BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (IARC), merupakan badan khusus kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (IARC), merupakan badan khusus kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Globocan 2012, versi baru dari Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC), merupakan badan khusus kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), merilis data terbaru tentang kejadian kanker, kematian akibat kanker diseluruh dunia. Untuk 28 jenis kanker di 184 negara di seluruh dunia. Angka kejadian kanker payudara telah meningkatdi sebagian besar wilayah dunia, tetapi ada kesenjangan besar antara negara kaya dan miskin.tingkat insiden tetap tertinggi didaerah yang lebih maju, namun kematian relatif jauh lebih tinggi di negara-negara kurang berkembang karena pergeseran gaya hidup khas negaranegara industri menyebabkan meningkatnya kanker yang berhubungan dengan reproduksi, diet, dan faktor resiko hormon serta kurangnya deteksi dini dan akses fasilitas pengobatan. (Globocan 2012). Di Indonesia diperkirakan 133,52 kasus kanker per orang dewasa pada tahun 2012, dan diperkirakan kasus secara total. Kanker payudara menyumbang sekitar 9% penyebab kematian pada wanita di kawasan Asia- Pasifik secara keseluruhan, peringkat keempat setelah paru-paru, hati dan lambung. Di Indonesia diperkirakan sekitar 22% wanita meninggal akibat kanker payudara. Beberapa negara lainnya di Asia Pasifik lainnya diantaranya Fiji, Kepulauan Solomon (27% ), Malaysia (25%), Filipina (23%), Kaledonia Baru, Vanuatu (21%), Singapura (20%) dan Samoa (13%) dan yang kedua yang paling sering di Guam (19%), Polinesia Prancis (18%), Brunei

2 (17%), Australia, Selandia Baru (keduanya16%), Papua Nugini, Timor Leste (15%) dan Korea Utara ( 12%). (Globocan, 2012) Sistem Imun Tubuh Telah diketahui bahwa proliferasi dan maturasi atau diferensiasi sel normal diatur secara ketat oleh sejumlah proto-onkogen yang merangsang pertumbuhan dan berbagai anti-onkogen atau gen supresor tumor yang menghambat pertumbuhan. Aktivasi proto-onkogen secara berlebihan dapat terjadi melalui perubahan struktur gen, translokasi kromosom, peningkatan ekspresi gen atau mutasi pada elemenelemen yang mengontrol ekspresi gen bersangkutan. Mutasi demikian sering tampak pada sel-sel yang berproliferasi secara aktif. Proliferasi berlebihan dapat dicegah oleh gen supresor yang menghambat pertumbuhan, namun inaktivasi dan/atau mutasi gen supresor menyebabkan hilangnya fungsi supresi pertumbuhan. Amplifikasi onkogen dan/atau inaktivasi gen supresor yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel mengakibatkan hilangnya kontrol pertumbuhan dengan risiko terjadinya transformasi ganas. Perubahan genetik ini menghasilkan populasi sel dengan sifat-sifat pertumbuhan tidak terkendali, yang merupakan ciriciri sel kanker dan memiliki kemampuan menginvasi jaringan normal di sekitarnya serta kemampuan bermetastasis dan tumbuh di tempat yang letaknya jauh dari jaringan asal. ( Hornychova, 2008). Di samping mengekspresikan molekul-molekul yang menentukan sifat ganas, sel-sel kanker juga menunjukkan disregulasi gen yang produknya tidak secara langsung berhubungan dengan sifat pertumbuhan dan sifat invasif sel. Disregulasi genetik itu di antaranya menyebabkan perubahan ekspresi berbagai molekul permukaan, gangguan transkripsi dan translasi berbagai molekul protein 6

3 intraseluler maupun berbagai substansi yang disekresikan, sehingga sel atau jaringan tumor yang pada dasarnya berasal dari jaringan sendiri, menjadi asing atau imunogenik. Karena itu, sebenarnya sistem imun yang normal harus mampu mengenali sel-sel abnormal tersebut dan memusnahkannya. Fungsi sistem imun adalah fungsi protektif dengan mengenal dan menghancurkan sel-sel abnormal itu sebelum berkembang menjadi tumor atau membunuhnya jika tumor itu sudah tumbuh. Peran sistem imun ini disebut immune surveillance. Beberapa bukti yang mendukung bahwa ada peran sistem imun dalam melawan tumor ganas diperoleh dari beberapa penelitian, di antaranya yang mendukung teori itu adalah: (1) banyak tumor mengandung infiltrasi sel-sel mononuklear yang terdiri dari sel T, sel NK, dan makrofag; (2) tumor dapat mengalami regresi secara spontan; (3) tumor lebih sering berkembang pada individu dengan imunodefisiensi atau bila fungsi sistem imun tidak efektif, bahkan imunosupresi seringkali mendahului pertumbuhan tumor; (4) di lain pihak, tumor seringkali menyebabkan imunosupresi pada penderita. Bukti lain yang juga mendukung bahwa tumor dapat merangsang sistem imun adalah ditemukannya limfosit berproliferasi dalam kelenjar getah bening yang merupakan draining sites dari pertumbuhan tumor disertai peningkatan ekspresi MHC (major histocompatibility complex) dan ICAM (intercellular adhesion molecule) yang mengindikasikan sistem imun yang aktif. Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan respon terhadap pertumbuhan tumor ganas, pada kenyataannya banyak tumor ganas yang tetap bisa tumbuh karena immune surveillance terhadap tumor ganas ini relatif tidak efektif. Pengetahuan tentang peran sistem imun spesifik maupun non spesifik dalam mencegah pertumbuhan tumor spontan dan bagaimana memodulasinya 7

4 diduga akan memegang peran penting di kemudian hari dalam meningkatkan surveillance terhadap tumor, menginduksi resistensi terhadap sisa sel ganas dan kekambuhan tumor, menghambat perkembangan tumor selanjutnya, dan dalam menentukan jenis pengobatan. (Nyoman B, 2010). Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan kita. Pertahanan tersebut terdiri atas sistem imun spesifik (adaptive/acquired) dan non-spesifik (natural/innate). Respon imun spesifik tergantung pada adanya pemaparan benda asing, pengenalan, kemudian reaksi terhadapnya. Sebaliknya, respon imun nonspesifik terjadi sesudah pemaparan insial dan pemaparan lanjutan terhadap benda asing. Kemudian terjadi diferensiasi selektif self dan non-self di mana respon nonspesifik ini tidak tergantung pada pengenalan spesifik. Respon imunologik menjalankan tiga fungsi yaitu pertahanan, homeostasis, dan pengawasan. (Herbermen, 1993). Fungsi pertama sistem imun adalah pertahanan melawan invasi mikroorganisme yang telah mengisi renungan ahli imunologi lebih dari 100 tahun yang lalu. Jika elemen pertahanan seluler berhasil menyebar, maka hospes akan muncul sebagai pemenang dalam perjuangan melawan mikroorganisme. Akan tetapi, apabila elemen-elemen ini hiperaktif, tanda-tanda tertentu yang tidak diinginkan seperti alergi dan hipersensitifitas akan muncul. Sebaliknya, apabila elemen-elemen ini hipoaktif, kerentanan terhadap infeksi ulang akan bertambah seperti terlihat pada penyakit defisiensi imun. (Nyoman, 2001). 8

5 Fungsi kedua sistem imun adalah homeostasis. Homeostasis ini mempertahankan fungsi degenerasi dan katabolik normal dari isi tubuh dengan pembersihan elemen-elemen sel yang rusak seperti eritrosit dan lekosit dalam sirkulasi. Elemen-elemen sel ini mungkin rusak selama perjalanan hidup normal atau sebagai akibat yang merugikan. Contoh penyimpangan homeostasis adalah penyakit autoimun di mana mekanisme homeostasis pada penyakit ini terlalu ditingkatkan. Fungsi ketiga dari sistem imun adalah fungsi pengawasan diri (surveillance). Fungsi pengawasan ini memonitor pengenalan jenis-jenis sel abnormal yang secara tetap selalu timbul dalam tubuh. Sel-sel mutant ini dapat terjadi secara spontan atau disebabkan oleh pengaruh virus-virus tertentu atau zatzat kimia. Sistem imun diberi tugas pengenalan dan pembuangan benda-benda baru yang didapat, yang sebagian besar dari tugas ini terjadi di permukaan sel. Kegagalan mekanisme ini ditetapkan sebagai penyebab utama perkembangan penyakit-penyakit neoplasma. (Nyoman. 2001). 2.3.Immune Survelence Konsep immune surveillance dikembangkan pertama kali oleh Paul Ehrlich pada awal abad ke-20 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Burnet dan Thomas pada tahun 1950 dan 1960-an. Konsep itu menyatakan bahwa sistem imun mempunyai peran mencegah dan membatasi pertumbuhan tumor. Bila konsep immune surveillance itu benar, maka sel-sel efektor seperti limfosit B, T-helper, T- sitotoksik, dan sel NK harus mampu mengenal antigen tumor dan memperantarai kematian sel-sel tumor. Walaupun hanya ada sedikit bukti langsung bahwa 9

6 immune surveillance dapat melindungi seseorang terhadap pertumbuhan tumor, beberapa hasil penelitian mendukung teori tersebut. Seperti telah diuraikan di atas, individu dengan immunodefisiensi lebih peka terhadap pertumbuhan tumor, adanya infiltrasi limfosit dalam jaringan tumor dan tumor dapat membangkitkan respon imun seluler. Selanjutnya, telah terbukti bahwa tumor dapat membangkitkan respon imun seluler spesifik, dan bahwa antigen tumor yang dapat dikenal oleh sel T-sitotoksik melalui MHC kelas I diidentifikasi sebagai protein seluler yang diekspresikan secara abnormal atau protein mutant. Penemuan ini mendukung dugaan bahwa fungsi sel T-sitotoksik adalah surveillance dan menghancurkan sel yang mengandung gen mutant yang dapat menyebabkan atau diasosiasikan dengan tumor ganas. (Formentti, 2010). Dari berbagai indikasi di atas, disusun hipotesis yang menyatakan bahwa: (1) sel-sel tumor mempunyai struktur permukaan yang dapat dikenal oleh satu atau lebih efektor sistem imun; (2) sel-sel tumor peka terhadap lisis atau hambatan pertumbuhan oleh satu atau lebih mekanisme efektor; (3) satu atau lebih efektor yang relevan harus mampu masuk ke daerah di mana tumor itu tumbuh; (4) peningkatan kemampuan mekanisme efektor yang relevan akan menurunkan insiden tumor atau metastasis; (5) penekanan mekanisme efektor yang relevan baik oleh karsinogen atau tindakan imunosupresif akan meningkatkan insiden tumor atau metastasis; (6) perbaikan aktivitas efektor yang tertekan akan mengurangi insiden tumor dan metastasis. Walaupun demikian, immune surveillance ternyata tidak selalu efektif. Hal itu dibuktikan dengan seringnya dijumpai tumor lethal pada individu-individu yang imunokompeten. Karena itu, 10

7 timbul dugaan bahwa respon imun terhadap tumor lemah atau mungkin juga imunogenitas tumor yang lemah. (Formentti, 2010). 2.4 Imunogenitas Tumor Beberapa karakteristik antigen tumor dan respon imun terhadap tumor yang penting diketahui untuk dapat mengerti tentang imunologi tumor dan mengatur strategi terapi imun untuk kanker, yaitu: (Heberman, 1993). 1. Tumor mengekspresikan antigen yang dikenal sebagai benda asing oleh sistem imun pejamu. Sebagai contoh, secara histologik tumor dikelilingi oleh sel-sel mononuklear yang terdiri atas limfosit T, sel NK, dan makrofag, serta limfosit dan makrofag yang teraktivasi dalam sistem kelenjar getah bening. Adanya infiltrasi limfosit di sekitar sel tumor pada melanoma maligna dan kanker serviks merupakan faktor prediktif untuk prognosis yang lebih baik. 2. Respon imun sering gagal dalam mencegah pertumbuhan tumor. Beberapa sebab mengapa imunitas anti tumor tidak dapat mengeradikasi sel-sel yang mengalami transformasi adalah: a. Sel-sel tumor berasal dari pejamu, maka dalam beberapa hal menyerupai sel-sel normal, sehingga hanya sebagian kecil antigen tumor yang dikenal sistem imun sebagai non-self, sehingga bersifat imunogenik lemah. Secara umum tumor yang menimbulkan respon imun kuat adalah tumor yang mengekspresikan antigen asing atau protein yang mengalami mutasi, atau tumor akibat induksi oleh karsinogen poten pada binatang percobaan sehingga menyebabkan mutasi gen normal. b. Pertumbuhan cepat dan penyebaran tumor melebihi kapasitas sistem imun untuk mengeradikasi tumor. 11

8 c. Berbagai tumor mempunyai mekanisme khusus untuk menghindar dari respon imun. d. Sistem imun dapat distimulasi untuk membunuh sel-sel tumor secara efektif sehingga dapat mengeradikasi tumor. Kemampuan ini yang digunakan pada terapi imun terhadap tumor. Walaupun tumor berasal dari jaringan sendiri, tumor pada umumnya mengekspresikan antigen yang dikenal oleh sistem imun sebagai antigen asing. Ekspresi antigen tumor pada umumnya menggambarkan perubahan material genetik akibat transformasi sel, tetapi mekanisme molekuler yang menghasilkan antigen tumor itu bermacam-macam. Seperti telah disinggung dalam uraian di atas, keasingan antigen tumor disebabkan adanya mutasi dan disregulasi gen yang menyebabkan diproduksinya protein baru (neoantigen) yang tidak pernah diekspresikan dalam keadaan normal, atau pada tumor yang disebabkan virus onkogenik, biasanya diekspresikan protein virus. Produk gen yang mutasi atau yang mengalami disregulasi, maupun produk gen virus dikenal oleh sel T dan sel B sebagai benda asing, karena produk-produk itu tidak pernah dijumpai oleh selsel limfosit tersebut pada jaringan sendiri sebelum tumor tumbuh. Mungkin juga produk gen mutant itu diekspresikan dengan kadar yang sangat rendah sehingga tidak dapat menginduksi self-tolerance. Molekul-molekul protein itu dapat merangsang respon imun spesifik atau berfungsi sebagai sasaran bagi sel-sel efektor respon imun non-spesifik, misalnya sel NK. (Abbas AK, 1994). Namun demikian, imunogenitas tumor sangat tergantung pada bagaimana tumor itu terbentuk. Berbagai percobaan pada hewan menunjukkan bahwa tumor yang terbentuk akibat karsinogen pada umumnya imunogenik. Spesifisitas dan 12

9 sifat imunogenitasnya juga tergantung pada potensi karsinogen penyebab transformasi sel dan interaksi karsinogen dengan sel sasarannya, dan tidak tergantung pada sel dari mana tumor itu berasal. Di samping imunogenik, jumlah idiotip antigen pada permukaan tumor ini banyak sekali, walaupun tumor itu terdiri atas satu jenis sel. Di lain pihak, apabila karsinogen yang sama menimbulkan dua jenis tumor primer yang berbeda pada hewan percobaan yang sama, kedua jenis antigen pada permukaan tumor tidak menunjukkan spesifisitas yang sama dan tidak bereaksi silang. Tumor yang terbentuk akibat infeksi retrovirus juga bersifat imunogenik, karena sel yang mengalami transformasi akan memunculkan antigen baru pada permukaannya, yang terbentuk dari antigen virion dan antigen produk gen virus yang berintegrasi dengan gen pejamu. Berbeda dengan tumor yang diinduksi oleh karsinogen kimia, tumor yang diinduksi oleh virus yang sama akan menampilkan antigen permukaan yang sama dan bereaksi silang apapun asal selnya, sedangkan imunogenitas tumor jaringan yang sama akan berbeda apabila masing-masing diinduksi oleh virus yang berbeda. Kanker spontan, yaitu kanker yang timbul akibat mutasi atau transformasi genetik tanpa diketahui penyebab eksternalnya umumnya tidak imunogenik. Kalaupun ada, sifat imunogenitasnya sangat rendah. (Abbas AK. 1994) Antigen Tumor Berbagai jenis antigen tumor pada manusia maupun hewan yang dapat dikenali oleh limfosit B dan limfosit T telah banyak teridentifikasi. Pada percobaan mencit digunakan methylcholanthrene (MCA) untuk menginduksi sarkoma dan ternyata 13

10 ditemukan adanya respon imun pada mencit tersebut. Pada manusia juga telah ditemukan antigen tumor, walaupun tidak terbukti dapat memberikan efek imun protektif. Walaupun demikian hasil identifikasi antigen tumor penting untuk dipakai sebagai komponen vaksin. (Nyoman Budiono, 2010). Klasifikasi antigen tumor didasarkan pada ekspresinya, yaitu: 1. Tumor-spcific antigen (TSA) yaitu antigen yang mengalami over-ekspresi pada sel-sel tumor, tetapi tidak pada sel-sel normal. Beberapa antigen ini spesifik atau unik untuk jenis tumor tertentu. 2. Tumor-associated antigen (TAA) yaitu antigen tumor yang selain diekspresikan oleh sel-sel tumor juga diekspresikan oleh sel-sel tumor Produk Gen Yang Mengalami Mutasi Berbagai antigen tumor diproduksi oleh onkogen mutant dari gen sel-sel normal. Tumor mengekspresikan produk yang diperlukan untuk transformasi ganas atau untuk memelihara fenotif ganas. Produk ini biasanya dihasilkan akibat mutasi titik atau delesi gen, translokasi kromosom atau insersi gen virus pada proto-onkogen atau gen supresor tumor sehingga membentuk onkogen. Produk mereka disintesis dalam sitoplasma sel-sel tumor dan dapat mengikuti jalur kelas I antigen processing dalam antigen presenting cells (APC) yang telah memfagositosis selsel tumor mati. Karena produk ini tidak ada dalam sel-sel normal, maka tidak menginduksi self-tolerance, dan peptida yang terbentuk dapat menstimulasi respon sel T pada pejamu. (Gallon C, 2013). Penderita kanker mempunyai CD4 + dan CD8 + yang dapat merespon produk onkogen yang mengalami mutasi seperti Ras, p53, dan Bcr-Abl. Selanjutnya imunisasi dengan protein Ras atau p53 yang mutasi akan 14

11 menginduksi CTL (cytotoxic T-lymphocyte) dan respon penolakan terhadap tumor yang mengekspresikan mutant. Walaupun demikian, pada beberapa tumor protein ini tidak merupakan target mayor CTL yang spesifik pada pasien. (Gallon.C, 2013) Komposisi dan Peranan Imunitas Menginfiltrasi Kanker Payudara sel imun infiltrasi tumor sering diamati, namun komposisi dari sel imun innate maupun adaptive yang terlibat bervariasi anatara jenis tumor atau tempat organ. (Dankert 2010). Data kumulatif dari penelitian Murin dan Human mengenai subset leukosit yang predominan berkontribusi dalam aktivitas pro atau antitumor (gambar 1). Model murine mengidentifikasi myeloid yang merupakan turunan dari leukosit, termasuk makrofag, sel dendrite dan supressor myeloid derived merupakan sel sel yang berperan dalam membentuk lingkungan mikro melalui factor yang diproduksi baik menstimulasi sistem imun anti tumor maupun lingkungan mikro yang mempromosikan penyembuhan luka anti tumor (wound healing tumor-promoting microenvironment) pada saat tersebut T sel anti tumor bisa menjadi aktif ataupun mensuprei. (Damaria, 2010). Dalam perubahannya depolarisasi makrofag menjadi protumorigenic M2 atau fungsi fenotipe anti tumor M1 hal ini di atur oleh Limfosit T. Studi pada manusia telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara keberadaan subset spesifik sel imun dan respon klinis pada pasien dengan berbagai tumor padat. Berdasarkan evidence menduga bahwa adaptive imunity yang dimediasi sel limfosit T atau B mendukung fondasi inti dalam efektifitas dan respon anti tumor. Pada kanker payudaara infiltrasi tumor yang luas oleh sitotoksik sel 15

12 CD8+ sel T berkaitan erat dengan kelangsungan hidup pasien dan respon terapi. Kehadiran CD4+ sel T regulator (Treg) telah dikaitkan dengan baik dan buruk terhadap respon tumor. Diantara sel CD 4- dan sub populasi dari sel T lainnya, sel Th 1 (sumber sel imun dari interferon γ), memiliki hubungan yang yang menguntungkan dalam clinical outcome. sedangkan sel Th2 telah dilaporkan terkait dengan peredam dari respon antitumor. Sel Th17, merupakan produsen proinflamasi interleukin 17 family sitokin, tampaknya memiliki efek variable tergantung pada lingkungan sitokin sekitarnya, yang mungkin dihubungkan dengan situs organ dan jenis tumor. Adanya sel follicular helper, sub bagian terbaru dari CD4+, memberikan hubungan yang positif terhadap hasil pada pemberian kemoterapi adjuvant maupun neoadjuvant. Peranaan sel limfosit B saat ini tidak didefinisikan dengan baik dan masih kontroversial. Mengingat heterogenitas fungsiona llimfosit intra tumoral itu adalah menarik bahwa tingkat infiltrasi limfositik dinilai dengan evaluasi sederhana melalui preparat tumor dengan pewarnanaan hematoxylin dan eosin (H & E), merupakan faktor prediksi dan prognosis pada tripel negatif dan HER2 positif, penjelasan yang memungkinkan mengenai regulasi imun negatif adalah adanya bagian dari normal umpan balik untuk respon aktifasi anti tumor dan berkelanjutan, oleh karena itu berpotensi mendefenisikan tumor yang lebih imunogenik. Pertimbangan ini memiliki beberapa implikasi penting, pertama bahwa subset masing masing individu yang memiliki keterbatasan,misalnya imunitas terlalu rendah atau tidak adanya infiltrasi treg mencerminkan tumor yang diabaikan oleh sistem kekebalan tubuh sementara t-reg tinggi pada tumor mengakibatkan sinyal aktif, berhasil pada upaya penolakan tumor. Kedua, kaya til dan miskin til masing-masing 16

13 mencerminkan sifat biologi sel tumor yang sangat berbeda terhadap kerentanan imunoterapi, pada akhirnya, pada tils yang moderat hingga yang eksentif kehadiran peritumoral atau tumor limfosit stroma dapat dilihat pada beberapa pasien. (Mahmoud.BM 2010). Meskipun ketidakmampuan sistem kekebalan tubuh untuk menolak tumor yang terdeteksi secara klinis, respon imun yang terorganisir pada tempat tumor menyebabkan kemungkinan adanya sinyal generasi memori imunologi dengan potensi untuk secara efektif mengendalikan penyakit sisa. (Almendro.V 2014). Variabilitas juga telah terdeteksi dalam individu tumor diduga bahwa sifat interaksi tumor-imun mungkin heterogenitas tumor paralel. Pemberian terapi sitotoxic seperti kemoterapi dan radioterapi bisa sebagai sistem pendongkrak awal. Anti respon immune anti tumor yang lebih kuat langsung mengarah ke jangkauan yang lebih luas dari antigen kanker payudara yang berpotensi tinggi dalam mengontrol heterogenitas populasi sel ganas yang ada pada tumor primer yang luas dan terdapat metastasis. Hipotesis ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat limfosit infiltrasi adalah prediksi dari respon lokal yang lebih baik terhadap pengobatan neoadjuvant dan prognostik jangka panjang dalam pengendalian penyakit. (Damaria 2001). 17

14 Gambar 2.1. Tumor Infiltrasi limfosit pada kanker Tampak seluler cross-talk subbagian yang berbeda dari leukosit dan kontribusi sel dominan terhadap aktivitas baik pro atau antitumor, termasuk myeloid lineage leukocytes, makrofag tumor terkait dengan baik protumorigenic (M2) atau antitumorigenic (M1), subset sel T helper, sitotoksik sel T, sel T regulator, sel B, sel dendritik dan sel supressor myeloid yang diturunkan. Sel-sel ini memainkan peran sentral dalam membentuk lingkungan mikro melalui faktor yang mereka hasilkan yang mengontrol baik sebagai mediator imun anti atau protumor. (Damaria 2010) Sitotoksisitas Sel imun Terhadap Tumor a) Sitotoksitas melalui sel T Subpopulasi limfosit T, limfosit T-helper dan T-sitotoksik sama-sama berperan dalam mengeliminasi antigen tumor. Sel yang mengandung antigen tumor akan 18

15 19 mengekspresikan antigennya bersama molekul MHC kelas I yang kemudian membentuk komplek melalui T-Cell Receptor (TCR) dari sel T- sitotoksik (CD8+), mengaktifasi sel T-sitotoksik untuk menghancurkan sel tumor tersebut. Sebagian kecil sel tumor juga mengekspresikan antigen tumor bersama molekul MHC kelas II, sehingga dapat dikenali dan membentuk komplek dengan limfosit T-helper (Sel T CD4+) dan mengaktivasi sel T-helper terutama subset Th1 untuk mensetnf sel tumor untuk lebih banyak lagi mengekspresikan molekul MHC kelas I, sehingga akan lebih mengoptimalkan sitotoksisitas dari sel T-sitotoksik (CD8+). Konsep ini diaplikasikan dalam pengobatan tumor menggunakan Tumor Infiltrating Lymphocytes (TIL), yaitu sel-sel mononuklear yang berinfiltrasi menuju ke sekitar jaringan tumor padat karena adannya reaksi inflamasi, sel tersebut diperbanyak secara kultur in vitro dengan penambahan IL-2.( Kresno 2011). Gambar 2.2. Induksi respon sel T terhadap Tumor 19

16 b) Sel Natural Killer Sel NK berukuran sedikit lebih besar dari pada sel limfosit kecil, berjumlah 10-15% limfosit darah perifer. Secara morfologi sel NK termasuk dalam populasi Large Granular Lympocyte (LGL). Granular Ini terdiri atas granula sitotoksik dari sitoplasma yang dikeluarkan saat aktivitas sitotoksik. Sel NK dapat berperan dalam respon imun spesifik maupun non spesifik. Sel NK merupakan sel efektor terhadap sitotoksisitas spontan berbagai jenis sasaran, tidak memiliki sifat klasik dari makrofag, granulosit maupun CTL dan sitotoksisitasnya tidak tergantung pada MHC. Mekanisme lisis yang digunakan sama dengan yang dilakukan oleh CTL yaitu dengan mengeluarkan perforin dan granzym yang menyebabkan sel kanker lisis, mengeluarkan IFN sehingga meningkatkan kerja fagositosis makrofag, melakukan recognition dengan sel kanker dengan perantara FAS Ligan terhadap sel kanker yang telah diopsonisasi sehingga sel kanker diprogram apoptosis. (Fin Oj. 2008, Kresno 2011) Sel NK tidak mengeluarkan TCR dan merupakan CD3 negatif. Sebagai gantinya sel NK mengeluarkan 2 tipe reseptor yang memperkuat kemampuannya membunuh sel kanker dan sel yang terinfeksi virus, yaitu reseptor pengaktivasi yang masih mengenali molekul yang dilingkupi oleh penyakit pada sel target dan Killer Inhibitor Receptor (KIR) yang menghambat sitolisis NK melalui pengenalan terhadap molekul MHC I-nya sendiri. Sel NK tidak melisiskan sel berinti yang sehat karena semuanya mengeluarkan MHC I. Jika infeksi virus dan atau perubahan neoplastik mengurangi pengeluaran MHC I normal, sinyal KIR akan terganggu dan terjadilah lisis. Disisi lain sel NK juga mengekspresikan 20

17 CD56 yaitu suatu molekul yang mampu mempromosikan adhesi intraseluler. Sel NK mempunyai reseptor untuk bagian tetap dari IgG yang menjadikannya sitotoksisitas tergantung antibody dependent sellular cytotoxicity (ADCC). Antigen yang diopsonisasi oleh IgG akan dikenali oleh sel NK untuk dilisiskan. Aktivitas ADCC ini penting untuk efek terapeutik optimal dari antibodi monoklonal tumor spesifik. Pada penelitian-penelitian terakhir mengungkapkan bahwa pengikatan sel NK terhadap sel sasaran dapat terjadi melalui sel reseptor khusus yang berbeda dengan Fc yaitu reseptor NKRPI, yang mengikat molekul semacam lektin. Kemampuan sel ditingkatkan oleh IFN, IL-2, IL-12, sehingga peran anti tumor sel NK bergantung pada rangsangan yang terjadi secara bersamaan pada sel T dan makrofag yang memproduksi sitokin tersebut. IFN mengubah sel pre-nk menjadi sel NK. Aktivitas sel NK sering dihubungkan dengan prognosis karena sel NK mempunyai peran penting dalam mencegah metastasis dengan mengeliminasi sel tumor dalam sirkulasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian yang mengungkapkan bahwa 90%-99% sel tumor yang dimasukkkan intravena akan hilang dalam 24 jam. (Fin. 2008; Kresno 2011) c) Sitotoksisitas melalui makrofag Makrofag dapat berperan dalam melawan sel tumor dengan berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) menghasilkan sitokin yang mengaktifkan sel imunitas lain dan bertindak langsung sebagai efektor dengan melisiskan sel tumor apabila sudah diaktivasi oleh Macrofage Activating Factor (MAF). (Fin. 2008; Kresno 2011) 21

18 Kemampuannya berikatan dengan sel tumor karena makrofag juga mempunyai reseptor Fc yang mampu bekerjasama dengan IgG. Penyebab sel tumor lisis akibat reaksi enzim lisosom, metabolit reaktif terhadap oksigen dan NO. Makrofag juga aktif mensekresi TNF, IL-12 yang berperan memacu proliferasi dan aktivasi Sel T CD4+, CTL serta sel NK. TNF sesuai dengan namanya mampu melisiskan sel tumor dengan berikatan pada reseptor permukaan sel tumor dan menyebabkan nekrosis dari sel tumor dengan cara memobilisasi berbagai respon imun tubuh. Diakhir peristiwa imunitas dihasilkan debris-debris sisa penghancuran sel, selanjutnya peran makrofag yang membersihkan debris tersebut. Opsonisasi komplemen dan antibodi terhadap debris-debris tersebut membantu proses fungsi pembersihan makrofag. Akumulasi makrofag dalam tumor mungkin menggambarkan interaksi makrofag kompleks dari beberapa faktor dan juga kinetik produksi monosit oleh sumsum tulang. Jadi status fungsional makrofag dalam tumor juga berperan selain jumlahnya. (Fin, 2008). 2.8 Metode untuk penilaian TILs pada Kanker Payudara yang di Rekomendasi Rekomendasi penilaian TILs dalam kanker payudara berdasarkan hasil rapat diskusi para peneliti TILs pada kanker payudara fase III, tahun 2013, untuk menyeragamkan standar penilaian TILs pada kanker payudara untuk yang dapat sebagai penuntun praktek klinis, penelitian ataupun clinical trial. Pewarnaan penuh dengan Hematoksilin eosin (HES) pada slide tumor primer dievaluasi sebagai persentase dari intratumoral (It) dan stromal (str) Tils sesuai dengan criteria yang direkomendasikan, kriteria terbaru yang 22

19 digunakan adalah TILs yang tinggi jika TIL intratumoral (It) dan Str-TIL 50% dan TILs yang Tinggi bila It TIL dan Str TIL < 50% nilai tersebut telah divalidasi sebagai cutoff (Dieci dkk 2015; Lois dkk 2013; Salgado 2014). Standarisasi dan pedoman untuk penilaian tils (Gambar 2.3). TILs harus dilaporkan sebagai persentase. Jika persentase tils meragukan, diskusikan kasus dengan ahli patologi kedua. Dalam keheterogenan tumor, penilaan dalam region yang berbeda dilaporkaan dalam rata-rata. Untuk grafis standar ini, gambar dipilih yang dapat mewakili tingkat tils yang berbeda-beda, berdasarkan hasil dari tiga ahli patologi serta analisis gambar. Table 2. Recommend 23

20 ing tumor-infiltrating lymph Gambar 2.3. Standar penilaian TILS pada kanker Payudara 24

21 2.9 TILs sebagai Faktor Prediksi dan Prognosis terhadap Respon Terapi Kemoterapi Neoadjuvant Pada kanker Payudara Pemberian neoadjuvant kemoterapi secara sistemik memberikan kesempatan untuk penilaian yang relatif cepat dalam keberhasilan terapi dari rejimen yang diberikan. Pengaturan ini tidak hanya untuk mengevaluasi peran prediksi biomarker, termasuk tils, tetapi juga memungkinkan penilaian dari dinamika perubahan biomarker sebelum dan sesudah terapi. Pemberian kemoterapi sistemik pasien kanker payudara terkait dengan perubahan parameter laboratorium menunjukkan kekebalan sistemik. Parameter laboratorium menunjukkan aktivasi kekebalan sistemik, termasuk peningkatan konsentrasi neopterin, atau peningkatan jumlah T-limfosit. (Hornychova, 2008). Dalam sebuah studi kohort pasien ukuran terbatas, jumlah intra-epitel CD3 + tils yang signifikan tinggi pada pasien dengan terapi neoadjuvant memiliki respon lengkap patologis. Pasien yang memiliki respon lengkap patologis juga memiliki sel dendritik secara signifikan lebih tinggi (CD83 +) pada sampel pre treatment. Peran potensial tils sebagai biomarker memprediksi respons lengkap patologis itu selanjutnya dikonfirmasi pada kohort yang jauh lebih besar sampelnya. (Melichar, Loi.S 2013; Loi.S 2014). Hampir 1000 pasien pada penelitian persentase dari sarang tumor epitelial terdiri dari intratumoral limfosit yang merupakan faktor prediksi independen dalam pengaruhnya terhadap respon komplit patologis pada penelitian analisis multivariat pada respon patologis komplit dijumpai 40% pada pasien dengan tumor ditandai oleh infiltrasi limfositik yang tinggi, namun hanya 7,2% pasien tanpa infiltrat limfositik. Baru-baru ini, laporan lain telah 25

22 mengkonfirmasi peran prediksi tils pada pasien dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi neodjuvan. Dalam sebuah penelitian pada 68 pasien yang diobati dengan regimen anthracycline dan taxanebased. (Dankert, 2010). Yamaguchi dkk 2012, menemukan jumlah tils menjadi faktor prediktor yang signifikan terhadap respon lengkap patologis baik analisis secara univariat dan multivariat. Seperti disebutkan di atas, kehadiran tils berbeda menurut subtipe kanker payudara. meningkatnya kehadiran dari tils telah dilaporkan berhubungan dengan histologi duktal, high grade, tidak adanya ekspresi reseptor hormon dan ekspresi tinggi dari antigen proliferasi Ki67. Infiltrasi limfositik memiliki korelasi yang signifikan pada pasien dengan triple-negative dimana tingginya TILs semakin tingi rata-rata respon komplit patologinya. (Yamaguci, 2012). Gambar 2.4 nilai prediktif TILs pada kanker payudara;, (A) meningkatnya jumlah TILs dengan kemoterapi neoadjuvant memprediksi 26

23 tingginya angka respon komplit patologi. (B) Sangat kontras pada tumor dengan TILs rendah menunjukan respon patologi komplit yang rendah. ( Yasmin, 2014). Penggunaan TILs dan respon terhadap kemoterapi neoadjuvant juga menjadi garis depan pedoman dalam mengambil keputusan mengenai penanganan kanker payudara. Adanya infiltrasi limfosit tumor dan respon kemoterapi neoadjuvant juga dapat digunakan pedoman dalam pemilihan terapi lini ke dua, pasien dengan TILs yang tinggi dan respon patologi komplit terhadap pemberian kemoterapi neoadjuvan memiliki prognosis yang baik. Dan tidak memerlukan intervensi lanjut selain dari pada penangan standar. Pasien dengan TILs yang tinggi namun respon patologisnya tidak komplit atau pasien dengan TILs yang rendah namun TILS yang meningkat setelah kemoterapi neoadjuvant mungkin menguntungkan dalam pemberian imunoterapi. Namun pasien dengan sedikit TILs sebelum dan sesudah kemoterapi neoadjuvan mendapatkan terapi tambahan atau stategi perbedaan strategi untuk menginduksi terhadap respon imun, seperti terapi seluler adoptive atau strategi vaksinasi. Inhibitor target harus dipertimbangkan untuk semua pasien yang sesuai. Namun dampak inhibitor target pada respon imun harus pertimbangan terapeutik. (Gunter 2012; Loi.S 2013). 27

24 Gambar 2.5 TIL dan respon terhadap terapi sebagai pedoman. penatalaksanaan kanker payudara. 28

IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL

IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL - Populasi sel dg sifat pertumbuhan yg tdk terkendali ciri dari sel kanker disebabkan oleh: 1. Amplifikasi onkogen 2. Inaktivasi gen supresor - Sel kanker Disregulasi genetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Imunisasi: Apa dan Mengapa? Imunisasi: Apa dan Mengapa? dr. Nurcholid Umam K, M.Sc, Sp.A Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Penyebab kematian pada anak di seluruh dunia Campak

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik Tahapan Respon Sistem Imun 1. Deteksi dan mengenali benda asing 2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon 3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon 4. Destruksi atau supresi penginvasi Respon Imune

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut TUGAS IMUNOLOGI DASAR TUGAS I : CELLS AND TISSUE IN THE IMMUNE SYSTEM 1 Sebutkan jaringan dan sel yang terlibat dalam system imun Jaringan yang terlibat dalam system imun adalah : a. Primer Bone Marrow

Lebih terperinci

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Dasar-dasar Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Departemen Mikrobiologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Unair Pokok Bahasan Sejarah Imunologi Pendahuluan Imunologi Komponen Imunologi Respons Imun Imunogenetika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker tertua pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker tertua pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Payudara Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker tertua pada manusia. Penyakit kanker payudara telah dikenali sejak jaman mesir kuno ± 1600 SM, walaupun

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research

Lebih terperinci

MAKALAH SEROLOGI IMUNOLOGI

MAKALAH SEROLOGI IMUNOLOGI MAKALAH SEROLOGI IMUNOLOGI RESPON SISTEM IMUN TERHADAP TUMOR ATAU KANKER DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8 B - FARMASI SORE 1. INGGAR DEO (1343050034) 2. NABILA FAUZIAH (1343050130) 3. DWI ANTARINI (1343050) FAKULTAS

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

Mesin Imunologi Pada Kanker

Mesin Imunologi Pada Kanker Mesin Imunologi Pada Kanker A. Pendahuluan Respon imun humoral maupun respon imun seluler terhadap antigen tumor dapat dibangkitkan dan berbagai mekanisme. Rekayasa pada imunologi berhubungan erat dengan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, dimana 2-3 milyar penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi TB (World Health Organization, 2015).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung BAB I PENDAHULUAN Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian kanker kulit sekitar 3,5 juta kasus pertahun, dimana basal cell carcinoma merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kejadian kanker kulit sekitar 3,5 juta kasus pertahun, dimana basal cell carcinoma merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari keseluruhan kejadian kanker, kanker kulit (melanoma dan non melanoma) meliputi separuh dari kasus kanker. 1,2 Di Amerika Serikat, pada tahun 2012 diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita diseluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah kanker paru-paru. Kanker payudara

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanoma) meliputi separuh dari kasus kanker. Kanker kulit non melanoma

BAB I PENDAHULUAN. melanoma) meliputi separuh dari kasus kanker. Kanker kulit non melanoma 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari keseluruhan kejadian kanker, kanker kulit (melanoma dan non melanoma) meliputi separuh dari kasus kanker. Kanker kulit non melanoma merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

Basic Science of Oncology Carsinogenesis

Basic Science of Oncology Carsinogenesis Basic Science of Oncology Carsinogenesis DR. Dr. Wiratno, Sp.THT- KL (K) Kanker Kanker merupakan penyakit karena terjadi gangguan pengendalian (mutasi): Mutasi Proto-onkogen yang mengatur proloferasi sel

Lebih terperinci

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi proleferasi sel yang tidak terkontrol (Devita). Kanker terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor merupakan penyakit yang mengkhawatirkan karena menjadi penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan penduduk

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy.

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Ika Puspita Dewi 1 Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Dapat dilakukan dengan : Menstimulasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Terapi Imunologi

Prinsip Dasar Terapi Imunologi Prinsip Dasar Terapi Imunologi A. Pendahuluan Dalam 20 tahun terakhir berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit kanker dengan cara imunologik. Namun sayang, sampai sekarang cara tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang. Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita akibat kanker. Menurut WHO penderita kanker payudara sekitar 8-9% terjadi pada wanita akan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tahun didiagnosa sekitar kasus kanker payudara baru dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tahun didiagnosa sekitar kasus kanker payudara baru dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap tahun didiagnosa sekitar 600.000 kasus kanker payudara baru dan 250.000 kasus diantaranya ditemukan di negara berkembang, sedangkan 350.000 kasus lainnya ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemofilia A adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X, dimana terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

MOLEKUL PENGENAL ANTIGEN

MOLEKUL PENGENAL ANTIGEN BAB 2 MOLEKUL PENGENAL ANTIGEN 2.1. Molekul Reseptor Antigen Sel T helper dan sitolitik, tidak seperti sel B, mengenal fragmen antigen protein asing yang secara fisik berikatan dengan molekul MHC pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel punca sendiri merupakan sel yang mampu mereplikasi dirinya dengan cara beregenerasi, mempertahankan, dan replacing akhir diferensiasi sel. (Perin, 2006). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini BAB 6 PEMBAHASAN Phaleria macrocarpa merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang mempunyai efek anti kanker, namun masih belum memiliki acuan ilmiah yang cukup lengkap baik dari segi farmakologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan kesehatan dengan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor odontogenik adalah tumor yang berasal dari jaringan pembentuk gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering ditemukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Limfoma atau tumor ganas limfoid dibedakan menjadi limfoma nonhodgkin dan limfoma Hodgkin. Perbedaan limfoma Hodgkin dan limfoma nonhodgkin didasarkan pada perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma secara harafiah berarti pertumbuhan baru, adalah massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel neoplastik adalah otonom dalam arti tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Mahkota Dewa Berikut adalah sistematika tanaman, daerah, deskripsi tanaman, bagian yang digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. 2.1.1 Sistematika Tanaman Sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan sumber terbesar dari produk baru dalam bidang farmasi. Lebih dari itu, jamur memiliki peranan penting dalam pengobatan modern, itu menunjukkan sumber

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat menyerang dan menyebar ke bagian tubuh yang jauh. Kanker dapat memiliki konsekuensi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci