PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan kasus yang sering terjadi pada manusia maupun hewan. Fraktur pada hewan umumnya disebabkan karena trauma dan penyakit (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian fraktur pada hewan terjadi akibat kecelakaan. Tingginya insiden fraktur dan kasus kerusakan tulang yang parah akibat trauma, infeksi, reseksi tumor, delayed union, mal union maupun non union pada manusia maupun hewan memerlukan penanganan yang serius. Kerusakan tulang yang parah tidak sembuh secara spontan, sehingga proses kesembuhan alami pada daerah yang rusak seringkali terhambat. Prinsip dalam penanganan fraktur yang utama adalah menyelamatkan jiwa pasien, mendapatkan kesembuhan tulang, kemudian perbaikan fungsi sendi dan jaringan lunak yang mengalami kerusakan akibat fraktur (Piermattei et al., 2006; Mclain and Brown, 1982). Tindakan penanganan fraktur dilakukan secara sistematis dengan penerapan konsep 4 R, yaitu: rekognisi, reposisi, retensi, dan rehabilitasi (Leighton, 1993). Penggantian fragmen patahan yang hilang dan bedah rekonstruksi pada kasus delayed union atau nonunion membutuhkan bahan cangkok pengganti tulang untuk memperbaiki kerusakan tulang (Kao, 2004). Cangkok tulang adalah teknik operasi mengganti tulang yang hilang dengan menggunakan material tulang yang berasal dari individu yang bersangkutan (autograft), tulang yang diambil dari individu yang berbeda pada spesies yang sama (allograft), tulang yang

2 diambil dari spesies yang berbeda (xenograft) dan material sintetik. Tindakan cangkok tulang diperlukan untuk merangsang proses penyembuhan tulang dan mengisi bagian tulang yang hilang (Greenwald et al., 2008; Finkemeier, 2002). Pemberian bahan cangkok tulang pada kasus fraktur ataupun tindakan bedah rekonstruksi memerlukan pertimbangan terutama pada kerusakan tulang dengan lebar lebih dari 2 mm yang secara umum memiliki potensi regenerasi tulang lebih kecil, sehingga diperlukan tambahan bahan cangkok tulang untuk membantu regenerasi (Fedi et al., 2005). Autograft merupakan gold standard dalam perbaikan dan rekonstruksi tulang yang rusak, karena memiliki potensi osteogenesis, osteoinduksi maupun osteokonduksi. Meskipun demikian, penggunaan autograft memiliki keterbatasan, diantaranya memerlukan luka sayatan tambahan, menimbulkan rasa sakit dan ketersedian bahan yang terbatas. Allograft juga umum digunakan, namun ketersediaannya dibatasi oleh persediaan tulang donor dan memiliki potensi penularan penyakit (Dimitriou et al., 2011; Finkemeier, 2002; Enneking et al., 1980). Keterbatasan dalam pengggunaan autograft dan allograft inilah yang mendorong pengembangan xenograft. Ketersediaan materi bone xenograft dapat diperoleh dari berbagai tulang hewan, salah satu diantaranya adalah tulang kuda. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tulang kuda dengan berbagai macam metode perlakuan, seperti: deproteinisasi, pemanasan, pembekuan memiliki tingkat antigenesitas yang rendah pada resipien anjing, sehingga dapat diterima oleh tubuh resipien (Heo et al., 2011; Fujinaga and Koike, 1976). Zimmermann and Moghaddam (2011) dan Kutler et al. (1993) menyatakan bahwa aplikasi bahan cangkok tulang

3 yang diproses melalui demineralisasi akan menginduksi potensi osteoinduksi maupun osteokonduksi pada proses pembentukan tulang baru. Penelitian mengenai aplikasi bahan cangkok tulang kuda yang diproses melalui demineralisasi pada model penanganan fraktur tulang femur anjing belum pernah dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas penggunaan demineralized equine cortical bone xenograft (DECBX) untuk penanganan kasus fraktur tulang femur pada anjing. Rumusan Masalah Penggunaan bahan cangkok tulang DECBX untuk penanganan fraktur tulang femur pada anjing belum diketahui keberhasilannya. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah penggunaan bahan cangkok tulang DECBX efektif untuk penanganan fraktur tulang femur pada anjing? 2. Apakah penggunaan bahan cangkok tulang DECBX untuk penanganan fraktur tulang femur pada anjing dapat menimbulkan reaksi inflamasi dan menginduksi proses kesembuhan fraktur? Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efektivitas penggunaaan bahan cangkok tulang DECBX pada penanganan fraktur tulang femur anjing.

4 2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon inflamasi dan proses kesembuhan fraktur dari penggunaan bahan cangkok tulang DECBX berdasarkan pemeriksaan total leukosit, radiologi dan histopatologi. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini, antara lain: 1. Demineralized equine cortical bone xenograft dapat digunakan sebagai bahan pengganti tulang (bone substitute) alami yang dapat menginduksi proses kesembuhan tulang dan menurunkan tingkat kejadian amputasi. 2. Hasil penelitian dapat dikembangkan lebih lanjut agar dihasilkan biomaterial DECBX sebagai bahan cangkok tulang yang berkualitas dan bernilai ekonomis. Keaslian Penelitian Penggunaan bahan cangkok cortical xenograft telah dilakukan oleh: (1) Ogurtan et al. (2007), dengan menggunakan diafisis tulang kortikal sapi sebagai bahan xenograft yang diproses menjadi mineralized xenogenic bovine bone (berbentuk chip dan powder) dan demineralized xenogenic bovine bone (berbentuk chip dan powder). Xenograft tersebut ditransplantasikan pada fraktur buatan di tulang radius anjing. (2) Bigham et al. (2008), dengan menggunakan diafisis tulang panjang sapi lalu didemineralisasi dengan 0.6 mol/l HCL pada 4 C selama 8 hari, kemudian dihasilkan demineralized bone matrix (DBM) dan ditransplantasikan pada fraktur tulang radius kelinci. (3) Emara et al. (2013),

5 dengan menggunakan bovine bone chips dan bone composite sebagai xenograft dalam rekonstruksi fraktur tulang tibia anjing. Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan bahan cangkok asal tulang kuda masih terbatas. Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan tulang kuda sebagai bone xenograft pada anjing telah dilakukan oleh: (1) Fujinaga and Koike (1976), dengan menggunakan bahan cangkok dari tulang kortikal kuda yang diproses dengan pemanasan, pembekuan, deproteinasi dan tulang segar kemudian diimplantasikan ke bagian medula tulang humerus anjing. Berdasarkan hasil pemeriksaan radiografis absorbsi bahan cangkok dan pembentukan kalus disekitar bahan cangkok mengalami peningkatan pada bahan cangkok yang diproses melalui deproteinasi, pembekuan dan perebusan. Sedangkan bahan cangkok tulang segar sedikit diabsorbsi, dan pada pemeriksaan radiografis terlihat bayangan disekitar bahan cangkok dan sedikit peningkatan densitas pada minggu ke-16 pasca transplantasi. (2) Heo et al. (2011), dengan menggunakan tulang kortikal kuda yang diproses melalui defatisasi dan freeze-dried pada temperatur -80 C serta disterilisasi dengan gas ethylene oksida. Bahan cangkok tersebut ditransplantasikan pada fraktur tulang fibula anjing memberikan hasil, antara lain: tidak ditemukannya reaksi inflamasi, komplikasi dan respon benda asing pada lokasi fraktur. Studi mengenai efektivitas demineralized equine cortical bone xenograft (DECBX) sebagai bahan cangkok pada penanganan fraktur tulang femur anjing belum pernah dilaporkan.