BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Air digunakan untuk dikonsumsi maupun untuk keperluan lain yang menjadi rutinitas dalam menjalani hidup, namun pada kenyataannya saat ini air bersih sangatlah sulit ditemukan karena persediaan yang semakin menipis disebabkan sumber air sudah tercemar. Pencemaran air terjadi karena manusia melakukan aktivitas produksi dan konsumsi dengan cara yang berlebihan dan sembarangan kemudian membuang limbah hasil produksi ke dalam saluran air, dari saluran air tercemar ke parit, kemudian mengalir ke sungai hingga bermuara di laut sebagai pembuangan terakhir. Sungai di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung dan sebagainya, lebih mirip dengan got besar yang airnya berwarna hitam pekat dengan bau yang sangat menyengat hidung. Bau ditimbulkan oleh pencemaran air yang sudah sangat berat. Saat ini air jernih pada perairan darat maupun laut di kota-kota besar Indonesia mustahil untuk ditemukan (Khiatuddin, 2003: 1). Air sangat esensial dalam kelangsungan kehidupan. Kebutuhan air tidak saja menyangkut kuantitas namun juga kualitas. Jumlah air yang tersedia dalam suatu daerah sangat berhubungan dengan iklim terutama curah hujan (Soemarwoto, 2001: 34). Kelestarian kuantitas dan kualitas air bergantung pada keadaan 1

2 2 masyarakat dan manusia penghuni daerah tersebut. Kegiatan manusia memiliki pengaruh besar apakah air tersebut lestari tetap jernih dan bersih, atau malah menjadi tercemar dan merusak sebagian komponen kehidupan yang ada di dalamnya. Lingkungan hidup berada dalam posisi terancam jika melihat suasana keadaan sekarang dan masa depan. Ancaman lingkungan dapat berupa krisis pangan, krisis ketenagaan (khususnya pada manusia) dan krisis mineral sebagai bahan pokok manusia dalam bertahan hidup. Ancaman tersebut dikarenakan akibat timbal balik perlakuan manusia terhadap sumber daya alam yang tersedia. Jumlah penduduk semakin bertambah dan penggunaan teknologi yang berlebihan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mengakibatkan lingkungan semakin di ambang kerusakan. Persoalan kerusakan lingkungan memunculkan kekhawatiran berkurangnya unsurunsur energi dan mineral yang ada di dalam lingkungan sehingga mengancam kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia (Zen, 1979: 69). Salah satu dampak serius yang perlu diinsyafi adalah akibat-akibat negatif dari kerusakan lingkungan yang berakibat fatal bagi kehidupan manusia, bahkan nasib bagi seluruh umat manusia. Masalah fatal menyangkut pada perihal keadilan. Kondisi hidup manusia sangatlah terbatas sehingga manusia hanya mampu bertahan dengan keadaan lingkungan tertentu. Merusak atau bahkan merampas dan menghancurkan keseimbangan lingkungan sama dengan merampas persyaratan yang perlu bagi manusia untuk mendapati kehidupan yang layak (Carm, 1989: 29). Pengrusakan lingkungan hidup merupakan ketidakadilan dari perlakuan manusia. Kerusakan lingkungan terjadi karena faktor

3 3 ketidakmungkinan manusia dalam pengontrolan dan pengendalian atas akibatakibat dari tindakan pengrusakan lingkungan hidup, sehingga manusia menjadi korban dari kerusakan lingkungan itu sendiri. Berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi pada dewasa ini baik dalam lingkup global maupun lingkup nasional, tidak dapat disangkal bahwa sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan pengrusakan lingkungan seperti laut, hutan, atsmosfer, tanah dan juga air merupakan hasil dari perlakuan manusia yang tidak bertanggungjawab, tidak peduli dan hanya mengedepankan kepentingan pribadi. Akibat-akibat yang ditimbulkan memperlihatkan bahwa manusia merupakan penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan (Keraf, 2010: 3). Pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya menggalakkan dan melaksanakan program pembangunan penyediaan sumber air bersih pada dewasa ini. Perihal pembangunan tersebut dikenal dengan istilah samijaga (sarana air minum dan jamban keluarga), namun belum seluruh lapisan masyarakat terjangkau dan memanfaatkan fasilitas ini. Kelompok masyarakat yang sulit mendapatkan fasilitas air bersih ditambah kurangnya pengetahuan mengenai air bersih, pemanfaatan air tercemar akan sangat beresiko dan berbahaya bagi kelangsungan hidup. Pemanfaatan air tercemar berbahaya karena air merupakan media yang sangat baik dalam perkembangan dan pertumbuhan penyakit yang biasa dikenal dengan istilah water borne deseae (Soerjani, 1987: 68).

4 4 Masalah pencemaran air dapat diatasi dengan mencegah masuknya bahan pencemar ke dalam saluran pembuangan air, dengan kata lain adanya pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah-limbah yang akan dibuang. Biasanya limbah cair dari industri atau rumah tangga diolah terlebih dahulu pada fasilitas pembersih air sebelum dibuang ke saluran pembuangan atau sungai. Pengolahan air dapat dilakukan dengan memakai teknologi sederhana maupun teknologi canggih. Bahan pencemar dipisahkan dari air melalui proses fisika, kimia dan biologi sehingga air yang keluar dari fasilitas relatif lebih bersih dibandingkan dengan air limbah yang keluar langsung dari sumbernya (Khiatuddin, 2003: 3). Fasilitas pembersih air tercemar belum menjadi prioritas di Indonesia karena masih banyak fasilitas lain yang lebih penting seperti transportasi dan energi yang belum dapat dirasakan pemerataannya pada segenap warga dan masyarakat. Kelestarian air di Indonesia memerlukan jalan lain dengan mencari dan menghadirkan teknologi yang murah namun efektif untuk menghilangkan bahan pecemar dari air limbah. Salah satu teknologi yang mungkin dihadirkan adalah teknologi lingkungan yang memberdayakan alam agar selalu berada dalam keseimbangan. Teknologi yang tentunya sangat dekat dengan kehidupan alam Indonesia sebagai negara yang subur dan kaya dengan alam. Prinsip pengerjaan teknologi lingkungan tersebut mirip dengan siklus alami pada rawa-rawa yang tersebar di sebagian besar wilayah Indnoesia. Teknologi ini juga sering disebut dengan istilah teknik rawa buatan. Teknik rawa buatan merupakan salah satu teknik ampuh dalam membersihkan limbah (Khiatuddin, 2003: 4).

5 5 Hadirnya teknik rawa buatan dengan tujuan pengolahan limbah air tercemar merupakan salah satu langkah konkret manusia dalam melanjutkan dan melestarikan air bersih. Teknik rawa buatan menjadi model pelestarian baru harus mendapat pengkajian-pengkajian yang mengantarkan pada hubungan baik manusia dengan lingkungannya dan pada akhirnya menekan perilaku manusia atas kerusakan alam. Manusia bertanggungjawab atas pencemaran yang terjadi dengan menghadirkan solusi serta perbaikan. Solusi menuntut hadirnya sikap etis manusia terhadap alam dan kelestarian lingkungan yang diharapkan membangun kesadaran etis lingkungan dalam diri manusia. Harapannya penelitian ini mampu memaparkan keunggulan teknik rawa buatan sebagai model yang cocok untuk dikembangkan dalam pelestarian lingkungan hidup, terutama pada kasus pencemaran air. Pelestarian dan tanggungjawab atas tindakan dalam pengelolaan lingkungan diharapkan dapat memunculkan sikap etis manusia terhadap alam. Korelasi sejumlah term-term sebelumnya menghasilkan sebuah penelitian teknik rawa buatan disandingkan dengan etika lingkungan yang menjadi salah satu acuan dalam pembangunan Indonesia ke depannya mengenai perencanaan berkelanjutan pelestarian sumber daya air. 2. Rumusan masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: a. Apa yang dimaksud dengan rawa buatan?

6 6 b. Apa pokok pemikiran etika lingkungan ekosentrisme? c. Bagaimana etika lingkungan ekosentrisme memandang rawa buatan? d. Bagaimana relevansi pemikiran etika lingkungan ekosentrisme terhadap upaya berkelanjutan pelestarian sumber daya air? 3. Keaslian penelitian Sejauh yang diketahui dan sejauh penelusuran, penulis belum menemukan adanya penelitian yang membahas mengenai pelestarian sumber daya air dengan teknik rawa buatan dalam perspektif etika lingkungan ekosentrisme, tetapi setidaknya terdapat beberapa penelitian yang mirip, baik objek material maupun objek formal, antara lain: a. Eko Cahyo Sukarno tahun 2005 dengan judul Peran Etika Lingkungan dalam Pengelolaan Kawasan Gunung Lawu, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini secara garis besar membahas mengenai pentingnya peranan etika lingkungan dalam tindakan manusia pada pengelolaan lingkungan, terutama lingkungan kawasan gunung Lawu. b. Aditya Bayu Aji tahun 2009 dengan judul Pengaruh Gaya Hidup Konsumtif terhadap Lingkungan Menurut Etika Ekosentrisme, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas mengenai dampak dan perlakuan manusia terhadap lingkungan dalam persoalan gaya hidup. Gaya hidup seseorang yang konsumtif dapat

7 7 mempengaruhi perlakuannya terhadap lingkungan yang dicurigai dapat mengganggu kelestarian. c. Ari Ulandari, dkk. tahun 2010 dengan judul Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga dengan Teknik Kombinasi Biofilter Fihoremediasi Teknologi Rawa Buatan di Daerah Babakan Raya, Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung. Penelitian ini merupakan penerapan dari teknik rawa buatan dalam pengelolaan limbah cair rumah tangga. Penelitian dilakukan di daerah Babakan Raya Jawa Barat. d. Ahamad Muqorrobin, dkk. tahun 2011 dengan judul Penerapan Sistem Taman Rawa sebagai Alternatif Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga, Program Kreativitas Mahasiswa Artikel Ilmiah Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menjelaskan penerapan teknologi konservasi air yang menyerupai rawa. Teknologi lingkungan ini dikenal dengan istilah rawa buatan. e. Arif Wibowo tahun 2011 dengan judul Kebijakan Pembangunan Potensi Lokal Desa Donokerto ditinjau dari Etika Lingkungan Ekosentrisme, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas tindakan pemerintah dalam mengambil kebijakan potensi lokal sesuai dengan aturan yang dibangun oleh etika lingkungan ekosentrisme. Ekosentrisme berperan sebagai penilai dari kebijakan dan perlakuan manusia yang diambil atas potensi lokal desa tersebut.

8 8 f. John Frando Tobing tahun 2011 dengan judul Dampak Pemakaian Air Tanah ditinjau dari Segi Etika Lingkungan (Studi Kasus di Kota Yogyakarta), skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas tentang pandangan etika lingkungan pada dampak yang ditimbulkan atas pemakaian air tanah. Etika lingkungan berperan dalam menyadarkan manusia tentang pentingnya kelestarian dan konservasi air tanah yang harus dipertahankan. g. Agha Bukhari tahun 2012 dengan judul Konservasi Hutan Suku Baduy di Banten dalam Perspektif Etika Lingkungan Ekosentrisme, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas penerapan etika lingkungan dalam masyarakat Baduy. Etika lingkungan yang ada pada masyarakat Baduy menyebabkan kawasan hutan tetap lestari dan terjaga. h. Agus Fita Yudyanto tahun 2012 dengan judul Tanggungjawab Sosial (Corporate Social Responsibility) PT. Sri Rejeki Isman Tekstil terhadap Lingkungan Sekitar dari Perspektif Ekosentrisme, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas pertanggungjawaban perusahaan tekstil atas lingkungan sekitar sebagai dampak dari produksi. Tanggungjawab sosial PT Sri Rejeki mengambil tindakan tersebut didasarkan etika lingkungan ekosentrisme. i. Nirmala Ekawati tahun 2009 dengan judul Deep Ecology sebagai Dasar Mengatasi Permasalahan Illegal Loging di Indonesia, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas masalah penuntasan atau upaya untuk mengatasi persoalan illegal loging yang

9 9 terjadi di Indonesia dengan menjadikan Deep Ecology sebagai dasar penyelesaian atas persoalan tersebut. j. Yan Warisma Tri Wulansari tahun 2009 dengan judul Sampah Plastik sebagai Masalah Lingkungan Hidup ditinjau dari Konsep Deep Ecology Arne Naess, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas mengenai masalah lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh sampah plastik kemudian dianalisis dengan pandangan Deep Ecology Arne Naess. k. Estin Dewi Damayanti tahun 2010 dengan judul Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Pesisir ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas penerapan konsep Deep Ecology Arne Naess dalam peran masyarakat sebagai pengelola lingkungan hidup. Penelitian dikhususkan pada daerah lingkungan pesisir. l. Siska Widiyanastri tahun 2010 dengan judul Pembuangan Sampah Rumah Tangga ke Sungai Celeng Imogiri ditinjau dari Konsep Etika Lingkungan Deep Ecology Arne Naess, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas mengenai kelestarian sungai ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess. Penelitian dilakukan di sungai Celeng Imogiri. Penelitian difokuskan pada teknik rawa buatan dalam ranah kajian etika lingkungan ekosentrisme, maka penulis berani menyatakan bahwa penelitian ini benar-benar orisinal dan dapat dipertanggungjawabkan.

10 10 4. Manfaat penelitian a. Bagi ilmu pengetahuan Penelitian diharapkan memberikan kontribusi posistif dalam perihal pelestarian lingkungan terutama kelestarian sumber daya air. Kontribusi positif diupayakan mampu menarik berbagai disiplin ilmu lain untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pelestarian sumber daya air dengan rawa buatan sehingga menambah khasanah pengetahuan di bidang pelestarian sumber daya air. b. Bagi filsafat Penelitian diharapkan menjadi sumbangan pemikiran terhadap pengelolaan lingkungan khususnya sumber daya air dengan menjadikan etika lingkungan ekosentrisme menjadi landasan atau dasar untuk pelaksanaannya. c. Bagi bangsa Indonesia Penelitian diharapkan berguna bagi bangsa Indonesia dalam pengkajian kelestarian alam dan lingkungan, khususnya pada sumber daya air bersih, serta sebagai salah satu acuan bagi pengambil keputusan dalam perencanaan berkelanjutan pelestarian sumber daya air. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Merumuskan secara deskriptif mengenai rawa buatan.

11 11 2. Merumuskan secara deskriptif pokok pemikiran etika lingkungan ekosentrisme. 3. Merumuskan secara analitis pandangan tentang rawa buatan menurut etika lingkungan ekosentrisme. 4. Menganalisis relevansi pemikiran etika lingkungan ekosentrisme terhadap upaya berkelanjutan pelestarian sumber daya air. C. Tinjauan Pustaka Pencemaran air paling biasa ditemukan adalah pengikisan partikel lumpur yang menyebabkan warna air menjadi keruh atau cokelat. Pencemaran merupakan hal utama pada pencemaran air disamping pengikisan lumpur. Pencemaran dihasilkan oleh limbah rumah tangga dan limbah domestik yang menyebabkan air menjadi tidak jernih dan berbau busuk (Soemarwoto, 2001: 40). Persoalan air bersih harus mendapat perhatian dengan menghadirkan teknik khusus dalam konservasinya. Teknik yang paling tepat untuk diterapkan adalah teknik lingkungan yaitu rawa buatan. Mitsch dan Gosselink dalam bukunya Khiatuddin (2003: 49) menjelaskan bahwa rawa mempunyai fungsi hidrologis sebagai kawasan penyangga untuk menampung air dalam jumlah besar yang berasal dari curahan hujan lebat agar air tidak langsung membanjiri daratan yang lebih rendah di hilir rawa. Rawa meredam besarnya air yang keluar ketika curah hujan tinggi, namun pada musim

12 12 kemarau rawa melepas sedikit demi sedikit cadangan air yang dikandungnya. Rawa berfungsi untuk mengurangi besarnya fluktuasi perarian. Rawa berfungsi sebagai pelindung lingkungan secara fisik, baik lingkungan darat maupun lingkungan air. Lingkungan darat dilindungi oleh rawa dari gempuran gelombang air yang dapat menyebabkan erosi tanah di laut, danau atau sungai. Tumbuhan yang hidup rapat di rawa seperti bakau, nipah dan tumbuhan akuatik lainnya meredam kekuatan gelombang air yang menuju ke daratan. Lingkungan perairan dilindungi oleh rawa melalui proses penyaringan air tercemar yang singgah di kawasan rawa sebelum memasuki perairan selanjutnya (Kodoatie, 2010: 186). Rawa buatan adalah suatu sistem yang dirancang dan dibangun menyerupai rawa alami dalam keperluan pengolahan air tercemar. Air tercemar masuk ke dalam rawa kemudian mengalami beberapa proses yang ada pada fasilitas rawa. Proses pengolahan air tercemar pada rawa merupakan suatu proses alamiah yang melibatkan tumbuhan air, sedimen, dan mikroorganisme serta menjadikan matahari sebagai sumber energi (Vymazal, 2008: 46). Rawa buatan memiliki proses-proses yang meliputi proses fisik, fisika-kimia dan biokimia. Proses-proses fisik terdiri dari sedimentasi dan filtrasi padatan tersuspensi oleh sedimen tumbuhan air, serta pemanasan dan volatilisasi. Proses fisika-kimia terdiri dari proses penyerapan bahan pencemar oleh tumbuhan air, sedimen dan substrat organik. Proses biokimia terdiri dari proses penguraian zat

13 13 tercemar oleh bakteri yang menempel pada permukaan substrat atau sedimen perakaran tumbuhan dan bahan organik (Novonty, 1994: 112). Rawa buatan didesain di atas sebidang tanah dengan membuat pematang, tanggul dan kolam. Pematang, tanggul dan kolam dibuat dengan tujuan agar limbah melewati sebagian besar permukaan substrat yang ditanami tumbuhan akuatik dan semi-akuatik yang bernilai ekonomis seperti sayur dan buah. Selain itu penebaran benih ikan serta penanaman tanaman keras juga diusahakan dalam rawa buatan, sehingga rawa buatan memiliki nilai fungsi dan ekonomis yang lebih tinggi (Khiatuddin, 2003: 71). Nilai fungsi dan ekonomis lebih terlihat pada pemanfaatan tanaman konvensional dalam pembuatan rawa buatan seperti bambu, sagu, tanaman bakau dan nipah. Rawa buatan secara umum digolongkan dalam dua bentuk yaitu aliran horizontal dan aliran vertikal. Sistem aliran horizontal air memasuki rawa dari satu titik, mengalir dalam rawa buatan dan kemudian juga keluar dalam satu titik di ujung rawa, sedangkan pada rawa buatan aliran vertikal air merembes atau mengalir secara vertikal baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas dalam melewati sistem rawa (Khiatuddin, 2003: 72). D. Landasan Teori Etika menuntut manusia dalam mengambil sikap terhadap norma yang berlaku terlepas dari norma tradisi maupun yang lain. Etika membantu manusia menjadi makhluk yang otonom. Otonomi manusia tercapai pada kebebasan untuk

14 14 mengakui norma yang diyakini sebagai kewajibannya (Zubair, 1990, 10). Etika kurang lebih merupakan ajaran moral, karena etika tidak memiliki wewenang dalam menetapkan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sejauh dalam koridor tanggungjawab atas konsekuensi dari tindakan tersebut (Magniz-Suseno, 1988: 14). Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan segala benda, daya dan keadaan serta makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang berpengaruh terhadap kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan makhluk secara umum (Sugandhy, 2009: 1). Lingkungan hidup seringkali dikategorikan dalam lingkungan organik dan anorganik. Lingkungan organik atau dikenal dengan istilah biotis merupakan semua makhluk hidup yang ada di sekitar manusia, sementara lingkungan anorganik atau abiotis merupakan segala sesuatu di sekitar manusia yang berbentuk benda mati (Borrong, 2000: 18-19). Etika lingkungan merupakan salah satu disiplin filsafat yang berbicara mengenai hubungan antara moral manusia dengan lingkungan. Fokus dari etika lingkungan adalah bagaimana perilaku manusia yang semestinya terhadap lingkungan, maka etika lingkungan dapat dikatakan sebagai ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaedah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip yang menjiwainya. Etika lingkungan dapat difahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip atau nilai moral yang diterapkan dalam lingkungan atau komunitas ekologis, dengan demikian etika lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun etika lingkungan juga berbicara mengenai relasi

15 15 antara kehidupan di alam semesta, yaitu hubungan sesama manusia yang mempunyai dampak pada alam dan hubungan manusia dengan alam secara keseluruhan (Keraf, 2010: 26-27). Ekosentrisme memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis baik makhluk hidup maupun benda mati. Secara ekologis makhluk hidup dan benda abiotis (benda mati) saling terkait satu sama lain, maka kewajiban dan tanggungjawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup (Keraf, 2010: 75). Beberapa prinsip moral yang dianut ekosentrisme dalam komunitas ekologis adalah (1)bioshperic egalitarianism in-principle yaitu pengakuan kesamaan antara ekologis terkait, (2)prinsip non-antroposentrisme yaitu manusia tidak dilihat sebagai tuan atau penguasa, tetapi manusia merupakan ciptaan Tuhan, (3)prinsip relasi diri (self-realization) yaitu pemenuhan dan perwujudan semua kemampuan dalam ekologis, (4)pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman kompleksitas dalam suatu hubungan simbiosis, dan (5)perlunya perubahan dalam politik menuju ecopolitics (Keraf, 2010: 91-95). E. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif yang mengambil objek material masalahmasalah aktual dari fenomena kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Banyak masalah-masalah yang tidak terpecahkan hanya melalui penelitian yang sifatnya positivistik dan kuantitatif (Kaelan, 2005: 292). Masalah aktual pada penelitian ini adalah bahasan mengenai pandangan etika lingkungan ekosentrisme terhadap teknik rawa buatan dalam pelestarian sumber daya air.

16 16 1. Bahan dan materi penelitian a. Sumber pustaka primer berupa: 1) Buku Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa Buatan tahun 2003 karya Maulida Khiatuddin. 2) Buku Aspek dan Teknis Pertanian dalam Hubungannya dengan Pengembangan Daerah Rawa tahun 1977 karya D. mulyadi. 3) Buku Water Quality, Prevention, Indentification and Management of Diffuse Pollution tahun 1994 karya Novonty V., dan Olem H. 4) Buku Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air tahun 2002 karya Suripin. 5) Buku Konservasi Tanah dan Air tahun 1996 karya Naik Sinukaban. b. Sumber pustaka sekunder berupa: 1) Buku Etika Lingkungan Hidup tahun 2010 karya A. Sony Keraf. 2) Buku Etika Lingkungan Hidup tahun 1989 karya P. Go O. Carm. 3) Buku Etika Lingkungan Global tahun 2010 karya Saut Passaribu dan Attfield Robin. 4) Buku Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal tahun 2012 karya Moh Aris Marfai. 2. Jalan penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. a. Inventarisasi dan kategorisasi, yaitu pengumpulan data kepustakaan sebanyak mungkin dan penunjang lainnya yang berhubungan dengan

17 17 objek material maupun objek formal penelitian. Studi pustaka dilakukan dalam upaya memperoleh gambaran lengkap mengenai rawa buatan yaitu dari segi bahan atau material yang digunakan, proses kelangsungan program dan pengaplikasian program sehingga menghasilkan air limbah yang bersih, serta dengan menyoroti perlakuan manusia terhadap alam sebagai kesadaran etis manusia dalam mengelola dan melestarikan lingkungan. b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data primer dan data sekunder. c. Analisis sintesis, yaitu menganalisis data primer dan data sekunder, kemudian mengeksekusi atau mengeliminasi data yang tidak perlu, dan mengisentesiskan sesuai dengan gagasan dalam upaya memperkuat penelitian. d. Evaluasi kritis, yaitu melakukan pengecekan. Pengecekan dilakukan setelah melalui beberapa tahap analisis sintesis, sehingga menghasilkan pemaparan hasil penelitian yang kritis secara berimbang dan objektif. 3. Analisis hasil Analisis hasil penelitian ini mengacu pada buku Metodologi Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat karangan Kaelan (2005: ) yang menggunakan unsur-unsur metodis sebagai berikut:

18 18 a. Deskriptif Menguraikan hasil pemahaman secara sistematis mengenai rawa buatan dalam pelestarian sumber daya air dan etika lingkungan ekosentrisme agar diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang topik penelitian. b. Verstehen Data yang diperoleh dalam penelitian dikumpulkan dan dipahami berdasarkan karakteristik masing-masing. Penulis berusaha memahami bagian atau unsur makna yang diperoleh dalam penelitian yang berhubungan dengan pengolahan data tentang rawa buatan dalam pelestarian sumber daya air. c. Interpretasi Interpretasi digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan lebih mendalam berdasarkan data yang diperoleh mengenai rawa buatan, bahan dalam pembuatan rawa buatan, proses pelaksanaan rawa buatan serta peranan manusia sebagai subjek dalam pemanfaatan rawa buatan, selanjutnya dianalisis menggunakan perspektif etika lingkungan ekosentrisme. d. Hermeneutika Penulis mencoba menangkap makna esensial sesuai dengan konteksnya, dilakukan dengan penafsiran terhadap data rawa buatan dalam pelestarian sumber daya air, sehingga esensi makna dapat ditangkap dan dipahami sesuai dengan konteks waktu sekarang.

19 19 e. Induktif Penulis mencoba melakukan penyimpulan berdasarkan data yang diperoleh, sehingga didapatkan suatu konstruksi teoritis untuk menemukan suatu kejelasan konstruksi logis. f. Heuristik Penulis merumuskan suatu solusi dari permasalahan yang terjadi pada pelestarian sumber daya air melalui hasil analisis yang telah dilakukan. Solusi yang dirumuskan diharapkan mampu membuka pemikiran-pemikiran yang baru dalam menyikapi suatu permasalahan pada kehidupan masyarakat. F. Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Deskripsi mengenai rawa buatan dalam pelestraian sumber daya air. 2. Deskripsi mengenai etika lingkungan ekosentrisme. 3. Analisis mengenai pandangan etika lingkungan ekosentrisme pada rawa buatan dalam pelestarian sumber daya air. 4. Analisis mengenai relevansi etika lingkungan ekosentrisme dalam pelestarian sumber daya air pada perencanaan berkelanjutan. G. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

20 20 BAB I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan hasil yang dicapai. BAB II berisi pengenalan tentang rawa buatan. Sebelumya akan dibahas terlebih dahulu mengenai sistem kerja rawa dan keunggulan yang dimiliki dalam sistem lingkungan rawa, rawa buatan, material atau bahan dalam pembuatan serta pelaksanaan dan prosesi rawa buatan. BAB III berisi uraian mengenai pokok pemikiran etika lingkungan terutama aliran ekosentrisme. Bab ini akan membahas pengertian etika lingkungan, perbedaan ekosistem, ekologi dan lingkungan, aliran etika lingkungan dan prinsipprinsip etika lingkungan. BAB IV berisi pandangan etika lingkungan ekosentrisme dalam menilai rawa buatan sebagai suatu upaya pelestarian sumber daya air, namun pada bab ini terlebih dahulu dibahas kesesuaian materi atau bahan dan proses pelaksanaan rawa buatan dengan prinsip etika lingkungan, kemudian dianalisis berdasarkan pandangan aliran ekosentrisme, setelah dianalisis barulah didapatkan pandangan serta acuan pengambilan keputusan dalam upaya berkelanjutan pelestarian sumber daya air dengan rawa buatan. BAB V berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului

Lebih terperinci

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman.

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. 1. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan deep ecology? 2. Bagaimana menerapkan konsep ini dalam kehidupan sehari-hari? 3. Apa peran pemerintah dalam konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Kemajuan teknologi mampu mengeksploitasi, mengubah sumber daya alam yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Pencemaran limbah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wini Oktaviani, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wini Oktaviani, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada akhir akhir ini, masalah lingkungan terus menjadi pembicaraan dibanyak negara. Pencemaran dan kerusakan lingkungan dimuka bumi sampai isu global warming

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang seluruh anggota komunitasnya (manusia, hewan, tumbuhan, mikroorganisme, dan abiotis) saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. baik produktivitasnya serta memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kegiatan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. baik produktivitasnya serta memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kegiatan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Konversi tanaman adalah kegiatan menggantikan tanaman yang sudah rendah produktivitasnya dan tidak ekonomis lagi dengan tanaman baru yang lebih baik produktivitasnya serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran merupakan sesuatu hal yang dapat merusak lingkungan. Jenisjenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran merupakan sesuatu hal yang dapat merusak lingkungan. Jenisjenis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Pencemaran merupakan sesuatu hal yang dapat merusak lingkungan. Jenisjenis pencemaran yang dapat digolongkan dalam degradasi lingkungan yang

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Wilayah negara Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau serta memiliki daerah pantai yang sangat panjang, yaitu sekitar 81.000 km. Pantai menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN A. Ketampakan Lingkungan Alam dan Buatan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri yang ada di kota-kota telah menimbulkan kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap pencemaran, kesehatan dan lingkungan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia. Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat diantaranya tingkat ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tambang. Eksplorasi berlebihan tersebut memacu terjadinya kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tambang. Eksplorasi berlebihan tersebut memacu terjadinya kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat telah mengakibatkan terjadinya eksplorasi berlebihan terhadap sumber daya alam, terutama

Lebih terperinci

Tentang Lingkungan Hidup. Wan Muhamad Idris Baros Management

Tentang Lingkungan Hidup. Wan Muhamad Idris Baros Management Tentang Lingkungan Hidup Wan Muhamad Idris Baros 201411098 Management Pengertian Lingkungan Hidup Pengertian Lingkungan Hidup adalah semua artikel yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Seperti artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia. Dalam sistem tata lingkungan, air merupakan unsur utama. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Selain sebagai air minum, air juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan keperluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

menyebabkan kekeringan di musim kemarau,

menyebabkan kekeringan di musim kemarau, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Pengertian Drainase dan Perubahan Konsep Drainase Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Daya dukung merupakan salah satu konsep yang serbaguna dan populer didalam konteks politik lingkungan saat ini. Seperti halnya dengan konsep keberlanjutan, daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Trisno Hadisubroto, Ekologi Dasar, (Jakarta: Departemen

BAB I PENDAHULUAN. 1 Trisno Hadisubroto, Ekologi Dasar, (Jakarta: Departemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi merupakan tempat tinggal seluruh makhluk hidup yang memiliki keanekaragaman melimpah. Kehidupan di bumi ini tidak dapat dipisahkan dari dunia fisik karena

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup di dunia ini yang tidak membutuhkan air. Sel hidup seperti tumbuh-tumbuhan atau hewan,

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah atau disebut sebagai underground river, misalnya sungai bawah tanah di

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah atau disebut sebagai underground river, misalnya sungai bawah tanah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan suatu aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Berdasarkan perletakkan sungai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,

Lebih terperinci

Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan

Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan Onrizal Oktober 2008 Daftar Isi Pendahuluan Teori Etika Teori Etika Lingkungan Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan 1 Pendahuluan Berbagai kasus lingkungan hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON Oleh : Darsiharjo Pendahuluan Akhir-akhir ini masyarakat mulai menyadari bahwa dalam kehidupan tidak hanya cukup dengan pemenuhan pangan, papan dan sandang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki 65% dari persediaan air di dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desakan pertumbuhan penduduk selalu beriring dengan resiko tercemar dan menurunnya kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan antara lain sebagai akibat pembuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan timbal balik. Di dalam pembangunan, manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 3. Sebagai penghalang sampainya air ke bumi melalui proses intersepsi.

TINJAUAN PUSTAKA. 3. Sebagai penghalang sampainya air ke bumi melalui proses intersepsi. TINJAUAN PUSTAKA Fungsi Hutan Sebagai Pengatur Tata Air Menurut fungsinya hutan mempunyai fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan yang mempunyai fungsi konservasi adalah kawasan hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA NAMA : KELAS : SOAL PENCEMARAN AIR NO : Pilihlah salah satu jawaban

Lebih terperinci

BANJIR DAN KEKERINGAN. Pertemuan 4

BANJIR DAN KEKERINGAN. Pertemuan 4 BANJIR DAN KEKERINGAN Pertemuan 4 BANJIR Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya dan konservasi.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya dan konservasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan lingkungan hidup merupakan upaya untuk merubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN TEBA DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

PEMANFAATAN LAHAN TEBA DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR 17 PEMANFAATAN LAHAN TEBA DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR A. A. Sg. Dewi Rahardiani 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Air merupakan kebutuhan utama semua makhluk

Lebih terperinci

Bab 4. Hasil Penelitian, Analisis, dan Pembahasan

Bab 4. Hasil Penelitian, Analisis, dan Pembahasan Bab 4 Hasil Penelitian, Analisis, dan Pembahasan 31 IV.1. Pengantar Bagian ini memaparkan hasil penelitian, meliputi hasil analisis dan pembahasan. Analisis dilakukan terhadap data-data berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, baik sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pariwisata. Hal tersebut tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi

Lebih terperinci

KONSEP EKOHIDRAULIK SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN EROSI

KONSEP EKOHIDRAULIK SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN EROSI 42 KONSEP EKOHIDRAULIK SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN EROSI A. A. Sg. Dewi Rahardiani 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah A. Sonny Keraf mengemukakan bahwa ada dua kategori dari bencana yaitu bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Sebagian dikategorikan sebagai bencana alam

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

TUNTAS/PKBM/1/GA - RG 1 Graha Pustaka

TUNTAS/PKBM/1/GA - RG 1 Graha Pustaka RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Geografi Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Fenomena Biosfer dan Antroposfer Pertemuan Ke- : 1 dan 2 Alokasi Waktu : 2 x pertemuan (4 x 45 menit)

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR HIDROSFER & PENCEMARAN AIR Kita tidak mungkin hidup tanpa air; air mutlak diperlukan dalam setiap aspek kehidupan (Kofi Annan, Sekjen PBB). Peran air di alam dan dalam kegiatan manusia sangat kompleks

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa Oleh : Presiden Republik Indonesia Nomor : 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal : 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber : LN 1991/35; TLN NO. 3441 Presiden Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 3 2009 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa lingkungan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. Keberadaan tanah tidak terlepas dari manusia, demikian juga sebaliknya keberadaan manusia juga tidak terlepas dari tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan merupakan komponen utama bagi kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan merupakan komponen utama bagi kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Lingkungan merupakan komponen utama bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Khalayak umum masa kini mulai sering membicarakan tentang akibat yang

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. NAMA : KELAS : NO : SOAL PENCEMARAN AIR Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. 1. Perhatika pernyataan di bawah ini : i. Perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci