BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului sejarah manusia, lingkungan bersifat historis secara mendasar, tidak dapat dimengerti secara ilmiah dan bagian dari dunia kehidupan bermakna seperti diri kita sendiri. Segala penyimpangan muncul dari etika jika lingkungan tidak dipahami sebagai dasar tindakan manusia yang sudah dibentuk duluan, malah sebagai suatu dunia yang dihuni oleh manusia (Robin Attfield, 2010:6). Ancaman tentang kerusakan lingkungan hidup semakin lama semakin besar, meluas dan serius. Persoalannya bukan hanya bersifat isu lokal atau translokal, namun juga regional, nasional, transnasional dan global. Dampak lingkungannya tidak hanya berkait pada satu atau dua segi saja, namun terkait sesuai sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi dan saling mempengaruhi secara subsistem. Jika satu aspek dari lingkungan terkena masalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak atau berakibat pula. Isu lingkungan hidup pada mulanya adalah masalah alami yaitu peristiwa yang terjadi sebagai bagian dari proses alamiah (natural). Proses natural ini terjadi tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan itu sendiri dan dapat pulih kemudian secara alami atau disebut homeostasi (Siahaan, 2004:1). 1

2 Permasalahan tentang kerusakan lingkungan tidak lagi timbul sebagai isu yang semata bersifat alamiah, karena manusia menjadi faktor penyebab yang signifikan secara variabel bagi peristiwa lingkungan. Fakta bahwa masalah lingkungan lahir dan berkembang, karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit (complicated) dibandingkan faktor alam itu sendiri. Manusia dengan berbagai dimensi terutama faktor mobilitas pertumbuhannya, akal pikiran dengan segala perkembangan aspek kebudayaan, karakter dan pandangan manusia adalah faktor yang lebih penting, kaitannya dengan masalah lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup saat ini seperti pencemaran, kerusakan sumber daya alam, penyusutan cadangan hutan, musnahnya berbagi spesies hayati, erosi, banjir, bahkan jenis penyakit yang berkembang terakhir, diyakini merupakan gejala negatif yang dominan bersumber dari faktor manusia itu sendiri. Naess berpendapat bahwa krisis lingkungan hidup dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam semesta secara fundamental dan radikal. Manusia membutuhkan sebuah pola atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut kepentingan atau kebutuhan perorangan, namun juga budaya masyarakat secara keseluruhan (Naess, 1993:17). Permasalahan lingkungan alam yang melibatkan peranserta manusia sebagai pengguna alam adalah hal penting. Manusia adalah bagian integral dengan alam. Manusia dengan dunia alam, menurut Barker (1995:28-29), saling mengimplementasikan dan saling mengandung. Permasalahan hubungan manusia dengan alam dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori Ekosentrisme. Teori ini merupakan kelanjutan dari teori Etika Lingkungan Hidup Biosentrisme yang keduanya mendobrak cara pandang Antroposentrisme dan membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. 2

3 Ekosentrisme memusatkan etika pada seluruh komunitas lingkungan, baik yang hidup maupun yang tidak. Makhluk hidup dan benda-benda abiotis saling terkait satu sama lain. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas lingkungan hidup (Keraf, 2010:93). Salah satu versi teori Ekosentrisme ini adalah teori Etika Lingkungan Hidup yang sekarang ini populer sebagai Deep Ecology. Pada dasarnya Deep Ecology adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia bukan sebagai pusat dari alam, melainkan hanya bagian dari alam. Semua unsur alam dan manusia mempunyai kedudukan yang sama di dalam lingkungan hidup. Nilai-nilai moral bukan hanya berlaku bagi komunitas manusia, namun juga komunitas sekelompok anggota lingkungan hidup (Keraf, 2010:93). Pusat perhatian Deep Ecology meliputi dua hal yaitu: a. Tentang manusia dengan kepentingannya. Manusia bukan hanya memenuhi kepentingannya saja, namun juga kepentingan seluruh komunitas lingkungan hidup untuk kepentingan jangka panjang. b. Deep Ecology diterjemahkan dalam aksi yang nyata dan konkret. Aksi atau gerakan ini berusaha untuk mengubah paradigma secara revolusioner yaitu perubahan cara pandang, nilai dan gaya hidup manusia yang antroposentris (Keraf,2010:93). Aksi gerakan ini diterjemahkan oleh Naess ke dalam platform aksi dan beberapa prinsip sebagai pedoman gerakan Deep Ecology. Permasalahan menarik dalam penelitian ini adalah isu soal etika lingkungan hidup dalam sudut pandang pendekatan Ekosentrisme yang sedang dihadapi oleh Pabrik Gula (PG) Madukismo di kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktivitas pembuangan limbah PG Madukismo selama ini berpotensi bahaya yang ditimbulkan dari proses pembuatan gula terhadap ancaman lingkungan di sekitar pabrik tersebut. Pabrik gula ini merupakan satu-satunya di wilayah DIY yang 3

4 mengemban tugas untuk mensukseskan program pengadaan pangan nasional, khususnya gula pasir. Aktivitas pabrik itu berdampak positif dan negatif terhadap masyarakat sekitarnya. Dampak positifnya berupa kegiatan ekonomi, lapangan kerja baik langsung dalam pabrik atau di luar pabrik, sehingga mampu menekan jumlah pengangguran, fasilitas berupa air, listrik dan bantuan untuk proyek RPK3 (Rencana Proyek Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan). Semua kegiatan tersebut sebagai bentuk CSR perusahaan terhadap masyarakat di sekitar lokasi ( Proses produksi PG Madukismo menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan berupa sisa perasan tebu untuk bahan bakar pabrik dan limbah blotong untuk bahan baku pupuk. Sedangkan limbah cair berupa air limbah yang berasal dari proses pencucian dan pemasakan menghasilkan efek asam atau alkali dengan kandungan garam cukup tinggi. Limbah cair ini pun dibuang dan disalurkan ke areal lahan pertanian. Efek negatif limbah cair ini sering dianggap sebagai polutan berbahaya dan mencemari lingkungan karena bau dan warna hitam kecoklatan. Sebenarnya limbah cair ini mengandung unsur hara yang berguna (N, P, K, Ca, Mg dan sebagainya), yang dapat membantu memelihara kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman baik tebu, padi maupun tanaman lainnya ( Pendekatan teori Ekosentrisme sangat efektif dalam mengamati lingkungan secara luas, terutama tentang masalah pencemaran limbah pabrik gula. Aktivitas pembuangan limbah industri pabrik adalah bagian dari kasus pencemaran lingkungan yang bersumber dari perilaku manusia itu sendiri. Berbagai kasus pencemaran dan kerusakan di alam dapat dilihat pada keadaan air laut, hutan, atmosfer, air, tanah, yang bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, 4

5 tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup (Keraf, 2002:7). Dampak dari kasus pencemaran limbah industri PG Madukismo yang secara normatif ditinjau dari sudut pandang etika moral merupakan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan tersebut. Melaksanakan tanggung jawab sosial, secara normatif merupakan kewajiban moral bagi suatu perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan itu juga meliputi tanggung jawab moral perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Ketika perusahaan sebagai komunitas baru melakukan intervensi terhadap masyarakat lokal, sudah menjadi keharusan untuk melakukan adaptasi dan memberikan kontribusi, karena keberadaannya telah memberikan dampak positif maupun negatif (Rahmatullah,2011:13). Semua perusahaan pasti terdapat pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait erat dengan tanggung jawab sosial (CSR). Saat ini, CSR sudah menjadi faktor utama sesuai dengan harapan para stakeholder yang secara terus-menerus menuntut perusahaan untuk bertanggung jawab tidak hanya terkait masalah keuangan, namun juga terhadap masalah sosial, etika dan lingkungan ( Penelitian terhadap CSR PG Madukismo bagi masyarakat dan lingkungan di sekitar pabrik, ditinjau dari perspektif Ekosentrisme. Platform aksi dan prinsip-prinsip dalam gerakan Ekosentrisme sebagai dasar analisis untuk permasalahan hubungan makhluk hidup, masyarakat dan benda-benda abiotis lainnya dengan pengelolaan limbah industri PG Madukismo. Kemajuan di dalam dunia usaha PG Madukismo saat ini tidak hanya dinilai sebagai sebuah entitas bisnis dengan orientasi hanya untuk mencari laba atau keuntungan sebesar-besarnya saja (profit oriented). Namun juga harus menilai CSR perusahaan terhadap pelestarian lingkungan di 5

6 sekitarnya, terutama aktivitas limbah industri yang berdampak langsung terhadap polusi udara, tanah dan air di kawasan pabrik maupun di luar lingkungan pabrik. 2. Rumusan Masalah a. Bagaimana perencanaan kebijakan PG. Madukismo terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya? b. Apa konsep pemikiran Ekosentrisme dalam menghadapi kasus lingkungan hidup khususnya di PG Madukismo? c. Apa tanggung jawab sosial PG Madukismo terhadap kelestarian lingkungan di sekitarnya ditinjau dari perspektif Ekosentrisme? 3. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran peneliti, terdapat beberapa skripsi yang membahas mengenai permasalahan lingkungan dan aliran etika lingkungan yaitu: 1. Tanggung Jawab Sosial (Corporate Sosial Responsibility) PT Sri Rejeki Isman (Sritex) terhadap lingkungan sekitar dari ekosentrisme oleh Agus Fita Yudyanto, tanggal 9 januari 2012 nomor 06/194028/FI/3284 yang membahas mengenai konsep Ekosentrisme sebagai prinsip dasar tanggung jawab social PT Sritex dalam melaksanakan peraturan dan perundangundangan di lingkungan masyarakat. 2. Relevansi Konsep Ecosophy dalam Etika Ekosentrisme sebagai Alternatif atas Krisis Ekologi di Indonesia oleh David Oktiyadi, tanggal 22 November 2006 nomor 02/161316/FI/02976 yang membahas mengenai konsep Ecosophy sebagai alternatif atas krisis ekologis di Indonesia adalah mengenai perubahan mendasar dan radikal dalam level ideologi, ekonomi, politik, dan sosial, sekaligus revitalisasi dan reorintasi kearifan lokal yang telah berkembang di daerahdaerah. 6

7 3. Eksistensi Manusia dalam Aliran Deep Ecology Movement: Studi Filsafat Manusia oleh Irfan Ardani, tanggal 3 Januari 2007 nomor 02/161222/FI/02964 membahas konsep eksistensi manusia dalam Deep Ecology Movement dipahami sebagai suatu realisasi diri (selfrealization) manusia sebagai bagian dari alam ke dalam kesatuan alam itu sendiri. 4. Konsep Etika Lingkungan dalam Kearifan Lokal Masyarakat Lereng Gunung Arjuna ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess oleh Ayu Tyas Fitriani, 9 Juli 2008 nomor 04/176320/FI/03194 membahas kearifan lokal masyarakat lereng Gunung Arjuna sangat dipengaruhi oleh Budaya Jawa. Analisis Deep Ecology tentang konsep etika dalam kearifan lokal masyarakat lereng utara Gunung Arjuna. 5. Sampah Plastik sebagai Masalah Lingkungan Hidup ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess oleh Yan Warisma Tri Wulansari, 7 Oktober 2009 nomor 05/189802/FI/03259 membahas Arne Naess dengan konsep Deep Ecology menawarkan untuk melakukan perubahan terhadap gaya hidup manusia yang konsumtif. Pola hidup konsumtif manusia dalam menggunakan plastik menyebabkan semakin meningkatnya tumpukan sampah plastik. 6. Deep Ecologi sebagai Dasar Mengatasi Permasalahan Illegal Logging di Indonesia oleh Nirmala Ekawati, 7 Oktober 2009 nomor 05/189948/FI/03261 membahas aktivitas Illegal Logging yang semakin marak di berbagai daerah di Indonesia. Konsep Deep Ecology mengajarkan manusia untuk selalu menjaga dan menghargai alam dan segala isinya sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. 7. Gaya Hidup Konsumtif dan Kerusakan Lingkungan menurut Etika Ekosentrisme oleh Aditya Bayu Aji, 28 Agustus 2009 nomor 05/186240/FI/03243 membahas ekosentrisme meyakini bahwa Antroposentrisme hanya akan menimbulkan kerugian bagi makhluk dan unsur abiotis lainnya dan anggapan tersebut tampak pada gaya hidup konsumtif. 7

8 Beberapa penelitian tersebut di atas memiliki obyek formal dan material yang berbeda. Obyek formal penelitian ini adalah teori Ekosentrisme. Obyek materialnya adalah kebijakan tanggung jawab sosial PG Madukismo baik dalam lingkungan pabrik maupun terhadap pelestarian lingkungan alam sekitar pabrik. 4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan, dapat menambah pengetahuan mengenai ilmu-ilmu tentang lingkungan. Misalnya ekologi, dalam diskusi masalah lingkungan hidup dan pelestariannya, serta mengembangkan kemampuan merefleksikan secara kritis dan sistematis atas persoalan filsafat mengenai etika, khususnya etika lingkungan. 2. Bagi Filsafat, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan mengenai permasalahan lingkungan ditinjau dari pemikiran yang menyeluruh di bidang etika lingkungan atas suatu fenomena, sehingga mampu mengkritisi fenomena yang terjadi. Pengolahan lingkungan tidak mungkin mengabaikan nilai-nilai hidup masyarakatnya. 3. Bagi bangsa Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan kesadaran kritis mengenai kearifan lingkungan dan kelestarian lingkungan hidup. Bangsa Indonesia perlu menyadari pentingnya peranan manusia dalam menata lingkungan agar keseimbangan dalam ekosistem dapat terjaga dengan baik, dan juga agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya, karena setiap manusia memiliki hak yang sama untuk memanfaatkan kekayaan yang ada di alam tanpa terkecuali. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Merumuskan secara deskriptif mengenai perencanaan dan praktek kebijakan PG. Madukismo terhadap pelestarian lingkungan di sekitarnya. 8

9 2. Merumuskan pemahaman prinsip-prinsip Ekosentrisme dalam menghadapi kasus lingkungan PG. Madukismo. 3. Menganalisis secara reflektif tentang tanggung jawab sosial PG. Madukismo terhadap pelestarian lingkungan ditinjau dari perspektif Ekosentrisme. C. Tinjauan Pustaka PG Madukismo dalam pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) telah membuat rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan kelestarian lingkungan. PG Madukismo dalam Laporan PROPER tahun 2011 tentang Pelaksanaan PROPER Periode memperoleh penilaian peringkat kinerja perusahaan dengan kategori warna biru Biru yaitu diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan. Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh PG Madukismo dalam setiap 6 bulan sekali melakukan Laporan Pengelolaan Pelaksanaan RKL-RPL berupa limbah udara, tanah, dan air yang akan dilaporkan ke Departemen Pertanian Pusat (Laporan Pengelolaan Pelaksanaan RKL-RPL Juli-Desember 2012:3). Laporan Pengelolaan Pelaksanaan RKL-RPL tersebut merupakan konsekuensi dari aktivitas industri PG Madukismo yang harus mematuhi salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap stakeholder. Draft 3 ISO dalam buku karya Rahmatullah dan Trianita Kurniati (2011:6), tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) dapat didefinisikan sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab bidang hukum. Stakeholders bukan hanya masyarakat dalam arti sempit yaitu 9

10 masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi perusahaan melainkan masyarakat dalam arti luas, misalnya pemerintah, investor, elit politik dan lain sebagainya. Aktivitas proses poduksi PG Madukismo berdampak positif maupun negatif terhadap lingkungan masyarakat di sekitarnya. Keberadaannya memberi efek ganda yang berupa kegiatan ekonomi, lapangan kerja baik langsung dalam pabrik maupun di luar pabrik, sehingga mampu menekan jumlah pengangguran, serta fasilitasnya yang berupa air, listrik, bantuan untuk proyek RPK3 (Rencana Proyek Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan). Semua kegiatan tersebut merupakan bentuk CSR terhadap lingkungan masyarakat di sekitar lokasi PG Madukismo ( Proses produksi PG Madukismo secara ekosistemik menghasilkan limbah padat dan cair. Limbah padat yang dihasilkan yaitu berupa sisa perasan tebu untuk bahan bakar pabrik dan limbah blotong untuk bahan baku pupuk. Sedangkan limbah cair berupa air limbah yang berasal dari proses pencucian dan pemasakan yang menghasilkan efek asam atau alkali dengan kandungan garam yang cukup tinggi. Limbah cair ini dibuang dan disalurkan ke areal lahan pertanian. Limbah cair PG Madukismo seringkali dianggap sebagai polutan yang berbahaya dan mencemari lingkungan, karena bau dan warna hitam kecoklatan. Sebenarnya limbah cair ini mengandung unsur-unsur hara yang berguna (N, P, K, Ca, dan Mg) yang dapat membantu memelihara kesuburan tanah dan meningkatkan hasil produksi tanaman tebu, padi maupun tanaman lainnya ( Dampak lingkungan akibat aktivitas proses produksi berupa limbah industri terhadap pencemaran lingkungan di sekitar pabrik, pihak manajemen PG Madukismo secara spesifik merencanakan kebijakan CSR yang berwawasan lingkungan bagi masyarakat di sekitarnya. 10

11 Program CSR yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat pada akhirnya akan berbalik arah yaitu memberikan keuntungan kembali bagi perusahaan tersebut. Secara umum program CSR PG Madukismo meliputi hubungan dengan pekerja, misalnya tidak menggunakan pekerja di bawah umur, memperhatikan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya, mendukung serikat pekerja dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakadilan pada pekerja dapat meningkatkan hubungan hubungan antara pekerja dan perusahaan, meningkatkan kualitas kehidupan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup ( diakses pada tanggal 17 juli 2014). Kegiatan CSR ini meliputi bidang sosial kemasyarakatan dan budaya (melalui kegiatan pendidikan, seni budaya, olah raga, kesejahteraan sosial, keagamaan dan kesehatan), bidang pemberdayaan dan pembinaan ekonomi masyarakat (melalui sosial kemitraan usaha kecil menengah serta pertanian terpadu), bidang pelestarian lingkungan hidup (melalui kegiatan sosial pemberdayaan lingkungan hidup dan konservasi). Prinsip-prinsip CSR diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 pasal 1 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup yang berisi pengertian lingkungan hidup dan ekosistem sebagai berikut: 1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan menusia serta makhluk hidup yang lain. 2. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk kesimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. 11

12 Keterlibatan negara dalam pengaturan CSR terkait dengan hak penguasaan negara seperti yang dikonsepsikan dalam Pasal 33 UUD 45. Peran negara menjadi penting bagi kegiatan ekonomi yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. Konsep hak penguasaan negara dalam Pasal 33 UUD 45 didasarkan pada: a). pertimbangan demokrasi ekonomi, b). untuk menghindari penumpukan ekonomi dan c). untuk menghindari penindasan terhadap rakyat banyak oleh mereka yang secara ekonomi dan politik sangat kuat (Mukti Fajar 2010:105). Menurut Suryadarma Ali dalam Mukti Fajar (2010:162), CSR merupakan panggilan terhadap perusahaan untuk memperhatikan kondisi sosial masyarakat sekitar dalam lingkup lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian diharapkan muncul tanggung jawab untuk memperdayakan masyarakat. Perusahaan yang tidak bisa memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya, maka perusahaan itu akan menciptakan kesenjangan di lingkungannya. Perusahaan tidak memiliki makna yang berarti, jika kemajuan yang diraihnya tidak melibatkan masyarakat di sekitarnya. Partomuan Pohan dalam Mukti Fajar (2010: 163), CSR harus dimaknai sebagai instrumen untuk mengurangi praktek bisnis yang tidak etis. CSR adalah sarana untuk meminimalisir dampak negatif dari proses produksi bisnis terhadap publik, khususnya dengan para stakeholder-nya. Sangat tepat apabila CSR diberlakukan sebagai kewajiban yang bersifat mandatory dan harus dijalankan oleh perusahaan selama masih beroperasi. Pemerintah sebagai agen yang mewakili kepentingan publik memiliki otoritas untuk melakukan regulasi CSR. Melaksanakan CSR secara normatif adalah kewajiban moral bagi jenis perusahaan apapun. Perusahaan sebagai komunitas baru melakukan intervensi terhadap masyarakat lokal, sudah menjadi keharusan untuk melakukan adaptasi dan memberikan kontribusi, dikarenakan keberadaannya telah memberikan dampak baik positif maupun negatif (Rahmatullah, 2011:13). 12

13 D. Landasan Teori Etika secara etimologis berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata Latin mos, yang dalam bentuk jamaknya mores, yang berarti juga adat atau cara hidup. Etika dimengerti sebagai filsafat moral. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret (Keraf, 2010:17). Etika dan moral sama artinya, namun dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem-sistem nilai yang ada. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lainnya, karena tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia harus bertindak. Etika lingkungan adalah cabang dari etika yang berbicara tentang refleksi hubungan manusia dengan alam atau lingkungan hidupnya. Etika lingkungan membahas norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam (Keraf, 2010:40). Etika lingkungan adalah sebuah refleksi kritis tentang cara pandang manusia tentang manusia, alam dan hubungan antar manusia dan alam serta perilaku yang bersumber dari cara pandang ini. Selain itu, etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk ( diakses pada tanggal 23 mei 2014). 13

14 Etika lingkungan meliputi istilah teknis sebagai Shallow Ecology dan Deep Ecology. Shallow Ecology atau Ekologi Dangkal adalah pandangan yang menekankan bahwa lingkungan untuk kepentingan manusia (bersifat Antroprosentris). Shallow Ecology atau Antroposentrisme, biasanya dikenal pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik, yang dianut oleh banyak ahli ekologi maupun ahli lingkungan yang membela pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sedangkan Deep Ecology atau Ekologi Dalam adalah pendekatan Ekosentrisme yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama (Borrong, 2010:150). Kedua pendekatan tersebut mensyaratkan bahwa lingkungan hidup harus dijaga kelestariannya dari bahaya yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah PG Madukismo terhadap lingkungan sekitar pabrik. Lingkungan hidup harus dijaga kelestariannya dari bahaya yang ditimbulkan dari pengolahan limbah pabrik agar keseimbangan ekosistem dapat terjaga dengan baik. Penulis menggunakan pendekatan paradigma etika lingkungan Ekosentrisme untuk menghadapi krisis lingkungan di sekitar pabrik PG Madukismo tersebut. Etika lingkungan Ekosentrisme adalah etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan makhluk saling memangsa di antara semua spesies. Simbiosis menjadi alasan 14

15 mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam seperti binatang maupun tumbuhan. Etika Lingkungan Ekosentrisme merupakan sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Sebuah kearifan bagi manusia untuk hidup dalam keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dengan seluruh isi alam semesta sebagai sebuah rumah tangga (Keraf 2006:79). Paham Ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori Deep Ecology, sebagaimana dipopulerkan oleh Arne Naess, yang menyebut dasar dari filosofinya tentang lingkungan hidup sebagai Ecosophy, yaitu kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Manusia dengan kesadaran penuh, diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak, suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam (Keraf 2010:95). Deep Ecology menuntut suatu etika baru yang berpusat tidak pada manusia, namun berpusat pada makhluk hidup seluruh dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Etika baru ini tidak mengubah sama sekali hubungan antara manusia dengan manusia: 1. Manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral. Deep Ecology justru memusatkan perhatian kepada semua spesies, termasuk spesies bukan manusia. Singkatnya, kepada biosphere seluruhnya. Deep Ecology tidak hanya memusatkan perhatian pada kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang, maka prinsip moral yang dikembangkan Deep Ecology menyangkut kepentingan seluruh komunitas ekologis. 2. Etika lingkungan hidup yang dikembangkan Deep Ecology dirancang sebagai sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-prinsip moral etika lingkungan hidup harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. Etika baru ini menyangkut suatu gerakan yang 15

16 jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekedar sesuatu yang instrumental dan ekspansionis sebagaimana ditemukan pada Antroposentrisme dan Biosentrisme. Etika baru ini menurut suatu pemahaman baru tentang relasi etis dalam alam semesta ini, disertai adanya prinsip-prinsip baru sejalan dengan relasi etis baru tersebut. Kemudian diterjemahkan dalam gerakan atau aksi nyata di lapangan. Deep ecology lebih tepat disebut sebagai sebuah gerakan di antara orang-orang yang mempunyai sikap dan keyakinan yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan hidup dan politik. Suatu gerakan yang menuntun dan didasarkan pada perubahan paradigma secara mendasar dan revolusioner yaitu perubahan cara pandang nilai dan perilaku atau gaya hidup (Keraf, 2010:93-94). Akar gerakan Deep Ecology telah ditemukan pada teori Ekosentrisme dan kritik sosial dari Henry David Thoureau, John Muir, D.H. Lawrence, Robinson Jeffers dan Aldo Huxley. Pengaruh Taoisme, Fransiskus Asisi, Zen Buddhisme dan Barukh Spinoza juga sangat kuat dalam teori gerakan Deep Ecology. Deep Ecology adalah salah satu teori etika lingkungan hidup dari versi teori Ekosentrisme. Istilah Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia pada Naess kemudian dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam gerakan Deep Ecology hingga sekarang. Deep Ecology menjadi sangat terkenal dan digemari belakangan ini, terutama pengaruh tulisan Arne Naess. Menurut pengakuannya, Deep Ecology sebagai gerakan internasional berawal dari Rachel Carson, yang melalui buku Silent Spring (1962), mengajak semua orang melakukan perubahan dasar di semua bidang untuk menyelamatkan lingkungan hidup (Keraf, 2010:94). 16

17 E. Metode Penelitian 1. Bahan dan Materi Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan model penelitian tentang masalah aktual. Peneliti memanfaatkan hasil-hasil penelitian biologi, data-data fisis misalnya tingkat pencemaran udara, hujan asam, kandungan bakterikoli dan lain sebagainya (Kaelan, 2005:292). Bahan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua sumber yaitu: a. Sumber Primer 1). Sejarah pendirian PG. Madukismo (Buku Dinamika 50 Tahun PT. Madu Baru Yogyakarta dan referensi terkait lainnya). 2). Laporan Pengelolaan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) Periode Juli-Desember 2012, disusun oleh Team PLT PT Madubaru, Bantul, ).Wawancara dengan Tim Pelaksana Harian Pengelolaan Limbah dan Lingakungan b. Sumber Sekunder yaitu: Data sekunder penelitian ini dari buku, jurnal, laporan penelitian, pustaka digital (internet) 1). Etika Lingkungan Hidup karya Sonny A. Keraf Tahun 2010, Gramedia Pustaka: Jakarta. 2). Etika Lingkungan Global karya Robin Attfield Tahun 2010, Kreasi Wacana: Yogyakarta. 3). Etika karya K. Bertens Tahun 2007, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 4). Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan karya N. H. T. Siahaan Tahun 2004, Erlangga. 17

18 5). Tata Hukum Lingkungan Tahun 2009 karya Koesnadi Hardjasoemantri, Gadjah Mada University Press. 6). Panduan Praktis Pengelolaan CSR (Corporate Social Responsibility) karya Rahmatullah dan Trianita Kurniati Tahun 2011, Samudera Biru. 7). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia karya Mukti Fajar ND Tahun 2009, Pustaka Pelajar. 8). Etika Bumi Baru, 2000, karya Robert P. Borrong, PT BPK Gunung Mulia. 2. Jalan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. a. Inventarisasi dan kategorisasi yaitu pengumpulan data kepustakaan sebanyak mungkin dan penunjang lainnya yang berhubungan dengan objek material dan objek formal penelitian. Studi pustaka dilakukan dalam upaya memperoleh gambaran lengkap mengenai sejarah berdirinya pabrik gula madukismo, proses produksi, pemantauan limbah, serta perencanaan kebijakan tanggung jawab sosial PG. Madukismo ditinjau dari ekosentrisme. b. Klasifikasi data yaitu pengelompokan data primer dan sekunder. c. Analisis sintesis, yaitu menganalisis data primer dan sekunder, kemudian mengeksekusi dan mengimplementasikan data yang tidak perlu, dan mengisentesiskan sesuai dengan gagasan dalam upaya memperkuat penelitian. d. Evaluasi kritis, yaitu melakukan pengecekan. Pengecekan dilakukan setelah melalui beberapa tahap analisis sintesis, sehingga menghasilkan pemaparan hasil penelitian yang kritis secara berimbang dan objektif. 3. Analisis Hasil 18

19 Menguraikan hasil pemahaman sistematis mengenai etika Ekosentrisme terhadap tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PG Madukismo terhadap pelestarian lingkungan di sekitarnya. a. Verstehen Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan berdasarkan karakteristik masingmasing. Penulis berusaha menjelaskan unsur makna yang diperoleh dalam penelitian yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan PG Madukismo menurut perspektif Ekosentrisme terhadap pelestarian lingkungan hidup di sekitarnya. b. Interpretasi Interpretasi digunakan untuk memperoleh gambaran mendalam berdasarkan data yang diperoleh mengenai pencemaran limbah proses pembuatan gula di PG Madukismo dengan pendekatan etika lingkungan Ekosentrisme. c. Deskriptif Menguraikan hasil pemahaman sistematis mengenai etika Ekosentrisme terhadap tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PG Madukismo terhadap pelestarian lingkungan di sekitarnya. d. Hermeneutika Penulis mencoba untuk menafsirkan secara esensial ha-hal mengenai pandangan etika Ekosentrisme tentang tanggung jawab sosial PG Madukismo terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya. e. Heuristika 19

20 Heuristika itu metode untuk menemukan jalan baru secara ilmiah untuk memecahkan masalah. Filasat etika konsentrisme tidak dapat menemukan penerapan praktis yang baru, namun selalu mencari visi baru atau pemahaman baru tentang pemecahan masalah tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pelestarian lingkungan dalam perspektif etika Ekosentrisme. F. Hasil Yang Dicapai Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Deskripsi mengenai pemikiran Ekosentrisme. 2. Deskripsi mengenai perencanaan kebijakan CSR PG. Madukismo terhadap pelestarian lingkungan sekitar. 3. Analisis secara reflektif mengenai pandangan etika Ekosentrisme dalam perencanaan kebijakan CSR PG Maduksimo terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya. 20

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului

Lebih terperinci

Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan

Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan Onrizal Oktober 2008 Daftar Isi Pendahuluan Teori Etika Teori Etika Lingkungan Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan 1 Pendahuluan Berbagai kasus lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menikmati dan melestarikan hasil pembangunan. disebabkan oleh beberapa kendala yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. menikmati dan melestarikan hasil pembangunan. disebabkan oleh beberapa kendala yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma pembangunan pertanian di era reformasi menempatkan petani sebagai subjek dalam rangka mencapai tujuan nasional. Tujuan pembangunan pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tambang. Eksplorasi berlebihan tersebut memacu terjadinya kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tambang. Eksplorasi berlebihan tersebut memacu terjadinya kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat telah mengakibatkan terjadinya eksplorasi berlebihan terhadap sumber daya alam, terutama

Lebih terperinci

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman.

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. 1. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan deep ecology? 2. Bagaimana menerapkan konsep ini dalam kehidupan sehari-hari? 3. Apa peran pemerintah dalam konsep

Lebih terperinci

Etika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih

Etika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih ix U Tinjauan Mata Kuliah ntuk menjaga agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga, diperlukan etika lingkungan. Etika lingkungan

Lebih terperinci

ETIKA DAN LINGKUNGAN

ETIKA DAN LINGKUNGAN ETIKA DAN LINGKUNGAN Pendahuluan Berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi saat ini lokal, regional, nasional, internasional sebagian besar bersumber dari perilaku manusia Kasus-kasus pencemaran dan

Lebih terperinci

ETIKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Abdul Mukti, NIM , Fakultas Pertanian Unpar. Abstract

ETIKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Abdul Mukti, NIM , Fakultas Pertanian Unpar. Abstract ETIKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Abdul Mukti, NIM 107040100111018, Fakultas Pertanian Unpar Abstract Humans are the main causes of environmental degradation. Therefore required environmental ethics

Lebih terperinci

ETIKA LINGKUNGAN (Kuliah V)

ETIKA LINGKUNGAN (Kuliah V) ETIKA LINGKUNGAN (Kuliah V) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Etika Kebiasaan, cara hidup yang baik Dibakukan menjadi Kaidah, norma, aturan Nilai-nilai & prinsip moral Pedoman hidup: Man-Manusia Man-Masyarakt

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. baik produktivitasnya serta memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kegiatan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. baik produktivitasnya serta memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kegiatan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Konversi tanaman adalah kegiatan menggantikan tanaman yang sudah rendah produktivitasnya dan tidak ekonomis lagi dengan tanaman baru yang lebih baik produktivitasnya serta memiliki

Lebih terperinci

ETIKA LINGKUNGAN. Dosen: Dr. Tien Aminatun

ETIKA LINGKUNGAN. Dosen: Dr. Tien Aminatun ETIKA LINGKUNGAN Dosen: Dr. Tien Aminatun DEFINISI ETIKA: Sebuah refleksi kritis tentang norma dan nilai, atau prinsip moral yg dikenal umum selama ini, dalam kaitan dg lingkungan, cara pandang manusia

Lebih terperinci

PARADIGMA DAN PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN

PARADIGMA DAN PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN PARADIGMA DAN PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN Makalah Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Konservasi Dosen pengampu : Sri Hartati Disusun oleh: 1.Nurul Khairun Nisa (1401415010) 2.Jamilah (1401415028) PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Wilayah negara Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau serta memiliki daerah pantai yang sangat panjang, yaitu sekitar 81.000 km. Pantai menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Kemajuan teknologi mampu mengeksploitasi, mengubah sumber daya alam yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Air digunakan untuk dikonsumsi maupun untuk keperluan lain yang menjadi

Lebih terperinci

Matakuliah : CB142 Tahun : 2008

Matakuliah : CB142 Tahun : 2008 Matakuliah : CB142 Tahun : 2008 Pertemuan 2 MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP Learning outcome Mahasiswa mempu membedakan beberapa teori etika lingkungan dan konsekwensinya terhadap lingkungan hidup Teori Etika

Lebih terperinci

2. Stakeholders dalam Organisasi Bisnis dan Fungsi dari Masing-Masing Stakeholder dalam Organisasi Bisnis

2. Stakeholders dalam Organisasi Bisnis dan Fungsi dari Masing-Masing Stakeholder dalam Organisasi Bisnis RESUME ETIKA ADMINISTRASI UNTUK PERSIAPAN UTS 1. Makna Penting Administrasi sebagai Filosofi in Action Filsafat merupakan sikap terhadap kegiatan tertentu. Semua administrator memiliki filosofi yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran merupakan sesuatu hal yang dapat merusak lingkungan. Jenisjenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran merupakan sesuatu hal yang dapat merusak lingkungan. Jenisjenis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Pencemaran merupakan sesuatu hal yang dapat merusak lingkungan. Jenisjenis pencemaran yang dapat digolongkan dalam degradasi lingkungan yang

Lebih terperinci

Materi Kuliah ETIKA BISNIS. Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) Pertemuan ke-6

Materi Kuliah ETIKA BISNIS. Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) Pertemuan ke-6 Materi Kuliah ETIKA BISNIS Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) Pertemuan ke-6 Latar Belakang Munculnya isu pemanasan global, penipisan ozon, kerusakan hutan, kerusakan lokasi di pertambangan, pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah lingkungan hidup semula merupakan masalah alami, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai bagian dari proses natural. Proses natural ini terjadi tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu kekayaan yang berupa kekayaan alam maupun kekayaan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Masyarakat Jawa sudah sejak lama mengenal adanya ungkapan-ungkapan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Masyarakat Jawa sudah sejak lama mengenal adanya ungkapan-ungkapan 214 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Masyarakat Jawa sudah sejak lama mengenal adanya ungkapan-ungkapan /peribahasa yang bisa dijadikan acuan atau pedoman dalam hidup sehari-hari. Ungkapan-ungkapan dalam bahasa

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat Lingkungan Hidup Lokakarya Peradilan dalam Penanganan Hukum Keanekaragaman Hayati. A.Sonny Keraf Jakarta, 12 Januari 2015

Etika dan Filsafat Lingkungan Hidup Lokakarya Peradilan dalam Penanganan Hukum Keanekaragaman Hayati. A.Sonny Keraf Jakarta, 12 Januari 2015 Etika dan Filsafat Lingkungan Hidup Lokakarya Peradilan dalam Penanganan Hukum Keanekaragaman Hayati A.Sonny Keraf Jakarta, 12 Januari 2015 Krisis dan Bencana LH Global (1) 1. Kerusakan: hutan, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Pencemaran limbah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah terdapat perbedaan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

Pancasila. Pancasila sebagai sistem etika. Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

Pancasila. Pancasila sebagai sistem etika. Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul ke: Pancasila Pancasila sebagai sistem etika Fakultas ILMU KOMUNIKASI Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Program Studi Periklanan dan komunikasi pemasaran www.mercubuana.ac.id Pengertian Etika Pancasila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Jayapura Tahun 2013-2017 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang harus ada dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

KULIAH 3. ETIKA LINGKUNGAN : Antroposentris, Biosentris dan Ekosentris

KULIAH 3. ETIKA LINGKUNGAN : Antroposentris, Biosentris dan Ekosentris KULIAH 3 ETIKA LINGKUNGAN : Antroposentris, Biosentris dan Ekosentris Pada tahun 2000-2006 24 juta ha hutan dan lahan terbakar 81.1% dari 289 ribu hot spots muncul di konsesi 9,23 % dari 289 ribu hot

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Lingkungan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Lingkungan merupakan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini merupakan pembahasan awal dalam penulisan skripsi yang berjudul Implementasi Kebijakan Pembangunan Lingkungan berbasis karakter Peduli Lingkungan di Kelurahan Tlogomas Kota

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP Yang pertama muncul di Indonesia: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 4 TAHUN 1982 (UULH) Tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Sekarang disempurnakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2013). Tujuan

I. PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2013). Tujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak dibahas di kalangan bisnis.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. Keberadaan tanah tidak terlepas dari manusia, demikian juga sebaliknya keberadaan manusia juga tidak terlepas dari tanah.

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja, serta kerusakan hutan dan lingkungan (Sembiring, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kerja, serta kerusakan hutan dan lingkungan (Sembiring, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya perusahaan memberikan keuntungan bagi masyarakat. Dengan adanya perusahaan membuka lapangan pekerjaan dan menyediakan barang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan merupakan komponen utama bagi kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan merupakan komponen utama bagi kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Lingkungan merupakan komponen utama bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Khalayak umum masa kini mulai sering membicarakan tentang akibat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

Modul pertama Ekologi Manusia dan Alam Semesta, Modul ke-dua Bumi dan Kehidupan

Modul pertama Ekologi Manusia dan Alam Semesta, Modul ke-dua Bumi dan Kehidupan i M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah Ekologi Manusia membahas seluk-beluk ruang dalam kehidupan, termasuk benda, energi, tatanan dan makhluk hidup khususnya hal-ikhwal keberadaan manusia di dalamnya. Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I Tinjauan Umum Etika

BAB I Tinjauan Umum Etika BAB I Tinjauan Umum Etika Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pembahasan mengenai: Pengertian etika Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai harganya, sehingga harus senantiasa dijaga, dikelola, dan dikembangkan dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebarkan penyakit menular. Manakala perusahaan berdiri di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. menyebarkan penyakit menular. Manakala perusahaan berdiri di lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pendirian dan operasionalnya, perusahaan membutuhkan lingkungan sekitarnya. Mulai dari lokasi perusahaan hingga pengolahaan limbah yang diterapkan perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius, ibarat bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin besar. Persoalannya bukan hanya

Lebih terperinci

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis Pembahasan mengenai: Pengertian etika Hubungan etika dengan moral Hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Etika & Tanggung Jawab Sosial

Etika & Tanggung Jawab Sosial Manajemen Bisnis Internasional Etika & Tanggung Jawab Sosial Adhiatma Nanda Wardhana Irfan Dwi Nurfianto Etika itu apa ya? Studi atas proses pembelajaran yang melibatkan pemahaman moralitas, sementara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR GAMBAR... INTISARI...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR GAMBAR... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv v vi viii xii xiii

Lebih terperinci

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA Henry Anggoro Djohan Pengertian Etika Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk tentang hak dan kewajiban moral Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak Nilai mengenai

Lebih terperinci

Penataan ruang kawasan perkotaan pantai dalam pembangunan berkelanjutan (kasus: pulomerak-bojonegara)

Penataan ruang kawasan perkotaan pantai dalam pembangunan berkelanjutan (kasus: pulomerak-bojonegara) Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Penataan ruang kawasan perkotaan pantai dalam pembangunan berkelanjutan (kasus: pulomerak-bojonegara) Deskripsi Lengkap: http://lib.ui.ac.id/abstrakpdfdetail.jsp?id=20424965&lokasi=lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya (Novianty, 2011). Padahal di sisi lain perusahaan juga membawa

BAB I PENDAHULUAN. budaya (Novianty, 2011). Padahal di sisi lain perusahaan juga membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang menganggap bahwa perusahaan dapat meningkatkan kesejahterahaan masyarakat. Mulai dari menyediakan lapangan kerja, memproduksi barang yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 63 BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 7.1 Dampak Ekologi Konversi lahan pertanian ke pemukiman sangat berdampak negatif terhadap ekologi. Secara ekologis, perubahan telah terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, perusahaan perusahaan multinasional saat ini semakin banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan kinerjanya demi persaingan global.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

Pengertian Etika. Nur Hidayat  TIP FTP UB 2/18/2012 Nur Hidayat http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id TIP FTP UB Pengertian Etika Berasal dari Yunani -> ethos artinya karakter, watak kesusilaan atau adat. Fungsi etika: Sebagai subjek : Untuk menilai apakah

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 14Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Katolik MENJAGA KEUTUHAN CIPTAAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM REFLEKSI IMAN KRISTIANI Untuk apa kita diciptakan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kerusakan dan bencana yang ditimbulkan oleh perilaku manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kerusakan dan bencana yang ditimbulkan oleh perilaku manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat hidup atau tempat tinggal kita, setiap makhluk hidup akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya dan

Lebih terperinci

KEAMANAN LINGKUNGAN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT

KEAMANAN LINGKUNGAN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT KEAMANAN LINGKUNGAN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT Oleh: Mohamad Ikbal Bahua Makalah disampaikan pada Workshop/Seminar sehari Gorontalo REDD + with Safeguard Program in Boalemo. Gorontalo, 29 November 2011

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan suatu pembangunan berkelanjutan hanya akan dapat dicapai melalui sinerginya tiga faktor utama; profit, people dan planet. Dengan kata lain, keuntungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility sejak beberapa tahun belakangan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan sebagai bentuk kebersamaan antara dunia pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan sebagai bentuk kebersamaan antara dunia pendidikan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lingkungan adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar makhluk hidup dan berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup (Sirait, 2011: 3). Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wini Oktaviani, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wini Oktaviani, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada akhir akhir ini, masalah lingkungan terus menjadi pembicaraan dibanyak negara. Pencemaran dan kerusakan lingkungan dimuka bumi sampai isu global warming

Lebih terperinci

PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA. Modul ke: 09TEKNIK. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur

PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA. Modul ke: 09TEKNIK. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur Modul ke: PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA Fakultas 09TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur Pokok Bahasan Pendahuluan A. Pengertian Etika B. Aliran-aliran Etika 1) Etika Deontologi 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya dan konservasi.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya dan konservasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan lingkungan hidup merupakan upaya untuk merubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ilmu Alam atau sains (termasuk biologi di dalamnya) adalah upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ilmu Alam atau sains (termasuk biologi di dalamnya) adalah upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Alam atau sains (termasuk biologi di dalamnya) adalah upaya sistematis untuk menciptakan, membangun, dan mengorganisasikan pengetahuan tentang gejala alam

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Etika Michael Hariadi / Teknik Elektro

Dasar-Dasar Etika Michael Hariadi / Teknik Elektro Dasar-Dasar Michael Hariadi / 1406564332 Teknik Elektro Sama halnya antara karakter dan kepribadian, demikian juga antara etika dan moralitas yang penggunaan sering menjadi rancu. berasal dari bahasa Yunani,

Lebih terperinci

PENANAMAN ETIKA LINGKUNGAN MELALUI SEKOLAH PERDULI DAN BERBUDAYA LINGKUNGAN

PENANAMAN ETIKA LINGKUNGAN MELALUI SEKOLAH PERDULI DAN BERBUDAYA LINGKUNGAN PENANAMAN ETIKA LINGKUNGAN MELALUI SEKOLAH PERDULI DAN BERBUDAYA LINGKUNGAN Rachmat Mulyana Abstrak Pendidikan merupakan salah satu upaya potensial dalam mengatasi krisis lingkungan yang terjadi saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan bisnis tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan seringkali

Lebih terperinci

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP Yang pertama muncul di Indonesia: UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 1982 (UULH) Tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup kemudian disempurnakan dan diganti dengan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah A. Sonny Keraf mengemukakan bahwa ada dua kategori dari bencana yaitu bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Sebagian dikategorikan sebagai bencana alam

Lebih terperinci

Pengantar. responsibility (CSR).

Pengantar. responsibility (CSR). Pengantar Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian sebuah perusahaan juga ikut repot-repot melibatkan diri dalam suatu gerakan mencerdaskan bangsa melalui pemberian

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

PB 1 PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 1 PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP PB 1 PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP 1 Pengetahuan Lingkungan Kajian interdisipliner tentang pengelolaan ekosistem, mengukur dan mengevaluasi dampak kegiatan manusia dalam ekosistem, demi kepentingan dan survival

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi Pertemuan 1 Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi 1.1. Norma Norma (dalam sosiologi) adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi seefisien mungkin sehingga terkadang mengabaikan aspek-aspek

BAB I PENDAHULUAN. teknologi seefisien mungkin sehingga terkadang mengabaikan aspek-aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu lingkungan bukan lagi merupakan suatu isu yang baru. Persoalan lingkungan semakin menarik untuk dikaji seiring dengan perkembangan teknologi dan ekonomi global

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungkapan informasi oleh perusahaan merupakan hal yang penting khususnya bagi para investor. Pengungkapan informasi tersebut disajikan perusahaan dalam bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2 PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Materi ke 2 Program pascasarjana ITATS PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggurunan, serta kematian bentuk-bentuk kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. penggurunan, serta kematian bentuk-bentuk kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan dan lingkungannya adalah dua hal yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Keduanya memiliki hubungan yang saling mempengaruhi, terkhusus bagi

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci