BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat adalah dokumen perencanaan tahunan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, merupakan dokumen perencanaan pembangunan peternakan di Jawa Barat sebagai penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 dan Rencana Kerja Kementerian Pertanian Penyusunan Renja Dinas mengacu kepada kebutuhan dan permasalahan pembangunan peternakan di Jawa Barat sesuai dengan potensi sumber daya tersedia, dalam rangka mengakomodasikan pencapaian target dan sasaran yang tercantum didalam RKPD, serta dengan menjaga kesinambungan pembangunan sebagaimana yang diarahkan didalam RPJMD dan Renstra Dinas Peternakan Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki peluang yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi, karena memiliki potensi Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam yang besar serta ditunjang dengan tersedianya Sarana dan Prasarana informasi dan kelembagaan serta informasi yang relatif lengkap. Namun walapun mempunyai peluang dan potensi yang lengkap tersebut, di dalam perspektif pembangunan ekonomi, terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa Jawa Barat masih sangat memerlukan upaya-upaya yang signifikan untuk mengakselerasi laju pembangunan dan pertumbuhan ekonominya. Beberapa permasalahan pembangunan ekonomi yang masih dihadapi Jawa Barat pada saat ini direfleksikan oleh fakta yang menunjukkan bahwa; (1) masih rendahnya pencapaian pembangunan manusia (dengan rendahnya pencapaian Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikatornya); (2) tingkat kemiskinan mencapai lebih dari 11 juta jiwa di antara 43 juta jiwa; dan (3) jumlah pengangguran terbuka yang mencapai lebih dari dua juta atau sebesar lebih dari 11 persen dari jumlah angkatan kerja total. Fakta lain menunjukkan bahwa sekitar 40 persen dari jumlah total rumah tangga di Jawa Barat merupakan rumah tangga pertanian yang Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

2 sangat berkaitan dengan komponen-komponen permasalahan yang dominan. Proporsi rumah tangga pertanian yang cukup signifikan tersebut, maka diyakini bahwa dengan akselerasi pembangunan di sektor pertanian berpotensi dapat memperkuat fundamental ekonomi Jawa Barat melalui peningkatan kualitas hidup masyarakat pertanian, penciptaan peluang kerja pedesaan dan reduksi tingkat kemiskinan struktural di dalam lingkup regional. Besaran potensi kontribusi dari sektor pertanian di Jawa Barat terhadap pembangunan ekonomi tidak terlepas dari kontribusi subsektor peternakan di dalam struktur perekonomian. Kontribusi pertumbuhan ekonomi sektor peternakan terhadap pertanian dan regional ternyata menunjukkan kecenderungan yang selalu meningkat antar waktu, dibandingkan dengan sub sektor lainnya di rumpun pertanian. Hal ini dapat dilihat pada periode 1990-an kontribusi pembentukan PDB peternakan terhadap pertanian masih berkisar antara tiga dan lima persen; sementara pada periode tahun 2000 hampir mencapai 15 persen dari total PDB pertanian. Meskipun secara relatif pangsa output sektor peternakan terbilang masih cukup rendah, namun laju pertumbuhan ekonomi yang dimiliki merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan subsektor lainnya di dalam sektor pertanian Jawa Barat. Kecenderungan laju pertumbuhan yang selalu meningkat merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa sektor peternakan dapat berperan sebagai komponen pengungkit (leverage) yang signifikan bagi pertumbuhan perekonomian Jawa Barat. Tingginya laju pertumbuhan PDB peternakan tersebut, antara lain ditunjang oleh peluang dan potensi pengembangan subsektor peternakan yang masih luas. Namun dalam implementasinya tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh subsektor ini yaitu sampai saat ini usaha sektor peternakan belum mampu secara optimal memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan produk peternakan yang dibutuhkan oleh masyarakat Jawa Barat sendiri, maupun dalam mensejahterakan para pelakunya. Adapun beberapa permasalahan umum yang menjadi kendala pembangunan subsektor peternakan di Jawa Barat antara lain : Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

3 1. Subsektor peternakan masih didominasi oleh para peternak kecil dengan skala usaha terbatas dan merupakan mata pencaharian salah satu dari sub sistem pertanian, kecuali pada komoditas usaha ternak sapi perah dan ayam ras yang sudah dijadikan usaha pokok keluarga. 2. Terbatasnya bibit serta rendahnya penguasaan teknologi dan informasi peternakan. 3. Terbatasnya alokasi permodalan yang murah dan mudah untuk usaha pengembangan peternakan dari lembaga keuangan. 4. Tingginya pemotongan hewan betina produktif tanpa dukungan upaya penyelamatan dan pencegahannya yang belum memadai. 5. Belum terintegrasinya usaha peternakan dari hulu sampai hilir, sehingga mengakibatkan mata rantai tataniaga peternakan panjang dan kurang efisien. 6. Belum jelasnya wilayah kawasan usaha peternakan Berdasarkan kondisi permasalahan tersebut di atas, dalam rangka terwujudnya produk peternakan yang berdaya saing sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah bagi para pelaku usaha peternakan (peternak dan swasta), serta dapat dicapainya kecukupan pangan protein hewani bagi masyarakat Jawa Barat, maka dirasakan masih diperlukan peran aktif pemerintah daerah untuk memfasilitasi para pelaku usaha peternakan. Adapun dari hasil identifikasi permasalahan yang mendasar dalam penyusunan kebijakan dan program pembangunan peternakan adalah terbatasnya sumber daya yang dimiliki pemerintah serta kewenangan propinsi Jawa Barat. Dilain pihak dengan melihat karakteristik pelaku usaha peternakan di Jawa Barat yang sebagian besar adalah para peternak kecil, maka kebijakan dan program yang disusun harus mampu menjadi pelindung bagi peternak kecil tersebut dan memberikan akses yang sebesar-besarnya bagi para peternak yang berkeinginan untuk maju dan berkembang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam memotivasi dunia usaha dan investasi. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan fasilitasi dan regulasi dari pemerintah yang terintegrasi dan berkesinambungan namun harus dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 7 Tahun Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

4 Begitu kompleksnya berbagai permasalahan yang dihadapi subsektor peternakan, dan terbatas sumber daya serta kewenangan provinsi serta tidak terprediksikan berbagai faktor luar yang yang menjadi penghambat pembangunan peternakan, maka perlu disusun Rencana Kerja (Renja) Pembangunan di bidang peternakan yang dapat digunakan dalam menghadapi berbagai tantangan peternakan agar mampu mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dalam menunjang pencapaian target dan sasaran Jawa Barat. Untuk menunjang pencapaian target dan sasaran pemerintah provinsi Jawa Barat, melihat keterbatasan sumber daya yang tersedia maka diperlukan fokus-fokus prioritas kegiatan serta sinergitas berbagai sumber daya, secara komprehensif dituangkan didalam kegiatan-kegiatan baik tahunan maupun multiyears, yang diusulkan diakomodasikan untuk difasilitasi dari anggaran dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (APBN), APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota. Prioritas pembangunan daerah tahun 2012, sebagaimana yang tercantum dalam RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2012, yang terkait pada pembangunan peternakan adalah (1) Kemandirian Pangan yang diifokuskan pada ketersediaan dan kecukupan aneka bahan pangan berbasis potensi lokal, yang berkualitas dan berkesinambungan, dan (2) Peningkatan Daya Beli Masyarakat dengan difokuskan pada Pengembangan aneka usaha yang bernilai tambah dan berdaya saing dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran melalui prinsip masyarakat bekerja Landasan Hukum Dasar hukum penyusunan Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 adalah: 1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

5 Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700); 4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4815); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4817); 9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 8 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 45); 10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 9 Seri D); 11. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 20 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 55); Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

6 12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 Nomor 2 Seri E Tambahan Lembaran Daerah Nomor 59); 13. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 Nomor 109 Seri D). 14. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor Tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Maksud, Tujuan dan Sasaran. 1. Maksud Penyusunan Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 dimaksudkan sebagai pedoman bagi : a. Penyusunan usulan fasilitasi pembangunan peternakan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012; b. Dinas Peternakan atau instansi yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/kota se Jawa Barat dalam penyusunan pembangunan peternakan tahun 2012; c. Penyusunan usulan fasilitasi pembangunan peternakan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) alokasi Anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Departemen Pertanian Tahun Tujuan Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat bertujuan untuk mewujudkan sinergitas antara perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan peternakan antar wilayah dan antar tingkat pemerintahan (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta mewujudkan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan regional dan nasional di sektor peternakan. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

7 3. Sasaran Sasaran Renja adalah menjadi acuan dan pedoman penyusunan fasilitasi pembangunan peternakan daerah Provinsi Jawa Barat, baik yang bersumber dari APBN maupun yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

8 BAB II EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2.1. Visi dan Misi Pembangunan Jangka Menengah Daerah Dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Barat , tercantum visi jangka panjang Jawa Barat yaitu Jawa Barat dengan Iman dan Taqwa, Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia. Pada tahapan kedua RPJPD tersebut (tahun ), arah pembangunan ditujukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, pembangunan infrastruktur strategis, revitalisasi pertanian, perdagangan, jasa dan industri pengolahan yang berdaya saing, rehabilitasi dan konservasi lingkungan serta penataan struktur pemerintahan daerah untuk menyiapkan kemandirian masyarakat Jawa Barat Evaluasi Status dan Kedudukan pencapaian Kinerja Pembangunan Daerah Dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan fasilitasi pembangunan Peternakan di Jawa Barat, Dinas Peternakan untuk tahun 2010 memperoleh anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp ,- sampai dengan bulan Desember tahun 2010, pencapaian fisik 99.62% dan keuangan sebesar Rp ,- Sedangkan untuk rincian pencapaian prosentase realisasi fisik dan keuangan dari masing-masing Belanja / Kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut : Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

9 Tabel 1. Pencapaian Realisasi Fisik dan Keuangan belanja / kegiatan APBD Dinas Peternakan tahun 2010 No. PAGU ANGGARAN Realisasi KEGIATAN Keuangan (%) (Rp.) Belanja Tidak Langsung 23,390,184,484 23,301,295, Belanja Tidak Langsung 23,390,184,484 23,301,295, Fisik (%) A Program Peningkatan Ketahanan Pangan 5,635,402,000 5,576,153, Program Jawa Barat Satu Juta Sapi Tahap I 5,635,402,000 5,576,153, B Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 500,000, ,011, Peningkatan Kesejahteraan dan Kemampuan 2 Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 500,000, ,011, C Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 3,330,635,872 3,169,429, Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Dinas Peternakan 2,106,935,872 2,040,633, Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah 161,300, ,453, Bunikasih 5 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di BPT Sapi Perah & HMT Cikole - Lembang 185,400, ,472, Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di BPPT Sapi Potong Ciamis 145,000, ,250, Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di BPPT Domba Margawati dan SPTD Trijaya 117,000, ,577, Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di BPPT Unggas Jatiwangi 140,000, ,424, Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di Balai Pelatihan Peternakan Cikole - Lembang 100,000,000 88,872, Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di BPMPT 75,000,000 73,413, Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di BPPPHK Cikole - Lembang 300,000, ,331, D Program Peningkatan Sasarana dan Prasarana Aparatur 309,536, ,381, Pengembangan Sarana dan Prasarana Aparatur Peternakan 309,536, ,381, E Program Pemeliharaan Sasarana dan Prasarana Aparatur 1,855,406,125 1,806,044, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 689,108, ,707, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah 150,000, ,477, Bunikasih 15 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di BPT Sapi Perah & HMT Cikole - Lembang 326,550, ,390, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di BPPT Sapi Potong Ciamis 130,000, ,434, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di BPPT Domba Margawati dan SPTD Trijaya 174,748, ,013, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di BPPT Unggas Jatiwangi 125,000, ,890, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di Balai Pelatihan Peternakan Cikole - Lembang 85,000,000 83,154, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di BPMPT 80,000,000 79,394, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di BPPPHK Cikole - Lembang 95,000,000 94,583, F Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan 50,000,000 49,811, Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Internal Organisasi Perangkat Daerah 50,000,000 49,811, Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

10 No. PAGU ANGGARAN Realisasi KEGIATAN Keuangan (%) (Rp.) G Program Peningkatan Produksi Pertanian 23,722,859,948 23,446,073, Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak Sapi Perah di Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak 805,018, ,773, Sapi Perah Bunikasih 24 Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak Sapi Perah di BPT Sapi Perah & HMT 886,850, ,889, Cikole - Lembang 25 Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak Sapi Potong di BPPT Sapi Potong 824,726, ,726, Ciamis 26 Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak Domba di BPPTD Margawati dan SPTD 15,158,284,000 15,007,514, Trijaya 27 Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak di BPPT Unggas Jatiwangi 475,843, ,471, Penguatan Peternak Sapi Perah Guna Meningkatkan Produktivitas dan Kelancaran Distribusi Susu Sapi Perah Lokal (Gerimis 2,023,221,250 1,971,476, Bagus) 29 Pengendalian dan Pengujian Mutu Pakan di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak Cikole - 300,000, ,849, Lembang 30 Pengembangan Kawasan Usaha Ternak Domba di Jawa Barat 3,248,915,598 3,236,373, H Program Pemberdayaan Sumber Daya Pertanian 1,205,810,000 1,163,044, I 31 Peningkatan Produktivitas SDM Peternakan di Balai Pelatihan Peternakan Cikole - Lembang 300,000, ,454, Fasilitasi PHK-I dalam Pemberdayaan dan Pembelajaran Masyarakat di Bidang Pangan 505,810, ,674, Pelatihan Inseminasi Buatan 400,000, ,915, Program Pencegahan dan Penganggulangan Penyakit Tanaman, Ternak dan Ikan 2,500,000,000 2,412,441, Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan 34 Bahan Asal Hewan di Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet Cikole - 450,000, ,995, Lembang Pengamatan, Pencegahan dan Pemberantasan 35 Penyakit Hewan serta Fasilitasi Penerapan 550,000, ,425, Keamanan Produk Asal Hewan 36 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Avian Influenza (Flu Burung) 1,500,000,000 1,461,020, Jumlah Anggaran APBD Tahun ,499,834,589 61,683,686, Fisik (%) Dari pencapaian di atas terlihat bahwa pelaksanaan kegiatan fisik dari target yang ditetapkan telah seluruhnya dapat dilaksanakan (100 %), kecuali 14 (empat belas) kegiatan tidak tercapai, fisik (99,62%), sedangkan keuangan (98,69%) dari jumlah total alokasi anggaran Rp. 62,499,834,589 telah terserap sebesar Rp (98,69%). Serta kegiatan yang bersumber dari Dana APBN baik berbentuk Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan sebagai berikut sebesar Rp ,- realisasi keuangan terserap Rp ,- (89,64%), sedangkan kegiatan fisik dari target (92,30%). Secara rinci dapat terlihat pada tabel berikut: Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

11 Tabel 2. Pencapaian Realiasasi Fisik dan Keuangan Belanja / Kegiatan APBN Dinas Peternakan Tahun 2010 NO KEGIATAN Pagu DANA APBN 2010 Realisasi Keu (Rp.) % Fisik % 34,125,730,000 30,590,405,184 89, DANA DEKONSENTRASI 4,377,550,000 4,032,758, DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 3,187,550,000 2,927,101, PROG.PENGEMBANGAN AGRIBISNIS 1 Kegiatan Pengembangan Agroindustri 245,000, ,268, Perdesaan PROG.PENINGK.. KETAHANAN PANGAN 2 Kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), Penyakit Hewan, Karantina dan Peningkatan Ketahanan Pangan 3 Pengembangan Perbibitan Sapi 4 Kegiatan Penanganan dan Pengendalian Wabah Virus Flu Burung pada Hewan dan Restrukturisasi Perunggasan 5 Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Produk Pertanian, serta Pengembangan Kawasan 6 Kegiatan Penyusunan Progran dan Rencana Kerja Pembangunan DITJEN PPHP 8 Kegiatan Pengembangan Agroindustri Perdesaan DITJEN PLA 9 Pengendalian dan Perbaikan Infrastruktur Pertanian 245,000, ,268, ,942,550,000 2,693,833, ,950, ,655, ,000, ,983, ,000, ,893, ,077,600, ,932, ,000, ,369, ,000, ,825, ,000, ,825, ,000, ,831, ,000, ,831, a DANA TUGAS PEMBANTUAN 29,748,180, DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 20,424,180,000 17,998,964, PROG.PENGEMBANGAN AGRIBISNIS Integrasi tanaman Ternak Kompos dan Biogas 1,475,000,000 1,473,870, ,000, ,920, b a Kegiatan pengembangan agro industri Terpadu PROG. PENINGK. KETAHANAN PANGAN Kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), Penyakit 725,000, ,950, ,949,180,000 16,525,094, ,602,600,000 6,027,229, Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

12 NO KEGIATAN Pagu Hewan, Karantina dan Peningkatan Ketahanan Pangan Realisasi Keu (Rp.) % Fisik % b c Kegiatan Pengembangan Pembibitan sapi Kegiatan Penanganan dan Pengendalian Wabah Virus Flu Burung pada Hewan dan Restrukturisasi Perunggasan 7,646,980,000 6,883,990, ,933,600,000 1,911,030, d Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Produk Pertanian, serta Pengembangan Kawasan 11 DITJEN PPHP a Pengembangan Pertanian, Organik dan Pertanian Berkelanjutan Pengembangan Agroindustri Terpadu 1,766,000,000 1,702,845, ,100,000,000 5,366,382, ,600,000,000 4,048,303, b Peningkatan Pasca Panen dan Pemasaran Komoditas Pertanian 1,500,000,000 1,318,079, DITJEN PLA 3,224,000,000 3,192,300, a Penyediaan dan Perbaikan Infrastruktur 3,199,000,000 3,176,000, Pertanian b Peningkatan Sistem penyuluhan, SDM Pertanian dan Pengembangan Kelompok Tani 25,000,000 16,300, Melalui fasilitasi pelaksanaan DPA Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat tahun 2011 telah mendorong masyarakat dan swasta di Jawa Barat, baik secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap pencapaian keberhasilan sasaran program maupun kebijakan yang telah ditetapkan dapat dilihat sebagai berikut : Populasi ternak di Jawa Barat pada tahun 2010 dibandingkan dengan target yang ditetapkan telah menunjukkan angka yang capaian dengan kisaran antara 1,47 25,93%, adapun pencapaian populasi ternak dibandingkan target secara rinci antara lain sapi potong 5,14%; sapi perah 1,47%; kerbau - 0,90%; kuda 0,71%; kambing 11,49%; domba 8,50%; babi 25,93%; ayam buras - 2,57%; ayam ras petelur 6,69%; ayam ras pedaging 8,09%, dan itik -0,62%. Sejalan dengan pertumbuhan populasi ternak, maka produk hasil peternakan mengalami pencapaian yang cukup baik dalam tahun 2010 yaitu produksi Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

13 daging sebanyak ton; produksi telur sebanyak ton dan produksi susu sebanyak ton. Walau pun kegiatan sosialisasi serta cakupan vaksinasi Avian Influenza (AI) pada unggas, vaksinasi rabies pada HPR, vaksinasi anthrax pada ternak ruminansia, vaksinasi brucellosis pada ternak sapi perah dan eliminasi anjing liar/diliarkan belum optimal namun pengendalian PHMS di Jawa Barat tahun 2010 telah memperlihatkan hasil sebagai berikut : - Penurunan kasus AI - Penurunan kasus rabies - Dipertahankannya nol kasus positif anthrax pada hewan, - Masih terdapatnya kasus positif Brucellosis pada ternak sapi perah 2.3. Isu Strategis dan Masalah Mendesak Dari berbagai potensi dan permasalahan peternakan yang muncul, maka dapat ditarik permasalahan peternakan yang memerlukan penanggulangan secara tepat dan konfrehensif, yaitu: 1. Peternakan dan perikanan darat merupakan corebisnis di lingkup pertanian yang masih mempunyai peluang pengembangan yang besar, dalam menggerakkan peningkatan pendapatan masyarakat khususnya di pedesaan. 2. Krisis Global yang berdampak terhadap supply dan demand peternakan, terutama pada komoditi Ayam Ras dan Sapi Potong yang sangat tergantung kepada komponen impor, serta harga produk susu yang rendah. 3. Potensi populasi ternak domba/kambing, belum mampu menjadi sumber pendapatan keluarga serta belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik maupun ekspor. 4. Masih merebaknya ancaman penyakit flu burung dan Penyakit Hewan Menular Strategis lainnya. Terutama untuk penyakit yang disebabkan oleh virus Avian Influenza tipe A (H5N1) dan virus H1N1 yang ditularkan melalui unggas dan babi, merupakan trans boundary dissease yaitu penyakit yang dapat menular secara luas tanpa dibatasi oleh batas-batas administrasi suatu daerah, provinsi, negara bahkan benua dan telah menjadi global concern. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

14 5. Masih rendahnya produksi dan produktifitas peternakan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi Daging, Telur dan Susu 6. Masih tingginya tingkat kendala petenak dalam pengembangan budidaya ternak terhadap ketersediaan bibit, pakan dan pemasaran. 7. Masih belum terintegrasinya usaha peternakan dengan potensi lahan usaha yang tersedia, akibat belum terpadunya pengembangan wilayah dengan penetapan komoditas unggulan disetiap Kabupaten. sehingga input produksi menjadi relatif tinggi dan menurunkan daya saing produk. 8. Belum termanfaatkannya perfomance ternak hasil Inseminasi Buatan dalam menunjang peningkatan produksi dan produktifitas ternak sapi potong dan sapi perah, akibat tingginya tingkat migrasi di peternak. 9. Belum termanfaatkannya secara optimal potensi pengembangan ternak domba di Jawa Barat 10. Belum tertatanya sistem data informasi dalam menunjang pengembangan usaha peternakan di setiap Kabupaten/Kota. 11. Masih belum kondusifnya lembaga keuangan yang mudah dan murah diakses oleh para peternak dalam penyediaan sumber pembiayaan usaha peternakan. 12. Belum optimalnya lembaga pemerintah dalam melayani kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan teknis peternakan maupun bibit ternak. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

15 BAB III GAMBARAN UMUM DAN KELEMBAGAAN 3.1. Kondisi Umum Daerah Mengutip Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012, kondisi umum daerah provinsi Jawa Barat dapat dilihat secara umum dari refleksi kondisi makro khususnya indikator makro yang berkaitan dengan pembangunan peternakan, adalah sebagai mana berikut : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2010, berdasarkan angka sangat sementara Baban Pusat Statistik, mencapai 72,08 poin meningkat 0,44 poin dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 71,64 poin, yang berasal dari Indeks Pendidikan sebesar 81,67 poin, Indeks kesehatan 72,00 poin dan Indeks Daya Beli 62,57 poin. Dari ketiga indeks tersebut maka Indeks Daya beli masih menjadi titik lemah dalam pencapaian target IPM pada tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi, secara umum keberhasilan pembangunan perekonomian Jawa Barat pada Tahun 2010, ditunjukan dengan adanya peningkatan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang mencapai 6,09% atau meningkat 1,8% dibandingkan dengan capaian LPE Tahun 2009 sebesar 4,29%. Angka tersebut telah melebihi asumsi LPE yang ditetapkan pada Kebijakan Umum APBD Perubahan Tahun 2010 sebesar 5,0 6,0%. Kenaikan LPE tersebut sejalan dengan meningkatnya nilai PDRB atas dasar harga konstan Tahun 2000 sebesar Rp. 321,87 Trilyun. Peningkatan tersebut didominasi oleh pertumbuhan sektor tersier terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 11,56%, dengan struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor sekunder terutama sektor industri pengolahan sebesar 37,73%. Inflasi Tahun 2010 tercatat sebesar 6,46% sesuai dengan kisaran asumsi menurut APBD Tahun 2010 yaitu sebesar 6-7%. Sementara Laju inflasi nasional Tahun 2010 mencapai angka 9,96%. Laju inflasi gabungan tujuh kota di Jawa Barat pada Triwulan IV 2010 secara triwulanan dan tahunan mengalami perlambatan. Inflasi mencapai 2,00 % (qtq) dan 3,09 % (yoy) masih berada dalam kisaran target inflasi tahun 2010 sebesar 6,62 %. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

16 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), selama periode tahun 2010, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun dasar 2000 mengalami peningkatan sebesar 6,09% dari Rp. 303,40 trilyun pada tahun 2009 menjadi Rp. 321,87 trilyun pada tahun Pencapaian PDRB tahun 2010 berdasarkan harga konstan tahun dasar 2000, kinerja sektor sekunder dan sektor tersier selama tahun 2010 menunjukan pertumbuhan yang pesat, sedangkan sektor primer mengalami pertumbuhan melambat. Kinerja kelompok sekunder mampu tumbuh sebesar 3,90% dari tahun PDRB sektor sekunder (Industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta bangunan) tahun 2009 sebesar Rp. 148,57 trilyun, tahun 2010 naik menjadi Rp. 154,38 trilyun. Kelompok sektor tersier (Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan komunikasi; keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan; serta jasa-jasa) tahun 2010 meningkat sebesar 11,56% dari tahun sebelumnya. Pda tahun 2009 PDRB sektor tersier sebesar Rp. 105,69 trilyun, meningkat menjadi Rp. 117,89 trilyun pada tahun Tahun 2010 sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) mengalami pertumbuhan relatif rendah hanya sebesar 0,93% dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2009, kelompok sektor primer sebesar Rp. 49,14 trilyun meningkat menjadi Rp. 49,60% trilyun tahun Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian Jawa Barat. Sebagai gambaran, meskipun kontribusi UKM saat ini sangat kecil, yaitu hanya 30-35% terhadap perekonomian nasional dan dalam ekspor nonmigas hanya 15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Nilai Tukar Petani (NTP) yang mencerminkan kondisi kualitas dan kesejahteraan petani dan nelayan dan merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan, diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase),. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

17 Jawa Barat secara umum yang terbentuk dari gabungan komoditas tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan. Pada bulan Desember 2010 mengalami kenaikan sebesar 3,45% atau sebesar 3,37 menjadi 101,16 dari Desember 2009 sebesar 97,79. Kenaikan nilai tukar petani disebabkan oleh naiknya indeks harga yang diterima petani sebesar 12,28% dari 122,47 menjadi 137,51 dibandingkan kenaikan harga yang dibayar petani sebesar 8,22% yaitu dari 125,24 menjadi 135,53. Jumlah penduduk pada Tahun 2010 sebesar jiwa, dengan komposisi laki-laki jiwa atau 50,88%, sedangkan perempuan jiwa (49,12%), dengan kepadatan penduduk orang per km persegi. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) di Provinsi Jawa Barat relatif terus menurun, pada periode 2010 LPP-nya mengalami penurunan menjadi 1,89 %. LPP periode sebesar 1,77-1,99 %, lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 2,00%. Kondisi tersebut menunjukkan upaya pengendalian penduduk di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Daerah (Sakerda) tahun 2009, jumlah angkatan kerja mencapai jiwa atau sebesar 62,88% dari total penduduk usia kerja. Jika dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi peningkatan sebesar 1,28% dengan komposisi angkatan kerja laki-laki sebanyak 66,43% dan angkatan kerja perempuan 33,57%. Kondisi ini menunjukkan kultur dan norma sosial yang terbangun di tengah masyarakat cenderung masih mengutamakan peran laki-laki di tengah keluarga daripada peran perempuan. Dari lima lapangan usaha terbesar di Jawa Barat, ada 3 sektor lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Ketiga sektor ini masing-masing adalah sektor pertanian (25,03%), sektor industry (18,60%) dan sektor perdagangan (25,01%), sementara sisanya terserap di berbagai lapangan usaha lainnya Kondisi Umum Pelayanan OPD Dinas Peternakan Pembangunan ekonomi regional di Jawa Barat sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategi Pembangunan Provinsi dituntut untuk melakukan reorientasi pembangunan dengan mengutamakan kekuatan inti (core Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

18 business) perekonomian yang mempunyai prospek dalam skala regional maupun nasional. Salah satu core business Jawa Barat adalah bidang agribisnis. Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan agribisnis di Jawa Barat, yaitu dengan menetapkan fokus komoditas yang akan dikembangkan dengan menetapkan komoditas unggulan serta kawasan sentra produksinya berdasarkan keunggulan kompetitif dan komparatif yang dimiliki oleh setiap komoditas. Salah satu subsektor unggulan dalam bidang agribisnis adalah subsektor peternakan. Dilihat dari sisi potensi, usaha peternakan sudah menjadi kebiasaan masyarakat perdesaan di Jawa Barat sebagai usaha sambilan ataupun sebagai usaha pokok keluarganya dan sekaligus dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan yang memiliki nilai ekonomi baik bagi pembangunan wilayah maupun bagi petani di Jawa Barat. Selain itu, pengembangan di subsektor peternakan memberikan kontribusi pada penyerapan jumlah tenaga kerja dan sebagai penghasil sumber pangan protein dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Produk utama yang dihasilkan oleh peternakan adalah daging, telur, dan susu. Bila kita lihat pencapaian norma gizi masyarakat Jawa Barat terhadap produk-produk peternakan tersebut memperlihatkan tingkat pencapaian yang kurang memuaskan untuk produk daging dan telur karena hanya mencapai 53% dari target yang ditetapkan. Tetapi untuk angka pencapaian norma gizi pada produk susu memperlihatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa produk peternakan belum sepenuhnya menjadi bahan makanan sehari-hari dari masyarakat Jawa Barat. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak tercapainnya angka norma gizi tersebut adalah produk peternakan masih menjadi produk istimewa karena harga yang relative mahal. Faktor lainnya adalah rata-rata tingkat pendapatan masyarakat masih rendah sehingga alokasi konsumsi masih terfokus pada produk peternakan yang relative terjangkau masyrakat. Jawa Barat selain sebagai daerah konsumen produk peternakan, juga merupakan daerah penghasil utama produk peternakan, terutama untuk produksi susu Jawa Barat menempati urutan ke dua setelah Jawa Timur sedangkan ayam pedaging menduduki peringkat pertama. Produksi daging Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

19 di Jawa Barat di dominasi oleh produksi ayam ras pedaging, sedangkan daging yang berasal dari sapi potong baru mampu memberikan kontribusinya terhadap kebutuhan total daging sekitar 17,26 % pada tahun Khusus komoditi susu, pada awal tahun 2010 terjadi permasalahan yang cukup mendesak yang diakibatkan oleh krisis global yang melemahkan serapan dunia terhadap produk susu berdampak terhadap harga susu dunia rendah, sehingga IPS lebih memilih susu impor yang mempunyai kualitas rendah dan harga yang murah sertta mengurangi pasokan susu rakyat atau menurunkan harga beli dari dari rakyat. Sedangkan pada komoditi daging apabila dilihat berdasarkan sasaran produksinya, ternyata telah terlampaui pada tahun Namun khususnya bagi komoditi daging sapi kenaikannya sangat tidak berarti bila dibandingkan dengan ayam ras pedaging serta peningkatan permintaan. Tabel 1. Realisasi Produksi Daging Sapi, Ayam Pedaging dan Produksi Susu di Jawa Barat Tahun (dalam ton) Tahun/ton No Komoditas A DAGING Sapi Ayam Pedaging B SUSU Sumber : Dinas Peternakan Prov. Jawa Barat Tabel 2. Perkembangan PDRB Peternakan Tahun Uraian (Berdasarkan Harga Berlaku) Tahun Peternakan (juta rupiah) , , ,00 2. Pertanian (Juta Rupiah) , , ,00 3. Jawa Barat (Juta Rupiah) , , ,00 4. Peternakan terhadap Pertanian (%) 12,84 14,52 5. Peternakan terhadap Jawa Barat (%) 1,53 1,64 Keterangan : *) Data sementara R (%) Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

20 Berdasarkan kedua tabel di atas, maka Provinsi Jawa Barat mempunyai potensi dan prospek sebagai wilayah konsumsi dan wilayah produksi untuk produk-produk peternakan. Potensi dan prospek tersebut harus direspon oleh pemerintah Jawa Barat melalui upaya promosi guna mengundah investor untuk menginvestasikan dananya di kedua opportunity tersebut, yaitu sisi konsumsi dan produksi dari produk-produk peternakan. Kontribusi sub sektor peternakan terhadap PDRB Jawa Barat setiap tahun terus meningkat, walaupun secara besarannya masih relatif kecil, namun dibandingkan secara keseluruhan PDRB Pertanian, sub sektor peternakan tersebut menjadi subsektor unggulan di dalam pembangunan Jawa Barat. Gambaran perekonomian Jawa Barat ditinjau dari transaksi perdagangan, secara keseluruhan transaksi perdagangan seluruh sektor perekonomian Jawa Barat mengalami surplus perdagangan. Artinya total ekspor yang dikeluarkan melebihi impor yang dibutuhkan oleh seluruh sektor perekonomian oleh Provinsi Jawa Barat. Sektor-sektor yang mengalami surplus perdagangan adalah sektor jasa-jasa; industri; keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan; perdangangan, hotel dan restoran; transportasi dan komunikasi; serta listrik, gas, dan air. Adapun sektor pertanian dan seluruh subsektornya mengalami defisit perdagangan, termasuk subsektor peternakan. Hal ini dapat membuktikan bahwa untuk memproduksi barang atau produk dari sektor pertanian diperlukan berbagai input produksi yang harus didatangkan dari luar negeri (import content). Artinya komponen impor masih mendominasi input produksi bagi subsektor peternakan. Di samping itu, produksi dari produk-produk pertanian termasuk subsektor peternakan lebih banyak dikonsumsi di dalam negeri dibandingkan dengan di ekspor. Di lihat dari sisi tersebut, maka Provinsi Jawa Barat termasuk wilayah konsumsi untuk produk-produk pertanian umumnya dan peternakan pada khususnya. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat memberi gambaran kepada kita bahwa komponen impor yang digunakan untuk proses produksi masih mendominasi input produksi subsektor peternakan. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan adalah mencari alternatif input produksi dari bahan baku lokal kuantitas dan kualitasnya menyamai dengan produk impor Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

21 tersebut melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. Upaya penelitian dan pengembangan terhadap sumber daya lokal dilakukan agar ketergantungan kita terhadap bahan baku impor dapat dikurangi dari waktu ke waktu. Di Jawa Barat saat ini tercatat 94 perusahaan yang bergerak di bidang sub system agribisnis hulu, antara lain industri obat hewan/vaksin 49 perusahaan, industri pakan konsentrat 10 perusahaan, industri pembibit ternak ayam ras 24 (PS) dan 11 (GPS) perusahaan, 45 perusahaan yang bergerak di bidang sub sistem agribisnis budidaya meliputi sapi perah 3 perusahaan; sapi potong 12 perusahaan; domba 1 perusahaan; ayam ras 29 perusahaan serta 586 perusahaan yang bergerak dibidang sub system agribisnis hilir berupa fasilitas pemotong Hewan/Unggas RPH/TPH sebanyak 216 buah TPH dan dan RPU/TPU sebanyak 356 buah serta industri pengolahan hasil 14 perusahaan. Kelembagaan tani yang dikembangkan saat ini tercatat kelompok tani ternak, dengan klasifikasi pemula 641 kelompok, lanjut 417 kelompok dan madya 64 kelompok dan utama 4 kelompok serta 389 kelompok yang belum dikukuhkan. Kondisi ini menggambarkan secara tidak langsung, baru 32,01% sumberdaya peternak yang dapat bermitra sejajar dan bersaing dengan perusahaan Peternakan dalam membangun agribisnis Peternakan. Kelembagaan ekonomi berupa KUD/Koperasi Peternakan saat ini tercatat sebanyak 41 KUD/Koperasi yang terdiri dari KUD/Koperasi sapi perah 26 KUD/Koperasi, Koperasi perunggasan 13 koperasi dan 2 koperasi sapi potong. Keberadaan KUD/Koperasi ini baru terbatas dalam penyediaan sub system agribisnis hulu (pakan, pelayanan, fasilitas permodalan dan penyediaan sarana obat-obatan/vaksin) dan sebagian kecil sub system agribisnis hilir berupa channeling pemasaran dan pengolahan susu. Dilihat dari kelembagaan yang tersedia, komoditas ayam ras, sapi perah dan sapi potong merupakan komoditas yang siap untuk dikembangkan menjadi industri Peternakan yang berwawasan agibisnis. Untuk Wilayah pengembangan agribisnis, tetap mengacu berdasarkan 8 (delapan) kawasan andalan yang telah ditetapkan, antara lain di kawasan andalan Ciayumajakuning, Bopuncur dan sekitarnya, Sukabumi, Cekungan Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

22 Bandung dan Priangan Timur, Purwasuka, Pangandaran dan Bodebek. Secara teknis wilayah pengembangan komoditas Peternakan yang cukup potensial, antara lain di Bagian Selatan Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Sukabumi yang merupakan daerah berbukit dengan sedikit daerah pantai Lautan Hindia dengan luas area 9.091,79 km2 (26,74% dari luas Jawa Barat) merupakan daerah pengembangan sapi potong dan kerbau dengan daya tampung Satuan Ternak. Di Bagian Tengah Kabupaten Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung, Sumedang, Majalengka, Kuningan, Tasikmalaya dan Garut merupakan daerah rangkaian pegunungan dengan suhu udara rata-rata 1800 C dengan luas area ,85 km2 (48,80% dari luas Jawa Barat) merupakan daerah potensial pengembangan pengembangan sapi perah dan domba garut dengan daya tampung ST (Satuan Ternak). dibagian Utara Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang dan Bekasi yang merupakan daerah berbukit dengan sedikit daerah pantai Laut Jawa dengan luas area 8.317,12 km2 (24,46% dari luas Jawa Barat) merupakan daerah potensial pengembangan domba/kambing priangan dan ternak unggas dengan daya tampung ST (Satuan Ternak). Potensi wilayah pengembangan tersebut, saat ini belum dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan peternakan, baik skala rakyat maupun industri antara lain disebabkan (1) Prasarana jalan yang terbatas sumber produksi peternakan ; dan (2) Permodalan yang belum mendukung untuk alokasi usahapeternakan. Bagi kalangan dunia usaha, baik peternak atau pemilik modal kesediaan untuk memilih peternakan sebagai suatu bentuk kegiatan investasi didasarkan kepada perhitungan jangka panjang maupun jangka pendek. Pertimbangan jangka pendek didasarkan kepada layak tidaknya dari segi imbangan arus pendanaan (cash flow), insentif bagi petani berupa pendapatan yang wajar atas korbanan pencurahan kerja (cost opportunity of farm labor), serta tingkat keuntungan usaha jangka pendek yang didasarkan kepada selisih antara total nilai penjualan dan biaya operasional. Guna peningkatan nilai tambah pada masing-masing sub sistem, maka wilayah Jawa Barat yang secara geografis terbagi kedalam tiga wilayah yaitu Utara, Tengah dan Selatan. Di wilayah Utara dan Tengah, Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

23 sesuai dengan perkembangan saat ini, tampaknya harus dikukuhkan sebagai daerah subsistem pasca produksi. Sedangkan Selatan, merupakan wilayah sub sistem produksi. Peningkatan pendapatan masyarakat industri di wilayah Tengah dan Utara, telah mendorong sub sistem pasca produksi tumbuh subur. Kondisi ini, harus mampu menarik subsistem produksi dan sarana produksi di wilayah selatan. Sehingga pertumbuhan Jawa Barat dapat berkembang secara bersama. Pembangunan peternakan yang berkelanjutan memerlukan kebijakan yang menyeimbangkan peranan keseluruhan subsistem agribisnis peternakan yaitu pra produksi, produksi atau budi daya, dan pasca produksi yang meliputi kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil. Ketiganya harus mampu berkembang secara terpadu, sehingga potensi sumber daya alam dan pertumbuhan pada salah satu subsistem pada gilirannya harus memacu pertumbuhan pada subsistem lainnya. Pemerintah berkepentingan dengan kesinambungan agribisnis peternakan tersebut, sehingga berperan dalam mendorong bekerjanya pasar yang efisien melalui pelayanan informasi, infrastruktur untuk memperlancar distribusi barang, stabilitas harga dan produksi, dan pengembangan pemanfaatan plasma nutfah. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

24 BAB IV KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 4.1. Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Sebagai tahun pertama dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun , kebijakan ekonomi makro tahun 2010 diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdimensi pemerataan untuk mencapai sasaran pengurangan kemiskinan menjadi 8,2 % dan pengurangan pengangguran menjadi 5,1 %. Pertumbuhf an ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan investasi dan ekspor pada komoditas non migas dan pertambangan, serta mendorong daya saing industri pengolahan. Investasi juga didorong dengan meningkatkan produktivitas dan akses UKM pada sumberdaya produktivitas. Dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi juga diberikan dengan mempercepat pembangunan infrastruktur dan penyediaan energi termasuk listrik. Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Stabilitas ekonomi dijaga melalui pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati serta pelaksanaan kebijakan fiskal yang mengarah pada kesinambungan fiskal (Fiscal Sustainability). Dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi. Stabilitas ekonomi juga akan didukung dengan reformasi struktural di berbagai bidang dan meningkatnya ketahanan sektor keuangan melalui penguatan dan pengaturan jasa keuangan, perlindungan dana masyarakat, serta peningkatan koordinasi dengan otoritas keuangan melalui jaring pengaman sistem keuangan. Stabilitas ekonomi juga ditingkatkan melalui penyediaan kebutuhan pokok rakyat dengan cadangan beras yang memadai. Bagi Jawa Barat, tahun 2010 adalah tahun ketiga dalam pelaksanaan RPJMD Pada tahap ini kebijakan ekonomi daerah diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas melalui pengembangan kegiatan utama (core businesses) dengan mewujudkan tujuan bersama (Common Goals) dengan berdasarkan potensi lokal untuk mengurangi disparitas kesejahteraan antar wilayah serta Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

25 memantapkan infrastruktur wilayah dalam rangka mendukung pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah Jawa Barat diarahkan pada peningkatan nilai tambah segenap sumber daya ekonomi melalui pengembangan agribisnis, bisnis kelautan, industri manufaktur, jasa, dan pariwisata, yang ditunjang oleh pengambangan dunia usaha, investasi, infrastruktur dan keuangan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas dilakukan melalui pengembangan industri input untuk memperkuat sisi hilir dan meningkatkan nilai tambah dan produktivitas baik di kegiatan agribisnis maupun industri pengolahan. Peningkatan kemitraan antar usaha kecil dan menengah dan jejaringnya merupakan kekuatan penggerak pertumbuhan ekonomi. Penguasaan teknologi informasi yang didukung pembangunan infrastruktur wilayah yang strategis merupakan upaya akselerasi perwujudan dan pencapaian kesejahteraan masyarakat. Proyeksi kondisi perekonomian regional makro tahun 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Proyeksi Kondisi Perekonomian Regional Makro Tahun 2010 No INDIKATOR Target Tahun 2008 Rencana Rencana Tahun 2009 Tahun a. Jumlah Penduduk 42,4 juta jiwa 43,24 juta jiwa 44,09 juta jiwa b. Laju Pertumbuhan 1,99% 1,99% 1,99 % Penduduk 2. Laju Pertumbuhan 6,5% 6,30% -6,64% 4,6%-5,06% Ekonomi 3. Inflasi 6,5% - 6,9% 7,00%-7,50% 6 % - 7 % 4. PDRB adh Konstan tahun 2000 Rp 293,03 Trilyun Rp ,5 Triliun Rp. 314,67 316,19 Triliun 5. Jumlah Keluarga Miskin <21,20% (<9 juta) <21,20% (<9 <21,20% (<9 juta) juta) 6. Laju Pertumbuhan 14% >14% 12,43 Investasi 7. IPM 73,05 75,91 73,51 a. Indeks Pendidikan 83,00 70,40 83,46 b. Indeks Kesehatan 70,68 84,30 73,79 c. Indeks Daya Beli 65,46 71,02 63,28 8. Proporsi Pengangguran 9,8% <9,8% <9,8% 9. Investasi Rp 96,57 Trilyun Rp. 110,08 Triliun Rp. 116,65 122,79 Trilyun 10. LP Pertanian 5,29% 3,20%-5,50% 2,8 % - 3,62 % 11. LP Industri 6,35% 6,52%-8,51% 5,3 % - 6,34 % 12. LP Perdagangan 7,47% 7,41%-9,24% 4,8 % - 6,17 % Sumber : Hasil Analisis Bapeda Provinsi Jawa Barat 2009 Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,960,500, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 28,248,041, BELANJA LANGSUNG 51,476,657,376.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,960,500, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 28,248,041, BELANJA LANGSUNG 51,476,657,376.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.03 Dinas Peternakan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,960,500,000.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 2,960,500,000.00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,597,999, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 29,647,491, BELANJA LANGSUNG 66,211,846,000.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,597,999, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 29,647,491, BELANJA LANGSUNG 66,211,846,000.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.03 Dinas Peternakan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,597,999,85.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 2,597,999,85.00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pelaksanaan era otonomi dan reformasi seperti sekarang ini, dari berbagai kalangan masyarakat muncul tuntutan akan terwujudnya kepemerintahan yang baik

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja dalam format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari rangkaian mekanisme

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1 BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 61 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tasikmalaya meliputi area seluas 2,563.35 km persegi. Kabupaten Tasikmalaya ini berbatasan dengan Kabupaten Garut dari sebelah timur,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAGIAN PEREKONOMIAN DINAS PERTANIAN ,95 JUMLAH

BAGIAN PEREKONOMIAN DINAS PERTANIAN ,95 JUMLAH II. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 01. A. KEBIJAKAN PROGRAM Pada Urusan pilihan Pertanian diarahkan pada Peningkatan produksi pertanian dan pemberdayaan petani lokal serta peningkatan akses modal dan

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2014 1. VISI : Terwujudnya peningkatan kontribusi subsektor peternakan terhadap perekonomian. 2. MISI : 1. Menjamin pemenuhan kebutuhan produk

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

BAB II. PERJANJIAN KINERJA BAB II. PERJANJIAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009-2014 Rencana Stategis Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 2014 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Tabel... iv. Daftar Gambar... ix. BAB I Pendahuluan... 1

Daftar Isi. Daftar Tabel... iv. Daftar Gambar... ix. BAB I Pendahuluan... 1 Daftar Isi Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... ix BAB I Pendahuluan... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018... 3 1.3 Prinsip

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 3,591,000, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 35,453,688, BELANJA LANGSUNG 80,361,575,770.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 3,591,000, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 35,453,688, BELANJA LANGSUNG 80,361,575,770.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.03 Dinas Peternakan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,591,000,000.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 3,591,000,000.00

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD 6.1. Tinjauan Substansi RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah pendekatan orientasi pembangunan yang tadinya dari atas ke bawah (top-down) menjadi pembangunan dari

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana Strategis (RENSTRA) 20142019 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana program indikatif dimaksudkan sebagai pedoman bagi aktifitas pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN P erencanaan Strategis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan merupakan bagian dari implementasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan Indonesia, yang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan produksi, memperluas lapangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

RENSTRA BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N

RENSTRA BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci