BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Dilute Magnetic Semiconductor (DMS) dan Perkembanganya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Dilute Magnetic Semiconductor (DMS) dan Perkembanganya"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dilute Magnetic Semiconductor (DMS) dan Perkembanganya Kemampuan untuk menghasilkan fasa tunggal yang berkualitas sebagai bahan Delute Magnetic Semiconductor (DMS) adalah faktor utama untuk mempelajari DMS untuk aplikasi spintronic. Penelitian tentang semikonduktor magnetik dengan susunan atom-atom secara priodik, seperti semiconducting spinels, dimulai tahun Beberapa kemajuan telah dicapai, struktur kristal semikonduktor tersebut berbeda dengan semikonduktor biasa. (Ohno, 1998). Pada penelitian selanjutnya difokuskan pada semikonduktor non-magnetik dengan fraksi kecil dari unsur nonmagnetik diganti oleh ion magnetik, umumnya logam transisi. Ion magnetik, berperan sebagai pengotor, memberikan momen magnetik spin dari elektron yang dimilikinya. Campuran (alloy) antara semikonduktor non magnetik sebagai induk dan ion magnetik ini dikenal dengan istilah Dilute Magnetic Semiconductor (DMS). Istilah dilute digunakan dalam bahan tersebut karena kosentrasi ion magnetiknya relatif kecil. Perbedaan atara semikonduktor biasa, semikonduktor magnetik, dan DMS diperlihatkan pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 (A) Semikonduktor Biasa, (B) Semikonduktor Magnetik, dan (C) Dilute Magnetic Semiconductor (Ohno, 1998) Pada umumnya semikonduktor akan mengalami perubahan sifat jika ditambah dengan pengotor, yaitu menjadi semikonduktor tipe-n atau tipe-p. Penambahan ion magnetik ke dalam semikonduktor non magnetik diharapkan

2 8 dapat mengubah semikonduktor menjadi bersifat magnetik (paramagnetik, antiferromagnetik, dan ferromagnetik). Sifat-sifat magnetik ini tidak dimiliki oleh bahan semikonduktor biasa (Pearton et al., 2003). 2.2 Senyawa ZnO Seng oksida merupakan senyawa anorganik dengan rumus ZnO (Zinc oxide). Gambar 2.2 menampilkan serbuk ZnO murni yang sudah ZnO merupakan bubuk putih yang tidak larut dalam air, dan secara luas digunakan sebagai aditif dalam berbagai bahan. Gambar 2.2 Serbuk ZnO Murni Dalam ilmu material Zinc oxide (ZnO) merupakan bahan semikonduktor paduan golongan II-VI antara logam oksida. Selain sebagai bahan semikonduktor Zinc oxide juga merupakan bahan piezoelektrik, fotokonduktif, dan bahan pemandu gelombang optik. Zinc oxide mempunyai energi gap minimum 3,37 ev pada suhu ruang (Gao et al., 2004). Zinc oxide juga mempunyai struktur kristal heksagonal dengan tipe kristal wurtize, Struktur kristal ZnO ditunjukkan pada Gambar 2.3. ZnO telah diprediksi dapat mempertahankan sifat feromagnetik pada suhu kamar dengan doping dari berbagai logam transisi (minsalnya Cr, Co, Ni, dan Fe) yang banyak digunakan untuk bahan DMS sebagai elemen magnet.

3 9 Tabel 2.1 Karakterisasi ZnO Karakterisasi Rumus molekul ZnO Penampilan Putih solid Bau Tanpa bau Titik lebur(melting point) C (terurai) Titik didih (boiling point) C Band gap 3,37 ev Struktur kristal Struktur wurtzite memiliki unit sel heksagonal dengan 2 parameter kisi a dan c dengan rasio c/a = 8/3 = 1,633 ditampilkan pada Gambar 2.3 yang terdiri dari dua struktur heksagonal yang saling upsepacked (hcp) sublattices masing-masing terdiri dari 2 jenis atom kehilangan tempat terhadap satu sama lain sepanjang tiga kali lipat c-axis dengan jumlah V= 3/8 = 0,375 (dalam struktur wurtzite yang cocok) dalam koordinat bertingkat. Parameter kisi ZnO untuk struktur wurtzite pada temperatur 300 K adalah a = 3,2495 Å dan c = 5,2069 Å. ZnO murni tanpa doping adalah semikonduktor tipe-n. Gambar 2.3 Struktur ZnO, bola abu-abu dan hitam menunjukkan Zn dan O (Verlag & Weinheim, 2009) Gambar 2.3 memperlihatkan struktur kristal wurtzite ZnO dimana atom O digambarkan sebagai bola abu-abu besar dan atom Zn digambarkan sebagai bola hitam yang lebih kecil dan garis hitam menggambarkan unit sel.

4 Doping logam besi (Fe) Doping logam adalah salah satu teknik yang digunakan untuk menambahkan sejumlah kecil atom pengotor ke dalam struktur kristal semikonduktor. Penambahan atom pengotor ke dalam semikonduktor merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengontrol sifat dari semikonduktor. Besi adalah logam yang berasal dari biji besi (tambang) yang banyak digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam tabel priodik, besi mempunyai simbol Fe dan nomor atom 26. Besi (Fe) merupakan logam feromagnetik karena memilki empat elektron tidak berpasangan pada orbital d dan penghantar panas yang baik. Gambar 2.4 Serbuk Besi (Fe) Tabel 2.2 Karakterisasi Logam Fe (besi) Karakterisasi Lambang Fe Penampilan Metalik mengkilap keabu-abuan Nomor atom 26 Titik lebur(melting point) C Titik didih (boiling point) C 2.4 Chromium (Cr) Krom (Cr) pertama kali ditemukan pada tahun 1797 oleh Vauquelin. Logam krom berwarna abu-abu, Chrom dilambangkan dengan Cr, yang termasuk dalam golongan VIB periode 4. Khromium berasal dari bahasa yunani berarti warna. Khrom mempunyai nomor atom 24 dan berat atom 51,996. Di alam logam khrom

5 11 tidak pernah ditemukan dalam bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur lain. Logam ini tidak dapat teroksidasi oleh udara yang lembab Tabel 2.3 Karakterisasi Logam Cr (Crom) Karakterisasi Lambang Cr Penampilan Metalik mengkilap keabu-abuan Nomor atom 24 Titik lebur(melting point) C Titik didih (boiling point) C 2.5 Sifat Kemagnetan Bahan Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Berdasarkan sifat kemagnetan bahan dapat digolongkan menjadi 4 yaitu : Bahan diamagnetik Bahan diamagnetik merupakan bahan yang tidak memiliki momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut, seperti terlihat pada Gambar (2.5). Contoh bahan diamagnetik yaitu perak, bismut, emas, seng, dan tembaga Gambar 2.5 Arah domain dan kurva bahan diamagnetik

6 Bahan paramagnetik Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik masing-masing atomnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik total seluruh atomnya dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atomya acak, sehingga resultan medan magnet atomik masing-masing atom saling meniadakan. Dibawah pengaruh medan eksternal, bahan tersebut akan mensejajarkan diri karena adanya torsi yang dihasilkan, seperti terlihat pada Gambar (2.6). sifat paramagnet ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. (a) (b) Gambar 2.6 Arah domain dan kurva bahan paramagnetik (a). sebelum diberi medan magnet luar, (b). setelah diberi medan magnet luar. Sifat paramagnetik muncul karena adanya atom, molekul, dan cacat kisi yang memiliki jumlah elektron yang ganjil (adanya elektron yang tidak berpasangan) sehingga menyebabkan jumlah spin tidak sama dengan nol. Atom dan ion bebas dengan orbital yang terisi sebagian, seperti unsur transisi, unsur tanah jarang, dan unsur-unsur aktinida memiliki elektron tidak berpasangan. Contohnya V 2+, Cr 2+, Mn 2+, Fe 2+, Co 2+, dan Ni 2+ untuk logam transisi dan Gd 3+ untuk logam tanah jarang. Kurva magnetisasi M terhadap medan magnet H dalam bahan paramagnetik menunjukkan hubungan yang linear dengan kemiringan positif dan suseptibilitas positif, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 (b). Kurva

7 13 magnetisasi mengalami satruasi karena semua ion magnet akan memiliki momen magnetik yang searah dengan medan magnet luar. (a) Diamagnetik (b) Paramagnetik (c) Ferromagnetik Gambar 2.7 Grafik M vs H yang menunjukkan sifat diamagnetik, paramagnetik, dan ferromagnetik pada bahan (Morkoc & Ozgur, 2009) Bahan Ferromagnetik Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomik besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnet, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar. Medan magnet dari masingmasing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantar atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain, yang diperlihatkan pada Gambar (2.8) Gambar 2.8 Arah domain dan kurva bahan Ferromagnetik

8 14 Bahan ini mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Contoh bahan ferromagnetik : besi, baja. Sifat kemagnetan bahan ferromagnetik akan hilang pada temperatur Curie. Temperatur Curie untuk besi lemah adalah C dan untuk baja adalah C Bahan Anti Ferromagnetik Bahan anti ferromagnetik adalah suatu bahan yang memiliki suseptibilitas positif yang kecil pada segala temperatur, tetapi perubahan suseptibilitas karena temperatur adalah keadaan yang sangat khusus. Susunan dwi kutubnya adalah sejajar tetapi berlawanan arah, diperlihatkan pada Gambar (2.9) Gambar 2.9 Arah domain dan kurva bahan anti ferromagnetik, (a) sebelum diberi medan magnet luar, (b) setelah diberi medan magnet luar. 2.6 Solid State Reaction Method Solid state reaction method adalah teknik pengolahan serbuk yang menghasilkan starting material yang homogen dengan cara mencampur bahan dasar. Salah satu metode untuk menghasilkan serbuk yang disintesis dengan solid state reaction adalah mechanical milling. Mechanical milling adalah proses solid state reaction dalam menghasilkan serbuk dengan cara welding, fracturing dan rewelding partikel serbuk dalam high-energy ball mill (Suryanarayana, 2001). Metode ini dapat digunakan untuk mempersiapkan paduan oxide-dispersion

9 15 strengthened (ODS), paduan amorf, nanokristalin dan nanokomposit logamoksida (Takacs, 1998). Gambar 2.10 Rangkaian proses solid state reaction secara konvensional: (1) milling, (2) compacting, dan (3) sintering; (a) menunjukkan kondisi partikel ketika (b) menunjukkan operasi dan kerja alat selama rangkain proses preparasi (Groover, 2012) Beberapa langkah yang dilakukan dalam preparasi serbuk dengan cara solid state reaction secara konvensional adalah penggilingan dan pencampuran serbuk (milling and mixing of powder), kompaksi (compaction) yaitu mencetak serbuk dalam bentuk pellet dan pemanasan (sintering) yaitu memanaskan bahan di bawah titik lebur yang menyebabkan terjadinya solid state bonding dari partikel dan meningkatnya kekuatan bahan Penggilingan dan Pencampuran Serbuk (Milling and Mixing of Powder) Milling atau dikenal juga dengan sebutan blending adalah mencampur serbuk dengan komposisi kimia yang sama tetapi mempunyai ukuran partikel yang berbeda. Partikel dengan ukuran partikel berbeda biasanya dimilling untuk mengurangi porositas. Mixing adalah mengkombinasikan serbuk yang mempunyai

10 16 unsur kimia berbeda. Salah satu keuntungan dari proses milling dan mixing adalah dapat mencapur berbagai macam logam dalam suatu paduan. Proses milling dan mixing dilakukan secara mekanik. Beberapa cara alternative dalam melakukan proses tersebut adalah dengan menggunakan rotation in a drum, rotation in a double-cone container, agitation in a screw mixer, dan stirring in a blade mixer seperti ditunjukkan pada Gambar Untuk menghasilkan paduan erbuk yang baik maka disarankan untuk mengisi wadah antara % dari volume wadah milling yang digunakan. Gambar 2.11 Beberapa model alat untuk blending/milling dan mixing : (a) rotating drum (b) rotating double-cone (c) screw mixer (d) blade mixer (Groover, 2012) Kadang-kadang serbuk logam dimilling dengan menggunakan medium cair dan proses ini disebut sebagai wet milling. Jika tidak ada cairan yang terlibat dalam proses milling maka disebut dry milling. Telah dilaporkan bahwa wet milling adalah metode yang lebih baik dari pada dry milling untuk mendapatkan produk yang lebih halus karena molekul pelarut yang teradsorpsi pada permukaan partikel yang terbentuk dan mempunyai energi permukaan yang rendah. Selain itu, dengan menggunakan wet milling maka dihasilkan partikel serbuk yang tak teraglomerasi (less-agglomerated condition). Penelitian lain juga melaporkan bahwa kecepatan amorphization terjadi lebih cepat pada wet milling jika dibandingkan dengan dry milling. Adapun kelemahan dari wet milling adalah

11 17 terjadinya kontaminasi pada serbuk karena menggunakan medium pelarut. Untuk itu, dalam penelitian perlu adanya pemilihan medium pelarut sesuai dengan starting material yang digunakan (Suryanarayana, 2001). Beberapa faktor yang menentukan dalam proses milling serbuk adalah tipe mesin milling yang digunakan, milling container yang digunakan, kecepatan milling, lamanya waktu milling, jenis dan ukuran grinding balls yang digunakan, perbandingan antara massa serbuk dan bola-bola, luas daerah yang kosong pada vial/jar setelah dimasukkan serbuk dan bola-bola, atmosfer milling yang digunakan, dan suhu milling (Suryanarayana, 2004) Penekanan (compaction) Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya (molding). Penekanan terhadap serbuk dilakukan agar serbuk dapat menempel satu dengan lainnya sebelum ditingkatkan ikatannya dengan proses sintering. Ada dua macam metode yang digunakan dalam kompaksi yaitu cold compaction dan hot compaction. Cold compaction adalah penekanan yang dilakukan pada suhu kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi seperti aluminium murni. Hot compaction yaitu penekanan yang dilakukan di atas suhu kamar. Tekanan yang diberikan dalam proses kompaksi pada awalnya menghasilkan repacking serbuk, menghilangkan bridges yang terbentuk selama proses filling, mengurangi pori-pori dan meningkatkan jumlah titik kontak antar partikel. Proses ini ditunjukkan pada Gambar Ketika tekanan meningkat, partikel terderformasi secara plastis, menyebabkan kontak daerah kontak antar partikel meningkat. Hal ini menyebabkan penurunan volume pori.

12 18 Gambar 2.12 (a) Efek dari pemberian tekanan selama proses kompaksi (1) serbuk awal setelah filling (2) repacking, dan (3) deformasi partikel; (b) kerapatan serbuk sebagai fungsi tekanan (Groover, 2012) Pemanasan (Sintering) Sintering adalah proses pemadatan dari sekumpulan serbuk pada suhu tinggi di bawah titik leburnya hingga terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir, penyusutan, dan peningkatan densitas (Fang, 2010). Adanya perlakuan panas menyebabkan terjadinya ikatan antarpartikel serbuk dan meningkatkan kekuatan dari produk yang dihasilkan (Agarwal, 2016). Suhu sintering biasanya diatur antara 0,7 dan 0,9 dari titik lebur bahan (absolute scale) (Groover, 2012). Adanya pengaruh suhu yang cukup tinggi selama proses sintering menyebabkan menurunnya energi permukaan. Hasil dari proses kompaksi (biasanya disebut green compact) mempunyai banyak partikel dan masing-masing mempunyai permukaan sendiri. Hal menyebabkan proses kompaksi menyebabkan tingginya jumlah daerah permukaan pada green compact yang dihasilkan. Karena

13 19 pengaruh panas, daerah permukaan berkurang sebagai efek dari pembentukan dan pertumbuhan ikatan antara partikel menyebabkan menurunnya energi permukaan. Gambar 2.12 menunjukkan skala mikroskois dari perubahan yang terjadi pada serbuk logam selama proses sintering. Proses sintering melibatkan aliran massa (massa transport) dan menyebabkan beberapa titik kontak (contact points) berikatan membentuk ikatan partikel (particle bonding) (Gambar ). Titik kontak yang berikatan tersebut menghasilkan leher (necks) dan bertransformasi pada batas butir (grain boundaries) (Gambar ). Hal ini menyebabkan terjadinya penyusutan (shrinkage) sehingga porositas berkurang (Gambar ). Proses akhir menghasilkan batas butir yang baru di antara partikel (Gambar ) Gambar 2.13 Proses sintering pada skala mikrokopis (Groover, 2012) Proses sintering dilakukan dalam sebuah tungku pembakaran (furnace). Perlakuan panas selama proses sintering dalam furnace dapat dibagi pada tiga bagian yaitu preheat yaitu menghilangkan gas-gas dan pengotor, sinter dan cool down. Hal ini secara jelas ditampilkan pada Gambar 2.14.

14 20 Time Gambar 2.14 Perlakuan panas dalam proses sintering 2.7 X-Ray Difraction (XRD) Tujuan pengujian difraksi sinar-x (XRD) dilakukan adalah untuk menentukan fasa yang terbentuk setelah serbuk mengalami proses sintering. Dari data yang dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-x yang muncul. Makin lebar puncak yang dihasilkan, maka makin kecil ukuran kristal serbuk. Hubungan antara ukuran kristal dengan lebar puncak difraksi sinar-x dapat dihitung dengan menggunakan formula Debye-Schrerer pada persamaan 2.1: 0.9 D (2.1) cos dengan D adalah ukuran (Diameter) kristal, λ adalah panjang gelombang sinar-x yang digunakan (λ = 1,5406 Å), θ adalah sudut Bragg, β adalah FWHM (full width at half maximum) satu puncak yang dipilih (Aryanto et al., 2016), dan d-spacing dari perbedaan daerah kristal (h k l) dihitung menggunakan persamaan 2.2, 1 d h 2 2 hk k l 2 a c 2 2 (2.2)

15 21 Untuk menghitung nilai dari konstanta kisi diperoleh dari persamaan 2.3 berikut: 2 2 a h hk k (2.3) 3sin Prinsip XDR adalah pada saat suatu material dikenai sinar- X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atomatom dalam material tersebut. Berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-x yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Gambar 2.15 Difraksi Bidang Atom Gambar 2.15 menunjukkan suatu berkas sinar-x dengan panjang gelombang λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d, sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas dihamburkan dari setiap bidang berdekatan, dan menempuh jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. 2.8 VSM ( Vibrating Sampel Magnetometer) Karakterisasi sifat magnet menggunakan alat Vibrating Sampel Magnetometer (VSM) yang merupakan salah satu jenis peralatan untuk mempelajari sifat magnet bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi

16 22 mengenai besaran-besaran sifat magnet sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histereis. Momen magnet sampel dideteksi dengan menempatkan koil didekat sampel yang bervibrasi didalam medan magnet yang diatur. Medan magnet dapat dihasilkan dengan menggunakan bahan elektromagnetik, magnet super konduktor atau bitter magnet. 2.9 Sifat listrik Resisitivitas dan Konduktivitas Arus yang mengalir pada penghantar selalu mengalami hambatan dari penghantar itu sendiri. Besarnya hambatan tergantung dari beberapa faktor, yang antara lain ditentukan oleh jenis bahan. Karakteristik listrik dari komponenkomponen elektronika dapat ditentukan dengan menggunakan sistem pengukur arus dan tegangan (I-V meter), yang merupakan sebuah piranti ukur utama yang digunakan dalam penelitian tentang semikonduktor dan divais semikonduktor. Setiap material atau bahan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Setiap bahan memiliki sifat yang berbeda-beda mulai dari sifat fisis, sifat mekanis dan sifat kimiawi. Sifat fisis yaitu sifat yang dimiliki suatu bahan yang dapat kita amati secara langsung, sedangkan untuk mengetahui sifat mekanik dan kimiawinya itu tidak bisa dilihat secara langsung, maka haruslah dilakukan percobaan untuk mengetahui sifat mekanik dan kimiawinya. Untuk mengetahui seberapa cepat dan seberapa besar suhu yang dapat berubah pada sebuah benda dapat menghantarkan panas seberapa besar suhu yang dapat berubah pada bahan itu maka kita harus mengetahui konduktivitas listrik dan resistivitas bahan tersebut. Konduktivitas listrik (s) adalah ukuran dari

17 23 kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan akan bergerak berpindah dan kemudian menghasilkan arusl istrik. Konduktivitas listrik didefinisikan sebagai rasio dari rapat arus terhadap kuat medan listrik. Konduktivitas suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Sedangkan resistivitas adalah kebalikan dari konduktivitas, yakni kemampuan suatu bahan untuk menahan arus listrik. Resistansi (R) adalah kemampuan bahan listrik menghambat arus listrik, Resistivitas (ρ) adalah nilai resistansi bahan listrik pada satuan panjang (l) dan luas penampang (A). Besarnya tahanan dapat dihitung dengan rumus : Dimana : R.A l (2.4) R ρ l : besarnya tahanan (hambatan) (Ω) : resistivitas (Ω cm) : dimensi tebal sample (cm) A : luas penampang sampel (cm) Kebalikan dari resistivitas desebut konduktivitas listrik σ. Secara sisitematis yaitu : 1 (2.5) Bedasarkan nilai konduktivitas, suatu material dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu konduktor, semikonduktor dan isolator (Fairchild, 2003), kisaran konduktor, semikonduktor dan isolator ditampilkan pada Gambar 2.16.

18 24 Gambar 2.16 Kisaran konduktivitas untuk isolator, semikonduktor, dan konduktor. (SZE & LEE, 2012) Kapasitansi atau kapasitans adalah ukuran jumlah muatan listrik yang disimpan untuk sebuah potensial listrik yang telah ditentukan. Bentuk paling umum dari piranti penyimpanan muatan adalah sebuah kapasitor dua lempeng (Saslow, 2002). Jika muatan di lempeng Q dan V adalah tegangan listrik antar lempeng, maka rumus kapasitans adalah: C : Kapasitansi (Farad) Q C (2.6) V Q : Muatan (Coulomb) V : Voltase (Volt) C-V Meter merupakan alat untuk mengukur karakteristik kapasitansi terhadap tegangan (C-V) dari suatu divais. C-V Meter banyak digunakan untuk meneliti struktur bahan dari semikonduktor, yaitu bagaimana kapasitansi sebuah divais berubah terhadap tegangan bias yang diberikan. Karakteristik C-V dapat memberikan informasi tentang komposisi, kualitas proses dan interaksi material. Akurasi dari pengukuran CV sangat penting untuk perancangan dan pembuatan divais semikonduktor, sehingga dibutuhkan pengukuran karakteristik C-V yang

19 25 baik (Yang,1995). Konstanta dielektrik adalah perbandingan nilai kapasitansi kapasitor pada bahan dielektrik dengan nilai kapasitansi di ruang hampa. Konstanta dielektrik atau permitivitas listrik relatif juga diartikan sebagai konstanta yang melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi potensial listrik. Konstanta ini merupakan perbandingan energi listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi sebuah potensial, relatif terhadap ruang hampa. Sifat dielektrik merupakan sifat yang menggambarkan tingkat kemampuan suatu bahan untuk menyimpan muatan listrik pada beda potensial yang tinggi. Kapasitansi dari sebuah kapasitor pelat-sejajar yang tersusun dari dua lempeng sejajarnya seluas A dengan tebal l adalah sebagai berikut: Dimana: C : Kapasitansi (Farad) A : luas setiap lempeng (m 2 ) ε r : Konstanta Dielektrik ε 0 : Permitivitas di mana ε 0 = 8.85x10-12 F/m l : Tebal (m) Cl r (2.7) A 0

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd.

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. m.sukar1982xx@gmail.com A. Keramik Bahan keramik merupakan senyawa antara logam dan bukan logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan atau ikatan kovalen. Jadi sifat-sifatnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember SIDANG TUGAS AKHIR Arisela Distyawan NRP 2709100084 Dosen Pembimbing Diah Susanti, S.T., M.T., Ph.D Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sintesa

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying -ب س م الله ال رح من ال رح يم - SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying Oleh : Febry Nugroho 2709 100 016 Dosen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Kristal Bahan Kristal merupakan suatu bahan yang terdiri dari atom-atom yang tersusun secara berulang dalam pola tiga dimensi dengan rangkaian yang panjang (Callister

Lebih terperinci

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6 Pengantar Bahan listrik dalam sistem tanaga listrik merupakan salah satu elemen penting yang akan menentukan kualitas penyaluran energi listrik itu sendiri. Bahan listrik

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

DASAR PENGUKURAN LISTRIK DASAR PENGUKURAN LISTRIK OUTLINE 1. Objektif 2. Teori 3. Contoh 4. Simpulan Objektif Teori Contoh Simpulan Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu: Menjelaskan dengan benar mengenai energi panas dan temperatur.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii PERNYATAAN iv PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xiii INTISARI xiv ABSTRACT xv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyalurkan tenaga listrik ke pusat-pusat konsumsi tenaga listrik, yaitu gardugardu

I. PENDAHULUAN. menyalurkan tenaga listrik ke pusat-pusat konsumsi tenaga listrik, yaitu gardugardu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pusat listrik umumnya dihubungkan dengan saluran udara transmisi yang menyalurkan tenaga listrik ke pusat-pusat konsumsi tenaga listrik, yaitu gardugardu induk

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

Hukum Ohm. Fisika Dasar 2 Materi 4

Hukum Ohm. Fisika Dasar 2 Materi 4 Hukum Ohm Fisika Dasar 2 Materi 4 Arus Listrik Pada listrik statis, kita selalu membahas muatan yang diam. Pada listrik dinamik muatan dipandang bergerak pada suatu bahan yang disebut konduktor Muatan-muatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Galuh Intan Permata Sari

Galuh Intan Permata Sari PENGARUH MILLING TIME PADA PROSES MECHANICAL ALLOYING DALAM PEMBENTUKAN FASA INTERMETALIK γ-tial DENGAN MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING Dosen Pembimbing: 1. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si 2. Ir. Rochman

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mechanical Alloying Paduan mekanik (MA) adalah teknik pengolahan bubuk solid-state yang melibatkan berulang pengelasan dingin, fracturing, dan re-las partikel serbuk dalam energi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI

MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI edy wiyono 2004 PENDAHULUAN Pada umumnya atom tunggal tidak memiliki konfigurasi elektron yang stabil seperti gas mulia, maka atom atom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Pertambahan arus ΔI yang melalui pertambahan permukaan ΔS yang normal pada rapatan arus ialah

Pertambahan arus ΔI yang melalui pertambahan permukaan ΔS yang normal pada rapatan arus ialah KONDUKTOR DIELEKTRIK DAN KAPASITANSI Muatan listrik yang bergerak membentuk arus. Satuan arus ialah ampere (A) yang didefinisikan sebagai laju aliran muatan yang melalui titik acuan sebesar satu coulomb

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg SIDANG LAPORAN TUGAS AKHIR (MM091381) PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg Oleh : Rendy Pramana Putra 2706 100 037 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006)

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Feroelektrik Pada tahun 1920 Valasek menemukan fenomena feroelektrik dengan meneliti sifat garam Rochelle (NaKC 4 H 4 O 6.4H 2 O) (Rizky, 2012). Feroelektrik adalah

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

KAPASITOR dan SIFAT BAHAN DIELEKTRIK

KAPASITOR dan SIFAT BAHAN DIELEKTRIK KAPASITOR dan SIFAT BAHAN DIELEKTRIK Kapasitor adalah dua buah konduktor yang dipisahkan oleh isolator. Masing-masing muatan pada pelat sama besar dan berlawanan arah. Kapasitansi C sebuah kapasitor adalah

Lebih terperinci

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini.

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini. PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini. Dari gambar dapat disimpulkan bahwa tebal keping adalah... A. 4,30 mm B. 4,50 mm C. 4,70

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menampilkan bentuk struktur mikro sampel, cuplikan yang terdapat pada sample holder dietsa dengan larutan HCL yang telah diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan HCL pekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD. BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 4 KAPASITOR Kapasitas, Kapasitor Pelat Sejajar, Kapasitor Bola, Kapasitor Silinder, Kapasitor Pengganti Seri dan Paralel,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup:

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: Teknologi Superkomputer dan Teknologi Transmisi Daya Listrik serta Teknologi Kereta Api Berkecepatan Tinggi. Oleh

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padilah Muslim, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padilah Muslim, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi listrik mengalami peningkatan seiring bertambahnya populasi manusia. Di Indonesia, data dari Direktorat Jendral Ketenagalistrikan Kementrian Energi

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD 9 Hasil XRD HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi dengan difraktometer sinar-x bertujuan untuk mengetahui fasa kristal yang terdapat dalam sampel, mengetahui parameter kisi dan menentukan ukuran kristal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zirkonium dioksida (ZrO 2 ) atau yang disebut dengan zirkonia adalah bahan keramik maju yang penting karena memiliki kekuatannya yang tinggi dan titik lebur

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

BENDA WUJUD, SIFAT DAN KEGUNAANNYA

BENDA WUJUD, SIFAT DAN KEGUNAANNYA BENDA WUJUD, SIFAT DAN KEGUNAANNYA Benda = Materi = bahan Wujud benda : 1) Padat 2) Cair 3) Gas Benda Padat 1. Mekanis kuat (tegar), sukar berubah bentuk, keras 2. Titik leleh tinggi 3. Sebagian konduktor

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan analisis struktur kristal semen gigi seng oksida eugenol untuk mengetahui keterkaitan sifat mekanik dengan struktur kristalnya. Ada lima sampel

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. Teknologi proses produksi secara umum : - Serbuk dipadatkan (di compressed/

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat terutama dalam bidang mikroelektronika atau miniaturisasi peralatan elektronik. Mikroelektronika didorong oleh

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Anorganik Program Studi Kimia ITB. Pembuatan pelet dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan di Laboratorium Kimia Fisik

Lebih terperinci

MODUL 10 DI KLAT PRODUKTI F MULOK I I BAHAN KERJA

MODUL 10 DI KLAT PRODUKTI F MULOK I I BAHAN KERJA MODUL 10 DI KLAT PRODUKTI F MULOK I I BAHAN KERJA () TINGKAT : XII PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 1 0 Umum Logam Campuran atau

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab yang keempat ini mengulas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan dipaparkan olahan data berupa grafik

Lebih terperinci

MAKALAH PITA ENERGI. Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna ( ) Rombel 1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor

MAKALAH PITA ENERGI. Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna ( ) Rombel 1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor MAKALAH PITA ENERGI Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna (4211412011) Rombel 1 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran proton (bermuatan positif) dan neutron

Lebih terperinci

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur);

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur); 01 : STRUKTUR MIKRO Data mengenai berbagai sifat logam yang mesti dipertimbangkan selama proses akan ditampilkan dalam berbagai sifat mekanik, fisik, dan kimiawi bahan pada kondisi tertentu. Untuk memanfaatkan

Lebih terperinci