BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta pada khususnya adalah milik pemerintah. Studi dari Britania Raya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta pada khususnya adalah milik pemerintah. Studi dari Britania Raya"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat terhadap investasi di bidang kesehatan mulai tumbuh dan berkembang. Sejalan dengan itu, kebutuhan masyarakat akan sarana kebugaran ikut meningkat. Penyediaan sarana olahraga tersebut salah satunya dengan pembangunan kawasan olahraga. Perkembangan investasi di bidang kesehatan dapat dilihat dari munculnya berbagai pusat kebugaran. Pusat kebugaran ada yang dimiliki oleh publik dan swasta. Pusat kebugaran yang muncul juga menyasar berbagai segmen. Letak pusat kebugaran dapat ditemui di bangunan yang dibuat khusus untuk berolahraga seperti fitness center, fasilitas publik yang menyediakan lapangan basket, bulutangkis, voli, dan lain-lain. Ada pula pusat kebugaran yang menyewa tempat di pusat perbelanjaan. Stadion olahraga di Indonesia pada umumnya dan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada khususnya adalah milik pemerintah. Studi dari Britania Raya (UK) kepemilikan fasilitas olahraga seperti stadion di UK dimiliki oleh swasta, namun dibangun melalui biaya APBD. Justifikasi pembangunan stadion di hampir semua kasus adalah untuk kepentingan tim olahraga, bukan untuk kepentingan nasional. Tujuan dari pembangunan stadion baru adalah sebagai sumber kebanggaan masyarakatnya (Jones, 2002: ). Pembangunan Stadion olahraga untuk digunakan jenis olahraga sepakbola membutuhkan dana yang besar. Masalah yang timbul untuk pembangunan 1

2 kawasan olahraga terpadu tersebut juga tidak hanya bagaimana menghimpun dana, tetapi juga bagaimana memperoleh lokasi yang sering kali harus melalui pembebasan lahan yang prosesnya cukup rumit. Rumit karena hak yang melekat pada tanah bermacam-macam. Sebagai contoh ada tanah yang berstatus hak milik, hak pakai, dan lain-lain, tetapi juga ada bidang tanah yang ternyata adalah tanah milik desa. Tentu investor swasta akan kesulitan untuk menyelesaikan pembangunan apabila tidak didukung oleh pemerintah daerah. Pembangunan sarana olahraga tidak hanya demi kepentingan nasional, tetapi juga kepentingan kelompok. Pembangunan kawasan ini melibatkan banyak pihak. Delaney dan Eckstein (2007) menyatakan suatu kota yang didukung oleh koalisi pertumbuhan yang terdiri dari pengusaha lokal, pemerintah daerah, dan media lokal, akan mengarahkan kebijakan sosial yang ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi dalam parameter tertentu. Pembangunan Stadion merupakan hasil dari arahan koalisi pertumbuhan ini, yang cenderung mendukung proyek besar dan terlihat mata, untuk menarik perusahaan lain masuk ke kota. Mereka kurang tertarik dengan isu-isu ekonomi seperti pengolahan sampah, keamanan publik, polusi, dan transportasi masal (Delaney dan Eckstein, 2007: ). Pembangunan sarana olahraga membutuhkan tempat yang luas. Tempat yang luas tentu akan bermasalah dengan berbagai macam kepentingan masyarakat yang memiliki bidang tanah maupun sekitarnya. Berbagai kepentingan kemudian muncul dan untuk itu pembangunan menjadi tidak mudah. Pembangunan kawasan olahraga harus didukung oleh berbagai pihak. Pilihan properti yang akan dibangun 2

3 juga berpengaruh terhadap persetujuan berbagai pihak terkait. Selain masalah pra pembangunan, perlu dipertimbangkan dan diukur dampak properti terhadap aspek ekonomi dan sosial yang akan muncul. Stadion yang dibiayai oleh publik merupakan hasil yang tidak terhindarkan dari pemerintahan yang memberikan subsidi kepada pemilik tim yang kaya. Pemerintah cenderung untuk mendukung pembangunan stadion yang dibiayai oleh publik meskipun publik menolak dan pembangunan stadion akan gagal hanya jika koalisi pertumbuhan lokal lemah atau tidak efektif (Delaney dan Eckstein, 2007: 350). Dalam jangka panjang, stadion di UK menjadi milik swasta (Jones, 2002: 165). Pembangunan stadion di Indonesia kemungkinan untuk mendukung tim yang sudah ada dan meningkatkan daya saing tim tersebut di regional. Seakanakan dana publik yang digunakan untuk membangun stadion menjadi subsidi bagi tim tersebut. Contoh beberapa negara di Eropa di berbagai penelitian menunjukkan bahwa stadion yang dibangun melalui dana publik menjadi milik tim yang notabene adalah milik swasta. Kawasan olahraga diharapkan memberikan dampak positif pada properti di sekitarnya. Pembangunan diharapkan lebih marak dan aktivitas ekonomi terkait dengan kegiatan olahraga dan klub olahraga menjadi lebih aktif. Nilai tanah di sekitar kawasan olahraga akan terdongkrak. Ahfeldt dan Maennig (2008), menyatakan pada umumnya, arena olahraga memiliki dampak positif yang signifikan dalam radius sekitar 3000 m, semakin jauh dari arena, efeknya terhadap nilai tanah semakin berkurang. 3

4 Dampak pembangunan stadion terhadap lingkungan sekitar diharapkan positif. Positif terhadap lingkungan sekitar yang ditunjukkan dari peningkatan nilai properti baik tanah maupun bangunan, juga peningkatan dalam interaksi sosial. Apalagi kawasan olahraga tidak hanya membangun bangunan fisik untuk kepentingan pertandingan saja, tetapi juga membangun fasilitas-fasilitas pendukung seperti pelebaran jalan, area parkir, dan lain sebagainya. Namun, masalah justru timbul di lokasi dekat dengan stadion. Masalah yang akan ditimbulkan oleh fans, kemacetan lalu lintas, kebiasaan perjalanan pengunjung membuat nilai tanah justru terkena dampak negatif di sekitar stadion. Namun, dalam radius tertentu, dampak positif mulai terasa. Lokasi yang terdekat dengan stadion cenderung akan sangat padat apabila ada pertandingan olahraga yang sedang berlangsung. Semakin tinggi tingkat pertandingannya, lokasi yang dekat dengan stadion akan semakin ramai. Hal ini akan memengaruhi keamanan. Belum lagi polusi yang ditimbulkan dari polusi suara, sampah makanan minuman, atribut-atribut dari masing-masing tim. Hal-hal tersebut justru memberikan eksternalitas negatif bagi properti terdekat dengan stadion. Tu (2005) menjelaskan bahwa peningkatan nilai properti terjadi semakin dekat properti dengan stadion. Lokasi yang diseleksi secara cermat akan menimbulkan dampak positif bagi perekonomian yang mana melebihi dampak eksternalitas negatif dari pembangunan stadion. Dampak stadion yang mungkin terjadi adalah kemacetan lalu lintas, polusi udara dan suara, dan keramaian yang 4

5 tidak diinginkan oleh lingkungan, yang kemudian menurunkan nilai properti di tanah sekitar. Nilai tanah terdekat dengan kawasan olahraga akan lebih murah akibat berbagai macam eksternalitas negatif yang ditimbulkan. Peningkatan nilai tanah akan muncul di lokasi-lokasi yang cenderung tidak terkena dampak eksternalitas negatif tapi masih dekat dengan kawasan olahraga. Semakin jauh dari stadion kemudian nilai properti akan semakin turun. Feng dan Humphreys (2008), menyatakan mendukung adanya fasilitas olahraga yang memiliki efek positif yang signifikan pada nilai perumahan dan efek positif ini menurun mengikuti jarak yang semakin jauh perumahan dari fasilitas olahraga. Penelitian tersebut mendukung pembangunan sarana olahraga karena memberikan dampak positif bagi properti di sekitarnya. Pembangunan properti seperti kawasan olahraga merupakan pembangunan dengan skala besar dan harus memberikan dampak yang setara dengan nilai pembangunannya. Fasilitas olahraga yang dibangun jauh dari CBD dan tidak terhubung dengan aktivitas pembangunan ekonomi akan tetap meningkatkan nilai perumahan, tetapi tidak banyak. Fasilitas olahraga seperti stadion sepakbola membutuhkan ruang yang besar yang mungkin tidak dapat dipenuhi di dekat pusat kota. Selain itu, nilai properti di dekat pusat kota adalah yang tertinggi relatif terhadap area lain di kota tersebut. Pembangunan di dekat pusat kota hanya akan memboroskan anggaran saja, bahkan mungkin manfaat yang diberikan tidak akan lebih besar daripada 5

6 biayanya. Oleh karena itu, pembangunan kawasan olahraga baru di kota yang sudah cukup mapan biasanya dilakukan di area yang jauh dari pusat kota. Kabupaten Bantul sebagai salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kabupaten yang berpotensi untuk berkembang pesat. Potensi ini didukung oleh kawasan olahraga yang dimiliki oleh Bantul berupa stadion sepakbola yang tidak hanya digunakan untuk sepakbola saja melainkan untuk kegiatan olahraga lainnya. Stadion ini bernama Stadion Sultan Agung, berlokasi di Dusun Pacar, Kecamatan Sewon. Stadion ini memiliki kapasitas tempat duduk dan merupakan markas bagi Persiba Bantul (sebuah klub sepak bola milik Kabupaten Bantul). Kabupaten Bantul berpotensi menjadi jalur yang ramai dengan akan dibangunnya Bandara New Yogyakarta International Airport di Kabupaten Kulonprogo. Bantul menjadi salah satu jalur menuju pusat kota. Hal ini tentu akan meningkatkan nilai properti di Bantul. Stadion Sultan Agung Bantul sebagai markas Persiba Bantul mampu diperkuat potensinya dengan menganalisis potensi yang ada di masa depan. Stadion ini tidak hanya berfokus pada lapangan sepak bola saja, karena memiliki berbagai jenis lapangan untuk digunakan untuk olahraga lainnya seperti atletik, tenis, dan berkuda. Stadion Sultan Agung dibangun di atas tanah milik 3 desa yang berbeda. Status tanah adalah tanah kas desa. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bantul melakukan pembayaran atas sewa tanah kepada 3 desa tersebut. Pembayaran dilakukan tiap tahun dengan nilai sewa tetap selama 5 tahun dan dinaikkan tarif sewanya setiap 5 tahun sekali. 6

7 Pemilihan lokasi stadion ini sudah cukup tepat jika ditinjau dari kemudahan mendapatkannya. Lokasi yang dipilih merupakan gabungan dari tanah kas desa yang izin menggunakan lahannya tidak sulit jika digunakan untuk kepentingan umum oleh pemerintah daerah. Berbeda apabila lahan yang akan digunakan memiliki status hak yang bermacam-macam, pengadaan lahan bisa jadi membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih mahal. Stadion Sultan Agung Bantul tidak hanya mendapatkan pendapatan dari lapangan sepak bola saja, tetapi juga dari fasilitas-fasilitas lainnya seperti lapangan tenis baik indoor maupun outdoor, lapangan parkir untuk kegiatan musik/hiburan, latihan mengemudi, dan ruangan gedung Gelanggang Olah Raga (GOR) untuk pertemuan. Pendapatan yang diperoleh dari fasilitas lain tersebut berpotensi memberikan tambahan yang cukup besar bagi pemasukan stadion. Karena ditinjau dari frekuensi kegiatan yang dapat dilakukan lebih banyak dibandingkan dengan fasilitas utama stadion sebagai lapangan sepakbola. Pemasukan dari fasilitas lain tersebut akan lebih baik bila dikelola sendiri oleh pemerintah. Tarif retribusi yang diterapkan sesuai dengan Peraturan Bupati Bantul Nomor 24 Tahun 2013 tercantum pada Tabel 1.1. Pembagian tarif retribusi dibagi dalam lokasi yaitu, indoor dan outdoor. 7

8 Tabel 1.1 Tarif Retribusi Stadion Sultan Agung Bantul No Jenis Fasilitas Pemakaian Tarif Retribusi ( Rp ) Waktu 1 Fasilitas Olah Raga a.lapangan Sepak Bola Pertandingan Nasional dan 3,000,000 Siang Regional 6,000,000 malam Latihan Club 750,000 siang Pertandingan Persahabatan 500,000 siang Lintasan Atlet 500,000 siang b.ruangan Dalam GOR Gedung Pertemuan 500,000 Ruang Rapat 300,000 c. Lapangan Tenis Tenis Indoor 150,000 hari Tenis Outdoor 25,000 hari 2 Fasilitas Luar GOR Halaman Parkir untuk even 500,000 musik / hiburan (Komersial) Latihan mengemudi 5,000,000 (Bimbingan) Sumber: DPU Kabupaten Bantul (2015) Penerimaan Stadion Sultan Agung tahun 2015 dari tarif retribusi yang berlaku tercantum pada Tabel 1.2. sebesar Rp Penerimaan stadion Sultan Agung sangat berfluktuasi dari bulan ke bulan. Bulan September 2015, Stadion Sultan Agung memperoleh penerimaan sebesar Rp Penerimaan sebesar ini berasal dari sewa GOR oleh Klub Persiba Bantul sebanyak 8 kali pertandingan sebesar Rp Bulan Desember 2015, stadion juga memperoleh penerimaan sebesar Rp dengan kontribusi terbesar disumbangkan oleh lapangan tenis sebesar Rp Perlu untuk diketahui bahwa penerimaan ini tidak semuanya masuk ke pemerintah. Hal yang menarik adalah dalam pemasukannya ke pemerintah, dinas 8

9 yang menerima juga berbeda. Ada dua dinas yang bertanggung jawab mengelola kawasan olahraga ini yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pemuda dan Olahraga. Namun, mulai awal Januari 2016 pengelolaan stadion sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bantul. Tabel 1.2 Penerimaan Pendapatan Stadion Sultan Agung (Januari-Desember Tahun 2015) No Bulan Penerimaan 1 Januari Rp 2,350,000 2 Februari Rp 2,000,000 3 Maret Rp 5,650,000 4 April Rp 5,250,000 5 Mei Rp 3,000,000 6 Juni Rp 6,800,000 7 Juli Rp 5,200,000 8 Agustus Rp 8,200,000 9 September Rp 49,175, Oktober Rp 6,425, November Rp 4,700, Desember Rp 16,925,000 Total Rp 115,675,000 Sumber: DPU Kabupaten Bantul (2015) Dalam APBD Kabupaten Bantul tahun 2014 dan 2015, anggaran pengeluaran untuk pemeliharaan Stadion Sultan Agung mencapai Rp Besarnya biaya pemeliharaan ini tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima oleh Pemda. Hal ini tentu merupakan indikasi kurang optimalnya pengelolaan aset Pemda di Bantul. Dikhawatirkan besarnya biaya pemeliharaan ini akan membebani pemerintah daerah. Delaney dan Eckstein (2007) menyatakan bahwa stadion yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah adalah hasil yang tidak dapat dihindarkan dari pemerintah yang mensubsidi pemilik-pemilik tim. Kawasan olahraga yang dibangun melalui dana publik memang tidak dibangun untuk memberikan keuntungan bagi daerah. Di sisi lain, biaya 9

10 pembangunan dan operasional yang cukup besar mengharuskan kawasan olahraga tersbeut tidak terlalu membebani anggaran pemerintah. Oleh karena itu, apabila dibiarkan, kawasan olahraga hanya akan menyedot dana publik yang tersedia tanpa memberikan kontribusi positif terhadap daerah apabila pengelolaannya tidak baik. Potensi penerimaan Stadion Sultan Agung Bantul ini seharusnya dapat ditingkatkan, karena didukung oleh kondisi ekonomi makro dari DIY yang bagus. DIY, dilihat dari sisi makro, dikenal sebagai kota pelajar memiliki institusi pendidikan yang cukup banyak. Tingkat kebahagiaan penduduk DIY juga yang tertinggi di Indonesia. DIY sebagai sebuah provinsi dengan 4 kabupaten dan 1 kotamadya ditinjau dari kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia, sedangkan dari pengeluaran per kapita merupakan salah satu yang terendah di Indonesia. Jumlah penduduk di DIY juga cukup padat. Prospek pembangunan infrastruktur diprediksi masih akan membaik. Ditandai dengan maraknya rencana pembangunan hotel, pusat perbelanjaan, dan kawasan wisata. Rencana pembangunan beberapa proyek besar, seperti pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo, Kawasan Industri Baja, Pembangunan Inland Port di Kabupaten Bantul, pembangunan Jalan Tol Yogyakarta Bawen Provinsi DIY-Jateng, Pengembangan kawasan perekonomian Stasiun Tugu dan Malioboro Kota Yogyakarta, Pengembangan Baron Technopark dan industri perikanan tangkap skala nasional di Gunungkidul. 10

11 Selain itu, terdapat beberapa proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan seperti pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarto di Temon dan infrastruktur pendukungnya antara lain tempat pelelangan ikan (TPI), shelter nelayan, pabrik es, docking atau tempat perbaikan kapal dan pemecah ombak (Jogjaprov.go.id). Namun begitu, Jones (2002) menyatakan bahwa pembenaran secara ekonomi murni tidak berkelanjutan dan bahwa kontribusi stadion kepada regenerasi perkotaan dipertanyakan. Masalah yang mungkin timbul pada jangka panjang adalah saat tujuan komersial dari operator stadion mengalami konflik dengan pertimbangan sosial yang lebih luas (Jones, 2002). Ditinjau ilmu ekonomi makro, perekonomian DIY cukup berpotensi. DIY merupakan daerah yang memiliki potensi pariwisata besar di Indonesia. Pembangunan di wilayah pesisir pantai diharapkan mampu semakin mendorong perekonomian DIY di masa depan. DIY diharapkan tidak hanya menjadi tempat transit tetapi juga menjadi kawasan industri yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. DIY merupakan provinsi yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi dan pengeluaran per kapita yang rendah. Tingkat kebahagiaan DIY tahun 2014 berada di peringkat 7 di Indonesia (BRS Jabar Februari 2015). Maraknya pembangunan properti di DIY mengikuti perkembangan ekonomi DIY. Pertumbuhan tingkat hunian di DIY akan mendorong pertumbuhan kebutuhan penduduk. Hal ini akan membuat pertumbuhan pusat perbelanjaan semakin meningkat. 11

12 Sumber daya manusia yang tinggi tersebut didukung oleh banyaknya lembaga pendidikan di DIY. DIY memiliki 142 perguruan tinggi (Statistik Kepariwisataan 2014, 2014) yang terdiri dari 5 perguruan tinggi negeri, 7 perguruang tinggi kedinasan, 18 perguruan tinggi swasta (universitas), 4 institut, 42 sekolah tinggi, 9 politeknik, dan 57 akademi. Pendidikan dasar dan menengah DIY juga cukup banyak. DIY memiliki 2057 TK, 1862 SD, 64 SLB, 420 SMP, 166 SMA, dan 192 SMK. Pendidikan dasar dan menengah tersebut belum termasuk madrasah negeri dan swasta. Bantul sendiri memiliki 495 TK, 346 SD, 15 SLB, 85 SMP. 34 SMA, dan 36 SMK. Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di D.I.Y Tahun/ Uraian Kabupaten/Kota / Regency/City Year Description Kulon- Gunung- Yogya Bantul Sleman progo kidul Karta *) Jumlah/ Total DIY % Jumlah/ Total % Jumlah/ Total % Jumlah/ % persen Jumlah /Total 390, , ,998 1,107, ,553 3,487,325 % Jumlah /Total 393, , ,740 1,114, ,012 3,514,762 % Sumber: BPS (2015) 12

13 Jumlah penduduk Bantul mencapai 927 ribu orang, kedua terbesar setelah Sleman dengan kontribusi sebesar 26,4 persen dari total penduduk DIY. Bantul sebagai salah satu kabupaten di DIY dalam RTRW direncanakan sebagai kawasan perumahan dan pemukiman di mana jalur-jalur utama yang menghubungkan Bantul dengan kabupaten lainnya memiliki potensi yang besar untuk berkembang. Jalur tersebut adalah Jalan Bantul, Jalan Parangtritis, Jalan Imogiri Barat, dan Jalan Imogiri Timur. Akses jalan yang baik dan mudah dipahami membuat posisi Stadion Sultan Agung strategis di Jalan Imogiri Barat. Secara statistik, Bantul memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 5,57 persen pada tahun Inflasi di Bantul cenderung tinggi sebesar 7,87 persen pada tahun Kabupaten ini disokong oleh sektor nontradable dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang 1,37 poin dari total pertumbuhan ekonomi. penduduknya bermatapencaharian di sektor PHR sebanyak 26,62 persen, sektor industri 21,78 persen, dan sisanya sektor lain. Di masa depan, diharapkan Bantul memiliki magnet yang mampu menarik wisatawan dalam rangka mengembangkan perekonomiannya. Menurut Dinas Pariwisata DIY (Statistik Kepariwisataan 2014, 2014), DIY memiliki 54 hotel bersertifikat dengan jumlah kamar sebanyak 5460 kamar. Berdasarkan jumlah kamar, hotel bintang 3 adalah yang paling banyak di DIY sebanyak 16 hotel dengan jumlah kamar 1362 kamar. Setelah itu, hotel bintang 5 menempati tempat kedua dengan 6 hotel dan jumlah kamar sebanyak 1325 kamar. Hotel bintang 4 dengan 11 hotel dan dengan 1178 kamar. Sisanya adalah hotel 13

14 berbintang 2 dan bintang 1 masing-masing 598 kamar dan 397 kamar. Selain hotel berbintang, DIY memiliki 521 hotel dan 9963 kamar. Pembangunan hotel yang semakin banyak menunjukkan adanya tambahan jumlah permintaan atas akomodasi di DIY. Peningkatan jumlah permintaan akomodasi tersebut meningkatkan jumlah penawaran akomodasi berupa hotel di DIY. Tingginya jumlah permintaan hunian ini menunjukkan bahwa DIY merupakan provinsi yang sering dikunjungi. Sebagai properti yang unik, tanah bersifat langka dan jumlah permintaannya tinggi. Hal ini membuat harganya terus terapresiasi. Menurut Appraisal Institute (2001), karakteristik fisik adalah bagian dari tanah yang harus dipertimbangkan, meliputi ukuran, bentuk, topografi (kontur dan drainase), lokasi dan pemandangan, sedangkan menurut Hidayati dan Hardjanto (2003: 82-85) karakteristik fisik yang mempengaruhi nilai tanah meliputi ukuran dan bentuk, topografi, utilitas, pengembangan tapak, lokasi dan lingkungan. Keputusan membangun suatu kawasan olahraga juga ditentukan oleh ukuran tanah, letak tanah, bentuk tanah, topografi tanah, dan lingkungan tanah. Ukuran tanah, misalnya, untuk pembangunan kawasan olahraga dibutuhkan tanah yang luas di mana tanah luas dapat didapatkan melalui pencarian lahan yang luas maupun dengan membeli tanah dari masyrakat apabila tanah tersebut terbagi-bagi atas bidang-bidang yang berbeda status haknya. Selain itu, biaya yang lebih mahal apabila topografi dan bentuk tanahnya sulit untuk diolah. Lingkungan juga berpengaruh dari sisi sosial. 14

15 Dua cara untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu intensifikasi dan ektensifikasi. Intensifikasi yaitu dengan meningkatkan PAD dari penerimaan yang telah ada, serta ektensifikasi yaitu dengan menggali sumbersumber penerimaan baru (Siregar, 2004: 372). Investor harus menghitung tingkat kembalian (return) dan risiko (risk) dari investasi yang ditanamkan. Oleh karena itu, pemilihan properti yang tepat di lokasi yang tepat akan memberikan tambahan PAD bagi suatu daerah pada umumnya, dan Kabupaten Bantul pada khususnya. Penciptaan sumber-sumber penerimaan yang baru dapat dilakukan misalnya dengan membangun properti yang menghasilkan pendapatan. Stadion Sultan Agung dapat dikategorikan sebagai properti yang menghasilkan pendapatan. Setelah pembangunan stadion selesai dan dapat digunakan, intensifikasi kemudian dilakukan. Intensifikasi stadion dapat dilakukan dengan mengelola pos-pos fasilitas yang mampu menghasilkan pendapatan yang optimal. 1.2 Keaslian Penelitian Tabel 1.4 Keaslian Penelitian Peneliti Tahun Alat Analisis Hasil Harto 2006 Pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan biaya, estimasi nilai sewa. Pendekatan perbandingan data pasar dan biaya diperoleh estimasi nilai aset sebesar Rp Nilai tersebut sebagai dasar penentuan nilai sewa aset kepada pihak Murhandjanto 2012 Pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan biaya, estimasi nilai sewa. ketiga. Penetapan harga sewa berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan, dengan pendekatan metode perbandingan data pasar untuk rusunawa di Panggungharjo. 15

16 Peneliti Tahun Alat Analisis Hasil Wilmath 2005 Pendekatan perbandingan penjualan, pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan. Dari tiga pendekatan tersebut, yang paling sesuai untuk fasilitas olahraga (aset khusus) adalah pendekatan biaya (cost approach), karena ketersediaan data. Kesamaan terhadap penelitian ini adalah objek yang berupa fasilitas olahraga (Wilmath, 2005) dan tujuan penelitian yang mencari harga sewa. Perbedaan yang mendasar dari penelitian ini adalah objek yang dinilai, yaitu Stadion Sultan Agung yang memiliki karakteristik khusus, karena berdiri di atas tanah yang luas, sehingga pendekatan yang akan digunakan sama tetapi dengan metode yang berbeda. 1.3 Rumusan Masalah Pada tahun 2015, Stadion Sultan Agung memiliki pendapatan sebesar Rp dari sewa fasilitas. Pendapatan tersebut bervariasi tiap bulan, bahkan tiap tahun. Di sisi lain, biaya pemeliharan dan pengelolaan yang bersumber dari APBD tidak kurang dari Rp Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan aset ini masih belum optimal. Lebih lanjut, penentuan nilai sewa tanah per tahun antara Pemda dengan Pemerintah Desa tidak sesuai dengan prinsip keuangan yang baik dan tidak memiliki dasar yang kuat. 1.4 Pertanyaan Penelitian 1. Berapakah nilai tanah dan sewa tanah Stadion Sultan Agung yang sesuai untuk dibayarkan kepada desa apabila Pemerintah Daerah akan membeli atau tetap menyewa tanah kas desa? 16

17 2. Berapakah nilai sewa dan kontribusi Stadion Sultan Agung terhadap PAD Pemda Kabupaten Bantul? 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: 1. nilai tanah dan sewa tanah yang sesuai untuk dibayarkan kepada desa apabila Pemerintah Daerah akan membeli atau tetap menyewa tanah kas desa. 2. nilai sewa dan kontribusi Stadion Sultan Agung terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemda Kabupaten Bantul berdasarkan nilai properti dan menghitung besaran kontribusinya terhadap PAD Pemerintah Kabupaten Bantul dalam optimalisasi aset, sehingga bisa memberikan masukan yang baik bagi Pemerintah Daerah dalam pemanfaatan asetnya. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat yang berarti yaitu: 1. diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Bantul dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan manajemen aset untuk optimalisasi dan pemanfaatan aset tetapnya; 2. diharapkan dapat menambah khazanah/wawasan dalam bidang ilmu pengetahuan penilaian. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari tesis akan diuraikan secara runtut dimulai dari mengapa topik ini dipilih, apa teori yang melandasi, bagaimana metode penelitian 17

18 yang digunakan, bagaimana analisis yang dihasilkan, dan apa rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini. Bab I Pendahuluan yang memuat latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori/Tinjauan Pustaka yang memuat teori, tinjauan terhadap penelitian yang pernah ada, model penelitian dan kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian yang memuat desain penelitian, metode pengumpulan data, metode pengambilan sampel, definisi kawasan olahraga, definisi pendekatan pendapatan dan pendekatan pasar,formula penyelesaian, instrumen penelitian, dan metode analisis data. Bab IV Analisis dan Pembahasan yang memuat data, hasil perhitungan olah data baik data pendekatan biaya maupun data pendekatan pendapatan, serta intepretasi hasil. Terakhir adalah Bab V Kesimpulan dan Saran yang memuat rangkuman dari Bab I hingga IV serta memberikan kesimpulan dan saran bagi pemerintah daerah. 18

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang BAB I PENDAHULUAN Bab I memaparkan tentang latar belakang dan motivasi penelitian mengenai penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang timbul permasalahan mengenai penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sejumlah anggaran dalam APBD Yogyakarta Tahun 2013 seperti potensi pendapatan pajak dan retribusi daerah belum dapat dimaksimalkan. Hal ini disebabkan karena tarif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang dan motivasi penelitian mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang timbul permasalahan mengenai penetapan tarif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. Kurangnya Jumlah Hotel di Kabupaten Kulon Progo Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang belum memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pekanbaru mempunyai Pelabuhan Pelita Pantai, Pelabuhan Laut Sungai Duku dan

BAB I PENDAHULUAN. Pekanbaru mempunyai Pelabuhan Pelita Pantai, Pelabuhan Laut Sungai Duku dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Riau, khususnya Pekanbaru sangat meningkat. Pekanbaru merupakan Kota dengan pertumbuhan dan perkembangan tertinggi di Indonesia. Kota yang diprediksi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 3.1 Tinjauan Umum Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1 Tinjauan Geografis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Jumlah Akomodasi, Kamar dan Tempat Tidur Hotel di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun Bantul Gunung Kidul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Jumlah Akomodasi, Kamar dan Tempat Tidur Hotel di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun Bantul Gunung Kidul BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Pertumbuhan Hotel di Yogyakarta yang Pesat dan Terpusat Pertumbuhan hotel di Provinsi Yogyakarta sangat pesat, seiring dengan bertambahnya jumlah wisatawan ke Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Muta ali (2012) menjelaskan bahwa pengembangan wilayah adalah salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya wilayah untuk dimanfaatkan sebesarbesarnya demi kemakmuran rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo -

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo - BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029 telah tertuang rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi DIY dan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi DIY dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat dua yang berstatus kota di samping empat daerah tingkat dua lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa sumber dana yang dapat diperoleh pemerintah yaitu yang berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan melakukan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengelola pembangunan di daerah tanpa adanya kendala struktural yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam beberapa tahun belakangan ini menimbulkan dampak positif yang cukup besar terutama meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan dinamika dan tuntutan perubahan di segala bidang, maka untuk mengantisipasi kesalahan masa lalu, maka dibuatlah UU No: 22 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di suatu daerah atau kota. Tanah perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, maka suatu negara akan mendapatkan pemasukan dari

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara berkembang (developing country) pada tiga dekade terakhir. Hal ini jelas terlihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang di arahkan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. DIY juga menjadi salah satu propinsi yang menjadi pusat pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 % I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan wilayah dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 % dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlahan menjadi lebih baik dan stabil

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlahan menjadi lebih baik dan stabil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlahan menjadi lebih baik dan stabil menurut data yang diperoleh dari International Monetary Fund (IMF). Berikut adalah grafik yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, pertambahan populasi menyebabkan kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang tetap dan terbatas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan terbesar terjadi di tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 hingga

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan terbesar terjadi di tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 hingga Persentase Jumlah Penduduk BAB I PENDAHULUAN..Latar Belakang Berdasarkan gambar., jumlah penduduk Kabupaten Sleman mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Namun jika dilihat dalam persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya yang terbatas karena tidak dapat diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3. 54 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.185,80 km 2 dengan perbatasan wilayah dari arah Timur : Kabupaten Wonogiri di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah menjadi sumber pendapatan daerah yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut O Sullivan (2009: 4), pertumbuhan ekonomi kota didasarkan pada bagaimana masyarakat kota mampu memaksimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya di tengah keterbatasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah tersebut. Menurut Masyhudzulhak dalam Proceeding Book. Simposium Ilmu Administrasi Negara untuk Indonesia (2011) daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah tersebut. Menurut Masyhudzulhak dalam Proceeding Book. Simposium Ilmu Administrasi Negara untuk Indonesia (2011) daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah pesisir merupakan daerah yang sangat terkait dengan hajat hidup banyak orang, terutama masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Menurut Masyhudzulhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang ini sudah menjadi salah satu kota tujuan wisata, Yogyakarta masih merupakan kota yang paling

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah suatu kegiatan sebagai industri pelayanan dan jasa yang akan menjadi andalan Indonesia sebagai pemasukan keuangan bagi negara. Kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah dengan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 38/07/72/Th.XVIII, 01 Juli 2015 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Mei 2015, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Kota Yogyakarta merupakan ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain itu kota Yogyakarta juga merupakan Pusat Kegiatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.107,2015 Kantor Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bantul. Petunjuk Pelaksanaan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Pengelolaan, Stadion Olahraga Sultan Agung. BUPATI

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2  Jum'at, 3 Mei :48 wib Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 43/08/72/Th.XVIII, 03 Agustus 2015 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Juni 2015, TPK Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang sangat fundamental bagi perseorangan maupun organisasi, karena merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan dari pemilik aset. Aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 24/05/72/Th.XIX, 02 Mei 2016 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Maret 2016, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 52/09/72/Th.XVIII, 01 September 2015 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Juli 2015, TPK Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Potensi pendapatan asli daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat dipengaruhi oleh; (1) daya tarik produk-produk wisata yang dimilik; (2) biaya yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bandar Udara Internasional Kuala Namu merupakan sebuah bandar udara Internasional yang terletak di kawasan Kuala Namu, Deli Serdang, Sumatera Utara. Bandara ini menggantikan

Lebih terperinci

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 26/05/72/Th. XVIII, 04 Mei 2015 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Maret 2015, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas beberapa alasan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan rumusan masalah yang menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah berkembang dengan pesat. Perkembangannya yang pesat tidak dapat terlepas dari bertambahnya penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Transportasi udara Indonesia saat ini sedang giat untuk berbenah diri. Salah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Transportasi udara Indonesia saat ini sedang giat untuk berbenah diri. Salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Transportasi udara Indonesia saat ini sedang giat untuk berbenah diri. Salah satunya adalah rencana pemindahan bandara dari Adisucipto Sleman, Yogyakarta ke wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 34/06/72/Th.XVIII, 01 Juni 2015 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama April 2015, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 08/02/72/Th.XVII, 03 Februari 2014 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Desember 2013, TPK Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif,

BAB I PENDAHULUAN. Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif, berbagai macam bentuk potensi wisata seperti wisata alam, sejarah, budaya dan religi dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang melanda Indonesia membawa dampak yang luar biasa, sehingga meruntuhkan fundamental ekonomi negara dan jatuhnya penguasa pada tahun 1998.

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 61/11/72/Th.XVIII, 02 November 2015 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama September 2015, TPK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendapatan asli daerah merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu daerah yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 08/02/72/Th.XIX, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Desemebr 2015, TPK Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan proses desentralisasi terhadap daerah-daerah otonom memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

Perkembangan Tingkat Penggunaan Sarana Akomodasi dan Transportasi Sulawesi Tengah

Perkembangan Tingkat Penggunaan Sarana Akomodasi dan Transportasi Sulawesi Tengah No. 60/11/72/Th.XX, 01 NOVEMBER 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGAH Perkembangan Tingkat Penggunaan Sarana Akomodasi dan Transportasi Sulawesi Tengah A. Perkembangan Tingkat Penggunaan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DIY TAHUN 2019 BAPPEDA DIY

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DIY TAHUN 2019 BAPPEDA DIY ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DIY TAHUN 2019 BAPPEDA DIY Data Makro Ekonomi dan Kesejahteraan DIY Ranwal RPJMD DIY 2017-2022 Makro Ekonomi dan Kesejahteraan DIY : Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 51/09/72/Th.XVII, 01 September 2014 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Juli 2014, TPK Hotel

Lebih terperinci

LAMPIRAN I.2 : JUMLAH ( Rp. ) ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN Pendapatan , , ,45 8.

LAMPIRAN I.2 : JUMLAH ( Rp. ) ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN Pendapatan , , ,45 8. LAMPIRAN I.2 : PEMERINTAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RINCIAN LAPORAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN 2014 PERIODE BULAN : DESEMBER URUSAN PEMERINTAHAN : ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat menetapkan Bali sebagai pulau wisata terbaik di Dunia. Demikian pula organisasi Travel Leisure di

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 23/05/72/Th.XX, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Maret 2017, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. /07/72/Th.XX, 03 Juli 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Mei 2017, TPK Hotel Bintang Sebesar

Lebih terperinci

FORUM KABUPATEN/KOTA DI DIY

FORUM KABUPATEN/KOTA DI DIY RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH 2018 FORUM KABUPATEN/KOTA DI DIY Yogyakarta, 06 April 2017 KONDISI UMUM PENDUDUK BANTUL 2013-2016 928,676 919,440 912,511 913,407 2013 2014 2015 2016 IPM KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya melalui penilaian posisi perkembangan dan faktor - faktor yang mempengaruhinya maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 33/06/72/Th.XX, 02 Juni 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama April 2017, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INSTANSI

BAB II PROFIL INSTANSI BAB II PROFIL INSTANSI 2.1 Sejarah Instansi Gelanggang Olahraga Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia, didirikan bersamaan dengan didirikannya Univesitas Pendidikan Indonesia tanggal 20 Oktober

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 07/02/72/Th.XX, 01 Februari 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Desember 2016, TPK Hotel

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 19/04/72/Th.XX, 03 April 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Februari 2017, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 15/03/72/Th.XX, 01 Maret 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Januari 2017, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kelayakan Proyek Ketersediaan Fasilitas Olahraga Di Atambua

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kelayakan Proyek Ketersediaan Fasilitas Olahraga Di Atambua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.1.1 Kelayakan Proyek Atambua merupakan Ibukota Kabupaten Belu yang termasuk dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan rencana induk pengembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 43/08/72/Th.XX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Juni 2017, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 68/12/72/Th.XVII, 01 Desember 2014 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama Oktober 2014, TPK Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Menurut John Naisbit, pada abad ke 21 nanti pariwisata akan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Menurut John Naisbit, pada abad ke 21 nanti pariwisata akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, sektor pariwisata mengalami perkembangan yang sangat pesat. Menurut John Naisbit, pada abad ke 21 nanti pariwisata akan menjadi Globalization

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No.02/01/72/Th.XX, 03 Januari 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama November 2016, TPK Hotel

Lebih terperinci

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2009 MENCAPAI 51,71 PERSEN

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2009 MENCAPAI 51,71 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.03/01/34/Th.XII, 04 Januari 2010 TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2009 MENCAPAI 51,71 PERSEN Pada bulan November 2009 Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi baik oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya dan dikenal dengan

Lebih terperinci

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 32/06/72/Th.XVII, 02 Juni 2014 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama April 2014, TPK Hotel Bintang

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH

TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH No. 61/11/72/Th.XIX, 01 November 2016 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI DAN TRANSPORTASI SULAWESI TENGAH A. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama September 2016, TPK Hotel

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

BAB II DESKRIPSI WILAYAH BAB II DESKRIPSI WILAYAH 1.1 Kondisi Geografis 2.1.1 Kota Magelang a. Letak Wilayah Berdasarkan letak astronomis, Kota Magelang terletak pada posisi 110 0 12 30 110 0 12 52 Bujur Timur dan 7 0 26 28 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Penduduk per Kabupaten di DIY Tahun Kabupaten / Kota Gunung-

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Penduduk per Kabupaten di DIY Tahun Kabupaten / Kota Gunung- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Rumah tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer manusia untuk melangsungkan hidup. Kebutuhan akan rumah tinggal terus meningkat

Lebih terperinci