Peran Penyaluran Kredit Non Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi: Perspektif dari Negara Emerging G20

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Peran Penyaluran Kredit Non Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi: Perspektif dari Negara Emerging G20"

Transkripsi

1 Peran Penyaluran Kredit Nn Perbankan dan Pertumbuhan Eknmi: Perspektif dari Negara Emerging G20 Adriyant 1 Pendahuluan Krisis keuangan glbal tahun 2008 yang diawali dari keruntuhan sektr keuangan di Amerika memberikan pelajaran pentingnya penguatan terhadap pengawasan dan pengaturan sektr keuangan. Kejatuhan nilai aset sektr perumahan yang merambat kepada terjadinya gagal bayar debitur subprime mrtgage, salah satu bentuk aktifitas dalam sektr keuangan yang telah menimbulkan kerentanan adalah praktik shadw banking, yaitu lembaga keuangan yang melakukan penyaluran kredit namun tidak dilengkapi dengan mekanisme peraturan dan pengawasan leh tritas keuangan. Meskipun melakukan praktik penyaluran kredit seperti yang dilakukan sektr perbankan, kegiatan shadw banking tidak diatur dalam ketentuan peraturan perbankan, sehingga menimbulkan ptensi instabilitas pada sektr keuangan. Kekhawatiran terhadap pertumbuhan penyaluran kredit leh nn perbankan juga terjadi di anggta G20 dari Asia lainnya, seperti Krea Selatan dan China.Dalam upaya mencegah instabilitas sektr keuangan, Krea mewajibkan mutual savings cperativesatau semacam kperasi simpan pinjam memiliki batas lan-t-depsit rati sebesar 80 percent (India Times, 2012). Pemerintah China memprediksi nilai penyaluran kredit nn perbankan di China memcapai US$1.3 triliun dan dikhawatirkan akan berdampak terhadap stabilitas eknmi (Blmberg 2012). Sebagai langkah untuk mengatasi ptensi krisis eknmi yang sistemik yang berasal dari shadw banking, para Pemimpin G20 telah menugaskan Finanical Stability Bard (FSB) untuk melakukan kajian dan memberikan masukan kepada G20 langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat pengawasan terhadap sektrshadw banking. Dalam deklarasi para pemimpin G20 di Ls Cabs, telah dinyatakan pula bahwa G20 berkmitmen untuk 1 Staf pada Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian Keuangan. Alamat adriyantdj@yah.cm 1

2 terus melanjutkan refrmasi sektr keuangan termasuk shadw banking. Pada tanggal 16 April 2012, dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, FSB telah menerbitkan lapran kemajuan mengenai pengaturan shadw banking yang merupakan update dari lapran bulan Oktber 2011.Dalam lapran bulan Oktber 2011, FSB telah menyampaikan serangkaian rekmendasi kebijakan dalam rangka pengawasan shadw banking. FSB akan mengembangkan rekmendasi untuk penguatan peraturan shadw banking melalui lima area sebagai berikut: (i) mengurangi ptensi dampak penularan dari sistem shadw banking ke sistem perbankan, (ii) memperkecil ptensi terjadinya run atau penarikan mdal besar-besaran terhadap reksadana pasar uang (mney market funds) 2, (iii)melakukan penilaian dan mitigasi atas dampak sistemik dari entitas dalam shadw banking, (iv) melakukan penilaian dan penyesuaian kembali terhadap insentif untuk prses sekuritisasi guna menghindari terjadinya pertumbuhan utang yang tidak terkendali, dan (v) serta memperkuat aturan terhadap rep dan pinjaman surat berharga. Diharapkan pada akhir tahun 2012 ini rekmendasi kebijakan untuk ke-5 area ini dapat diselesaikan. Meskipun terdapat kekhawatiran terhadap pertumbuhan kredit shadw banking, dampak pertumbuhan sektr ini terhadap pertumbuhan eknmi merupakan dimensi yang tidak terpisahkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan memberikan dampak psitif terhadap peningkatan utput nasinal. Demikian pula halnya dengan shadw banking, terdapat ptensi sebagai sumber pertumbuhan eknmi dalam negeri bila sektr ini dapat diregulasi dan diawasi secara baik. Kebijakan Pemerintah Indnesia terhadap praktik shadw banking Dalam penganalisaan atas praktik shadw banking di Indnesia, sesuai dengan rekmendasi FSB, pendefinisian shadw banking haruslah dilihat sistem ini secara keseluruhan, yaitu semua pemain yang ada didalamnya. Untuk kasus Indnesia, entitas yang terlibat dalam praktik shadw banking tidak hanya melibatkan perusahaan pembiayaan dan perbankan, tetapi juga perusahaan asuransi, reksadana, perusahaan sekuritas, private equity, hedge fund, dana pensiun, asuransi hingga lembaga keuangan mikr (LKM), pegadaian, termasuk 2 Mney market fund merupakan salah satu pembeli utama surat utang yang diterbitkan leh entitas dalam shadw banking. 2

3 kperasi simpan pinjam. Praktek shadw banking di Indnesia tidak se-kmplex yang dilakukan di Amerika maupun di Erpa, dimana lembaga keuangan bukan bank (LKBB) melakukan sekuritisasi atas aset piutang yang dimiliki dan dijual kepada investr. Praktik shadw banking yang dilakukan di Indnesia masih terbatas pada perusahaan pembiayaan menyalurkan kredit kepada nasabah dengan menggunakan beberapa sumber dana, yaitu equitas, penerbitan bligasi juga pinjaman mdal kerja dari perbankan yang merupakan sumber pendanaan utama. Lembaga-lembaga keuangan, seperti dana pensiun juga dapat terkait dengan perusahaan pembiayaan dalam hal pembelian bligasi yang diterbitkan. Karena itu, tidak hanya perbankan yang dapat terkena dampak bila terjadi permasalahan di industri perusahaan pembiayaan, lembaga keuangan lain yang terkait juga dapat terimbas. Dalam sistem shadw banking Indnesia, juga dikenal lembaga keuangan mikr yang menyalurkan pinjaman kepada UMKM serta kperasi simpan pinjam yang menyalurkan dana tunai kepada nasabah. Lembaga keuangan ini disamping memiliki peran dalam mendukung pertumbuhan eknmi, juga memiliki dampak negatif dalam hal terjadi permasalahan terkait kredit macet. Berdasarkan ruang lingkup kerja, industri keuangan dapat dibagi 2, yaitu industri lembaga perbankan dan industri lembaga keuangan nn bank. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nmr 10 tahun 1998, fungsi dari bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Disamping sektr perbankan, dikenal juga lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Sesuai dengan Keppres Nmr 61 tahun 1988 menyatakan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang mdal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Peraturan Menteri Keuangan Nmr 84/PMK. 012/2006 tentang perusahaan pembiayaan menyebutkan bahwa Lembaga Pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usahasewa Guna Usaha; Anjak Piutang; Usaha Kartu Kredit; dan/atau Pembiayaan Knsumen. Dengan fungsinya menyediakan pembiayaan, perusahaan pembiayaan dapat memperluas alternatif penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia usaha dan perrangan. Entitas eknmi dalam sektr shadw banking tidak termasuk industri perbankan, tetapi merupakan lembaga keuangan nn bank yang menyalurkan kredit kepada nasabah, 3

4 namun dampak dari kegiatan usaha jenis ini dampak membawa dampak terhadap sektr perbankan, diantaranya melalui jalur transaksi keuangan, baik pinjaman bank maupun pembelian surat berharga. Dalam upaya mencegah timbulnya permasalahan di industri pembiayaan, Pemerintah sudah mengambil tindakan melalui beberapa peraturan. Dalam rangka meningkatkan kehatihatian dalam melakukan pembiayaan, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) N. 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Knsumen Untuk Kendaraan Bermtr Pada Perusahaan Pembiayaan.Pkk-pkk yang diatur dalam PMK tersebut adalah DP kredit mtr di multifinance dibatasi minimal 20 persen dari harga jual, bagi bermtr rda empat yang digunakan untuk tujuan prduktif minimal 20 persen dari harga jual, dan bagi kendaraan bermtr rda empat yang digunakan untuk tujuan nn prduktif minimal 25 persen. Kendaraan bermtr rda empat yang digunakan untuk tujuan prduktif memenuhi kriteria paling sedikit sebagai berikut; a) merupakan kendaraan angkutan rang atau barang yang memiliki izin yang diterbitkan leh pihak berwenang untuk melakukan kegiafan usaha tertentu; atau b) diajukan leh perrangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu dari pihak berwenang dan digunakan untuk kegiatan usaha yang relevan dengan izin usaha yang dimiliki. Bank Indnesia juga telah mengeluarkan Surat Edaran N. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risik pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermtr. Ruang lingkup KPR yang dimakud dalam SE BI ini meliputi kredit knsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen, namun tidak termasuk rumah kantr dan rumah tk, dengan tipe bangunan lebih dari 70 m2 (tujuh puluh meter persegi). Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan prgram perumahan pemerintah.selain untuk meningkatkan kehati-hatian bank dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermtr (KKB), SE ini dibuat untuk memperkuat ketahanan industri keuangan dalam rangka mengantisipasi meningkatnya permintaan KPR dan KKB, sehingga bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyalurannya. 4

5 Sementara itu, untuk DP bagi KKB ditetapkan sebagai berikut (i) Untuk Rda Dua minimal DP sebesar 25 persen, (ii) Rda Empat minimal DP 30 persen, dan (iii) Rda Empat atau lebih untuk keperluan prduktif minimal DP 20 persen. Penjelasan untuk keperluan prduktf sesuai pengaturan Surat Edaran, adalah, bila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: (a) Merupakan kendaraan angkutan rang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan leh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, atau (b) diajukan leh perrangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan leh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan perasinal dari usaha yang dimiliki. Saat ini Rancangan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikr sedang dibahas antara Pemerintah dan DPR.Dengan adanya UU Lembaga Keuangan Mikr, diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengawasi praktik shadw banking di Indnesia serta memperkuat sektr keuangan dalam negeri. Rekmendasi FSB dan Kebijakan shadw banking dalam negeri Dalam rangka penguatan pengawasan terhadap praktik shadw banking, FSB telah menyampaikan 11 rekmendasi sebagaimana telah diuraikan pada bagian-ii dari tulisan ini. Dari 11 rekmendasi tersebut, yang pada prinsipnya mencerminkan sistem keuangan di Amerika dan Erpa, terdapat beberapa rekmendasi yang membutuhkan peran Bank Indnesia diantaranya: Rekmendasi-1 mengenai pengaturan interaksi bank dengan pihak shadw banking (peraturan tidak langsung) Rekmendasi 2: Meningkatkan pembatasan besaran dan sifat dari ekspsur perbankan terhadap entitas shadw banking. Rekmendasi 3: Persyaratan mdal berbasis risik untuk ekspsur bank terhadap shadw banking harus ditinjau lagi untuk memastikan bahwa risik tersebut telah terakmdasi secara baik. Rekmendasi 4: Membatasi kemampuan bank untuk mendukung entitas yang tidak diknslidasikan sesuai dengan penerapan aturan knslidasi yang lebih ketat dengan menerapkan perlakuan yang lebih ketat terhadap dukungan implisit (implicit supprt). 5

6 Rekmendasi 5: refrmasi peraturan dana pasar uang (MMFs) harus lebih ditingkatkan. Dibutuhkan kerjasama antara Kementerian Keuangan dengan pihak Bank Indnesia untuk dapat melakukan rekmendasi-rekmendasi tersebut.dalam upaya penanganan isu shadw banking, kerjasama antara Kementerian Keuangan dengan Bank Indnesia sangat diperlukan agar tercipta sinkrnisasi pengawasan yang tepat. Sedangkan untuk rekmendasi lainnya, yaitu: Rekmendasi 6: Penilaian yang lebih mendalam terhadap peraturan entitas shadw banking serta lebih ditingkatkan dari sudut kehati-hatian (misalnya mdal dan peraturan mengenai likuiditas). Rekmendasi-6 sudah dilakukan leh Pemerintah diantaranya melalui kenaikan uang muka untuk perusahaan pembiayaan. Namun untuk permdalan, untuk perusahaan pembiayaan sudah diatur dengan PMK 84 tahun 2006 mengenai ketentuan gearing rati bagi setiap perusahaan pembiayaan. Namun melihat perkembangan yang ada saat ini, sektr perusahaan pembiayaan terutama didukung leh utang (leverage) yang terutama berasal dari sektr perbankan dimana pendanaan dari perbankan rata-rata sebesar 72% dari ttal utang keseluruhan, meskipun sumber pendanaan dari penerbitan surat utang sudah semakin meningkat, tapi masih relatif rendah sekitar rata-rata 14% dari ttal pinjaman. Industri pembiayaan perlu didrng untuk memperbesar prsi mdal sendiri sebagai alternatif sumber pendanaan guna sebagaimana ditunjukkan leh penurunan nilai rasi equity-aset untuk industri pembiayaan selama 5 tahun terakhir.disamping itu, industry pembiayaan memilikirasi piutang pinjaman atas ttal utang pinjaman sebesar rata-rata 115% yang jauh lebih besar bila dibanding dengan LDR perbankan dengan sebesar 78.8% pada tahun 2011, yang menunjukkan bahwa industri pembiayaan melakukan kebijakan ekspansif dalam penyaluran kredit. Rekmendasi 7: Insentif yang terkait dengan sekuritisasi harus juga diperhatikan secara mendalam. Praktek sekuritisasi asset di Indnesia masih sangat terbatas yang juga mencerminkan masih terbatasnya instrument keuangan di pasar keuangan dalam negeri.sekuritisasi atas aset di Indnesia dilakukan melalui KIK EBA dengan dasar hukum yang mendasarinya adalah 6

7 Peraturan Presiden Republik Indnesia Nmr 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, aturan BI dengan Peraturan Bank Indnesia N.7/4/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi Bank Umum, serta Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Mdal Nmr Kep-28 /PM/2003 tentang Pedman Kntrak Investasi Klektif Efek Beragun Aset (asset backed securities). Saat ini penerbitan KIK EBA masih terbatas pada kredit perumahan rakyat yang dilakukan leh Bank Tabungan Negara dengan jumlah hanya sebanyak 4 EBA. Rekmendasi 8: Peraturan pasar pendanaan dengan jaminan (secured funding market), khususnya fasilitas rep dan pinjaman surat berharga, harus dinilai secara lebih hati-hati dan lebih ditingkatkan. Rekmendasi 9: transparansi dan pelapran infrmasi harus terus ditingkatkan. Rekmendasi 10: peningkatan standar penjaminan emisi (underwriting) untuk semua lembaga keuangan Rekmendasi 11: Peran Lembaga Pemeringkat Kredit (CRAs) dalam memfasilitasi kegiatan shadw banking harus terus dikurangi sebagaimana mestinya. Rekmendasi 8 sampai 11 pada prinsipnya membutuhkan tindak lanjut dari tritas pasar mdal dalam rangka memperkuat pengawasan terhadap sektr shadw banking. Peran Otritas Jasa Keuangan akan sangat dibutuhkan untuk pelaksanaan rekmendasi-rekmendasi diatas. Hal penting dalam pengawasan shadw banking adalah penyempurnaan data arus dana khususnya untuk industri keuangan, terutama yang terkait dengan penyaluran kredit.untuk pelaksanaan rekmendasi ini diperlukan kerjasama yang erat antara Kementerian Keuangan, Bank Indnesia serta Otritas Jasa Keuangan. OJK sebagai lembaga utama dalam pengawasan sektr keuangan dalam negeri dapat berperan sebagai fasilitatr dalam pertukaran data arus dana antara Kementerian Keuangan dan Bank Indnesia. Peran shadw bankingterhadap pertumbuhan eknmi Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kredit perbankan memiliki dampak psitif terhadap pertumbuhan eknmi, seperti Gregri dan Guidti (1995), maupun King dan Levine (1993). Meskipun belum banyak penelitian empiris mengenai dampak penyaluran 7

8 kredit nn perbankan terhadap pertumbuhan eknmi, kecuali shadw banking di Amerika, data perusahaan pembiayaan mendukung adanya dampak psitif sektr ini terhadap pertumbuhan eknmi.untuk perusahaan pembiayaan, penyaluran kredit nn bank didminasi leh pembiayaan knsumen yang menyerap pangsa pembiayaan sebesar 67% pada tahun 2011, yaitu pembiayaan kendaraan bermtr dan alat-alat elektrnik dan rumah tangga. Diikuti leh pembiayaan melalui sewa guna usaha sebesar 31% dari ttal penyaluran kredit pembiayaan. Tingginya kredit knsumsi ini juga berperan dalam mendrng pertumbuhan eknmi dmestik dimana kntribusi knsumsi rumah tangga sebesar 54,6% untuk PDB tahun Meskipun penyaluran kredit memiliki dampak psitif terhadap pertumbuhan eknmi, beberapa studi sebelumnya seperti Sirtaine dan Skamnels (2007) berpendapat bahwa tingkat kredit yang terlalu tinggi dapat menimbulkan stabilitas eknmi.demikian pula halnya dengan Eleqdag dan Wu (2011) menyatakan bahwa credit bming berptensi menimbulkan ketidakseimbangan dalam pereknmian dan berujung pada instabilitas eknmi.apabila terjadi credit bming leh perbankan, penyaluran kredit leh sektr shadw bankingakan membawa ptensi terjadinya penyaluran kredit yang berlebihan dan mendrng terjadinya krisis sebagaimana yang terjadi di Amerika yang disebabkan penyaluran kredit perumahan yang berlebihan. Dari sisi nilai penyaluran kredit perbankan, terdapat perbedaan yang cukup signifikan diantara negara-negara anggta G20.Tabel-1 menunjukkan perbandingan dan pertumbuhan rasi kredit/pdb negara-negara G20. 8

9 Tabel-1: Rasi kredit terhadap PDB Anggta G20 (%) Negara Canada 128 N/ N/A N/ Amerika Inggris Jepang Australia China Italy Perancis Jerman Krea, Rep Afrika Selatan Brazil India Turki Rusia Mexic Saudi Arabia Indnesia Argentina Sumber: On line-wdi Bank Dunia Negara-negara anggta G20 yang diklasifikasikan sebegai negara emerging, termasuk Indnesia, Mexic, Brazil, India kecuali Cina, memiliki rasi kredit/pdb dibawah 100% dibanding negara-negara maju yang rata-rata diatas 100%, khususnya Amerika yang sudah hampir mencapai dua kali lipat dari PDB.Rasi ini jelas menunjukkan besarnya peran penyaluran kredit di negara-negara maju meskipun kesehatan kredit tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut, khususnya terkait dengan krisis yang menimpa.dengan melihat tabel diatas, peran penyaluran kredit di China relatif besar dibanding negara emerging lainnya dan tampaknya ini menjadi salah satu faktr yang mendrng pertumbuhan eknmi di Cina ( Zang, dkk, 2012). Dalam lapran IMF kepada G20, menyatakan bahwa terdapat resik pertumbuhan kredit 9

10 yang terlalu ekspansif diantara negara-negara emerging di G20, termasuk Indnesia, Brazil, Argentina dan Turki (IMF, 2012, hal.8).berikut tabel pertumbuhan kredit pada negara G20 rata-rata 5 tahun terakhir. Table-2: Pertumbuhan kredit Perbankan Anggta G20 (dalam %) Negara Rata- Argentina Indnesia Turkey India China Brazil Suth Australia Krea, Mexic United Italy France United Germany Japan Sumber: Online WDI- Bank Dunia dan Bank Indnesia Meskipun sudah menunjukkan trend penurunan, penyaluran kredit di China dan India termasuk memiliki tingkat pertumbuhuhan kredit, terutama setelah krisis 2008.Untuk kasus Indnesia, angka pertumbuhan tersebut belum termasuk sektr nn bank.meskipun peran penyaluran kredit leh sektr nn bank, khususnya perusahaan pembiayaan di Indnesia hanya sekitar 3% dari ttal PDB, penyaluran kredit yang bersifat terlalu ekspansif perlu dijaga untuk menghindari gejlak dalam sektr ini. Data perkembangan kredit perusahaan pembiayaan di Indnesia lebih mencapai 100% yang jauh lebih tinggi daripada LDR perbankan rata-rata sekitar 75% pada tahun 2010 dan 78.77% pada akhir Didalam kesepakatan G20, Indnesia beserta beberapa negara emerging lainnya, sepakat bahwa sumber pertumbuhan eknmi diharapkan melalui peningkatan demand dari 10

11 dari dalam negeri. Salah satu sumber pendrng pertumbuhan adalah lewat peningkatan pengeluaran rumah tangga, yang dilakukan melalui beberapa skema termasuk ketersediaan kredit.data rasi kredit atas PDB negara emerging G20 pada table-1 menunjukkan masih relatif rendah dibanding negara maju, rata-rata sekitar 40%.Masih terdapat ptensi bagi negara emerging untuk meningkatkan peran kredit dalam upaya mendrng pertumbuhan eknmi.khusus untuk Indnesia, Gubernur Bank Indnesia menyampaikan bahwa peran perbankan masih rendah dalam mendrng pertumbuhan eknmi sebagaimana ditunjukkan dalam rasi kredit atas PDB (Antara, 2011).Masih terdapat ptensi untuk mendrng pertumbuhan eknmi melalui penyaluran kredit. Entitas keuangan dalam shadw banking, baik perusahaan pembiayaan maupun lembaga keuangan mikr, ataupun lembaga nn bank lainnya, tentunya memiliki peran penting dalam aktifitas eknmi, termasuk dalam prses penyediaan dana bagi investr maupun knsumen. Dengan pemisahan kewenangan dan tanggung jawab yang jelas, lembaga keuangan nn bank ini akan dapat menjadi pendamping sektr perbankan dalam rangka penyediaan kredit kepada masyarakat yang mana akhirnya akan dapat memperbesar ptensi pertumbuhan eknmi. Pentingnya peraturan dan pengawasan pada sektr shadw banking akan berperan penting dalam upaya memastikan bahwa penyaluran kredit yang dilakukan memiliki dampak psitif terhadap pertumbuhan. Sebagaimana hasil kajian Givani, dkk (2012) bahwa pertumbuhan kredit agar membawa dampak psitif dalam jangka panjang tergantung 2 faktr, yaitu pertama adalah seberapa besar peran kredit dalam mendukung financial deepening yang permanen. Faktr kedua adalah seberapa besar kualitas financial deepening itu sendiri 3.Rekmendasi-rekmendasi yang disampaikan leh FSB merupakan landasan penting bagi anggta G20 untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih kuat dan sehat, khususnya terkait dalam kegiatan perkreditan. Dalam kndisi pereknmian glbal dimana terdapat keterkaitan erat antar sektr keuangan disuatu negara dengan negara lainnya, arus dana akan mudah masuk melalui 3 Knsep Financial deepening secara umum diartikan sebagai pertambahan asset dalam system keuangan serta peningkatan peran sektr ini dalam system pereknmian secara keseluruhan. 11

12 berbagai jalur, termasuk pinjaman dari lembaga keuangan asing kepada entitas shadw banking dalam negeri. Rekmendasi FSB lebih banyak berfkus pada keterkaitan entitas shadw banking dengan perbankan dalam negeri, namun peluang keterkaitan dengan perbankan asing (ffshre banking) tetap terbuka. Apabila pinjaman luar negeri untuk entitas shadw banking dalam negeri tidak diatur secara baik, ptensi kerentanan sektr keuangan akan dapat timbul kembali, baik melalui currency mismatch maupun peningkatan nilai penyaluran kredit yang tidak terkntrl. Kesimpulan Penyaluran kredit, baik dari perbankan maupun nn perbankan, memiliki peran penting dalam mendrng pertumbuhan eknmi. Praktik shadw banking, khususnya yang terjadi di Amerika telah menimbulkan kekhawatiran akan dampak negative dari sektr ini. FSB telah mengeluarkan 11 rekmendasi dalam upaya peningkatan pengawasan terhadap praktik shadw banking, serta lima area yang menjadi fkus utama penguatan peraturan keuangan shadw banking. Kementerian Keuangan telah secara aktif mengawasi praktik penyaluran kredit yang dilakukan leh nn bank, khususnya sektr pembiayaan. Namun, masih diperlukan kerjasama lebih lanjut antara Kementerian Keuangan, Bank Indnesia dan OJK untuk beberapa rekmendasi FSB dalam rangka penguatan pengawasan praktik shadw banking. Khususnya dalam rekmendasi pelaksanaan pengawasan sektr keuangan yaitu pengumpulan data arus dana. Agar pengawasan shadw banking dapat berjalan efektif, diperlukan kerjasama yang erat, khususnya dalam prses pengumpulan dan distribusi infrmasi arus dana dalam sektr keuangan. Dalam upaya mendrng pertumbuhan eknmi melalui partumbuhan permintaan dari dalam negeri, salah satu kebijakan yang dapat dilakukan leh negara emerging di G20 adalah melalui peningkatan knsumsi rumah tangga.penyaluran kredit yang dilakukan secara berhati-hati leh nn bank (shadw banking) dapat menjadi alternatif peningkatan kredit kepada knsumen dalam rangka mendrng permintaan dalam negeri. Sektr nn bank dan bank dapat secara bersama menyalurkan kredit dengan memperhatikan regulasi yang ada. Entitas dalam sektr keuangan nn bank dapat berperan dalam upaya mendrng peran kredit dengan didasari peraturan dan pengawasan yang ketat, 12

13 sehingga ptensi instabilitas sektr keuangan dari shadw banking, khususnya yang terjadi di Amerika, dapat diminimalisir. Pihak tritas keuangan juga perlu mengawasi praktik pinjaman luar negeri kepada entitas shadw banking dalam negeri guna menghindari terjadinya ptensi kerentanan di sektr keuangan. Daftar Pustaka Antara (2011), Peran Perbankan dalam Pertumbuhan Eknmi lemah, ( ) Bank Indnesia (2011), Statistik Perbankan Indnesia, Vl.10, N.1, Desember 2011 Bapepam (2011), Lapran Tahunan Perusahaan Pembiayaan tahun 2010 Bapepam (2011), Release_Tutup_Tahun_2011, dapat diunduh pada: up_tahun_2011.pdf Blmberg (2012), China Slwdwn Stymies Plan t Curb Shadw-Banking Risks, ( ) De Gregri, Jse dan Guidti, Pabl (1995), Financial Develpment and Ecnmic Grwth, Wrld Develpment, Vl. 23, N. 3, pp Dell aricia, Givani, Laeven,Luc Tng, Hui (2012), Plicies fr macrfinancial Stability: Hw t deal with credit bming, IMF Staff discussin nte, SDN 12/06. Elekdag, Selim & Wu, Yiqun (2011), Rapid Credit Grwth: Bn r Bm-Bust? IMF Wrking paper, Number WP/24/11. FSB (2011), Shadw banking: Strengthening Oversight and Regulatin Recmmendatins f the Financial Stability Bard IMF (2012), Glbal Risk analysis, Annex fr Umbrella fr G20 Mutual Assessment Prcess. Jin Zhang, Lanfang Wang, Susheng Wang (2012), Financial develpment and ecnmic grwth: Recent evidence frm China, Jurnal f Cmparative Ecnmics, Vlume 40, Issue 3, August 2012, Pages King, Rbert G., and Rss Levine (1993). Finance and Grwth: Schumpeter Might Be Right. Quarterly Jurnal f Ecnmics 108: Sirtaine, Sphie dan Skamlens, Ilias (2007), Credit Grwth in Emerging Eurpe: A Cause fr Stability Cncerns?, Wrld bank Plicy research wking Paper Number 4281 Times f India (2012), Suth Krea says t curb lending by nn-bank cmpanies ( ). 13

Amnesti Pajak materi lengkap diperoleh dari pajak.go.id

Amnesti Pajak materi lengkap diperoleh dari pajak.go.id Amnesti Pajak materi lengkap diperleh dari pajak.g.id Jul 2016 - Frm: www.itkind.rg (free pdf - Manajemen Mdern dan Kesehatan Masyarakat) 1 Daftar Isi Ruang Lingkup (ringkas)... 3 Tarif... 4 Repatriasi

Lebih terperinci

DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA Disampaikan leh Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Pada acara Indnesia Eximbank Investr Gathering 2017 Jakarta, 7 Februari 2017

Lebih terperinci

Apakah Perekonomian Indonesia Melambat?

Apakah Perekonomian Indonesia Melambat? Seminar Nasinal Apakah Pereknmian Indnesia Melambat? Disampaikan leh: PT. Danareksa (Perser) Jl. Medan Merdeka Selatan N. 14 Jakarta Agustus 2017-0 - Outline A. Prspek Pereknmian Glbal dan Ekspr Indnesia

Lebih terperinci

NERACA ( audited / dalam jutaan rupiah ) Juni 2015

NERACA ( audited / dalam jutaan rupiah ) Juni 2015 INVESTOR NEWS JUNI 2016 Pada bulan 2016, Bank Jatim menunjukkan rata-rata perfrma yang bagus dalam pertumbuhan aset, dana pihak ketiga, pendapatan bunga, dan laba YY yang psitif. Berikut terlampir Lapran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Baja

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Baja ICRA Indnesia Rating Feature May 2013 ICRA Indnesia Metdlgi Pemeringkatan untuk Perusahaan Baja Industri baja memainkan peran yang penting dalam pertumbuhan eknmi. Baja merupakan kmpnen umum pada beberapa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOPERASI. dan tujuan KUK yang sebenarnya. Seringkali penyaluran KUK semata-mata didasarkan

BAB II GAMBARAN UMUM KOPERASI. dan tujuan KUK yang sebenarnya. Seringkali penyaluran KUK semata-mata didasarkan BAB II GAMBARAN UMUM KOPERASI A. Sejarah singkat Kperasi Kampar Mitra Mandiri Sejak bank-bank diwajibkan menyalurkan 22,5% dari prtepel kreditnya untuk Kredit Usaha Kecil (KUK), maka vlume kredit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan salah satu pelaku utama dari perekonomian negara karena berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku ekonomi tidak hanya

Lebih terperinci

Apakah yang dimaksud dengan amnesti pajak? Apa saja aspek yang dicakup dalam Amnesti pajak?

Apakah yang dimaksud dengan amnesti pajak? Apa saja aspek yang dicakup dalam Amnesti pajak? FREQUENT ASKED QUESTIONS (FAQ) Apakah yang dimaksud dengan amnesti pajak? Apa saja aspek yang dicakup dalam Amnesti pajak? Apakah asal-usul dana/aset itu tidak dipermasalahkan? Apakah Amnesti Pajak ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,

Lebih terperinci

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

BAB I Lembaga Keuangan

BAB I Lembaga Keuangan BAB I Lembaga Keuangan Sejak dahulu kegiatan perekonomian telah berjalan, bahkan sebelum ditemukannya sebuah alat ukur, alat tukar. Perekonomian tradisional dilakukan dengan sistem barter, yaitu sistem

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 *

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 * Fitur Pemeringkatan ICRA Indnesia Maret 2014 Metdlgi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 * Tinjauan sekilas Industri real estate memiliki tingkat vlatilitas dan siklus yang tinggi dan kinerjanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-28 /PM/2003 TENTANG

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-28 /PM/2003 TENTANG KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-28 /PM/2003 TENTANG PEDOMAN KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF EFEK BERAGUN ASET (ASSET BACKED SECURITIES) KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB 6 LEMBAGA JASA KEUANGAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 6 LEMBAGA JASA KEUANGAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB 6 LEMBAGA JASA KEUANGAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA KOMPETENSI INTI 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, knseptual, prsedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PENGUATAN IKNB MELALUI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERUMAHAN BERBASIS PASAR MODAL. Tim Riset SMF

PENGUATAN IKNB MELALUI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERUMAHAN BERBASIS PASAR MODAL. Tim Riset SMF PENGUATAN IKNB MELALUI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERUMAHAN BERBASIS PASAR MODAL Tim Riset SMF Abstrak Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dalam mempercepat pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang menarik di bidang ekonomi saat ini adalah di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya penting untuk perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Krisis global tahun 2008 disebabkan oleh permasalahan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang (Sumandi dkk, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang (Sumandi dkk, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu stabilitas sistem keuangan beberapa dekade terakhir menjadi agenda khusus bagi otoritas moneter di seluruh dunia. Kajian tentang isu stabilitas sistem keuangan diperlukan

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Lembaga Pembiayaan bukan Bank

Metodologi Pemeringkatan untuk Lembaga Pembiayaan bukan Bank ICRA Indnesia Rating Feature January 2011 Metdlgi Pemeringkatan untuk Lembaga Pembiayaan bukan Bank Lembaga pembiayaan bukan bank (Lembaga Pembiayaan) memainkan peran yang penting dalam pasar keuangan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite *

Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite * Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 2 Februari 2016; disetujui: 4 Februari 2016 A. Latar

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN BAB IX PERENCANAAN, PENGELOLAAN, DAN EVALUASI USAHA JASA ALAT MESIN PERTANIAN Drs. Kadirman, MS. KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usahanya, bank menghadapi berbagai risiko antara lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Bank adalah lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang kelebihan dana (surplus

Lebih terperinci

PSAK 2 LAPORAN ARUS KAS IAS 7 - Statement of Cash Flows. Presented by: Dwi Martani

PSAK 2 LAPORAN ARUS KAS IAS 7 - Statement of Cash Flows. Presented by: Dwi Martani PSAK 2 LAPORAN ARUS KAS IAS 7 - Statement f Cash Flws Presented by: Dwi Martani LAPORAN ARUS KAS Infrmasi arus kas entitas berguna sebagai dasar untuk menilai kemampuan entias dalam menghasilkan kas dan

Lebih terperinci

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti Sehubungan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat modern. Sistem pembayaran dan intermediasi hanya dapat terlaksana bila ada sistem keuangan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SISTEM KEUANGAN DAN PERBANKAN INDONESIA

SISTEM KEUANGAN DAN PERBANKAN INDONESIA SISTEM KEUANGAN DAN PERBANKAN INDONESIA Garis Besar: 1. Pendahuluan 2. Sejarah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia 3. Model Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia 4. Otoritas Moneter dan Perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung dengan pesat. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya bank yang bermunculan di

Lebih terperinci

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya

Lebih terperinci

MEMBANGUN E-GOVERNMENT

MEMBANGUN E-GOVERNMENT 1 MEMBANGUN E-GOVERNMENT 1. Pendahuluan Di era refrmasi ini, kebutuhan masyarakat akan transparansi pelayanan pemerintah sangatlah penting diperhatikan. Perkembangan teknlgi infrmasi menghasilkan titik

Lebih terperinci

Notulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013

Notulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013 Ntulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Refrmasi Birkrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013 Peserta : Kepala Daerah dan Ketua DPRD seluruh Indnesia Agenda : Pencanangan Pelaksanaan Refrmasi Birkrasi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN a) LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM BPK mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan,kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.legalitas.org PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang tugasnya menghimpun dana (funding) dari masyarakat serta menyalurkan dana (lending) kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

Jenis Informasi yang Terbuka dan Dikecualikan

Jenis Informasi yang Terbuka dan Dikecualikan Jenis Infrmasi yang Terbuka dan Dikecualikan Kelmpk Infrmasi Publik yang diatur dalam UU KIP mencakup Infrmasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala; Infrmasi Publik yang wajib diumumkan

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN PELAKSANAAN TATA KELOLA TERINTEGRASI KONGLOMERASI KEUANGAN CIPTADANA

LAPORAN TAHUNAN PELAKSANAAN TATA KELOLA TERINTEGRASI KONGLOMERASI KEUANGAN CIPTADANA LAPORAN TAHUNAN PELAKSANAAN TATA KELOLA TERINTEGRASI KONGLOMERASI KEUANGAN CIPTADANA TAHUN 2015 LAPORAN TAHUNAN PELAKSANAAN TATA KELOLA TERINTEGRASI KONGLOMERASI KEUANGAN CIPTADANA TAHUN 2015 Knglmerasi

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Perkembangan Perusahaan Saat ini banyak nama Matahari Depatment Stre adalah nama yang tidak asing bagi kebanyakan rang, khususnya di kta-kta besar di Indnesia. Nama ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir mulai dari praderegulasi sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/ 38 /DPNP tanggal 31 Desember 2010 PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat

Lebih terperinci

RUU STABILITAS SISTEM KEUANGAN

RUU STABILITAS SISTEM KEUANGAN RUU STABILITAS SISTEM KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI MAKRO ENNY SRI HARTATI Selasa, 9 Juni 2015 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE (INDEF) URGENSI RUU JPSK 1. Resiko instabilitas sistem

Lebih terperinci

SISTEM KEUANGAN INDONESIA

SISTEM KEUANGAN INDONESIA SISTEM KEUANGAN INDONESIA oleh S1 AKUNTANSI NONREG B 2011 Ardilla Hasni, 8335116618 Eshter Marietty, 8335118323 Fella Distiara, 8335116619 Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bank dan Lembaga

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PSAK N. 2 IKATAN AKUNTAN INDONESIA Lapran Arus Kas Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) N. 2 tentang Lapran Arus Kas disetujui dalam Rapat Kmite Prinsip Akuntansi

Lebih terperinci

Octavery Kamil, Irwanto, Ignatius Praptoraharjo, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitorus, Sari Lenggogeni

Octavery Kamil, Irwanto, Ignatius Praptoraharjo, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitorus, Sari Lenggogeni Octavery Kamil, Irwant, Ignatius Praptraharj, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitrus, Sari Lengggeni Jumlah kasus AIDS yang tercatat adalah sebesar 33.364 rang

Lebih terperinci

2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004

2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004 GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1 VI. BANK UMUM & BANK PERKREDITAN RAKYAT ( B P R ) A. Pengertian Bank Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DALAM RANGKA PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN

Lebih terperinci

LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE

LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE (LTV) KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DAN DOWN PAYMENT (DP) KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KKB) PERBANKAN NO PERTANYAAN JAWABAN I. HAL UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kegiatan pembangunan di bidang perumahan

Lebih terperinci

MODUL MATA KULIAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

MODUL MATA KULIAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MODUL MATA KULIAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MATERI: STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MODUL 4 AKUNTANSI DOSEN: Dr. Arif Setyawan, SE, MSi, Ak PERKULIAHAN KELAS KARYAWAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PERATURAN KSEI NOMOR II-D TENTANG PENDAFTARAN EFEK BERAGUN ASET DI KSEI

PERATURAN KSEI NOMOR II-D TENTANG PENDAFTARAN EFEK BERAGUN ASET DI KSEI Peraturan KSEI No. II-D Tentang Pendaftaran Efek Beragun Aset di KSEI (Lampiran Surat Keputusan Direksi KSEI No. KEP-0027/DIR/KSEI/0815 tanggal 25 Agustus 2015) PERATURAN KSEI NOMOR II-D TENTANG PENDAFTARAN

Lebih terperinci

Kebijakan Makroprudensial di. Bank Indonesia. Bank Indonesia

Kebijakan Makroprudensial di. Bank Indonesia. Bank Indonesia Kebijakan Makroprudensial di Bank Indonesia Bank Indonesia Sistem Keuangan 2 Sistem keuangan adalah kumpulan institusi dan pasar yang mana terdapat interaksi di dalamnya dengan tujuan mobilisasi dana dari

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan No.197, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5734). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan adalah sebuah set interaksi kompleks antara institusi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan adalah sebuah set interaksi kompleks antara institusi keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan adalah sebuah set interaksi kompleks antara institusi keuangan dan pasar yang menyalurkan dana untuk investasi dan penyediaan fasilitas, termasuk sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH SEBAGAI DINAMISATOR DAN STABILISATOR PEREKONOMIAN INDONESIA

USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH SEBAGAI DINAMISATOR DAN STABILISATOR PEREKONOMIAN INDONESIA USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH SEBAGAI DINAMISATOR DAN STABILISATOR PEREKONOMIAN INDONESIA Sunars Fakultas Eknmi Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRACT Indnesia just cnvalesce frm ecnmic crisis

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2013... TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa Koperasi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Strategi Sekuritisasi Aset pada Piutang Pembiayaan Konsumen Seperti telah diuraikan maka salah satu aset yang memungkinkan untuk disekuritisasi oleh Perseroan adalah piutang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyediaan informasi guna menunjang kelancaran kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam berbagai kegiatan, berbagai macam kebutuhan selalu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam berbagai kegiatan, berbagai macam kebutuhan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan ekonomi yang timbul pada saat ini menjadi kendala bagi masyarakat dalam berbagai kegiatan, berbagai macam kebutuhan selalu meningkat. Sementara kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Lampiran 1 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21/PBI/2014 UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DAN SURAT EDARAN NO.16/24/DKEM

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21/PBI/2014 UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DAN SURAT EDARAN NO.16/24/DKEM TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DAN SURAT EDARAN NO.16/24/DKEM PERIHAL PENERAPAN

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN KEWAJIBAN PEMENUHAN RASIO KECUKUPAN LIKUIDITAS (LIQUIDITY COVERAGE RATIO ) BULANAN

LAPORAN PERHITUNGAN KEWAJIBAN PEMENUHAN RASIO KECUKUPAN LIKUIDITAS (LIQUIDITY COVERAGE RATIO ) BULANAN LAPORAN PERHITUNGAN KEWAJIBAN PEMENUHAN RASIO KECUKUPAN LIKUIDITAS (LIQUIDITY COVERAGE RATIO ) BULANAN Bank of America, N.A. Indonesia Gedung Bursa Efek Indonesia, Tower II Lt 23 Jl. Jend. Sudirman Kav

Lebih terperinci

Pengantar sekuritisasi di Indonesia

Pengantar sekuritisasi di Indonesia Pengantar sekuritisasi di Indonesia Perbanaspascasarjana Jakarta, January 2010 1 Sekuritisasi Sekuritisasi merupakan suatu proses transformasi aset yang tidak likuid menjadi surat berharga yang dapat diperdagangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia. Langkah yang ditempuh dalam menghadapi krisis moneter salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Asia. Langkah yang ditempuh dalam menghadapi krisis moneter salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis keuangan global pada tahun 2008, fakta yang terjadi bermula dari ambruknya bisnis property di Amerika Serikat, berdampak cepat ke Eropa dan Asia. Langkah

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu negara dan dengan cepat berimbas ke negara lain. Salah satu bukti konkretnya adalah krisis

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO SOLVABILITAS PADA PT BANK SULUT. CHRISTIE NATALIA KALESARAN Dosen Pembimbing : Drs. F. A. O. Pelleng, M.Si Drs. Dantje Keles, M.

ANALISIS RASIO SOLVABILITAS PADA PT BANK SULUT. CHRISTIE NATALIA KALESARAN Dosen Pembimbing : Drs. F. A. O. Pelleng, M.Si Drs. Dantje Keles, M. ANALISIS RASIO SOLVABILITAS PADA PT BANK SULUT CHRISTIE NATALIA KALESARAN Dsen Pembimbing : Drs. F. A. O. Pelleng, M.Si Drs. Dantje Keles, M.Si ABSTRACT : T cver the shrtage f funds, the cmpany will need

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem keuangan memegang peranan penting dalam perekonomian. Sistem keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan. Perbankan merupakan salah

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI Sehubungan dengan Peraturan Otoritas

Lebih terperinci

Flash Note. Bank Mitraniaga. Initial Public Offering. 19 June Profil Perusahaan. Kegiatan Usaha Perseroan

Flash Note. Bank Mitraniaga. Initial Public Offering. 19 June Profil Perusahaan. Kegiatan Usaha Perseroan Flash Nte 19 June 2013 Bank Mitraniaga Initial Public Offering Prfil Perusahaan Bank Mitraniaga bergerak di bidang perbankan sejak tahun 1989 sebagai perusahaan yang menyediakan prduk dan layanan perbankan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /SEOJK.04/2016 TENTANG

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /SEOJK.04/2016 TENTANG Yth. Manajer Investasi di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /SEOJK.04/2016 TENTANG KRITERIA KHUSUS PRODUK INVESTASI DI BIDANG PASAR MODAL DALAM RANGKA MENDUKUNG UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 493/BL/2008 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhir 1990-an telah menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi makro

BAB I PENDAHULUAN. pada akhir 1990-an telah menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi makro BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Krisis sistemik yang mengguncang sektor keuangan di Asia Tenggara pada tahun 1997 telah memberikan bukti adanya hubungan yang kuat antara stabilitas ekonomi makro dan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. EKSTERNAL INTERNAL. Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic. conditions. Microprudential. conditions

LATAR BELAKANG. EKSTERNAL INTERNAL. Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic. conditions. Microprudential. conditions 1 2 LATAR BELAKANG. 3 EKSTERNAL Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic conditions INTERNAL Microprudential conditions LATAR BELAKANG. 4 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia Menetapkan dan melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF. BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF. BAB I KETENTUAN UMUM No.286, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Efek Beragun Aset. Kontrak Investasi Kolektif. Penerbitan dan Pelaporan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

REGULASI ENTITAS SYARIAH

REGULASI ENTITAS SYARIAH REGULASI ENTITAS SYARIAH KURNIAWAN STRUKTUR REGULASI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH HUKUM SYARIAH HUKUM POSITIF FATWA DSN UU ATAU ATURAN DARI LEMBAGA TERKAIT 2 1 LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai penggerak perekonomian dalam suatu negara. Menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai penggerak perekonomian dalam suatu negara. Menurut Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan perekonomian di Indonesia, perbankan menjadi salah satu sektor yang memegang peranan penting di dalamnya. Bank dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah akan tetapi faktor utama yang menyebabkan krisis

Lebih terperinci

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa penerapan prinsip kehati-hatian tersebut sejalan dengan upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan domestik; e. bahwa penera

2 Mengingat d. bahwa penerapan prinsip kehati-hatian tersebut sejalan dengan upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan domestik; e. bahwa penera No.394, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5651)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam perekonomian suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam perekonomian suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan mempunyai peranan penting dalam perekonomian suatu negara, karena perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru Sehubungan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha bank juga tergantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 31 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Risiko kredit atau dalam bahasa asing disebut credit risk adalah suatu potensi kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penyalur dana masyarakat. Bank juga dapat dikatakan sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan penyalur dana masyarakat. Bank juga dapat dikatakan sebagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai fungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank juga dapat dikatakan sebagai lembaga perantara keuangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN: SISTEM KEUANGAN, PASAR KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN

PENDAHULUAN: SISTEM KEUANGAN, PASAR KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN PENDAHULUAN: SISTEM KEUANGAN, PASAR KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN 1 Garis Besar Pembahasan: 1. Sistem keuangan: a. Penger2an sistem keuangan b. Arus Dana dalam Sistem Keuangan c. Fungsi sistem keuangan

Lebih terperinci