SIFAT FISIKA ULTISOL DI BAWAH TEGAKAN KELAPA SAWIT (Elaeis giuneensis Jacq.) YANG BERBEDA UMUR DAN KAITANNYA DENGAN PEMADATAN TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT FISIKA ULTISOL DI BAWAH TEGAKAN KELAPA SAWIT (Elaeis giuneensis Jacq.) YANG BERBEDA UMUR DAN KAITANNYA DENGAN PEMADATAN TANAH"

Transkripsi

1 SIFAT FISIKA ULTISOL DI BAWAH TEGAKAN KELAPA SAWIT (Elaeis giuneensis Jacq.) YANG BERBEDA UMUR DAN KAITANNYA DENGAN PEMADATAN TANAH Fany Juliarti Panjaitan 1, Wawan 2, Islan 2 Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau Jln. HR. Subrantas km 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru, fanyjait_it08@yahoo.com HP : ABSTRACT The purpose of this research is to determine the physical properties of Ultisols under oil palm stands of different age and evaluate the level of soil compaction. The research was conducted by survey method. The results of observation showed that the increasing age the oil palm stands caused the physical properties of Ultisol soil, such as soil aggregate stability, pore space total, infiltration rate, soil permeability, and water content of field capacity increased, while soil bulk density, soil particle density, and soil penetration decreased on die path, the circle, and life path in the depth of 0 20 cm and cm. The increasing age the oil palm stands showed that the soil aggregate stability, pore space total, infiltration rate, soil permeability, and water content of field capacity on die path is higher than on the circle, and the circle is higher than on life path, while soil bulk density, soil particle density, and soil penetration on die path is lower than on the circle and the circle is lower than on life path in all age the oil palm stands in the depth of 0 20 cm and cm. The increasing age the oil palm stands decreased the soil compaction level in the depth of 0 20 cm and cm on die path, the circle, or life path. Key words : Ultisols, Palm Oil, Soil Compaction PENDAHULUAN Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan multiguna baik dari sektor industri pangan maupun non pangan. Cerahnya prospek pasar dari komoditas tanaman ini yang mendorong masyarakat Riau mengembangkan kelapa sawit. Propinsi Riau merupakan daerah yang sangat pesat dalam pengembangan tanaman kelapa sawit, hal ini didukung oleh topografi tanah yang cenderung rata dan beriklim basah. Pada tahun 2009 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di Propinsi Riau mencapai ha dengan produksi ton dan tahun 2010 adalah ha dengan produksi ton, sedangkan pada tahun 2011 luasnya telah mencapai ha dengan produksi mencapai ton (BPS Riau, 2012). 1. Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau 2. Staff Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau

2 Perluasan lahan kelapa sawit tidak hanya dilakukan pada lahan pertanian yang produktif tetapi juga pada lahan marjinal. Salah satu tanah yang berpotensi dalam pengembangan lahan kelapa sawit adalah tanah mineral masam, yaitu Ultisol. Utomo (2008) menyatakan pada umumnya sifat fisika tanah Ultisol buruk, diantaranya adalah struktur tanah kurang mantap, infiltrasi dan permeabilitas lambat, aerasi buruk, kandungan bahan organik rendah, porositas rendah, sehingga tanah cenderung lebih padat. Hasil penelitian Tim Faperta UNRI dan Dinas Perkebunan Kabupaten Pelalawan (2009) melaporkan bahwa pada tanaman kelapa sawit yang berumur sekitar 20 tahun terjadi pemadatan tanah atau tanahnya padat yang diduga berkorelasi dengan umur tanaman. Semakin bertambah umur tanaman, maka aktivitas fisik petani selama pemeliharaan dan panen, serta penggunaan pupuk kimia semakin kontiniu dilakukan sehingga tanahnya menjadi padat. Pemadatan tanah tersebut ditandai dengan kerusakan struktur tanah yang menyebabkan poripori tanah tertutup sehingga bobot isi tanah (bulk density) dan penetrasi tanah meningkat yang menyebabkan dampak buruk bagi perkembangan perakaran tanaman kelapa sawit. Menurut Hakim et al., (1986) bahwa pemadatan tanah erat hubungannya dengan penetrasi akar dan produksi tanaman. Jika terjadi pemadatan tanah, maka air dan udara sulit disimpan dan ketersediaannya terbatas dalam tanah sehingga menyebabkan terhambatnya pernafasan akar dan penyerapan air serta memiliki unsur hara yang rendah karena memiliki aktivitas organisme tanah yang rendah pula. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari bulan Juni sampai Agustus 2012, lokasi penelitian di perkebunan PT. Meridan Sejati Surya Plantation di Siak. Analisis sifat fisika tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah Universitas Riau dan Laboratorium Pusat Penelitian Pemanfaatan Iptek Nuklir (P3IN) Universitas Andalas. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey. Adapun parameter pengamatan dalam penelitian ini meliputi sifat fisik tanah, antara lain: kemantapan agregat tanah, bobot isi tanah, kerapatan partikel tanah, total ruang pori tanah, permeabilitas tanah, laju infiltrasi, kadar air kapasitas lapang, dan penetrasi tanah, sedangkan parameter pengamatan tambahannya adalah tekstur tanah. Data hasil pengamatan di lapangan dan di laboratorium disajikan dalam grafik yang kemudian dianalisis secara statistik deskriptif tentang hasil yang diperoleh. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kemantapan Agregat Tanah Hasil pengamatan rerata indeks kemantapan agregat tanah di bawah tegakan kelapa sawit yang berbeda umur pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan baik di kedalaman 0 20 cm maupun cm disajikan dalam Gambar 1.

3 Kedalaman 0-20 cm Indeks Kemantapan Agregat Tanah Tahun Gambar 1 Grafik Rerata Indeks Kemantapan Agregat Tanah di Bawah Tegakan Kelapa Sawit yang Berbeda Umur pada Gawangan Hidup, Gawangan Mati, dan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertambahan umur tegakan kelapa sawit meningkatkan indeks kemantapan agregat tanah baik pada gawangan hidup, gawangan mati, maupun piringan, dan pada semua umur tegakan kelapa sawit menunjukkan indeks kemantapan agregat tanah pada gawangan mati lebih tinggi dibandingkan pada piringan dan pada piringan lebih tinggi dibandingkan pada gawangan hidup pada kedalaman 0 20 cmdan cm, tetapi indeks kemantapan agregat tanah di bawah tegakan kelapa sawit berumur 8 tahun dengan kedalaman cm pada gawangan hidup lebih tinggi dibandingkan piringan. Bobot Isi Tanah (Bulk Density) Hasil pengamatan rerata bobot isi tanah di bawah tegakan kelapa sawit yang berbeda umur pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan baik di kedalaman 0 20 cm maupun cm disajikan dalam Gambar 2. Kedalaman 0-20 cm Kedalaman cm Bobot Isi Tanah (g/cm3) 2,0 1,0 0,0 Bobot Isi Tanah (g/cm3) 1,5 1,0 15 Tahun 15 Tahun Gambar 2 Grafik Rerata Bobot Isi Tanah di Bawah Tegakan Kelapa Sawit yang Berbeda Umur pada Gawangan Hidup, Gawangan Mati, dan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertambahan umur tegakan kelapa sawit menurunkan bobot isi tanah baik pada gawangan hidup, gawangan mati, maupun piringan, dan pada semua umur tegakan kelapa sawit menunjukkan bobot isi tanah pada gawangan mati lebih rendah dibandingkan piringan dan bobot isi tanah pada piringan n lebih rendah dibandingkan gawangan hidup baik pada kedalaman 0 20 cm maupun cm. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa bobot isi tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin rendah bobot isi tanah, semakin menurun kepadatan tanah dan sebaliknya semakin tinggi bobot isi tanah, semakin padat tanah tersebut.

4 Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) Hasil pengamatan rerata kerapatan partikel tanah di bawah tegakan kelapa sawit yang berbeda umurpada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan di kedalaman 0 20 cm dan cm disajikan dalam Gambar 3. Kedalaman 0-20 cm Kedalaman cm Kerapatan Partikel Tanah (g/cm3) 2,80 2,60 2,40 2,20 Gambar 3 Grafik Rerata Kerapatan Partikel Tanah di Bawah Tegakan Kelapa Sawit yang Berbeda Umur pada Gawangan Hidup, Gawangan Mati, dan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin bertambah umur tegakan kelapa sawit, maka kerapatan partikel tanah semakin menurun pada gawangan hidup, gawangan mati, maupun piringan, dan pada semua umur tegakan kelapa sawit menunjukkan kerapatan partikel tanah pada gawangan mati lebih rendah dibandingkan piringan dan kerapatan partikel tanah pada piringan lebih rendah dibandingkan gawangan hidup di kedalaman 0 20 cm dan cm, tetapi kerapatan partikel tanah pada tegakan kelapa sawit berumur 8 tahun pada kedalaman 0 20 cm di gawangan hidup dan piringan tidak terlalu berbeda. Total Ruang Pori Tanah Hasil pengamatan rerata total ruang pori tanah di bawah tegakan kelapa sawit yang berbeda umur pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan di kedalaman 0 20 cm dan cm disajikan dalam Gambar 4. Total Ruang Pori Tanah (%) Kedalaman 0-20 cm Tahun Kerapatan Partikel Tanah (g/cm3) 2,80 2,60 2,40 2,20 15 Tahu Total Ruang Pori Tanah (%) 15 Tahun Kedalaman cm Gambar 4 Grafik Rerata Total Ruang Pori Tanah di Bawah Tegakan Kelapa Sawit yang Berbeda Umur pada Gawangan Hidup, Gawangan Mati, dan Tahun

5 Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin bertambah umur tegakan kelapa sawit, maka total ruang pori tanah semakin meningkat baik pada gawangan hidup, gawangan mati, maupun piringan, dan pada semua umur tegakan kelapa sawit menunjukkan total ruang pori tanah pada gawangan mati lebih tinggi dibandingkan pada piringan dan total ruang pori tanah pada piringan lebih tinggi dibandingkan pada gawangan hidup di kedalaman 0 20 cm dan cm. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa total ruang pori tanah juga menunjukkan kepadatan tanah. Semakin meningkat total ruang pori tanah, maka bobot isi tanah semakin menurun sehingga tanah juga semakin gembur dan sebaliknya semakin menurun total ruang pori tanah, maka bobot isi tanah semakin meningkat dan tanah juga semakin padat. Permeabilitas Tanah Hasil pengamatan rerata permeabilitas tanah di bawah tegakan kelapa sawit yang berbeda umur pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan di kedalaman 0 20 cm dan cm disajikan dalam Gambar 5. Kedalaman 0-20 cm Kedalaman cm Permeabilitas Tanah (cm/jam) Permeabilitas Tanah (cm/jam) 0 15 Tahu Gambar 5 Grafik Rerata Permeabilitas Tanah di Bawah Tegakan Kelapa Sawit yang Berbeda Umur pada Gawangan Hidup, Gawangan Mati, dan Gambar 5 menunjukkan bahwa pertambahan umur tegakan kelapa sawit meningkatkan permeabilitas tanah baik pada gawangan hidup, gawangan mati, maupun piringan, dan permeabilitas tanah pada semua umur tegakan kelapa sawit di gawangan mati lebih tinggi dibandingkan di piringan dan permeabilitas tanah pada piringan lebih tinggi dibandingkan pada gawangan hidup baik di kedalaman 0 20 cm maupun cm. Pada tegakan kelapa sawit berumur 8 tahun di kedalaman cm, permeabilitas tanah di gawangan mati dan piringan tidak berbeda jauh, tetapi permeabilitas tanah di bawah tegakan kelapaa sawit berumur 18 tahun pada piringan lebih tinggi dibandingkan pada gawangan mati, dan permeabilitas tanah pada gawangan mati lebih tinggi dibandingkan pada gawangan hidup di kedalaman cm. Laju Infiltrasi Hasil pengamatan rerata laju infiltrasi di bawah tegakan kelapa sawit yang berumur 8 tahun, 15 tahun, dan 18 tahun pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan disajikan dalam Gambar Tahum 15 Tahun

6 Laju Infiltrasi (cm/jam) Tahun 1 Gambar 6 Grafik Rerata Laju Infiltrasi di Bawah Tegakan Kelapa Sawit yang Berbeda Umur pada Gawangan Hidup, Gawangan Mati, dan Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin bertambah umur tegakan kelapa sawit, maka laju infiltrasi semakin meningkat baik pada gawangan hidup, gawangan mati, maupun piringan, dan laju infiltrasi pada semua umur tegakan kelapa sawitdi gawangan mati lebih tinggi dibandingkan pada piringan dan laju infiltrasi pada piringan lebih tinggi dibandingkan gawangan hidup pada kedalaman 0 20 cm. Kadar Air Kapasitas Lapang Hasil pengamatan rerata kadar air kapasitas lapang di bawah tegakan kelapa sawit yang berumur 8 tahun, 15 tahun, 18 tahun pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan pada kedalaman 0 20 cm dan cm disajikan dalam Gambar 7. Kadar Air Kapasitas Lapang (%) Kedalaman 0-20 cm Kadar Air Kapasitas Lapang (%) Tahun Kedalaman cm 15 Tahun Gambar 7 Grafik Rerata Kadar Air Kapasitas Lapang di Bawah Tegakan Kelapa Sawit yang Berbeda Umur pada Gawangan Hidup, Gawangan Mati, dan Gambar 7 menunjukkan bahwa pertambahan umur tegakan kelapa sawit meningkatkan kadar air kapasitas lapang baik pada gawangan hidup, gawangan mati, maupun piringan, dan pada semua umur tegakan kelapa sawit menunjukkan bahwa kadar air kapasitas asitas lapang pada gawangan mati lebih tinggi dibandingkan pada piringan dan kadar air kapasitas lapang pada piringan lebih tinggi dibandingkan pada gawangan hidup di kedalaman 0 20 cm dan cm. Pada tegakan kelapa sawit berumur 15 tahun dan 8 tahun di gawangan mati dan piringan pada kedalaman 0 20 cm tidak berbeda jauh kadar air kapasitas

7 lapangnya, begitu juga pada tegakan kelapa sawit berumur 18 tahun di piringan dan gawangan hidup, tetapi kadar air kapasitas lapang pada tegakan kelapa sawit berumur 15 tahun di piringan lebih tinggi dibandingkan gawangan mati pada kedalaman cm. Ketahanan Penetrasi Tanah Hasil pengamatan rerata ketahanan penetrasi tanah di bawah tegakan kelapa sawit yang berumur 8 tahun, 15 tahun, dan 18 tahun pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan disajikan dalam Gambar 8. Ketahanan Penetrasi Tanah (kg/cm 2 ) Tahun 1 Gambar 8 Grafik RerataKetahanan Penetrasi Tanah di Bawah Kelapa Sawit yang Berbeda Umur pada Gawangan Hidup, Gawangan Mati, dan Gambar 8 menunjukkan bahwa pertambahan umur tegakan kelapa sawit menurunkan ketahanan penetrasi tanah pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan. Pada tegakan kelapa sawit yang berumur 8 tahun, 15 tahun, dan 18 tahun menunjukkan ketahanan penetrasi tanah pada gawangan mati lebih rendah dibandingkan pada piringan dan penetrasi tanah pada piringan lebih rendah dibandingkan pada gawangan hidup. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa rendahnya ketahanann penetrasi tanah menyebabkan pemadatan tanah semakin berkurang atau tanahnya semakin gembur dan sebaliknya tingginya penetrasi tanah menyebabkan pemadatan tanah semakin meningkat atau tanahnya padat. PEMBAHASAN Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertambahan umur tegakan kelapa sawit meningkatkan indeks kemantapan agregat tanah, total ruang pori tanah, laju infiltrasi, permeabilitas tanah, dan kadar air kapasitas lapang, serta menurunkan bobot isi tanah, kerapatan partikel tanah, dan ketahanan penetrasi tanah pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan baik di kedalaman 0 20 cm maupun cm. Hal ini terkait dengan adanya perkembangan akar-akar kelapa sawit yang semakin meluas dengan semakin bertambahnya umur tegakan kelapa sawit. Berdasarkan hasil penelitian Harahap (2007) bahwa kemampuan akar kelapa sawit berkembang pada tanah sangat tergantung padaa umur tanaman, karena dengan semakin bertambah umur perkembangan akar pun semakin meluas. Hillel (1982) menyatakan bahwa sebaran akar dan akar-akar yang mati terus berlangsung, terutama rambut-rambut akar yang dapat merangsang aktivitas mikrooganisme dan menyumbangkan bahan organik ke dalam tanah. Dekomposisi bahan organik tanah menghasilkan asam-asam organik yang dapat mengalami humifikasi sehingga menghasilkan senyawa humik. Senyawa humik

8 tersebut berperan sebagai bahan perekat dalam pembentukan agregat tanah. Atmojo (2003) dan Adrinal et al., (2012) menyatakan bahwa bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang berperan sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah. Menurut Sutedjo (1999) bahwa dengan terbentuknya humus maka agregat tanah dapat terpelihara dengan baik, hal ini memberikan kemudahan masuknya air kedalam tanah sehingga akan mengakibatkan bertambahnya pori-pori mikro di dalam tanah. Agregat tanah yang satu dengan agregat tanah yang lain membentuk ruang yang besar atau pori-pori makro tanah. Huda (2011) menambahkan bahwa ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam, sedangkan ruangan kosong yang kecil (mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Pembentukan pori-pori tanah juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas makrofauna tanah dan akar-akar tanaman. Menurut Simanjuntak (2005) bahwa aktivitas cacing tanah, semut dan rayap yang memakan bahan organik akan meninggalkan banyak liang dalam profil tanah sehingga porositas tanah meningkat. Hairiah dan Van Noordwijk (1989) dalam Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa akar tanaman yang telah mati, akan membusuk dan meninggalkan pori dan meningkatkan infiltrasi sehingga dapat mengurangi besarnya limpasan permukaan. Meningkatnya ruang pori tanah, maka bobot isi tanah semakin rendah. Menurut Soepardi (1983) bahwa semakin tinggi total ruang pori, maka bobot isi tanah semakin rendah. Bobot isi tanah dan total ruang pori tanah mempengaruhi ketahanan penetrasi tanah dan permeabilitas tanah. Pernyataan ini sama dengan pendapat Sarief (1989) bahwa penurunan ketahanan penetrasi tanah disebabkan oleh menurunnya bobot isi tanah dan meningkatnya pori tanah, sedangkan peningkatan ketahanan penetrasi tanah disebabkan oleh meningkatnya bobot isi tanah dan menurunnya pori tanah, sehingga menurunkan pori aerase dan permeabilitas tanah. Menurut Yulnafatmawita et al., (2010) bahwa penurunan bobot isi tanah dan peningkatan total ruang pori tanah mengakibatkan peningkatan laju permeabilitas tanah. Total ruang pori mempengaruhi laju infiltrasi. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Nurmegawati (2011) bahwa tingginya total ruang pori tanah maka akan semakin banyak air yang lolos ke bawah dan rendahnya total ruang pori tanah maka lalu lintas air jadi terhambat. Harahap (2007) berpendapat bahwa semakin banyak akar atau perkembangan akar semakin giat, maka laju infiltrasi juga semakin meningkat dan hal ini sejalan dengan peningkatan persentase pori-pori tanah. Total ruang pori tanah yang tinggi dan bobot isi tanah yang rendah juga mempengaruhi kadar air kapasitas lapang. Menurut Islami dan Utomo (1995) bahwa jika tanah mempunyai nilai bobot isi yang rendah dan total ruang pori tinggi berarti tanah tersebut longgar, sehingga air mudah masuk kedalam tanah akibatnya kadar air tanah menjadi lebih tinggi. Scholes et al., (1994) dalam Atmojo (2003) menyatakan bahwa kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Bahan organik tanah juga mempengaruhi kerapatan partikel tanah. Semakin tinggi bahan organik tanah, maka kerapatan partikel tanah semakin

9 rendah. Hillel (1982) menyatakan bahwa dengan adanya bahan organik akan memperkecil kerapatan partikel tanah. Indeks kemantapan agregat tanah, total ruang pori, laju infiltrasi, permeabilitas tanah, dan kadar air kapasitas lapang pada gawangan mati lebih tinggi dibandingkan pada piringan, dan pada piringan lebih tinggi dibandingkan pada gawangan hidup. Namun berbeda dengan bobot isi tanah, kerapatan partikel tanah, dan ketahanan penetrasi tanah pada gawangan mati lebih rendah dibandingkan pada piringan dan gawangan hidup pada kedalaman 0 20 cm dan cm pada semua umur tegakan kelapa sawit. Hal ini terkait dengan tingginya kandungan bahan organik tanah pada gawangan mati dan piringan dibandingkan pada gawangan hidup. Bahan organik tanah tersebut berasal dari akar-akar kelapa sawit dan pelepah-pelepah daun kelapa sawit yang telah melapuk. Hakim et al., (1986) menyatakan bahwa akar tanaman yang telah mati dan dilapuk merupakan penyumbang bahan organik atau humus. Hal ini didukung oleh pendapat Chan et al., (1980) dalam Harahap (1999) bahwa disamping akar yang menjadi sumber bahan organik tanah yang ditanami kelapa sawit, pelepah daun juga menyumbang kira-kira 10 ton/tahun berat kering. Bahan organik tanah ini akan memperbaiki sifat-sifat fisik tanah tersebut sehingga laju pergerakan air, udara dan unsur hara tidak terganggu. Semakin bertambah umur tegakan kelapa sawit, maka pemadatan tanah semakin menurun pada gawangan hidup, gawangan mati, dan piringan baik di kedalaman 0 20 cm maupun cm. Hal ini terkait dengan bobot isi tanah, total ruang pori tanah, dan ketahanan penetrasi tanah. Semakin tinggi bobot isi tanah dan ketahanan penetrasi tanah, serta rendahnya total ruang pori tanah, maka pemadatan tanah semakin meningkat. Bobot isi tanah, total ruang pori tanah, dan ketahanan penetrasi tanah penting artinya dalam penilaian kepadatan atau kegemburan tanah. Menurut Donahue et al., (1977) bahwa tanah yang bobot isi tanahnya meningkat berarti ruang porinya semakin rendah dan tanah semakin padat. Suprayogo et al., (2004) bahwa hancuran agregat tanah yang masuk ke dalam lapisan tanah bersamaan dengan aliran air menyebabkan penyumbatan pori tanah sehingga ketahanan penetrasi tanah meningkat dan makroporositas menurun. Hillel (1982) menyatakan bahwa tanah dianggap padat bila tanah sangat rapat dan pori-pori tanah kecil sehingga menghambat penetrasi akar dan drainase. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertambahan umur tegakan kelapa sawit menunjukkan bahwa indeks kemantapan agregat tanah, total ruang pori tanah, laju infiltrasi, permeabilitas tanah, dan kadar air kapasitas lapang semakin meningkat, sedangkan bobot isi tanah, kerapatan partikel tanah, dan penetrasi tanah semakin menurun pada gawangan mati, piringan, dan gawangan hidup di kedalaman 0 20 cm dan cm. 2. Indeks kemantapan agregat tanah, total ruang pori, laju infiltrasi, permeabilitas tanah, dan kadar air kapasitas lapang pada gawangan mati lebih tinggi dibandingkan pada piringan, dan pada piringan lebih tinggi

10 dibandingkan pada gawangan hidup, sedangkan bobot isi tanah, kerapatan partikel tanah, dan penetrasi tanah pada gawangan mati lebih rendah dibandingkan pada piringan dan pada piringan lebih rendah dibandingkan pada gawangan hidup pada semua umur tegakan kelapa sawit baik di kedalaman 0 20 cm maupun cm 3. Bertambahnya umur tegakan kelapa sawit menurunkan tingkat pemadatan tanah di kedalaman 0 20 cm dan cm pada gawangan mati, piringan, dan gawangan hidup. DAFTAR PUSTAKA Adrinal, Saidi, A., dan Gusmini Perbaikan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Psamment dengan Pemulsaan Organik dan Olah Tanah Konservasi pada Budidaya jagung. Jurnal Solum Vol. 09, No.1, Januari Atmojo, S. W Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Riau dalam Angka Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. Pekanbaru. Donahue, R.Y., R. W. Miller, and J. C. Schickluna An Introduction to Soil and Plant Growth.Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.New Jersery. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, Go Ban Hong, N. H. Bailey Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung. Harahap, E. M Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konservasi Tanah dan Air. Universitas Sumatera Utara. Medan. Harahap, E. M Perkembangan Akar Tanaman Kelapa Sawit pada Tanah Terdegradasi di Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara.Disertasi Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Dipublikasikan). Hillel, D Introduction to Soil Physics. Academic Press Inc, Orlando, Florida. Huda, S Degradasi Tanah web.unair.ac.id/artikel_detail kuliah-DEGRADASI- TANAH.html (5 April 2013). Islami, T dan Utomo, W. H Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP.Semarang Press. Semarang. Nurmegawati Infiltrasi Pada Hutan di Sub Das Sumani Bagian Hulu Kayu Aro Kabupaten Solok.Jurnal Hidrolitan, Vol 2 : 2 :

11 Sarief, E. S Konservasi Air dan Tanah.Pustaka Buana. Bandung. Simanjuntak, B. H Studi Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian Terhadap Karakteristik Fisik Tanah (Studi Kasus DAS Kalitundo, Malang). Agrivic Vol. 18, No.1 Juli 2005 : Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah.Bharata Karya Aksara. Jakarta. Suprayogo, D, Widianto, Purnomosidi P, Widodo, R. H, Rusiana, F, Aini, Z. Z., Khasanah, N, dan Kusuma, Z Degradasi Sifat Fisik Tanah Sebagai Akibat Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Sistem Kopi Monokultur: Kajian Perubahan Makroporositas Tanah. Jurnal Pertanian Agrivita. Universitas Brawijaya, Malang. Sutedjo, M. M Pupuk dan Cara Pemupukan. Bina Aksara. Jakarta. Tim Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Dinas Perkebunan Kabupaten Pelalawan Kajian Keberadaan Tegakan Terhadap Aliran Permukaan dan Kesuburan Tanah di Desa-Desa Kabupaten Pelalawan.Pangkalan kerinci. Utomo, B Perbaikan Sifat Tanah Ultisol untuk Meningkatkan Pertumbuhan Eucalyptus urophilla pada Ketinggian Meter. Universitas Sumatera Utara. Yulnafatmawita, Saidi, A., Gusnidar, Adrinal, dan Suyoko Peranan Bahan Hijauan Tanaman dalam Peningkatan BahanOrganik dan Stabilitas Aggregat Tanah Ultisol Limau Manisyang Ditanami Jagung (Zea mays L.).Jurnal Solum Vol. VII No. 1 Januari 2010 :

Keyword : Phisycal Properties, Oil Palm, and Oil Palm Empty Bunches

Keyword : Phisycal Properties, Oil Palm, and Oil Palm Empty Bunches PERUBAHAN SIFAT FISIK BERBAGAI JENIS TANAH DI BAWAH TEGAKAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) YANG DIAPLIKASI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DI PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Al Khoiri 1, Edison Annom

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI 1 PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI Rina Maharany Program Studi Budidaya Perkebunan, STIPAP Medan. Jalan Willem Iskandar, Pancing Medan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN Heri Junedi 1 ABSTRACT The aim of this research is to study the effect of forest conversion to arable land on changes of soil

Lebih terperinci

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia Crassicarpa Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest

Lebih terperinci

Rate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang

Rate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Evaluasi Laju Infiltrasi Horton di Sub DAS Coban Rondo (Wirosoedarmo dkk) EVALUASI LAJU INFILTRASI PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN METODE INFILTRASI HORTON DI SUB DAS COBAN RONDO KECAMATAN PUJON

Lebih terperinci

EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.

EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L. EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) ARTIKEL ILMIAH DEGONAL JAYA PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN KEMIRINGAN LERENG

KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN KEMIRINGAN LERENG KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN KEMIRINGAN LERENG Refliaty 1 dan Erawati Junita Marpaung 2 ABSTRACT The aggregate stability of Ultisol at several land uses and slopes. The

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TIGA PENGGUNAAN LAHAN DI BUKIT BATABUH. Erlina Rahmayuni 1 * dan Heni Rosneti 2

KAJIAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TIGA PENGGUNAAN LAHAN DI BUKIT BATABUH. Erlina Rahmayuni 1 * dan Heni Rosneti 2 Erlina Rahmayuni 1 * dan Heni Rosneti 2 1 Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta Jalan K.H. Ahmad Dahlan, Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan 15419 2 Fakultas Pertanian Universitas Islam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Volume 15, Nomor 1, Hal. 47-52 Januari Juni 2013 ISSN:0852-8349 PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN SKRIPSI ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN Oleh: Rahmad Gagah Pribadi 11082100306 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA ULTISOL LIMAU MANIS TIGA TAHUN SETELAH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK HIJAU. Oleh: RICE AGMI NALDO

SIFAT FISIKA ULTISOL LIMAU MANIS TIGA TAHUN SETELAH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK HIJAU. Oleh: RICE AGMI NALDO SIFAT FISIKA ULTISOL LIMAU MANIS TIGA TAHUN SETELAH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK HIJAU Oleh: RICE AGMI NALDO 04113046 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 SIFAT FISIKA ULTISOL LIMAU MANIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG Elita Agus Manalu 1), Arsyad 2), dan Suryanto 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi elitamanalu115@gmail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT (Study of soil infiltration rate in some land uses at Desa Tanjung Putus Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH DAN HASIL JAGUNG MANIS ( Zea Mays Saccharata Sturt ) PADA ENTISOL

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH DAN HASIL JAGUNG MANIS ( Zea Mays Saccharata Sturt ) PADA ENTISOL PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH DAN HASIL JAGUNG MANIS ( Zea Mays Saccharata Sturt ) PADA ENTISOL OLEH : LAILA SURYANI NO BP. 07113017 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG Oleh: ANDITIAS RAMADHAN 07113013 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. Oleh: Meizal Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK Universitas Islam Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKA TANAH PADA PERKEBUNAN KARET DI PROVINSI BENGKULU STUDY OF SOIL PHYSICAL ON RUBBER PLANTATION IN BENGKULU PROVINCE ABSTRAK

KAJIAN SIFAT FISIKA TANAH PADA PERKEBUNAN KARET DI PROVINSI BENGKULU STUDY OF SOIL PHYSICAL ON RUBBER PLANTATION IN BENGKULU PROVINCE ABSTRAK KAJIAN SIFAT FISIKA TANAH PADA PERKEBUNAN KARET DI PROVINSI BENGKULU STUDY OF SOIL PHYSICAL ON RUBBER PLANTATION IN BENGKULU PROVINCE Nurmegawati, Afrizon, Irma Calista Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai sumber protein nabati untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat, sedangkan produksi dalam

Lebih terperinci

TINGKAT INFILTRASI PADA BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEI WAMPU BAGIAN HILIR SKRIPSI YUSNIWATI SARAGIH ILMU TANAH

TINGKAT INFILTRASI PADA BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEI WAMPU BAGIAN HILIR SKRIPSI YUSNIWATI SARAGIH ILMU TANAH TINGKAT INFILTRASI PADA BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEI WAMPU BAGIAN HILIR SKRIPSI OLEH YUSNIWATI SARAGIH 040303016 ILMU TANAH Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia. Penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok. Sembilan

Lebih terperinci

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Volume 12, Nomor 2, Hal. 13-18 ISSN 0852-8349 Juli Desember 2010 STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Yulfita Farni, Heri Junedi, dan Marwoto Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, TINJAUAN PUSTAKA Limbah Pabrik Kelapa Sawit Dalam proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit (TBS) menjadi minyak sawit mentah (MSM) dihasilkan sisa produksi berupa limbah. Limbah padat dengan bahan

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB

PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH PRAKTIKUM IV PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB Oleh Kelompok 4 Anarita Diana 1147060007 Asep Yusuf Faturohman 1147060009 Elfa Muhammad 1147060024 Gustaman

Lebih terperinci

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Jurnal AGRIFOR Volume XIII Nomor 1, Maret 2014 ISSN : 1412 6885 PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Zulkarnain 1 1 Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI TERHADAP RETENSI AIR DAN KETAHANAN PENETRASI TANAH PADA LAHAN KERING MASAM DI LAMPUNG TIMUR

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI TERHADAP RETENSI AIR DAN KETAHANAN PENETRASI TANAH PADA LAHAN KERING MASAM DI LAMPUNG TIMUR 279 PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI TERHADAP RETENSI AIR DAN KETAHANAN PENETRASI TANAH PADA LAHAN KERING MASAM DI LAMPUNG TIMUR Netty Dwi Ariska 1, Neneng Laela Nurida 2, Zaenal Kusuma 1* 1 Jurusan Tanah,

Lebih terperinci

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL Nurhadiah Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email: diah.nurhadiah@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

INFILTRASI PADA HUTAN DI SUB DAS SUMANI BAGIAN HULU KAYU ARO KABUPATEN SOLOK

INFILTRASI PADA HUTAN DI SUB DAS SUMANI BAGIAN HULU KAYU ARO KABUPATEN SOLOK INFILTRASI PADA HUTAN DI SUB DAS SUMANI BAGIAN HULU KAYU ARO KABUPATEN SOLOK (INFILTRATION ON FOREST AT SUMANI SUBWATERSHED UPPER OF KAYU ARO SOLOK REGENCY) Nurmegawati 1 ABSTRACT The objectives of research

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, sebagai bahan makanan ternak dan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA LAHAN USAHATANI KARET DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI DAS BATANG PELEPAT

BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA LAHAN USAHATANI KARET DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI DAS BATANG PELEPAT BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA LAHAN USAHATANI KARET DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI DAS BATANG PELEPAT (SOME PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL ON RUBBER AND OIL PALM SMALLHOLDER LAND IN BATANG PELEPAT WATERSHED)

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran ternak baik padat maupun cair yang bercampur dengan sisa-sisa makanan. Pupuk kandang tersebut selain dapat menambah unsur

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 19 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Potensi lahan kering di Bali masih cukup luas. Usahatani lahan kering sering kali mendapat berbagai kendala terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max L.

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max L. PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max L. Merril) ARTIKEL ILMIAH WINDHI APRILIA PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT TERHADAP BEBERAPA SIFAT TANAH OXISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI

PENGARUH PEMBERIAN BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT TERHADAP BEBERAPA SIFAT TANAH OXISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI PENGARUH PEMBERIAN BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT TERHADAP BEBERAPA SIFAT TANAH OXISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merril) OLEH REZA EKA PUTRI NO. BP 04113040 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tumbuhan yang termasuk family

n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tumbuhan yang termasuk family n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tumbuhan yang termasuk family palmae, sub klas Monokotiledonae, dan kelas angiospermae.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume tanah ini termasuk butiran padat dan pori-pori tanah diantara partikel tanah.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

MAKROFAUNA TANAH PADA ULTISOL DI BAWAH TEGAKAN BERBAGAI UMUR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

MAKROFAUNA TANAH PADA ULTISOL DI BAWAH TEGAKAN BERBAGAI UMUR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) MAKROFAUNA TANAH PADA ULTISOL DI BAWAH TEGAKAN BERBAGAI UMUR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) Muhammad Putra 1, Wawan 2, Wardati 2 Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Riau Jln.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah tanah Olah tanah merupakan kegiatan atau perlakuan yang diberikan pada lahan dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang mendukung pertumbuhan tanaman yang ditanam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemadatan tanah merupakan salah satu bentuk dari degradasi sifat fisik tanah. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

Lebih terperinci

KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN

KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN (Permeability Study of Several Soil Types in Kwala Bekala Field Trials USU Through Laboratory

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

Keteknikan Pertanian J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No. 3 Th. 2014

Keteknikan Pertanian J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No. 3 Th. 2014 KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI SEI KRIO KECAMATAN SUNGGAL DAN DI PTPN II KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN (Permeability study of Several

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jagung. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein 30-50%, lemak

I. PENDAHULUAN. dan jagung. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein 30-50%, lemak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Menurut

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 1 (2016), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 1 (2016), Hal ISSN : PRISM FISIK, Vol. IV, No. (26), Hal. 28-35 ISSN : 2337-824 Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Konduktivitas Hidrolik Jenuh pada ahan Pertanian Produktif di Desa rang imbung Kalimantan Barat Tri Handayani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI PADA BERBAGAI TIPE KELERENGAN DIBAWAH TEGAKAN EKALIPTUS DI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI SEKTOR AEK NAULI

LAJU INFILTRASI PADA BERBAGAI TIPE KELERENGAN DIBAWAH TEGAKAN EKALIPTUS DI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI SEKTOR AEK NAULI LAJU INFILTRASI PADA BERBAGAI TIPE KELERENGAN DIBAWAH TEGAKAN EKALIPTUS DI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI SEKTOR AEK NAULI Deni Elfiati dan Delvian 1 ABSTACT The objective of this research is know rate

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta tanggapannya terhadap pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III

ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (Rainfall Analysis in Kebun Rambutan oil palm plantation PT Perkebunan

Lebih terperinci

KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN SKRIPSI

KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN SKRIPSI KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN SKRIPSI OLEH : NANDA AKBAR SIREGAR 090308024 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci