4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Kandungan nutrien daun beluntas kering

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Kandungan nutrien daun beluntas kering"

Transkripsi

1 58 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Gizi dan Fitokimia Daun Beluntas Untuk mengetahui kandungan nutrien dan zat fitokimia dalam daun beluntas, telah dilakukan analisis proksimat dan analisis zat fitokimia terhadap daun beluntas kering. Dari 19 batch mengeringkan daun beluntas segar dalam suhu ruang didapat rendemen berbentuk daun beluntas kering sebesar 14,56 + 1,37%. Kandungan nutrien daun beluntas disajikan dalam Tabel 2, sedangkan kandungan zat fitokimia disajikan dalam Tabel 3. Zat gizi Tabel 2 Kandungan nutrien daun beluntas kering Kandungan zat gizi a. Proksimat* Air (%) 14,17-14,70 Protein kasar (%) 17,78-19,02 Serat kasar (%) 14,77-15,80 Lemak kasar %) 1,96-3,70 BETN (%) 31,62-38,14 b. Energi Energi bruto (Kkal/kg) c. Mineral* Abu (%) 12,65-15,69 Ca (%) 1,97 P total (%) 0,07 K (%) 0,99 Mg (%) 0,11 Fe (%) 0,01 d. Vitamin ** Vitamin C (mg/100g) 98,25 Beta karoten (mg/100g) 2552 *) Hasil analisis di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fapet-IPB ( ) **) Hasil analisis di Lab. Pascapanen Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian- Bogor (2004) Kandungan protein daun beluntas (17,78-19,02%) dan serat kasar yang tinggi (14,77-15,80%) pada Tabel 4 dapat dikategorikan tinggi bila dibandingkan dengan bahan pakan nabati lain, seperti jagung (protein 9,7%; serat kasar 4,3%) dan dedak (protein 11,9%; serat kasar 10%) (Hartadi et al. 1997), namun keberadaan tanin (1,88%) seperti pada Tabel 3 dapat menurunkan nilai biologis daun beluntas sebagai bahan pakan.

2 59 Dari Tabel 3 terlihat bahwa daun beluntas kering mengandung tanin sebesar 1,88%. Tanin merupakan polimer polifenol dengan bobot molekul relatif tinggi yang mempunyai kapasitas membentuk kompleks dengan karbohidrat dan protein. Jenis tanin yang terdapat dalam daun umumnya terdiri atas tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi konsentrasinya lebih besar dari tanin yang terhidrolisis. Menurut Harborne (1987), tanin terkondensasi tersebar luas pada tanaman, sedangkan tanin terhidrolisis relatif jarang. Dari tanin yang terkondensasi, konsentrasi tanin yang larut lebih tinggi daripada yang tidak larut. Tabel 3 Kandungan zat fitokimia daun beluntas kering (kadar air 14,17-14,70%) * Zat fitokimia Kandungan fitokimia Total tanin (%) 1,88 Tanin terkondensasi: Larut 1,17 Tidak larut 0,83 Tanin terhidrolisis: Larut 0,57 Tidak larut 0,31 Total fenol (%) 9,85 Total flavonoid (%) 4,47 Kuersetin 1,45 Mirisetin 1,58 Kaemperol 0,80 * Hasil analisis di Lab. Kimia Makanan, Kemkes, Badan Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor (2006) Secara spesifik, tanin terkondensasi bereaksi dengan protein dalam pakan membentuk kompleks yang tidak dapat dicerna dan mengikat enzim pencernaan sehingga menurunkan daya cerna semua nutrisi pakan. Tanin terkondensasi juga dapat menyebabkan iritasi dan erosi mukosa usus, sebagai akibat peningkatan sekresi mukus untuk melindungi kerusakan sel (Marzo et al. 2002). Tanin dengan level 0,5% atau lebih dalam pakan menyebabkan penurunan pertumbuhan, ketersediaan energi pakan dan protein, kematian lebih dari 4%, juga menghambat aktivitas enzim (tripsin, amylase, dan lipase) (Johri 2005). Beberapa hasil penelitian yang dikutip Leeson dan

3 60 Zubair (2006) menunjukkan bahwa tanin yang tinggi (lebih dari 5%) menyebabkan pengikatan dan pengendapan protein pakan dan enzim pencernaan, menurunkan bahan kering, daya cerna protein dan asam amino pada anak ayam sehingga pertumbuhannya tertekan. Berdasarkan hasil analisis, daun beluntas kering mengandung fenol sebesar 9,85%. Menurut Young et al. (2003) beberapa polifenol asal tanaman mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, yaitu melindungi sel dari kerusakan oksidatif dengan cara menetralkan oksidan reaktif (Moskaug et al. 2005; Kruawan dan Kangsadalampai 2006; Savatovic et al. 2008; Ahmed dan Beigh 2009). Beberapa senyawa fenol alam telah diketahui strukturnya dan flavonoid merupakan golongan terbesar. Daun beluntas dalam penelitian ini mengandung flavonoid sebesar 4,47%. Flavonoid mempunyai kemampuan sebagai antioksidan (Beecher 2003; Zhang dan Hamauzu 2003; Kondakova et al. 2009). Senyawa flavonoid kelompok flavonol terutama terdiri atas kuersetin, mirisetin dan kaemperol (Lin et al. 2006). Kuersetin mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi (Kahkonen dan Heinonen 2003; Moskaug et al. 2005) dengan cara mengchelate ion besi, menghambat peroksidasi lemak, menangkap radikal bebas dan oksigen aktif (Cadenas 2004). Selain flavonoid, beluntas juga mengandung vitamin C dan beta karoten (Tabel 4). Dari ketiga jenis antioksidan tersebut (flavonoid, vitamin C dan beta karoten), kandungan flavonoid yang tertinggi. Vitamin C dikenal sebagai antioksidan (Kondakova et al. 2009) karena kemampuannya mendonorkan elektron (Padayatty et al. 2003) yang dapat mencegah kerusakan sel dari oksidasi lemak (Evans 2000). Beta karoten mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Kiokias dan Gordon 2003), dan melindungi sel dari stres oksidatif yang diinduksi oleh Fe (Matos et al. 2006). Tanaman yang kaya dengan flavonoid dan asam fenolik dapat menjadi sumber antioksidan alami yang baik (Demiray et al. 2009). Berdasarkan analisis fitokimia tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa beluntas dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan.

4 Respons Biologis Itik Jantan Muda (4-10 Minggu) terhadap Pemberian Tepung Daun Beluntas dalam Pakan Untuk mengetahui apakah penambahan tepung daun beluntas dalam pakan berpengaruh pada konsumsi pakan yang akan berdampak pada performa itik, dilakukan uji biologis dengan menggunakan itik jantan muda berumur 4-10 minggu. Penelitian dilakukan pada kurun waktu umur tersebut, karena daya hidupnya lebih baik dibandingkan dengan itik umur kurang dari 4 minggu dan masih dalam fase pertumbuhan Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan Kandungan nutrien pakan perlakuan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan nutrien pakan itik jantan umur 4-10 minggu Nutrien Pakan Kandungan nutrien K*) B*) KB 1 ** ) KB 2 ** ) Bahan Kering (%) 85,52 85,83 85,52 85,53 Protein Kasar (%) 20,18 19,02 20,17 20,16 Serat Kasar (%) 2,85 15,80 2,98 3,11 Lemak (%) 3,25 3,70 3,25 3,26 BET-N (%) 53,07 31,62 52,86 52,64 Abu (%) 6,17 15,69 6,27 6,36 Ca (%) 0,97 2,40 0,98 1,00 P (%) 0,94 0,29 0,93 0,93 Energi Bruto (Kkal/kg) Keterangan: * Hasil analisis proksimat di Lab. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (2005) ** Hasil perhitungan. K= pakan komersial tanpa beluntas; B = beluntas kering; KB 1 = pakan komersial+beluntas 1%; KB 2 = pakan komersial+beluntas 2% Dilihat dari Tabel 4, kandungan serat kasar, abu dan Ca pakan terlihat meningkat sejalan dengan meningkatnya level daun beluntas. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan serat kasar, abu dan Ca pada daun beluntas. Penambahan 1% (KB 1 ) dan 2% (KB 2 ) tepung daun beluntas dalam pakan (K) tidak menyebabkan perbedaan dalam kandungan protein, lemak kasar, BET-N, P dan energi bruto.

5 Konsumsi Pakan Pengaruh pemberian beluntas dalam pakan terhadap konsumsi pakan/ekor/ minggu pada itik jantan umur 4-10 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Rataan konsumsi pakan itik jantan selama penelitian (umur 4-10 minggu) Umur itik (minggu): Konsumsi pakan (g/ekor/minggu), pada level teung daun beluntas 0% 1% 2% ±14 566±52 581± ±10 559±81 626± ±57 735±4 735± ±12 834±7 837± ±8 896±6 895± ±6 884±6 884±6 Total 4525± ± ±54 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi pakan itik jantan yang mendapat tepung daun beluntas 1% dan 2% dalam pakan tidak berbeda dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun beluntas dalam pakan tidak menurunkan palatabilitas pakan. Tidak berbedanya konsumsi pakan atau tidak menurunnya palatabilitas pakan tersebut diduga karena kandungan tanin dalam pakan masih rendah bila dibandingkan dengan pakan penelitian Sinaga (2006). Berdasarkan perhitungan kandungan tanin pakan perlakuan ini adalah sebesar 0,018-0,036%. Konsumsi pakan nyata (P<0,05) menurun pada saat pakan mengandung tanin lebih dari 0,036% (Sinaga 2006) Rataan Bobot Badan Pengaruh pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap bobot badan itik jantan umur 4-10 minggu tertera pada Tabel 6. Tabel 6 memperlihatkan bahwa pemberian beluntas dalam pakan sebesar 1% dan 2% tidak berpengaruh pada bobot badan yang dicapai. Hal ini karena konsumsi pakan itik/ekor/minggu tidak berbeda, sehingga nutrien yang masuk ke dalam tubuh itik juga tidak berbeda.

6 63 Tabel 6 Rataan bobot badan itik jantan umur 4-10 minggu Umur itik Bobot badan, pada level tepung daun beluntas (minggu): 0% 1% 2%...g/ekor ±79 528±61 529± ±64 649±56 668± ±59 809±49 797± ±79 967±49 970± ± ± ± ± ± ± ± ± ± Konversi Pakan Untuk mendapatkan nilai konversi pakan diperlukan data performa seperti bobot badan awal, bobot badan akhir, konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan selama penelitian. Data-data tersebut ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh pemberian tepung daun beluntas terhadap performa itik jantan muda Performa itik pada level beluntas Peubah yang diamati 0% 1% 2% Bobot badan awal penelitian, umur 4 minggu (g/ekor) 526±79 528±61 529±49 Bobot badan akhir penelitian, umur 10 minggu (g/ekor) 1305± ± ±47 Konsumsi pakan selama penelitian dari 4-10 minggu (g/ekor) 4525± ± ±55 Pertambahan bobot badan dari umur 4-10 minggu (g/ekor) 776± ±39 725±68 Konversi pakan 5,8±0,9 6,0±0,4 6,3±0,7 Pengaruh perlakuan tidak terlihat pada bobot badan akhir dan konsumsi pakan (Tabel 7). Namun pada konversi pakan, secara deskriptif itik yang mendapat tepung daun beluntas dalam pakan sebanyak 1% dan 2% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Untuk mendapatkan 1 kg bobot badan, itik yang mendapat pakan kontrol menghabiskan pakan sebanyak 5,8 kg, sedangkan itik yang mendapat beluntas 1% menghabiskan pakan sebanyak 6,0 kg atau 3,4% lebih tinggi dari kontrol, dan yang mendapat beluntas 2% menghabiskan pakan sebanyak 6,3 kg atau 8,6% lebih tinggi

7 64 dari kontrol. Penyebabnya adalah adanya tanin yang menyebabkan protein pakan tidak secara maksimal dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan Persentase Karkas dan Bagian-bagian Karkas Pengaruh pemberian tepung daun beluntas terhadap karkas, dada dan paha (paha atas dan bawah) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Pengaruh pemberian tepung daun beluntas terhadap persentase karkas, dada dan paha itik jantan umur 10 minggu Peubah Karkas, dada dan paha pada level beluntas 0% 1% 2% Karkas (%) 59,6±1,1 59,7±1,9 60,9±2,0 Dada (% dari karkas) 25,0±1,4 24,5±1,0 24,2±2,1 Paha (% dari karkas) 25,4±0,9 24,6±1,2 25,6±1,4 Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian tepung daun beluntas tidak berpengaruh pada persentase karkas, bagian dada dan paha. Hal ini karena bobot badan itik sebelum dipotong sama. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan tidak berpengaruh pada bobot badan, pertambahan bobot badan, persentase karkas, persentase dada dan paha. 4.3 Efektivitas Daun Beluntas dalam Mengurangi Bau (Off-odor) Daging Itik Betina Tua (Umur 12 bulan) Uji sensori yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi secara cepat ada atau tidaknya perubahan intensitas bau (off-odor) daging itik dan tingkat kesukaan konsumen akibat pemberian tepung daun beluntas dalam pakan. Pada penelitian ini digunakan itik betina tua (umur 12 bulan). Itik diberi pakan komersial ayam petelur iso protein iso kalori. Kandungan nutrien pakan perlakuan tertera pada Tabel 9. Uji sensori dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah untuk mendapatkan deskripsi bau daging itik menurut istilah panelis (tanpa standar). Dengan membaui daging itik dan daging ayam mentah, panelis menyatakan bahwa daging itik mentah memiliki karakteristik tengik, apek, amis menyengat, bau logam/darah dan memualkan, sedangkan daging ayam

8 65 mentah memiliki karakteristik gurih, bau kentang rebus, kaldu, bau telur rebus, dan bau amis kurang menyengat. Tabel 9 Kandungan nutrien pakan penelitian itik betina tua (umur 12 bulan) Nutrien Pakan Kandungan nutrien K* Beluntas* KB 1 * KB 2 * Bahan Kering (%) 86,50 85,30 85,33 86,62 Protein Kasar (%) 17,15 17,78 17,46 17,86 Serat Kasar (%) 3,55 14,77 3,62 3,72 Lemak (%) 4,02 1,96 4,03 3,90 Beta-N (%) 50,10 38,14 50,35 50,01 Abu (%) 11,68 12,65 9,87 11,13 Ca (%) 4,54 1,97 4,82 4,56 P (%) 0,54 0,07 0,55 0,48 Energi Bruto (Kkal/kg) Keterangan: * Hasil analisis Lab. INTP (2005); K = Kontrol (pakan komersial ayam petelur Par-L; B = tepung daun beluntas; KB 1 = Pakan komersial 99% + tepung daun beluntas 1%; KB 2 = Pakan komersial 98% + tepung daun beluntas 2% Tahap kedua adalah untuk mengetahui intensitas bau (off-odor) daging dan kulit itik hasil perlakuan pemberian tepung daun beluntas. Pada penelitian ini digunakan uji pembedaan perbandingan pasangan. Menurut Meilgaard et al. (1999), pada uji perbandingan pasangan, suatu perlakuan dinyatakan berbeda nyata ( = 0,05) apabila 9 dari 10 panelis atau 10 dari panelis menyatakan berbeda. Hasil uji perbandingan pasangan terhadap bau amis daging dan kulit itik oleh panelis terlatih disajikan pada Tabel 10. Hasil uji perbandingan pasangan (Tabel 10) dapat dilihat bahwa pada perlakuan lama pemberian 5 hari, panelis tidak dapat membedakan bau amis daging dan kulit yang mendapat tepung daun beluntas 1% dan 2% dibandingkan dengan kontrol. Panelis dapat membedakan bau amis daging dan kulit itik pada perlakuan pemberian beluntas selama 7 hari. Daging paha, kulit paha dan kulit dada itik yang mendapat tepung daun beluntas 1% dalam pakan selama 7 hari nyata (P<0,05) kurang amis dibandingkan dengan kontrol (tanpa tepung daun beluntas), sedangkan pada daging dada, bau amis daging dada nyata (P<0,05) lebih rendah dari kontrol pada pemberian tepung daun beluntas 2%. Hal ini menunjukkan ada indikasi bahwa tepung daun beluntas dapat menurunkan bau amis.

9 66 Tabel 10 Hasil uji perbandingan pasangan bau amis daging dan kulit itik betina tua Jumlah panelis yang menyatakan lebih amis (>) pada bahan uji Perbandingan Bagian paha Bagian dada keamisan antar Daging mentah Kulit mentah Daging mentah Kulit mentah perlakuan (n = 10) (n = 12) (n = 12) (n = 12) B 0 >B B 0 >B B 0 >B * 11* 4 11* B 0 >B * 3 B. 5.1 >B B. 5.1 >B B. 5.1 >B B. 5.2 >B B. 5.2 >B B. 7.1 >B Keterangan: B 0 = Pemberian pakan tanpa tepung daun beluntas (Kontrol) B. 5.1 = Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas selama 5 hari sebanyak 1%. B. 5.2 = Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas selama 5 hari sebanyak 2%. B. 7.1 = Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas selama 7 hari sebanyak 1%. B. 7.2 = Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas selama 7 hari sebanyak 2%. * pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05); n= jumlah panelis Daging paha itik mengandung lemak lebih tinggi daripada daging dada (Hustiany 2001; Damayanti 2003) dan kulit merupakan salah satu tempat deposit lemak. Akan tetapi, kandungan asam lemak tidak jenuh dan asam lemak linoleat (C18:2) daging dada lebih tinggi dibandingkan dengan daging paha. Kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging dada dengan kulit pada itik Jawa betina afkir sebesar 5058,8 mg/100 g daging, sedangkan pada daging paha dengan kulit sebesar 4830,9 mg/100 g daging. Asam lemak linoleat (C18:2) daging dada itik Jawa betina afkir dengan kulit lebih tinggi (159,6 mg/g lemak) dibandingkan daging paha dengan kulit (133,1 mg/g lemak) (Hustiany 2001). Menurut Cortinas et al. (2005) laju dan intensitas oksidasi lemak pada daging dipengaruhi banyak faktor, tetapi faktor yang paling penting adalah kandungan asam lemak tidak jenuh terutama asam lemak tidak jenuh ganda yang ada dalam jaringan urat daging tersebut. Hasil penelitian Russell et al. (2003) menunjukkan bahwa laju oksidasi daging dada pada itik lebih tinggi daripada daging paha. Flavonoid larut dalam lemak. Oleh karena daging paha, kulit dada dan kulit paha mengandung lemak tinggi, maka flavonoid yang terlarut pada ketiga organ tersebut juga tinggi, sehingga tepung daun beluntas 1% cukup untuk melindungi asam lemak dari oksidasi, sedangkan laju dan intensitas oksidasi

10 67 lemak yang tinggi pada daging dada memungkinkan kebutuhan flavonoid untuk melindungi asam lemak dari oksidasi pada daging dada tersebut lebih besar, sehingga bau amis daging dada terdeteksi berkurang pada penggunaan tepung daun beluntas 2%. Berdasarkan indikasi di atas, selanjutnya dilakukan uji hedonik pada daging dan kulit paha yang diberi tepung daun beluntas selama 7 hari. Hasil uji hedonik terhadap bau daging dan kulit itik mentah yang dilakukan oleh 103 orang panelis tidak terlatih, disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil uji hedonik terhadap bau daging dan kulit mentah itik betina tua Nilai uji hedonik Bahan Uji Langsung B dari peternak 0 B 7.1 B 7.2 Daging paha itik 3,87±1,54 a 4,11±1,62 a 4,26±1,57 a 3,83±1,52 a mentah tanpa kulit Kulit paha itik mentah 3,59±1,58 a 3,75±1,50 a 4,17±1,53 b 4,10±1,46 b Keterangan : B 0 = pemberian pakan tanpa tepung daun beluntas (Kontrol) B 7.1 = Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas selama 7 hari sebanyak 1%. B 7.2 = Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas selama 7 hari sebanyak 2%. pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05); Skala Hedonik 1= sangat tidak suka; 2= tidak suka; 3= agak tidak suka; 4= netral; 5= agak suka; 6= suka; 7= sangat suka Berdasarkan Tabel 11, kesukaan konsumen pada daging itik yang mendapat perlakuan 1% dan 2% tepung daun beluntas selama 7 hari tidak berbeda dengan kontrol (tanpa mendapat tepung daun beluntas). Sebaliknya pada kulit, pemberian tepung daun beluntas 1% dan 2% nyata (P<0,05) meningkatkan kesukaan konsumen. Kulit daging paha itik yang mendapat tepung daun beluntas dalam pakannya lebih disukai dibandingkan dengan kontrol, sedangkan tingkat kesukaan panelis terhadap kulit paha itik antara yang diberi pakan mengandung tepung daun beluntas 1% dan 2% tidak berbeda. Pada tahap penelitian ini masih sulit dijelaskan mengenai alasan lebih disukainya kulit itik yang mendapat perlakuan tepung daun beluntas dibandingkan dengan yang tidak. Hal ini disebabkan karena kurun waktu perlakuan masih pendek, yaitu 7 hari. Perubahan pengaruh pakan baru terlihat paling sedikit setelah dua minggu pemberian perlakuan (Sinaga

11 ). Ada dua hal yang dapat diduga sebagai penyebabnya yaitu pengaruh aroma daun beluntas atau terjadi perubahan kimiawi di dalam kulit. Oleh karena itu, pada penelitian tahap berikutnya dicoba pemberian tepung daun beluntas pada dosis yang sama dengan waktu yang lebih lama untuk mengetahui lama waktu dan level pemberian tepung daun beluntas yang efektif yang dapat mengurangi bau amis serta meningkatkan tingkat kesukaan konsumen tanpa mempengaruhi performanya. 4.4 Lama Waktu dan Level Tepung Daun Beluntas dalam Mengurangi Bau (Off-odor) Daging Itik Betina Tua dan Dampaknya terhadap Performa Performa Itik Betina Tua Pada penelitian ini, rataan konsumsi pakan per ekor per hari pada itik betina tua berkisar antara g dengan bobot badan awal berkisar antara g/ekor. Antara level tepung daun beluntas dengan lama pemberian pakan perlakuan terhadap semua peubah performa itik tidak terdapat interaksi. Rataan konsumsi pakan itik selama penelitian pada pemberian tepung daun beluntas yang berbeda seperti tertera pada Tabel 12 dan diilustrasikan seperti pada Gambar 13. Tabel 12 Konsumsi pakan itik betina tua pada lama dan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan yang berbeda Lama pemberian pakan (minggu) Konsumsi pakan itik pada level tepung daun beluntas Rataan 0% 1% 2%..(g/ekor) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±77 Pengaruh pemberian pakan mengandung tepung daun beluntas 0%, 1%, dan 2% terhadap bobot badan akhir serta pertambahan bobot badan disajikan pada Tabel 13. Pada Tabel 13 terlihat bahwa level pemberian tepung daun beluntas 0%, 1%, dan 2% tidak berpengaruh pada bobot badan dan pertambahan bobot badan, baik pada lama pemberian 3 minggu, 5 minggu maupun 7 minggu. Selain itu, dari Tabel 13 terlihat bahwa bobot badan akhir itik pada

12 69 lama pemberian tepung daun beluntas 7 minggu nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada lama pemberian 3 minggu dan 5 minggu. Bobot badan akhir itik pada lama pemberian pakan perlakuan 3 dan 5 minggu tidak berbeda. Hal ini berarti setelah 4 minggu dari awal bobot badan itik meningkat jadi lebih tinggi. Gambar 13 Konsumsi pakan itik betina tua pada lama dan level pemberian tepung daun beluntas yang berbeda selama penelitian Tabel 13 Pengaruh lama dan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir itik betina tua Peubah Bobot badan itik pada level daun Lama pemberian beluntas pakan (minggu) 0% 1% 2% Rataan BB Awal ± ± ± ±3 (g/ekor) ± ± ± ± ± ± ± ±2 Rataan 1 310± ± ±2 BB Akhir ± ± ± ±13 a (g/ekor) ± ± ± ±32 a ± ± ± ±24 b Rataan 1 455± ± ±57 PBB (g/ekor) 3 80±25 65±17 62±20 69±10 a 5 133±39 119±78 125±36 126±7 a 7 223±70 189±80 176±53 196±24 b Rataan 146±72 124±62 121±57 Keterangan : BB= bobot badan; PBB=Pertambahan bobot badan; *Superskrip yang berbeda (a, b) dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pertambahan bobot badan itik pada lama pemberian pakan perlakuan 7 minggu nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada lama pemberian pakan

13 70 perlakuan 3 minggu dan 5 minggu. Pertambahan bobot badan pada lama pemberian pakan perlakuan 3 minggu dan 5 minggu tidak berbeda. Itik yang mendapat perlakuan selama 3 minggu, 5 minggu, dan 7 minggu berturutturut mencapai umur sekitar 56 minggu, 58 minggu, dan 60 minggu dan itik-itik tersebut tidak lagi menghasilkan telur. Pemeliharaan dalam boks (4 ekor per boks berukuran satu meter persegi) membatasi aktivitas gerak itikitik tersebut, sehingga nutrisi dan energi yang didapat dari pakan tidak lagi digunakan untuk memproduksi telur maupun aktivitas gerak. Kombinasi umur tua, ruang gerak terbatas, dan tidak lagi bertelur memacu peningkatan perlemakan terutama lemak abdominal (Tabel 14). Hal ini yang menyebabkan peningkatan bobot badan dan bobot badan akhir pada itik yang mendapat pakan perlakuan selama 7 minggu. Pada itik yang mendapat pakan perlakuan selama 3 minggu dan 5 minggu kemungkinan terjadi juga peningkatan perlemakan tetapi tidak menunjukkan perbedaan bobot badan dan pertambahan bobot badan yang nyata (Gambar 14). Tabel 14 Persentase lemak abdomen itik betina tua pada lama dan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan yang berbeda Persentase lemak abdomen pada level Lama pemberian beluntas pakan (minggu) 0% 1% 2% Rataan 3 1,49±0,11 2,16±0,26 1,72±0,11 1,79±0,34 a 5 2,30±0,36 2,73±1,55 2,60±1,06 2,54±0,22 ab 7 2,35±1,21 3,40±0,88 3,14±0,30 2,96±0,55 b Rataan 2,05±0,48 2,76±0,62 2,49±0,72 Dari Tabel 14 terlihat bahwa makin lama waktu pemberian pakan perlakuan, persentase lemak abdomen makin tinggi. Persentase lemak abdomen pada lama pemberian pakan perlakuan 3 minggu dan 5 minggu tidak berbeda nyata. Demikian juga antara lama pemberian pakan 5 minggu dan 7 minggu tidak berbeda nyata. Akan tetapi, persentase lemak abdomen pada lama pemberian pakan perlakuan 7 minggu nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada lama pemberian perlakuan 3 minggu.

14 71 Gambar 14 Pertambahan bobot badan itik betina tua pada lama dan level pemberian tepung daun beluntas yang berbeda selama penelitian Persentase Karkas, Dada dan Paha Itik Betina Tua Pengaruh lama dan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap persentase karkas, dada, dan paha disajikan pada Tabel 15. Antara lama dengan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap persentase karkas, dada, dan paha tidak terdapat interaksi. Level pemberian tepung daun beluntas terhadap persentase karkas, dada, dan paha tidak berbeda nyata, karena bobot badan itik akibat pemberian tepung daun beluntas juga tidak berbeda nyata. Lama pemberian pakan perlakuan terhadap persentase karkas, dada dan paha itik tidak berbeda nyata, meskipun pertambahan bobot badannya nyata meningkat dengan bertambahnya umur itik (Tabel 13). Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan lemak abdomen dengan makin tuanya umur itik (Tabel 14). Antara lama dengan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap persentase daging dada dan paha tidak terdapat interaksi (Tabel 16). Level pemberian tepung daun beluntas terhadap persentase daging bagian dada dan paha tidak berbeda nyata, karena bobot dada dan paha itik akibat pemberian tepung daun beluntas juga tidak berbeda nyata. Lama pemberian tepung daun beluntas terhadap persentase daging dada dan paha itik tidak berbeda nyata, meskipun pertambahan bobot badannya nyata meningkat dengan bertambahnya umur itik (Tabel 13). Hal ini karena

15 72 adanya peningkatan lemak abdomen dengan makin tuanya umur itik (Tabel 14). Peubah Tabel 15 Pengaruh lama dan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap persentase karkas, dada dan paha itik betina tua Karkas (% terhadap bobot hidup) Lama pemberian pakan (minggu) Persentase karkas, dada dan paha pada level tepung daun beluntas 0% 1% 2% Rataan 3 59,19±1,04 59,49±0,71 58,92±2,57 59,20±0, ,31±2,64 58,80±2,30 58,89±2,91 59,33±0, ,20±3,06 60,05±1,47 61,78±3,12 61,34±1,14 Rataan 60,57±1,52 59,45±0,63 59,86±1,66 Dada (% terhadap bobot hidup) 3 16,70±0,22 16,69±0,21 16,43±1,34 16,61±0, ,87±0,70 16,59±1,75 16,55±1,27 16,67±0, ,85±1,09 17,50±1,33 17,03±0,98 17,46±0,41 Rataan 17,14±0,62 16,93±0,50 16,67±0,32 Paha (% terhadap bobot hidup) 3 15,85±0,76 16,21±0,61 16,54±0,75 16,20±0, ,08±0,11 15,48±0,45 15,77±0,58 15,78±0, ,90±0,66 15,58±0,53 15,52±0,49 15,67±0,20 Rataan 15,94±0,12 15,76±0,40 15,94±0,53 Peubah Tabel 16 Daging dada dengan kulit (% terhadap bobot dada) Pengaruh lama dan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap persentase daging dada dan paha itik betina tua Lama pemberian pakan (minggu) Persentase daging dada dan paha pada level tepung daun beluntas 0% 1% 2% Rataan 3 86,52±0,68 87,25±1,24 85,70±0,65 86,49±0, ,18±1,02 86,96±1,67 86,87±2,15 87,00±0, ,23±1,02 87,68±1,40 86,87±0,32 87,59±0,68 Rataan 87,31±0,86 87,30±0,36 86,48±0,68 Daging paha dengan kulit (% terhadap bobot paha) 3 84,23±0,37 84,55±1,13 85,52±0,53 84,77±0, ,18±0,71 84,90±1,69 84,32±0,58 84,80±0, ,70±0,42 85,30±1,35 85,95±1,16 85,65±0,33 Rataan 85,04±0,75 84,92±0,38 85,26±0, Komposisi Gizi Daging Itik Daging terdiri atas air, protein, lemak, sedikit vitamin, serta komponen organik dan anorganik. Pengaruh pemberian tepung daun beluntas dalam pakan pada kandungan nutrisi daging itik dengan kulit dapat dilihat seperti pada Tabel 17.

16 73 Tabel 17 Pengaruh lama dan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap nilai gizi daging dengan kulit segar itik betina tua berdasarkan bahan kering Peubah Kadar Air (%) Lama pemberia n beluntas (minggu) Nilai gizi daging itik dengan kulit pada level tepung daun beluntas 0% 1% 2% Rataan 3 62,00±0,46 61,18±1,26 59,48±3,43 60,88+2,27 a 5 59,13±2,36 58,95±3,42 58,37±2,36 58,82+2,61 a 7 54,37±4,41 53,13±3,74 55,34±1,02 54,28+3,32 b Rataan 58,48+4,23 57,75+4,50 57,73+2,94 Kadar 3 35,51 ± 6,10 37,44 ±2,28 37,73 ±8,15 Protein (% 5 40,52 ±2,97 39,64 ±3,64 38,62 ±3,20 per 100%BK) 7 27,70±4,77 27,88±4,65 31,01 ±3,92 Rataan 34,58±6,46 34,99±6,25 35,79±4,16 Kadar Lemak (% per 100%BK) 36,89±5,75 A 39,59±3,19 A 28,86±4,47 B 3 38,92 ±3,33 44,84±10,08 42,20 ±9,65 41,99±8,17 B 5 46,05 ±11,42 47,41 ±21,54 54,03±3,45 49,16±13,83 B 7 57,53±11,85 63,16±9,31 65,50 ±8,54 62,06±10,00 A Rataan 47,50±9,39 51,80±9,92 53,91±11,65 Kadar Abu 3 1,81±0,15 1,81±0,09 1,83±0,21 1,83±0,15 a (% per 5 1,70 ±0,20 1,59 ±0,30 1,49±0,21 1,59±0,24 b 100%BK) 7 1,66±0,26 1,49±0,24 1,66±0,09 1,60±0,21 b Rataan 1,72±0,08 1,63±0,16 1,66±0,17 Keterangan : superskrip a, b, c pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05); A, B berbeda sangat nyata (P<0,01) Interaksi antara lama dengan level pemberian tepung daun beluntas terhadap kandungan gizi daging itik dengan kulit tidak berbeda. Tabel 17 menunjukkan bahwa level pemberian tepung daun beluntas sebanyak 1% dan 2% tidak berpengaruh pada kandungan gizi (air, protein, dan lemak) daging itik dengan kulit. Kandungan air dan protein daging itik dengan kulit pada lama pemberian pakan 7 minggu nyata (P<0,05) lebih rendah daripada lama pemberian pakan 3 dan 5 minggu, sedangkan antara lama pemberian pakan 3 dan 5 minggu tidak berbeda. Sebaliknya, kandungan lemak daging itik dengan kulit pada lama pemberian pakan 7 minggu nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada lama pemberian pakan 3 dan 5 minggu, sedangkan kandungan lemak antara 3 minggu dengan 5 minggu tidak berbeda. Hal ini karena makin tuanya umur itik. Makin lama waktu pemberian pakan perlakuan, berarti makin tua umur ternak dan makin cepat terjadi lipogenesis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Guo-Bin (2010) pada ayam lokal Cina umur lebih dari 8 minggu, kandungan lemak

17 74 intramuskulernya makin tinggi dengan makin tuanya umur ternak. Rendahnya kandungan protein daging itik dengan kulit pada lama pemberian pakan perlakuan 7 minggu dapat terjadi karena kandungan lemaknya lebih tinggi. Kandungan nilai gizi di atas sangat penting karena akan menentukan flavor daging, sebagaimana dikemukakan Heath dan Reineccius (1986) bahwa sumber flavor daging dapat berasal dari protein, karbohidrat dan lemak. Lemak merupakan komponen yang paling penting dalam menentukan flavor daging (Wu dan Liou 1992). Daging yang mengandung lemak tinggi mempunyai kecenderungan menghasilkan off-odor yang tinggi karena daging tersebut mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi dan oksidasi lemak meningkat secara linear dengan makin tingginya asam lemak tidak jenuh dalam daging (Cortinas et al. 2005) Komposisi Lemak Daging dengan Kulit dan Pengaruhnya terhadap Intensitas Bau Daging Akibat Perubahan Pakan Perubahan pakan dari yang diberikan peternak (pra perlakuan) ke pakan komersial (Bo) yang diberikan selama 3, 5, dan 7 minggu penelitian terhadap intensitas bau, tingkat kesukaan konsumen dan komposisi asam lemak dapat dilihat seperti tertera pada Tabel 18. Tabel 18 Perubahan intensitas bau amis dan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging dengan kulit itik betina tua akibat perubahan pakan Pakan penelitian Intensitas bau amis hasil uji skalar (n=45) Tingkat kesukaan hasil uji hedonik (n=111) Asal peternak 9,58 ± 1,45 3,34 ±1,54 Bo*-3 minggu 8,67 ± 1,73 3,64 ±1,37 Bo -5 minggu 8,63 ± 1,83 3,65 ±1,51 Bo -7 minggu 8,26 ± 2,19 3,38 ±1,52 Keterangan : B0 = pakan komersial ayam petelur fase produksi. Nilai skalar 0-15 (bau amis paling rendah - paling tajam). Skala hedonik 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka Data dalam Tabel 18 menunjukkan bahwa intensitas bau amis daging dengan kulit itik asal peternak dibandingkan dengan daging

18 75 dengan kulit itik yang telah dipelihara secara intensif dan diberi pakan komersial selama 3, 5, dan 7 minggu, tidak dipengaruhi oleh perubahan pakan asal peternak maupun komersial. Artinya bau itik tidak dipengaruhi oleh perubahan pakan asal peternak maupun pakan komersial. Gambaran besarnya intensitas bau amis daging dengan kulit itik dengan makin lamanya waktu pemberian pakan komersial disajikan pada Gambar 15. Intensitas bau amis ,58 8,67 8,63 8, Asal peternak Periode penelitian (minggu) Gambar 15 Perubahan bau amis daging dengan kulit itik betina tua akibat perubahan pakan Uji hedonik terhadap intensitas bau amis daging dengan kulit itik akibat perubahan pemberian pakan dari asal peternak ke pakan yang digunakan selama penelitian oleh 111 orang panelis (Tabel 18) menunjukkan hasil yang sama. Nilai tingkat kesukaan panelis terhadap bau daging dengan kulit itik asal peternak dan pemberian pakan penelitian selama 3, 5, dan 7 minggu diilustrasikan pada Gambar tingkat kesukaan Asal peternak Periode penelitian (minggu) Gambar 16 Tingkat kesukaan konsumen terhadap intensitas bau amis daging dengan kulit itik betina tua akibat perubahan pakan

19 76 Hasil penelitian perubahan komposisi asam lemak akibat perubahan pakan, dari pakan asal peternak ke pakan yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Perubahan komposisi asam lemak akibat perubahan pakan Pakan penelitian Komposisi asam lemak ALJ ALTJ Total ALTJ/ALJ...%... Asal peternak 2,95 6,77 9,72 2,29 Pakan penelitian 3 minggu 6,25 14,74 20,99 2,36 Pakan penelitian 5 minggu 6,55 17,50 24,05 2,67 Pakan penelitian 7 minggu 9,50 22,51 32,01 2,37 Keterangan: pakan penelitian= pakan komersial yang digunakan selama penelitian Perubahan ALJ (Asam Lemak Jenuh) daging dengan kulit itik dari asal peternak ke pakan yang digunakan selama penelitian 3, 5, dan 7 minggu berturut-turut sebesar 2,12; 2,22; dan 3,22, sedangkan perubahan ALTJ (Asam Lemak Tidak Jenuh) pada kurun waktu yang sama berturut-turut sebesar 2,18; 2,58; dan 3,32. Dari angka-angka tersebut terlihat bahwa perubahan pada ALTJ lebih besar daripada ALJ. Hal ini wajar karena pada unggas, deposit asam lemak pada umumnya adalah ALTJ lebih besar daripada ALJ. Demikian pula yang diperoleh Hustiany (2001) pada itik betina lokal jawa afkir dan Witak (2007) pada itik pekin A44. Dari Tabel 19 terlihat bahwa perbandingan ALTJ/ALJ dari daging dengan kulit itik yang mendapat pakan perlakuan selama 3, 5, dan 7 minggu lebih besar daripada yang asal peternak Kandungan Asam Lemak Akibat Perlakuan Jenis asam lemak yang terdeteksi pada daging itik dengan kulit hasil penelitian ini terdiri atas 3 jenis asam lemak jenuh (ALJ), 3 jenis asam lemak tidak jenuh tunggal (ALTJT) dan 2 jenis asam lemak tidak jenuh ganda (ALTJG). Asam lemak jenuh yang terdeteksi ialah asam miristat (C14:0), asam palmitat (C16:0), dan asam stearat

20 77 (C18:0). Asam lemak tidak jenuh tunggal yang terdeteksi terdiri atas asam palmitoleat (C16:1), asam oleat (C18:1), dan asam arakhidat (C20:1). Asam lemak tidak jenuh ganda yang terdeteksi adalah asam lemak esensial asam linoleat (C18:2) dan asam linolenat (C18:3). Interaksi antara lama dan level pemberian tepung daun beluntas terhadap semua jenis asam lemak yang terdeteksi tidak berbeda nyata. Untuk selanjutnya, data asam lemak disajikan dalam bentuk pengaruh utama masing-masing perlakuan, yaitu kandungan setiap jenis asam lemak daging itik dengan kulit akibat pemberian level tepung daun beluntas yang berbeda disajikan pada Tabel 20, sedangkan akibat lama pemberian tepung daun beluntas disajikan pada Tabel 21. Tabel 20 Rataan kandungan asam lemak daging dengan kulit itik betina tua pada level pemberian tepung daun beluntas yang berbeda Jenis asam lemak Kandungan asam lemak daging itik dengan kulit pada level beluntas 0% 1% 2% (%) C14:0 (asam miristat) 0,17±0,03 0,19±0,06 0,19±0,05 C16:0 (asam 5,97±1,45 6,57±2,41 palmitat) 6,48±1,53 C18:0 (asam stearat) 1,29±0,34 2,10±0,84 1,80±0,45 Total ALJ 7,43±1,80 a 8,86±2,22 b 8,47±1,54 b C16:1(asam 0,61±0,16 0,69±0,18 palmitoleat) 0,62±0,19 C18:1(asam oleat) 11,93±2,60 12,79±4,01 11,77±3,56 C20:1(asam 0,17±0,00 0,19±0,01 arakhidat) 0,19±0,05 Total ALTJT 12,71±2,75 13,62±4,13 12,55±3,75 C18:2(asam linoleat) 5,28±1,17 a 6,61±1,33 b 6,09±1,68 ab C18:3(asam linolenat) 0,26±0,06 0,29±0,07 0,29±0,09 Total ALTJG 5,54±1,22 a 6,90±1,39 b 6,38±1,77 ab Total ALTJ 18,25±3,94 20,51±5,52 18,93±5,42 ALTJ/ALJ 2,46 2,31 2,23 Keterangan : superskrip berbeda nyata pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05)

21 78 Data Tabel 20 menunjukkan bahwa asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh ganda daging itik dengan kulit yang mendapat tepung daun beluntas lebih tinggi dari kontrol. Asam lemak tidak jenuh ganda linoleat (C18:2) dan total asam lemak tidak jenuh ganda (C18:2+C18:3) yang merupakan asam lemak esensial daging itik dengan kulit yang mendapat tepung daun beluntas 1% lebih tinggi (P<0,05) dari kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa zat aktif yang terdapat pada daun beluntas dapat melindungi asam lemak tidak jenuh dari oksidasi (Zieli ska et al. 2001). Mekanisme zat aktif dalam tepung daun beluntas melindungi asam lemak dari oksidasi diduga dengan cara menangkap radikal bebas, menghelat ion logam transisi, atau dengan menghambat kerja enzim prooksidan sebagaimana dikemukakan Schewe dan Sies (2003). Dengan demikian berarti bahwa asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada daging itik dengan kulit yang mendapat pakan kontrol terdegradasi menjadi senyawasenyawa yang menimbulkan bau khas yang kurang disukai konsumen. Menurut Farmer (1999) asam linoleat (C18:2) merupakan salah satu pembeda off-odor. Senyawa utama yang sering ditemukan pada profil volatil produk daging yang kaya asam lemak linoleat (C18:2) dan linolenat (C18:3) berturut-turut heksanal dan nonanal (Shahidi 1994). Tabel 21 menunjukkan bahwa daging itik dengan kulit mengandung asam lemak jenuh (C14:0 dan C16:0), asam lemak tidak jenuh tunggal (C16:1, C:18:1) dan asam lemak tidak jenuh ganda (C18:2 dan C18:3) makin tinggi dengan makin lamanya pemberian pakan perlakuan. Hal ini mencerminkan bahwa makin lama pemberian pakan perlakuan, makin tua umur itik, penimbunan lemak dan asam lemak makin tinggi. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Witak (2007), Erisir et al. ( 2009) dan Guo-Bin et al. (2010).

22 79 Tabel 21 Rataan kandungan asam lemak daging dengan kulit itik betina tua pada lama pemberian pakan perlakuan yang berbeda Jenis asam lemak Kandungan asam lemak daging itik dengan kulit pada lama pemberian pakan (minggu) (%) C14:0 (asam miristat) 0,16±0,01 a 0,16±0,01 a 0,24±0,03 b C16:0 (asam palmitat) 5,05±0,41 A 5,59±0,20 A 8,38±0,84 B C18:0 (asam stearat) 2,16±0,94 a 1,28±0,22 b 1,75±0,09 a Total ALJ 7,37±0,97 A 7,03±0,42 A 10,37±0,96 B 0,51±0,07 a 0,58±0,06 a 0,83±0,08 b C16:1(asam palmitoleat) 9,65±0,32 A 10,87±0,83 A 15,97±1,37 B C18:1(asam oleat) 0,18±0,01 0,16±0,02 0,20±0,04 C20:1(asam arakhidat) 10,33±0,39 A 11,61±0,90 A 16,94±1,39 B Total ALTJT 5,29±0,74 A 5,15±0,79 A 7,55±0,81 B 0,23±0,03 a 0,25±0,03 a 0,35±0,04 b Total ALTJG 5,52±0,76 A 5,40±0,81 A 7,90±0,85 B Total ALTJ 15,84±0,99 A 17,01±1,35 A 24,84±2,18 B ALTJ/ALJ 2,15 2,42 2,40 * Superskrip yang berbeda (a, b) dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05); A,B dalam baris yang sama berbeda sangat nyata (P<0,01) TBARS Pengaruh perlakuan terhadap produk oksidasi lipid yang dinyatakan melalui nilai thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) dalam satuan miligram malondialdehid per kg daging, disajikan pada Tabel 22. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara lama dengan level pemberian tepung daun beluntas dalam pakan pada nilai TBARS tidak terdapat interaksi. Tabel 22 Nilai TBARS daging itik betina tua dengan kulit akibat perlakuan Lama pemberian Nilai TBARS pada level tepung daun beluntas pakan (minggu) 0% 1% 2% Rataan (mg malondialdehid/kg daging dengan kulit) 3 1,30±0,27 1,00±0,18 0,66±0,36 0,99±0,32 a 5 1,63±0,09 1,44±0,23 1,24±0,24 1,44±0,20 b 7 1,82±0,03 1,67±0,19 1,54±0,17 1,68±0,14 c Rataan 1,58±0,26 a 1,37±0,34 b 1,15±0,45 c * Superskrip yang berbeda (a, b) dalam baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata

23 80 Dari Tabel 22 terlihat bahwa level pemberian tepung daun beluntas berpengaruh pada nilai TBARS. Makin tinggi tepung daun beluntas yang diberikan, nilai TBARS nyata (P<0,05) makin rendah. Hal ini berarti dengan pemberian tepung daun beluntas, produk oksidasi lemak makin rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rababah et al. (2006) yang menyatakan bahwa antioksidan pada ekstrak teh hijau (mengandung flavonoid: kuersetin dan rutin) nyata (P<0,05) menurunkan nilai TBARS dan senyawa volatil, baik pada daging mentah maupun yang dimasak setelah melalui penyimpanan. Nilai heksanal daging dada ayam mentah yang ditambah ekstrak teh hijau dibandingkan kontrol sebesar 1.816,3 vs 2.879,7 ppb, sedangkan pada daging dada ayam yang dimasak 5.097,5 vs 5.782,7 ppb. Nilai heptanal daging ayam mentah yang ditambah ektrak teh hijau dibanding kontrol sebesar 496,9 vs 605,1 ppb, sedangkan pada daging dada ayam yang dimasak 1.790,0 vs 1.965,0 ppb. Tabel 22 menunjukkan bahwa nilai TBARS daging dengan kulit itik pada lama pemberian pakan 5 dan 7 minggu nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada lama pemberian pakan 3 minggu. Nilai TBARS daging dengan kulit itik pada lama pemberian pakan 7 minggu nyata (P<0,05) lebih tinggi dari nilai TBARS 5 minggu. Hal ini terlihat bahwa makin tingginya nilai TBARS daging dengan kulit itik sejalan dengan makin tingginya kadar lemak dan asam lemaknya (Tabel 17 dan 21). Kondisi ini menunjukkan bahwa laju oksidasi dipengaruhi oleh kandungan lemak dan asam lemaknya, sejalan dengan hasil penelitian Young et al. (2003) dan Juntachote et al. (2007) Bau Hasil pengujian panelis terhadap intensitas bau daging itik dengan kulit, dicantumkan pada Tabel 23, sedangkan tingkat kesukaan panelis disajikan pada Tabel 24.

24 81 Tabel 23 Hasil uji skalar tingkat bau amis (off-odor) daging dengan kulit itik betina tua Nilai uji skalar bau amis daging itik dengan Lama pemberian kulit, pada level tepung daun beluntas pakan (minggu) 0% 1% 2% Rataan 3 8,67± 1,73 7,14±1,79 6,22±1,96 7,35±1,24 5 8,63±1,83 6,62±2,30 5,98±2,04 7,07±1,38 7 8,26±2,19 6,95±1,98 5,51±2,28 6,91±1,38 Rataan ± sd 8,52±0.23 A 6,90±0,27 B 5,90±0,36 C Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01). Nilai skalar 0-15 cm (0: bau amis terendah-15: bau paling tajam) Pada penelitian tidak terdapat interaksi antara lama dengan level tepung daun beluntas yang diberikan terhadap tingkat bau amis (off-odor) daging itik dengan kulit. Level pemberian tepung daun beluntas sangat berpengaruh terhadap bau daging itik. Daging itik yang diberi tepung daun beluntas 1% dan 2% sangat nyata (P<0,01) kurang amis daripada kontrol, dan daging itik yang diberi tepung daun beluntas 2% sangat nyata (P<0,01) kurang amis daripada yang diberi tepung daun beluntas 1%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun beluntas dalam pakan dengan level 1% dan 2% mampu mengurangi bau amis daging itik. Bau amis (offodor) merupakan komponen volatil yang dapat terbentuk karena perubahan komponen lemak melalui oksidasi lemak (Farmer 1999; Hoac et al. 2006) atau melalui penyerapan dengan bahan lain (Shahidi 1998; Pegg dan Shahidi 2007). Hustiany et al. (2001) menyatakan bahwa bau amis daging itik betina afkir, sebagian besar adalah hasil proses oksidasi lipid yang termasuk golongan aldehid, alkohol, keton, asam karboksilat dan hidrokarbon. Hasil analisis menggunakan GC-MS, senyawa volatil yang terdeteksi dari daging itik betina afkir adalah pentanol, hexanol, 1-hexanol, (E)-Okten-3-ol, nonanal dan 1-hexadecanol dan 2 komponen off-odor yang paling mendekati off-odor daging itik tetapi yang tidak terdeteksi pada GC- MS yaitu yang memiliki LRI (Linear Retension Index) 1104 dan 1123 (Hustiany 2001). Penelitian ini mengindikasikan bahwa zat aktif yang terdapat dalam tepung daun beluntas mempunyai efektivitas sebagai antioksidan sebagaimana dikemukakan Pietta (2000), Burda dan Oleszek (2001), Zieliñska et al. (2001), Beecher (2003), Zhang dan Hamauzu

25 82 (2003), Widyawati (2004), Moskaug et al. (2005) dan Ahmed dan Beigh (2009). Senyawa fenol, flavonoid, kuersetin dan mirisetin yang terdapat dalam tepung daun beluntas mempunyai kemampuan menurunkan pembentukan radikal bebas dan menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan terdegradasinya asam lemak. Dengan terlindunginya asam lemak dari oksidasi maka senyawa volatil penyebab bau (off-odor) (Pazos et al. 2005; Juntachote et al. 2007) yang tidak disukai dari daging itik dengan kulit seperti pentanol, heksanol, 1-heksanol, (E)-Okten-3-ol, nonanal dan 1- heksadekanol dan 2 komponen off-odor yang paling mendekati off-odor daging itik (Hustiany 2001) menjadi tidak terbentuk. Hal ini diduga yang menyebabkan daging itik dengan kulit yang mendapat tepung daun beluntas, bau amisnya lebih rendah daripada kontrol (yang tidak mendapat tepung daun beluntas dalam pakannya). Kondisi ini sejalan dengan hasil analisis asam lemak yang lebih tinggi dengan adanya pemberian tepung daun beluntas, seperti tercantum pada Tabel 20. Dengan terlindunginya asam lemak dari oksidasi maka nilai TBARS daging itik dengan kulit pada perlakuan pemberian tepung daun beluntas lebih rendah dari perlakuan tanpa tepung daun beluntas (kontrol) sebagaimana disajikan pada Tabel 22. Tabel 23 menunjukkan bahwa lama pemberian pakan perlakuan tidak berpengaruh terhadap bau amis daging itik dengan kulit, artinya tingkat bau amis daging itik dengan kulit dari perlakuan lama pemberian pakan 3 minggu, 5 minggu dan 7 minggu sama. Ini berarti antara kadar lemak, asam lemak dan nilai TBARS tidak sesuai dengan hasil uji sensori. Kadar lemak, asam lemak dan nilai TBARS daging dengan kulit itik yang rendah pada lama pemberian pakan 3 minggu, tingkat bau amisnya sama dengan daging itik dengan kulit yang mempunyai kadar lemak, asam lemak dan nilai TBARS yang tinggi pada lama pemberian pakan 7 minggu. Menurut Enser (2003) sangat sulit untuk mengkaitkan antara pengukuran sensori, nilai TBARS dan hasil pengukuran ketengikan secara kimia pada daging masak meskipun keduanya menggunakan metode yang sama. Enser (2003) memberi contoh sebagai berikut: panelis memberikan skor off-odor yang berbeda pada daging babi yang mempunyai nilai

26 83 TBARS antara 0,5-1,0 mg/kg sampel, namun disisi lain, panelis memberi skor off-odor yang sama pada daging yang mempunyai nilai TBARS antara 5,9-11,3. Tabel 24 Hasil uji hedonik daging dengan kulit itik betina tua Nilai uji hedonik daging itik dengan kulit, Lama pemberian pada level tepung daun beluntas pakan (minggu) 0% 1% 2% Rataan ±sd 3 3,64±1,37 3,75±1,36 3,86±1,29 3,75±0,11 5 3,65±1,51 3,92±1,25 3,87±1,35 3,81±0,40 7 3,38±1,52 3,65±1,48 3,87±1,29 3,63±0,25 Rataan ± sd 3,56±0,15 a 3,77±0,14 b 3,87±0,01 b Keterangan : Skala hedonik 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka Superskrips yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Antara lama dengan level pemberian tepung daun beluntas yang diberikan terhadap tingkat kesukaan konsumen tidak terdapat interaksi. Tingkat kesukaan konsumen terhadap bau amis daging itik dengan kulit yang diberi pakan tanpa tepung daun beluntas nyata (P<0,05) lebih rendah daripada bau amis daging itik dengan kulit yang diberi pakan mengadung tepung daun beluntas 1% dan 2%. Tingkat kesukaan konsumen terhadap bau daging itik dengan kulit yang diberi pakan mengandung tepung daun beluntas 1% dan 2% tidak berbeda (Tabel 24). Hal ini berarti tepung daun beluntas dapat meningkatkan penerimaan konsumen. Daging itik dengan kulit yang mendapat pakan mengandung tepung daun beluntas 1% dan 2% lebih disukai daripada yang diberi pakan tanpa tepung daun beluntas. Hal ini dapat disebabkan karena bau amis daging itik yang diberi pakan mengandung tepung daun beluntas sudah berkurang (Tabel 23). Lama pemberian pakan perlakuan 3, 5, dan 7 minggu terhadap tingkat kesukaan konsumen akan daging itik dengan kulit tidak berbeda. Pada penelitian ini tingkat kesukaan konsumen berkisar antara 3,63 3,81 (netral). Hal ini berarti perbedaan lama pemberian pakan antara 2-4 minggu tidak mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen.

27 Histopatologi Organ Dalam Itik Oleh karena daun beluntas mengandung zat-zat yang bersifat antinutrien seperti tanin, maka perlu dilakukan uji pengaruhnya pada organorgan dalam yaitu hati, ginjal, pankreas, dan usus halus Hati Hasil pemeriksaan histopatologi itik percobaan ditemukan adanya kerusakan jaringan pada hati yang meliputi degenerasi lemak dan sirosis hati dengan tingkat kerusakan dari ringan sampai parah tercantum pada Tabel 25 dan Tabel 26. Tabel 25 Persentase itik yang mengalami degenerasi lemak pada jaringan hati itik penelitian Level pemberian Persentase itik yang mengalami degenerasi lemak pada lama pemberian pakan beluntas 3 minggu 7 minggu (-) sd (+) (++) sd (+++) (-) sd (+) (++) sd (+++) (%) (%) 0% 83,33 16,67 83,33 16,67 1% ,33 16,67 2% ,33 16,67 Keterangan: (-) : normal; (+) : tingkat kerusakan ringan; (++) : tingkat kerusakan sedang; (+++) : tingkat kerusakan parah Tingkat degenerasi lemak hati (sel hati dalam sitoplasma berisi vakuola lemak) pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) normal sampai kerusakan ringan (Gambar 17); dan (2) kerusakan sedang sampai berat (Gambar 18). Kerusakan ringan dimasukkan ke dalam kelompok normal karena hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi pada ternak itik, terlebih dengan pemeliharaan digembala/diangon. Dari Tabel 25 terlihat bahwa itik yang mengalami degenerasi lemak, pada perlakuan 3 dan 7 minggu, tidak hanya terjadi pada yang mendapat perlakuan pemberian tepung daun beluntas dalam pakan sebanyak 1% dan 2%, tetapi juga terjadi pada itik kontrol yang tidak mendapat tepung daun beluntas.

28 85 Gambar 17 Degenerasi lemak ringan hepatosit organ hati. Perbesaran objektif 40x HE Gambar 18 Degenerasi lemak hati parah dengan vakuola lemak yang besar-besar di dalam hepatosit (panah). Itik sampel yang mendapat perlakuan level pemberian tepung daun beluntas 1% dan 2% dalam pakan selama 3 minggu tidak mengalami degenerasi lemak di hati tingkat sedang sampai parah, sedangkan perlakuan dengan level yang sama selama 7 minggu tingkat degenerasi lemak di hati tidak berbeda dengan kontrol yaitu yang tidak mendapat tepung daun beluntas. Hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tepung daun beluntas tidak menyebabkan terjadinya degenerasi lemak di hati. Tidak adanya itik yang mengalami degenerasi lemak pada pemberian tepung daun beluntas selama 3 minggu dapat dijadikan indikasi bahwa tepung daun beluntas dapat memperbaiki degenerasi hati. Hal ini perlu pembuktian lebih

29 86 lanjut melalui penelitian karena pada perlakuan pemberian tepung daun beluntas selama 7 minggu, persentase itik yang mengalami degenerasi hati tidak berbeda dengan yang tidak mendapat tepung daun beluntas. Degenerasi lemak merupakan kerusakan sementara yang dapat diperbaiki dengan pemberian pakan berkualitas baik. Dengan demikian sangat memungkinkan antioksidan dalam beluntas berikatan dengan lemak, sehingga jumlah vakuola lemak dalam hati menurun dan jaringan hati normal kembali. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sinaga (2006) yang menggunakan sumber antioksidan dalam daun kaliandra. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa jumlah vakuola lemak hati itik yang mendapat kaliandra lebih rendah daripada perlakuan yang tanpa mendapat kaliandra. Sel hati dalam sitoplasma berisi vakuola lemak pada penelitian ini kemungkinan akibat aflatoxin. Aflatoksin adalah jenis racun yang dapat memicu sel-sel epitel buluh empedu di hati untuk proliferatif sehingga daerah porta dari lobulus hati akan membengkak dan menggertak peradangan. Kontaminasi aflatoksin pada pakan yang didapat berulang-ulang, menyebabkan peradangan menjadi kronis. Keracunan aflatoksin berlangsung kronis, umumnya berlanjut dengan aktivasi sel jaringan ikat dengan mitosis dan membentuk akumulasi kolagen dan dapat menimbulkan sirosis hati (pengerasan hati oleh meningkatnya jaringan ikat). Saat menderita sirosis (Gambar 19), jumlah hepatosit aktif amat berkurang dari normal, sehingga fungsi hati menjadi berkurang. Dari Tabel 26 terlihat bahwa itik yang mengalami sirosis hati perlakuan 3 dan 7 minggu, tidak hanya terjadi pada yang mendapat tepung daun beluntas 1% dan 2%, tetapi juga terjadi pada itik kontrol (tanpa mendapat tepung daun beluntas).

30 87 Gambar 19 Sirosis hati dengan pembentukan jaringan ikat diantara hepatosit. Perbesaran objective 40x HE. Tabel 26 Persentase itik yang mengalami sirosis pada jaringan hati itik penelitian Persentase itik yang mengalami sirosis jaringan hati pada lama pemberian pakan 3 minggu 7 minggu (-) sd (+) (++) sd (+++) (-) sd (+) (++) sd (+++) (%) (%) 0% ,66 33,34 1% 66,66 33, % 33,34 66,66 83,33 16,67 Level pemberian tepung daun beluntas Keterangan: (-) : normal; (+) : tingkat kerusakan ringan; (++) : tingkat kerusakan sedang; (+++) : tingkat kerusakan parah. Pada perlakuan pemberian tepung daun beluntas selama 3 minggu, sirosis hati itik yang mengalami tingkat kerusakan sedang sampai parah pada itik yang mendapat tepung daun beluntas 2% lebih banyak dari kontrol, tetapi pada itik yang mendapat tepung daun beluntas selama 7 minggu terlihat ada perbaikan. Pada kontrol jumlah hati itik yang mengalami kerusakan hati sedang-parah menurun sebesar 33,32% (dari 50% menjadi 33,34%), sedangkan yang mendapat tepung daun beluntas 1% menurun sebesar 100% (dari 33,33% menjadi 0%) dan yang mendapat tepung daun beluntas 2% menurun sebesar 75% (dari 66,66% menjadi 16,66%). Hal ini menunjukkan bahwa tepung daun beluntas dalam pakan dapat mempercepat perbaikan jaringan hati yang rusak. Beluntas mengandung fenol dan flavonoid yang telah diketahui mempunyai

31 88 kapasitas sebagai antioksidan (Andarwulan et al. 2008) karena kemampuannya menurunkan pembentukan radikal bebas dan menangkap radikal bebas (Burda dan Oleszek 2001). Kemampuan sebagai antioksidan memberi efek terapi terhadap penyakit kanker (patologi hati) (González-Gallego et al. 2007). Asupan flavonoid dilaporkan dapat mengurangi resiko kanker, dengan cara menghambat kerja enzim prostaglandin sintase, lipoksigenase dan siklooksigenase yang terkait dengan pembentukan tumor (Zang dan Hamauzu 2003). Hasil penelitian Dragland et al. (2003) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan salah satu tanaman herba Jepang (Sho-Danau Sai) dapat digunakan untuk mengobati hepatitis kronis, menghambat perkembangan karsinoma hepatoseluler, mengurangi peroksidasi lipid dan fibrosis hati pada hewan percobaan Ginjal dan Pankreas Kerusakan jaringan pada pankreas (amiloidosis pankreas) dan ginjal (fibrosis dan gangguan fungsi ginjal) disajikan pada Tabel 27. Amiloid terbentuk dari amiloid serum hasil peradangan kronis di hati. Amiloid sering terakumulasi di tepi pembuluh darah di interstitium pankreas. Akumulasi amiloid yang terbentuk akan menekan kelenjar pankreas dan menimbulkan atrophy (pengecilan) kelenjar pankreas. Tabel 27 menunjukkan bahwa pankreas dan ginjal itik ditemukan normal sampai kerusakan ringan. Kerusakan tersebut terjadi di semua perlakuan, termasuk pada kontrol. Demikian juga pada ginjal. Ginjal itik yang diberi tepung daun beluntas sebanyak 1% dan 2%, selama 3 dan 7 minggu tidak mengalami fibrosis (terbentuknya akumulasi jaringan ikat di daerah interstitium/antara tubuli ginjal) dan gangguan fungsi ginjal (terjadi mineralisasi dalam tubuli ginjal yang menghambat sekresi asam urat). Hal ini berarti tepung daun beluntas tidak berpengaruh negatif pada ginjal itik.

32 89 Tabel 27 Persentase itik yang mengalami kerusakan jaringan pankreas dan ginjal Kerusakan jaringan Amiloidosis pancreas Level pemberian beluntas Persentase itik yang mengalami kerusakan ginjal pada lama pemberian pakan 3 minggu 7 minggu (++) sd (++) sd (-) sd (+) (-) sd (+) (+++) (+++) (%) (%) 0% % % Ginjal 1. Fibrosis 0% % % Gangguan fungsi 0% % % Keterangan: (-) : normal; (+) : tingkat kerusakan ringan; (++) : tingkat kerusakan sedang; (+++) : tingkat kerusakan parah Usus Halus Kerusakan jaringan pada usus halus yang teramati adalah enteritis (radang usus halus). Hasil yang terdeteksi ialah terjadinya penebalan lokal dinding usus dengan adanya akumulasi sel-sel limfoid di propria mukosa usus dan adanya potongan cacing pita di antara vili usus (Gambar 20). Persentase itik dengan tingkat kerusakan usus yang dialami pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 28. Gambar 20 Enteritis parasit cacing pita (panah hitam). Sel-sel radang meningkat di dalam lapisan propria usus sebagai indikator radang usus (panah biru). Pembesaran objektif 20x HE.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio Hasil uji skalar garis daging dan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Skalar Garis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September 2010. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Karkas Rataan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas itik cihateup jantan umur 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos) TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai

PENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai PENGANTAR Latar Belakang Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai sumber protein hewani banyak mengandung gizi yang dibutuhkan oleh manusia. Seiring dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Itik ( Anas platyrhynchos

TINJAUAN PUSTAKA Itik ( Anas platyrhynchos TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Itik merupakan salah satu unggas air yang lebih dikenal dibanding dengan jenis unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Menurut Srigandono (1998), itik termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama PEMBAHASAN UMUM Potensi pengembangan itik potong dengan memanfaatkan itik jantan petelur memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan. Populasi itik yang cukup besar dan penyebarannya hampir disemua provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jenis Ternak Sapi Kerbau

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jenis Ternak Sapi Kerbau HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Sensori Daging Sapi dan Kerbau Penilaian sensori yang dilakukan terhadap daging sapi dan kerbau mentah adalah uji mutu hedonik dengan metode skalar yang meliputi penilaian terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. satu jenis ayam lokal di antaranya adalah ayam sentul yang merupakan ayam asli

I PENDAHULUAN. satu jenis ayam lokal di antaranya adalah ayam sentul yang merupakan ayam asli 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal kaya akan sumber daya genetik, tetapi keberadaannya belum digali secara optimal. Salah satu potensi sumber daya genetik peternakan adalah ayam lokal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) banyak diternakkan untuk diambil telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai 250 300 butir/ekor/tahun. Disamping produksi

Lebih terperinci

PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI DANANG PRIYAMBODO

PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI DANANG PRIYAMBODO PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN SKRIPSI DANANG PRIYAMBODO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Itik merupakan unggas air yang cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia serta lebih popular dibandingkan dengan unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Itik digolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga banyak orang menjadikan sebagai usaha komersial yang terus dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

Tabel 8. Pengaruh Tepung Kulit Pisang Uli terhadap Serat Kasar, Lemak Kasar, dan Beta-Karoten Ransum Perlakuan

Tabel 8. Pengaruh Tepung Kulit Pisang Uli terhadap Serat Kasar, Lemak Kasar, dan Beta-Karoten Ransum Perlakuan Ransum Perlakuan Ransum perlakuan yang diberikan kepada ayam arab umur 19 minggu mengandung tepung kulit pisang uli (Musa paradisiaca L) dengan level 0%, 20%, 30% dan 40% dalam ransum. Tepung kulit pisang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ubi Jalar Ungu Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki susunan tubuh utama terdiri dari batang, ubi, daun, bunga, buah, dan biji. Batang tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng dalam minyak. Masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goreng untuk mengolah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sub sektor peternakan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat merupakan fungsi integral dalam pembangunan sektor pertanian secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha yang potensial untuk

I. PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha yang potensial untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha yang potensial untuk menghasilkan daging. Kelebihan ayam broiler yaitu memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan marigold (Tabel 7) dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ketersediaan bahan pakan yang diberikan. Namun akhir-akhir ini lahan untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang pesat, pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Konsumsi daging telah dikenal dan menjadi pola hidup masyarakat sejak

PENGANTAR. Latar Belakang. Konsumsi daging telah dikenal dan menjadi pola hidup masyarakat sejak PENGANTAR Latar Belakang Konsumsi daging telah dikenal dan menjadi pola hidup masyarakat sejak lama. Daging merupakan salah satu produk hasil ternak yang memiliki nilai gizi tinggi dan berguna bagi kesehatan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Nutrisi Dedak Gandum (Wheat Bran) setelah Fermentasi Berdasarkan hasil analisis proksimat yang disajikan pada Tabel 7, kandungan wheat bran yang difermentasi (WBF) mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

PENURUNAN BAU AMIS (OFF-ODOR) DAGING ITIK LOKAL DENGAN PEMBERIAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERFORMA

PENURUNAN BAU AMIS (OFF-ODOR) DAGING ITIK LOKAL DENGAN PEMBERIAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERFORMA PENURUNAN BAU AMIS (OFF-ODOR) DAGING ITIK LOKAL DENGAN PEMBERIAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERFORMA RUKMIASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan harga daging ayam selalu fluktuatif. Menurut Prayugo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang pesat, peningkatan pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pakan ternak sehingga diperlukan penggunaan pakan alternatif. Sumber

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pakan ternak sehingga diperlukan penggunaan pakan alternatif. Sumber I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan fungsinya memberikan kesadaran masyarakat akan memenuhi gizi terutama daging dan berpengaruh terhadap perkembangan industri peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci