Mesin Imunologi Pada Kanker

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Mesin Imunologi Pada Kanker"

Transkripsi

1 Mesin Imunologi Pada Kanker A. Pendahuluan Respon imun humoral maupun respon imun seluler terhadap antigen tumor dapat dibangkitkan dan berbagai mekanisme. Rekayasa pada imunologi berhubungan erat dengan keperluan terapi. Sistem imunologi dapat digunakan sebagai pilihan terapi kanker. Rekayasa yang berhubungan dengan sistim imunologi yang berguna untuk menghadapi sel kanker antara lain antibodi monoklonal, sitokin termasuk Lymphokine Activated Killer (LAK) dan Tumor Infiltrating Limphocytes (TILs). Pada penelitian terbukti bahwa sebagian besar sel efektor yang berperan dalam mekanisme anti tumor adalah sel T CD8 +, yang secara fungsional berhubungan dengan CTL (Cytotoxic T Lymphocyte) yang berperan pada destruksi sel yang terinfeksi virus atau sel tumor. CTL dapat melakukan fungsi surveillance dengan mengenal dan membunuh sel yang berpotensial ganas yang mengekspresikan peptida yang berasal dari protein seluler mutan atau protein virus onkogenik yang dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I. Gambar 1. Respon imun terhadap sel tumor Antigen Presenting Cell (APC) memberikan kostimulator yang menghasilkan sinyal untuk CD8+ sel T sitotoksik untuk mendestruksi sel tumor. APCs juga mengekspresikan MHC klas II yang mengaktivasi CD4+ sel T helper T (Gambar 1). Setelah sel T sitotoksik dapat mengenali sel tumor, maka sel T akan mendestruksi sel tumor. Sistem imun seluler dapat menghancurkan sel tumor secara in vitro. Pada umumnya destruksi sel tumor melalui 1

2 mekanisme seluler. Mekanisme seluler pada destruksi tumor adalah melalui destruksi oleh sel T sitotoksik, dan destruksi oleh sel NK. Limfosit yang menginfiltrasi jaringan tumor (Tumor infiltrating lymphocytes ) juga mengandung sel CTL yang memiliki kemampuan melisiskan sel tumor. Walaupun respon CTL mungkin tidak efektif untuk menghancurkan tumor, namun peningkatan respon CTL merupakan cara pendekatan terapi antitumor yang menjanjikan di masa mendatang. Percobaan juga dilakukan dengan berbagai limfokin seperti interferon, IL-2 dan TNF yang ditujukan terhadap regresi tumor. Akhir-akhir ini telah digunakan lymphokine activated killer cells (LAK). Sel tersebut diproduksi in vitro dengan jalan membiakkan sel limfosit dari penderita (atau yang diperoleh dari tumor) dengan IL-2. Selanjutnya limfosit tersebut diinfuskan kembali kepada penderita. Sel T CD4 atau sel T helper berperan dalam respon anti tumor dengan memproduksi berbagai sitokin yang diperlukan untuk perkembangan sel-sel CTL menjadi sel efektor. Di samping itu sel T CD4+ yang diaktivasi oleh antigen tumor dapat mensekresi TNF dan interferon γ yang mampu meningkatkan ekspresi molekul MHC kelas I dan sensitivitas tumor terhadap lisis CTL. Tumor yang mengekspresikan MHC kelas II dapat mengaktivasi sel T CD4+ spesifik tumor secara langsung. Yang lebih sering terjadi adalah bahwa APC (Antigen Presenting Cell) yang mengekspresikan molekul MHC kelas II memfagositosis, memproses dan menampilkan protein yang berasal dari sel tumor yang mati kepada sel T CD4+, sehingga terjadi aktivasi sel-sel tersebut. Limfosit T dapat mengenali beberapa antigen tumor baik yang berupa : protein yang mutan, protein self yang ekspresinya berlebihan, maupun virus onkogenik. 2

3 Gambar 2. Tipe tumor antigen dan respon sel T Sel NK adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan terhadap berbagai jenis sel sasaran; sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat klasik makrofag, granulosit maupun CTL, dan sitotoksisitasnya tidak bergantung pada MHC. Mekanisme lisis yang digunakan sama dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK tidak mengekspresikan T cell receptor (TCR). Sel NK dapat membunuh sel yang terinfeksi oleh virus dan sel tumor. Sel NK tidak dapat melisis sel yang mengekspresikan MHC, tetapi sebaliknya sel tumor yang tidak mengekspresikan MHC, yang misalnya terhindar dari lisis oleh CTL, justru merupakan sasaran yang baik untuk dilisis oleh sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisis sel yang dilapisi oleh imunoglobulin karena ia mempunyai reseptor Fc. Sel NK mungkin berperan dalam immune surveillance terhadap tumor yang mengekspresikan antigen virus. Rekayasa immunologi pada kanker terbagi dua yaitu aktif dan pasif imunoterapi. Yang termasuk pasif imunoterapi pemakaian reagen anti tumor yang dibiakkan secara in vitro seperti antibodi monoklonal atau sitokin. Ada lagi yang disebut dengan adoptive selular 3

4 terapi yaitu pemakaian efektor seperti lymphokine activated effector cell ataupun tumor infiltrating lymphocyte. Alasan utama pendekatan imunologi pada terapi kanker adalah bahwa terapi kanker yang saat ini digunakan memakai obat-obatan yang membunuh atau menghambat pembelahan sel, mempunyai efek yang berat pada sel normal. Sehingga terapi kanker menyebabkan morbiditas yang tinggi. Sebaliknya respon imun terhadap tumor bersifat spesifik pada antigen tumor sehingga tidak menyebabkan jejas pada sebagian besar sel normal. Oleh karenanya imunoterapi merupakan terapi tumor yang spesifik. Imunoterapi tumor bekerja dengan cara mengaktifkan respon imun host terhadap tumor (imunitas aktif) atau pemberian antibodi spesifik terhadap tumor atau sel T (imunitas pasif). Imunoterapi pasif yaitu transfer efektor imun, termasuk tumor-specific sel T dan antibodi kepada pasien. Imunisasi pasif pada tumor cepat timbul tetapi efek imunitas yang ditimbulkannya tidak lama. B. Terapi seluler adoptif 1. Liomfokine Acticated Killer (LAK) Imunoterapi seluler adoptif adalah transfer sel imun yang telah dikultur yang mempunyai reaktifitas antitumor, kepada host yang mengandung tumor. Sel yang ditransfer berasal dari limfosit pasien tumor. Salah satu protokol imunoterapi seluler adoptif adalah pembuatan sel limfokine activated killer (LAK) dengan cara mengeluarkan darah perifer dari tumor pasien, kemudian mengkultur sel-sel tersebut dengan konsentrasi IL-2 yang tinggi, dan menginjeksi sel LAK kembali ke pasien. Lymphokine activated killer cells (LAK) diproduksi in vitro dengan jalan membiakkan sel limfosit dari penderita (atau yang diperoleh dari tumor) dengan IL-2. Selanjutnya limfosit tersebut diinfuskan kembali kepada penderita. Mesin elektroforesis digunakan untuk mengeluarkan limfosit dari penderita. Limfosit ini kemudian dirangsang dengan IL-2, dan ini akan mengubah limfosit menjadi sel LAK, yang mampu menghancurkan sel kanker tetapi tidak sel normal. Sel LAK ini bersama IL-2 diinfuskan kembali ke badan pasien sehingga akan merangsang sel LAK dalam waktu singkat. Pengembangan rekayasa genetik IL-2 rekombinan ini memungkinkan penggunaan secara klinis. Terbukti bahwa pemberian sel LAK bersamaan IL-2 dapat menyebabkan regresi massa metastase berbagai neoplasma manusia. 4

5 Gambar 3. Terapi seluler adoptif. Pada terapi ini, limfosit diisolasi dari darah tumor pasien, yang kemudian dikultur dengan IL-2. Hasil kultur ini kemudian diinfus kembali ke pasien. Yang menarik adalah peran sel NK yang diaktifkan dengan stimulasi IL-2 dalam membunuh sel tumor. Sel itu disebut dengan lymphokine activated killer cells (LAK cells) dapat diperoleh secara in vitro dengan memberikan IL-2 dosis tinggi pada biakan sel limfosit darah perifer atau sel tumor infiltrating lymphocytes (TIL) yang berasal dari penderita kanker. Sel-sel yang diaktifkan oleh limfokin ini (LAK cells) menunjukkan peningkatan aktivitas sitotoksis yang sangat jelas. Besar kemungkinan bahwa sel LAK dapat digunakan dalam imunoterapi Seperti yang telah diketahui, sel LAK berasal dari sel NK. Terapi adoptif dengan sel LAK autolog dengan kombinasi pemberian obat IL-2, meningkatkan regresi tumor pada hewan coba. Namun, percobaan terapi sel LAK belum dapat dilakukan pada kasus tumor yang metastasis, dan efikasi terapi ini sangat bervariasi pada tiap pasien. Variasi ini adalah dalam hal isolasi tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dari infiltrat sel radang yang terdapat di dalam dan sekeliling tumor yang diambil dari spesimen hasil reseksi operasi, dan banyaknya TILs yang tumbuh pada kultur IL-2. Pendekatan ini dilakukan karena TILs dapat meningkatkan CTLs yang spesifik terhadap tumor dan untuk aktifasi sel NK. Penelitian terapi 5

6 dengan memakai TILs pada manusia masih sedang berlangsung. Sebagai alternatif, telah dipertimbangkan penggunaan antigen spesifik autologus limfosit T untuk menunjukkan target tumor dan menekan toksisitas hospes. 2. Tumor Infiltration Lymphocytes Tumor infiltrating lymphocyte (TIL) secara langsung melawan melanoma telah dipelajari dalam suatu uji klinik dan menunjukkan kemampuan menentukan lokasi tumor, dan mengkonfirmasi antigen spesifik TIL dibandingkan dengan LAK. Beberapa sitokin memiliki aktivitas anti tumor pada tumor tertentu. Interferon (IFN) telah diteliti dapat menghambat proliferasi sel, meningkatkan ekspresi gen dan merangsang proliferasi dan sitotoksitas dari sel T sitotoksik dan sel NK. Interleukin 2 (IL-2) merangsang proliferasi dari limfosit T, sel NK, sel limphokine-activated killer" (LAK) dan tumor infiltrating lymphocytes (TILs). IL-2 digunakan dengan LAK atau dengan TILs. Adapun efek samping utama penggunaan IL-2 adalah capillary-leak syndrome" hasil dari hipotensi, kehilangan berat badan, edema pulmonum dan edema perifer. Interleukin 4 (IL- 4) dapat meningkatkan proliferasi limfosit T dan B. Interleukin 12 (IL-12) menunjukkan aktifitas anti tumor dengan menyebabkan proliferasi limfosit T dan sel NK. Penelitian klinik yang sudah dilakukan adalah pemberian IL-2 dosis tinggi atau dengan kombinasi imunoterapi adoptif seluler. Setelah pemberian IL-2 jumlah limfosit T dan B dan sel NK darah meningkat. Diduga IL-2 bekerja dengan cara menstimulasi proliferasi dan aktivitas sel NK dan CTLs. C. Antibodi monoklonal Antibodi monoklonal yang spesifik terhadap tumor berguna dalam imunoterapi spesifik. Kemampuan antibodi sebagai peluru magic menarik minat peneliti sejak lama dan masih merupakan bidang penelitian yang aktif. Antitumor antibodi menghancurkan tumor melalui mekanisme efektor yang sama dengan yang dipakai untuk menghancurkan mikroba, termasuk proses opsonisasi, fagositosis dan aktifasi sistem komplemen. Antibodi monoklonal spesifik untuk produk onkogen Her-2/Neu, yang terekspresi dalam kadar tinggi pada beberapa tumor, terbukti berhasil dalam terapi pasien kanker payudara dan sekarang telah disahkan dalam pemakaian klinik. Anti-Her-2/Neu antibodi berhubungan dengan fungsi sinyalisasi pertumbuhan pada molekul Her-2/Neu. Salah satu masalah dalam pemakaian antitumor antibodi adalah hilangnya varian antigen dari sel tumor, dimana sel tumor tidak lagi mengekspresikan antigen yang dikenali oleh antibodi. Untuk menghindari hal ini, dapat 6

7 dipakai campuran dari beberapa antibodi spesifik untuk bermacam-macam antigen yang diekspresikan oleh tumor yang sama. Kohler dkk (1977), memperlihatkan kemungkinan dapat dilakukan stimulasi hibridisasi antara sel ganas plasma yang dapat hidup di dalam kultur kontinyu dan sel limfoid. Sel hibrid tersebut dapat tumbuh pada kultur dan menghasilkan antibodi dengan spesifisitas tertentu yang dapat diseleksi melalui kloning. Tehnik dasar untuk menghasilkan antibodi monoklonal diperlihatkan pada gambar dibawah. Sel-sel dari limpa tikus yang telah diimunisasi oleh antigen asing ditempatkan pada kultur berisi sel mieloma yang tumbuh kontinyu dengan adanya glikol polietilen yang merangsang sel bergabung/fusi. Sel mieloma yang digunakan pada eksperimen ini adalah mutan yang tidak dapat mensekresi imunoglobin dan setelah diseleksi di dalam medium yang berisi Hiposantin, Aminopterin, dan Timidin (medium HAT). Sel-sel limpa normal tidak dapat tumbuh pada kultur, hanya sel-sel hibrid, hasil dari fusi yang dapat tumbuh pada media HAT. Setelah seleksi pada media HAT, sel hibrid adalah klon melalui penempatan sel individu ke dalam kultur jaringan. Antibodi disekresi oleh masing-masing klon (dikenal sebagai "hybridoma ) yang mempunyai produk spesifik. Beberapa antibodi dapat dibuat dari sel Rodent merupakan suatu masalah jika mereka digunakan untuk pengobatan kanker pada manusia, karena mereka dapat dikenal sebagai protein asing dan akan meningkatkan respon imun yang dapat menghilangkan aktivitasnya. dengan cepat dinetralisir atau menyebabkan reaksi anafilaksis. Respon ini disebabkan oleh "Human Antimouse Antibodi" (HAMA). Kekuatan dari reaksi ini dapat diturunkan atau dieliminasi dengan menggunakan antibodi monoklonal manusia dan jika penderita yang mempunyai sel-sel limfoid digunakan sebagai pasangan fusi, monoklonal kultur "hibrydoma yang stabil melalui fusi dari limfoid manusia dan sel mieloma tikus telah melalui kehilangan kromosom manusia yang efektif dari sel hibrid, konsekuensinya kegagalan dalam mensekresi antibodi. Masalah ini juga didapatkan dengan upaya melakukan fusi sel limfoid manusia dengan sel myeloma manusia. 7

8 Gambar 4. Produksi Monoklonal Antibodi Antibodi monoklonal juga dapat meningkatkan aktivitas antitumor melalui "blocking" pada reseptor yang menginduksi proliferasi. Antibodi monoklonal mengenal permukaan determinan sel kanker manusia yang terekspresi. Namun demikian terdapat sejumlah faktor yang membatasi efektifitas terapi antibodi monoklonal. Faktor yang mempengaruhi efektifitas antibodi monoklonal a. Antigenic Cross-Reactivity Oleh karena banyak antigen tumor tidak bersifat tumor-specific", antibodi monoklonal mungkin bereaksi dengan beberapa jaringan normal. Hal penting ialah toksisitas muncul 8

9 karena reaktivasi silang, sebagai contoh walaupun antigen diekspresikan hanya pada limfosit B atau T. Konsekuensi pengobatan limfoma dengan menggunakan antibodi monoklonal adalah limfopenia dengan imunosupresi. b. Penetrasi tumor Efektifitas imunoterapi dengan antibodi monoklonal tergantung dari kemampuan antibodi monoklonal untuk mencapai sel tumor. Suntikan antibodi anti tumor, dapat menyebabkan ikatan antibodi sel tumor. Hal ini berhubungan dengan ekspresi dari target antibodi dan juga faktor fisik seperti aliran darah yang ireguler dan penetrasi yang lambat dari antibodi yang besar serta pembuluh darah tumor, sering dikacaukan oleh peningkatan tekanan intersisial tumor. c. Respon imun dari antibodi tikus Penyebabnya adalah antibodi monoklonal dari murin atau rat sistem imun manusia dapat mengenal mereka sebagai protein asing. Pengobatannya adalah membuat "Human Antimouse Antibodies (HAMA). Respon imun dapat langsung pada regio konstan atau variabel dari antibodi, terdapat efek netralisasi. d. Defek dari sistem imun host Aktifitas terapi dari antibodi monoklonal tergantung dari aktivitas sistim imun host, baik komplemen atau reseptor Fc menghasilkan sel efektor yang berfungsi dalam melisiskan sel tumor, sistem imun pada pasien dengan kanker mungkin tidak sempuma, kanker menghasilkan imunosupresi melalui berbagai mekanisme, tambahan beberapa terapi kanker seperti kombinasi kemoterapi dan radiasi. Terapi ini juga bersifat imunosupresif dan mengurangi efektifitas antibodi monoclonal. Peningkatkan efektifitas antibodi monoklonal 1. Chimeric atau antibodi monoklonal manusia, antibodi monoklonal tikus kurang efektif jika dibandingkan dari antibodi monoklonal manusia dalam berinteraksi dengan sel efektor manusia dan komplemen manusia, selain itu antibodi monoklonal tikus dapat merangsang respon HAMA. Berdasarkan hal ini antibodi monoklonal direkayasa genetik sehingga antibodi "chimeric" atau menjadi mirip dengan manusia, berisi hanya regio variabel murin yang dikenal antigen tumor. 2. Radiolabeled antibodi monoklonal: Radoisotop yang ditempelkan pada antibodi monoklonal dibuat menjadi target radiasi sel kanker. Pasangan antibodi yang dipakai umumnya menggunakan "radioisotop long range H emitting seperti B yodium 131 ( 131 J), dan remium 186 ( 186 Re) dengan pendekatan ini masalah penetrasi tumor dapat 9

10 digunakan ikatan sel tumor dapat di atasi. Studi pada hewan memperlihatkan dosis radiasi dengan menggunakan "radiolabeled" spesifik lebih efektif dibanding dengan antibodi monoklonal nonspesifik. Antibodi monoklonal radiolabeled" dapat menginduksi regresi dari beberapa keganasan hematologik. 3. Imunotoksin. Konjugasi suatu toksin pada antibodi monoclonal dapat untuk mempersiapkan sistim imun berfungsi untuk mematikan sel, tetapi masalah target pada masing-masing dan setiap sel tumor masih ada. Walaupun beberapa molekul toksin dibutuhkan dalam mematikan sel, tidak adanya ekspresi pada sel kanker dapat tercegahnya proses ini. Terdapat tiga molekul toksin yang sedang diteliti yaitu ricin, eksotoksin pseudomonas dan toksin diphtheria. Eksotoksin pseudomonas adalah protein rantai tunggal yang menghambat sintesis protein irreversibel, berikatan dengan glikoprotein permukaan sel dengan berat molekul tinggi. Saat ini toksin dimodifikasi melalui rekayasa yang menghilangkan regio molekul yang berikatan dengan jaringan hati dan berikatan dengan antibodi monoklonal lain. Toksin juga dapat berikatan dengan reseptor growth factor melalui rekayasa genetik rekombinan. Ricin adalah glikoprotein 65kDa yang berisi sub unit A dan B. Sub unit A membunuh sel melalui inaktivasi ribosom, jika subunit B bertanggungjawab tehadap ikatan sel nonspesifik.. Toksin diphtheri adalah polipeptida rantai tunggal yarg menghambat sintesis protein selular. toksin diphtheri dengan ikatan sel ditempatkan IL-2 yang telah diuji pada penderita keganasan sel T refrakter yang terekspresi pada reseptor IL-2, toksisitas termasuk domain dan peningkatan transmin hepar tetapi respon pengobatan dapat dilihat. Strategi untuk menghindari toksisitas dan imunotoksin yaitu melalui pembelahan sel kanker dari sumsum tulang untuk transplantasi autologus 4. Peningkatan fungsi efektor sitokin. Studi hewan memperlihatkan pemberian sitokin seperti, IL-2 atau GM-CSF dapat meningkatkan efektifitas terapi antibodi monoklonal. Peningkatan jumlah dan aktivitas sitokin ini tergantung dari reseptor Fc sel efektor dan peningkatan kemampuan antibodi sitotoksin seluler dependen. Sebagai contoh terapi anti idiotipe monoklonal meningkat pada penderita limfoma folikular melalui terapi konkomitan dengan interferon. D. Vaksinasi memakai sel tumor dan antigen tumor Imunisasi penderita tumor dengan sel tumor yang mati atau antigen tumor dapat menyebabkan peningkatan respon imun terhadap tumor. Identifikasi peptida yang dikenali oleh tumor-spesifik CTLs dan kloning gen yang mengkode tumor-spesifik antigen yang 10

11 dikenali oleh CTLs menghasilkan banyak kandidat untuk pembuatan vaksin tumor. Pendekatan vaksin yang mula-mula dilakukan yang sampai saat ini masih dicoba adalah imunisasi dengan memakai antigen tumor yang telah dimurnikan ditambah ajuvan. Kemudian dilakukan imunisasi dengan memakai profesional APCs seperti sel dendritik yang dimurnikan dari pasien dan diinkubasi dengan antigen tumor atau ditransfeksi dengan gen yang mengkode antigen ini, dan dengan injeksi plasmid yang mengandung cdna yang mengkode antigen tumor (vaksin DNA). Vaksin yang berbasis sel dan DNA adalah cara yang terbaik untuk menginduksi respon CTL karena antigen yang dikode disintesis dalam sitoplasma dan memasuki jalur MHC klas I pada antigen presentasi. Keterbatasan terapi tumor dengan vaksin adalah bahwa vaksin ini harus dapat bersifat terapeutik dan bukan hanya preventif, dan sering sulit untuk menginduksi respon imun yang kuat untuk mengeradikasi semua sel pada tumor. Perkembangan tumor yang diinduksi oleh virus dapat dihambat dengan vaksinasi preventif yang memakai antigen virus atau virus hidup yang dilemahkan. Pada manusia program vaksinasi terhadap virus hepatitis B (HBV) dapat menurunkan insidens karsinoma hepatoseluler yaitu kanker hepar. Kanker serviks merupakan kanker yang penting untuk pengembangan vaksin karena ekspresi antigen yang khas dari etiologi primernya yaitu human papiloma virus (HPV). Vaksinasi HPV untuk mencegah karsinoma serviks merupakan jenis rekombinan vaksin, artinya menggunakan partikel virus yaitu gen virus HPV yang digabungkan dengan gen yeast. Gambar 5. Sintesis Vaksin HPV 11

12 Vaksin Kanker Telah diketahui bahwa sistem imun vertebrata dapat membedakan dirinya dan benda asing, dimana sistem imun dapat mengenali tumor sebagai benda asing. Penelitian imunologi tumor memerlukan model hewan yang mungkin saja tidak relevan dengan kanker pada manusia. Saat ini kita telah mengetahui bahwa antigen yang berhubungan dengan tumor (tumor associated antigen) memang ada dan kita dapat mengembangkan vaksin kanker melalui pengenalan terhadap protein ini pada sistem imun. Dalam beberapa tahun terakhir banyak perusahaan biotek mengembangkan strategi pembuatan vaksin untuk melawan melanoma dan berbagai kanker lainnya. Strategi ini mempunyai 1 kesamaan yaitu menginduksi cell-mediated response terhadap tumor associated antigen. Antigen yang dipakai untuk membuat vaksin berasal dari tumor pasien atau tumor cell-lines. Caranya adalah tumor dibiopsi atau dioperasi, dikultur dan dipakai sebagai imunogen. Pemakaian tumor yang telah diketahui sebagai sumber imunogen lebih praktis dan relatif murah. Sampel dari berbagai tumor ditumbuhkan dalam media kultur kemudian proteinnya diekstraksi sebagai sumber imunogen bagi banyak pasien. Selain lebih murah, strategi ini juga dapat menentukan imunogenisitas antigen tumor yang tumbuh pada sel kultur. Beberapa tumor dapat mengekspresikan kadar tumor-associated antigen yang tinggi dan lebih bersifat imunogenik dari lainnya. Selain itu, sel tumor ini mengekspreikan MHC klas I yang dipresentasikan oleh sebagian besar populasi sel tumor, yang berarti antigen intrasel akan dipresentasikan dengan baik. Sel kemudian diradiasi sehingga sel tersebut tidak membelah dan dipakai untuk imunisasi. Pendekatan cara ini sekarang dipakai sebagai standar pembuatan imunogen karena juga biayanya lebih murah. Presentasi antigen merupakan hal yang sangat penting dalam strategi imunisasi dan salah satu cara meningkatkan imunisasi melawan antigen tumor adalah memanipulasi presentasi antigen. Antigen-presenting cell seperti sel dendritik merupakan kandidat yang sangat bagus dipakai dalam protokol vaksinasi. Dendreon adalah perusahaan yang pertama kali mengisolasi prekursor sel dendritik dari darah pasien, lalu memasukkan imunogen ke dalam sel dendritik dan memasukkan kembali sel dendritik yang mengandung antigen ke aliran darah pasien kanker. Perusahaan ini juga mengidentifikasi tumor-associated antigen yang mencegah berbagai kanker. Jadi, terapi dengan sel dendritik dapat dipakai untuk berbagai jenis tumor. 12

13 Gambar 6. Vaksin Kanker Variasi cara vaksinasi juga dilakukan oleh Genzyme Molecular Oncology. Pendekatannya juga memakai sel dendritik, namun tidak memakai antigen yang telah diketahui. Mereka membuat fusi sel dendritik pasien memakai polietilen glikol, dengan sel tumor yang telah diinaktifasi yang diambil dari pasien yang sama. Keuntungan dari cara ini adalah bahwa sel hibrid yang dihasilkan mempunyai antigen presenting bagi sel dendritik dan juga mengandung antigen dari sel tumor pasien. Sel dendritik kemudian akan memproses antigen tumor ini dan antigen tersebut akan dipresentasikan pada sistem imun pasien. Cara lain namun cukup menjanjikan hasilnya adalah pendekatan yang berdasarkan pemahaman yang sejak lama, yaitu sel tumor yang bersifat imunogenik. Hewan coba yang diinjeksi dengan sel tumor yang telah mati, tidak akan menderita tumor apabila dimasukkan dalam jaringan hidup. Pada saat dasar pengetahuan ini dieksplorasi, ditemukan bahwa heatshock protein (HSPs) berperan penting dalam sistem imun. HSPs membawa peptide imunogenik, sehingga bekerja sebagai molekul chaperon. HSPs melekat pada CD91, yaitu reseptor yang terdapat pada APCs seperti sel dendritik dan makrofag. Pada skenario ini, kompleks HSP/peptida dari sel tumor melekat pada CD91 di APCs yang kemudian diinternalisasi. HSP/peptida ini dipresentasikan kembali sebagai kompleks peptide/mhc klas I pada APC, dan menyebabkan respon sel T CD8 +. Hal ini cukup menarik karena antigen eksogen biasanya dipresentasikan oleh molekul MHC klas II. Namun, penelitian lain 13

14 menunjukkan bahwa HSPs yang diisolasi dari jaringan tumor merupakan induser yang kuat bagi tumor-specific CTLs. Gambar 7. Vaksin kanker. Sel tumor dikeluarkan dari pasien dan dimasukkan dalam media klutur. Alternatif lain, sel tumor yang telah diketahui (tumor cell line) pilih dan dimasukkan dalam media kultur. Sel tumor kemudian diinaktifasi dan dicampur dengan sel dendritik dari pasien dan diinjeksikan kembali ke pasien sebagai imunogen. Mekanisme perlekatan kompleks HSP/antigen pada CD91, dan dibawa ke MHC klas I masih belum banyak diketahui. Namun telah jelas bahwa komples HSP/antigen apabila dipresentasikan pada APCs menyebabkan aktifasi sel T CD8 +. Terdapat berbagai pendekatan dalam sistem imun dalam merespon antigen tumor. Dalam dekade terakhir banyak perusahaan bioteknologi yang mengembangkan vaksin kanker, dan uji klinik fase II atau fase III memberikan optimisme dalam bidang ini pada penelitian klinik. Augmentasi imunitas host terhadap tumor dengan sitokin dan ko- stimulator Peningkatan imunogenisitas sel tumor dengan cara transfeksi gen ko-stimulator atau gen sitokin. Sel tumor yang tidak adekuat menstimulir sel T apabila ditrasnplantasikan pada hewan coba, tidak akan ditolak dan akan bertumbuh menjadi tumor. Transfeksi sel tumor ini dengan gen yang mengkode ko-stimulator atau sitokin dapat meningkatkan imunogenisitas tumor, T-cell mediated rejection, sehingga tidak ada pertumbuhan tumor. Pada beberapa penelitian, paparan sel tumor yang sudah dimodifikasi ini menginduksi imunitas dari sel tumor yang tidak ditransfeksi. 14

15 Gambar 7. Peningkatan imunogenisitas sel tumor dengan transfeksi costimulator dan sitokin. (granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) genes) Imunitas seluler terhadap tumor dapat ditingkatkan dengan mengekspresikan ko stimulator dan sitokin pada sel tumor yang akan menstimulasi proliferasi dan diferensiasi limfosit T dan sel NK. Sel tumor dapat menginduksi respon imun yang lemah karena sel tumor tersebut tidak mempunyai ko-stimulator dan biasanya tidak mengekspresikan molekul MHC klas II sehingga tidak terjadi aktivasi sel T helper. Terdapat 2 pendekatan untuk membangkitkan respon imun host terhadap tumor yaitu memberikan ko stimulasi secara artifisial pada tumor-spesifik sel T, dan pemberian sitokin eksogen yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivasi sel T, sehingga menggantikan fungsi sel T helper. Efikasi dalam meningkatkan ko stimulasi sel T dalam imunoterapi anti tumor diperlihatkan pada percobaan hewan dimana sel tumor ditransfeksi dengan gen yang mengkode molekul B7 ko stimulator. Sel tumor yang mengekspresikan B7 ini kemudian menginduksi imunitas yang melawan sel tumor. Keberhasilan model tumor eksprimental ini menyebabkan percobaan terapi dengan memakai sampel tumor pasien in vitro, dimana sel tumor ini ditransfeksi dengan gen ko 15

16 stimulator, diradiasi, dan dimasukkan kembali ke pasien. Pendekatan ini berhasil meskipun jika antigen imunogenik yang terekspresi pada tumor tidak diketahui. Sitokin dapat dipakai untuk meningkatkan respon imun adaptif dan innate terhadap tumor. Caranya adalah sel tumor ditransfeksi dengan gen sitokin untuk melokalisir efek sitokin di tempat yang diperlukan. Contohnya apabila tumor ditransfeksi dengan gen IL-2, IL-4, atau GM-CSF (Granulocyte-Macrophage-Colony Stimulating Factor), diinjeksikan pada hewan coba, maka tumor akan ditolak atau mulai berkembang dan kemudian mengecil. Pada beberapa kasus terdapat akumulasi infiltrat sel radang yang padat di sekelliling tumor yang mensekresi sitokin. Pada penelitian juga ditemukan bahwa injeksi tumor yang mensekresi sitokin menginduksi imunitas yang dimediasi oleh sel T yang kemudian melawan sel tumor. Jadi produksi lokal dari sitokin dapat meningkatkan respon sel T terhadap antigen tumor. 16

17 Daftar Pustaka 1. DiSaia P, Creasman WT. Tumor Imunology, Host Defense Mechanism and Biologic therapy dalam Clinical Gynecology Oncology, Mosby, Philadelphia,2007: Suwiyoga K. Imunologi Tumor. Dalam : Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB (Eds). Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2006, hal : Mader. The Lymphatic System And Body Defenses. In : Understanding Human Anatomy and Physiology. 5 th Ed. McGraw-Hill p Van de Graff. Circulatory system. In : Human Anatomy, 6 th ed, The McGraw- Hill,2001, p Silbernagl S, Dispopoulos A. Immune system. In : Color atlas of physiology, 6th ed., p , Thieme. New York, Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Immunity to tumors. In : Cellular and Molecular Immunology, 6 th ed., Saunders. 2007, p

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL

IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL - Populasi sel dg sifat pertumbuhan yg tdk terkendali ciri dari sel kanker disebabkan oleh: 1. Amplifikasi onkogen 2. Inaktivasi gen supresor - Sel kanker Disregulasi genetik

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy.

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Ika Puspita Dewi 1 Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Dapat dilakukan dengan : Menstimulasi

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Terapi Imunologi

Prinsip Dasar Terapi Imunologi Prinsip Dasar Terapi Imunologi A. Pendahuluan Dalam 20 tahun terakhir berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit kanker dengan cara imunologik. Namun sayang, sampai sekarang cara tersebut

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Imunisasi: Apa dan Mengapa? Imunisasi: Apa dan Mengapa? dr. Nurcholid Umam K, M.Sc, Sp.A Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Penyebab kematian pada anak di seluruh dunia Campak

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik Tahapan Respon Sistem Imun 1. Deteksi dan mengenali benda asing 2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon 3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon 4. Destruksi atau supresi penginvasi Respon Imune

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Dasar-dasar Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Departemen Mikrobiologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Unair Pokok Bahasan Sejarah Imunologi Pendahuluan Imunologi Komponen Imunologi Respons Imun Imunogenetika

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

PATOLOGI SERANGGA (BI5225)

PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 1 PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 3. Mekanisme Pertahanan Tubuh dan Imun pada Manusia PENDAHULUAN Perubahan lingkungan (suhu, suplai makanan), luka, serangan Sistem pertahanan : imuniti (Immunity) Immunity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

MAKALAH SEROLOGI IMUNOLOGI

MAKALAH SEROLOGI IMUNOLOGI MAKALAH SEROLOGI IMUNOLOGI RESPON SISTEM IMUN TERHADAP TUMOR ATAU KANKER DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8 B - FARMASI SORE 1. INGGAR DEO (1343050034) 2. NABILA FAUZIAH (1343050130) 3. DWI ANTARINI (1343050) FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut TUGAS IMUNOLOGI DASAR TUGAS I : CELLS AND TISSUE IN THE IMMUNE SYSTEM 1 Sebutkan jaringan dan sel yang terlibat dalam system imun Jaringan yang terlibat dalam system imun adalah : a. Primer Bone Marrow

Lebih terperinci

ANTIBODI MONOKLONAL. Oleh : AA. Ngurah Subawa

ANTIBODI MONOKLONAL. Oleh : AA. Ngurah Subawa ANTIBODI MONOKLONAL Oleh : AA. Ngurah Subawa PENGERTIAN ANTIBODI MONOKLONAL Antibodi monoklonal merupakan senyawa yang homogen, sangat spesifik dan dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar sehingga

Lebih terperinci

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

KONSEP DASAR IMUNOLOGI KONSEP DASAR IMUNOLOGI Oleh : DR. I Ketut Sudiana,MS Staf Pengajar : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Program Pascasarjana Universitas Airlangga TUJUAN DARI PENULISAN INI ADALAH UNTUK MEMBANTU

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemofilia A adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X, dimana terjadi

Lebih terperinci

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI Aplikasi Bioteknologi mampu meningkatkan kualitas suatu organisme dengan memodifikasi fungsi biologis suatu organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung BAB I PENDAHULUAN Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, agen penyebab TB yang

Lebih terperinci

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK 3821 Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2003 Nama Mata Kuliah : Imunologi Kode /

Lebih terperinci

MOLEKUL PENGENAL ANTIGEN

MOLEKUL PENGENAL ANTIGEN BAB 2 MOLEKUL PENGENAL ANTIGEN 2.1. Molekul Reseptor Antigen Sel T helper dan sitolitik, tidak seperti sel B, mengenal fragmen antigen protein asing yang secara fisik berikatan dengan molekul MHC pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

Silabus Mata Kuliah Epidemiologi Klinik "Evident Base Medicine & Proses Klinik" PPDS I Periode Januari 2014

Silabus Mata Kuliah Epidemiologi Klinik Evident Base Medicine & Proses Klinik PPDS I Periode Januari 2014 Silabus Mata Kuliah Epidemiologi Klinik "Evident Base Medicine & Proses Klinik" PPDS I Periode Januari 2014 No Hari/Tanggal Jam Pokok Bahasan Dosen 1 21 Oktober 09.00-10.40 Good Clinical Practice Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan satu atau lebih virus

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (IARC), merupakan badan khusus kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (IARC), merupakan badan khusus kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Globocan 2012, versi baru dari Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC), merupakan badan khusus kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), merilis

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

Manifestasi penyakit infeksi akibat langsung DARI pathogen mikrobial, DAN interaksinya dengan system imun pejamu. Macam respons imun dan penyebab

Manifestasi penyakit infeksi akibat langsung DARI pathogen mikrobial, DAN interaksinya dengan system imun pejamu. Macam respons imun dan penyebab Manifestasi penyakit infeksi akibat langsung DARI pathogen mikrobial, DAN interaksinya dengan system imun pejamu. Macam respons imun dan penyebab infeksi akan menentukan apakah penyakit menjadi akut atau

Lebih terperinci

leukemia Kanker darah

leukemia Kanker darah leukemia Kanker darah Pendahuluan leukemia,asal kata dari bahasa yunani leukos-putih,haima-darah. leukemia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan menggangu pembelahan

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penggunaan obat-obat kemoterapi seperti doxorubicin memiliki efek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penggunaan obat-obat kemoterapi seperti doxorubicin memiliki efek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat-obat kemoterapi seperti doxorubicin memiliki efek samping menurunkan sistem imun yang dapat menyebabkan tubuh mudah terkena serangan penyakit.

Lebih terperinci

Targeted Delivery of Saporin Toxin by Monoclonal Antibody to the Transcobalamin Receptor, TCblR/CD320

Targeted Delivery of Saporin Toxin by Monoclonal Antibody to the Transcobalamin Receptor, TCblR/CD320 Targeted Delivery of Saporin Toxin by Monoclonal Antibody to the Transcobalamin Receptor, TCblR/CD320 Introduction Uptake vitamin B12 (cobalamin; CBL) dimediai oleh reseptor transcobalamin (TCblR/CD320)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian kanker kulit sekitar 3,5 juta kasus pertahun, dimana basal cell carcinoma merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kejadian kanker kulit sekitar 3,5 juta kasus pertahun, dimana basal cell carcinoma merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari keseluruhan kejadian kanker, kanker kulit (melanoma dan non melanoma) meliputi separuh dari kasus kanker. 1,2 Di Amerika Serikat, pada tahun 2012 diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanoma) meliputi separuh dari kasus kanker. Kanker kulit non melanoma

BAB I PENDAHULUAN. melanoma) meliputi separuh dari kasus kanker. Kanker kulit non melanoma 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari keseluruhan kejadian kanker, kanker kulit (melanoma dan non melanoma) meliputi separuh dari kasus kanker. Kanker kulit non melanoma merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karsinoma sel skuamosa kulit adalah suatu proliferasi ganas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karsinoma sel skuamosa kulit adalah suatu proliferasi ganas dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Sel skuamosa kulit Karsinoma sel skuamosa kulit adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR SINGKATAN... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

IMUNOLOGI. Ika Puspita Dewi

IMUNOLOGI. Ika Puspita Dewi IMUNOLOGI Ika Puspita Dewi Imunologi The science of Immunology encompasses the study of the development, anatomy functions and malfunctions of the immune system, all of which are of fundamental importance

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PATOGENESIS REAKSI INFLAMASI ALERGI. Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang didasari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PATOGENESIS REAKSI INFLAMASI ALERGI. Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang didasari 6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PATOGENESIS REAKSI INFLAMASI ALERGI Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang didasari oleh reaksi hipersensitifitas yang diperantarai IgE, 1,2,3 yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker tertua pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker tertua pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Payudara Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker tertua pada manusia. Penyakit kanker payudara telah dikenali sejak jaman mesir kuno ± 1600 SM, walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flower, Kalajira, Fennel flower, and Roman Coriander adalah nama-nama yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flower, Kalajira, Fennel flower, and Roman Coriander adalah nama-nama yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nigella sativa Jintan Hitam, Habattus Sauda, Black Seed, Black Cumin, Kalunji, Nutmeg Flower, Kalajira, Fennel flower, and Roman Coriander adalah nama-nama yang umum dipakai

Lebih terperinci

ABSTRAK. Linda Nathalia, Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD

ABSTRAK. Linda Nathalia, Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD ABSTRAK PERAN VAKSIN PADA PENCEGAHAN INFEKSI VIRUS Linda Nathalia, 2005. Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD Infeksi virus dapat terjadi setelah virus berhasil merusak barier pertahanan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel punca sendiri merupakan sel yang mampu mereplikasi dirinya dengan cara beregenerasi, mempertahankan, dan replacing akhir diferensiasi sel. (Perin, 2006). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah : Ilmu Dasar Keperawatan I Kode Mata Kuliah/SKS : SKH. 532 Tingkat/Semester : II/III Pertemuan Ke : 8 Waktu Pertemuan : 2 x 60 menit A. Kompetensi 1. Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus

Lebih terperinci

Basic Science of Oncology Carsinogenesis

Basic Science of Oncology Carsinogenesis Basic Science of Oncology Carsinogenesis DR. Dr. Wiratno, Sp.THT- KL (K) Kanker Kanker merupakan penyakit karena terjadi gangguan pengendalian (mutasi): Mutasi Proto-onkogen yang mengatur proloferasi sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan perempuan sehubungan dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah tedapat 529.000

Lebih terperinci

Panduan pasien imunosupresan

Panduan pasien imunosupresan Panduan pasien imunosupresan Latar belakang Sistem imun tubuh dapat membedakan antara antigen diri (self antigen) dengan antigen asing (non-self antigen). Dalam keadaan normal sistem imun mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang. Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita akibat kanker. Menurut WHO penderita kanker payudara sekitar 8-9% terjadi pada wanita akan mengalami

Lebih terperinci

Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C.

Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C. Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C. Perkembangan Limfosit dalam jaringan limfoid primer D. Diferensiasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Payudara Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker yang tertua pada manusia. Penyakit kanker payudara telah dikenali sejak jaman mesir kuno ± 1600 SM, walaupun

Lebih terperinci

Imunologi Transplantasi. Marianti Manggau

Imunologi Transplantasi. Marianti Manggau Imunologi Transplantasi Marianti Manggau Golongan darah ABO dan sistem HLA merupakan antigen transplantasi utama, sedang antibodi dan CMI (cell mediated immunity) berperan pada penolakan imun. Kemungkinan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci