HASIL DAN PEMBAHASAN Pewilayahan Potensi Ekonomi Daerah Provinsi Banten

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Pewilayahan Potensi Ekonomi Daerah Provinsi Banten"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pewilayahan Potensi Ekonomi Daerah Provinsi Banten Pemilihan variabel dilakukan berdasarkan pertimbangan kelengkapan data serta kemampuan vaiabel tersebut dalam menjelaskan keragaman karakteristik wilayah pada pola penganggaran dan kinerja pembangunan daerah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diperoleh variabel dasar dengan kombinasi antara daerah dan waktu, yaitu: 6 unit analisis daerah kabupaten/kota dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 (Lampiran 1). Proses analisis komponen utama terhadap kabupaten/kota di Provinsi Banten diolah berdasarkan pada data kependudukan kabupaten/kota dalam angka Provinsi Banten Tahun , data APBD Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun dan data PDRB Kabupaten/Kota Banten Tahun Variabelvariabel indikator yang digunakan (merupakan hasil dari analisis rasio, indeks diversitas entropy dan LQ) sebanyak 58 (lima puluh delapan) variabel indikator (Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 8) yang kemudian disederhanakan menjadi 27 (dua puluh tujuh) indeks komposit. Semua variabel dasar yang digunakan dalam menganalisis tipologi wilayah berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten. Variabel indikator yang terpilih diseleksi dengan menggunakan teknik Principal Component Analysis (PCA) agar variabel-variabel penting dapat dikelompokan untuk pendugaan fenomena dan pemahaman struktur hubungannya antar variabel tersebut di wilayah sampel. Set variabel indikator yang terpilih melalui pendekatan PCA, dipresentasikan dalam dimensi yang lebih sederhana dan dipilah menjadi dua kelompok yaitu: (1) 24 variabel komposit indikator pengukur potensi ekonomi daerah dan (2) 3 variabel komposit indikator pengukur kinerja pembangunan ekonomi daerah (Lampiran 9). Variabel komposit indikator pengukur potensi ekonomi daerah dikelompokan menjadi 5 dimensi, yaitu: (1) struktur ekonomi daerah, (2) struktur harga-harga, (3) kependudukan, (4) struktur anggaran penerimaan, dan (5) struktur anggaran pengeluaran.

2 60 Dimensi Struktur Ekonomi Daerah Berdasarkan hasil analisis faktor/komponen utama dengan teknik PCA, pengelompokan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten berdasarkan Dimensi Struktur Ekonomi Daerah, cukup dilakukan dengan menggunakan 2 faktor yaitu faktor 1 dan faktor 2. Nilai korelasi atau factor loadings yang nyata (significant) ditandai dengan nilai korelasi > 0,7. Kesepuluh variabel indikator dimensi struktur ekonomi daerah tersebut, semuanya memiliki pengaruh nyata terhadap pembentukan variabel baru. Analisis faktor yang menghasilkan 2 faktor tersebut, masing-masing memiliki 5 variabel indikator penciri utama, yang dianggap dapat mencerminkan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan struktur ekonomi daerah seperti pada Tabel 12. Tabel 12 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Ekonomi Daerah 1 (Sed1) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 12 menunjukkan bahwa faktor 1 dapat menerangkan sebesar 69,75% dari total varians. Hal ini menunjukan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur ekonomi daerah 1 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 69,75% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 13 Factor Loadings Dimensi Struktur Ekonomi Daerah 1 No. Kode Nama Factor 1 1 LqAgr bobot lokasi sektor pertanian LqMin bobot lokasi sektor pertambangan dan galian LqInd bobot lokasi sektor industri pengolahan LqLga bobot lokasi sektor listrik, gas dan air bersih LqDag bobot lokasi sektor perdagangan, hotel dan restoran Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 13 terlihat bahwa memilki eigenvalue sebesar 3,487 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 3,487 atau sekitar 69,75% dari total keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah: bobot lokasi sektor pertanian (LqAgr), bobot lokasi sektor pertambangan dan penggalian (LqMin), bobot lokasi sektor perdagangan, hotel dan restoran (LqDag), bobot lokasi sektor industri pengolahan (LqInd) dan bobot lok asi sektor listrik, gas dan air bersih (LqLga). Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi

3 61 negatif yang mengindikasikan bahwa kecenderungan meningkatnya pembangunan sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran seiring dengan semakin menurunnya pembangunan sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air bersih di wilayah Provinsi Banten. Kenaikan struktur ekonomi daerah pada sektor pertanian, pertambangan dan perdagangan serta penurunan sektor industri dan listrik, gas dan air bersih merupakan fenomena yang saling berhubungan. Kemungkinan yang terjadi adalah peningkatan produksi pertanian dan pertambangan sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa, sehingga memberikan dampak terhadap peningkatan sektor perdagangan. Sedangkan penurunan sektor industri dapat disebabkan oleh menurunnya produksi listrik akibat pemeliharaan pembangkit yang membutuhkan waktu yang relatif lama, serta rendahnya pasokan gas dan menurunnya ketersediaan air bersih. Tabel 14 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Ekonomi Daerah 2 (Sed2) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 14 menunjukkan bahwa faktor 2 dapat menerangkan sebesar 79,06% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur ekonomi daerah 2 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 79,06% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 15 Factor Loadings Dimensi Struktur Ekonomi Daerah 2 No. Kode Nama Factor 2 1 LqKon bobot lokasi sektor bangunan LqAng bobot lokasi sektor pengangkutan dan komunikasi LqKeu bobot lokasi sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan LqJsa bobot lokasi sektor jasa-jasa BdSek bobot lokal diversitas sektor Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 15 terlihat bahwa memiliki eigenvalue sebesar 3,952 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 3,952 atau sekitar 79,06% dari total keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah bobot lokasi sektor pengangkutan dan komunikasi (LqAng), bobot lokasi sektor bangunan (LqKon), bobot lokasi sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

4 62 (LqKeu), bobot lokasi sektor jasa-jasa (LqJsa) dan bobot lokal diversitas sektor (Bdsek). Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi negatif yang mengindikasikan bahwa kecenderungan meningkatnya pembangunan sektor pengangkutan dan komunikasi seiring dengan semakin menurunnya pembangunan sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor jasa-jasa, serta tingkat perkembangan aktivitas ekonomi daerah wilayah Provinsi Banten. Kenaikan struktur ekonomi daerah pada sektor pengangkutan dan komunikasi serta penurunan sektor bangunan, keuangan, jasa dan perkembangan aktivitas sektor ekonomi daerah merupakan fenomena yang terjadi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena peningkatan sektor pengangkutan dan komunikasi sebagai akibat dari semakin kuatnya arus aliran barang dan jasa ke luar wilayah, sehingga memberikan dampak terhadap penurunan pasokan barang untuk sektor konstruksi dan jasa di wilayah sendiri. Penurunan sektor konstruksi dan jasa tersebut mengakibatkan iklim investasi menjadi berkurang dan rendahnya tingkat perkembangan aktivitas perekonomian di semua sektor. Dimensi Struktur Harga-harga Pengelompokan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten berdasarkan Dimensi Struktur Harga-harga dilakukan dengan cara mengelompokan variabelvariabel indikator melalui teknik PCA dalam analisis faktor/komponen utama. Analisis ini menghasilkan 4 faktor dan 1 variabel indikator yang diikutsertakan namun tidak termasuk ke dalam analisis faktor yaitu: faktor 1, faktor 2, faktor 3, faktor 4 dan variabel indikator bobot lokal indeks harga sektor jasa-jasa. Analisis faktor dimensi ini memiliki sembilan variabel indikator yang berpengaruh nyata terhadap pembentukan variabel baru, dan dianggap dapat mencerminkan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan struktur harga-harga. Tabel 16 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Harga-harga 1 (Shh1) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 16 menunjukkan bahwa faktor 1 dapat menerangkan sebesar 88,52% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur harga-harga 1 mampu menerangkan

5 63 karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 88,52% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 17 Factor Loadings Dimensi Struktur Struktur Harga 1 No. Kode Nama Factor 1 1 BhMin bobot lokal indeks harga sektor pertambangan dan galian BhLga bobot lokal indeks harga sektor listrik, gas dan air bersih BhAng bobot lokal indeks harga sektor pengangkutan dan komunikasi Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 17 memiliki eigenvalue sebesar 2,656 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 2,656 atau sekitar 88,52% dari total keragaman data. Faktor 1 memiliki 3 variabel penciri utama yaitu: bobot lokal indeks harga sektor pertambangan dan galian (BhMin) serta bobot lokal indeks harga sektor listrik, gas dan air bersih (BhLga), dan bobot lokal indeks harga sektor pengangkutan dan komunikasi (BhAng). Ketiga variabel penciri utama dalam faktor ini mengindikasikan bahwa kecenderungan yang terjadi adalah hubungan yang searah antara struktur harga-harga pada sektor pertambangan dan galian, sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pengangkutan dan komunikasi di wilayah Provinsi Banten. Faktor yang menjadi penyebab utama peningkatan inflasi di Banten adalah gangguan pasokan pada beberapa komoditas kelompok bahan makanan, yaitu kenaikan harga komoditas yang dipengaruhi oleh kenaikan harga beberapa komoditas di pasar internasional (imported inflation) seperti kenaikan harga emas yang kenaikannya pararel dengan kenaikan harga BBM dunia serta kenaikan harga produk turunan yang menggunakan bahan baku yang diimpor di atas. Sementara itu, perkembangan harga-harga yang diatur oleh pemerintah peningkatannya relatif rendah. Program konversi minyak tanah ke gas yang baru diterapkan di kota Tangerang, pada triwulan ini diterapkan di Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon. Namun demikian, program konversi tersebut belum secara signifikan mempengaruhi kenaikan harga minyak tanah, antara lain karena dari sisi pasokan masih mencukupi, walaupun di kota Tangerang sempat terjadi kenaikan harga minyak tanah, akibat beberapa pedagang dari luar daerah yang mencari minyak tanah ke Kota Tangerang. Beberapa administered price seperti tarif air minum dan angkutan umum tidak mengalami kenaikan yang berarti. Walaupun, di Banten terdapat kenaikan

6 64 pada beberapa administered price, namun kenaikan tersebut tidak membawa dampak yang signifikan. Kenaikan tarif air minum di beberapa kota di Banten diperkirakan tidak terpantau dalam perhitungan inflasi karena survei hanya dilakukan di kota Serang dan Cilegon. Beberapa PDAM yang menaikkan tarif dimaksud adalah di PDAM Tangerang yang naik 30% dan PDAM Pandeglang yang meningkat 66% dari tarif semula. Sedangkan kenaikan tarif air minum di PDAM Serang sudah pasti akan diimplementasikan namun tingkat kenaikannya masih dalam pembahasan. Tarif angkutan umum antar kota antar provinsi (AKAP) tidak mengalami kenaikan. Sementara itu tarif angkutan laut dalam negeri tidak mengalami perubahan mengingat baru saja mengalami kenaikan. Sementara itu rencana penghapusan biaya tambahan (surcharge) dalam terminal handling charge (THC) sebesar US$ 25 sampai US$ 40 per kontainer diperkirakan akan terealisasi awal tahun Selama ini biaya terminal terdiri dari container handling charge dan surcharge yang keseluruhannya sebesar US$ 90 sampai US$145. Tabel 18 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Harga-harga 2 (Shh2) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 18 menunjukkan bahwa faktor 2 dapat menerangkan sebesar 77,96% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur harga-harga 2 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 77,96% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 19 Factor Loadings Dimensi Struktur Struktur Harga 2 No. Kode Nama Factor 2 1 BhInd bobot lokal indeks harga sektor industri pengolahan BhKeu bobot lokal indeks harga sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 19 memiliki eigenvalue sebesar 1,559 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,559 atau sekitar 77,96% dari total keragaman data. Faktor 2 memiliki 2 variabel penciri utama, yaitu bobot lokal indeks harga sektor industri pengolahan (BhInd) dan bobot lokal indeks

7 65 harga sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (BhKeu). Faktor ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan melemahnya struktur harga sektor industri dan pengolahan, seiring dengan penguatan struktur harga sektor keuangan, persewaan, dan jasa di wilayah Provinsi Banten. Kenaikan harga makanan yang menggunakan tepung dan minyak goreng tertinggi terjadi pada roti tawar yang meningkat 30%, kue-kue 26% dan mie 4%. Sementara itu harga ayam potong di Banten meningkat seiring dengan kenaikan harga pakan ternak dan meningkatnya permintaan. Tabel 20 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Harga-harga 3 (Shh3) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 20 menunjukkan bahwa faktor 3 dapat menerangkan sebesar 91,33% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur harga-harga 3 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 91,33% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 21 Factor Loadings Dimensi Struktur Struktur Harga 3 No. Kode Nama Factor 3 1 BhAgr bobot lokal indeks harga sektor pertanian BhTot bobot lokal indeks harga agregat sektor Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 21 memiliki eigenvalue sebesar 1,827 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,827 atau sekitar 91,33% dari total keragaman data. Faktor 3 memiliki 2 variabel penciri utama, yaitu bobot lokal indeks harga sektor pertanian (BhAgr) dengan bobot lokal indeks harga agregat sektor (BhTot). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan menguatnya struktur harga sektor pertanian seiring dengan penguatan struktur harga seluruh sektor perekonomian secara agregat di wilayah Provinsi Banten. Pasokan beras sempat mengalami gangguan, karena belum datangnya masa panen, khususnya di Jawa Barat belum tiba. Jawa Barat merupakan daerah pemasok 60% padi ke PIBC. Jika pasokan padi ke PIBC terhambat, maka jumlah pasokan padi ke Banten juga akan mengalami gangguan. Faktor yang lain adalah,

8 66 mayoritas petani di Banten cenderung menjual produknya ke tengkulak dengan sistem ijon, meskipun dengan harga yang relatif rendah karena prosesnya lebih cepat dan tidak memerlukan tertentu, seperti syarat kadar air 25%, kadar hampa 10% dan beberapa ketentuan lain. Hasil panen yang di jual ke tengkulak tersebut lebih banyak yang lari ke luar daerah di bandingkan untuk menambah pasokan di Banten sendiri. Ke depan, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Banten, akan melakukan program stabilisasi pangan dalam upaya pasokan dan kestabilan harga. menjaga ketersediaan Tabel 22 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Harga-harga 4 (Shh4) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 22 menunjukkan bahwa faktor 4 dapat menerangkan sebesar 69,78% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur harga-harga 4 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 69,78% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 23 Factor Loadings Dimensi Struktur Struktur Harga 4 No. Kode Nama Factor 4 1 BhKon bobot lokal indeks harga sektor bangunan BhDag bobot lokal indeks harga sektor perdagangan, hotel dan restoran Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 23 memiliki eigenvalue sebesar 1,396 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,396 atau sekitar 69,78% dari total keragaman data. Faktor 4 memiliki 2 variabel penciri utama, yaitu bobot lokal indeks harga sektor bangunan (BhKon) dengan bobot lokal indeks harga sektor perdagangan, hotel, dan restoran (BhDag). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan menguatnya struktur harga sektor bangunan seiring dengan penguatan struktur harga sektor perdagangan, hotel dan restoran di wilayah Provinsi Banten. Kelompok komoditas bahan bangunan di Banten hanya mengalami kenaikan harga yang tidak memberikan kontribusi secara signifikan terhadap inflasi. Turunnya hujan menyebabkan tidak dapat diproduksinya batu bata. Di tengah-

9 67 tengah permintaan yang tetap tinggi maka harga batu bata meningkat hingga 50%. Sementara itu harga kayu tetap stabil karena stok komoditi tersebut cukup banyak. Dimensi Kependudukan Berdasarkan hasil analisis faktor/komponen utama dengan teknik PCA, pengelompokan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten berdasarkan Dimensi Kependudukan, cukup dilakukan dengan menggunakan 1 faktor. Analisis faktor dimensi ini memiliki dua variabel indikator yang berpengaruh nyata terhadap pembentukan variabel baru dan dianggap dapat mencerminkan fenomenafenomena yang berhubungan dengan kependudukan. Tabel 24 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Kependudukan (Duk) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 24 menunjukkan bahwa faktor 1 dapat menerangkan sebesar 81,25% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi kependudukan mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 81,25% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 25 factor Loadings Dimensi Kependudukan No. Kode Nama Factor 1 1 PoDen bobot lokal kepadatan penduduk UkRmt bobot lokal ukuran rumah tangga Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 25 menunjukkan bahwa faktor dimensi kependudukan memiliki eigenvalue sebesar 1,625 artinya faktor ini dapat menjelaskan 1,625 atau sekitar 81,25% dari total keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah bobot lokal kepadatan penduduk (PoDen) dan bobot lokal ukuran rumah tangga (UkRmt). Faktor ini menunjukan terdapat korelasi negatif, yang mengindikasikan bahwa karakteristik daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten cenderung memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seiring dengan menurunnya tingkat ukuran rumah tangga. Kemungkinannya adalah laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat merupakan akibat dari perpindahan penduduk dari luar wilayah, karena daya tarik wilayah itu sendiri. Sedangkan penurunan jumlah anggota keluarga disebabkan

10 68 oleh meningkatnya harga-harga yang harus dikonsumsi, sehingga menjadi salah satu pertimbangan dalam memutuskan untuk mengikuti program Keluarga Berencana (KB). Dimensi Struktur Anggaran Penerimaan Berdasarkan hasil analisis faktor/komponen utama dengan teknik PCA, pengelompokan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten berdasarkan Dimensi Struktur Anggaran Penerimaan, cukup dilakukan dengan menggunakan 1 faktor dan 1 variabel indikator yang diikutsertakan namun tidak termasuk ke dalam analisis faktor, yaitu: faktor 1 dan variabel indikator bobot lokasi penerimaan lainlain yang syah. Analisis faktor dimensi ini memiliki dua variabel indikator yang berpengaruh nyata terhadap pembentukan variabel baru dan dianggap dapat mencerminkan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan struktur anggaran penerimaan. Dimensi anggaran penerimaan di setiap daerah kabupaten/kota diukur dengan 2 variabel indikator. Analisis Faktor/Komponen Utama menghasilkan 1 faktor, seperti yang terlihat pada Tabel 26 berikut. Tabel 26 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Penerimaan 1 (Sar1) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 26 menunjukkan bahwa faktor 1 dapat menerangkan sebesar 78,08% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran penerimaan mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 78,08% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 27 Factor Loadings Dimensi Anggaran Penerimaan No. Kode Nama Factor 1 1 LrImb bobot lokasi penerimaan dana perimbangan LqRby bobot lokasi penerimaan pembiayaan Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 27 memiliki eigenvalue sebesar 1,562 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,562 atau 78,08% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi negatif antara bobot

11 69 lokasi penerimaan dana penerimbangan (Lrlmb) dengan bobot lokasi penerimaan pembiayaan (LqRby). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan meningkatnya besaran penerimaan dana perimbangan seiring dengan menurunnya besaran penerimaan pembiayaan daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten. Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran Berdasarkan hasil analisis faktor/komponen utama dengan teknik PCA, pengelompokan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten berdasarkan Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran, cukup dilakukan dengan menggunakan 9 faktor dan 5 variabel indikator yang diikutsertakan namun tidak termasuk ke dalam analisis faktor. Kelima variabel indikator tersebut adalah: variabel indikator bobot lokasi pengeluaran belanja tidak langsung, bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pekerjaan umum, bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kependudukan dan catatan sipil, bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pemberdayaan masyarakat dan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pemerintahan umum. Analisis faktor dimensi ini memiliki sembilan variabel indikator yang berpengaruh nyata terhadap pembentukan variabel baru dan dianggap dapat mencerminkan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan struktur anggaran pengeluaran. Adapun kesembilan faktor hasil Analisis Faktor/Komponen Utama ini adalah sebagai berikut. Tabel 28 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 1 (Sax1) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 28 menunjukkan bahwa faktor 1 dapat menerangkan sebesar 85,20% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 1 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 85,20% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti.

12 70 Tabel 29 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 1 No. Kode Nama Factor 1 1 LqXby bobot lokasi pengeluaran pembiayaan LxKim bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pemukiman LxHan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pertanahan LxTtr bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang penataan ruang Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 29 memiliki eigenvalue sebesar 3,408 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 3,408 atau sekitar 85,20% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat keterkaitan antara bobot lokasi: pengeluaran pembiayaan (LqXby), pengeluaran belanja langsung bidang pemukiman (LxKim), pengeluaran belanja langsung bidang pertanahan (LxHan) dan pengeluaran belanja langsung bidang penataan ruang (LxTtr). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan menurunnya anggaran pengeluaran pembiayaan seiring dengan penurunan penganggaran belanja langsung bidang: pemukiman, pertanahan dan penataan ruang di wilayah Provinsi Banten. Tabel 30 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 2 (Sax2) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 30 menunjukkan bahwa faktor 2 dapat menerangkan sebesar 80,33% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 2 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 80,33% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 31 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 2 No. Kode Nama Factor 2 1 LxLin bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang lingkungan hidup LxNkr bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang ketenagakerjaan BdlBl bobot lokal diversitas bidang pengeluaran belanja langsung Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 31 memiliki eigenvalue sebesar 2,410 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 2,410 atau sekitar 80,33% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi searah antara bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang lingkungan hidup (LxLin),

13 71 bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang ketenagakerjaan (LxNkr) dan bobot lokal diversitas bidang pengeluaran belanja langsung (BdlBl). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan menurunnya penganggaran bidang lingkungan hidup dan ketenagakerjaan seiring dengan menurunnya tingkat perkembangan aktivitas penganggaran belanja langsung di wilayah Provinsi Banten. Tabel 32 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 3 (Sax3) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 32 menunjukkan bahwa faktor 3 dapat menerangkan sebesar 81,77% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 3 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 81,77% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 33 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 3 No. Kode Nama Factor 3 1 LxHub bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang perhubungan LxPol bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kesatuan bangsa & politik dalam negeri Expl.Var Prp.Totl Sumber : Hasil analisis Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 33 memiliki eigenvalue sebesar 1,635 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,635 atau sekitar 81,77% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi positif antara bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang perhubungan (LxHub) dengan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kesatuan bangsa dan politik dalam negeri (LxPol). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan meningkatnya penganggaran bidang perhubungan seiring dengan peningkatan penganggaran bidang kesatuan bangsa dan politik dalam negeri di wilayah Provinsi Banten. Tabel 34 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 4 (Sax4) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative %

14 72 Tabel 34 menunjukkan bahwa faktor 4 dapat menerangkan sebesar 76,67% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 4 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 76,67% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 35 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 4 No. Kode Nama Factor 4 1 LxUkm bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang koperasi & ukm LxPeg bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kepegawaian Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 35, memiliki eigenvalue sebesar 1,533 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,533 atau sekitar 76,67% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi positif antara bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang koperasi dan usaha kecil menengah/ukm (LxUkm) dengan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kepegawaian (LxPeg). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan meningkatnya penganggaran bidang koperasi dan UKM seiring dengan peningkatan penganggaran bidang kepegawaian di wilayah Provinsi Banten. Tabel 36 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 5 (Sax5) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 36 menunjukkan bahwa faktor 5 dapat menerangkan sebesar 86,73% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 5 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 86,73% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 37 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 5 No. Kode Nama Factor 5 1 LxPpb bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang perencanaan pembangunan LxWst bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kepariwisataan Expl.Var Prp.Totl Sumber : Hasil analisis.

15 73 Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 37, memiliki eigenvalue sebesar 1,735, artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,735 atau sekitar 86,73% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi positif antara bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang perencanaan pembangunan (LxPbp) dengan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kepariwisataan (LxWst). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan meningkatnya penganggaran bidang perencanaan pembangunan seiring dengan peningkatan penganggaran bidang kepariwisataan di wilayah Provinsi Banten. Tabel 38 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 6 (Sax6) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 38 menunjukkan bahwa faktor 6 dapat menerangkan sebesar 75,24% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 6 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 75,24% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 39 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 6 No. Kode Nama Factor 6 1 LxSos bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang sosial LxMdl bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang penanaman modal LxDin bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang perdagangan & industri Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 39 memiliki eigenvalue sebesar 2,257 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 2,257 atau sekitar 75,24% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi searah antara bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang sosial (LxSos), bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang penanaman modal (LxMdl) dan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang perdagangan dan industry (LxDin). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan menurunya penganggaran bidang sosial seiring dengan penurunan penganggaran bidang penanaman modal dan penganggaran bidang perdagangan dan industri di wilayah Provinsi Banten.

16 74 Tabel 40 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 7 (Sax7) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 40 menunjukkan bahwa faktor 7 dapat menerangkan sebesar 78,35% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 7 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 78,35% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 41 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 7 No. Kode Nama Factor 7 1 LxDik bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pendidikan LxSht bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kesehatan Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 41, memiliki eigenvalue sebesar 1,567 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,567 atau sekitar 78,35% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi positif antara bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pendidikan (LxDik) dengan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kesehatan (LxSht). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan meningkatnya penganggaran bidang pendidikan seiring dengan peningkatan penganggaran bidang kesehatan di wilayah Provinsi Banten. Tabel 42 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 8 (Sax8) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 42 menunjukkan bahwa faktor 8 dapat menerangkan sebesar 97,85% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 8 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 97,85% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti.

17 75 Tabel 43 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 8 No. Kode Nama Factor 8 1 LxHut bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kehutanan LxEng bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang energi & sumberdaya mineral Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 43 memiliki eigenvalue sebesar 1,957 artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,957 atau sekitar 97,85% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi positif antara bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kehutanan (LxHut) dengan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang energi dan sumberdaya mineral (LxEng). Hal ini mengindikaskan bahwa terdapat kecendrungan meningkatnya penganggaran bidang kehutanan seiring dengan peningkatan penganggaran bidang energi dan sumberdaya mineral di wilayah Provinsi Banten. Tabel 44 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran 9 (Sax9) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 44 menunjukkan bahwa faktor 9 dapat menerangkan sebesar 80,06% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi struktur anggaran pengeluaran 9 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 80,06% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti. Tabel 45 Factor Loadings Dimensi Anggaran Pengeluaran 9 No. Kode Nama Factor 9 1 LxAgr bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pertanian LxIkn bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kelautan & perikanan Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 45, memiliki eigenvalue sebesar 1,601, artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 1,601 atau sekitar 80,05% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi positif antara bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang pertanian (LxAgr) dengan bobot lokasi pengeluaran belanja langsung bidang kelautan dan perikanan (LxIkn). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan meningkatnya

18 76 penganggaran bidang pertanian searah dengan peningkatan penganggaran bidang kelautan dan perikanan di wilayah Provinsi Banten. Selain kelompok variabel komposit indikator pengukur potensi ekonomi daerah, set variabel terpilih diukur berdasarkan kelompok kinerja pembangunan daerah. Dimensi Kinerja Pembangunan Daerah Pengelompokan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten berdasarkan Dimensi Kinerja Pembangunan Daerah, dilakukan dengan cara mengelompokan variabel-variabel indikator melalui teknik PCA dalam analisis faktor/komponen utama. Analisis ini menghasilkan 1 faktor dan 2 variabel indikator yang diikutsertakan tanpa melalui analisis faktor, yaitu: faktor 1, variabel indikator bobot lokal PAD perkapita, dan variabel indikator bobot lokal pengangguran. Analisis faktor dimensi ini memiliki tiga variabel indikator yang berpengaruh nyata terhadap pembentukan variabel baru, dan dianggap dapat mencerminkan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan kinerja pembangunan daerah. Ketiga variabel indikator yang berpengaruh nyata tersebut adalah: variabel indikator bobot lokal PDRB per kapita, variabel indikator bobot lokal PDRB daerah per luas lahan, bobot lokal PAD per luas lahan, dan bobot lokal rumah tangga prasejahtera dan sejahtera I. Tabel 46 Nilai Eigenvalue Variabel Indikator Dimensi Kinerja Pembangunan Daerah 1 (Kpd1) Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % Tabel 46 menunjukkan bahwa faktor 1 dapat menerangkan sebesar 87,05% dari total varians. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan dimensi kinerja pembangunan daerah 1 mampu menerangkan karakteristik wilayah kabupaten/kota sebesar 87,05% terhadap total varians kabupaten/kota yang diteliti.

19 77 Tabel 47 Factor Loadings Dimensi Kinerja Pembangunan Daerah No. Kode Nama Factor 1 1 BkPdb bobot lokal PDRB per kapita BlPdb bobot lokal PDRB per luas lahan BlPpl bobot lokal PAD per luas lahan PsMsk bobot lokal rumahtangga prasejahtera dan sejahtera I Expl.Var Prp.Totl Factor loadings (nilai korelasi) pada Tabel 47, menunjukkan bahwa faktor dimensi kinerja pembangunan daerah memilki eigenvalue sebesar 3,482, artinya faktor ini dapat menjelaskan sekitar 3,482 atau sekitar 87,05% dari total keragaman data. Faktor ini menunjukkan terdapat korelasi searah antara bobot lokal PDRB per kapita (BkPdb), bobot lokal PDRB per luas lahan (BlPdb), dan bobot lokal PAD per luas lahan (BlPpl) terhadap bobot lokal rumah tangga prasejahtera dan sejahtera tingkat I (PsMsk). Faktor ini menunjukan terdapat korelasi negatif yang mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan menurunnya tingkat PDRB per kapita, PDRB per luas lahan, dan PAD per luas lahan seiring dengan peningkatan jumlah rumah tangga prasejahtera dan sejahtera tingkat I di wilayah Provinsi Banten. Fenomena yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya adalah kelangkaan sumberdaya manusia yang berkualitas dan kurangnya pengetahuan teknologi dapat menjadi penghambat dalam meningkatkan PDRB per kapita dan PDRB per luas lahan. Penurunan PDRB per kapita dan PDRB per luas lahan, dapat mengakibatkan rendahnya PAD per luas lahan. Sehingga pada akhirnya hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I, atau dengan kata lain jumlah keluarga miskin dapat menjadi semakin meningkat. Hasil analisis faktor/komponen utama terhadap variabel-variabel pengukur kinerja pembangunan daerah dikelompokan menjadi 1 dimensi, yaitu dimensi kinerja pembangunan daerah. Dimensi ini meliputi 3 indeks komposit, yaitu: (1) indeks produktivitas penduduk, produktivitas lahan, kapasitas fiskal lahan, dan kesejahteraan rumah tangga; (2) indeks kapasitas fiskal penduduk; dan (3) indeks pengangguran.

20 78 Analisis tipologi wilayah didasarkan atas karakterisasi dan pengelompokan kabupaten/kota di wilayah sampel, yaitu berdasarkan: (1) stuktur anggaran pengeluaran (pola Penganggaran) dan (2) kinerja pembangunan daerah. Pewilayahan dan Tipologi Wilayah Berdasarkan Pola Penganggaran Untuk mengidentifikasi pola penganggaran daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten, digunakan variabel-variabel indikator terpilih pengukur potensi ekonomi daerah Dimensi Struktur Anggaran Pengeluaran (Sax). Indeks komposit pengukur pola penganggaran ini, disusun berdasarkan factor score hasil analisis PCA, yang distandarisasi melalui teknik klasifikasi atau penskalaan dengan skala nilai 1 sampai dengan 9. Analisis klasifikasi ini digunakan untuk dapat memberikan gambaran karakteristik wilayah kabupaten/kota, melalui besaran indeks. Semakin besar nilai indeks komposit yang dimiliki oleh daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten, maka diharapkan dapat menggambarkan karakteristik dengan kondisi yang semakin baik. Berdasarkan factor score hasil analisis PCA, maka indeks komposit pengukur potensi ekonomi daerah yang berdimensi Struktur Anggaran Pengeluaran (Sax) di daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten, meliputi 14 indeks komposit, yaitu: 1. indeks pengeluaran pembiayaan, belanja langsung bidang permukiman, pertanahan, dan penataan ruang (Sax01) 2. indeks belanja langsung bidang lingkungan hidup dan ketenagakerjaan, diversitas bidang belanja langsung (Sax02) 3. indeks belanja langsung bidang perhubungan, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri (Sax03) 4. indeks belanja langsung bidang koperasi dan UKM serta kepegawaian (Sax04) 5. indeks belanja langsung bidang perencanaan pembangunan dan kepariwisataan (Sax05) 6. indeks belanja langsung bidang sosial, penanaman modal, serta perdagangan dan industri (Sax06) 7. indeks belanja langsung bidang pendidikan dan kesehatan (Sax07)

21 79 8. indeks belanja langsung bidang kehutanan, energi dan sumberdaya mineral (Sax08) 9. indeks belanja langsung bidang pertanian, kelautan dan perikanan (Sax09) 10. indeks belanja tak langsung (Sax10) 11. indeks belanja langsung bidang pekerjaan umum (Sax11) 12. indeks belanja langsung bidang kependudukan dan pencatatan sipil (Sax12) 13. indeks belanja langsung bidang pemberdayaan masyarakat (Sax13), dan 14. indeks belanja langsung bidang pemerintahan umum (Sax14). Pola penganggaran daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten dapat diidentifikasi berdasarkan hasil analisis kalsifikasi tipologi wilayah berdasarkan pola penganggaran pada tahun Untuk memudahkan penafsiran, maka dilakukan pengelompokan kelas nilai indeks komposit, yaitu: 1. nilai 0-1 untuk kategori sangat rendah sekali 2. nilai 1-2 untuk kategori sangat rendah 3. nilai 2-3 untuk kategori rendah 4. nilai 3-4 untuk kategori agak rendah 5. nilai 4-5 untuk kategori sedang 6. nilai 5-6 untuk kategori agak tinggi 7. nilai 6-7 untuk kategori tinggi 8. nilai 7-8 untuk kategori sangat tinggi 9. nilai 8-9 untuk kategori sangat tinggi sekali. Secara spasial, hasil analisis klasifikasi tipologi wilayah berdasarkan pola penganggaran pada tahun (Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 11) adalah sebagai berikut. 1. Indeks pengeluaran pembiayaan, belanja langsung bidang permukiman, pertanahan, dan penataan ruang (Sax01). Indeks ini mengindentifikasikan bahwa hampir di semua daerah kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun memiliki pola penganggaran dengan kategori yang relatif sangat rendah, kecuali Kota Tangerang dengan kategori yang lebih tinggi (lihat grafik pada Gambar 12). Informasi yang diperoleh adalah pembangunan daerah di wilayah Provinsi Banten pada bidang permukiman, pertanahan, dan penataan ruang cenderung

22 80 lebih terfokus di Kota Tangerang. Hasil ini dimungkinkan, aktivitas perekonomian di daerah tersebut cenderung lebih terkonsentrasi pada penggunaan lahan dari sisi ekonomi. Penggunaan lahan permukiman memiliki nilai economic land rent yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan lainnya. Oleh karena itu penggunaan lahan permukiman akan terus meningkat luasannya, seiring dengan pemberian ijin mendirikan bangunan pada bidang pertanahan dan rencana tata ruang pemerintah daerah pada bidang penataan ruang. Gambar 12 Grafik indeks pengeluaran pembiayaan, belanja langsung bidang permukiman, pertanahan, dan penataan ruang (Sax01). 2. Indeks belanja langsung bidang lingkungan hidup, ketenagakerjaan, dan diversitas bidang belanja langsung (Sax02). Pola penganggaran daerah kabupaten/kota tahun di wilayah Provinsi Banten yang memiliki kategori paling tinggi pada indeks ini adalah Kabupaten Tangerang. Secara umum, perkembangan aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang semakin cepat mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam pelayanan ketenagakerjaan. Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kawasan industri strategis di Provinsi Banten, diantaranya adalah Modern Cikande Industrial Estate. Hal ini dimungkinkan, karena kawasan industri tersebut tidak pernah terlepas dari permasalahan pencemaran lingkungan hidup, serta tingkat pelayanan pada bidang ketenagakerjaan.

23 81 Gambar 13 Grafik indeks belanja langsung bidang lingkungan hidup, ketenagakerjaan, dan diversitas bidang belanja langsung (Sax02). 3. Indeks belanja langsung bidang perhubungan, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri (Sax03). Pada umumnya, daerah kabupaten/kota tahun yang memiliki pola penganggaran dengan kategori relatif rendah pada indeks ini. Kabupaten Pendeglang memiliki indeks dengan kategori sangat tinggi (9,00) sekali pada tahun 2003 dan cenderung menurun tajam sampai pada tahun 2007 dengan kategori sangat rendah (1,16). Gambar 14 Grafik indeks belanja langsung bidang perhubungan, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri (Sax03). Temuan ini dimungkinkan karena arahan pengembangan di daerah tersebut diantaranya meliputi penanganan jaringan ruas jalan yang menghubungkan Anyer (Kota Cilegon)-Labuan (Kabupaten Pandeglang) untuk mendukung kawasan industri dan pariwisata, ruas jalan Tigaraksa- Rangkasbitung-Labuan untuk pengembangan kawasan pariwisata, dan penghubung tol Cilegon-Labuan dalam pengembangan kawasan Banten Selatan. Kemudian, kemungkinan yang terjadi pada bidang kesatuan bangsa

24 82 dan politik dalam negeri adalah disebabkan oleh adanya bantuan keuangan dari pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang, melalui bidang kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat kepada partai politik. 4. Indeks belanja langsung bidang koperasi, UKM, dan kepegawaian (Sax04). Pola penganggaran yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak dari tahun pada indeks ini cenderung mengalami peningkatan yang relatif konsisten. Kabupaten Serang dari tahun memiliki pola penganggaran dengan kategori sangat rendah (1,00). Meskipun memiliki kategori yang sama yaitu sangat rendah, namun pola penganggaran di Kabupaten Serang mengalami peningkatan indeks pada tahun 2007 sebesar 1,95. Kondisi yang sama dengan Kabupaten Serang ditemukan di Kota Cilegon dari tahun memiliki pola penganggaran dengan kategori sangat rendah (1,00). Namun ditemukan pada tahun 2007 pola penganggaran di Kota Cilegon mengalami peningkatan indeks menjadi sebesar 7,19 dengan kategori sangat tinggi. Gambar 15 Grafik indeks belanja langsung bidang koperasi, UKM, dan kepegawaian (Sax04). Pada tahun 2003, Kabupaten Tangerang memiliki pola penganggaran pada indeks ini dengan kategori agak rendah (3,97) dan mengalami peningkatan indeks menjadi sebesar 6,49 pada tahun 2004 dengan kategori tinggi. Namun penurunan indeks di kabupaten ini pun terjadi pada tahun 2006 dan 2007 menjadi sebesar 1,00 dengan kategori sangat rendah. Sedangkan Kota Tangerang memiliki pola penganggaran dari kategori sangat rendah (1,61) pada tahun 2003 mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2006

25 83 dengan kategori tinggi (6,59) dan mengalami penurunan indeks dengan kategori agak tinggi (5,28). Pada indeks ini, Kabupaten Pendeglang memiliki pola penganggaran dengan kategori sangat tinggi sekali (9,00) pada tahun 2003, namun mengalami penurunan yang sangat tajam pada tahun 2004 menjadi kategori sangat rendah (1,00). Peningkatan pola penganggaran pada indeks ini di Kabupaten Pandeglang terjadi pada tahun 2005 dengan kategori agak rendah (3,57) dan kategori tinggi (6,36) pada tahun 2006, kemudian mengalami penurunan kembali pada tahun 2007 dengan kategori sangat rendah (1,88). Hal ini dimungkinkan dengan adanya penganggaran yang mendukung pemasaran hasil produksi pertanian di daerah Kabupaten Pandeglang yaitu program pembangunan peningkatan kualitas kelembagaan koperasi, pengembangan sistem pendukung usaha bagi UKM, dan peningkatan kualitas kepegawaian daerah. 5. Indeks belanja langsung bidang perencanaan pembangunan dan kepariwisataan (Sax05). Pada indeks ini, Kota Tangerang memiliki pola penganggaran dengan kategori sangat rendah (1,00) dari tahun dan meningkat pada tahun 2006 dengan kategori rendah (2,57) kemudian menurun kembali pada tahun 2007 dengan kategori sangat rendah (1,75). Sedangkan Kota Cilegon memiliki pola penganggaran dengan kategori sangat rendah dari tahun dan mengalami peningkatan pada tahun 2007 dengan indeks sebesar 6,27 yang termasuk ke dalam kategori tinggi. Gambar 16 Grafik indeks belanja langsung bidang perencanaan pembangunan dan kepariwisataan (Sax05).

26 84 Pola penganggaran Kabupaten Serang pada tahun 2003 memiliki kategori rendah (2,62) yang terus meningkat hingga tahun 2005 dengan kategori sangat tinggi (7,72) dan mengalami penurunan hingga tahun 2007 dengan kategori agak rendah (3,87). Kabupaten Tangerang memiliki pola penganggaran tahun 2003 dengan kategori rendah (2,82) kemudian pada tahun 2004 meningkat menjadi kategori sedang (4,49) hingga pada tahun pola penganggaran Kabupaten Tangerang mengalami penurunan menjadi kategori sangat rendah. Sedangkan Kabupaten Lebak memiliki pola penganggaran relatif konstan yang cenderung terus meningkat dari tahun 2003 dengan kategori sangat rendah (1,68) hingga tahun 2007 dengan kategori agak rendah (3,21). Hanya Kabupaten Pendeglang yang memiliki indeks dengan kategori sangat tinggi sekali pada tahun Temuan ini dimungkinkan karena selain sektor pertanian, pengembangan wilayah di daerah Kabupaten Pandeglang diarahkan pada pembangunan kawasan pariwisata dan budaya. Hal ini diperkuat dengan adanya perencanaan pembangunan program/kegiatan pengembangan pariwisata melalui penataan obyek wisata alam, buatan, dan budaya. 6. Indeks belanja langsung bidang sosial, penanaman modal, serta perdagangan dan industri (Sax06). Daerah kabupaten/kota tahun di wilayah Provinsi Banten yang memiliki pola penganggaran dengan kategori relatif hampir sama, kecuali Kabupaten Tangerang dan Cilegon dengan kategori yang lebih tinggi. Gambar 17 Grafik indeks belanja langsung bidang perencanaan pembangunan dan kepariwisataan (Sax06).

27 85 Selain Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon juga merupakan salah satu kawasan industri strategis di Provinsi Banten, salah satunya adalah Kawasan Krakatau Industrial Estate Cilegon. Meskipun dalam kategori sedang, namun hal ini dimungkinkan bahwa penganggaran dalam bidang penanaman modal dan bidang perdagangan dan industri di daerah-daerah tersebut cenderung lebih besar dari pada daerah kabupaten/kota lain di wilayah Provinsi Banten. 7. Indeks belanja langsung bidang pendidikan dan kesehatan (Sax07). Pada indeks ini daerah kabupaten/kota tahun di wilayah Provinsi Banten yang memiliki pola penganggaran dengan kategori relatif paling rendah adalah Kota Tangerang dan Kabupaten. Daerah yang memiliki kategori paling tinggi adalah Kabupaten Serang. Gambar 18 Grafik indeks belanja langsung bidang sosial, penanaman modal, serta perdagangan dan industri (Sax07). Pelayanan dasar pada bidang pendidikan dan kesehatan masih dirasakan belum memadai. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) pada kedua bidang tersebut masih berada di bawah target-target nasional. Data menunjukkan sampai dengan tahun 2004, tingkat pendidikan penduduk Banten usia 10 tahun keatas sebagian besar hanya tamat sekolah dasar, sementara yang belum/tidak tamat SD/sederajat besarnya mencapai 59,02%, meliputi 32,18% tamat SD/sederajat, dan 26,85% yang tidak/belum tamat SD. Sementara itu, untuk penduduk dengan tingkat pendidikan menengah/lanjutan, yang telah menamatkan pendidikan setingkat SLTP sekitar 17,53 persen dan SLTA 19,73 persen. Jumlah penduduk yang masih buta huruf pun relatif tinggi yakni 5,28% (Banten Dalam Angka, 2004).

28 86 Pelayanan dalam bidang kesehatan, pencapaiannya pun masih dirasakan belum maksimal. Fakta menunjukkan bahwa pembangunan bidang kesehatan masih belum meratanya ketersediaan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, karena pelayanan kesehatan hanya terkonsentrasi di daerah perkotaan, khususnya pelayanan rumah sakit. 8. Indeks belanja langsung bidang kehutanan, energi, dan sumberdaya mineral (Sax08). Daerah kabupaten/kota tahun di wilayah Provinsi Banten yang memiliki pola penganggaran dengan kategori relatif paling tinggi adalah Kabupaten Lebak. Gambar 19 Grafik indeks belanja langsung bidang kehutanan, energi, dan sumberdaya mineral (Sax08). Berdasarkan karakteristik daerah, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak memiliki potensi sumberdaya alam yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lain di wilayah Provinsi Banten. Namun dalam hal penganggaran, arahan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang masih lebih besar jika dibandingkan dengan Kabupaten Lebak. 9. Indeks belanja langsung bidang pertanian, kelautan, dan perikanan (Sax09). Pola penganggaran pada indeks ini di Kota Cilegon dan Kota Tangerang dari tahun cenderung relatif lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di wilayah Provinsi Banten. Sedangkan Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang dan Kabupaten Tangerang memiliki indeks dengan kategori yang lebih tinggi.

29 87 Gambar 20 Grafik indeks belanja langsung bidang pertanian, kelautan, dan perikanan (Sax09). Kemungkinan logisnya adalah seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa sumberdaya alam di daerah Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang dan Kabupaten Tangerang lebih berpotensi dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lain di wilayah Provinsi Banten, terutama pada bidang pertanian, kelautan dan perikanan. 10. Indeks belanja tidak langsung (Sax10). Daerah kabupaten/kota yang memiliki pola penganggaran tahun dengan kategori relatif paling tinggi pada indeks ini di wilayah Provinsi Banten adalah Kabupaten Pandeglang. Gambar 21 Grafik indeks belanja tidak langsung (Sax10). Penganggaran belanja tidak langsung dalam struktur APBD meliputi belanja aparatur daerah dan belanja operasional pemeliharaan, sebagai kegiatan pendukung dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Temuan bahwa Kabupaten Pandeglang memiliki kategori cenderung lebih tinggi mengindikasikan adanya kemungkinan daerah tersebut masih membutuhkan

30 88 pembiayaan dalam menata sistem aparatur daerah, agar dapat mendorong pelaksanaan pembangunan di daerahnya. 11. Indeks belanja langsung bidang pekerjaan umum (Sax11). Pola penganggaran daerah kabupaten/kota tahun pada indeks ini di wilayah Provinsi Banten cenderung memiliki indeks dengan kategori yang relatif sama. Hanya Kota Tangerang yang memiliki kategori sangat tinggi sekali dengan indeks pada tahun 2003 sebesar 8,80 dan 9,00 pada tahun Penurunan indeks dialami oleh daerah ini pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 dengan kategori rendah (2,66) dan meningkat kembali pada tahun 2007 dengan kategori agak rendah (3,81). Gambar 22 Grafik indeks belanja langsung bidang pekerjaan umum (Sax11). Fenomena ini dimungkinkan terjadi karena pelaksanaan pembangunan di wilayah Provinsi Banten cenderung masih terkonsentrasi di daerah perkotaan. Penganggaran belanja bidang pekerjaan umum pada kedua daerah tersebut, merupakan salah satu upaya dalam mendukung kelancaran seluruh aktivitas ekonomi. Tidak hanya pada sektor konstruksi, lokasi yang strategis dari kedua daerah ini menjadi salah satu pendorong untuk meningkatkan pengembangan ekonomi wilayah pada sektor perhubungan. 12. Indeks belanja langsung bidang kependudukan dan pencatatan sipil (Sax12). Pada indeks ini Kabupaten Pandeglang memiliki pola penganggaran tahun dengan kategori yang sama yaitu sangat rendah yang cenderung terus mengalami penurunan indeks dan meningkat pada tahun 2007 sebesar 1,63. Demikian pula halnya dengan Kota Tangerang yang memiliki indeks dengan kategori dari sangat rendah pada tahun 2003 hingga terjadi

31 89 peningkatan indeks dengan kategori agak rendah (3,70) pada tahun Indeks pola penganggaran yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak mengalami peningkatan yang tajam dari tahun 2003 dengan kategori sangat rendah (1,00) menjadi kategori sangat tinggi sekali (9,00) pada tahun Namun mengalami penurunan hingga tahun 2007 dengan kategori agak rendah (3,70). Berbeda halnya dengan Kabupaten Serang yang memiliki pola penganggaran dengan indeks sebesar 6,68 kategori tinggi pada tahun 2003, mengalami penurunan hingga tahun 2006 dengan kategori sangat rendah (1,69) dan meningkat kembali pada tahun 2007 dengan kategori sedang (4,06). Demikian juga dengan pola penganggaran Kota Cilegon yang memiliki indeks dengan kategori agak tinggi (5,89) pada tahun 2003 mengalami penurunan hingga kategori rendah denga indeks sebesar 2,75 pada tahun 2005 dan peningkatan indeks sebesar 2,85 pada tahun 2007 dengan kategori yang sama yatiu rendah. Gambar 23 Grafik indeks belanja langsung bidang kependudukan dan pencatatan sipil (Sax12). Penganggaran belanja yang mendukung kegiatan pelayanan dalam bidang kependudukan dan catatan sipil di Kabupaten Serang dan Kota Cilegon pada tahun 2003 dan Kabupaten Lebak pada tahun 2004 cenderung lebih besar dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lain di Provinsi Banten. Kemungkinan yang terjadi adalah pertambahan jumlah penduduk yang meningkat lebih cepat di kedua daerah tersebut, baik dari peningkatan angka kelahiran maupun dari perpindahan penduduk yang ingin menetap.

32 Indeks belanja langsung bidang pemberdayaan masyarakat (Sax13). Pola penganggaran daerah kabupaten/kota pada tahun pada indeks ini yang memiliki kategori sangat rendah adalah Kabupaten Serang, Tangerang dan Kota Cilegon. Kategori sangat rendah yang dialami Kabupaten Pandeglang hanya terjadi pada tahun 2003 saja, sedangkan Kabupaten lebak terjadi pada tahun 2003 dan Hanya Kota Tangerang yang memiliki pola penganggaran tahun 2003 dengan kategori sangat tinggi sekali pada indeks ini. Gambar 24 Grafik indeks belanja langsung bidang pemberdayaan masyarakat (Sax13). Dalam era otonomi daerah, peran aktif masyarakat harus lebih dominan dalam pembangunan daerah, mengingat fungsi pemerintah hanya sebagai fasilitator. Hal tersebut perlu didukung oleh program kegiatan yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat. Temuan dalam indeks ini, dimungkinkan bahwa arah kebijakan anggaran pemerintah daerah Kota Tangerang yang mendukung program/kegiatan bidang pemerdayaan masyarakat cenderung lebih besar dibandingkan dengan daerah kabupatenkota lain di wilayah Provinsi Banten. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa kegitan pelatihan Perencanaan Pembangunan Partisipatif Masyarakat Kelurahan (P3MK) bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan se-kota Tangerang, sebelum mulai dicanangkannya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPMM). 14. Indeks belanja langsung bidang pemerintahan umum (Sax14). Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kota Tangerang memiliki pola penganggaran pada indeks ini dengan kategori yang sama pada

33 91 tahun 2003, yaitu sangat rendah. Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon memiliki indeks dengan kategori yang sama juga, yaitu tinggi. Sedangkan Kabupaten Serang memiliki indeks dengan kategori agak tinggi. Namun, pola penganggaran Kota Cilegon pada tahun 2005 mengalami kategori tertinggi yaitu sangat tinggi sekali (9,00), dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lainnya di wilayah Provinsi Banten tahun Gambar 25 Grafik indeks belanja langsung bidang pemerintahan umum (Sax14). Penganggaran bidang pemerintahan umum, khususnya di daerah Kabupaten Tangerang, Serang dan Kota Cilegon memiliki indeks yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten. Hal ini dimungkinkan karena pada daerah tersebut terdapat beberapa program/kegiatan yang mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, seperti pembentukan daerah otonom baru. Pewilayahan dan Tipologi Wilayah Berdasarkan Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Banten Untuk mengidentifikasi kinerja pembangunan daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten, digunakan variabel-variabel indikator terpilih pengukur kinerja pembangunan ekonomi daerah dimensi Kinerja Pembangunan Daerah (Kpd). Indeks komposit pengukur kinerja pembangunan daerah ini, disusun berdasarkan factor score hasil analisis PCA, yang distandarisasi melalui teknik klasifikasi atau penskalaan dengan skala nilai 1 sampai dengan 9 (Lampiran 8 dan Lampiran 11).

34 92 Analisis klasifikasi ini digunakan untuk dapat memberikan gambaran karakteristik wilayah kabupaten/kota, melalui besaran indeks. Semakin besar nilai indeks komposit yang dimiliki oleh daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten, maka diharapkan dapat menggambarkan karakteristik dengan kondisi yang semakin baik. Berdasarkan factor score hasil analisis PCA, maka indeks komposit pengukur kinerja pembangunan daerah yang berdimensi Kinerja Pembangunan Daerah (Kpd) di daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten, meliputi 3 indeks komposit, yaitu: 1. Indeks produktivitas penduduk dan lahan, kapasitas lahan, dan kesejahteraan rumah tangga (Kpd01) 2. Indeks kapasitas fiskal penduduk (Kpd02), dan 3. Indeks pengangguran (Kpd03). Secara spasial, hasil analisis klasifikasi tipologi wilayah berdasarkan kinerja pembangunan daerah pada tahun sebagai berikut. 1. Indeks produktivitas penduduk dan lahan, kapasitas fiskal lahan, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga (Kpd01). Tipologi wilayah berdasarkan kinerja pembangunan tahun yang ditunjukan Gambar 25, ditemukan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten pada indeks ini yang memiliki kategori yang cenderung relatif lebih rendah, adalah Kabupaten Pandeglang, Lebak, dan Serang. Meskipun memiliki sumberdaya alam yang cenderung lebih banyak, kelangkaan sumberdaya manusia dan pengetahuan teknologi menjadi penghambat kemungkinan untuk meningkatkan produktivitas penduduk dan lahan. Karena tingkat produktivitas yang sangat rendah, maka pendapatan pemilik sumberdaya alam sangat rendah juga. Sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan kesejahteraan menjadi sangat rendah. Sedangkan Kabupaten Tangerang memiliki indeks produktivitas penduduk, produktivitas lahan, kapasitas fiskal, dan kesejahteraan rumah tangga dengan kategori cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Pandeglang, Lebak, dan Serang. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa kabupaten ini lebih dipengaruhi oleh kedekatannya dengan Kota Tangerang yang mempunyai indeks produktivitas

35 93 penduduk, produktivitas lahan, kapasitas fiskal, dan kesejahteraan rumah tangga sangat tinggi sekali. Pengaruh kedekatan lokasi kedua kabupaten ini menyebabkan meningkatnya aksesibilitas berdasarkan tingkat kepadatan penduduk yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Gambar 26 Grafik indeks produktivitas penduduk dan lahan, kapasitas fiskal lahan, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga (Kpd01). Daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten tahun yang memiliki kategori tertinggi pada indeks ini terdapat di daerah perkotaan yaitu Kota Cilegon dan Kota Tangerang. Kemungkinan logisnya adalah Kota Cilegon memiliki lokasi yang strategis dan merupakan jalur aktivitas ekonomi yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera. Sedangkan Kota Tangerang dipengaruhi oleh kedekatan lokasinya dengan DKI Jakarta sebagai pusat aktivitas perekonomian di Indonesia. 2. Indeks kapasitas fiskal penduduk (Kpd02). Hampir di seluruh daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten tahun yang memiliki indeks kapasitas fiskal penduduk yang cenderung sangat rendah, kecuali Kota Cilegon. Kecenderungan ini disebabkan oleh tingkat produktivitas penduduk sangat rendah sehingga mengakibatkan pendapatan penduduk menjadi sangat rendah. Kabupaten Lebak dan Kota Tangerang berturtut-turut memiliki kategori agak rendah dan rendah, sedangkan Kota Cilegon memiliki kategori yang cenderung paling tinggi dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lainnya.

36 94 Gambar 27 Grafik indeks kapasitas fiskal penduduk (Kpd02). Berbeda halnya dengan Kota Tangerang yang penduduknya sebagian besar hanya bermukim saja, sehingga kapasitas fiskal penduduk dinilai rendah. Indeks kapasitas fiskal penduduk tertinggi dimiliki oleh Kota Cilegon. 3. Indeks pengangguran (Kpd03). Tipologi wilayah berdasarkan dimensi kinerja pembangunan daerah yang terakhir dalam penelitian ini adalah indeks pengangguran. Pada umumnya indeks pengangguran di semua daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten tahun memiliki kategori yang relatif tinggi. Fenomena ini ditunjukan dengan pertumbuhan penduduk yang cepat memperberat tekanan lahan, dan dapat menyebabkan peningkatan pengangguran. Selain itu, tingkat pendidikan yang tinggi membuat persaingan tenaga kerja semakin ketat. Sehingga mengakibatkan kekurangan lapangan kerja dan meningkatkan pengangguran. Gambar 28 Grafik indeks pengangguran (Kpd03).

37 95

38 96

39 97

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Ekonomi Sumbawa Barat Sebelum Transformasi Sektor pertambangan memiliki peran yang sangat signifikan bagi pembentukan nilai output Kabupaten Sumbawa Barat dengan nilai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Jumlah Desa/Kelurahan Swasembada Menurut Kabupaten/Kota Tahun

DAFTAR TABEL. Jumlah Desa/Kelurahan Swasembada Menurut Kabupaten/Kota Tahun Tabel 2.1 DAFTAR TABEL Banyaknya Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah Menurut Kabupaten Kota Tahun 14... Halaman 6 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2. Banyaknya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah 70 HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah Proses analisis komponen utama terhadap kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas yang didasarkan pada data Potensi Desa (PODES)

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Batasan Kawasan Joglosemar Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) yang dikembangkan selama ini hanya meliputi dua kota besar di Provinsi Jawa Tengah dan satu kota di Provinsi DIY. Menurut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Hal. Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Gambar... x Daftar Grafik... xi

DAFTAR ISI. Hal. Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Gambar... x Daftar Grafik... xi DAFTAR ISI Hal. Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Gambar... x Daftar Grafik... xi BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan RPJMD dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 08/02/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN IV TAHUN Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan IV- secara triwulanan (q-to-q) mencapaai

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN...I.

BAB I PENDAHULUAN...I. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GRAFIK... x DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... I. 1 1.1 Latar Belakang... I. 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I. 9 1.3 Hubungan RKPD dan

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum

Lebih terperinci

D A F T A R I S I Halaman

D A F T A R I S I Halaman D A F T A R I S I Halaman B A B I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-2 1.3 Hubungan RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya I-3 1.4 Sistematika Penulisan I-7 1.5 Maksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 11/02/73/Th. VIII, 5 Februari 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN IV 2013 BERKONTRAKSI SEBESAR 3,99 PERSEN Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Kabupaten Rembang Tahun II-1. Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun II-12. Kelamin Kabupaten Rembang Tahun

DAFTAR TABEL. Kabupaten Rembang Tahun II-1. Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun II-12. Kelamin Kabupaten Rembang Tahun DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Wilayah Administratif Menurut Kecamatan/Desa di Kabupaten Rembang Tahun 2015... II-1 Tabel 2.2. Jumlah dan Rasio Jenis Kelamin Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun

Lebih terperinci

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan... 5 1.4 Sistematika

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 PEMERINTAH KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pagar Alam Tahun 2018 disusun dengan mengacu

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL Indikator Kinerja Program Penataan Administrasi Kependudukan Tahu II.16

DAFTAR TABEL Indikator Kinerja Program Penataan Administrasi Kependudukan Tahu II.16 DAFTAR TABEL 2.1 Pembagian Wilayah Berdasarkan Kemiringan II.1 2.2 Luas Tanah Menurut Penggunaannya per Kecamatan di Kota Solok II.2 2.3 Panjang Sungai di Kota Solok II.2 2.4 Penduduk Kota Solok Menurut

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

DAFTAR ISI. Kata Pengantar.. DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar.. Daftar Isi. Daftat Tabel. Daftar Gambar i-ii iii iv-vi vii-vii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang. 1 I.2. Dasar Hukum...... 4 I.3. Tujuan..... 5 I.4. Manfaat......

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014 No.22/05/36/Th.VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014 PDRB Banten triwulan I tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) tumbuh positif 0.87 persen, setelah triwulan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU 2016 Bab I Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... ix PENDAHULUAN I-1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan integral dari pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan terarah dan terus

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/36/Th. VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian Banten pada triwulan IV-2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014 No. 06/2/62/Th. IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014 EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014 TUMBUH 6,21 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Kalimantan Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan produksi pertanian komoditas unggulan di Kabupaten Bekasi, pembangunan pertanian berskala ekonomi harus dilakukan melalui perencanaan wilayah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 58/08/35/Th. XII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. dan Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Ekonomi Jawa Timur Triwulan II - 2014 (y-on-y)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN PEMERINTAH PROVINSI BANTEN INFORMASI LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (ILPPD) PROVINSI BANTEN TAHUN 2013 I. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN 8.1 Program Prioritas Pada bab Indikasi rencana program prioritas dalam RPJMD Provinsi Kepulauan Riau ini akan disampaikan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 No. 06/05/62/Th.V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 PDRB Kalimantan Tengah Triwulan I-2011 dibanding Triwulan yang sama tahun 2010 (year on year) mengalami pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 07/08/53/TH.XVI, 2 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR LAJU PEREKONOMIAN NTT TRIWULAN I - 5,42 % (Y on Y) atau 4,67 % (Q to Q) 5,42

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.I, 15 Nopember 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2007 TUMBUH 0,7 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009 No. 09/02/15/Th. IV, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada tahun meningkat sebesar 6,4 persen dibanding tahun 2008. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I GEOGRAFIS DAN IKLIM

BAB I GEOGRAFIS DAN IKLIM BAB I GEOGRAFIS DAN IKLIM LUAS WILAYAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2015... 1 STATISTIK GEOGRAFIS PROVINSI JAMBI... 2 NAMA IBUKOTA KAB/KOTA DAN JARAK KE IBUKOTA PROVINSI MENURUT KAB/KOTA TAHUN 2015... 3 JUMLAH

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN No. 50/11/Th.XVII, 5 November Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan III- secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN II TAHUN No. 37/08/Th.XVII, 5 Agustus Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II- secara triwulanan (q-to-q) mencapai 0,97

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.51/11/Th.XVI, 6 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan III- secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Gubernur terpilih pada masa jabatan. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci