BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses sosial masyarakat sebab bahasa merupakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses sosial masyarakat sebab bahasa merupakan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Muna (yang selanjutnya disingkat BM) digunakan sebagai alat komunikasi atau bahasa pengantar dalam interaksi kehidupan oleh hampir semua penduduk yang mendiami Pulau Muna. Bahasa bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses sosial masyarakat sebab bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. BM dikatakan sebagai produk budaya masyarakat Muna karena merupakan salah satu aspek dari tujuh aspek kebudayaan. BM terdapat di wilayah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Wilayah pemakaian bahasa ini meliputi seluruh Pulau Muna, sebagian Pulau Buton yang masuk wilayah Muna, sebagian Kabupaten Buton, dan sebagian Kota Kendari. Seperti halnya bahasa daerah lain, bahasa daerah Muna juga memiliki variasi bahasa. Van den Berg dalam bukunya A Grammar of the Muna Language (1989: 7) menyatakan bahwa untuk sementara dalam BM terdapat tiga variasi/dialek. Ketiga dialek itu adalah (1) dialek Gu Mawasangka yang wilayah pemakaiannya terdapat di Kecamatan Gu dan Mawasangka Kabupaten Buton, berlokasi di bagian Selatan daratan Muna; (2) dialek Tiworo yang wilayah pemakaiannya terdapat di Kecamatan Tiworo Kepulauan, berlokasi di sebelah Barat Laut Pulau Muna. Penduduk yang memakai dialek ini adalah orang-orang Bajo, Bugis, Muna, dan orang-orang yang datang dari Kadatua Kabupaten Buton; dan (3) dialek Muna Standar yang wilayah pemakaiannya meliputi 1

2 2 Kecamatan Katobu, Kecamatan Duruka, Kecamatan Lohia, Kecamatan Kabawo, Kecamatan Tongkuno, dan sebagian besar di Wakorumba Kabupaten Muna. Dialek yang menjadi kajian dalam penelitian ini, dipusatkan pada salah satu dialek yaitu Dialek Muna Standar (DMS). Pemilihan DMS sebagai lokasi penelitian disebabkan oleh pertimbangan (1) BM DMS secara historis telah menjadi bahasa kerajaan sejak zaman kerajaan Muna, (2) BM DMS telah banyak digunakan dalam tulismenulis, seperti dalam perundang-undangan, perjanjian-perjanjian, dan sebagainya, dan (3) BM DMS telah diajarkan di sekolah-sekolah dan dianggap sebagai bahasa baku (Sande, dkk., 1986). Seperti halnya beberapa bahasa daerah lain di Indonesia, BM juga mengenal tingkatan bahasa (speech level). Tingkatan bahasa dalam BM dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: tingkatan tinggi (halus), tingkatan sedang, dan tingkatan rendah (kasar) (Van den Berg, 1989; Sidu, 2004). Seperti halnya perbedaan yang terdapat pada masing-masing dialek, dalam BM juga terdapat perbedaan pada tiap-tiap tingkatan yang terjadi pada tataran leksikon (kata). Perbedaan lain yang terdapat pada tiap-tiap tingkatan terjadi pada tataran sintaksis (kalimat). Perhatikan contoh pada tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Tingkatan BM Bentuk Makna Tingkatan bahasa Tinggi/Halus Sedang Rendah/Kasar Kata makan Febhaku tangkahi/fuma bhalela/bhantolo Kalimat Apakah Anda sudah makan? Bhara padamo defebhakuhi itua? Bhara padamo ofuma itua? Bhara padamo obhalela itua? Verba dalam BM dibagi dalam tiga kelas utama, yaitu: kelas a-, kelas ae-, dan kelas ao- (Van den Berg, dkk., 2000). Pembagian ini berdasarkan bentuk infleksi pada

3 3 kata ganti (KG) orang. Masing-masing kelas dibagi lagi menjadi dua bentuk, yaitu: realis dan irrealis. Realis dipakai untuk waktu sekarang (present) dan waktu lampau (past), sedangkan irrealis dipakai untuk waktu akan datang (future). Berikut ini daftar infleksi bagi ketiga kelas tersebut untuk semua persona (1 = orang pertama atau saya; 2 = orang kedua atau kamu/engkau/anda dan seterusnya; tg = tunggal, hor = bentuk hormat atau honorifik; du = dualis atau bentuk berdua; jm = jamak; ink = inklusif atau kita; eks = ekslusif atau kami). Perhatikan tabel berikut. Tabel 1.2 Verba BM bentuk realis Orang Kelas a- Kelas ae- Kelas aokala pergi late tinggal lodo tidur tg 1 akala aelate aolodo 2 okala omelate omolodo 2 hor tokala telate tolodo 3 nokala nelate nolodo du 1 ink dokala delate dolodo jm 1 ink dokala amu delate emu dolodo omu 1 eks takala taelate taolodo 2 okala amu omelate emu omolodo omu 2 hor tokala amu telate emu tolodo omu 3 dokala delate dolodo Bentuk irrealis (untuk masa akan datang dan sesudah kata ingkar) agak berbeda. Bagi kelas ae- dan ao-, prefiks persona kadang-kadang sama, kadang-kadang juga tidak sama. Bagi kelas a-, selain prefiks persona yang berbeda ada juga infiks um- yang hadir dalam bentuk irrealis itu. Perhatikan tabel berikut.

4 4 Tabel 1.3 Verba BM bentuk irrealis Orang Kelas a- Kelas ae- Kelas aokala pergi late tinggal lodo tidur tg 1 akala aelate aolodo 2 okumala omelate omolodo 2 hor takumala taelate taolodo 3 nakumala naelate naolodo du 1 ink dakumala daelate daolodo jm 1 ink dakumala amu daelate emu daolodo omu 1 eks takumala taelate taolodo 2 okumala amu omelate emu omolodo omu 2 hor takumala amu taelate emu taolodo omu 3 dakumala daelate daolodo Konstruksi kausatif dan aplikatif BM penting dibahas karena dapat mengungkapkan struktur dasar kalimat BM dan mekanisme perubahan valensi verba dan relasi gramatikal konstruksi kausatif dan aplikatif BM. Penelitian BM khususnya yang membicarakan konstruksi kausatif dan aplikatif BM dengan menerapkan Teori Tipologi Kausatif dan Teori Tatabahasa Relasional (Teori Relasional) belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian tentang konstruksi kausatif dan aplikatif BM menjadi tanggung jawab ilmiah bersama untuk mengungkapnya dalam sebuah tindakan penelitian. Salah satu keunikan yang terdapat dalam BM dapat dilihat dari banyaknya jumlah bentuk terikat, baik yang berupa klitik maupun berupa afiks. Salah satu klitik tersebut adalah klitik pronomina (KP). (KP) dalam BM selalu bersesuaian dengan subjek (S) dan sebagai pemarkah aspek, misalnya seperti terlihat pada contoh berikut.

5 5 (1.1a) Inodi a-wogha anoa naewine. 1T KP/1T/FUT-pukul 3T besok Saya akan memukul dia besok (1.1b) Inodi a-wogha-mo anoa indewi. 1T KP/1T-pukul-PAST 3T kemarin Saya telah memukul dia kemarin (1.2a) Ihintu o-wogha anoa naewine. 2T KP/2T/FUT-pukul 3T besok Kamu akan memukul dia besok (1.2b) Ihintu o-wogha-mo anoa indewi. 2T KP/2T-pukul-PAST 3T kemarin Kamu telah memukul dia kemarin (1.3a) Anoa na-wogha inodi naewine. 3T KP/3T/FUT-pukul 1T besok Dia akan memukul saya besok (1.3b) Anoa no-wogha-mo inodi indewi. 3T KP/3T-pukul-PAST 1T kemarin Dia telah memukul saya kemarin (1.4a) Insaidi ta-wogha anoa naewine. 1JEKS KP/1JEKS/FUT-pukul 3T besok Kami akan memukul dia besok (1.4b) Insaidi ta-wogha-mo anoa indewi. 1JEKS KP/1JEKS-pukul-PAST 3T kemarin Kami telah memukul dia kemarin (1.5a) Intaidi da-wogha anoa naewine. 1JINK KP/1JINK/FUT-pukul 3T besok Kita akan memukul dia besok (1.5b) Intaidi do-wogha-mo anoa indewi. 1JINK KP/1JINK-pukul-PAST 3T kemarin Kita telah memukul dia kemarin Contoh di atas memperlihatkan bahwa masing-masing klitik pada contoh (1.1a) sampai dengan (1.5b) harus bersesuaian dengan subjeknya pada masing-masing kalimat. KP {a-} pada (1.1a) bersesuaian dengan S pronomina pertama tunggal inodi saya ; {o-}

6 6 pada (1.2a) bersesuaian dengan S pronomina kedua tunggal ihintu kamu ; {na-} pada (1.3a) bersesuaian dengan S pronomina ketiga tunggal anoa dia ; {ta-} pada (1.4a) bersesuaian dengan S pronomina pertama jamak eksklusif insaidi kami ; dan klitik {da-} pada (1.5a) bersesuaian dengan S pronomina pertama jamak inklusif intaidi kita. Berikut diberikan bagan klitik pronomina (KP) BM yang melekat pada verba. Bagan 1 KP BM yang melekat pada verba 1T 2T 3T Inodi saya, aku Ihintu kamu. anda Anoa dia a- ae- ao- o- ome- om- na- nae- nao- ne- no- 1 JEKS 1 JINK Insaidi kami Intaidi kita ta- tae- tao- da- dae- 2J Ihintu umu kalian 3J Andoa mereka o- -mu omo- -mu ome- -mu da- de- do-

7 7 Sementara itu, afiks dalam BM, selain berfungsi untuk membentuk verba juga berfungsi untuk mengubah valensi sebuah verba. Verba dalam BM dapat diderivasi dari adjektif dan nomina. Adjektif seperti, kata a baik dengan afiks {nofe- + -hi} diderivasi menjadi nofekata ahi memperbaiki, dan nomina anahi anak berubah menjadi verba koanahi melahirkan karena kehadiran afiks {ko-}. Pemanfaatan afiks untuk mengubah valensi verba dapat dilihat pada contoh berikut. (1.6a) Inodi ae-gholi o boku indewi. 1T KP/1T-beli ART buku kemarin Saya membeli buku kemarin (1.6b) Inodi ae-gholi-gho-mo Wa Fitri o boku indewi. 1T KP/1T-beli-APL-PAST ART Fitri ART buku kemarin Saya telah membelikan Si Fitri buku kemarin (1.6c) *Inodi ae-gholi-gho-mo Wa Fitri indewi. 1T KP/1T-beli-APL-PAST ART Fitri kemarin Saya telah membelikan Si Fitri kemarin (1.6d) *Inodi ae-gholi-gho-mo o boku indewi. 1T KP/1T-beli-APL-PAST ART buku kemarin Saya telah membelikan buku Dari contoh di atas tampak bahwa valensi verba gholi membeli mengalami perubahan pada saat sufiks penanda aplikatif {gho} ditambahkan pada verba tersebut. Verba gholi membeli yang sebelumnya hanya memerlukan dua argumen inti, yaitu inodi saya dan o boku buku, berubah menjadi verba yang bervalensi tiga, yakni inodi saya, o boku buku, dan Wa Fitri Si Fitri. Hal ini terbukti dengan ketidakgramatikalan kalimat (1.6c) dan (1.6d). Selanjutnya, o- yang mendahului nomina o boku buku pada kalimat (1.6a, 1.6b, dan 1.6d), yakni sebagai artikel yang berada pada O. Selain sebagai artikel, o- juga sebagai KP kedua tunggal seperti pada (1.2a) dan (1.2b) yang dapat dibedakan dari (1)

8 8 segi penulisan, dan (2) segi struktur. Dari segi penulisan, dalam ejaan BM ditetapkan bahwa penulisan artikel o- dipisahkan dari kata yang mengikutinya, sedangkan bila o- sebagai KP kedua tunggal ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Dari segi struktur, artikel o- diikuti oleh nomina yang bisa terdapat pada S dan O, sedangkan KP kedua tunggal diikuti oleh verba (Sidu, 1996: 26). Konstruksi kausatif dan aplikatif BM memang sangat menarik untuk diteliti karena syarat dengan perubahan-perubahan morfologis verba yang berimplikasi pada perubahan valensi (jumlah argumen) yang menyertainya. Dengan menggunakan Teori Relasional, fenomena tersebut telah diungkap secara lebih mendalam dalam penelitian ini. Tahap-tahap perubahan valensi (penambahan atau pengurangan jumlah argumen) konstruksi kausatif dan aplikatif BM dapat diamati dengan jelas melalui diagram relasional. Demikian juga dengan perubahan relasi gramatikal atau hierarki relasional dari masing-masing argumen kedua konstruksi tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang di atas, dapatlah disimpulkan bahwa data dan informasi yang lebih menyeluruh dan telaahan yang lebih komprehensif tentang konstruksi kausatif dan aplikatif BM hingga setakat ini, belum dibahas dan dikaji. Berkaitan dengan perlunya pembahasan dan pengkajian, maka permasalahan pokok yang menjadi tumpuan dan pijakan dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah struktur dasar kalimat BM berdasarkan kategori predikat? 2) Bagaimanakah mekanisme perubahan valensi verba dan relasi gramatikal konstruksi kausatif dan aplikatif BM? 3) Bagaimanakah karakteristik kausatif dan aplikatif BM?

9 9 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membuktikan dan menguji kemuktakhiran Teori Tipologi Kausatif dan Teori Tatabahasa Relasional (Teori Relasional) dalam BM. Selain itu, temuan hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah sintaksis BM, khususnya yang bertalian dengan konstruksi kausatif dan aplikatif BM. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan kontribusi secara adaptif dan kreatif dan informasi baru dalam bidang sintaksis BM Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk melihat dan mendapatkan gambaran secara terperinci tentang karakteristik atau prototipe BM yang meliputi: 1) Struktur dasar kalimat BM berdasarkan kategori predikat; 2) Mekanisme perubahan valensi verba dan relasi gramatikal pada konstruksi kausatif dan aplikatif BM; dan 3) Karakteristik kausatif dan aplikatif BM. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini mencakup dua hal, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis. Untuk lebih jelasnya uraian ini, akan disajikan berikut ini Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini, yakni memberikan tambahan data yang berbeda dan memberikan petunjuk bahwa Teori Tipologi Kausatif dan Teori Tatabahasa Relasional dapat diaplikasikan dalam BM.

10 Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini mendokumentasikan konstruksi kausatif dan aplikatif BM. Pendokumentasian ini dapat dijadikan sebagai salah satu informasi ilmiah tentang karakteristik atau prototipe konstruksi kausatif dan aplikatif BM. Pendokumentasian ini dapat dimanfaatkan untuk studi perbandingan tentang konstruksi kausatif dan aplikatif BM dengan konstruksi kausatif dan aplikatif bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua yang diajarkan kepada siswa yang berlatar belakang BM di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Manfaat praktis lainnya ialah penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi ilmiah yang dapat digunakan sebagai bahan komparasi antara karakteristik atau prototipe konstruksi kausatif dan aplikatif BM dengan karakteristik atau prototipe konstruksi kausatif dan aplikatif bahasa segenelogis. Hasil penelitian ini dapat digunakan pula sebagai salah satu model penyusunan kamus BM, serta dalam kaitan dengan pembelajaran BM, model kajian ini dapat memberikan masukan dalam pengajaran kosakata BM. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup bahasan verba BM sangat luas. Untuk menghindari terlalu luasnya bidang kajian yang berakibat kaburnya permasalahan penelitian ini, maka lingkup penelitian dibatasi hanya membahas secara total BM dan melihat perubahan struktur melalui proses morfologis pada konstruksi kausatif dan aplikatif BM.

PERAN SEMANTIS SUBJEK DALAM KLAUSA BAHASA MUNA

PERAN SEMANTIS SUBJEK DALAM KLAUSA BAHASA MUNA PERAN SEMANTIS SUBJEK DALAM KLAUSA BAHASA MUNA Rahmat Said¹, Ketut Artawa², dan Made Sri Satyawati³ ¹ ² ³Program Studi Magister Linguistik Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian bidang sintaksis yang pernah dilakukan terhadap BM masih belum dijamah atau diteliti secara lebih luas dan

Lebih terperinci

Kata kunci: peran semantis, pronomina persona, bahasa Muna

Kata kunci: peran semantis, pronomina persona, bahasa Muna 197 PERAN SEMANTIS PRONOMINA PERSONA BAHASA MUNA La Ode Sidu Marafad 13 Universitas Halu Oleo sidumarafad@gmail.com ABSTRAK Tujuan penulisan artikel ini ialah untuk mengungkap dan menganalisis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpenduduk ±120 juta jiwa. Selain menjadi bahasa nasional, BJ juga

BAB I PENDAHULUAN. yang berpenduduk ±120 juta jiwa. Selain menjadi bahasa nasional, BJ juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jepang (selanjutnya disingkat BJ) digunakan sebagai alat komunikasi atau pengantar dalam interaksi kehidupan oleh masyarakat Jepang yang berpenduduk ±120 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

STRUKTUR KLAUSA BAHASA MUNA DIALEK GULAMAS

STRUKTUR KLAUSA BAHASA MUNA DIALEK GULAMAS STRUKTUR KLAUSA BAHASA MUNA DIALEK GULAMAS Indra Saputra Abstrak Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah struktur klausa verbal bahasa Muna dialek Gulamas? Penelitian ini bertujuan struktur

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KALIMAT PASIF DALAM BAHASA MUNA Oleh DEWI RETNO OKTAFIANIKOLING

KONSTRUKSI KALIMAT PASIF DALAM BAHASA MUNA Oleh DEWI RETNO OKTAFIANIKOLING KONSTRUKSI KALIMAT PASIF DALAM BAHASA MUNA Oleh DEWI RETNO OKTAFIANIKOLING Email: dewiretnooktafiani@gmail.com ABSTRAK Konstruksi Kalimat Pasif dalam Bahasa Muna. Rumusan Masalah dalam penelitian ini yaitu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

TESIS KONSTRUKSI KAUSATIF DAN APLIKATIF BAHASA MUNA: KAJIAN MORFOSINTAKSIS

TESIS KONSTRUKSI KAUSATIF DAN APLIKATIF BAHASA MUNA: KAJIAN MORFOSINTAKSIS TESIS KONSTRUKSI KAUSATIF DAN APLIKATIF BAHASA MUNA: KAJIAN MORFOSINTAKSIS LA TARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 TESIS KONSTRUKSI KAUSATIF DAN APLIKATIF BAHASA MUNA: KAJIAN MORFOSINTAKSIS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH VALENSI VERBA BAHASA MUNA BERDASARKAN KAJIAN MORFOSINTAKSIS TESIS

JURNAL ILMIAH VALENSI VERBA BAHASA MUNA BERDASARKAN KAJIAN MORFOSINTAKSIS TESIS JURNAL ILMIAH VALENSI VERBA BAHASA MUNA BERDASARKAN KAJIAN MORFOSINTAKSIS TESIS OLEH MINARTI NIM. G2O1 13 032 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bagian dari kajian tipologi gramatikal, konstruksi kausatif cukup menarik untuk dikaji. Hal itu dilandaskan pada beberapa alasan. Pertama, konstruksi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode pengelompokan bahasa adalah leksikostatistik. Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sawardi (2004:1) menjelaskan bahwa teori kebahasaan memahami refleksif berdasarkan pola kalimat umumnya (agen melakukan sesuatu terhadap pasien).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN BENTUK KEPEMILIKAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT, KABUPATEN FLORES TIMUR KEC. ILE BOLENG, DESA LAMANELE. Makalah

ANALISIS PERUBAHAN BENTUK KEPEMILIKAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT, KABUPATEN FLORES TIMUR KEC. ILE BOLENG, DESA LAMANELE. Makalah ANALISIS PERUBAHAN BENTUK KEPEMILIKAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT, KABUPATEN FLORES TIMUR KEC. ILE BOLENG, DESA LAMANELE Makalah OLEH 1. ROSALINDA DERAN UKEL 2. VALENTINA NAF 3. MARIA NOVIANTI NONA PROGRAM

Lebih terperinci

PERAN SEMANTIS PRONOMINA PERSONA BAHASA MUNA

PERAN SEMANTIS PRONOMINA PERSONA BAHASA MUNA RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No. 1 April 2015, 185-200 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret PERAN SEMANTIS PRONOMINA PERSONA BAHASA MUNA La Ode Sidu Marafad Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

Jurnal Sastra Indonesia

Jurnal Sastra Indonesia JSI 2 (1) (2013) Jurnal Sastra Indonesia http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi ANALISIS KONTRASTIF BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ARAB BERDASARKAN KALA, JUMLAH, DAN PERSONA Miftahur Rohim, Suprapti

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT AKTIF DAN PASIF BAHASA MUNA (SATU KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF)

STRUKTUR KALIMAT AKTIF DAN PASIF BAHASA MUNA (SATU KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF) STRUTUR ALIMAT ATIF DAN PASIF BAHASA MUNA (SATU AJIAN TRANSFORMASI GENERATIF) Waode Syariatty Tuko Syah A1D3 12 011 Syariattyw@gmail.com Abstrak Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana struktur kalimat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Ada tiga kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Ketiga kajian tersebut adalah makalah berjudul Teori Pengikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap bahasa di dunia memiliki keunikan tersendiri antara satu dengan lainnya. Di dalam setiap bahasa selalu terdapat pola pembentukan kata yang secara sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses penerjemahan bahasa sumber terhadap bahasa sasaran bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang penerjemah dikatakan berhasil menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa di dunia beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republica Democratica de Timor Leste yang (selanjutnya disebut RDTL) dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 yang bernama Timor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH. telah memberikan kesempatan yang luar biasa sehingga tesis ini dapat disusun

UCAPAN TERIMA KASIH. telah memberikan kesempatan yang luar biasa sehingga tesis ini dapat disusun UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur hanya kepada Allah Swt., Tuhan Semesta Alam, yang telah memberikan kesempatan yang luar biasa sehingga tesis ini dapat disusun dengan baik. Sejak pembuatan rencana penelitian,penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu penelitian, maka dibutuhkan sebuah metode penelitian. Metode ini dijadikan pijakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. Untuk mengerti kemanusiaan orang harus mengerti nature (sifat) dari bahasa yang membuat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk

BAB I PENDAHULUAN. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan manusia dalam berbahasa yang merupakan komponen linguistik. Penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. tentang morfologi, sintaksis, morfosintaksis, verba transitif, dan implikasinya

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. tentang morfologi, sintaksis, morfosintaksis, verba transitif, dan implikasinya BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 1.1 Simpulan Berikut ini disajikan simpulan dari seluruh rangkaian kegiatan studi tentang morfologi, sintaksis, morfosintaksis, verba transitif, dan implikasinya terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, beberapa bahasa di dunia, dalam penggunaannya pasti mempunyai kata dasar dan kata yang terbentuk melalui suatu proses. Kata dasar tersebut

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI 174 BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Simpulan Berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya, pengungkapan modalitas desideratif BI dan BJ dapat disimpulkan seperti di bawah ini. 1. Bentuk-bentuk pegungkapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari penggunaan bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako Masyita.laodi@yahoo.co.id ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa Bugis, Sidrap. Fokus permasalahan penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: analisis kontrastif, kalimat aktif, kalimat pasif

ABSTRAK. Kata Kunci: analisis kontrastif, kalimat aktif, kalimat pasif ABSTRAK ANALISIS KONTRASTIF POLA KALIMAT AKTIF DAN KALIMAT PASIF BAHASA ARAB DENGAN BAHASA INDONESIA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PEMBUATAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN BAHASA Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan Bupati Muna Nomor 291 Tahun 2007 Tentang Persetujuan Rencana Pembentukan Daerah Otonom Baru Kota Raha dan Pembentukan Daerah Otonom Muna Barat serta Pemindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang 109 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini keberadaan talk show atau dialog interaktif sebagai sarana dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan semakin beragamnya talk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

Sooku ihintu sabhangkaku. You must be my friend

Sooku ihintu sabhangkaku. You must be my friend Sooku ihintu sabhangkaku You must be my friend Bahasa Muna dan Inggris Sulawesi Tenggara Buku Cerita Edisi Percobaan Sooku ihintu sabhangkaku You must be my friend Sooku ihintu sabhangkaku Daftar kata:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni sebagai alat utama berkomunikasi. Seorang pemakai bahasa dalam penyampaian suatu hal, menginginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, penulis menghimpun beberapa simpulan, antara lain (1) proses pembentukan mi, ji, dan pi serta penggunaannya sebagai

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Analisis data pada penelitian ini meliputi : (i) perilaku argumen pada perubahan struktur klausa bahasa Indonesia, (ii) pelesapan argumen pada penggabungan klausa bahasa Indonesia,

Lebih terperinci

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan 191 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap verba berafiks bahasa Jawa dalam rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK. PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK Leli Triana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian yang dikaji sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian yang dikaji sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Hasil penelitian yang dikaji sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu (1) hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penilitian Refleksif dengan Kata Diri, Dirinya, Dan Diriya Sendiri dalam Bahasa Indonesia: dari Perspektif Teori Pengikatan ini dapat disimpulkan tiga hal yang merupakan

Lebih terperinci

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA Oleh F.X. Sawardi sawardi_fransiskus@mailcity.com 1. Pengantar Paper ini mencoba mengungkap celah-celah untuk meneropong masalah ergativitas bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS Latifah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung Latifahtif357@gmail.com Abstrak Sintaksis

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KELAS KATA DAN BENTUK KALIMAT DALAM KALIMAT MUTIARA BERBAHASA INDONESIA SERTA TATARAN PENGISINYA

NASKAH PUBLIKASI KELAS KATA DAN BENTUK KALIMAT DALAM KALIMAT MUTIARA BERBAHASA INDONESIA SERTA TATARAN PENGISINYA NASKAH PUBLIKASI KELAS KATA DAN BENTUK KALIMAT DALAM KALIMAT MUTIARA BERBAHASA INDONESIA SERTA TATARAN PENGISINYA Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa merupakan alat komunikasi yang

Lebih terperinci