EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI FITRIA AKILAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI FITRIA AKILAH"

Transkripsi

1 EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI FITRIA AKILAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN FITRIA AKILAH Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto Pembimbing Anggota : Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr Penelitian untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat telah dilakukan di Cilumber anggota Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Kabupaten Bandung dari bulan Juli sampai Agustus Metode yang digunakan adalah metode survei, dengan ukuran sampel atau jumlah peternak responden sebanyak 40 peternak. Data primer didapat melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, teknik observasi dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran lingkar dada, penimbangan susu, dan pakan yang diberikan peternak). Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan dan KPSBU Lembang. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square (X 2 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian penerapan aspek teknis pemeliharaan sapi perah peternak Cilumber lebih rendah dibandingkan dengan nilai harapan berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Rata-rata penerapan aspek teknis baru mencapai 80 %. Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi. Aspek kesehatan hewan menempati peringkat penerapan paling tinggi (85,5 %). Pencegahan penyakit yang dilakukan peternak dan pengobatan yang dilakukan oleh tenaga keswan sudah cukup baik. Namun, perlu peningkatan pengetahuan peternak pada sub aspek pendeteksian gejala penyakit yang biasa menyerang sapi perah. Aspek breeding dan reproduksi sudah diterapkan sebesar 72,35 %. Bangsa sapi yang dipelihara di daerah penelitian adalah bangsa sapi FH murni. Cara seleksi yang dilakukan peternak pada umumnya lebih memperhatikan bentuk luar. Metode kawin semuanya menggunakan Inseminasi Buatan (IB). Pengetahuan berahi masih kurang sehingga sering terjadi keterlambatan pelaporan IB. Pada umumnya umur beranak pertama 2 ½ tahun. Perkawinan kembali setelah beranak yaitu lebih dari 90 hari dan calving interval 1-1 ½ tahun. Aspek makanan ternak sudah diterapkan sebesar 84,38 %. Jenis pakan yang diberikan adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput campuran (rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun pisang dan bunga kol). Konsentrat yang diberikan umumnya konsentrat dari KPSBU Lembang. Peternak menambahkan komposisi konsentrat dengan dedak padi, onggok dan ampas bir. Peternak pada umumnya memberikan air minum dua kali sehari, sebagian kebutuhan air sudah didapat dari pemberian konsentrat yang dicampur dengan air. Aspek pengelolaan sudah diterapkan sebesar 78,16 %. Semua peternak membersihkan sapi dua kali setiap hari sebelum dilakukan pemerahan. Cara pemerahan yang dilakukan umumnya menggunakan tangan. Penanganan pasca panen i

3 yang dilakukan hanya menyaring susu dari ember ke milk can dengan saringan. Pemeliharaan anak sapi dan dara kurang benar. Pengeringan sapi laktasi di peternak rata-rata satu bulan. Pada umumnya peternak tidak memperhatikan catatan usaha. Aspek kandang dan peralatan sudah diterapkan sebesar 76,13 %. Letak kandang sapi perah terpisah dari tempat tinggal, namun tidak terlalu jauh. Kontruksi kandang kurang memenuhi persyaratan. Sistem drainase kandang baik. Tempat kotoran pada umumnya tidak ada. Peralatan kandang yang dimiliki peternak lengkap. Peralatan susu yang ada di peternak kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan. Kata-kata kunci: breeding dan reproduksi, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, makanan ternak, pengelolaan, sapi perah ii

4 ABSTRACT Technical Evaluation of Dairy Management in Small Holder Dairy Farm at Cilumber KPSBU Lembang Bandung Akilah, F., B. P. Purwanto, Despal This research was conducted to evaluate dairy management of small holder dairy farm (breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health) in Cilumber KPSBU Lembang Bandung. The research started on July until August 2007, using survey method. Primary data from 40 respondent were collected by interview, observated, and direct measurement methods. Secondary data were collected from local subdistrict and KPSBU Lembang. Chi-square test were used to observe the differences between observation and expectation value. The result showed that the knowledge and skills of farmers in breeding and reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health at Cilumber KPSBU Lembang Bandung were lower than expectation value. Therefore, improvement of Cilumber dairy farmer knowledge and skills are necessary. Keywords: animal health, breeding and reproduction, farm management, feeding, housing and equipment iii

5 EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG FITRIA AKILAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

6 EVALUASI TTEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG Oleh Fitria Akilah D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 April 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Bagus P. Purwanto NIP Dr. Despal, S.Pt, M.Sc.Agr NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Februari 1986 di Garut, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ishak, BA dan Ibu Juariah, S.Pd. Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Hikmah Garut pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SDN Tarogong 4 Garut dan lulus tahun Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Tarogong Garut dan lulus tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Tarogong Garut dan lulus tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai anggota Klub Ruminansia ( ) dan Bendahara I ( ) Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) Fakultas Peternakan, anggota KOPMA IPB ( ), Wasekum HMI Komisariat Fakultas Peternakan ( ), staf Departemen PSDM Famm Al-An am Fakultas Peternakan ( ) dan Ketua Departemen Pendidikan Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) ( ). Di samping itu, penulis aktif mengikuti kegiatan sebagai panitia maupun peserta seminar dan pelatihan yang diselenggarakan di kampus IPB. iv

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, nikmat, dan keridhoan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Tidak lupa shalawat dan salam penulis sampaikan kepada teladan dan pemimpin umat terbaik hingga akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Daerah Lembang sebagai salah satu daerah sentra produksi susu telah memberikan andil yang besar dalam perkembangan persusuan di tingkat nasional. Daerah Lembang mempunyai sumber daya alam yang mendukung dan cocok untuk pengembangan sapi perah terutama bangsa sapi Friesian Holstein (FH) seperti yang telah ada saat ini. Sebagian besar sapi dipelihara secara tradisional oleh peternak rakyat sehingga produktivitasnya belum optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi semua pihak. Amin. Bogor, April 2008 Penulis v

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Halaman Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA METODE Peternakan Sapi Perah... 3 Sapi FH... 4 Faktor Penentu Tenak Sapi Perah... 4 Breeding dan Reproduksi... 4 Pakan Sapi Perah... 7 Pengelolaan... 9 Kandang dan Peralatan Kesehatan Hewan Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Karakteristik Peternak Responden Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Breeding dan Reproduksi Makanan Ternak Pengelolaan Kandang dan Peralatan Kesehatan Hewan i iii iv v vi viii x vi

10 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Penyebaran Sampel Penelitian di Cilumber KPSBU Lembang Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983) Daerah TPK, Jumlah Kelompok TPS, dan Populasi Sapi Perah di KPSBU Lembang Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di Cilumber Rataan Komposisi Sapi Perah yang Dipelihara Peternak di Cilumber Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Breeding dan Reproduksi (40 Responden) Penerapan Aspek Breeding dan Reproduksi Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Tanda-tanda Berahi yang Diketahui Peternak Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Makanan Ternak (40 Responden) Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Kandungan Nutrisi Hijauan di Cilumber KPSBU Lembang Penggunaan Konsentrat dan Pakan Tambahan Kandungan Nutrisi Konsentrat dan Pakan Tambahan di Cilumber KPSBU Lembang Rataan Pemberian Pakan dan Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pengelolaan (40 Responden) Penerapan Aspek Pengelolaan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kandang dan Peralatan (40 Responden) Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan Hewan (40 Responden) viii

12 21. Penerapan Aspek Kesehatan Hewan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang ix

13 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung Hasil Penilaian Aspek Breeding dan Reproduksi di Cilumber Hasil Penilaian Aspek Makanan Ternak di Cilumber Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan di Cilumber Hasil Penilaian Aspek Kandang dan Peralatan di Cilumber Hasil Penilaian Aspek Kesehatan Hewan di Cilumber Peta Lokasi Penelitian x

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha budidaya peternakan yang banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi adalah sapi perah. Sapi perah adalah ternak yang paling efisien dalam mengubah makanan ternak menjadi protein hewani dan kalori. Produk peternakan sapi perah terutama susu merupakan bahan pangan mengandung sumber protein berkualitas baik yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kecerdasan sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas tinggi guna memenangkan persaingan yang ketat dalam era globalisasi sekarang ini. Kemampuan produksi susu dalam negeri dalam memenuhi permintaan susu secara nasional masih rendah. Pada tahun 2007, total produksi susu 577 juta liter per tahun, sedangkan kebutuhan domestik mencapai 1,5-2 miliar liter per tahun. Sebanyak 70 persen kebutuhan susu dari total kebutuhan 1,5 miliar liter per tahun masih harus dibantu oleh susu impor (Lita, 2007). Hal tersebut menunjukkan perlu adanya peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah. Daerah Lembang sebagai salah satu daerah sentra produksi susu telah memberikan andil yang besar dalam perkembangan persusuan di tingkat nasional. KPSBU (2006) melaporkan bahwa populasi sapi perah di wilayah kerja KPSBU sekitar ekor, dengan rata-rata produksi susu kg/hari. Daerah Lembang mempunyai sumber daya alam yang mendukung dan cocok untuk pengembangan sapi perah terutama bangsa sapi Friesian Holstein (FH) seperti yang telah ada saat ini. Sebagian besar sapi tersebut dipelihara secara tradisional oleh peternak sehingga produktivitasnya masih kurang. Menurut Tawaf (2003) dalam Sugandi (2005), hingga saat ini peternakan sapi perah rakyat di Indonesia masih bercirikan memiliki skala usaha kecil, sistem pemelihara back yard farming, diberi pakan campuran rumput lapangan, sisa pertanian seperti jerami dan jagung, dan rumput kultur serta diberi pakan penguat berupa campuran ampas tahu atau dedak dan konsentrat yang digunakan berasal dari koperasi/kud. Cara pemeliharaan seperti itu menjadi salah satu penyebab produksi susu yang dihasilkan belum optimal. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan peternak yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen,

15 penerapan sistem pencatatan, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi teknis pemeliharaan sapi perah sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung serta memberikan masukan terhadap usaha perbaikan yang mungkin dilakukan. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi atau gambaran mengenai aspek teknis pemeliharaan peternakan sapi perah di Cilumber dan menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan manajemen pemeliharaan sapi perah sehingga mampu meningkatkan produksi susu di peternakan rakyat KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. 2

16 3

17 TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono, 1999). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 36/KPTS/TN.120/5/1990, peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat di samping usaha taninya sehingga sifat pemeliharaannya masih tradisional. Perusahaan peternakan merupakan peternakan yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan komersial dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan mempunyai izin usaha serta dalam proses produksinya telah menggunakan teknologi baru. Selain itu, pada perusahaan peternakan biasanya telah menerapkan hasil penelitian. Usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan yang memiliki total sapi perah di bawah 20 ekor dan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah (Pulungan dan Pambudy, 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian usaha sapi perah di Indonesia tergolong usaha peternakan rakyat dengan pemilikan sebanyak 2-3 ekor sapi betina dan rataan produksi susu sebanyak 5,6 liter/ekor/hari (Puslitbangnak, 1992). Keuntungan usaha peternakan sapi perah yaitu peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003). Sudono (1999) mengatakan bahwa faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan ternak dan pemasaran yang baik.

18 Sapi FH Sapi perah yang paling banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi Friesian Holstein (FH). Bangsa sapi ini berasal dari negeri Belanda yaitu di Provinsi North Holland dan West Friesian, kedua daerah yang memiliki padang rumput yang bagus (Blakely dan Bade, 1985). Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di negara-negara sub-tropis maupun tropis. Bangsa sapi ini mudah beradaptasi di tempat baru (AAK, 1995). Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya. Di samping itu, kadar lemak susunya rendah. Warna bulu bangsa sapi FH murni pada umumnya berwarna hitam dan putih, kadang-kadang merah dan putih dengan batas-batas warna jelas (Sudono et al., 2003). Di negara yang peternakan sapi perahnya telah maju rata-rata produksi susu FH mencapai liter per laktasi (Ginting dan Sitepu, 1989), sedangkan di Indonesia produksi susu FH berkisar liter per laktasi (Diwyanto et al., 2001). Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang, memerlukan suhu yang optimum (sekitar 18 o C) dan kelembaban 55 % untuk mencapai produksi maksimalnya. Pada suhu yang lebih tinggi, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku (behaviour). Usaha peternakan sapi FH di Indonesia yang pada umumnya terdapat pada daerah dengan ketinggian lebih dari 800 m dpl ditujukan untuk penyesuaian lingkungan yang dibutuhkan sapi FH (Yani dan Purwanto, 2006). Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Faktor-faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian dari Ditjen Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan dan 5). Kesehatan Hewan. Breeding dan Reproduksi Menurut Sudono et al. (2003), bibit sapi perah yang akan dipelihara sangat menentukan keberhasilan usaha ternak sapi perah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu : 4

19 a. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun kepada anaknya b. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat c. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah harus proporsional, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, kaki berdiri tegak dan jarak kaki kanan dengan kiri cukup lebar (baik kaki depan maupun belakang) serta bulu mengilat. Besar tubuh tidak menjamin atau tidak menentukan kuantitas atau jumlah susu yang dihasilkan dan ketahananya terhadap penyakit d. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan bobot badan sekitar 300 kg. Sementara itu, umur pejantan 2 tahun dengan bobot badan sekitar 350 kg Reproduksi sangat penting diperhatikan dalam rangka meningkatkan produksi air susu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reproduksi adalah dewasa kelamin dan perkawinan pertama, masa dan tanda-tanda berahi serta siklus berahi, saat perkawinan yang tepat diwaktu berahi, lama bunting, perkawinan kembali setelah beranak, cara perkawinan dan kegagalan reproduksi dan penanggulangannya (Ginting dan Sitepu, 1989). Sapi dara dapat dikawinkan pertama pada umur 18 bulan, sehingga dapat beranak pada umur sekitar 2,5 tahun (AAK, 1995). Lama birahi tergantung umur, sapi dara pada umumnya mempunyai masa berahi lebih pendek dibandingkan sapi dewasa. Siklus berahi berkisar antara hari (± 21 hari). Tanda-tanda berahi yang paling penting menurut Ginting dan Sitepu (1989) adalah : 1. Sapi kelihatan tidak tenang, gelisah dan nafsu makan biasanya turun. 2. Vulva tampak bengkak, merah, hangat dan keluar cairan seperti lendir mirip putih telur dari vagina. 3. Bulu dipangkal ekor rontok. 4. Sering menguak seolah-olah memanggil pejantan. 5. Produksi air susu turun. 6. Sapi lebih sering berbaring dibandingkan dengan berdiri. 7. Bermesraan dengan sapi betina lainnya. 5

20 8. Apabila di kandang, selalu ingin memisahkan diri dan jika berada dipadang penggembalaan dinaiki pejantan akan diam dan pasrah dan kadang-kadang menaiki sapi lain. 9. Bila pemilik memegang seekor sapi, maka sapi segera mengangkat ekornya. 10. Sapi yang digembalakan sering berhenti merumput. Peternak telah mengetahui, bahwa sapi yang telah dikawinkan dan bunting akan menghasilkan susu yang lebih sedikit daripada sapi yang tidak bunting. Lama bunting sapi perah adalah 9 bulan (Sudono et al., 2003). Ginting dan Sitepu (1989) menambahkan bahwa lama bunting berbagai sapi perah berbeda namun pada garis besarnya antara hari (± 285 hari). Perkawinan kembali setelah beranak tidak sama pada setiap bangsa bahkan setiap individu dalam satu bangsa, namun secara garis besarnya berkisar antara hari. Waktu istirahat ini sangat perlu untuk memulihkan semua jaringan tubuh sapi terutama yang erat kaitannya dengan reproduksi dan produksi air susu (Ginting dan Sitepu, 1989). Penundaan perkawinan kembali pada sapi perah yang terlalu lama akan berakibat jarak kelahiran (calving interval) berikutnya terlalu panjang (AAK, 1995). Perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kawin alam dan kawin suntik (inseminasi buatan atau IB). Kawin alam biasa dilakukan oleh peternak besar dengan biaya yang relatif mahal karena harus memelihara pejantan. Sementara itu, kawin suntik biasa dilakukan oleh peternak kecil dengan biaya lebih murah, karena tidak harus memelihara pejantan (Sudono et al., 2003). Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984), inseminasi buatan merupakan suatu cara beternak modern dalam usaha meningkatkan mutu ternak secara efisien. Interval beranak (calving interval) yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Bila interval beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7-9 % pada laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya, sedangkan bila calving interval diperpanjang sampai 450 hari, maka laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang akan datang akan meningkatkan produksi susu 3,5 % tetapi bila ditinjau dari segi ekonomi akan rugi karena tidak sesuai susu yang dihasilkan dengan makanan yang diberikan kepada sapi (Sudono, 1999). Menurut Suharno dan Nazarudin 6

21 (1994), jarak beranak 1 tahun baik untuk usaha sapi perah karena dengan demikian produksi susu dapat berlangsung lancar. Pakan Sapi Perah Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kemampuan berproduksi susu sapi-sapi perah (Siregar, 2007). Sapi perah yang produksinya tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan dapat juga menyebabkan kematian. Untuk mencegah timbulnya kerugian, pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat dan harus dilakukan secara efisien (Sudono, 1999). Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu dan produksi susunya, terutama bagi sapi-sapi yang telah berproduksi (Sudono et al., 2003) karena pada umumnya variasi dalam kadar lemak dan produksi susu disebabkan adanya perbedaan pakan dan tata laksana pemeliharaan sapi perah (Sudono, 1999). Pakan sapi perah yang sedang berproduksi susu terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat (Siregar, 2007). Peranan hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan (Aryogi et al., 1994). Menurut Akoso (1996), konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Pakan konsentrat meliputi susunan bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian dan beberapa limbah hasil proses industri bahan pangan bijian seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat. Sutardi (1980) menyatakan bahwa pakan yang terlalu banyak mengandung konsentrat akan menyebabkan menurunnya produksi asam asetat dalam rumen. Penurunan ini akan mengakibatkan kadar lemak susu rendah karena asam asetat merupakan bahan baku utama bagi pembentukan lemak air susu. Sudono et al. (2003) menyarankan bahwa pemberian konsentrat adalah 50 % dari jumlah susu yang dihasilkan. Jumlah pemberian ransum (hijauan dan konsentrat) dapat diperkirakan dari kebutuhan akan bahan kering (BK) (Sutardi, 1981). Jumlah bahan kering 7

22 yang diberikan perlu dibatasi karena kapasitas rumen terbatas. Jumlah bahan kering yang disarankan ialah 2-3 % dari bobot tubuh, artinya dengan jumlah bahan kering tertentu harus dapat terpenuhi kebutuhan energi dan protein (Sigit, 1985). Sapi yang berproduksi tinggi dapat mengkonsumsi bahan kering pakan 3,6-4 % bobot hidupnya (Despal et al., 2008). Besarnya konsumsi BK dipengaruhi antara lain oleh bobot badan ternak, jenis ransum, umur atau kondisi ternak, jenis kelamin, kandungan energi bahan pakan dan tingkat stress ternak (Chuzaemi dan Hartutik, 1988). Energi merupakan sumber tenaga bagi semua proses hidup dan produksi. Kekurangan energi pada usia muda dapat menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin. Pada sapi laktasi, kekurangan energi akan menurunkan produksi dan bobot hidup. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu reproduksi (Sutardi, 1981). Kebutuhan energi untuk sapi perah adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak susu dan kebutuhan untuk reproduksi (Schmidt et al., 1988). Apabila mengkonsumsi energi yang berlebihan akan menyebabkan kegemukan, kesulitan melahirkan, meningkatkan gangguan metabolis dan infeksi penyakit pada masa yang akan datang (Etgen et al., 1987). Disamping energi, protein merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh (Sudono, 1999). Protein penting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu dan perkembangan fetus sapi perah. Selain itu, protein dibutuhkan juga untuk formulasi enzim dan hormon yang mengontrol reaksi kimia dalam tubuh. Kebutuhan protein sapi merupakan kebutuhan untuk asam amino. Sintesis protein oleh mikroba rumen tergantung pada konsumsi pakan, bahan organik yang dapat dicerna, jenis pakan, level protein dan sistem pemberian pakan (Tyler and Ensminger, 1993). Jumlah protein yang dibutuhkan sapi laktasi tergantung pada berat badan, jumlah susu yang dihasilkan dan kadar lemak susu yang dihasilkan (Siregar, 1972). Despal et al. (2008) menyarankan kadar protein ransum sekitar %. Penurunan protein ransum biasanya lebih banyak mempengaruhi tingkat produksi susu. 8

23 Pengelolaan Kandang yang kotor sangat merugikan karena berakibat buruk terhadap kesehatan masyarakat, berakibat buruk terhadap kesehatan sapi itu sendiri dan dapat menurunkan kualitas susu. Berdasarkan hal tersebut, maka kebersihan kandang harus selalu dijaga yaitu dengan cara membersihkan tempat pakan dan minum, membersihkan lantai kandang dan memiliki tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang (Hidayat et al., 2002). Sudono (1999) menyarankan bahwa sebelum sapi diperah, kandang dimana tempat sapi itu diperah harus dibersihkan atau dicuci dulu dan dihilangkan dari bau-bauan, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau (silage) karena air susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas air susu. Sebaiknya sapi dimandikan sebelum pemerahan. Jika sapi hendak diperah dan kondisinya kotor, sapi tersebut dapat dimandikan dengan syarat hanya membersihkan bagian tubuh yang kotor yang disiram dengan air, menyikat bagian tubuh yang kotor dari punggung ke perut dan menjatuhkan bulu-bulu yang lepas (Hidayat et al., 2002). Sudono (1999) menyarankan sebelum sapi diperah hendaknya bagian badan sapi sekitar lipat paha dan bagian belakang dicuci atau dibersihkan untuk mencegah kotoran-kotoran yang menempel pada bagian-bagian tersebut jatuh dalam susu pada waktu sapi itu diperah. Pemerahan sapi-sapi perah laktasi di Indonesia pada umumnya masih dilakukan secara manual, yakni dengan tangan dan jari tangan. Pemerahan dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lainnya, lalu kelima jari tangan meremasremas sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dengan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir keluar. Pemerahan cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu panjang. Namun sebaiknya hindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah (Siregar et al., 1996). Sudono (1999) menyarankan 9

24 selesai diperah puting dibersihkan dan dicelupkan ke dalam larutan desinfektan chloor atau iodophor dengan kepekatan 0,01%. Penanganan produksi susu harus memperhatikan masalah hygiene dengan cara melindungi susu dari kontak langsung ataupun tidak langsung dengan sumber-sumber yang dapat mencemari air susu selama pemerahan, pengumpulan dan pengangkutan (AAK, 1995). Penyaringan dilakukan untuk mencegah agar kotoran tidak ikut masuk ke dalam susu (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Menyaring susu dilaksanakan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milk can. Selesai pemerahan, susu harus segera dibawa ke Tempat Pengumpulan Susu (TPS) atau langsung ke tangki pendingin di KUD/Koperasi. Menunda pekerjaan ini berarti memberi peluang kepada mikroba untuk berkembang biak dan susu menjadi cepat rusak. Susu dan hasil olahannya harus disimpan pada suhu rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroba (Hidayat et al., 2002). Usaha peternakan sapi perah tergantung pada keberhasilan program pembesaran pedet dan dara sebagai replacement stock untuk dapat mempertahankan ataupun dapat meningkatkan produksi susu (Sudono, 1999). Pedet adalah anak sapi yang baru lahir sampai dengan umur 8 bulan. Pedet yang baru lahir masih perlu mendapat perhatian khusus, sebab pedet mungkin mengalami mati lemas, infeksi dan lain sebagainya jika kurang diperhatikan. Dalam membesarkan pedet harus memperhatikan pemberian pakan, penyediaan kandang, pencegahan penyakit, pemotongan tanduk, kastrasi, pemasangan kaling, pemberian tanda pengenal dan menghilangkan tanduk (AAK, 1995). Sapi dara (heifer) ialah sapi-sapi betina umur sembilan bulan sampai beranak yang pertama (AAK, 1995). Pertumbuhan dari sapi dara ini tergantung dari cara pemeliharaan dan pemberian makanannya. Bila pemberian makan dan minum baik, sapi betina akan tumbuh baik sampai umur 4-5 tahun. Dewasa tubuh pada sapi dara dapat dicapai pada umur bulan, sehingga pada umur tersebut sapi mulai dapat dikawinkan, hal ini sangat penting supaya sapi dapat cepat beranak pada umur 2,5 tahun (Muljana, 1982). Pada sapi-sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan harus dikeringkan artinya tidak boleh diperah lagi. Cara mengeringkan sapi adalah dengan pemerahan berselang atau penghentian pemerahan secara mendadak 10

25 (Sudono, 1999). Tujuan pengeringan yaitu untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberi istirahat sapi supaya produksi yang akan datang bisa baik, mengisi kembali kebutuhan-kebutuhan vitamin dan mineral setelah mengalami laktasi berat sehingga kondisi sapi tetap sehat dan menjamin pertumbuhan fetus di dalam kandungan (Muljana, 1982). Kandang dan Peralatan Kandang ternak mempunyai fungsi utama untuk menjaga ternak agar tetap berada dalam lingkungan yang nyaman sesuai dengan kebutuhan ternak agar dapat berproduksi secara maksimal (Ginting dan Sitepu, 1989). Kandang dibuat berjauhan dengan rumah tinggal dan diusahakan menghadap ke arah matahari terbit. Di dalam kandang dibuat sistem drainase atau pengaliran air agar kotoran mudah dibersihkan dan air buangan mengalir lancar (Suharno dan Nazarudin, 1994). Menurut Sudono et al. (2003), kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi perah. Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi udara cukup dan mendapat sinar matahari sehingga kandang tidak lembab (kelembaban yang ideal yang dibutuhkan sapi perah adalah %), lantai kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari. Menurut konstruksi lantai kandang dapat dibagi atas kandang tunggal yaitu terdiri satu baris saja dan kandang ganda yang terdiri dari 2 baris kandang. Kandang ganda ada dua yaitu berhadapan artinya sapi berhadapan hanya dibatasi oleh sekat atau dinding yang rendah, dan berlawanan artinya sapi saling bertolak belakang (Ginting dan Sitepu, 1989). Peralatan kandang yang selalu dipakai adalah sekop, sapu, ember, sikat, kereta dorong, tali dan bangku kecil (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Peralatan susu yang digunakan untuk menampung dan menyimpan susu segar berupa ember perah dan milk can (Sudono et al., 2003). Kesehatan Hewan Produktivitas dan reproduktivitas sapi perah sering terganggu karena adanya penyakit baik yang tidak menular maupun yang menular (Ginting dan 11

26 Sitepu, 1989). Dalam hal ini, para peternak tidak dituntut mengetahui masalahmasalah kedokteran hewan, tetapi yang perlu bagi mereka adalah mengenal berbagai jenis penyakit, terutama penyebabnya, akibat serangan atau gejala yang muncul dari serangan tersebut, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya (AAK, 1995). Serangan penyakit pada sapi perah sedapat mungkin dicegah. Itulah sebabnya penting bagi peternak untuk selalu menjaga kebersihan kandang dan ternak serta memberikan pakan yang cukup. Ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga sembuh (Suharno dan Nazarudin, 1994). Beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah antara lain TBC, brucellosis atau keluron, mastitis atau radang kelenjar susu, radang limpa dan penyakit kulit dan kuku (Suharno dan Nazarudin, 1994). Program kesehatan pada peternakan sapi perah harus dijalankan secara teratur, terutama di wilayah yang sering terjadi penyakit menular seperti TBC, brucellosis, penyakit mulut dan kuku dan radang limpa, dengan cara vaksinasi secara teratur (Sudono et al., 2003). 12

27 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah rakyat Cilumber anggota Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Kabupaten Bandung pada bulan Juli sampai Agustus Penentuan daerah Lembang sebagai tempat penelitian karena Lembang merupakan daerah dataran tinggi (ketinggian tempat m di atas permukaan laut) yang memiliki potensi besar untuk peternakan sapi perah dan juga termasuk salah satu kantong produksi susu di Jawa Barat. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah sapi Friesian Holstein sebanyak 203 ekor, yang terdiri atas 49 ekor pedet, 33 ekor dara, 102 ekor sapi laktasi, dan 9 ekor sapi kering. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, timbangan, gelas ukur, alat tulis, peternak sebagai responden dan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui keterampilan peternak. Rancangan Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode informasi (data) dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan ukuran sampel atau jumlah peternak responden sapi perah yang diambil dalam penelitian sebanyak 40 peternak dari 263 populasi peternak yang ada. Penyebaran sampel ditampilkan pada Tabel 1.

28 Tabel 1. Penyebaran Sampel Penelitian di Cilumber KPSBU Lembang Kelompok Peternak TPS Jumlah Populasi (Peternak) Sampel (Peternak) Jumlah Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu ternak sapi perah yang ditampilkan pada Tabel 2, teknik observasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui fenomena atau gejala yang ada pada objek-objek penelitian dan pengukuran langsung 14

29 di lapangan (pengukuran lingkar dada, penimbangan susu dan pakan yang diberikan peternak). Data sekunder diperoleh dari kecamatan dan KPSBU Lembang. Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah Lembang, karakteristik peternak responden, jumlah dan komposisi sapi perah, aspek breeding dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan. Tabel 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983) NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI I. BREEDING DAN REPRODUKSI (240) 1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni 30 b. Peranakan FH 20 c. Persilangan 15 d. Lain-lain Cara seleksi a. Produksi susu 40 b. Silsilah 30 c. Bentuk luar Cara kawin a. IB 40 b. Alam dengan pejantan 30 unggul c. Alam dengan pejantan 10 tidak unggul 4. Pengetahuan berahi a. Faham 40 b. Kurang faham 20 c. Tidak faham Umur beranak pertama a. 2 ½ tahun 40 b. 3 tahun 20 c. Lebih dari 3 tahun Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari 40 b hari 20 c. Lebih dari 90 hari Calving interval a. 1 tahun 10 b. 1-1 ½ tahun 5 c. Lebih dari 1 ½ tahun 2 15

30 Tabel 2 (Lanjutan) NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI II. MAKANAN TERNAK (260) HMT (Hijauan Makanan Ternak) 1. Cara pemberian a. Setelah diperah 25 b. Sebelum diperah Jumlah pemberian a. Cukup 40 b. Berlebihan 35 c. Kurang Kualitas HMT a. Unggul 45 b. Campur 35 c. Lapangan Frekuensi pemberian a. Dua kali 20 b. Satu kali 10 c. Tidak teratur 5 Konsentrat 1. Cara pemberian a. Sebelum diperah 15 b. Sedang diperah 10 c. Sesudah diperah 5 2. Jumlah pemberian a. Cukup 35 b. Lebih 30 c. Kurang Kualitas konsentrat dan mineral a. Baik dan Lengkap 35 b. Baik dan kurang mineral 20 c. Kurang baik Frekuensi pemberian a. Dua kali per hari 15 b. Satu kali 10 c. Tidak teratur 5 5. Air minum a. Tersedia terus menerus 30 b. Dua kali perhari 20 c. Tidak teratur 10 16

31 Tabel 2 (Lanjutan) NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI III. PENGELOLAAN (200) 1. Membersihkan sapi a. Tiap hari 20 b. Kadang-kadang 10 c. Jarang 5 2. Membersihkan kandang a. Dua kali perhari 20 b. Satu kali perhari 10 c. Jarang 5 3. Cara pemerahan a. Benar dan baik 40 b. Kurang benar 30 c. Salah Penanganan pasca panen a. Benar dan baik 35 b. Kurang benar 25 c. Salah Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik 35 b. Kurang baik 25 c. Salah Pengeringan sapi laktasi a. 2 bulan sebelum beranak 30 b. 1 ½ bulan sebelum 20 beranak c. Kurang dari 1 bulan 10 sebelum beranak 7. Pencatatan usaha a. Ada dan baik 20 b. Ada dan tidak baik 10 c. Tidak ada 5 17

32 Tabel 2 (Lanjutan) NO. FAKTOR PENENTU ALTERNATIF JAWABAN NILAI IV. KANDANG DAN PERALATAN (100) Kandang 1. Tata letak a. Tersendiri 10 b. Jadi satu dengan rumah 5 2. Konstruksi Kandang a. Memenuhi syarat 25 b. Kurang memenuhi syarat 15 c. Tidak memenuhi syarat 5 3. Drainase kandang a. Baik 15 b. Kurang baik 10 c. Tidak baik 5 4. Tempat kotoran a. Baik 15 b. Tidak baik 10 c. Tidak ada 5 Peralatan 1. Peralatan kandang a. Lengkap 15 b. Kurang lengkap 10 a. Tidak lengkap 5 2. Peralatan susu a. Lengkap, dan sesuai 25 persyaratan b. Kurang lengkap dan 15 tidak memenuhi persyaratan a. Tidak lengkap 5 V. KESEHATAN HEWAN (200) 1. Pengetahuan penyakit a. Baik 40 b. Cukup 30 c. Kurang Pencegahan penyakit a. Teratur 100 b. Tidak teratur 50 c. Tidak pernah 5 3. Pengobatan a. Dilakukan dengan benar 60 b. Dilakukan kurang benar 30 c. Tidak dilakukan 5 18

33 Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati meliputi umur, pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan keterampilan teknis peternak. 2. Analisis Statistik Keterampilan teknis peternak diuji dengan menggunakan uji chi-square untuk membandingkan nilai hasil pengamatan dengan nilai harapan faktor penentu ternak sapi perah menurut Dirjen Peternakan (1983). Bentuk persamaan menurut Nazir (2003) adalah sebagai berikut : n X 2 ( oi ei) = ei i= 1 2 Keterangan : oi = frekuensi yang diamati, kategori ke-i ei = frekuensi yang diharapkan dari kategori ke-i n = jumlah kategori Peubah 1. Struktur Kepemilikan Ternak Populasi ternak dihitung berdasarkan satuan ternak. Komposisi ternak yang diamati adalah : 1. Anak sapi yaitu sapi jantan atau betina yang berumur kurang dari 1 tahun, dihitung sama dengan 0,25 satuan ternak 2. Sapi dara yaitu sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah beranak, dihitung sama dengan 0,50 satuan ternak 3. Sapi laktasi yaitu sapi betina yang sedang dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak 4. Sapi kering kandang yaitu sapi betina dewasa yang tidak dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak 5. Sapi jantan muda yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang dari 2 tahun, dihitung sama dengan 0,50 satuan ternak 19

34 6. Sapi jantan dewasa yaitu sapi jantan yang telah berumur 2 tahun, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak. 2. Breeding dan Reproduksi Peubah yang diamati meliputi bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi, cara kawin, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak dan calving interval. 3. Makanan Ternak Peubah yang diamati meliputi cara pemberian, jumlah pemberian, frekuensi pemberian, kualitas HMT dan konsentrat dan pemberian air minum. 4. Pengelolaan Peubah yang diamati meliputi kebersihan ternak, kebersihan kandang, cara pemerahan oleh peternak, penanganan pasca panen, pemeliharaan pedet dan dara, pengeringan sapi laktasi dan pencatatan usaha. 5. Kandang dan Peralatan Peubah yang diamati meliputi tata letak, konstruksi, drainase, tempat kotoran, peralatan kandang dan peralatan susu. 6. Kesehatan Hewan Peubah yang diamati meliputi pengetahuan peternak tentang penyakit, cara pencegahan dan pengobatan penyakit. Prosedur Persiapan Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola usaha beternak sapi perah. Aspek teknis tersebut meliputi 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan serta 5). Kesehatan Hewan. Setiap aspek terdiri dari sub aspek sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2. 20

35 Survei dan Wawancara Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu survei pendahuluan untuk menginventarisasi peternak/usaha peternakan rakyat yang ada di KPSBU lembang. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, diperoleh satu Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) yaitu TPK Cilumber. Pemilihan TPK Cilumber sebagai tempat responden karena populasinya yang tinggi. Pemilihan sampel dipilih secara acak oleh KPSBU Lembang. Sampel yang diambil mewakili setiap Tempat Penampungan Susu (TPS). Setelah pemilihan sampel sebagai responden, dilakukan wawancara kepada setiap responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu ternak sapi perah sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2. Pengamatan Pengamatan langsung pada objek penelitian dilakukan bersamaan dengan wawancara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keterampilan teknis peternak. Selain itu dilakukan pengukuran langsung di lapangan yaitu : 1. Produksi susu, diukur dengan cara mengukur susu yang dihasilkan oleh seekor sapi setelah pemerahan pagi hari pada pukul WIB dan pemerahan sore hari pada pukul WIB. Pengukuran susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milk can dengan menggunakan gelas ukur 1000 ml. 2. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan sekeliling rongga dada di belakang sendi bahu (Os scapula) dengan menggunakan pita ukur (cm). Lingkar dada digunakan untuk mengestimasi bobot badan. 3. Pakan, pakan hijauan dan konsentrat diukur dengan menggunakan timbangan pada saat peternak akan memberikannya pada ternak. Timbangan yang digunakan adalah timbangan gantung. 21

36 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Wilayah kerja Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) berada di kecamatan Lembang. Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari kecamatan yang terdapat di kabupaten Bandung yang terletak di sebelah utaranya dan merupakan salah satu kawasan yang sangat cocok dalam pengembangan usaha peternakan sapi perah. Lembang berbatasan, sebelah utara dengan kabupaten Subang, sebelah selatan dengan kotamadya Bandung, sebelah barat dengan kecamatan Parongpong kabupaten Bandung dan sebelah timur dengan kecamatan Cimenyan kabupaten Bandung dan kabupaten Sumedang. Lembang termasuk daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian m di atas permukaan laut. Curah hujan sekitar mm/tahun dengan temperatur antara 8-24 o C. Luas wilayah Kecamatan Lembang Ha yang terdiri atas 16 Desa dan 43 Dusun. Keadaan lingkungan tersebut sangat mendukung usaha peternakan sapi perah di daerah Lembang. Peternakan sapi perah rakyat di Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU), dibentuk berdasarkan kekuasaan hukum No. 4891/BH/DK-10/20 pada tanggal 8 Agustus KPSBU didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak melalui pembinaan peternak, menyediakan kebutuhan pokok untuk peternak dan ternaknya, melakukan penampungan produksi susu dan memasarkannya, memberikan penyuluhan untuk meningkatkan produksi dan menyediakan tenaga ahli untuk pelayanan kesehatan hewan KPSBU Lembang saat ini memiliki 22 wilayah kerja yang terdiri atas 8 Komisaris Daerah (RISDA), 23 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dan 580 Tempat Penampungan Susu (TPS) yang dibuat untuk memudahkan dalam pengambilan susu segar dari peternak. Tiap-tiap TPK memiliki beberapa kelompok TPS, adapun syaratsyarat pembentukan TPS adalah anggota peternak yang memiliki sapi perah dan menghasilkan susu segar sebanyak 200 liter per hari. Rata-rata tiap TPK memiliki 26 TPS. Untuk lebih jelasnya mengenai TPK, jumlah kelompok TPS dan populasi sapi perah dapat dilihat pada Tabel 3.

37 Tabel 3. Daerah TPK, Jumlah Kelompok TPS dan Populasi Sapi Perah di KPSBU Lembang No. Daerah TPK Jumlah Rataan TPS Anggota Sapi (ST/orang) (Orang) (Ekor) (ST) (% Laktasi) 1. Barunagri ,75 65,20 2,34 2. Ciater ,5 52,49 1,67 3. Cibogo ,22 2,76 4. Cibedug ,5 69,69 2,71 5. Cibodas ,39 3,04 6. Cikawari ,75 67,43 2,75 7. Cilumber * ,74 3,30 8. Cisaroni ,5 66,90 2,75 9. Citespong ,5 62,80 3, Genteng ,5 66,33 3, Gunung Putri ,75 75,99 2, Keramat ,75 68,12 2, Manoko ,75 66,92 2, Nagrak ,33 2, Pager Wangi ,45 3, Pamecelan ,75 76,01 3, Bukanagara ,5 71,52 2, Pasar Kemis ,91 2, Pasir Ipis ,25 67,51 2, Pencut ,5 65,19 3, Pojok A ,5 76,77 3, Pojok B ,48 2, Suntenjaya ,5 67,69 2,79 Jumlah , ,09 64,08 Rataan 187,65 712,39 537,36 68,73 2,77 Sumber: KPSBU, 2007 Keterangan: * = Lokasi Penelitian Karakteristik Peternak Responden dan Komposisi Sapi Perah Hasil pengukuran karakteristik peternak responden meliputi umur, pendidikan, dan pengalaman beternak diperlihatkan pada Tabel 4. Umur peternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak muda (20-35 tahun), sedang (36-51 tahun) dan tua (>52 tahun). Sedangkan pengalaman beternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak baru (<8 tahun), berpengalaman (9-15 tahun) dan peternak sangat berpengalaman (>16 tahun). 23

38 Tabel 4. Umur, Pendidikan dan Pengalaman Beternak Responden di Cilumber No. Uraian Jumlah Peternak Orang % 1. Umur (tahun) (muda) (sedang) 19 47, (tua) 5 12,5 2. Pendidikan SD SMP 3 7,5 SMA 2 5 Universitas 1 2,5 3. Pengalaman Beternak (tahun) 2-8 (baru) 19 47, (berpengalaman) (sangat berpengalaman) 11 27,5 Sumber: Data Primer Setelah Diolah (2007) Umur Responden Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa peternak responden yang melakukan usaha sapi perah mempunyai umur terendah 20 tahun dan tertinggi 67 tahun. Sebagian besar peternak (87,5 %) berada pada usia kerja produktif (20-51 tahun). Hal tersebut merupakan potensi tenaga kerja yang sangat besar. Menurut Rasyaf (1995) dalam Nuraeni dan Purwanta (2006) bahwa umur tahun merupakan umur produktif, sedangkan di bawah 20 tahun merupakan umur yang belum produktif dan dapat dikategorikan sebagai usia sekolah sedangkan umur di atas 55 tahun tingkat produksinya telah melewati titik optimal dan akan menurun sejalan dengan pertambahan umur. Tingkat Pendidikan Pendidikan formal secara langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi pola pikir peternak dan kinerja peternak dalam mengelola usaha sapi perah. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa 85 % peternak berpendidikan Sekolah Dasar, 12,5 % berpendidikan sekolah menengah dan ada sebanyak 2,5 % yang sudah mengenyam pendidikan di universitas. Komposisi pendidikan yang demikian cukup ideal untuk pelaksanaan suatu peternakan dimana terdapat peternak 24

39 yang memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi yang dapat dijadikan early adopter technology dan memberikan contoh kepada peternak lainnya yang memiliki latar belakang pendidikan lebih rendah namun berpengalaman dalam beternak. Peningkatan pendidikan peternak yang menghasilkan lebih banyak peternak dengan latar belakang pendidikan menengah diharapkan dapat mempercepat proses transfer teknologi kepada peternak. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak adalah lamanya seseorang menggeluti usaha peternakan perah yang dinyatakan dalam tahun. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar (52,5 %) peternak sudah memiliki pengalaman lebih dari 9 tahun dan 47,5 % peternak berpengalaman 2-8 tahun. Tidak ditemukan peternak yang memiliki pengalaman < 2 tahun di Cilumber. Pengalaman beternak sapi perah yang demikian dapat menjadi modal yang sangat penting dalam keberhasilan usaha sapi perah. Pengalaman beternak yang lebih lama akan memberikan performa yang lebih baik dari peternak yang baru karena lebih terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hal ini merupakan indikasi bahwa usaha peternakan sapi perah di Cilumber memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat disana sebagai bidang usaha yang dianggap menguntungkan sehingga peternak dapat bertahan dalam usaha sejenis untuk jangka waktu yang lama. Komposisi Sapi Perah Rataan komposisi sapi perah yang dipelihara peternak di Cilumber ditampilkan pada Tabel 5. 25

40 Tabel 5. Rataan Komposisi Sapi Perah yang Dipelihara Peternak Di Cilumber Kelompok Jumlah Ternak ekor ST % Pedet - Jantan 15 3,75 2,52 - Betina 34 8,5 5,71 Dara - Bunting ,71 - Tidak Bunting 19 8,5 5,71 Sapi Laktasi - Bunting ,96 - Tidak Bunting ,34 Sapi Kering 9 9 6,05 Jumlah , Rataan 5,08 3,72 Sumber: Data Primer Setelah Diolah (2007) Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa para peternak tidak hanya memelihara sapi-sapi perah yang sedang berproduksi (yang sedang laktasi), tetapi juga memelihara sapi-sapi perah non produktif yaitu sapi yang sedang kering kandang, dara, pedet jantan, dan pedet betina. Biaya pemeliharaan sapi-sapi non produktif ini menjadi tanggungan dari sapi-sapi perah yang sedang berproduksi. Rataan kepemilikan sapi di Cilumber sebesar 5,08 ekor atau setara dengan 3,72 satuan ternak. Rataan kepemilikan sapi peternak di Cilumber lebih tinggi dibandingkan dengan rataan kepemilikan sapi anggota KPSBU (2,77 ST/peternak). Namun, jumlah kepemilikan tersebut masih dibawah skala ekonomis. Berdasarkan pengamatan Siregar (1996) dalam Diwyanto et al. (2001) di sekitar Bogor, skala usaha sapi perah akan efisien dan ekonomis apabila memiliki sapi induk minimal 8 ekor. Persentase sapi laktasi yang ada di Cilumber sudah cukup baik (75,30 %). Menurut Sudono (1999) bahwa persentase sapi laktasi merupakan faktor yang penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana yang baik dalam suatu peternakan untuk menjamin pendapatan peternak. Peternakan sapi perah yang mempunyai sapi yang laktasi sebanyak > 60% adalah yang paling menguntungkan. Sedangkan menurut Siregar (2007), persentase sapi laktasi yang ekonomis harus sekitar %. Pendapat tersebut menguatkan hasil penelitian Siregar (1996) dalam 26

41 Diwyanto et al. (2001) sebelumnya yang mengatakan bahwa persentase sapi laktasi yang ekonomis di daerah Bogor adalah sekitar 75%. Replacement stock juga dilakukan oleh peternak sapi perah di Cilumber sebagai calon pengganti sapi-sapi betina dewasa yang akan dikeluarkan dari peternakan. Persentase pedet betina dan dara di Cilumber yaitu sebesar 55,37 %. Persentase tersebut sudah melebihi persentase yang direkomendasikan oleh Nadjib (1985) bahwa banyaknya anak sapi betina calon pengganti sebaik-baiknya berjumlah % dari sapi betina dewasa. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan dan keterampilan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Pengetahuan terhadap aspek teknis beternak meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian Dirjen Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan serta 5). Kesehatan Hewan. Hasil pengamatan terhadap pengetahuan dan keterampilan peternak untuk kelima aspek ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang No. Aspek Nilai Pengamatan Harapan Pengamatan (%) 1. Breeding dan Reproduksi 173,63 ** ± 13, ,35 2. Makanan Ternak 219,38 ** ± 12, ,38 3. Pengelolaan 157,13 ** ± 16, ,l6 4. Kandang dan Peralatan 76,13 ** ± 2, ,13 5. Kesehatan Hewan 171 ** ± 4, ,5 Rataan 159, ,73 Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01) Pada Tabel 6 terlihat bahwa capaian aspek teknis peternakan sapi perah rakyat di Cilumber sangat nyata lebih rendah dari nilai harapan (P<0,01). Peternak sapi perah di Cilumber baru menerapkan sekitar 80 % aspek teknis yang direkomendasikan. Persentase tersebut masih lebih baik dibandingkan di daerah Parakan Salak Sukabumi yang mencapai 75,40 % (Suryopratomo, 1986) tetapi masih rendah jika dibandingkan di kecamatan Pangalengan yang telah mencapai 88,01 % 27

42 (Andri, 1992). Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturutturut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi. Capaian aspek kesehatan hewan yang lebih tinggi dibandingkan dengan aspek lain mungkin disebabkan besarnya peran tenaga keswan dari KPSBU disamping upaya yang dilakukan oleh peternak. Untuk lebih jelasnya pada masing-masing aspek dijelaskan di bawah ini. Breeding dan Reproduksi Pengamatan aspek breeding dan reproduksi meliputi 1). Bangsa sapi yang dipelihara, 2). Cara seleksi, 3). Cara kawin, 4). Pengetahuan berahi, 5). Umur beranak pertama, 6). Saat dikawinkan setelah beranak dan 7). Calving interval. Tabel 6 memperlihatkan bahwa hasil pengamatan aspek breeding dan reproduksi yang dilakukan peternak Cilumber masih dibawah nilai harapannya setelah dilakukan uji chi-square (P<0,01). Capaian penerapan masing-masing sub aspek breeding dan reproduksi diperlihatkan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Breeding dan Reproduksi (40 Responden) No. Aspek Nilai Pengamatan Harapan Pengamatan (%) 1. Bangsa sapi yang dipelihara 30 ± Cara seleksi 10,5 ** ± 3, ,25 3. Cara kawin 40 ± Pengetahuan berahi 20,5 **± 3, ,25 5. Umur beranak pertama 40 ± Saat dikawinkan setelah 26 ** ± 10, beranak 7. Calving interval 6,63 ** ± 2, ,3 Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01) Tabel 7 memperlihatkan bahwa bangsa sapi yang dipelihara, cara kawin, dan umur beranak pertama sapi yang dipelihara peternak di Cilumber sudah sesuai dengan nilai harapan, namun beberapa aspek lain masih di bawah nilai harapan (P<0,01). Sub aspek yang masih kurang penerapannya adalah saat dikawinkan setelah beranak, pengetahuan berahi, dan cara seleksi. Kemampuan deteksi berahi peternak yang masih rendah (51,25 % dari nilai harapan) menyebabkan 28

43 keterlambatan sapi dikawinkan setelah beranak (65 % dari nilai harapan). Hal ini dapat memperpanjang calving interval dan menurunkan efisiensi reproduksi. Aspek breeding dan reproduksi yang sangat sedikit diketahui peternak adalah cara seleksi. Peningkatan pada sub aspek ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas bibit dan sapi yang dipelihara oleh peternak. Kesalahan dalam pemilihan bibit akan berdampak pada kerugian jangka panjang karena sifat usaha peternakan sapi perah yang memelihara sapi dalam jangka waktu yang panjang (dapat mencapai 7 kali laktasi atau 10 tahun). Persentase peternak yang menerapkan aspek breeding dan reproduksi sapi perah di Cilumber dirinci pada Tabel 8. Tabel 8. Penerapan Aspek Breeding dan Reproduksi Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Uraian Jumlah Peternak Uraian Jumlah Peternak Orang % Orang % 1. Bangsa sapi yang 5. Umur beranak dipelihara pertama a. FH murni a. 2 ½ tahun b. Peranakan FH 0 0 b. 3 tahun 0 0 c. Persilangan 0 0 c. Lebih dari d. Lain-lain 0 0 tahun 2. Cara seleksi 6. Saat dikawinkan a. Produksi susu 0 0 setelah beranak b. Silsilah 1 2,5 a. 60 hari 13 32,5 c. Bentuk luar 39 97,5 b hari 25 62,5 c. Lebih dari Cara kawin hari a. IB b. Alam dengan Calving interval pejantan a. 1 tahun 13 32,5 unggul b. 1-1 ½ tahun 27 67,5 c. Alam dengan 0 0 c. Lebih dari pejantan tidak ½ tahun unggul 4. Pengetahuan berahi a. Faham 1 2,5 b. Kurang faham 39 97,5 c. Tidak faham 0 0 Berdasarkan Tabel 8, semua sapi yang dipelihara di daerah penelitian adalah bangsa sapi FH murni. Ciri-ciri sapi FH menurut Sudono et al. (2003) yaitu warna bulu bangsa sapi FH pada umumnya berwarna hitam dan putih, kadang-kadang 29

44 merah dan putih dengan batas-batas warna jelas. Syarief dan Sumoprastowo (1984) menambahkan tanda-tanda sapi FH yaitu ekor harus putih, warna hitam tidak diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna hitam di daerah bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai dari bahu atau paha sampai ke kuku diperbolehkan; badannya besar, mempunyai kapasitas makan yang banyak, mempunyai ambing yang besar; kepalanya panjang, sempit dan lurus, tanduk mengarah ke depan dan membengkok ke dalam, badan menyerupai taji. Seleksi merupakan upaya peningkatan mutu genetik ternak untuk memilih serta mencari keturunan ternak yang memiliki sifat-sifat baik. Tabel 8 memperlihatkan bahwa belum ada peternak yang melakukan seleksi berdasarkan produksi susu. Cara seleksi yang dilakukan peternak pada umumnya lebih memperhatikan bentuk luar (97,5 %) yaitu dilihat dari badan, kaki dan ambing. Hal tersebut dilakukan karena peternak beranggapan bahwa bentuk luar yang baik akan menghasilkan produksi susu tinggi. Hal tersebut tidak sesuai dengan Syarief dan Sumoprastowo (1984) yang mengatakan bahwa cara seleksi berdasarkan tipe atau bentuk luar kurang tepat, karena ternak yang mempunyai tipe yang baik, belum tentu mempunyai produksi yang tinggi. Korelasi genetik antara tipe sapi perah dengan produksi susu yang rendah juga dikemukakan oleh Sudono (1999). Korelasi tipe sapi perah dengan produksi susu hanya 0,10 sehingga kemajuan yang didapat dari seleksi berdasarkan tipe sangat lambat. Satu dari 40 peternak responden melakukan seleksi berdasarkan silsilah dengan memperhatikan produksi rata-rata induk. Pengetahuan cara seleksi berdasarkan silsilah yang rendah di Cilumber berbeda dengan hasil penelitian Rosnaedy (2004) yang melaporkan bahwa sebagian besar peternak responden di kabupaten dan kota Tegal sudah mengerti arti seleksi. Dilaporkan bahwa sebanyak 87,5 % peternak Tegal melakukan seleksi terhadap ternaknya yang memiliki produksi susu yang tinggi (12-13 liter/ekor/hari) untuk dijadikan bibit dan 12,5 % peternak melakukan seleksi berdasarkan tetua pejantan karena masih menggunakan pejantan untuk mengawinkan ternaknya. Seluruh peternak menggunakan metode Inseminasi Buatan (IB) untuk mengawinkan sapi-sapinya sehingga cara ini dapat menghindari penyakit yang disebabkan oleh kontak kelamin. Pelaksanaan IB menggunakan semen beku pejantan 30

45 unggul yang berasal dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) lembang, BIB Singosari dan Canada. Pelayanan Inseminasi Buatan dilakukan oleh seorang petugas inseminator berdasarkan laporan dari peternak melalui kartu berwarna merah yang disimpan di tempat penampungan susu. Pada hari peternak melapor, biasanya pada hari itu juga inseminator akan datang ke peternak. Sistem pelayanan IB yang baik dari KPSBU, menyebabkan peternak tidak perlu memelihara pejantan. Peternak umumnya kurang memahami tentang gejala-gejala berahi sapi sehingga sering terjadi keterlambatan pelaporan IB dan akhirnya peternak harus menunggu berahi selanjutnya. Tanda-tanda berahi diketahui oleh peternak berdasarkan pengalamannya dalam mengelola usaha peternakan. Tanda berahi yang paling diketahui oleh peternak (100 %) yaitu keluar lendir dari vulva, sedangkan tanda-tanda lainnya masih kurang dipahami peternak (Tabel 9). Tabel 9. Tanda-tanda Berahi yang Diketahui Peternak No. Tanda-tanda berahi Jumlah Peternak Orang % 1. Gelisah/tidak mau diam 27 67,5 2. Nafsu makan turun 1 2,5 3. Vulva tampak bengkak, merah dan hangat Keluar lendir Diam dinaiki Produksi susu menurun 4 10 Sapi perah di Cilumber rata-rata beranak pertama pada umur 2 ½ tahun. Peternak biasanya mengawinkan sapi dara setelah tiga kali berahi. Umur beranak pertama tersebut tidak jauh berbeda dengan rataan umur beranak pertama di peternakan sapi perah Lembang, Bogor dan Cirebon yang berturut-turut sebesar 33, 36 dan 33 bulan (Sudono, 1999). Perkawinan kembali setelah beranak erat kaitannya dengan pengetahuan berahi, ketersediaan semen dan kesiapan inseminator. Perkawinan kembali setelah beranak yaitu lebih dari 90 hari. Ginting dan Sitepu (1989) menyatakan bahwa perkawinan kembali setelah beranak tidak sama pada setiap bangsa bahkan setiap individu dalam satu bangsa, namun secara garis besarnya berkisar antara hari. Waktu istirahat ini sangat perlu untuk memulihkan semua jaringan tubuh sapi terutama yang erat kaitannya dengan reproduksi dan produksi air susu, namun masa istirahat yang terlalu panjang dapat memperlama selang beranak (calving interval). 31

46 Sapi-sapi yang dipelihara 27 peternak responden (67,5 %) mempunyai calving interval 1-1 ½ tahun, sedangkan sisanya yaitu 13 peternak (32,5 %) memiliki calving interval 1 tahun. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil laporan Diwyanto et al. (2001) bahwa jarak beranak sapi perah domestik (lokal dan eksimpor) umumnya masih melebihi 14 bulan. Panjangnya selang beranak disebabkan sapi betina tidak/kurang memperlihatkan tanda-tanda birahi yang jelas, penyakit reproduksi, kasus keguguran dan gangguan kesehatan. Selang beranak yang tinggi akan berpengaruh terhadap produksi susu. Menurut Sudono (1999) calving interval yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Selang beranak yang optimal tersebut menurut Siregar (1996) akan dapat dicapai dengan mengawinkan sapi tepat waktu tanpa menimbulkan efek yang negatif terhadap alat reproduksinya. Makanan Ternak Pengamatan aspek makanan ternak meliputi 1). Cara pemberian hijauan, 2). Jumlah pemberian hijauan, 3). Kualitas hijauan, 4). Frekuensi pemberian hijauan, 5). Cara pemberian konsentrat, 6). Jumlah pemberian konsentrat, 7). Kualitas konsentrat dan mineral, 8). Frekuensi pemberian konsentrat dan 9). Pemberian air minum. Pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa hasil pengamatan aspek makanan ternak yang dilakukan peternak Cilumber sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan nilai harapannya (P<0,01). Capaian penerapan masing-masing sub aspek makanan ternak diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Makanan Ternak (40 Responden) No. Uraian Nilai Pengamatan Harapan Pengamatan (%) 1. Cara pemberian hijauan 25 ± Jumlah pemberian hijauan 34 ± 4, Kualitas hijauan 36 ** ± 3, Frekuensi pemberian hijauan 20 ± Cara pemberian konsentrat 11,5 ** ± 4, ,67 6. Jumlah pemberian konsentrat 30,38 ± 1, ,80 7. Kualitas konsentrat dan mineral 29 ** ± 7, ,90 8. Frekuensi pemberian konsentrat 15 ± Pemberian Air minum 18,5 ** ± 4, ,67 Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01) 32

47 Cara dan frekuensi pemberian hijauan serta frekuensi pemberian konsentrat sudah dilaksanakan sepenuhnya oleh peternak Cilumber. Sub aspek yang kurang penerapannya adalah jumlah pemberian hijauan, kualitas hijauan, jumlah pemberian konsentrat, kualitas konsentrat dan mineral dan pemberian air minum. Masih banyak peternak (39 %) belum memberikan air minum sapi sesuai yang direkomendasikan. Penerapan aspek makanan ternak sapi perah di Cilumber KPSBU berdasarkan persentase peternak diperlihatkan pada Tabel 11. Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peternakan sapi perah, karena pemberian pakan tidak cukup kandungan nutrisinya dapat berpengaruh terhadap reproduksi maupun produksi susu sapi perah. Pakan sapi perah utamanya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Siregar (2001) menyatakan bahwa pemberian pakan berupa konsentrat dan hijauan akan meningkatkan konsumsi zat-zat gizi yang berdampak terhadap peningkatan kemampuan produksi susu apabila potensi genetiknya masih memungkinkan. Berdasarkan Tabel 11, peternak pada umumnya memberikan hijauan setelah pemerahan (100 %). Hijauan diberikan dalam jumlah cukup sampai berlebihan dan diberikan dua sampai tiga kali sehari. Campbell (1961) dalam Siregar (2001) menyatakan bahwa frekuensi pemberian pakan yang lebih dari dua kali akan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering pakan, kadar lemak susu dan produksi susu. Pemberian pakan yang berlebih mungkin disebabkan kualitas hijauan yang diberikan kurang begitu baik, terutama pada musim kemarau. Hijauan yang diberikan yaitu rumput campuran (rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun pisang dan bunga kol). Pada musim kemarau, ketersediaan rumput gajah sangat berkurang tetapi hijauan masih dapat terpenuhi meskipun memerlukan waktu yang lama untuk mencarinya. Seperti yang dilaporkan oleh LPP (1970) dalam Subandriyo et al. (1979) bahwa peternak-peternak sapi perah di Pulau Jawa umumnya mengalami kesukaran penyediaan hijauan pada musim-musim kemarau sehingga akibatnya pada musim tersebut produksi susu berkurang. Peternak di Cilumber mencari rumput lapang dan jerami padi ke daerah Subang setelah melakukan pemerahan pagi hari dan memberikan hijauan dan konsentrat. Peternak juga kadang-kadang memberikan daun pisang dan bunga kol yang berasal dari kebunnya sendiri atau tetangganya. 33

48 Tabel 11. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Uraian Jumlah Peternak Uraian Jumlah Peternak Orang % Orang % HMT (Hijauan Konsentrat Makanan 5. Cara pemberian Ternak) a. Sebelum Cara pemberian diperah a. Setelah diperah b. Sedang diperah 0 0 b. Sebelum 0 0 c. Sesudah diperah diperah 2. Jumlah pemberian 6. Jumlah pemberian a. Cukup 1 2,5 a. Cukup 3 7,5 b. Berlebihan b. Lebih 37 92,5 c. Kurang 3 7,5 c. Kurang Kualitas HMT 7. Kualitas a. Unggul 3 7,5 konsentrat b. Campur 37 92,5 dan mineral c. Lapangan 0 0 a. Baik dan Lengkap 4. Frekuensi b. Baik dan pemberian kurang a. Dua kali mineral b. Satu kali 0 0 c. Kurang baik 0 0 c. Tidak teratur Frekuensi pemberian a. Dua kali per hari b. Satu kali 0 0 c. Tidak teratur Air minum a. Tersedia terus 1 2,5 menerus b. Dua kali perhari c. Tidak teratur 7 17,5 Sementara rumput gajah berasal dari lahan milik sendiri atau milik Perhutani. Kandungan nutrisi hijauan yang diberikan ditampilkan pada Tabel

49 Tabel 12. Kandungan Nutrisi Hijauan di Cilumber KPSBU Lembang No. Jenis Bahan Pakan BK (%) Komposisi (% BK) TDN PK 1. Rumput Gajah 1 22,2 52,4 8,69 2. Rumput Lapang Jerami Padi ,5 2,5 4. Daun Pisang Kaliandra Daun Kol 1 9,87 11,8 21,5 Sumber: 1 Sutardi (1981), 2 GKSI-CCD Denmark (1995), 3 KPSBU (2007) Konsentrat yang diberikan pada ternak umumnya berupa konsentrat dari KPSBU Lembang. Peternak menambah konsentrat dengan dedak padi, onggok dan ampas bir. Peternak beranggapan bahwa jika hanya memberikan konsentrat dari KPSBU tidak dapat menaikkan produksi susu. Bahan yang sering ditambahkan yaitu dedak dan onggok, sedangkan ampas bir hanya sedikit yang menggunakan karena harganya mahal. Campuran konsentrat yang digunakan peternak ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13. Penggunaan Konsentrat dan Pakan Tambahan No. Campuran Konsentrat Jumlah Peternak (orang) (%) 1. Konsentrat 11 27,5 2. Konsentrat, dedak 7 17,5 3. Konsentrat, onggok 7 17,5 4. Konsentrat, ampas bir Konsentrat, dedak, onggok 13 32,5 Jumlah Sebagian besar peternak (72,5 %) berpendapat bahwa konsentrat KPSBU saja tidak dapat memenuhi kebutuhan sapi laktasi sehingga perlu ditambah dengan pakan lain. Kandungan nutrisi konsentrat dan pakan tambahan lain yang digunakan peternak Cilumber ditampilkan pada Tabel

50 Tabel 14. Kandungan Nutrisi Konsentrat dan Pakan Tambahan di Cilumber KPSBU Lembang No. Jenis Bahan Pakan BK (%) Komposisi (% BK) TDN PK 1. Konsentrat Dedak 88 59, Onggok 12,5 78,4 2,4 4. Ampas Bir 24,56 61,5 28,07 Sumber: KPSBU (2007) Tabel 14 memperlihatkan bahwa pakan tambahan yang digunakan peternak tidak selalu memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan konsentrat KPSBU. Penambahan dedak akan menurunkan energi ransum, sedangkan penggunaan onggok akan menurunkan protein ransum. Penggunaan pakan tambahan yang mungkin bermanfaat adalah penggunaan ampas bir yang hanya menurunkan sedikit energi ransum namun dapat meningkatkan kandungan protein kasar ransum. Penggunaan pakan tambahan berupa kombinasi dari dedak, onggok dan ampas bir seperti yang dilakukan oleh 32,5 % peternak di Cilumber mungkin dapat meningkatkan energi dan protein ransum jika diberikan dalam proporsi yang tepat. Konsentrat yang digunakan peternak sama jenisnya baik untuk sapi laktasi, sapi bunting kering, sapi dara dan pedet. Menurut Despal et al. (2008), pemberian konsentrat yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak bisa menyebabkan pemborosan jika nutrien yang diberikan melebihi kebutuhan ternak, namun disisi lain dapat menyebabkan ternak mengalami kekurangan nutrien jika konsentrat yang digunakan tidak mampu mencukupi kebutuhan ternak. Kebutuhan ternak berbedabeda bahkan ada kalanya nutrien yang tinggi yang dibutuhkan oleh golongan sapi perah tertentu akan berbahaya bagi kelompok lainnya. Misalnya pada kasus kebutuhan garam untuk sapi laktasi yang tinggi akan berbahaya jika diberikan pada sapi bunting kering. Peternak umumnya memberikan konsentrat sebelum pemerahan (65 %), tetapi ada juga peternak yang memberikannya setelah pemerahan (35 %). Hal tersebut menunjukkan ketidaktahuan peternak mengenai tujuan pemberian pakan. Menurut Sudono (1999), pakan penguat sebaiknya diberikan sebelum pemerahan agar sapi yang diperah menjadi tenang selama pemerahan. 36

51 Konsentrat pada umumnya diberikan dalam bentuk basah dengan jumlah berlebih dan diberikan dua sampai tiga kali sehari. Hanya satu peternak yang memberikan konsentrat dalam bentuk kering. Pemberian konsentrat dalam bentuk basah dapat mengurangi debu dan banyaknya pakan yang terbuang, namun dapat menurunkan kecernaan bahan kering konsentrat di dalam rumen. Menurut GKSI- CCD Denmark (1995) dalam Putra (2004), kebiasaan untuk memberikan konsentrat yang dicampur dengan air juga akan mengurangi produksi air liur pada waktu sapi memakan konsentrat tersebut, akibatnya air liur yang berfungsi sebagai stabilisator keasaman rumen akan berkurang. Air liur mengandung senyawa bikarbonat dan amoniak yang berguna untuk menetralisir asam di dalam rumen. Menurut Alim dan Hidaka, (2002), jika konsentrat diberikan secara kering maka derajat keasaman (ph) di dalam rumen stabil sehingga berpengaruh positif terhadap jumlah dan kualitas susu yang diproduksi. Tujuan pemberian pakan yaitu untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi dan produksi (Tyler and Ensminger, 1993). Rataan pemberian pakan kebutuhan sapi perah di Cilumber KPSBU Lembang ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15. Rataan Pemberian Pakan dan Kebutuhan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Bobot No. Uraian Badan Pemberian (kg) Kebutuhan (kg)* (kg /ekor) BK TDN PK BK TDN PK 1. Pedet 160 ± 57 2,82 2,15 0,6 2,72 1,68 0,3 2. Dara 303 ± 71,3 21 3,91 0,77 6, Sapi Laktasi ± ,01 1,56 12, Produksi susu 14 ± 5 kg/ekor/hari 4. Sapi Laktasi ± ,27 1,69 13, Produksi susu 16 ± 4 kg/ekor/hari 5. Sapi Laktasi ± ,32 1,76 17, Produksi susu 16 ± 4 kg/ekor/hari 6. Sapi Kering 415 ± ,26 9,14 12, * Sumber: NRC (1988) Berdasarkan Tabel 15 pemberian pakan pada pedet,dara, sapi laktasi, dan sapi kering berlebih dalam BK, TDN dan PK dari kebutuhannya. Kualitas pakan yang 37

52 rendah menyebabkan ternak untuk memenuhi kebutuhannya akan mengkonsumsi pakan lebih dari kebutuhannya. Hal tersebut bisa menyebabkan penurunan kecernaan karena konsumsi yang tinggi akan mempercepat laju alir pakan sehingga peluang pakan untuk dicerna menjadi rendah dan banyak pakan yang terbuang. Pada umumnya konsentrat yang diberikan setiap harinya habis dan tidak bersisa. Hal ini menunjukkan bahwa palatabilitas konsentrat yang digunakan cukup baik. Namun pemberian konsentrat yang berlebihan dan diberikan sebelum pemberian hijauan dapat menurunkan konsumsi hijauan yang dapat berdampak pada penurunan produksi dan kualitas susu. Pemberian pakan yang berlebihan tidak efisien karena terjadi pemborosan biaya dalam pemberian pakan. Selain itu pemberian pakan yang berlebihan tidak meningkatkan produksi susu. Kemungkinan mutu genetik ternak yang dipelihara kurang baik sehingga penampilan produksi susu tidak dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan sebaik apapun. Menurut Siregar (2001), apabila potensi genetiknya sudah optimal, maka tidak akan terjadi peningkatan kemampuan berproduksi susu dan peningkatan konsumsi gizi tersebut akan berdampak terhadap pertambahan bobot badan. Faktor lainnya yang sangat penting adalah pemberian air minum. Peternak umumnya memberikan air minum dua kali sehari karena peternak beranggapan bahwa sebagian kebutuhan air sudah didapat dari pemberian konsentrat basah. Hanya 2,5 % peternak yang menyediakan air minum secara ad libitum seperti yang direkomendasikan Sudono et al. (2003). Air minum diberikan di ember besar karena tidak ada tempat minum pada kandang. Seperti diketahui bahwa untuk mendapatkan 1 liter susu, seekor sapi perah membutuhkan 3,5-4 liter air minum. Pembatasan penyediaan air minum akan menyebabkan gangguan pada produksi susu karena komponen utama susu adalah air. Pengelolaan Pengamatan aspek pengelolaan meliputi 1). Membersihkan sapi, 2). Membersihkan kandang, 3). Cara pemerahan, 4). Penanganan pasca panen, 5). Pemeliharaan anak sapi dan dara, 6). Pengeringan sapi laktasi dan 7). Pencatatan usaha. Pada Tabel 6 terlihat bahwa hasil pengamatan pengelolaan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata di antara peternak terhadap nilai harapannya (P<0,01). 38

53 Capaian penerapan aspek pengelolaan sapi perah di Cilumber KPSBU Lembang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pengelolaan (40 Responden) No. Uraian Nilai Pengamatan Harapan Pengamatan (%) 1. Membersihkan sapi 20 ± Membersihkan kandang 20 ± Cara pemerahan 30 ** ± Penanganan pasca panen 33,75 ± 3, ,42 5. Pemeliharaan anak sapi dan dara 29 ** ± 10, ,86 6. Pengeringan sapi laktasi 19 ** ± 9, ,33 7. Pencatatan usaha 5,38 ** ± 2, ,9 Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01) Berdasarkan Tabel 16, sub aspek yang telah baik penerapannya yaitu membersihkan sapi dan kandang. Peternak lebih memperhatikan membersihkan sapi dan kandang karena hal tersebut berhubungan dengan kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Sub aspek yang kurang penerapannya yaitu cara pemerahan, penanganan pasca panen, pemeliharaan anak sapi dan dara, pengeringan sapi laktasi dan pencatatan usaha. Persentase peternak yang menerapkan aspek pengelolaan sapi perah di Cilumber dirinci pada Tabel 17. Tabel 17 menunjukkan bahwa semua peternak membersihkan sapi dua kali setiap hari sebelum dilakukan pemerahan. Bagian yang dibersihkan yaitu lipatan paha, ambing dan bagian belakangnya. Kandang dibersihkan dua kali sehari dan dilakukan beberapa saat sebelum pemerahan. Kedua aktivitas ini memberikan gambaran bahwa peternak sudah memperhatikan sanitasi untuk menjaga kualitas susu cukup baik. Cara pemerahan yang dilakukan umumnya menggunakan tangan, belum ada peternak yang menggunakan mesin perah untuk pemerahan susu. Sebelum pemerahan dilakukan, bagian lipat paha dan bagian belakang sapi dicuci. Penguasaan teknik pemerahan oleh peternak di Cilumber masih perlu ditingkatkan. Beberapa peternak masih menarik puting pada saat pemerahan dan masih jarang peternak yang membersihkan ambing dengan air hangat. Pemberian air hangat dapat menstimulir 39

54 Tabel 17. Penerapan Aspek Pengelolaan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Uraian Jumlah Peternak Uraian Jumlah Peternak Orang % Orang % 1. Membersihkan 5. Pemeliharaan sapi anak sapi dan a. Tiap hari dara b. Kadang- a. Baik kadang 0 0 b. Kurang baik c. Jarang 0 0 c. Salah Membersihkan 6. Pengeringan kandang sapi laktasi a. Dua kali a. 2 bulan perhari sebelum b. Satu kali 0 0 beranak perhari b. 1 ½ bulan 4 10 c. Jarang 0 0 sebelum beranak 3. Cara pemerahan c. Kurang dari a. Benar dan 0 0 bulan sebelum baik beranak b. Kurang benar c. Salah Pencatatan usaha 4. Penanganan a. Ada dan baik 1 2,5 pasca panen b. Ada dan tidak 0 0 a. Benar dan baik baik c. Tidak ada 39 97,5 b. Kurang benar 4 10 c. Salah 0 0 pengeluaran air susu. Nadjib (1985) menyatakan bahwa maksud pembersihan ambing disamping untuk memperoleh susu yang bersih juga untuk merangsang ambing sapi supaya mudah diperah. Semua peternak menggunakan vaselin sebagai pelicin untuk memudahkan proses pemerahan. Menurut Hidayat et al. (2002) selama pemerahan jangan menggunakan vaselin karena vaselin akan menutupi permukaan puting. Bila terusmenerus menggunakan pelicin (vaselin), penularan penyakit sulit dihindari. Peternak juga tidak melakukan tes mastitis dengan strip cup untuk mengetahui adanya mastitis atau tidak dan tidak melakukan pencelupan puting pada desinfektan setelah pemerahan. Penanganan pasca panen yang dilakukan hanya menyaring susu dari ember ke milk can dengan kain saring. Milk can yang digunakan untuk mengirim susu ke 40

55 tempat pengumpulan hanya dibilas dengan air biasa, seharusnya dibersihkan dengan air panas. Segera setelah pemerahan selesai, peternak mengirimkan susu ke tempat penampungan. Selanjutnya di tempat penampungan, dilakukan uji alkohol, uji BJ dan penyaringan sebelum masuk ke mobil tanki yang dilakukan oleh petugas KPSBU Lembang. Pemeliharaan anak sapi dan dara kurang benar. Peternak beranggapan bahwa pedet dan dara tidak menghasilkan keuntungan tetapi hanya mengeluarkan biaya yang tinggi untuk pemeliharaannya sehingga tidak semua peternak memelihara pedet dan betina. Biasanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pedet atau dara dijual oleh peternak. Pedet biasanya diberikan susu 5 liter/hari sampai usia 5-7 minggu, setelah itu pemberian susu dikurangi sampai umur 3-4 bulan. Penghentian pemberian susu juga dilihat dari pertumbuhan. Manajemen pemeliharaan sapi dara hampir sama dengan pemeliharaan sapi laktasi tetapi pakan yang diberikan lebih sedikit yaitu setengahnya. Peternak beranggapan bahwa sapi dara tidak menghasilkan apa-apa sehingga pakan yang diberikan sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan terlambat masak kelamin. Menurut Nadjib (1985), jika pemeliharaan anak sapi sampai dewasa kurang baik maka perkawinanya akan terlambat, karena itu sapi sapi mungkin akan beranak pertama pada umur 3 tahun. Keadaan ini tentu merupakan kerugian bagi peternakan. Pengeringan sapi laktasi di peternak rata-rata satu bulan. Pengeringan yang singkat ini karena peternak beranggapan bahwa sapi masih dapat menghasilkan susu. Menurut Sudono (1999), pada sapi-sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan harus dikeringkan artinya tidak boleh diperah lagi. Hal ini perlu untuk memberikan istirahat pada sel-sel kelenjar ambing sehingga akan menjamin produksi susu yang tinggi yang akan datang. Hal tersebut diungkapkan juga oleh Salisbury et al. (1978) yang menyatakan bahwa lama kering sangat berpengaruh terhadap produksi selanjutnya karena dengan masa kering yang cukup, sapi diberi waktu untuk mempersiapkan kelahiran dan laktasi berikutnya. Pencatatan yang tertib dan teratur dapat membantu dalam menilai berhasil tidaknya usaha peternakan sapi perah. Dari semua peternak, hanya satu peternak (2,5 %) yang melakukan pencatatan usaha yang mencakup kelahiran sapi, catatan 41

56 produksi susu, pengeluaran dan penerimaan. Pada umumnya peternak tidak memperhatikan catatan usaha karena mereka tidak sempat dan sibuk mencari rumput. Hasil penelitian Rosnaedy (2004) menyatakan bahwa sebanyak 62,5 % responden di kabupaten dan kota Tegal menyatakan bahwa pencatatan tidak penting dalam peternakan sapi perah dan hanya 37,5 % responden yang mengatakan pentingnya melakukan pencatatan. Sedangkan hasil penelitian Fajrina (2005) menyatakan bahwa sebanyak 56 % responden menyatakan bahwa pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan dalam manajemen peternakan, 16 % responden menyatakan sangat penting dan 28 % responden menyatakan tidak penting. Kurangnya pencatatan ini kemungkinan disebabkan kurang disadarinya manfaat recording pada masing-masing individu sapi perah. Kandang dan Peralatan Pengamatan kandang dan peralatan meliputi 1). Tata letak kandang, 2). Konstruksi kandang, 3). Drainase kandang, 4). Tempat kotoran, 5). Peralatan kandang dan 6). Peralatan susu. Pada Tabel 6 terlihat bahwa hasil pengamatan kandang dan peralatan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata diantara peternak terhadap nilai harapannya (P<0,01). Capaian penerapan masing-masing sub aspek kandang dan peralatan diperlihatkan pada Tabel 18. Tabel 18. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kandang dan Peralatan (40 Responden) No. Uraian Nilai Pengamatan Harapan Pengamatan (%) 1. Tata letak kandang 10 ± Konstruksi kandang 15 ** ± Drainase kandang 15 ± Tempat kotoran 5,88 ** ± 1, ,8 5. Peralatan kandang 15 ± Peralatan susu 15,25 ** ± 1, Keterangan: ** : sangat nyata (P<0,01) Berdasarkan Tabel 18, penerapan teknologi beternak untuk aspek kandang dan peralatan yang meliputi konstruksi kandang, tempat kotoran dan peralatan susu menunjukkan sangat berbeda dengan nilai harapan. Sub aspek yang telah baik penerapannya adalah tata letak kandang, drainase kandang dan peralatan kandang. Sub aspek yang masih kurang penerapannya adalah konstruksi kandang, tempat 42

57 kotoran dan peralatan susu. Persentase peternak yang menerapkan aspek kandang dan peralatan sapi perah di Cilumber dirinci pada Tabel 19. Tabel 19. Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Uraian Jumlah Peternak Uraian Jumlah Peternak Orang % Orang % Kandang Peralatan 1. Tata letak 5. Peralatan a. Tersendiri kandang b. Jadi satu 0 0 a. Lengkap dengan rumah b. Kurang 0 0 lengkap 2. Konstruksi c. Tidak lengkap 0 0 Kandang a. Memenuhi Peralatan susu syarat a. Lengkap, dan 0 0 b. Kurang sesuai memenuhi persyaratan syarat b. Kurang c. Tidak 0 0 lengkap dan memenuhi tidak syarat memenuhi persyaratan 3. Drainase c. Tidak lengkap 0 0 kandang a. Baik b. Kurang baik 0 0 c. Tidak baik Tempat kotoran a. Baik 0 0 b. Tidak baik 7 17,5 c. Tidak ada 33 82,5 Berdasarkan Tabel 19, letak kandang sapi perah terpisah dari tempat tinggal, namun tidak terlalu jauh. Pada umumnya kandang berada di belakang rumah. Peternak tinggal di pemukiman yang padat sehingga letak kandang berdekatan dengan rumah peternak dan penduduk. Jika dilihat dari segi kesehatan atau lingkungan, jarak kandang yang berdekatan atau menyatu dengan rumah akan mengganggu kenyamanan karena bau yang tidak sedap yang berasal dari kotoran sapi perah akan tercium langsung dalam rumah. Menurut Bappenas (2007), lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter. 43

58 Kontruksi kandang kurang memenuhi persyaratan. Hal tersebut dapat terlihat dari jarak antara lantai dan atap rendah sehingga kurang sirkulasi udara dan dinding terbuat dari bambu atau kayu yang sederhana. Bahan atap kandang yang digunakan bermacam-macam, yaitu genteng, seng, asbes, kombinasi antara genteng dan seng serta kombinasi antara genteng dan asbes. Lantai kandang yang digunakan bermacam-macam yaitu lantai semen, kayu, kombinasi semen dengan karet, kombinasi semen dengan kayu, kombinasi karet dengan kayu serta kombinasi semen, karet dan kayu. Sistem drainase kandang baik. Hal tersebut dapat diketahui dari kemiringan lantai, dan adanya saluran pembuangan. Menurut Ensminger (1971), kesehatan sapi perah akan lebih mudah pemeliharaannya pada halaman dan bangunan yang memiliki drainase yang baik. Tempat kotoran pada umumnya tidak ada (82,5%), kotoran langsung di buang ke selokan-selokan kecil sehingga menyebabkan pencemaran. Hanya beberapa peternak (17,5%) yang mempunyai tempat kotoran yaitu di belakang kandang sehingga sirkulasi udara menjadi tidak baik. Kotoran disimpan kurang lebih 1 minggu untuk dijadikan pupuk. Menurut Ensminger (1971), penyediaan tempat kotoran yang baik berjarak 5 m dari kandang ternak. Peralatan kandang yang dimiliki peternak lengkap. Peralatan yang digunakan peternak berupa sikat, sabun, sapu lidi, sekop dan ember yang digunakan untuk membersihkan sapi dan kandang. Hanya ada 2 orang yang mempunyai selang air. Peralatan susu yang ada di peternak kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan. Peralatan susu yang umumnya dimiliki peternak yaitu ember perah, saringan dan milk can. Ember yang digunakan pada umumnya dibuat dari bahan plastik. Hanya satu peternak yang mempunyai ember stainless. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan biasa bukan kain saring sehingga masih ada kotoran pada susu. Kesehatan Hewan Pengamatan aspek kesehatan hewan meliputi 1). Pengetahuan penyakit, 2). Pencegahan penyakit dan 3). Pengobatan. Pada Tabel 6 terlihat bahwa hasil pengamatan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata di antara peternak terhadap 44

59 nilai harapannya (P<0,01). Capaian penerapan masing-masing sub aspek kesehatan hewan diperlihatkan pada Tabel 20. Tabel 20. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan Hewan (40 Responden) No. Uraian Nilai Pengamatan Harapan Pengamatan (%) 1. Pengetahuan penyakit 11 ** ± 4, ,5 2. Pencegahan penyakit 100 ± 0 1) Pengobatan 60 ± 0 1) Keterangan : ** : sangat nyata (P<0,01) 1) : Yang diamati bukan peternak, tetapi tenaga Keswan Berdasarkan Tabel 20, secara keseluruhan penerapan teknologi beternak untuk aspek kesehatan hewan menunjukkan tidak berbeda dengan nilai harapan, hanya pengetahuan penyakit yang menunjukkan sangat berbeda dengan nilai harapannya. Sub aspek yang telah baik penerapannya yaitu pecegahan penyakit dan pengobatan. Sub aspek yang kurang penerapannya yaitu pengetahuan penyakit. Walaupun capaian untuk aspek kesehatan hewan sudah cukup baik berkat bantuan dari tenaga keswan yang disediakan oleh KPSBU, namun peningkatan pengetahuan peternak tentang penyakit dan gejala-gejalanya mungkin dapat membantu peternak untuk mendeteksi penyakit lebih dini sehingga kerugian dapat diminimalisir. Persentase peternak yang menerapkan aspek kesehatan hewan sapi perah di Cilumber dirinci pada Tabel 21. Tabel 21. Penerapan Aspek Kesehatan Hewan Sapi Perah di Cilumber KPSBU Lembang Uraian Jumlah Peternak Uraian Jumlah Peternak Orang % Orang % 1. Pengetahuan 3. Pengobatan penyakit a. Dilakukan a. Baik 0 0 dengan benar b. Cukup 2 5 b. Dilakukan 0 0 c. Kurang kurang benar c. Tidak Pencegahan dilakukan penyakit a. Teratur b. Tidak teratur 0 0 c. Tidak pernah

60 Pengetahuan mengenai penyakit dapat diketahui dari peternak dengan cara menyebutkan gejala-gejala dari ternak yang terserang penyakit. Berdasarkan Tabel 21, pada umumnya peternak tidak dapat mengetahui gejala-gejala dari penyakit yang biasa menyerang ternak. Peternak hanya mengetahui penyakit mastitis, mencret, kembung dan kaki bengkak. Hanya 5 % dari total responden yang cukup mengetahui gejala-gejala penyakit. Apabila ternaknya sakit, maka peternak melaporkan kepada dokter hewan. Pelaporan tersebut dilakukan di tempat penampungan susu dengan mengisi kartu kesehatan yang berwarna kuning yang disediakan oleh koperasi. Pencegahan penyakit oleh peternak cukup baik, misalnya penyakit mastitis. Jika sapi terkena mastitis maka peternak memberikan obat atau mastilac yang diperoleh dari dokter hewan. Peternak tidak ingin sapinya terkena mastitis karena susunya tidak bisa dijual atau kalau dijual akan dibayar dengan harga rendah. Pencegahan penyakit juga dilakukan dengan vaksinasi dari KPSBU Lembang. Vaksinasi yang sering dilakukan yaitu vaksinasi Brucellosis menjelang hari raya Idul Fitri. Pengobatan terhadap penyakit sudah dilakukan dengan benar karena sebagian besar dilakukan oleh tenaga keswan (dokter hewan) dari KPSBU Lembang. Pengobatan dilakukan setelah peternak melaporkan kejadian penyakit. Sub aspek kesehatan hewan tidak menjadi masalah pada KPSBU Lembang karena tersedianya dokter hewan yang dapat dihubungi setiap saat. Dokter hewan dan inseminator pada umumnya tinggal di sekitar lokasi peternakan. 46

61 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Capaian penerapan aspek teknis pemeliharaan sapi perah peternak Cilumber lebih rendah dibandingkan dengan nilai harapan berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Rata-rata penerapan aspek teknis baru mencapai 80 %. Penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aspek kesehatan hewan, diikuti aspek makanan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan serta aspek breeding dan reproduksi. Saran 1. Perlu diadakan penyuluhan mengenai manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik sehingga produksi susu dapat ditingkatkan. 2. Peternak diharapkan dapat lebih memperhatikan manajemen reproduksi untuk meningkatkan performa reproduksi ternaknya. 3. Peternak diharapkan melakukan pencatatan produksi susu minimal satu bulan sekali untuk mengetahui performa produksi susu setiap ekor ternak dan untuk keperluan seleksi. 4. Kemampuan produksi sapi perah dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan yang sesuai kebutuhan sapi dan pakan yang berkualitas. 5. Perlu adanya perbaikan kandang dan peralatan khususnya peralatan susu yaitu penggunaan satu lap untuk satu sapi, kain saring dan ember stainless. 6. Perlu adanya penyuluhan untuk peternak mengenai kesehatan ternak meliputi pengetahuan, pencegahan dan pengobatan penyakit.

62 UCAPAN TERIMA KASIH Assalaamu alaikum Wr. Wb., Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, nikmat dan keridhoan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Tidak lupa shalawat dan salam penulis sampaikan kepada teladan dan pemimpin umat terbaik hingga akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua tersayang dan tercinta yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, motivasi, kasih sayang dan do a yang tidak pernah putus. Kakak dan adik tercinta yang telah memberikan doa dan kasih sayangnya. Keluarga besar penulis yang berada di Garut yang telah memberikan perhatian dan dukungannya. Ucapan terima kasih juga kepada Ir. Sri Darwati, M. Si sebagai Pembimbing Akademik yang telah memberikan bantuan, bimbingan, nasehat, dan masukan selama penulis menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi. Kepada Dr. Bagus P. Purwanto sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Despal, S. Pt, M. Sc. Agr sebagai Pembimbing Anggota yang telah membimbing, mengarahkan, mengorbankan waktu, pikiran, nasehat dan membantu penyusunan proposal, penelitian, makalah seminar hingga tahap akhir penulisan skripsi. Kepada Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc sebagai dosen penguji seminar yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Kepada Ir. Afton Atabany, M. Si dan Dr. Ir. Idat Galih Permana, M. Sc. Agr sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan koreksi, saran dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Iyep Komala, S. Pt yang telah membantu dalam proses penelitian, Kepala KPSBU Lembang beserta para pengurus dan staf yang telah memberikan fasilitas penelitian dan bantuan hingga akhir penelitian, Korwil Cilumber beserta keluarga yang telah memberikan bantuan selama penelitian, para peternak Cilumber yang telah memberikan bantuan dan informasi selama penelitian, Bu Ai sekeluarga yang telah menyediakan tempat selama penelitian dan telah memberikan perhatian selama penulis di Lembang. Kepada

63 Wawan Kurniawan yang telah memberikan perhatian dan dukungan moril untuk segera menyelesaikan skripsi. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada teman-teman sepenelitian (Yuni, Okta, Riva, Irub, Anis, Mira, Ayu, Yeni, Ita, Andri, Nikur, Adi, Anas, Alfian dan Yongki) yang telah memberikan bantuan dan dorongan selama penelitian. Kepada teman-teman seperjuangan TPT 41 (Bernard, Merry, Lia, Saleh, Fauzan, Saroji, Eryk, Kampas, Chrisman, Anju, Vita, Rihci, Winny, Mala, Aji, Filan, Elis, Lulu, Risa, Jaya, Sius, Lenny, Uwi, Mai, Lele, Dani, Revi, Rizal, Ifit, Prima, Yudi, Ganda, Ery, Vamy, Jaka, Yunita, Nagil, Dimin, Nina, Uci, Azis, Mada, Uut, Aryo, Arif, Badri, Abdi dan Efan) yang telah memberikan dukungan, semangat, dan persahabatan yang indah selama 4 tahun ini. Kepada teman-teman Green House (Mba Yuyun, Ka Isa, Ka Egi, Ka Eka, Ka Rahma, Evi, Restu, Melly, Mira, Nana dan Umi) yang telah memberikan dukungan. Kepada dosen beserta staf Fakultas Peternakan yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan. Terakhir terima kasih kepada semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu. Wassalaamu alaikum Wr. Wb. Bogor, April 2008 Penulis 49

64 DAFTAR PUSTAKA AAK Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta. Akoso, B. T Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta. Alim, F.A. dan T. Hidaka Pakan dan Tata Laksana Sapi Perah. Dairy Technology Improvement Project in Indonesia, Bandung. Andri Analisis aspek teknis, fungsi keuntungan, dan efisiensi ekonomi relatif usaha peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aryogi, N., K. Wardhani dan A. Musofie Pola penyediaan hijauan pakan di daerah sentra pemeliharaan sapi perah di dataran tinggi di Jawa Timur. Proceedings Pertemuan Ilmiah Pengelolaan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi Perah. Sub Balai Penelitian Ternak Grati. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian. Blakely, J. dan D. H. Bade Ilmu Peternakan. Terjemahan: Bambang Sri Gandono dan Soedarsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bappenas Budidaya ternak sapi perah (Bos sp.). ile=73. [17 Desember 2007] Chuzaemi, S. dan Hartutik Ilmu Makanan Ternak Khusus (Ruminansia). Universitas Brawijaya, Malang. Despal, N. Sigit, Suryahadi, D. Evvyernie, A. Sardita, I. G. Permana dan T. Toharmat Nutrisi Ternak Perah. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Direktorat Jenderal Peternakan Laporan pertemuan pelaksanaan uji coba faktor-faktor penentu dan perencanaan tata penyuluhan subsektor peternakan. Departemen Pertanian, Jatim. Diwyanto, K., A. Anggraeni, T. Sugiarti, Nurhasanah, H. Setyanto, dan L. Praharani Pengkajian sistem budidaya sapi perah untuk meningkatkan produktivitas. Prosiding Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Etgen, W. M., R. E. James, dan P. M. Reaves Dairy Cattle and Feeding Management. John Wiley Sons, Canada. Ensminger, M. E Dairy Cattle Science. The Interstate Printers and Publisher Inc. Danville, Illinois. Fajrina, R Studi analisis pola breeding dan usaha pengembangannya di kelompok sapi perah Pondok Rangon DKI Jakarta. Skripsi. Klinik, Reproduksi dan Patologi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ginting, N. dan P. Sitepu Teknik Beternak Sapi Perah di Indonesia. PT. Rekan Anda Setiawan, Jakarta.

65 GKSI-CCD Denmark Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. GKSI-CCD Denmark, Jawa Timur. Hidayat, A., P. Effendi, A. A. Fuad, Y. Patyadi, K. Taguchi dan T. Sugiwaka Kesehatan Pemerahan. Dairy Technology Improvement Project in Indonesia, Bandung. KPSBU Years of KPSBU. KPSBU, Bandung. KPSBU Pelatihan Manajemen Sapi Perah Untuk Anggota KPSBU Lembang. KPSBU, Bandung. Lita Meningkatkan populasi sapi perah; solusi mengurangi ketergantungan impor susu. [ 18 September 2007] Muljana, W Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi Perah. Aneka Ilmu, Semarang. Nadjib, H Upaya meningkatkan produksi susu dengan perbaikan tatalaksana peternakan sapi perah. Prosiding Pertemuan Konsultasi Peternakan Sapi Perah Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pemerintah DT II Sukabumi dan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nazir, M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Nuraeni dan Purwanta Potensi sumber daya dan analisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Sinjai. Jurnal Agrisistem 2 (1): Pulungan, I. dan R. Pambudy Peraturan dan Undang-undang Peternakan. Produksi Media Informasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Puslitbangnak Laporan penelitian sistem usahatani sapi perah di Jawa. Puslitbangnak dan ARMP, Bogor. Putra, A. R. Kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di kelurahan Pondok Rangon kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rosnaedy, D Studi analisis pola breeding sapi perah di kabupaten dan kota Tegal Propinsi Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salisbury, G. W., N. L. Van Demark dan J. R. Lodge Physiology of Reproduction and Artificial Insemination of Cattle. 2 nd Ed. W. H. Freeman and Co., San Fransisco. Schmidt, G. H., L. D. Van Vleck dan M. P. Hutjens Principles of Dairy Science. 2 nd Edition. Prentice Hall. Englewood Cliffs, New Jersey. Sigit, N Makanan sapi perah dan cara pemberiannya. Prosiding Pertemuan Konsultasi Peternakan Sapi Perah Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pemerintah DT II Sukabumi dan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Institut Pertanian, Bogor. Singarimbun, M. dan S. Effendi Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES, Jakarta. 51

66 Siregar, S. B Imbangan makanan penguat dan hijauan atas dasar persentase protein yang diberikan pada sapi perah. Lembaran LPP No. 3: Siregar, S. B., M. Rangkuti, Y. T. Rahardja dan H. Budiman Informasi Teknologi Budidaya, Pascapanen, dan Analisis Usaha Ternak Sapi Perah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Siregar, S. B Efisiensi usaha peternakan sapi perah dalam menghadapi era perdagangan bebas. Wartazoa No. 1: Siregar, S. B Peningkatan kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi melalui perbaikan pakan dan frekuensi pemberiannya. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6 (2): Siregar, S. B Manajemen Agribisnis Sapi Perah Yang Ekonomis dan Kiat Melipatgandakan Keuntungan. Pribadi, Bogor. Subandriyo, P. Sitorus dan E. Triwulanningsih Penampilan prestasi produksi dan reproduksi sapi perah Friesian di beberapa perusahaan di daerah Lembang Kabupaten Bandung. Buletin Lembaga Penelitian Peternakan No. 12: Sudono, A Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Sugandi, D., Hermawan dan H. Supratman Perbaikan mutu pakan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas susu sapi perah. Prosiding Seminar Nasional dan Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Suharno, B. dan Nazarudin Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Suryopratomo Analisis aspek manajemen, keefisienan faktor-faktor produksi, dan pembiayaan usaha peternakan sapi perah di daerah Parakan Salak Kabupaten Sukabumi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief, M. dan R. M. Sumoprastowo Ternak Perah. Yasaguna, Jakarta. Tyler, H. dan M. E. Ensminger Dairy Cattle Science. Pearson Prentice Hall, New Jersey. Yani, A dan B. P. Purwanto Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Peternakan 2 (1):

67 LAMPIRAN

68 Lampiran 1. Kuesioner Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cilumber KPSBU Lembang Kabupaten Bandung A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama peternak : 2. Alamat : 3. Kelompok peternak : 4. Tanggal Kunjungan : 5. Umur : 6. Pengalaman : 7. Pendidikan : B. KEPEMILIKAN TERNAK Kelompok Ternak Jumlah (ekor) Keterangan 1. Pedet 2. Dara Jantan Betina 3. Dewasa Kering Laktasi 4. Jantan C. BREEDING DAN REPRODUKSI 1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni b. Peranakan FH c. Persilangan d. Lain-lain 2. Cara seleksi a. Produksi susu b. Silsilah c. Bentuk luar 3. Cara kawin a. IB b. Alam dengan pejantan unggul c. Alam dengan pejantan tidak 4. Pengetahuan berahi a. Faham b. Kurang faham c. Tidak faham unggul 53

69 5. Umur beranak pertama a. 2 ½ tahun b. 3 tahun c. Lebih dari 3 tahun 6. Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari b hari c. Lebih dari 90 hari 7. Calving interval a. 1 tahun b. 1-1 ½ tahun c. Lebih dari 1 ½ tahun D. MAKANAN TERNAK 1. Cara pemberian hijauan a. Setelah diperah b. Sebelum diperah 2. Jumlah pemberian hijauan a. Cukup b. Berlebihan c. Kurang 3. Kualitas HMT a. Unggul b. Campur c. Lapangan 4. Frekuensi pemberian hijauan a. Dua kali, b. Satu kali, c. Tidak teratur 5. Cara pemberian konsentrat a. Sebelum diperah b. Sedang diperah c. Sesudah diperah 6. Jumlah pemberian konsentrat a. Cukup b. Lebih c. Kurang 7. Kualitas konsentrat dan mineral a. Baik dan Lengkap b. Baik dan kurang mineral c. Kurang baik 8.Frekuensi pemberian a. Dua kali per hari b. Satu kali c. Tidak teratur 9. Air minum a. Tersedia terus menerus b. Dua kali perhari c. Tidak teratur E. PENGELOLAAN 1. Membersihkan sapi a. Tiap hari b. Kadang-kadang c. Jarang 54

70 2. Membersihkan kandang a. Dua kali perhari b. Satu kali perhari c. Jarang 3. Cara pemerahan a. Benar dan baik b. Kurang benar c. Salah 4. Penanganan pasca panen a. Benar dan baik b. Kurang benar c. Salah 5. Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik b. Kurang baik c. Salah 6. Pengeringan sapi laktasi a. 2 bulan sebelum beranak b. 1 ½ bulan sebelum beranak, c. Kurang dari 1 bulan sebelum beranak 7. Pencatatan usaha a. Ada dan baik b. Ada dan tidak baik c. Tidak ada F. KANDANG DAN PERALATAN 1. Tata letak kandang a. Tersendiri b. Jadi satu dengan rumah 2. Konstruksi Kandang a. Memenuhi syarat b. Kurang memenuhi syarat, c. Tidak memenuhi syarat 3. Drainase kandang a. Baik b. Kurang baik c. Tidak baik 4. Tempat kotoran a. Baik b. Tidak baik c. Tidak ada 5. Peralatan kandang a. Lengkap b. Kurang lengkap c. Tidak Lengkap 6. Peralatan susu a. Lengkap, dan sesuai persyaratan b. Kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan c. Tidak lengkap 55

71 G. KESEHATAN HEWAN 1. Pengetahuan penyakit a. Baik b. Cukup c. Kurang 2. Pencegahan penyakit (vaksinasi) a. Teraturs b. Tidak teratur 3. Pengobatan penyakit a. Dilakukan dengan benar b. Dilakukan kurang benar c. Tidak dilakukan 56

72 Lampiran 2. Hasil Penilaian Aspek Breeding dan Reproduksi di Cilumber No Jumlah

73 Lampiran 2 (Lanjutan) No Jumlah Rataan 30 10, , ,63 173,63 Keterangan : 1. Bangsa sapi yang dipelihara 2. Cara seleksi 3. Cara kawin 4. Pengetahuan berahi 5. Umur beranak pertama 6. Saat dikawinkan setelah beranak 7. Calving interval 58

74 Lampiran 3. Hasil Penilaian Aspek Makanan Ternak di Cilumber No Jumlah

75 Lampiran 3 (Lanjutan) No Jumlah Rataan ,5 30, ,5 219,38 Keterangan : 1. Cara pemberian hijauan 2. Jumlah pemberian hijauan 3. Kualitas hijauan 4. Frekuensi pemberian hijauan 5. Cara pemberian konsentrat 6. Jumlah pemberian konsentrat 7. Kualitas konsentrat dan mineral 8. Frekuensi pemberian konsentrat 9. Pemberian air minum 60

76 Lampiran 4. Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan di Cilumber No Jumlah

77 Lampiran 4 (Lanjutan) No Jumlah Rataan , ,38 157,13 Keterangan : 1. Membersihkan sapi 2. Membersihkan kandang 3. Cara pemerahan 4. Penanganan pasca panen 5. Pemeliharaan anak sapi dan dara 6. Pengeringan sapi laktasi 7. Pencatatan usaha 62

78 Lampiran 5. Hasil Penilaian Aspek Kandang dan Peralatan di Cilumber No Jumlah

79 Lampiran 5 (Lanjutan) No Jumlah Rataan , ,25 76,13 Keterangan : 1. Tata letak kandang 2. Konstruksi kandang 3. Drainase kandang 4. Tempat kotoran 5. Peralatan kandang 6. Peralatan susu 64

80 Lampiran 6. Hasil Penilaian Aspek Kesehatan Hewan di Cilumber No Jumlah

81 Lampiran 6 (Lanjutan) No Jumlah Rataan ,03 Keterangan : 1. Pengetahuan penyakit 2. Pencegahan penyakit 3. Pengobatan 66

82 Lampiran 7. Peta Lokasi Penelitian 67

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstien Sapi FH telah banyak tersebar luas di seluruh dunia. Sapi FH sebagian besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN PETERNAKAN RAKYAT DI DESA CIBEUREUM CISARUA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI RIKA JULIANI

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN PETERNAKAN RAKYAT DI DESA CIBEUREUM CISARUA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI RIKA JULIANI EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN PETERNAKAN RAKYAT DI DESA CIBEUREUM CISARUA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI RIKA JULIANI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

KONDISI PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK) CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI PRIA SEMBADA

KONDISI PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK) CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI PRIA SEMBADA KONDISI PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK) CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI PRIA SEMBADA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kondisi Geografis Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara 1.000-3.500

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI

SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

disusun oleh: Willyan Djaja

disusun oleh: Willyan Djaja disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawa sehingga mempunyai sifat diantara keduanya (Atabany,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari Provinsi Belanda bagian Utara dan Provinsi Friesland Barat. Sapi FH di

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah FH Sapi perah Fries Holland (FH) sering dikenal dengan nama Holstein Friesian. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sapi Perah Sapi perah adalah suatu jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, Guernsey, Jersey dan

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian Kawasan peternakan sapi perah seluas 11 ha dari 30 ha yang telah disediakan oleh pemerintah sesuai dengan SK Gubernur no 300 tahun 1986 berada di Kelurahan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah TEKNIK PEMERAHAN DAN PENANGANAN SUSU SAPIPERAH G. Suheri Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor PENDAHULUAN Perkembangan dalam pemeliharaan sapi perah pada akhir-akhir ini cukup pesat dibandingkan tahun-tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah dipengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Oleh: Iis Soriah Ace dan Wahyuningsih Dosen Jurusan Penyuluhan Peternakan, STPP Bogor ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG Oleh : Ir. BERTI PELATIHAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE TA. 2014 1. Sapi Bali 2. Sapi Madura 3.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet 4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-

HASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000- IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, 35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun 1925. Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan yang dikonsumsi menjadi susu sebagai produk utamanya baik untuk diberikan kepada anaknya maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kawasan peternakan sapi perah rakyat Kebon Pedes berada di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dengan jarak tempuh ke pusat pemerintahan kota

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA Animal Agriculture Journal 5(1): 195-199, Juli 2015 On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN.1. Sapi Perah Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN

PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci