktur studi Cross-Sectional Dalam menghitung rasio prevalens RP= a/(a+b) : c/(c+d). 2) Mengidentifikasi variabel penelitian Semua variabel harus diidentifikasi dengan cermat. Faktor yang mungkin merupakan risiko namun tidak diteliti perlu diidentifikasi, agar dapat disingkirkan atau paling tidak dikurangi pada waktu pemilihan subyek penelitian (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). 3) Menetapkan subyek penelitian Menetapkan subyek penelitian tergantung pada tujuan penelitian, maka ditentukan dari populasi-terjangkau mana subyek penelitian akan dipilih, apakah dari rumah sakit ataukah dari masyarakat umum. Penetapan besar sampel untuk penelitian cross-sectional yang mencari rasio prevalens sama dengan penetapan besar sampel untuk studi kohort yang mencari risiko relatif 4) Melaksanakan pengukuran Harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengukuran baik pengukuran faktor risiko maupun pengukuran efek (penyakit). 5) Menganalisis data 17

24 Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antar kelompok yang diteliti dilakukan setelah validasi dan pengelompokkan data. Analisis dapat berupa uji hipotesis maupun analisis untuk memperoleh risiko relative. Yang dimaksud dengan risiko relative pada studi cross-sectional adalah perbandingan antara prevalens penyakit pada kelompok dengan risiko dengan prevalens efek pada kelompok tanpa risiko. Interpretasi hasil akan didapat jika : a) Bila nilai rasio prevalens = 1, maka variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau bersifat netral b) Bila nilai rasio prevalens > 1 dan rentang kepercayaan tidak mencakup 1, maka variabel tersebut merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit c) Bila nilai rasio prevalens < 1 dan rentang kepercayaan tidak mencakup 1, maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif bukan faktor risiko. d) Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, maka berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai rasio prevalensnya =1. (Sastroasmoro Sudigdo dkk, 2011). Tabel 3 Keuntungan dan Kerugian Studi Risiko Keuntungan Kerugian Kohort Memastikan adanya urutan kejadian Sering membutuhkan sampel besar Menghindari bias pada Tidak baik untuk keluaran pengukuran predictor yang jarang Menghindari bias kesintasan Dapat mempelajari beberapa keluaran Menghasilkan insidens, risiko relative Kohort Seleksi dari subyek dan Lebih mahal dan memakan 18

25 Prospektif pengukuran-pengukuran dapat lebih dipantau Kohort Lebih murah dan lebih retrospektif pendek Kohort ganda Berguna apabila kohort yang berbeda mempunyai paparan yang berbeda dan jarang Cross Dapat meneliti beberapa sectional keluaran Dapat memantau seleksi dari subyek Relative pendek Langkah yang baik dan pertama bagi suatu studi kohort Menghasilkan prevalens, prevalens relative Kasus-kontrol Berguna bagi penelitian keadaan yang jarang terjadi Relative murah dan membutuhkan jumlah yang kecil Menghasilkan rasio odds (perkiraan yang baik dari risiko relative) waktu panjang Kurang pemantauan terhadap seleksi subyek dan pengukuran Adanya bias potensial dari pengambilan sampel dua populasi Tidak menentukan urutan kejadian Terdapatnya bias potensial dalam mengukur predictor dan kesintasan (survival) Tidak baik untuk keadaan yang jarang terjadi Tidak dapat menghasilkan insidens atau risiko relative murni Adanya bias potensial Tidak dapat menentukan urutan kejadian Bias potensial dalam pengukuran predictor dan survival Terbatas pada satu variabel keluaran Tidak menghasilkan prevalens, insidens. (Soeparto dkk, 1998) 19

26 D. Perbedaan Risiko-risiko Ekspresi dasar dari risiko adalah insidensi yakni sebagai jumlah kasus baru dalam populasi tertentu yang meningkat selama waktu periode tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit dalam dua atau lebih kohort, yang mempunyai paparan yang berbeda pada beberapa faktor risiko yang mungkin ada. Untuk membedakan risiko-risiko, beberapa pengukuran hubungan antara paparan dan penyakit disebut dengan pengukuran efek (measurement of effect), sering digunakan. pengukuran tentang efek adalah sebagai berikut : 1. Risiko atribut (Attributable Risk) Risiko atribut merupakan Insidensi tambahan yang berhubungan dengan paparan, yang memperhitungkan latar belakang dari insidensi penyakit, dan mungkin dari penyebab lain sehingga disebut juga dengan risk difference (Fletcher et al, 1991). 2. Risiko relative (Relative Risk) Risiko relative adalah rasio dari insidensi orang-orang sakit yang terpapar dibandingkan dengan orang-orang sakit yang tidak terpapar, serta menjelaskan kekuatan hubungan antara paparan dengan penyakit sehingga merupakan alat pengukur efek yang berguna untuk mempelajari etiologi penyakit (Fletcher et al, 1991). 3. Risiko populasi (population risk) Risiko populasi berguna untuk memutuskan faktor-faktor risiko mana yang biasanya oenting dan yang mana yang paling berarti terhadap kesehatan masyarakat, sehingga dapat memberikan penjelasan dalam pengambilan keputusan untuk memilih prioritas dalam pengembangan pelayanan kesehatan. Seseorang dapat juga menguraikan fraksi keberadaan penyakit dalam suatu populasi yang berhubungan dengan faktor risiko khusus (population attributable fraction), yang diperoleh dengan membagi population attributable risk dengan total insidensi penyakit dalam populasi (Fletcher et al, 1991). 20

27 Tabel 4 Pengukuran dari efek Ekspresi Pertanyaan Definisi Attributable risk Berapa insidensi penyakit yang AR = I E - I E (risk ratio) dianggap sebagai akibat dari paparan? Risiko relative (risk difference) Population attributable risk Population attributable fraction Keterangan : Berapa kali orang-orang yang terpapar faktor risiko jadi sakit dibandingkan dengan orang-orang tanpa faktor risiko? Berapa insidensi penyakit dalam satu populasi, yang berhubungan dengan adanya suatu faktor risiko? Berapa fraksi dari penyakit dalam suatu populasi dapat dianggap akibat terpapar oleh faktor risiko? IE = insidensi pada orang-orang yang terpapar faktor risiko IE = insidensi pada orang-orang yang tidak terpapar faktor risiko P = prevalensi dari paparan terhadap faktor risiko IT = insidensi total dari penyakit dalam satu populasi RR = I E I E AR P = AR X P AR f = AR p I T E. Variabel Perancu 1. Sumber variabel perancu a. Perbedaan sistematik antar kelompok komparasi dapat mempengaruhi validitas internal b. Bias seleksi atau disebut dengan bias migrasi, dimana individu dari satu kelompok berpindah ke kelompok lain (Soeparto dkk, 1998). c. Bias dalam melakukan sampling akan merupakan perbedaan sistematik antar populasi studi dan populasi target yang dapat mempengaruhi validitas eksternal (yaitu menghalangi generalisasi dan hasil studi pada populasi yang dituju) (Bayona Manuel, 2004) 2. Pengendalian variabel perancu dan bias seleksi Menurut Knapp R. G (1992) dalam Soeparto dkk (1998) a. Restriksi Yaitu dengan membatasi hanya pada peserta studi yang termasuk dalam renang sempit nilai variabel. Cara ini mempunyai keterbatasan dalam arti bahwa hubungan antara faktor-faktor yang diretriksi dan penyakit tidak 21

28 dapat dipelajari. Selain itu kesimpulan yang dihasilkan hanya berlaku bagi individu-individu lainnya yang berada dalam batas rentang yang diperkenankan dalam retriksi. b. Pensepadanan (matching) Pasangan subyek-subyek dapat disepadankan dalam kaitan nilai-nilai dari variabel perancu yang potensial. Kesepadanan sering dilakukan pada studi case-control. Keterbatasan-keterbatasan dalam pensepadanan adalah : 1) Hanya variabel kesepadanan yang dihilangkan sebagai sumber perancu 2) Pencarian subyek kesepadanan secara progresif akan merupakan beban dengan meningkatnya jumlah variabel kesepadanan 3) Kesepadanan yang berlebihan (over matching) terjadi apabila subyeksubyek disepadankan pada suatu variabel yang ada hubungannya dengan paparan c. Stratifikasi Dengan menglompokkan subyek-subyek penelitian ke dalam subset-subset atau strata dengan karakteristik yang sama dan menganalisa data dari masing-masing subset secara terpisah, efek dari variabel perancu dapat dihilangkan d. Pembakuan (standarisasi) Terdapat 3 jenis morbiditas dan mortalitas yang dihasilkan dalam studi observasional : 1) Angka kejadian kasar yang tidak disesuaikan (unadjusted crude rates) yang berdasar semua data yang diperoleh untuk suatu kelompok komparasi tertentu 2) Angka kejadian spesifik yang dapat dihitung untuk strata individual dalam suatu kelompok 3) Angka kejadian yang disesuaikan atau yang dibakukan (standardized rates) 22

29 (tahun) >75 Sebagai contoh dalapat dilihat pada table berikut: Tabel 5 Mortalitas kasar dan mortalitas yang disesuaikan Wanita tidak kawin Wanita kawin Usia Jumlah Kematian Jumlah Kematian dalam kanker dalam kanker populasi populasi (per ) Angka kejadian kematian kanker (per ) Angka kejadian kematian kanker (Ribuan) Distribusi populasi untuk semua wanita (Ribuan) Total (dikutip dari : Colton T, Statistic in medicine, 1974) Dari table diatas, didapatkan angka kematian kasar wanita tidak kawin : 5845/ = 61.7 per anggota populasi (pada kolom 4), serta didapat angka kematian kasar pada wanita kawin 29014/ = per anggota populasi (kolom 7), maka untuk angka mortalitas yang disesuaikan dengan usia pada wanita tidak kawin adalah : (8847.1) (3.69) +..+ (825.0) ( ) = = / Dan angka mortalitas yang disesuaikan dengan usia pada wanita kawin adalah: (8847.1) (5.37) + + (825.0) (981.19) = = / Untuk hal ini hasil yang didapat akan berlainan dengan angka kematian kasar dimana angka kejadian mortalitas yang disesuaikan usia pada wanita tidak kawin lebih tinggi daripada wanita yang kawin, sehingga penyesuaian usia akan menghilangkan efek perancu dari usia. e. Assuming the worst Dilakukan apabila data mengenai variabel perancu potensial sedikit atau tidak didapatkan sehingga efek perancu diperkirakan dengan mengasumsikan distribusi kemungkinan yang paling jelek pada faktor yang ada diantara kelompok-kelompok komparasi (Soeparto dkk, 1998). 23

30 f. Cara statistic Prosedur regresi multivariate seperti regresi logistic, regresi Cox s proportional hazard, analisis ko-varians dapat dipakai untuk menyesuaikan nilai-nilai variabel tergantung pada pengaruh dari satu atau lebih variabel perancu bebas (ko-varian) (Soeparto dkk, 1998). 3. Confounding by Indication Confounding by indication adalah cara yang digunakan ketika suatu variabel merupakan faktor risiko suatu penyakit pada seluruh kelompok yang tidak terpapar dan berhubungan dengan kelompok yang terpapar dimana kasus ditemukan. Confounding by indication juga tidak selalu digunakan, dimana menurut para ahli cara ini banyak digunakan untuk mencari bias protopatik, perancu yang berat atau digunakan sebagai bentuk dari bias seleksi, sehingga dapat meningkatkan komunikasi sepanjang penelitian (Maribel Salas et al, 1999). Selain itu bias perancu dapat juga diminimalisasi dengan melakukan Quantitive Risk Assesment (QRA) dengan melalui tahapan hazard identification, assesmen dari paparan, assesmen respon terhadap dosis, dan karakteristik risiko (Bender, 1999) 24

31 DAFTAR PUSTAKA Bayona Manuel, C. O. (2004). Observational Studies and Bias in Epidemiology. Texas: University Of North Texas. Bender, R. (1999). Quantitive Risk Assesment in Epidemiological Studies Investigating Threshold Effects. Biometrical Journal, Fletcher et al. (1991). Sari Epidemiologi Klinik. (A. H. Sutomo, Ed., & T. Sadjimin, Trans.) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Maribel Salas et al. (1999, June 1). Confounding by indication: An Example of variation in the Use of epidemiologic Terminology. American Journal Of Epidemiology (AJE), 149, 981. Markku Nurminen et al. (1999). Methodologic Issues in epidemiologic Risk Assesment. Epidemiology Research Inc, 10th, 585. Sastroasmoro Sudigdo dkk. (2011). Dasar-dasar Metodologi Klinis (11th ed.). Jakarta: Sagung Seto. Soeparto dkk. (1998). Epidemiologi Klinik. Surabaya: GRAMIK FK UNAIR. Timmreck, T. C. (2005). Epidemiologi Suatu Pengantar (2nd ed.). (P. Widyastuti, Ed., & M. Fauziah, Trans.) Jakarta: EGC. vi

Cross sectional Case control Kohort

Cross sectional Case control Kohort Definisi Cross sectional Case control Kohort Rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan dengan cara mengamati status penyakit dan paparan secara bersamaan pada individu

Lebih terperinci

1. Relatif cepat dan murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa.

1. Relatif cepat dan murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa. JENIS DESAIN PENELITIAN 1. Cross-Sectional Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktorfaktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

Lebih terperinci

DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI

DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI Suatu penelitian ingin mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit Thypoidpada anak-anak. Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya penyakit

Lebih terperinci

Studi epidemiologi deskriptif

Studi epidemiologi deskriptif Studi epidemiologi deskriptif Penelitian Crosectional Adalah rancangan studi epidemiologi yg memepelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit

Lebih terperinci

PENELITIAN OBSERVASIONAL. DR. Titiek Sumarawati,MKes

PENELITIAN OBSERVASIONAL. DR. Titiek Sumarawati,MKes PENELITIAN OBSERVASIONAL DR. Titiek Sumarawati,MKes Rancangan penelitian kesehatan berdasar klasifikasi penelitian Rancangan Penelitian Jenis Contoh Observasional (noneksperimen) Eksperimen Deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control yang dilakukan dengan menggunakan desain studi observasional analitik. B. Lokasi dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penyusun. Kelompok 1

KATA PENGANTAR. Penyusun. Kelompok 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan izin dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah farmakoepidemiologi tentang Studi Cohort. Dalam makalah

Lebih terperinci

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK Oleh : Dr. Edison, MPH Bagian Ilmu Kesehatan Masysarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas EPIDEMIOLOGI : Ilmu yang mempelajari frekuensi

Lebih terperinci

PENELITIAN HUBUNGAN KAUSAL. Oleh : SURADI. Staf Pengajar FE UNSA. Abstrak

PENELITIAN HUBUNGAN KAUSAL. Oleh : SURADI. Staf Pengajar FE UNSA. Abstrak PENELITIAN HUBUNGAN KAUSAL Oleh : SURADI Staf Pengajar FE UNSA Abstrak Penelitian yang menggunakan metode eksperimen maupun metode observasi meskipun terdapat perbedaan tetapi mempunyai tujuan akhir yang

Lebih terperinci

06/03/2018 TUJUAN. Diakhir kuliah mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep dasar epidemiologi deskriptif. Pertemuan 4 - Epidemiologi

06/03/2018 TUJUAN. Diakhir kuliah mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep dasar epidemiologi deskriptif. Pertemuan 4 - Epidemiologi TUJUAN Diakhir kuliah mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep dasar epidemiologi deskriptif Pertemuan 4 - Epidemiologi Adalah studi yang menggambarkan karakteristik & sebaran masalah kesehatan/ penyakit;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan

Lebih terperinci

PENELITIAN EPIDEMIOLOGI

PENELITIAN EPIDEMIOLOGI PENELITIAN EPIDEMIOLOGI Alasan penelitian epidemiologi Pemantauan terhadap pencemaran di lingkungan yang meningkat (kual.&kuan) belum diketahui efek thd kesehatan Zat pencemar agent potensial krn : korosif,

Lebih terperinci

6/5/2010. Analytic. Descriptive Case report Case series Survey. Observational Cross sectional Case-control Cohort studies

6/5/2010. Analytic. Descriptive Case report Case series Survey. Observational Cross sectional Case-control Cohort studies Disampaikan oleh: Retna Siwi Padmawati KMPK-2009 Tujuan Memberi pengantar tentang disain metode penelitian Memahami perbedaan penelitian deskriptif dan analytic Mengidentifikasi hirarki disain penelitian,

Lebih terperinci

Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi, FKH IPB

Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi, FKH IPB Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi, FKH IPB Merupakan satu di antara studi observasional analitik yang dirancang untuk melihat hubungan asosiasi. Desain ini dimulai dengan menetukan/menyeleksi populasi

Lebih terperinci

Pada sebuah penelitian potong lintang berbasis populasi peneliti ingin mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi.

Pada sebuah penelitian potong lintang berbasis populasi peneliti ingin mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi. Pada sebuah penelitian potong lintang berbasis populasi peneliti ingin mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi. Ternyata didapatkan hubungan dengan obesitas, merokok, dan aktifitas

Lebih terperinci

UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI

UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI UKURAN FREKWENSI KEJADIAN PENYAKIT UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI FITRA YELDA Secara garis besar kejadian dapat berupa : Morbiditas /kesakitan Mortalitas / kematian Ada 3 macam parameter matematis yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi kasus-kontrol (case control) yaitu suatu penelitian untuk menelaah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional.

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional. Polusi Udara + ISPA

Lebih terperinci

UKURAN ASOSIASI DALAM EPIDEMIOLOGI. Putri Handayani, M. KKK

UKURAN ASOSIASI DALAM EPIDEMIOLOGI. Putri Handayani, M. KKK UKURAN ASOSIASI DALAM EPIDEMIOLOGI Putri Handayani, M. KKK Tipe ukuran yang digunakan dalam epidemiologi Ukuran asosiasi Merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara suatu eksposur/faktor risiko dan

Lebih terperinci

PENGANTAR BIOSTATISIK SAPTAWATI BARDOSONO

PENGANTAR BIOSTATISIK SAPTAWATI BARDOSONO PENGANTAR BIOSTATISIK SAPTAWATI BARDOSONO PERKENALAN Perkuliahan 14 tatap muka @ 1 jam Diskusi kelompok 14 kali @ 1 jam Praktikum statistik 2 kali @ 4 jam Penanggungjawab mata ajaran: Saptawati Bardosono

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan VariabelTerikat Status Perkawinan Kejadian Malnutrisi Riwayat Penyakit Aktifitas Fisik Perilaku Merokok

Lebih terperinci

Studi Epidemiologi Analitik. DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 Adelia Adi setya Rizky Maisar Putra Romayana Simanungkalit Rozika Amalia Siti Susanti Yusfika

Studi Epidemiologi Analitik. DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 Adelia Adi setya Rizky Maisar Putra Romayana Simanungkalit Rozika Amalia Siti Susanti Yusfika Studi Epidemiologi Analitik DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 Adelia Adi setya Rizky Maisar Putra Romayana Simanungkalit Rozika Amalia Siti Susanti Yusfika STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK 1.1 PENGERTIAN STUDI EPIDEMIOLOGI

Lebih terperinci

BIAS DALAM STUDI EPIDEMIOLOGI. Oleh: Hartini Sri Utami

BIAS DALAM STUDI EPIDEMIOLOGI. Oleh: Hartini Sri Utami BIAS DALAM STUDI EPIDEMIOLOGI Oleh: Hartini Sri Utami Definisi Bias adalah kesalahan sistematis dalam memilih subjek penelitian atau mengumpulkan data yang menyebabkan taksiran yang salah (incorrect estimates)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis/ Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional yaitu berupaya mencari hubungan antara variabelnya (Notoatmodjo,

Lebih terperinci

SCREENING. Pengertian. untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi. menggunakan. mungkin menderita. memisahkan.

SCREENING. Pengertian. untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi. menggunakan. mungkin menderita. memisahkan. SCREENING Pengertian Screening : Proses yg dimaksudkan untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi dg menggunakan berbagai test/uji yg dapat diterapkan secara tepat dlm sebuah

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI GIZI. Saptawati Bardosono

EPIDEMIOLOGI GIZI. Saptawati Bardosono EPIDEMIOLOGI GIZI Saptawati Bardosono Pendahuluan Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari frekuensi penyakit pada manusia Epidemiologi mempelajari distribusi penyakit

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis data sekunder dari hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia ( SDKI) tahun 2007, dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian (survei) analitik, yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian (survei) analitik, yang 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian (survei) analitik, yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan restropective.

Lebih terperinci

Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran

Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran Uji Klinik Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran Konsep dasar pemikiran Bahan yang dipakai Pemikiran/metode 2000 SM Magis, sakral Bahan alam Kepercayaan 0 Empiris primitif

Lebih terperinci

STUDI EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF. Putri Handayani, SKM., M.KKK

STUDI EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF. Putri Handayani, SKM., M.KKK STUDI EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF Putri Handayani, SKM., M.KKK Epidemiologi Definisi: Studi tentang sebaran (distribusi) dan faktor yang berpengaruh (determinan) dari frekuensi penyakit pada populasi (manusia).

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA EPIDEMIOLOGI dr. Maftuhah Nurbeti A. Pendahuluan Knowledge is not enough, we must apply. Willingness is not enough, we must do (Goethe dalam Killoran et al, 2006) Kutipan dari ilmuwan terkenal abad 18

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI

BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI Pendahuluan Era globalisasi yang sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif. Contoh dampak negatif dari era globalisasi

Lebih terperinci

ANALISIS DATA STUDI KOHORT

ANALISIS DATA STUDI KOHORT Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB ANALISIS DATA STUDI KOHORT Bahan Kuliah Mata Ajaran

Lebih terperinci

EPIDEMOLOGI KESEHATAN KERJA ZAENAB, SKM., M.KES co. id.

EPIDEMOLOGI KESEHATAN KERJA ZAENAB, SKM., M.KES co. id. EPIDEMOLOGI KESEHATAN KERJA ZAENAB, SKM., M.KES zaenabku@yahoo.co.id EPIDEMOLOGI KESEHATAN KERJA A. PENDAHULUAN Lingkungan Mc terdiri dari unsur yang mendasar Udara, Air, Makanan, disamping lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut bisa terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan antara faktor. dipengaruhi oleh resiko) (Riyanto, 2011, p.28).

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut bisa terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan antara faktor. dipengaruhi oleh resiko) (Riyanto, 2011, p.28). 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis/ Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik, merupakan suatu penelitian yang mencoba mengetahui mengapa masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT UKURAN FREKUENSI PENYAKIT ade.heryana24@gmail.com 6 Desember 2015 Universitas Esa Unggul - Jakarta Jenis Ukuran dalam Epidemiologi Tipe Matematik Dengan denominator Tanpa denominator Tipe Epidemiologik

Lebih terperinci

Statistik Non-Parametrik. Saptawati Bardosono

Statistik Non-Parametrik. Saptawati Bardosono Statistik Non-Parametrik Saptawati Bardosono Uji statistik non-parametrik: Chi-square test Fisher-test Kolmogorov-Smirnov McNemar test Korelasi rank Mann Whitney Wilcoxon Chi-squared test tabel 2X2 Pada

Lebih terperinci

Odds ratio = a/b = ad/bc c/d

Odds ratio = a/b = ad/bc c/d Latihan Soal Epidemiologi : Tutorial 2 (Kelompok A) Measures of Association and Measures of Public Health Impact Rumus : a. Risk Ratio : b. Rate Ratio c. Odd Ratio Odds ratio = a/b = ad/bc c/d d. Attributable

Lebih terperinci

Hubungan Perdarahan Jangka Pendek Dan Pola Kram Perut Dengan Kepuasan Metode Long-Acting Reversible Contraceptive

Hubungan Perdarahan Jangka Pendek Dan Pola Kram Perut Dengan Kepuasan Metode Long-Acting Reversible Contraceptive Hubungan Perdarahan Jangka Pendek Dan Pola Kram Perut Dengan Kepuasan Metode Long-Acting Reversible Contraceptive TUJUAN: Untuk menilai pola kram dan perdarahan jangka pendek dengan IUD dan Implant serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia terdapat banyak kasus yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah munculnya penyakit, baik menular

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Hand Out Epidemiologi : Prodi D III Kebidanan Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta SMT IV Tahun 2008 Oleh : Ig. Dodiet Aditya Setyawan, SKM.

Hand Out Epidemiologi : Prodi D III Kebidanan Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta SMT IV Tahun 2008 Oleh : Ig. Dodiet Aditya Setyawan, SKM. EPIDEMIOLOGI DASAR DASAR PENYAKIT EPIDEMIOLOGI TIDAK MENULAR & APLIKASINYA & Faktor DALAM Resiko KEBIDANAN Pentingnya pengetahuan tentang Penyakit Tidak Menular (PTM) dilatarbelakangi dengan kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP. Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP. Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian

Lebih terperinci

Oleh: SYAFRIANI, M.Kes Prinsip-prinsip Epidemiologi STIKES TUANKU TAMBUSAI RIAU

Oleh: SYAFRIANI, M.Kes Prinsip-prinsip Epidemiologi STIKES TUANKU TAMBUSAI RIAU Oleh: SYAFRIANI, M.Kes Prinsip-prinsip Epidemiologi STIKES TUANKU TAMBUSAI RIAU Ukuran Frekuensi; Ukuran Asosiasi; Ukuran Dampak. Ukuran frekuensi merupakan ukuran dalam epidemiologi deskriptif; Ukuran

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan

Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan Prosiding SNaPP011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:089-358 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG

Lebih terperinci

JENIS RISET. Saptawati Bardosono

JENIS RISET. Saptawati Bardosono JENIS RISET Saptawati Bardosono PENDAHULUAN Penelitian adalah proses pendekatan dengan pembuktian ilmiah untuk mendapatkan tambahan dan memperdalam ilmu di bidang tertentu Proses pembuktian dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembentukan manusia yang berkualitas dimulai sejak masih di dalam kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat proses

Lebih terperinci

1. UKURAN-UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGY

1. UKURAN-UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGY 1. UKURAN-UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGY Ada bermacam-macam jenis satuan ukuran, diantaranya: Mengukur Jarak meter, kilometer Mengukru Waktu jam, hari bulan Mengukur Kejadian Kasus Mengukur Hubungan Rasio Odds,

Lebih terperinci

Studi Eksperimental membandingkan data dari sekelompok manusia/obyek yang dengan

Studi Eksperimental membandingkan data dari sekelompok manusia/obyek yang dengan STUDI EKSPRIMENTAL/STUDI INTERVENSI Studi Eksperimental membandingkan data dari sekelompok manusia/obyek yang dengan sengaja diberikan tindakan/intervensi tertentu dengan kelompok lain yang sama tetapi

Lebih terperinci

Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode

Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode UJI DIAGNOSTIK DALAM EPIDEMIOLOGI KLINIK Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode metode epidemiologi ke dalam praktek kedokteran klinik. Epidemiologi klinik merupakan salah satu

Lebih terperinci

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono Food-borne Outbreak Saptawati Bardosono Pendahuluan Terjadinya outbreak dari suatu penyakit yang disebabkan oleh makanan merupakan contoh yang baik untuk aplikasi epidemiologi dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik observasional yaitu penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi bagaimana dan mengapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang telah dirancang (Sugiyono, 2009). Sedangkan rancangan penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. yang telah dirancang (Sugiyono, 2009). Sedangkan rancangan penelitian ini 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang mencoba menggali seberapa pengaruhnya faktor risiko menyebabkan masalah kesehatan tersebut.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah dibidang ilmu kesehatan anak,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah dibidang ilmu kesehatan anak, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah dibidang ilmu kesehatan anak, urologi, dan sitogenetika dalam ilmu kedokteran. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Pengukuran Kejadian Penyakit

Pengukuran Kejadian Penyakit Pengukuran Kejadian Penyakit Deskripsi sesi: Pengukuran adalah bagian terpenting dari suatu penelitian epidemiologi. Aspek pengukuran meliputi alat ukur, cara pengukuran dan hasil pengukuran. Secara umum

Lebih terperinci

Accuracy (Keakuratan)

Accuracy (Keakuratan) VALIDITAS DAN BIAS Accuracy (Keakuratan) 1. Presisi (Precision) Concerns random error Random error: a difference between any estimate computed from the study data and the effect measure actually being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Dwika Suryaningdyah. Abstrak

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Dwika Suryaningdyah. Abstrak HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Dwika Suryaningdyah Abstrak Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering merupakan faktor utama terjadinya prolapsus

Lebih terperinci

Dietary iron intake and blood donations in relation to risk of type 2diabetes in men: a prospective cohort study Cohort Study ( Prospectively )

Dietary iron intake and blood donations in relation to risk of type 2diabetes in men: a prospective cohort study Cohort Study ( Prospectively ) Dietary iron intake and blood donations in relation to risk of type 2diabetes in men: a prospective cohort study Cohort Study ( Prospectively ) NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2 A.2: 1. NUR AFIFAH DWI P ( 105070300111026

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. 25 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik,

Lebih terperinci

Observasional study. Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt. Department of Pharmacy Faculty of Mathematics and Science Lambung Mangkurat University

Observasional study. Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt. Department of Pharmacy Faculty of Mathematics and Science Lambung Mangkurat University Observasional study Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt Department of Pharmacy Faculty of Mathematics and Science Lambung Mangkurat University Cross-sectional Rancangan penelitian ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam tesis ini merupakan data sekunder gabungan yang berasal dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007 (Susenas 2007) dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) menyebutkan bila stroke merupakan penyebab kematian nomer satu

Lebih terperinci

RANCANGAN EKOLOGIS MP-KONSENTRASI MAGISTER KESEHATAN IBU-ANAK

RANCANGAN EKOLOGIS MP-KONSENTRASI MAGISTER KESEHATAN IBU-ANAK RANCANGAN EKOLOGIS MP-KONSENTRASI MAGISTER KESEHATAN IBU-ANAK TIPOLOGI RANCANGAN EPIDEMIOLOGI 1. RANCANGAN DASAR (basic-design) * Kriteria unit pengamatan : Individu, ada informasi ttg faktor resiko &

Lebih terperinci

Introduksi. Disain penelitian Epidemiologi

Introduksi. Disain penelitian Epidemiologi 1 Introduksi Disain penelitian Epidemiologi 2 Untuk mempelajari distribusi dan frekwensi penyakit di populasi dipakai disain studi epidemiologi deskriptif Untuk mempelajari diterminan suatu penyakit di

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain kohort retrospektif mengenai pengaruh PMT pada penderita TB paru terhadap konversi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian adalah mencakup bidang Ilmu

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian adalah mencakup bidang Ilmu 20 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian adalah mencakup bidang Ilmu Kesehatan Anak. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control. Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena peneliti

Lebih terperinci

ETIKA PENELITIAN EPIDEMIOLOGI ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

ETIKA PENELITIAN EPIDEMIOLOGI ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS ETIKA PENELITIAN EPIDEMIOLOGI ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Penelitian epidemiologi - merupakan studi distribusi dan determinan (penentu) status atau kejadian yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di ruang Perawatan Bayi Sehat (R. X) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang terjadi akibat penyakit kardiovaskular. Kelainan terjadi pada pembuluh darah di otak dan bersifat fokal. Stroke merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dalam dinding pembuluh darah disertai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. B. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini yaitu cohort. Penelitian mulai dari sini Subyek tanpa faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang akan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang akan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat analitik dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. faktor risiko lain yang berperan terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. faktor risiko lain yang berperan terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan 59 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat kuantitatif dan dilakukan dengan menganalisis data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003.

Lebih terperinci

STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK

STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK Epidemiologi Studi yg mempelajari distribusi dan determinant status atau kejadian yg berhubungan dengan kesehatan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode dan Rancangan Penelitian 5/7/2011 Anrinal - FTI ITP 1 Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan penelitian: Etika penelitian Kendala Hukum Pelatihan asisten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. control untuk menganalisis hipertensi dengan kejadian presbiakusis yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. control untuk menganalisis hipertensi dengan kejadian presbiakusis yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian dengan desain observational analitik dengan metode case control untuk menganalisis hipertensi dengan kejadian presbiakusis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah. 1 Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Paritas Riwayat Keluarga Penggunaan KB Hormonal Kanker Payudara Riwayat Kanker Sebelumnya Status Perkawinan Gambar 3.1 Kerangka

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir-akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian Gastroentero-Hepatologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Dalam penelitian ini ruang lingkup keilmuan adalah Ilmu Gizi. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Disain studi Penelitian ini merupakan penelitian yang memanfaatkan penelitian sebelumnya mengenai Pengaruh Asupan Asam Lemak Trans terhadap Profil Lipid Darah yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua yang menginfeksi manusia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan menyebabkan angka kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan derajat kesehatan. Kegiatan ini hanya diselenggarakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan derajat kesehatan. Kegiatan ini hanya diselenggarakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Umur Ibu hamil Pekerjaan Ibu hamil Pendidikan Ibu hamil Umur kehamilan ibu hamil Jumlah asupan protein Variable Terikat Kejadian Kekurangan Energi

Lebih terperinci