BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun medial dan pertumbuhannya mengarah ke kornea (Tan, 2002).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun medial dan pertumbuhannya mengarah ke kornea (Tan, 2002)."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pterygium merupakan penyakit pada permukaan mata yang merupakan pertumbuhan berbentuk segitiga terdiri atas epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva yang mengalami hipertrofi, bisa terjadi pada sisi lateral maupun medial dan pertumbuhannya mengarah ke kornea (Tan, 2002). Pterygium banyak ditemukan di daerah tropis dan sub tropis yang terletak di dekat garis ekuator (Tan, 2002). Di Indonesia angka kejadian pterygium pada penduduk diatas 21 tahun mencapai 10% (Gazzard et al., 2002). Beberapa faktor risiko yang telah diketahui antara lain berpredisposisi genetik, mekanisme imun dan iritasi kronik dari lingkungan termasuk sinar ultraviolet, angin dan debu, walaupun etiologi pastinya masih belum jelas diketahui (Lee dan Jeong, 1987). Pterygium telah dilaporkan berkaitan dengan kejadian astigmatisme dan menurunkan tajam penglihatan (Gazzard et al., 2002). Pterygium tingkat lanjut juga akan mengakibatkan kekeruhan kornea yang berujung pada gangguan penglihatan bahkan bisa menyebabkan kebutaan. Penatalaksanaan utama dari pterygium adalah pengangkatan pterygium secara bedah. Teknik operasi pterygium telah banyak berkembang, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari teknik terbaik dalam mengatasi perdangan, mencegah kekambuhan dan kenyamanan pasien. Teknik transplantasi autograft konjungtiva ditemukan lebih baik dalam mencegah kekambuhan 1

2 2 dibandingkan dengan teknik bare sclera maupun transplantasi amnion ( Özer et al., 2009). Dalam melakukan penempelan cangkok konjungtiva terdapat dua teknik yang dapat dilakukan dengan penjahitan dan menggunakan lem fibrin. Penggunaan lem fibrin pada teknik cangkok konjungtiva limbal telah dikembangkan untuk meningkatkan kenyamanan pasca operasi, mengurangi peradangan dan kekambuhan. Operasi pterygium dengan teknik transplantasi auto-konjungtiva menggunakan lem fibrin dapat dilakukan dalam waktu yang lebih cepat dan mempunyai tingkat peradangan yang lebih ringan pasca operasi dibandingkan dengan teknik penjahitan dengan benang polyglactin 10.0 (Srinivasan et al., 2009). Lem fibrin merupakan material biologis yang bersifat adesif terdiri atas komponen fibrinogen dan komponen trombin. Lem fibrin komersial yang beredar saat ini terbuat dari plasma beku donor untuk komponen fibrinogen dan plasma beku segar bovine untuk komponen trombinnya. Karena bersumber dari serum donor dan bovine maka kemungkinan penularan penyakit viral maupun bakterial akan meningkat. Sumber lem fibrin yang lain adalah dengan menggunakan darah pasien sendiri atau disebut lem fibrin autologus. Karena bersumber dari darah pasien sendiri maka akan menekan kejadian trasmisi penyakit maupun reaksi alergi (Man et al., 2001). Penggunaan lem fibrin baik lem fibrin komersial maupun lem fibrin autolog pada bidang mata masih terbatas. Beberapa penelitian telah membuktikan efektivitas dan keamanan lem fibrin komersial. Srinivasan et al. pada tahun 2009

3 3 telah melakukan penelitian operasi pterygium menggunakan lem fibrin komersial dengan merek dagang Tiseel dibandingkan dengan teknik penjahitan dengan benang polyglactin 10-0, sementara itu Harvey et al. pada tahun 2005 menggunakan lem fibrin komersial dengan merek dagang Beriplast P yang dibandingkan dengan teknik penjahitan menggunakan nylon Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa lem fibrin komersial aman digunakan dan mempunyai efektivitas yang setara dengan teknik penjahitan karena mempunyai waktu operasi yang lebih pendek dan tingkat inflamasi pasca operasi yang lebih rendah dibadingkan dengan teknik penjahitan (Srinivasan et al., 2009 dan Harvey et al., 2005). Enus dan kawan-kawan pada tahun 2009 melakukan penelitian penggunaan lem fibrin autolog untuk menempelkan cangkok konjungtiva pada hewan coba dan dalam hasilnya dinyatakan bahwa penggunaan lem fibrin autolog lebih efektif dibandingkan dengan teknik penjahitan karena waktu operasi yang lebih singkat dan stabilitas penempelan cangkok yang baik (Enus et al., 2009). Uji klinis pemakaian lem fibrin autolog dalam bedah pterygium inflamasi telah dilakukan dan didapatkan hasil bahwa hiperemia pasca operasi lebih rendah dibandingkan dengan teknik jahitan (Rifada, 2010). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya penggunaan lem fibrin komersial maupun lem fibrin autolog yang dalam operasi pterygium lebih banyak dibandingkan dengan teknik jahitan. Hingga saat ini belum didapatkan laporan mengenai perbandingan klinis penggunaan lem fibrin

4 4 komersial dengan lem fibrin autolog pada operasi pterygium sehingga peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan pada kecepatan operasi, kenyamanan pasien pasca operasi, dan derajat hiperemis pada operasi pterygium dengan teknik autograft konjungtiva antara yang menggunakan lem fibrin autolog dibandingkan dengan lem fibrin komersial? C. Keaslian Penelitian Pada penelitian ini penulis akan meneliti perbedaan autograf konjungtiva pasca eksisi pterigium primer yang direkatkan dengan menggunakan lem fibrin (Beriplast-P) dibandingkan dengan lem fibrin autolog setelah aplikasi mitomycin C. Follow up akan dilakukan pada hari ke-2, minggu ke-1, 2, dan 4 pasca operasi, pada tiap follow up akan dinilai keluhan subyektif seperti rasa nyeri, mata berair, rasa mengganjal, dan rasa gatal dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Penelitian ini juga akan menilai lamanya operasi dan derajat hiperemis konjungtiva. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai lem fibrin baik autolog maupun komersial yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.

5 5 Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Tahun Metode Hasil Uy et al Case series intervensional prospektif pada 22 mata Waktu operasi dan gejala pasca operasi kelompok lem fibrin (Beriplast ) lebih rendah dibanding jahitan (nylon 10.0) secara signifikan. Midha al. et Srinivasan et al Prospektif terandomisasi pada 60 mata 2009 Prospektif terandomisasi dengan masking pada pengamat pada 40 mata Rifada 2010 Uji klinis acak terkontrol pada 28 mata Waktu operasi & gejala pasca operasi kelompok lem fibrin (ReliSeal TM ) lebih rendah dibanding kelompok teknik jahitan secara signifikan. Perlekatan graft pada kelompok lem fibrin (Tiseel ) sama kuat dibandingkan kelompok jahitan (polyglactin 10-0), tingkat peradangan kelompok lem fibrin lebih rendah dibandingkan kelompok jahitan. Derajat hipermis pasca operasi kelompok lem fibrin autolog lebih rendah dibanding kelompok jahitan. Penelitian ini 2013 Uji klinis kuasi eksperimental Durasi operasi, kenyamanan pasca operasi dan proporsi hiperemis konjungtiva antara lem fibrin autolog dan lem fibrin komersial D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kecepatan operasi, kenyamanan pasien dan derajat hiperemis pasca operasi pada operasi pterygium dengan teknik autograft konjungtiva antara yang menggunakan lem fibrin autolog dengan lem fibrin komersial.

6 6 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang perbandingan kecepatan operasi, kenyamanan pasien pasca operasi dan derajat hiperemis pada operasi pterygium dengan teknik autograft konjungtiva antara yang menggunakan lem fibrin komersial dengan lem fibrin autolog. 2. Manfaat Praktis Lem fibrin autologus diharapkan dapat digunakan pada operasi pterygium sebagai alternatif pengganti lem fibrin komersial untuk penempelan tandur konjungtiva bulbi.

BAB I PENDAHULUAN. pasien datang berobat ke dokter mata. Penyebab mata berair adalah gangguan

BAB I PENDAHULUAN. pasien datang berobat ke dokter mata. Penyebab mata berair adalah gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata berair merupakan salah satu gejala yang banyak dikeluhkan dan membuat pasien datang berobat ke dokter mata. Penyebab mata berair adalah gangguan stabilitas lapisan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Pasien, Keluarga Pasien, Petugas/Pengunjung di Poli Mata RSUD Dr.Saiful Anwar-Malang

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Pasien, Keluarga Pasien, Petugas/Pengunjung di Poli Mata RSUD Dr.Saiful Anwar-Malang SATUAN ACARA PENYULUHAN Materi Penyuluhan Sasaran Tempat : Pterygium : Pasien, Keluarga Pasien, Petugas/Pengunjung di Poli Mata RSUD Dr.Saiful Anwar-Malang : Di Poliklinik Mata RSUD. Dr.Saiful Anwar Hari/Tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium tumbuh

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium tumbuh BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 KERANGKA TEORI 2.1.1 Definisi Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEKAMBUHAN PASCA EKSTIRPASI PTERYGIUM METODE BARE SCLERA DENGAN TRANSPLANTASI LIMBAL STEM SEL

PERBEDAAN KEKAMBUHAN PASCA EKSTIRPASI PTERYGIUM METODE BARE SCLERA DENGAN TRANSPLANTASI LIMBAL STEM SEL PERBEDAAN KEKAMBUHAN PASCA EKSTIRPASI PTERYGIUM METODE BARE SCLERA DENGAN TRANSPLANTASI LIMBAL STEM SEL ARTIKEL KARYA ILMIAH Diajukan untuk : Memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan dalam menempuh Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pterigium merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan pertumbuhan jaringan fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang menginvasi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai dari kelainan kongenital dan dapatan, termasuk juga inflamasi dan gangguan perkembangan.

Lebih terperinci

06/10/2011 PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS)

06/10/2011 PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS) PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS) 1 Site with normal flora KONJUKTIVITIS Peradangan konjungtiva oleh virus, bakteri, klamidia, alergi atau trauma Etiologi Konjuktivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal,

Lebih terperinci

Membran amnion terdiri dari satu lapisan sel epitel kuboid, membran basement tebal dan stroma matriks avascular, longgar melekat pada korion.

Membran amnion terdiri dari satu lapisan sel epitel kuboid, membran basement tebal dan stroma matriks avascular, longgar melekat pada korion. Transplantasi membran amnion dalam oftalmologi Membran amnion, amnion atau, terdiri dari lapisan paling dalam dari plasenta. Transplantasi membran amnion (AMT) telah digunakan dalam berbagai jenis surgery1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya dan membutuhkan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkembang. Laser-Assisted insitu Keratomileusis (LASIK) adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkembang. Laser-Assisted insitu Keratomileusis (LASIK) adalah salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bedah refraksi merupakan teknik manajemen miopia yang sangat berkembang. Laser-Assisted insitu Keratomileusis (LASIK) adalah salah satu teknik bedah yang lebih banyak

Lebih terperinci

Teknik Lem Fibrin Otologus pada Cangkok Konjungtiva Bulbi Mata Kelinci

Teknik Lem Fibrin Otologus pada Cangkok Konjungtiva Bulbi Mata Kelinci Teknik Lem Fibrin Otologus pada Cangkok Konjungtiva Bulbi Mata Kelinci 1 2 1 Sutarya Enus, Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, Angga Kartiwa 1 Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I IDENTITAS PASIEN

BAB I IDENTITAS PASIEN Universitas Muhammadiyah Jakarta BAB I IDENTITAS PASIEN I. IDENTITAS Nama : Ny. Tarsiah Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 77 tahun Pekerjaan : IRT Alamat : Cintajaya Lakbok No. RM : 218801 Tanggal Pemeriksaan

Lebih terperinci

pada teknik LFO lebih kuat dibandingkan dengan teknik jahitan namun secara statistik tidak bermakna satu hari pascabedah. [MKB. 2011;43(4):183 8].

pada teknik LFO lebih kuat dibandingkan dengan teknik jahitan namun secara statistik tidak bermakna satu hari pascabedah. [MKB. 2011;43(4):183 8]. Peran Lem Fibrin Otologus pada Penempelan Tandur Konjungtiva Bulbi Mata Kelinci terhadap Ekspresi Gen Fibronektin dan Integrin Sutarya Enus, 1 Gantira Natadisastra, 1 M. Nurhalim Shahib, 2 Rachmat Sulaeman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Sumber daya alam hayati berupa tanaman yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata. atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata.

BAB I PENDAHULUAN. Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata. atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata. Agar mata terasa nyaman dan penglihatan baik, sel-sel

Lebih terperinci

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Struktur Proses Hasil Petugas : 1. Dokter Puskesmas 2. Pramedis 3. Kader Katarak Anamnesis Gejala dan tanda : 1. Penurunan tajam penglihatan secara perlahan

Lebih terperinci

Pterygium Surgery with Conjunctival Autograft without Suture or Fibrin Glue

Pterygium Surgery with Conjunctival Autograft without Suture or Fibrin Glue 60 ORIGINAL ARTICLE Pterygium Surgery with Conjunctival Autograft without Suture or Fibrin Glue Indira Silviandari Palang Merah Indonesia (PMI) Hospital, Bogor, West Java ABSTRACT Background: To research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3 terbesar di dunia setelah penyakit katarak dan glaukoma,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

Diagnosa banding MATA MERAH

Diagnosa banding MATA MERAH Diagnosa banding MATA MERAH Konjungtivitis Keratitis Uveitis Anterior Glaukoma Kongestif Akut Visus Normal Tergantung letak infiltrat Menurun perlahan, tergantung Menurun ak letak radang Hiperemi konjungtiva

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan kasus yang sering terjadi pada manusia maupun hewan. Fraktur pada hewan umumnya disebabkan karena trauma dan penyakit (pathologic fracture). Menurut Piermattei

Lebih terperinci

kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan

kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN PTERIGIUM POST OPERASI DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA lda Farida', Syamsul Hidayatb Nataniel Tandirogang' "Program Studi Kedokteran Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hingga saat ini luka bakar masih dapat menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health Organization

Lebih terperinci

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi masa kini terus menuju perubahan yang sangat signifikan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis residif, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat dan sering terjadi kekambuhan. Umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik atau gatal-gatal masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak-anak karena sifatnya yang kronik residif sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien

Lebih terperinci

Erry, 1 Ully Adhie Mulyani 1 dan Dwi susilowati 1

Erry, 1 Ully Adhie Mulyani 1 dan Dwi susilowati 1 Distribusi dan Karakteristik di Indonesia Erry, 1 Ully Adhie Mulyani 1 dan Dwi susilowati 1 Abstract Background: Pterygium is an epithelial conjunctiva bulbi and connective tissue growth that could cause

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2002 menyebutkan angka kebutaan diseluruh dunia sekitar

Lebih terperinci

Albumin Telur Sebagai Lem pada Operasi Cangkok Konjungtiva

Albumin Telur Sebagai Lem pada Operasi Cangkok Konjungtiva pissn: 0126-074X; eissn: 2338-6223; http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v48n4.925 Albumin Telur Sebagai Lem pada Operasi Cangkok Konjungtiva R. Angga Kartiwa, Iwan Sovani, Sutarya Enus, Arief Boediono, Retti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KERANGKA TEORI 2.1.1. Definisi dan Morfologi Pterigium Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif (Ilyas, 2011). Pterigium

Lebih terperinci

Nama Jurnal : European Journal of Ophthalmology / Vol. 19 no. 1, 2009 / pp. 1-9

Nama Jurnal : European Journal of Ophthalmology / Vol. 19 no. 1, 2009 / pp. 1-9 Judul Jurnal : Efektifitas Penggunaan Levofloxacin Yang di Berikan Tiga Kali Sehari Untuk Pengobatan Konjungtivitis Bakterial Ditinjau Secara Klinis dan Mikrobiologis Nama Jurnal : European Journal of

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan kesayangan terutama anjing dan kucing. Fraktur pada hewan, umumnya disebabkan oleh trauma seperti terbentur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelainan refraksi 2.1.1 Definisi kelainan refraksi Kelainan refraksi merupakan suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (makula retina atau bintik kuning)

Lebih terperinci

induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan

induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutaan saat ini masih merupakan masalah gangguan penglihatan di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) tentang angka kebutaan global, didapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Mata 2.1.1 Bola Mata Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar 24,5 mm. 2.1.2 Konjungtiva Konjungtiva adalah membran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi ringan atau akut adalah respons awal dan cepat terhadap kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi ringan atau akut adalah respons awal dan cepat terhadap kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi ringan atau akut adalah respons awal dan cepat terhadap kerusakan sel yang bertujuan untuk mengeradikasi bahan atau mikroorganisme. Pada umumnya proses ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keratitis ulseratif atau ulkus kornea adalah suatu kondisi inflamasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Keratitis ulseratif atau ulkus kornea adalah suatu kondisi inflamasi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keratitis ulseratif atau ulkus kornea adalah suatu kondisi inflamasi yang melibatkan disrupsi lapisan epitel dan stroma kornea. Karakteristik keratitis ulseratif adalah

Lebih terperinci

B A B PENDAHULUAN. seperti hernia inkarserata, masih merupakan perdebatan. Jaringan yang edema,

B A B PENDAHULUAN. seperti hernia inkarserata, masih merupakan perdebatan. Jaringan yang edema, B A B I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Repair hernia pada operasi bersih terkontaminasi atau terkontaminasi, seperti hernia inkarserata, masih merupakan perdebatan. Jaringan yang edema, terinflamasi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tonsillitis atau yang lebih dikenal masyarakat dengan amandel sering diderita anakanak. Kejadian tersebut sering membuat ibu-ibu merasa khawatir, karena banyak berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri mempunyai peranan penting yang sangat besar dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Banyak industri kecil dan menengah baik formal maupun informal mampu menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis adalah peradangan pada jaringan pendukung gigi yang dapat menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Pencemaran merupakan dampak yang tidak diharapkan dari pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis)

LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis) Nama : IRRENA RAMAHADI NIM : 15308071 LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis) Latar belakang adanya LASIK (Laser Assisted In Situ Keratomileusis) ini adalah banyaknya pengguna kacamata dan kontak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Efusi pleura merupakan keadaan yang umum dijumpai pada kasus penyakit paru dan seringkali sulit untuk didiagnosa dan ditangani. (Lee YCG, 2013) Efusi pleura merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis. Luka bakar tersebut mendominasi persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik

BAB V PEMBAHASAN. subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik 77 BAB V PEMBAHASAN Rancangan penelitian eksperimental murni ini menggunakan dua kelompok subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik dan larutan salin hipertonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding indera lainnya. Para ahli mengatakan, jalur utama informasi 80% adalah melalui mata. Mata sering disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. (66,6%), limfosit terdapat di 4 subyek (44,4%) dan monosit terdapat di 3 subyek

BAB V PEMBAHASAN. (66,6%), limfosit terdapat di 4 subyek (44,4%) dan monosit terdapat di 3 subyek BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan 9 pasien dengan derajat ringan dengan eosinofil terdapat di 3 subyek (33,3%), neutrofil terdapat di 6 subyek (66,6%), limfosit terdapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu pterygion yang berarti wing

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu pterygion yang berarti wing BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pterigium 2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Istilah pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu pterygion yang berarti wing atau sayap. Pterigium merupakan proliferasi jaringan fibrovaskular

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian fraktur tidak hanya terjadi pada manusia. Fraktur pada hewan merupakan kasus yang juga biasa ditangani oleh dokter hewan baik dari Rumah Sakit Hewan maupun Klinik Hewan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Penurunan kapasitas fungsi dapat menyebabkan penurunan. patologi morfologis maupun patologi fungsional.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Penurunan kapasitas fungsi dapat menyebabkan penurunan. patologi morfologis maupun patologi fungsional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi tangan dan jari dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam aktifitas kerja, vokasi, olahraga maupun kegiatan hobi dan rekreasi sangatlah penting.

Lebih terperinci

TATALAKSANA TRAUMA PADA MATA No.Dokumen No. Revisi 00

TATALAKSANA TRAUMA PADA MATA No.Dokumen No. Revisi 00 Puskesmas Buleleng II TATALAKSANA TRAUMA PADA MATA No.Dokumen No. Revisi 00 Halaman 1/6 SOP/Protap Trauma Mata Tgl. Terbit 10 Pebruari 2016 Ditetapkan dr. Ni Luh Sustemy NIP.197205042007012023 Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungtivitis merupakan salah satu jenis inflamasi yang dapat terjadi pada mata. Konjungtivitis dapat terjadi karena berbagai macam faktor diantara lain: alergi, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konjungtivitis adalah inflamasi pada konjungtiva yang ditandai dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013). Penyakit ini dapat dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dijumpai diusia tua. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. umum dijumpai diusia tua. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Degenerasi sendi pada osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang paling umum dijumpai diusia tua. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada perempuan daripada laki-laki.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami

Lebih terperinci

PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER

PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER Tesis Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak berkembangnya teknologi dan pengetahuan, membuat semakin meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. Kesadaran atas kesehatan kadang kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuantitas perokok di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Data WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga dibawah Cina dan India.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah di bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah di bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah di bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan dari seseorang yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat ringan, sedang-berat dengan rerata usia subyek 26,6 ± 9,2 tahun, umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Kebanyakan lensa mata menjadi agak keruh setelah berusia lebih dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam periode waktu yang pendek tanpa air. Syarat kuantitas dan kualitas merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam periode waktu yang pendek tanpa air. Syarat kuantitas dan kualitas merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan molekul yang sangat esensial bagi kehidupan semua makhluk hidup, termasuk manusia. Hampir semua organisme hidup hanya dapat bertahan dalam periode waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon

Lebih terperinci

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan jaringan yang tidak memiliki pembuluh darah (avaskular). Kornea berfungsi sebagai membran pelindung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi menengah ke atas. Hingga nilai beli terhadap sesuatu yang sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prosedur Refraksi adalah salah satu prosedur elektif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prosedur Refraksi adalah salah satu prosedur elektif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur Refraksi adalah salah satu prosedur elektif yang paling sering dilakukan dan akan terus populer dengan semakin halusnya pengerjaan teknik ablasi dan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Small Incision Cataract Surgery (SICS) merupakan teknik operasi katarak yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Insisi di

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak berasal dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menyebabkan gangguan penglihatan, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. untuk membandingkan adakah perbedaan Visual Analog Scale (VAS)

BAB III METODE PENELITIAN. untuk membandingkan adakah perbedaan Visual Analog Scale (VAS) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian ex-post facto yang berguna untuk membandingkan adakah perbedaan Visual Analog Scale (VAS) terapi TENS dan IR dengan TENS,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian non eksperimental atau observasional yang merupakan metode penelitian secara observasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

DI RSUD DR SOEDARSO PONTIANANAK

DI RSUD DR SOEDARSO PONTIANANAK NASKAH PUBLIKASI PERBANDINGAN KEJADIAN INFLAMASI DAN REKURENSI ANTARA BENANG NYLON DAN BENANG VICRYL PASCA OPERASI PTERIGIUM DENGAN TEKNIK LIMBAL-CONJUNCTIVAL AUTOGRAFT DI RSUD DR SOEDARSO PONTIANANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang paling sering ditemui, yang ditandai dengan kerusakan kartilago dan penyempitan celah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dikembangkan suatu model tikus stroke dengan cara menyuntikan darah tikus autologus melalui arteri karotid kanan. Penyuntikan darah tikus autolog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan negara dari berbagai aspek tentunya dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei sampai bulan Agustus 2015 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi. Osteoarthritis tergolong penyakit

Lebih terperinci