BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Penyembuhan Luka Penyembuhan luka adalah suatu proses pembentukan jaringan sehingga kembali seperti semula atau dengan kata lain penggantian jaringan yang rusak atau mati oleh jaringan baru yang sehat melalui proses regenerasi dan organisasi. Keberhasilan penyembuhan luka tergantung dari keseimbangan lokal dari kedua proses tersebut, yaitu proses regenerasi dan organisasi (Lawler, 2002). Proses penyembuhan luka terjadi dengan mengganti sel yang rusak dengan yang baru dan sama sehingga fungsi jaringan akan pulih dengan sempurna. Penyembuhan yang seperti itu disebut regenerasi, sedangkan pada proses penyembuhan dari sel atau jaringan lunak yang diganti oleh jaringan parut atau jaringan ikat disebut organisasi (Sudiono, 2003; Kumar et al, 2005) Fase-fase penyembuhan luka Secara umum fase penyembuhan luka dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: 1. Fase hemostasis Merupakan peristiwa pada awal terjadinya jejas. Pada fase ini terjadi respon dari komponen vaskuler berupa vasokonstriksi pembuluh darah dan hemostasis. Proses ini sangat cepat, hanya berlangsung 5-10 menit (Mackay & Miller, 2003). 5

2 Proses hemostasis melibatkan konstriksi pembuluh darah, konstraksi otot polos, agregasi trombosit, koagulasi darah, dan diikuti oleh vasodilatasi yang diperantarai oleh pelepasan histamin. Trombosis akan melepaskan leukotrien C 4 dan D 4 yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu juga melepaskan serotonin yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi eksudasi cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler (Mercy, 2008). 2. Fase inflamasi Inflamasi merupakan respon vaskuler dan seluler terhadap luka. Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pada fase ini tampak kemerahan, pembengkakan, adanya rasa hangat yang diiringi dengan rasa nyeri. Berdasarkan waktu terjadinya, fase inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu keradangan akut dan kronis. Keradangan akut adalah respon yang terjadi segera setelah adanya jejas, berlangsung singkat beberapa jam sampai beberapa hari. Respon akut ditandai dengan eksudasi sel plasma keluar bersama-sama sel limfosit dan makrofag (Lawler et al, 2002). Sebagai respon dari keradangan akut tersebut, sel netrofil bergerak dari mikrosirkulasi ke dalam jaringan yang terluka, memfagosit benda asing dan jaringan nekrotik. Selanjutnya akan terbentuk gumpalan fibrin yang memacu pembentukan sel epitel, diikuti dengan munculnya agen kemotaksis lain termasuk fibroplastic growth factor, transforming growth factor-beta (TGF-β), PDGF. Makrofag melakukan fagositosis dengan cara yang sama dengan sel PMN sebagai proses inflamasi dan menghasilkan berbagai macam growth factor selama 3-5 hari (Kumar et al, 2005) 6

3 Radang kronis merupakan kelanjutan dari radang akut, yang secara histologis ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi yang terdiri dari infiltrasi sel radang kronis (monosit, limfosit, dan sel plasma), proliferasi pembuluh darah muda, dan proliferasi fibroblas (Lawler et al, 2002). 3. Fase proliferasi Dimulai pada hari ke lima sampai minggu ke tiga pasca trauma. Pada fase ini terbentuk jaringan granulasi yang berisi sel inflamasi, fibroblast dan pembuluh darah (Miloro et al, 2004). Fase proliferasi merupakan fase perbaikan luka yang meliputi fibroplasia, sintesa kolagen, angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, dan epitelisasi (Kumar et al, 2005). Pada daerah permukaan dermal terbentuk sel epitel baru yang akan mengisi daerah luka di permukaan. Pembentukan epitel pada daerah mukosa mulut terjadi lebih cepat dibandingkan dengan reepitelisasi pada daerah kulit (Miloro et al, 2004). 4. Fase Remodelling Dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Pada fase ini, terjadi penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan yang kuat dan bermutu. Karena kebutuhan metabolik luka yang menurun, maka kapiler juga mulai menurun.karena pengaruh sitokin dan growth factor matrik kolagen mengalami degradasi, resintesis, reorganisasi dan distabilkan oleh moleculer crosslinking menjadi scar. Fibroblas mulai menghilang dan kolagen tipe I diganti oleh kolagen tipe III (Miloro et al, 2004) 2.2 Proses Pembentukan Tulang 7

4 Tulang adalah suatu struktur dinamik yang mengalami remodeling terus menerus, berupa resorpsi yang diikuti oleh pengendapan jaringan tulang baru. Remodeling ini memungkinkan tulang beradaptasi terhadap sinyal fisik (misalnya peningkatan beban yang harus disangga) dan hormon. Jenis sel utama yang berperan dalam penyerapan dan pengendapan tulang adalah osteoklas dan osteoblas (Murray et al, 2009). Tulang dapat dibentuk dalam dua cara, yaitu melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disekresi osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matriks tulang pada tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral). Tulang maksila dan mandibula dibentuk melalui osifikasi intramembranosa (Junqueira et al, 1998). Osifikasi intramembranosa, terjadi pada hampir seluruh tulang pipih, disebut demikian karena berlangsung di dalam daerah-daerah pemadatan jaringan mesenkim.tulang frontal dan parietal tengkorak, sebagian tulang oksipital dan temporal, maksila dan mandibula dibentuk melalui osifikasi ini. Osifikasi intramembranosa juga mengatur pertumbuhan tulang-tulang pendek dan penebalan tulang-tulang panjang (Junqueira et al, 1998). Pada tempat akan dibentuk tulang, jaringan mesenkim yang terdiri atas selsel jaringan ikat primitif saling berhubungan melalui cabang-cabang protoplasma, tetapi protoplasma itu tidak menyatu. Substansi intraselnya bersifat semi cairan yang mengandung serat kolagen halus. Lapisan atau membran mesenkimal ini menjadi sangat vaskuler (mengandung banyak pembuluh darah), karena itu sejumlah sel berkembang menjadi sel osteogenik atau sel osteoprogenitor. Sel-sel ini membesar dan berbentuk polihedral, dan sitoplasmanya menjadi basofilik, sel 8

5 tersebut disebut osteoblas. Diantara sel itu timbul substansi intersel yang padat berupa batang-batang langsing yang menutupi serat jaringan ikat yang memang telah ada dalam matriks. Batang matriks itu bertambah tebal dan mengelilingi selsel. Pada tahapan ini matriks belum mengapur dan merupakan unsur organik matriks yang disebut osteoid (Leeson et al, 1996) Proses penyembuhan tulang pasca pemberian graft Penyembuhan fraktur mengembalikan jaringan ke sifat fisik dan mekanik seperti keadaan semula akan tetapi keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor sistemik dan keadaan lokal. Penyembuhan terjadi dalam tiga tahap yang berbeda tetapi tumpang tindih : (Kalfas, 2001) 1) Tahap inflamasi awal Pada tahap inflamasi, hematoma berkembang dalam situs fraktur dalam beberapa jam dihari pertama. Sel-sel inflamasi (makrofag, monosit, limfosit, dan sel polimorfonuklear) dan fibroblas infiltrasi ke tulang di bawah mediasi prostaglandin. Hal ini menyebabkan pembentukan jaringan granulasi, pertumbuhan jaringan pembuluh darah, dan migrasi sel mesenkim. Nutrisi primer dan pasokan oksigen pada proses awal ini disediakan oleh tulang cancellous dan otot yang terkena jejas. Penggunaan obat antiinflamasi atau sitotoksik selama 1 minggu dapat mengubah respon inflamasi dan menghambat penyembuhan tulang. 2) Tahap perbaikan Selama tahap perbaikan, fibroblas mulai meletakkan stroma yang membantu mendukung pertumbuhan vaskular. Sebagaimana pertumbuhan vaskular 9

6 berlangsung, matriks kolagen terbentuk sementara osteoid disekresi dan selanjutnya termineralisasi, yang mengarah pada pembentukan kalus lunak di sekitar lokasi perbaikan. Dalam hal ketahanan terhadap gerakan, kalus ini sangat lemah pada 4 sampai 6 minggu pertama dari proses penyembuhan dan membutuhkan perlindungan yang memadai dalam bentuk bracing atau fiksasi internal. Pada akhirnya kalus mengalami ossifikasi, membentuk jembatan tulang anyaman antara fragmen fraktur. Jika imobilisasi fragmen fraktur tidak dilakukan, osifikasi kalus tidak dapat terjadi, dan kesatuan fibrous yang tidak stabil dapat berkembang sebagai gantinya. 3) Tahap remodelling akhir Penyembuhan fraktur selesai selama tahap remodelling di mana tulang dikembalikan ke bentuk, struktur, dan kekuatan mekanik aslinya. Remodelling tulang terjadi secara perlahan selama beberapa bulan sampai bertahun-tahun dan difasilitasi oleh stres mekanik yang ditempatkan pada tulang. Sebagai lokasi fraktur yang terkena kekuatan beban aksial, tulang biasanya ditetapkan di mana diperlukan dan diserap kembali dari tempat yang tidak diperlukan. Kekuatan yang memadai biasanya dicapai dalam 3 sampai 6 bulan. 2.3 Hidroksiapatit Hidroksiapatit merupakan kristal apatit yang paling stabil. HA termasuk kelompok apatit yang paling banyak digunakan dibidang medis karena memilki sifat biokompatibel dan osteokonduktif (Winoto, 2010). Merupakan senyawa inorganik Ca 3 (PO) 4 ) 2 ) 3 Ca(OH) 2 yang ditemukan pada matriks tulang dan gigi 10

7 yang memberikan kekuatan pada struktur tersebut. Senyawa yang memiliki formula kimia ini disintesis untuk digunakan sebagai suplemen kalsium dan membantu prostetik. HA berjumlah 95% dari berat enamel, sedangkan pada dentin hanya satu persepuluh dari jumlah yang terdapat pada enamel (Francheschi, 2005). HA merupakan material biokompatibel padat yang dapat dibuat secara sintesis atau diperoleh dari sumber biologis seperti koral. Material kalsium fosfatnya memiliki karakteristik yang hampir identik dengan dental enamel dan tulang kortikal. Saat diimplankan ke hewan atau manusia, HA memproduksi sedikit atau tidak sama sekali respon tubuh terhadap benda asing tersebut. Pemeriksaan histologis menunjukkan bahwa saat HA diletakkan pada defek tulang terlihat penyembuhan tulang di sekeliling material dan pengikatan kimia langsung terhadap partikel tanpa intervensi kapsul fibrosa (Francheschi, 2005). Sumber prekursor untuk menghasilkan HA dapat juga diperoleh dari bahan alam. Bahan alam yang mulai dikembangkan yaitu koral, kerang dan cangkang telur, penggunaan bahan tersebut dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Sebagian besar kandungan yang terdapat pada bahan HA adalah kalsit (kalsium karbonat, CaCO3) (Winoto, 2010). HA digunakan untuk tujuan implant karena mempunyai kemiripan dengan konstituen mineral pada tulang dan gigi. Banyak laporan yang menyatakan penggunaan klinis HA untuk perbaikan rahang, penggantian tulang dan rekonstruksi telinga (Heinemann et al, 2010). HA bersifat brittle (rapuh) dan tidak dapat menyamai sifat mekanikal dari tulang asli. Sehingga penggunaan HA dilakukan pada area yang memiliki kekuatan regangan yang rendah seperti bone/dental filling ataupun sebagai 11

8 coating pada implant. HA juga memiliki kemampuan dalam memberikan adhesi yang baik terhadap jaringan lokal yang dikarenakan oleh adanya reaksi kimia dari permukaannya (Wahl & Czernuszka, 2006). Namun dalam pengaplikasiannya HA ini dikenal sebagai long-term ridge preservation karena sifatnya yang membutuhkan waktu lama untuk diresorbsi oleh tubuh, karena sifat tersebut maka bahan ini tidak cocok untuk ridge yang nantinya akan mendapat implant (Bartee, 2001) 2.4 Chitosan Chitosan adalah bipoliaminosakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi chitin yang merupakan polisakarida terbanyak kedua di alam setelah selulosa (Agnihotri et al, 2004). Chitosan memiliki berat molekul kda tergantung dari sumber dan proses preparasi. Nama kimia dari chitosan adalah poly [-(1,4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopiranose]. Chitosan terdiri dari 2-amino-2- deoxy-β-d-glucan yang dikombinasi dengan ikatan glikosida (Pinto et al, 2011; Agnihotri et al, 2004). Chitosan merupakan basa lemah dan tidak dapat larut dalam air serta pelarut organik. Akan tetapi chitosan dapat larut dalam larutan yang bersifat asam (ph<6,5) dimana keadaan asam ini dapat mengubah glukosamin menjadi gugus R-NH + 3 yang larut (Sinha et al, 2004). Katonik dari chitosan dapat menyebabkan interaksi elektrostatis dengan ionik glikosaminoglikan dan proteoglikan. Glikosaminoglikan ini terlibat dalam memodulasi beberapa sitokin dan growth factor. Chitosan dapat dihidrolisa melalui proses chitogenase, dan enzim lizozim bertanggung jawab dalam proses pendegradasian chitosan. Enzim ini dapat 12

9 ditemukan dalam kelenjar air mata, telinga bagian tengah, hidung, bronkus, bronkiolus, sumsum tulang dan traktus digestifus. Enzim ini berperan penting dalam respon inflamasi yang disekresi oleh makrofag, monosit, dan granulosit. Monosit dan makrofag memiliki konstribusi penting dalam ketersediaan lizozim yang dalam tubuh konsentrasinya sekitar 7-13 mg/l (Pinto et al, 2011). Chitosan memiliki sifat biokompatibilitas, biodegradebilitas, memiliki struktur porus, stabil pada pembentukan sel, osteokonduksi dan memiliki sifat antibakteri instrinsik. Dengan adanya sifat-sifat tersebut, maka chitosan dapat juga digunakan sebagai bahan scaffold dalam tissue engineering yang ideal (Venkatesan & Kim, 2010). Chitosan juga memiliki ikatan kovalen rantai grup imidazole yang digunakan untuk menstimulasi pembentukan tulang. Pada evaluasi secara in vitro didapatkan efek chitosan pada pembentukan tulang sudah mencapai tingkat seluler yang dapat mempengaruhi meningkatnya sel osteopregenitor yang akan meningkatkan pembentukan tulang. Hasil pada penempatan chitosan subperiosteal didapatkan bahwa chitosan dapat meningkatkan osteogenesis pada tahapan inflamasi yang ringan hingga berat (Kung et al, 2011).Namun penggunaan chitosan sendiri sebagai scaffold, tidak dapat menirukan seluruh propertis jaringan tulang (Venkatesan & Kim, 2010). 2.5 Bone graft Graft adalah suatu bagian jaringan yang diambil dari satu tempat dan ditransplantasikan ke tempat lain, baik pada individu yang sama maupun yang berlainan. Tujuan graft adalah untuk memperbaiki suatu cacat yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau anomali pertumbuhan dan perkembangan. Bone 13

10 graft adalah pilihan yang banyak digunakan untuk memperbaiki kerusakan tulang periodontal, dengan graft tulang diharapkan ada perbaikan klinis pada jaringan periodontal, hal ini lebih baik bila dibandingkan dengan cara bedah pembersihan biasa tanpa penambahan bahan graft (Aly et al, 2010) Jenis-Jenis Bonegraft Jaringan graft termasuk tulang, sudah digunakan secara luas sampai sekarang, karena merupakan salah satu jaringan yang sama, digunakan sebagai pengganti dengan tujuan adanya perbaikan kerusakan jaringan (Aly et al, 2010) Autograft Autograft, adalah graft yang berasal dari donor sendiri yang hanya di pindah dari satu tempat ketempat lainnya (Kusumaningsih et al, 2009) Secara fisiologis paling unggul karena berasal dari jaringan tubuh sendiri, tetapi mempunyai beberapa kekurangan; jumlah yang terbatas, sulit mengambil material graft, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, meningkatkan resiko kehilangan darah dan menambah waktu anestesi, menyebabkan morbiditas serta kemungkinan resorbsi akar pada daerah donor (Hayati & Nur, 2009). Graft tulang autogenus terbagi atas dua jenis utama; autograft tulang bebas dan autograft berdekatan. Autograft tulang bebas terdiri atas tulang cortical, cancellous, atau kombinasi dari keduanya, dan bisa didapatkan dari tempat luar rongga mulut atau di dalam mulut. Autograft tulang contigius (berdekatan), disebut juga bone swaging sudah jarang digunakan untuk mengeliminasi cacat tulang. Teknik bone swaging mensyaratkan adanya daerah edentulus sehingga 14

11 defek pada tulang menyatu sampai ke dasar permukaan akar tanpa menyebabkan fraktur tulang dasarnya. Oleh sebab itu teknik ini memiliki kesulitan dengan tingkat elastisitas dari tulang. Tulang dengan komposisi cancellous yang lebih besar menjadi lebih fleksibel. Tulang tanpa komposisi cancellous yang cukup cenderung untuk terjadi fraktur (Greenwald, 2008) Allograft Allograft (graf alogenik) adalah jaringan yang ditransplantasikan dari satu individu kepada individu lain baik dalam spesies yang sama maupun spesies yang berbeda. Walaupun allograft mungkin memiliki kemampuan menginduksi regenerasi tulang, bahan ini juga dapat membangkitkan respons jaringan yang merugikan dan respons penolakan hospes, kecuali diproses secara khusus. Graft diambil dari tulang cadaver dan disterilkan untuk mencegah penularan penyakit. Keuntungan menggunakan allograft dibandingkan autograft adalah pasien tidak perlu mengalami luka bedah tambahan untuk pengambilan donor dari tubuhnya sendiri sementara potensi perbaikan tulangnya tetap sama. Salah satu bahan allograft yang sering dipergunakan dalam terapi periodontal adalah Demineralized Freeze-dried Bone Allograft (DFDBA). DFDBA adalah bone graft yang didekalsifikasi dalam asam hidrokoloid kemudian dikeringkan secara beku kering (Greenwald, 2008). Kelemahan dari allograft antara lain penetrasi vaskular tertunda, pembentukan tulang lambat, mempercepat penyerapan tulang, dan penyatuan graft tertunda atau tidak lengkap. Secara umum, insiden penyatuan graft tertunda atau 15

12 tidak lengkap pada allograft lebih tinggi daripada autograft. Allograft adalah osteokonduktif tetapi merupakan osteoinduktif yang lemah (Kalfas, 2001) Xenograft Xenograft (xenogenik) adalah bahan graft yang diambil dari spesies yang berbeda, biasanya berasal dari lembu atau babi, untuk digunakan pada manusia. Graft hidroksiapatit yang berasal dari tulang lembu di buat melalui proses kimia (Bio-Oss) atau pemanasan tinggi. Proses ini menghasilkan suatu tulang hidroksilapatit alami yang serupa dengan struktur mikroporositas dan makroporositas tulang manusia, dan partikel-partikel nampak diresorbsi sementara tulang dideposisi (Greenwald, 2008) Mekanisme Graft Tulang Osteogenesis Merupakan kemampuan dari graft untuk membentuk tulang baru, dan proses ini tergantung dari kehadiran sel tulang hidup pada graft. Material graft osteogenik mengandung sel aktif yang berkemampuan membentuk tulang (sel osteoprogenitor) atau yang potensial untuk berdiferensiasi menjadi sel pembentuk tulang (sel prekursor osteogenik terinduksi). Sel-sel tersebut, yang berperan pada tahap awal proses penyembuhan untuk menyatukan graft dengan tulang host, harus dilindungi selama prosedur grafting untuk memastikan kelangsungannya. Osteogenesis adalah sifat yang hanya bisa ditemukan pada tulang autogenous baru dan pada sel sum-sum tulang (Kalfas, 2001). 16

13 Osteokonduksi Osteokonduksi memberikan matriks fisik atau scaffolding yang sesuai untuk deposisi tulang baru. Graft yang bersifat osteokonduksi merangsang pertumbuhan tulang dan menyebabkan aposisi tulang daru tulang yang telah ada, tetapi tidak memproduksi formasi tulang ketika diletakkan dalam jaringan lunak. Untuk merangsang pertumbuhan tulang melalui permukaan suatu graft osteokonduksi memerlukan kehadiran tulang yang ada atau sel mesenkim yang terdiferensiasi. (Hill, 2000) Sifat osteokonduktif dapat ditemukan pada cancellous autograft dan allograft, matriks tulang terdemineralisasi, hidroksiapatit, kolagen, dan kalsium fosfat (Kalfas, 2001) Osteoinduksi Osteoinduksi adalah kemampuan dari material graft untuk menginduksi stem sel untuk berdiferensiasi menjadi sel tulang yang matang. Proses ini khususnya dikaitkan dengan kehadiran dari faktor pertumbuhan tulang dalam material graft atau sebagai penunjang dari graft tulang. Protein morfogenik tulang dan matriks tulang terdemineralisasi adalah material osteoinduktif utama. Dalam tingkat yang jauh lebih rendah, tulang autograft dan allograft juga memiliki sedikit sifat osteoinduktif (Kalfas, 2001) 2.6 Makrofag Makrofag merupakan sel berbentuk tidak beraturan dengan cabang-cabang yang pendek dan banyak ditemukan pada daerah yang kaya akan pembuluh darah. 17

14 Makrofag berukuran µm dan umumnya memiliki inti lonjong atau berbentuk ginjal yang letaknya eksentris. Jika mendapat rangsangan makrofag dapat melakukan gerakan amoeboid dengan kaki-kaki palsu terjulur ke segala arah. Membran plasma makrofag melipat-lipat dan bertonjolan kecil-kecil membantu perluasan, fagositosis dan gerakan sel (Junquiera et al, 1998) Makrofag merupakan sel anggota sistem pertahanan tubuh dengan kemampuan fagositosis yang besar. Makrofag berperan dalam mempertahankan jaringan normal dengan memakan sel mati, debris sel dan benda renik lain serta memecahnya dengan enzim lisosim. Makrofag juga memiliki peran penting pada sistem imun dengan cara memproses dan menyajikan antigen pada limfosit yang mampu menghasilkan antibodi protektif (makrofag sebagai Antigen Presenting Cell atau APC) (Cotran et al, 1999). Makrofag juga memediasi respon imun dan peradangan terhadap benda asing melalui pelepasan sitokin (Baxter, 2008). Makrofag terutama berasal dari sel prekursor dari sum-sum tulang yang membelah menghasilkan monosit yang beredar dalam darah. Pada tahap selanjutnya bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat makrofag menjadi matang. Makrofag jaringan dapat berproliferasi secara lokal, menghasilkan sel sejenis lebih banyak lagi (Fawcett, 2002). Aktivasi makrofag tergantung pada produk dari limfosit T helper 1 (T H 1) yang teraktivasi secara spesifik dan sel NK (natural killer) terutama, interferon-γ (IFN- γ) dan jaringan sitokin termasuk interleukin-12 (IL-12) dan IL-18 yang diproduksi oleh sel-sel APC (antigen-presenting cells) (Gordon, 2003). Makrofag tidak bekerja sendiri dalam menanggulangi infeksi melainkan berinteraksi dengan limfosit yang juga mengumpul di tempat invasi bakteri. 18

15 Aktivasi makrofag tergantung pada sebuah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan unsur utama dari permukaan bakteri gram negatif, dan IFN- γ, sebuah sitokin yang diproduksi oleh limfosit-t yang terangsang oleh antigan (Fawcett, 2002). Makrofag berperan penting pada penyembuhan luka, berperan pada peleburan fibrin, pembersihan jaringan nekrotik dan pembentukan pembuluh darah baru. Makrofag meregulasi pengerahan dan perkembangan fibroblas, dan remodelling jaringan ikat. Penelitian in vivo menunjukkan bahwa makrofag yang teraktivasi berkaitan tingginya derajat vaskularisasi (Gordon, 2003). 19

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari matriks dan sel-sel. Tulang mengandung matriks organik sekitar 35%, dan matriks anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan untuk prosedur transplantasi (Ana dkk., 2008). Setiap tahun, lebih dari lima ratus ribu prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan kesayangan terutama anjing dan kucing. Fraktur pada hewan, umumnya disebabkan oleh trauma seperti terbentur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai dari kelainan kongenital dan dapatan, termasuk juga inflamasi dan gangguan perkembangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang yang menyangga struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat didalam tengkorak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kedokteran gigi erat sekali kaitannya dengan penyakit yang dapat berujung pada kerusakan atau defek pada tulang alveolar, salah satunya adalah periodontitis. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Bone Tissue Engineering (BTE) Bone Tissue Engineering merupakan suatu teknik yang terbentuk dari dua prinsip keilmuan, antara "sciences" dan "engineering" yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 BONE GRAFT DAN JENIS BONE GRAFT

BAB 2 BONE GRAFT DAN JENIS BONE GRAFT BAB 2 BONE GRAFT DAN JENIS BONE GRAFT 2.1 Defenisi Bone Graft Graft adalah suatu bagian jaringan yang diambil dari satu tempat dan ditransplantasikan ke tempat lain, baik pada individu yang sama maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bone grafting merupakan prosedur kedua terbanyak dalam hal transplantasi jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi adalah tindakan pengambilan gigi pada soketnya tanpa atau dengan pembukaan jaringan lunak dan jaringan keras. Pengurangan tulang dilakukan jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan

BAB I PENDAHULUAN. organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan jenis jaringan ikat padat yang tersusun dari garam organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Garam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan bedah minor yang sering dilakukan dan menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang alveolar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian fraktur tidak hanya terjadi pada manusia. Fraktur pada hewan merupakan kasus yang juga biasa ditangani oleh dokter hewan baik dari Rumah Sakit Hewan maupun Klinik Hewan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan informasi dari dalam Laurencin and Nair,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan informasi dari dalam Laurencin and Nair, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tissue Engineering (TE) adalah suatu interdisipliner ilmu biomedis yang menggabungkan berbagai ilmu pengetahuan seperti material, teknik, kimia, biologi sel

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Rawan 2. Jaringan Tulang Keras / Sejati 1. Jaringan Tulang Rawan Fungsi jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur atau patah tulang merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab kematian penduduk

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Regenerasi jaringan periodontal merupakan tujuan utama terapi periodontal (Uraz dkk., 2013). Salah satu tindakan terapi periodontal ialah bedah periodontal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia relatif masih tinggi. Rasio penambalan dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar daripada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal merupakan gejala klinis utama dari penyakit periodontal. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang dikenal, supraboni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tulang Jaringan tulang merupakan unsur pokok kerangka orang dewasa. Pada tubuh seseorang, 18% dari berat badannya merupakan berat dari jaringan tulang. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

BAB 2 DEMINERALIZED FREEZE-DRIED BONE ALLOGRAFT. Penyakit periodontal adalah suatu penyakit yang melibatkan struktur

BAB 2 DEMINERALIZED FREEZE-DRIED BONE ALLOGRAFT. Penyakit periodontal adalah suatu penyakit yang melibatkan struktur BAB 2 DEMINERALIZED FREEZE-DRIED BONE ALLOGRAFT Penyakit periodontal adalah suatu penyakit yang melibatkan struktur penyangga gigi baik jaringan lunak maupun jaringan keras. Perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit atau jaringan akibat adanya kontak dengan listrik, api, pajanan suhu yang tinggi dari matahari,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gigi, dan 1% terdapat dalam darah (Hill, 1998).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gigi, dan 1% terdapat dalam darah (Hill, 1998). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah struktur hidup yang tersusun oleh protein dan mineral. Penyusun utama tulang adalah protein yang disebut kolagen serta mineral tulang yaitu kalsium fosfat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis adalah peradangan pada jaringan pendukung gigi yang dapat menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan oleh pasien (Kidd dkk., 2003). Kondisi akut penyakit pulpitis menyebabkan nyeri sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia Harapan Hidup (UHH), di seluruh dunia mengalami kenaikan dari usia 67 tahun pada tahun 2009 menjadi 71 tahun pada tahun 2013. Indonesia diprediksi akan mengalami

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data "Indonesian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data Indonesian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi osteoporosis dan cacat tulang di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data "Indonesian White Paper" yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pengertian Tulang Tulang merupakan jaringan ikat, terdiri dari sel, serat, dan substansi dasar yang berfungsi untuk penyokong dan pelindung kerangka. Tulang merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Penyembuhan pada Fraktur. Tulang adalah suatu jaringan biologis yang bersifat dinamis dan terdiri dari sel-sel yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan kasus yang sering terjadi pada manusia maupun hewan. Fraktur pada hewan umumnya disebabkan karena trauma dan penyakit (pathologic fracture). Menurut Piermattei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan mortalitas penyakit di Rumah Sakit, cedera menduduki urutan ketiga terbanyak proporsi

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sampai waktu panen domba. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho dkk., 2007). Selain fungsi mekanis, tulang juga berperan penting dalam aktivitas metabolik (Meneghini

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang pengaruh implantasi subkutan logam kobalt kromium sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah salah satu organ terbesar dalam tubuh. Kulit menutupi tubuh 2 m 2, berat sekitar 3 kg atau 15% dari berat badan dan menerima 1/3 suplai sirkulasi darah

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci