EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L."

Transkripsi

1 EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) ARTIKEL ILMIAH DEGONAL JAYA PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2018

2 EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) DEGONAL JAYA ARTIKEL ILMIAH diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2018

3

4 EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) Degonal Jaya 1), Refliaty 2), Hasriati Nasution 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi degonaljaya@hotmail.com 1) Alumni Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jambi ABSTRAK Penelitin ini bertujuan untuk melihat dan mengkaji efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit dalam memperbaiki kemantapan agregat Ultisol dan hasil kedelai (Glycine max (L.) Merril) pada musim tanam kedua. Penelitian kedua ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2017 di Teaching and Research Farm Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Fisika dan Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi, serta Laboratorium Pengujian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 kelompok (p 0 = tanpa kompos pelepah kelapa sawit, p 1 = 5 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit, p 2 = 10 ton/ha kompos pelepah daun kelapa sawit, p 3 = 15 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit, p 4 = 20 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit, p 5 = 25 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit. Data dianalisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan uji jarak berganda Duncan Multiple Range Test DMRT pada taraf α 5 %. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit terhadap kemantapan agregat tanah dan beberapa sifat fisik tanah yang telah dianalisis seperti bahan organik tanah, total ruang pori tanah dan persen agregat terbentuk. Tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai penelitian kedua didapatkan hasil yang kurang baik jika dibandingkan tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai penelitian pertama. Hasil biji kering kedelai terbaik penelitian kedua terdapat pada dosis 15 ton/ha yaitu 0,85 ton/ha. Kata Kunci : Efek Residu, Ultisol, Pelepah Kelapa Sawit, Kompos, Kemantapan Agregat, Kedelai PENDAHULUAN Lahan kering di Indonesia dapat dikelompokkan sekitar 102,80 juta ha yang merupakan tanah masam, tanah tersebut didominasi oleh Inceptisol, Ultisol dan Oxisol (Mulyani et al., 2008). Menurut Hardjowigeno (1993) Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan di Indonesia. Lahan kering di Provinsi Jambi umumnya didominasi oleh ordo Ultisol, dengan luas ± ha atau 53,46 % 1

5 dari luas daratan di Provinsi Jambi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2001). Ultisol merupakan tanah mineral yang berada pada daerah tropika basah terbentuk akibat pelapukan yang memakan waktu sangat lama dengan curah hujan dan temperatur yang cukup tinggi. Walaupun demikian, ditinjau dari segi luasnya, Ultisol memang mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan budidaya pertanian, tetapi dalam pengelolaannya Ultisol memiliki kendala baik sifat fisika, kimia maupun biologi tanah. Kendala sifat fisik pada Ultisol adalah kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, total ruang pori tanah yang rendah, permeabilitas yang lambat, dan daya pegang air yang rendah (Munir, 1996). Kemantapan agregat tanah merupakan kemampuan tanah untuk bertahan terhadap gaya-gaya yang akan merusaknya. Agregat tanah yang mantap akan mempertahankan sifat-sifat yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti porositas dan ketersediaan air yang bertahan lebih lama di dalam tanah dibandingkan dengan agregat tanah yang tidak mantap (Rachman dan Abdurachman, 2006). Kompos merupakan pupuk organik buatan manusia yang terbuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup seperti tanaman maupun hewan, dan dibantu oleh mikroorganisme tanah untuk membantu mempercepat proses perombakan. Kompos tidak hanya menambahkan unsur hara untuk tanaman, tetapi juga dapat menggemburkan tanah, meningkatkan porositas dan aerase tanah, sehingga meningkatkan daya ikat tanah terhadap air dan memudahkan pertumbuhan akar tanaman (Yuwono, 2005). Salah satu alternatif sumber bahan organik yang sangat potensial dan dapat dijadikan kompos adalah pelepah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Pada tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta ha dengan produksi 29,3 juta ton sedangkan sebaran luas areal kelapa sawit di Provinsi Jambi mencapai ha (Direktorat Jenderal Perkebunan Kelapa Sawit, 2014). Menurut Intara dan Dyah (2012) pelepah kelapa sawit berpotensi sebagai bahan dasar dalam pembuatan kompos, berdasarkan komponen penyusun bahan kimia, daun kelapa sawit mengandung unsur unsur yaitu sebagai berikut : selulosa 54,35-62,60 (%), hemiselulosa 20,50-21,83 (%), lignin 24,50-32,80 (%), zat ekstraktif 2,35-13,84 (%), silikat 1,60-3,50 (%) danabu (non-organik/silica) 2,30-2,60 (%). Berdasarkan hasil penelitian Sriyanti (2016) pemberian kompos pelepah kelapa sawit yang diberikan ke dalam tanah didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap persen bahan organik tanah, bobot volume tanah dan total ruang pori tanah. Tetapi secara umum persen bahan organik tanah dan total ruang pori tanah justru sudah memperlihatkan peningkatan angka-angka sejalan penambahan jumlah dosis kompos setiap perlakuan. Sedangkan untuk nilai bobot volume tanah menurun, diduga kompos belum terdekomposisi secara sempurna di dalam tanah. Dosis terbaik untuk persen bahan organik tanah terdapat pada perlakuan 25 ton/ha dengan nilai 4,57 %, bobot volume tanah terbaik terdapat pada perlakuan 25 ton/ha yaitu 1,24 gr/cm 3 dan total ruang pori tanah terbaik terdapat pada perlakuan 15 ton/ha yaitu 52,57 % jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan kedelai sangat meningkat seiring dengan laju pertambahan jumlah penduduk Indonesia, yaitu 2

6 sekitar 1,8 % pertahun. Namun laju permintaan tersebut ternyata belum dapat diimbangi oleh laju peningkatan produksi, sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri (Pitojo, 2003). Badan Pusat Statistik (2015) menunjukkan produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2015 mencapai ton dan mengalami peningkatan produksi sebesar (22,44 %) dengan luas panen ha. Produksi kedelai untuk Provinsi Jambi mencapai ton dengan luas panen ha atau mengalami kenaikan sebesar ton (186,65 %) sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap produksi kedelai Nasional sebesar 0,71 %. Namun peningkatan produksi kedelai masih belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. BAHAN DAN METODE Penelitian kedua ini dilaksanakan di Teaching and Research Farm Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Mendalo Darat. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi serta Laboratorium Pengujian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Bogor. Penelitian kedua ini dilaksanakan mulai 19 Maret sampai 28 Juni Penelitian ini merupakan penelitian (eksperimen) menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 kelompok sehingga dalam penelitian ini terdapat 24 petakan. Ukuran petakan 2 m x 3 m dengan jarak tanam adalah 20 cm x 40 cm dengan jumlah populasi 75 tanaman/petak. Perlakuan pada masingmasing kelompok adalah sebagai berikut; (p 0 = tanpa kompos pelepah kelapa sawit, p 1 = 5 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit, p 2 = 10 ton/ha kompos pelepah daun kelapa sawit, p 3 = 15 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit, p 4 = 20 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit, p 5 = 25 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit. Sampel tanah diambil 2 kali yaitu pada saat mulai penelitian dan diakhir penelitian setelah penanaman kedelai kedua. Variabel yang diamati yaitu bahan organik tanah, bobot volume tanah, total ruang pori tanah, persen agregat terbentuk, kemantapan agregat, tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA) pada taraf α 5 %, untuk melihat hasil rata-rata efek residu antar perlakuan dilakukan dengan uji jarak berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5 %, dengan menggunakan software DSAASTAT 1.2 dan disajikan dalam bentuk tabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Bahan Organik Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit pada Ultisol didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap persen bahan organik tanah (Lampiran 19). Hasil analisis awal dilakukan setelah penelitian pertama (September 2016 Februari 2017), terhadap parameter tanah seperti bahan organik tanah, bobot volume tanah, total ruang pori tanah, persen 3

7 kemantapan agregat dan persen agregat terbentuk. Hasil rata-rata bahan organik, disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Bahan Organik Tanah. Kompos Pelepah Kelapa Sawit Bahan Organik (%) Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol 4.33 a 4.12 a 4.13 a a 4.29 a 4.34 a a 3.79 a 4.04 a a 4.75 a 4.43 a a 4.43 a 4.22 a a 4.65 a 4.59 a Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %. Berdasarkan Tabel 1 hasil rata-rata persen bahan organik tanah pada hasil analisis awal bera 5 bulan setelah penelitian pertama, didapatkan hasil persen bahan organik tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan, hasil analisis akhir setelah dilakukannya penanaman kedelai kedua juga didapatkan hasil persen bahan organik tanah yang tidak berbeda nyata. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama, juga didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Namun untuk persen bahan organik tanah pada hasil analisis awal setelah bera 5 bulan dan hasil analisis akhir setelah penanaman kedelai kedua tidak ditemukan efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit tersebut. Tetapi, jika dilihat dari angka-angka terjadi peningkatan dan penurunan efek residu pada setiap perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tidak terdapat efek residu kompos, diduga akibat dari hasil bahan organik yang telah terurai sebagian telah dimanfaatkan oleh tanaman, sehingga hanya sedikit bahan organik yang tersisa. Selain itu jarak waktu yang dibiarkan cukup lama, memungkinkan bahan organik yang diberikan habis dimanfaatkan oleh tanaman gulma/rumputrumputan yang telah tumbuh selama bera 5 bulan setelah penelitian pertama. Dari Tabel 1 terlihat hasil rata-rata persen bahan organik tanah awal, dan akhir pada perlakuan kontrol sampai 25 ton/ha, mengalami hasil rata-rata persen bahan organik tanah yang tidak berbeda nyata, namun ada perbedaan angka dari berbagai dosis pada kedua hasil analisis persen bahan organik tanah tersebut. Hal ini diduga akibat dari tingginya laju dekomposisi bahan organik yang dipengaruhi oleh curah hujan, suhu dan kelembapan udara yang tinggi, sehingga bahan organik yang telah diberikan sudah tidak tersisa lagi di dalam tanah. Berdasarkan data Curah Hujan (Lampiran 16), Suhu Udara (Lampiran 17) dan Kelembapan Nisbi Udara (Lampiran 18) dilihat bahwa selama penelitian Maret 2017 sampai Juni 2017 (BMKG), memiliki data curah hujan yang termasuk dalam kriteria bulan basah yaitu 358 mm, suhu udara dan kelembapan nisbi udara dalam kriteria tinggi yaitu suhu udara 27,03º dan kelembapan nisbi udara 86 %, pada lingkungan yang seperti ini cepat mendorong aktivitas dan perkembangan mikroorganisme 4

8 dalam tanah untuk melakukan perombakan bahan organik, dari perombakan tersebut sebagiannya digunakan oleh mikroba dalam memperoleh energi. Sukartono dan Utomo (2012) menambahkan jika pada lingkungan tropis seperti Indonesia, penambahan bahan organik seperti kompos digunakan sebagai pembenah tanah, sehingga manfaatnya berlangsung singkat, proses mineralisasi bahan organik berlangsung sangat cepat, sehingga porsi senyawa karbon yang bertahan di dalam tanah jumlahnya sangat sedikit, karena sebagian dilepaskan dalam bentuk CO 2 ke atmosfer. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Bobot Volume Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit tidak berbeda nyata terhadap Bobot Volume Tanah (Lampiran 20). Hasil rata-rata Bobot Volume Tanah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Bobot Volume Tanah Kompos Pelepah Kelapa Sawit Bobot Volume Tanah (gr/cm 3 ) Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol 1.34 a 1.33 a 1.23 a a 1.38 a 1.30 a a 1.34 a 1.27 a a 1.37 a 1.26 a a 1.44 a 1.31 a a 1.39 a 1.24 a Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %.. Berdasarkan Tabel 2 hasil rata-rata bobot volume tanah pada hasil analisis awal didapatkan hasil dari bobot volume tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan, untuk hasil analisis akhir juga didapatkan hasil bobot volume tanah yang tidak berbeda nyata. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama, juga didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Sehingga bobot volume tanah yang telah dianalisis tidak ditemukan efek residu dari pemberian kompos pelepah kelapa sawit tersebut. Dari Tabel 2 bobot volume tanah pada analisis awal dan akhir penelitian, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, tidak nyatanya semua perlakuan diduga karena bahan organik mengalami laju dekomposisi yang tinggi, sisa-sisa bahan organik yang masih ada belum mampu mengikat butir-butir tanah, sehingga bobot volume tanah cenderung masih tidak berbeda nyata. Tetapi jika dilihat kecenderungan angka dari hasil analisis awal dan akhir penelitian terhadap bobot volume tanah mengalami peningkatan dan penuruan angka dari setiap dosis perlakuan kompos, rata-rata hasil bobot volume tanah awal yaitu 1,38 gr/cm 3 dan hasil akhir yaitu 1,28 gr/cm 3 kedua hasil tersebut termasuk kriteria bobot volume tanah sedang. Tetapi, jika dilihat dari hasil rata-rata bobot volume tanah awal dan akhir terdapat selisih angka yaitu 0.10 gr/cm 3. Karena 5

9 pada kondisi awal peneltian tanah tidak diolah, akibat tanah dalam kondisi padat sehingga nilai bobot volume tanah sangat tinggi, dan pada hasil analisis akhir bobot volume tanah menurun. Dugaan lain karena adanya penyiraman yang cukup pada tanah pada saat penanaman kedelai 3 bulan, sehingga tanah menjadi lebih remah, sehingga nilai bobot volume tanah menjadi menurun. Karena dengan penyiraman pada tanah, sehingga tanah tidak lagi padat, selain itu diakibatkan adanya bahan organik yang tersisa pada tanah tersebut. Arsyad et al., (2011) mengungkapkan bahan organik yang terdekomposisi dalam tanah akan mampu mengikat butir-butir tanah sehingga menyebabkan tanah menjadi relatif gembur, sehingga keadaan tanah menjadi longgar dan bergranulasi yang mengakibatkan menurunnya nilai bobot volume tanah. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Total Ruang Pori Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit pada hasil analisis awal dan akhir didapatkan hasil total ruang pori tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Lampiran 21). Hasil rata-rata total ruang pori tanah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Total Ruang Pori Tanah Kompos Pelepah Kelapa Sawit Total Ruang Pori (%) Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol a a a a a a a a a a a a a a a a a a Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %.. Berdasarkan Tabel 3 hasil rata-rata persen total ruang pori tanah pada hasil analisis awal dan akhir penelitian kedua efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit, didapatkan hasil persen total ruang pori tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama, juga tidak berbeda nyata. Sehingga untuk persen total ruang pori tanah yang telah dianalisis masih tidak ditemukan efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit tersebut. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan, hasil analisis awal dan akhir penelitian kedua, didapatkan hasil persen total ruang pori tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Tetapi jika dilihat dari angka-angka pada analisis awal terjadi penurunan angka, sedangkan analisis akhir penelitian kedua terjadi peningkatan angka, karena pada awal penelitian tanah dalam kondisi padat, sehingga air dan udara tidak bisa dengan mudah masuk ke dalam tanah, selain itu jika nilai bobot 6

10 volume tanah masih dalam kriteria sedang, maka dapat mempengaruhi nilai total ruang pori tanah, sehingga nilai total ruang pori tanah menjadi menurun. Pada akhir penelitian kedua total ruang pori tanah terjadi peningkatan angka dari hasil analisis awal penelitian, disebabkan karena adanya penyiraman pada tanah, sehingga tanah bergranulasi yang mengakibatkan air dan udara mudah untuk menembus tanah, sehingga nilai total ruang pori tanah menjadi meningkat. Yulnafatmawita et al., (2010) menambahkan pemberian bahan organik hijauan pada Ultisol mampu memperbaiki sifat fisik tanah, seperti meningkatnya total ruang pori tanah dan menurunnya nilai bobot volume tanah. Bahan organik yang diberikan pada tanah selain membantu memperbaiki sifat fisik tanah, juga dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih baik, jika dibandingkan dengan tanah yang tanpa perlakuan kompos atau bahan organik. Indrayati (2009) menyatakan bahwa dengan penambahan bahan organik kompos pada tanah, dapat membentuk granulasi, yang akan menyebabkan tanah menjadi lebih remah, pori-pori tanah yang baik dan agregat yang lebih mantap. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Persen Agregat Terbentuk Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit pada hasil analisis awal dan akhir didapatkan hasil persen agregat terbentuk yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Lampiran 23). Hasil rata-rata persen agregat terbentuk disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Efek Residu PemberianKompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Persen Agregat Terbentuk Kompos Pelepah Kelapa Sawit Agregat Terbentuk (%) Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol a a a a a a a a a a a a a a a a a a Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α=5 %. Tabel 4 menunjukkan hasil rata-rata persen agregat terbentuk pada hasil analisis awal dan akhir didapatkan hasil persen agregat terbentuk yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama, juga didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Sehingga untuk persen agregat terbentuk yang telah dianalisis tidak ditemukan efek residu dari pemberian kompos pelepah kelapa sawit. Tabel 4 menunjukkan, tidak berbedanya semua perlakuan terhadap persen agregat terbentuk, disebabkan karena ketersediaan dari bahan organik tanah pada analisis awal dan akhir penelitian semakin menurun, sehingga kemampuannya dalam membuat granulasi atau butir-butir tanah (agregat terbentuk) menjadi tidak 7

11 berbeda nyata. Arsyad (2010) menambahkan pelapukan bahan organik tanah berupa kompos akan memperkuat mikroorganisme tanah dalam meningkatkan agregasi, sekaligus butir-butir tanah menjadi agregasi yang stabil. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Persen Kemantapan Agregat Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit berbeda nyata terhadap persen kemantapan agregat awal (Lampiran 22). Tetapi tidak berbeda nyata terhadap hasil analisis akhir (Lampiran 22). Hasil rata-rata persen kemantapan agregat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Persen Kemantapan Agregat Kompos Pelepah Kelapa Sawit Kemantapan Agregat (%) Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol b ab a ab ab a ab b a ab ab a a ab a ab a a Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α=5 %. Berdasarkan Tabel 5 hasil rata-rata persen kemantapan agregat pada hasil analisis awal didapatkan hasil persen kemantapan agregat yang berbeda nyata yaitu pada perlakuan 10 ton/ha dan 25 ton/ha dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya, untuk hasil analisis akhir didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama didapatkan hasil yang berbeda nyata yaitu pada perlakuan kontrol dan 20 ton/ha dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan terbaik pada hasil analisis awal terdapat pada perlakuan 25 ton, sedangkan hasil analisis akhir didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Karena dengan adanya kemampuan tanah dalam menahan air atau gaya perusak yang ada dalam tanah, sehingga tanah pada awal penelitian masih dalam kondisi mantap dan dalam kriteria yang stabil, tetapi untuk hasil analisis akhir kemampuan tanah tersebut sudah tidak mampu menahan gaya ikat antar partikel-partikel tanah sehingga didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Kemantapan agregat mempengaruhi ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan. Semakin tinggi gaya ikat antar partikel-partikel tanah, maka semakin sulit tanah tersebut berpengaruh oleh gaya perusak yang berasal dari pukulan air hujan atau aliran air. Tabel 5 menunjukkan kemantapan agregat ukuran >2 mm pada setiap perlakuan kompos pelepah kelapa sawit 5 ton/ha sampai 25 ton/ha pada analisis awal didapatkan perubahan dari agak stabil menjadi stabil. Sedangkan hasil analisis akhir setiap perlakuan kompos didapatkan kriteria yang agak stabil. Hal ini menunjukkan kemantapan agregat tanah pada analisis awal ini termasuk 8

12 dalam kelas mantap. Sarief (1986) menjelaskan peranan bahan organik tanah terhadap sifat fisik tanah yaitu sebagai pengikat bahan semen yang mampu memantapkan agregat tanah menjadi lebih stabil. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa bahan organik tanah yang bersumber dari pupuk hijau unggul dapat meningkatkan agregasi tanah, sehingga kemantapan agregat tanah menjadi lebih mantap. Kemantapan agregat yang tinggi akibat pemberian kompos pelepah kelapa sawit yang tinggi, disebabkan oleh sistem perakaran tanaman kedelai. Tanaman yang pertumbuhan vegetatifnya baik akan ditunjang oleh sistem perakaran yang baik. Akar-akar kedelai berperan untuk mengikat agregat tanah, sehingga tanah menjadi lebih mantap. Hal ini sejalan dengan penelitian Dariah et al., (2004) pengikatan dan penstabilan agregat oleh bahan organik tanah dapat dilakukan melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer tanah oleh mycelia jamur, actynomycetes atau akar-akar halus tanaman. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Tinggi Tanaman dan Hasil Biji Kering Kedelai Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit didapatkan hasil yang berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman (Lampiran 24) dan hasil biji kering (Lampiran 25). Hasil rata-rata tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Tinggi Tanaman dan Hasil Biji Kering Kedelai Kompos Pelepah Kelapa Sawit Tinggi Tanaman (cm) Penelitian Pertama Akhir Hasil Biji Kering Penelitian Pertama Akhir kontrol c c 0.14 c 0.02 c b b 1.04 b 0.32 b ab b 1.36 b 0.35 b ab a 1.28 b 0.85 a ab b 1.22 b 0.79 a a a 2.37 a 0.86 a Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %. Berdasarkan Tabel 6 hasil rata-rata tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai pada penelitian akhir didapatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Sedangkan hasil tinggi tanaman dan hasil biji kering pada penelitian pertama juga didapatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Tinggi tanaman terbaik pada penelitian akhir ini terdapat pada perlakuan 25 ton/ha, yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, 5 ton/ha, 10 ton/ha dan 20 ton/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 15 ton/ha. Pertumbuhan tanaman membutuhkan unsur hara yang jumlahnya cukup, selain pemberian pupuk dasar (an-organik) juga ada penambahan pupuk organik. 9

13 Pupuk organik berupa kompos digunakan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman, sekaligus mampu menjaga dan memperbaiki kesuburan tanah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Penelitian ini didapatkan hasil tinggi tanaman yang kurang maksimal, karena kondisi tanah pada penelitian ini dalam kondisi padat (tanpa pengolahan tanah), sehingga udara, air menjadi susah untuk menyerap ke dalam tanah, dan juga akar-akar tanaman kedelai juga susah untuk menembus tanah. Kedelai memerlukan kondisi tanah yang subur, remah, air dan udara yang masuk kedalam tanah tersedia dalam jumlah yang cukup, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai menjadi lebih baik. Berdasarkan Tabel 6 hasil rata-rata hasil biji kering kedelai pada penelitian akhir didapatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Sedangkan hasil biji kering pada penelitian pertama juga didapatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan terbaik hasil biji kering kedelai penelitian ini, terdapat pada perlakuan 15 ton/ha, yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, 5 ton/ha dan 10 ton/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 20 ton/ha dan 25 ton/ha. Hasil produksi yang didapatkan dari penelitian akhir ini yaitu 0,63 ton/ha. Ternyata hasil rata-rata produksi setiap perlakuan belum memberikan perbedaan, masih menunjukkan dibawah hasil potensi produksi, untuk daya hasil produksi kedelai varietas anjasmoro yaitu 2,03 2,25 ton/ha (Lampiran 5). Hasil biji kering kedelai yang kurang maksimal disebabkan dari kondisi tanah yang sangat padat (tanpa pengolahan tanah), tidak dilakukannya pengapuran dan terlalu banyak hama dan penyakit yang berada disekitar area lahan penelitian, yang menyerang tanaman diantaranya seperti hama ulat, wereng dan lain sebagainya, dan juga penyakit walaupun sudah dilakukannya penyemprotan menggunakan pestisida, sehingga dapat mempengaruhi hasil kedelai, sehingga didapat kurang maksimal. Berat Basah dan Berat Kering Gulma Setelah Penelitian Pertama Hasil analisis ragam menunjukkan rata-rata berat basah gulma (Lampiran 26) dan berat kering gulma (Lampiran 27), didapatkan hasil berat basah dan berat kering gulma yang tidak berbeda nyata antar semua perlakuan. Hasil rata-rata berat basah dan berat kering gulma disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Berat Basah dan Berat Kering Gulma Setelah Penelitian Pertama Kompos Pelepah Kelapa Sawit Berat Basah Gulma Berat Kering Gulma kontrol 6.71 a 3.18 a a 2.70 a a 3.03 a a 3.89 a a 2.48 a a 4.13 a Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %. 10

14 Tabel 7 memperlihatkan hasil rata-rata berat basah dan berat kering gulma didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata setiap perlakuan. Dari data ini terlihat, bahwa tidak ditemukan efek residu dari kompos pelepah kelapa sawit terhadap berat basah maupun berat kering gulma. KESIMPULAN 1. Tidak terdapat efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit terhadap kemantapan agregat tanah dan beberapa sifat fisik tanah yang telah dianalisis seperti bahan organik tanah, bobot volume tanah, total ruang pori tanah dan persen agregat terbentuk. 2. Tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai penelitian kedua didapatkan hasil yang kurang baik, jika dibandingkan tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai penelitian pertama. 3. Hasil biji kering kedelai terbaik penelitian kedua ini terdapat pada perlakuan 15 ton/ha yaitu 0,85 ton/ha. DAFTAR PUSTAKA Arsyad S Konservasi Tanah dan Air.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arsyad, Y Farni dan Ermadani Aplikasi Pupuk Hijau terhadap Air Tanah Tersedia dan Hasil Kedelai. Jurnal. Hidrolitan. (2)(1): [Badan Pusat Statistik] Data ProduksiTanamanKedelaiEdisi2 November BPSProvinsi Jambi. Jambi [Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi] Laporan Tahunan Dinas Pertanian Propinsi Jambi. Jambi. [Direktorat Jenderal Perkebunan Kelapa Sawit] Kementerian Pertanian. Jakarta Selatan. Indonesia Diunduh dari diakses pada 9 Januari 2017 Dariah A, A Rachman dan U Kurnia Erosi dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia dalam Kurnia U, A Rachman dan A Dariah (Editor). Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimatologi. Bogor. Hanafiah AK Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta Hardjowigeno S Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akamedika Pressindo. Jakarta. Indrayati ER Distribusi Pori Tanah Podsolik Merah Kuning Pada Berbagai Kepadatan Tanah dan Pemberian Bahan Organik. J. Hutan Tropis Borneo. (10)(27): Intara YI dan BP Dyah Studi Sifat Fisik dan Mekanik Parenkhim Pelepah Kelapa Sawit Untuk Pemanfaatan Sebagai Bahan Anyaman. Jurnal Online Agroekoteknologi. 6 (1) :

15 Mulyani A, A Rachman dan A Dariah Penyebaran Lahan Masam, Potensi dan Ketersediaannya untuk Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. Hal Munir M Tanah-tanah Utama Indonesia Karakteristik Klasifikasi dan Pemanfaatannya Pustaka Jaya. Jakarta.. Pitojo S Benih Kedelai. Kanisius.Yogyakarta. Rahman A dan A Abdurachman Penetapan Kemantapan Agregat Tanah. Hal 66.Dalam Sifat Tanah dan Metode Analisisnya.Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Sandheep AR, AK Asok dan MS Jisha Combined Inoculation Of Pseudomonas Fluoroscens and Trichoderma Harzianum For Enchancing Plant Growth Of Vanilla (Vanilla Planifolia). Pakis. Journal Of Biol Sci : Sarief ES Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.. Sriyanti N Pengaruh Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Erodibilitas Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine max (L.) Merril). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi. Sukartono dan WH Utomo Peranan Biochar Sebagai Pembenah Tanah Pada Pertanaman Jagung di Tanah Lempung Berpasir Semiarid Tropis Lombok Utara. J. Buana Sains. (12)(1): Yulnafatmawita, S Amrizal, Gusnidar, Adrinal dan Suyoko Peranan Bahan Hijauan Tanaman dalam Peningkatan Bahan Organik dan Stabilitas Agregat Ultisol Limau Manis Yang Ditanami Jagung (Zea mays L). Jurnal Solum. 7 (1) : Yuwono D Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 12

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG Elita Agus Manalu 1), Arsyad 2), dan Suryanto 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi elitamanalu115@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Volume 15, Nomor 1, Hal. 47-52 Januari Juni 2013 ISSN:0852-8349 PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max L.

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max L. PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max L. Merril) ARTIKEL ILMIAH WINDHI APRILIA PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran ternak baik padat maupun cair yang bercampur dengan sisa-sisa makanan. Pupuk kandang tersebut selain dapat menambah unsur

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill). PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill). SISCHA ALFENDARI KARYA ILMIAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2017

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: 978-602-18962-9-7 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTOSIL TERHADAP TOTAL MIKROORGANISME TANAH DAN AKTIVITAS MIKROORGANISME (RESPIRASI) TANAH PADA

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK ORGANIK FERMENTASI PADAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) ARTIKEL ILMIAH NURUL HIDAYAH

PENGARUH PUPUK ORGANIK FERMENTASI PADAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) ARTIKEL ILMIAH NURUL HIDAYAH PENGARUH PUPUK ORGANIK FERMENTASI PADAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) ARTIKEL ILMIAH NURUL HIDAYAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI 1 PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI Rina Maharany Program Studi Budidaya Perkebunan, STIPAP Medan. Jalan Willem Iskandar, Pancing Medan

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA

RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA Roganda Panagaman Opusunggu 1), Nerty Soverda 2), dan Elly Indra Swari 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi 1) Alumni Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai sumber protein nabati untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat, sedangkan produksi dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH DAN HASIL JAGUNG MANIS ( Zea Mays Saccharata Sturt ) PADA ENTISOL

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH DAN HASIL JAGUNG MANIS ( Zea Mays Saccharata Sturt ) PADA ENTISOL PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH DAN HASIL JAGUNG MANIS ( Zea Mays Saccharata Sturt ) PADA ENTISOL OLEH : LAILA SURYANI NO BP. 07113017 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Pada awalnya, kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Stabilitas Agregat Stabilitas agregat adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan yang dapat menyebabkan terjadinya pemisahan agregat seperti penggemburan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Usaha ekstensifikasi dilakukan dengan cara pembukaan lahan

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merill) adalah salah satu komoditi tanaman pangan yang penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta tanggapannya terhadap pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah Staf Pengajar fakultas pertanian Universitas Lancang kuning Jurusan Agroteknologi ABSTRAK Permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan masalah Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan ubikayu bagi penduduk dunia, khususnya pada negara tropis setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai dengan bulan Desember 2013. Penelitian dilakukan di kebun percobaan

Lebih terperinci

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL Nurhadiah Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email: diah.nurhadiah@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merill)

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) 1 PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) Ringkasan Sri Wahyuni Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG Nerty Soverda, Rinaldy, Irmia Susanti Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS PAITAN (Tithonia diversifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KAILAN (Brassica oleraceae)

PENGARUH KOMPOS PAITAN (Tithonia diversifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KAILAN (Brassica oleraceae) PENGARUH KOMPOS PAITAN (Tithonia diversifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KAILAN (Brassica oleraceae) Nurzulaikah 1) Nerty Soverda 2), Trias Novita 3) 1. Alumni Prodi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga

Lebih terperinci

PEMBERIAN MIKORIZA DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

PEMBERIAN MIKORIZA DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Agrium ISSN 082-1077(Print) ISSN 2442-7306 (Online) April 2017 Volume 20 No. 3 PEMBERIAN MIKORIZA DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Erlita 1 dan Farida Hariani

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. Oleh: Meizal Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK Universitas Islam Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Volume 12, Nomor 2, Hal. 13-18 ISSN 0852-8349 Juli Desember 2010 STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Yulfita Farni, Heri Junedi, dan Marwoto Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK ORGANIK KOTORAN AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL CAISIM (BRASSICA JUNCEA L.) DI KECAMATAN TIGARAKSA KABUPATEN TANGERANG

APLIKASI PUPUK ORGANIK KOTORAN AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL CAISIM (BRASSICA JUNCEA L.) DI KECAMATAN TIGARAKSA KABUPATEN TANGERANG PLIKSI PUPUK ORGNIK KOTORN YM TERHDP PERTUMBUHN DN HSIL CISIM (BRSSIC JUNCE L.) DI KECMTN TIGRKS KBUPTEN TNGERNG Suminta 1) dan Zuraida Yursak 2) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten 1) Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 9 II. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Desember 2015 yang bertempat di di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 2 September 2014

Volume 11 Nomor 2 September 2014 Volume 11 Nomor 2 September 2014 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 11 2 Hal. 103-200 Tabanan September 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 HASIL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Permintaan kedelai dari tahun ke

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja, atau Soja max. Namun demikian, pada tahun 1984 telah disepakati bahwa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DANHASILTANAMAN SEMANGKA (Citrullus vulgaris Schard) PADA BEBERAPA TARAF DOSIS KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

PERTUMBUHAN DANHASILTANAMAN SEMANGKA (Citrullus vulgaris Schard) PADA BEBERAPA TARAF DOSIS KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PERTUMBUHAN DANHASILTANAMAN SEMANGKA (Citrullus vulgaris Schard) PADA BEBERAPA TARAF DOSIS KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Oleh Hayatul Yusro *) Dibawah bimbingan : Fatimah dan Yusmanidar Arifin *) Program

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Bobot Segar Daun, Akar, dan Daun + Akar Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 8, 9 dan 10), pemberian pupuk Mikro-Biostimulant Cair berpengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. yaitu sekitar 51 juta ha (lebih kurang 29% luas daratan Indonesia).

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. yaitu sekitar 51 juta ha (lebih kurang 29% luas daratan Indonesia). 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Tanah Ultisol merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yaitu sekitar 51 juta ha (lebih kurang 29% luas daratan Indonesia). Akhir-akhir ini

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

Arsyad AR, Yulfita Farni dan Ermadani 1

Arsyad AR, Yulfita Farni dan Ermadani 1 Aplikasi Pupuk Hijau (Calopogonium mucunoides dan Pueraria Javanica) Terhadap Air Tanah Tersedia dan Hasil Kedelai (Application of Green Manure on the Available Soil Water and Soybean Yield) Arsyad AR,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah dan Pemanasan Global Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian, memberantas gulma, memperbaikai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci