6. PEMBAHASAN. Model AGROSllA dirancang untuk membantu pengguna dalam proses

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6. PEMBAHASAN. Model AGROSllA dirancang untuk membantu pengguna dalam proses"

Transkripsi

1 6. PEMBAHASAN 6.1 Verifikasi Model AGROSllA Model AGROSllA dirancang untuk membantu pengguna dalam proses pengambilan keputusan perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut kualitas ekspor dengan pendekatan wilayah. Ada empat pengguna yang berkepentingan dalarn model ini, yaitu 1) investor sebagai penyandang dana dalam pengembangan agroindustri hasil laut, 2) UP-3 primer sebagai pemasok bahan baku ke industri pengolah hasil laut dan juga sebagai pengolah. 3) pengusaha agroin-dustri hasil laut sebagai penghasil produk agroindustri hasil laut, dan 4) pemerintah daerah dan pusat sebagai lembaga pembina dalam pengembangan usaha agroindustri hasil laut. Dari hasil analisis sistem permasalahan-permasstehan yang timbul diupayakan penyelesaian melalui harmonisasi kepentingan dan konflik, dan sinergi kebutuhan sehingga keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing aktor dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Pada penelitian ini, sub model yang terdapat pada AGROSllA telah dilakukan verifikasi dengan mengambil data pada berbagai pentsahaan agroindustri hasil laut yang terdapat di Tuban, Lamongan, Sibondo, Banyuwangi, dan Surabaya Propinsi Jawa Timur pada bulan September sampai dengan Oktober Di samping itu berbagai informasi aktual dari instansi terkait juga dikumpulkan. -,

2 1) Seleksi Kornoditas Unggulan Daerah... Penetapan komoditas unggulan daemh dilakukan dengan teknik Comparative Performance Index (CPI) dengan mempertimbangan faktor kewilayahan dan biaya produksi. Faktor kewilayahan dan biaya produksi yang dijadikan sebagai kriteria seleksi adalah peluang ekspor (el), peluang pasar domestik ((82), kemudahan transportasi (h), biaya produksi (84). biaya bahan penunjang (Bs), dan indeks niaga (96) dengan bobot masing-masing kriteria 0.25, 0.2, 0.15,0.1, 0.1 dan 0.2. Jenis komoditas agroindustri hasil laut yang diseleksi terdiri dari ikan asin (ar), ikan asap (ad, ikan teri nasi (a), ikan pindang'(a4). ikan peda (as), dan ikan segar (aa). Peringkat hasil seleksi komoditas terpilih disajikan pada Tabel 9, dan perhitungan lebih Iengkap disajikan pada Lampiran I. Tabel 9. Matriks keputusan peringkat komoditas unggulan daerah. Jenis Kornodias Total Bobot Kriteria Perlngkat lkan Asin lkan Asap lkan Teri Nasi lkan Pindang lkan Peda lkan Segar Tabel 9 menyimpulkan, bahwa ikan teri nasi menempati peringkat satu dan komoditas ini dapat dijadikan sebagai komoditas unggulan daerah. lkan teri ini selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar untuk verifikasi sub model yang terdapat

3 pada model AGROSILA, kecuali sub model HARGA verifikasi dilakukan terhadap.. kornodis ikan asin (peringkat dua). 2) Asumsi-asumsi Dari hasil seleksi kornoditas unggulan daerah temyata ikan ten nasi menempati peringkat pertama, oleh karena itu kornoditas Ini akan digunakan dalam verifikasi sub model yang terdapat pada model AGROSILA. Mengingat berbagai keterbatasan dalam penelitian ini perlu ditetapkan asumsi agar perhitungan dapat dilakukan, asumsi dirnaksud secara rinci disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Asumsi yang digunakan dalam verifikasi model AGROSILA. Asurnsi Satuan Nilai ' UP-3 primer *) Harga ikan teri segar Kebutuhan bahan baku (teri segar) Hari kerja orang par bulan Bulan kerja per tahun Rendemen produk Usaha Pengolahan Hasil Laut (UPHL) *) Harga ikan teri segar Kebutuhan bahan baku (teri segar) Hari kerja orang per bulan Bulan kerja per tahun Rendemen produk UP-3 primer dan UPHL Harga ikan teri kering Safu US dolar Debt Equiy Ratio (DER) Bagi Hasil Keuntungan : Perusahaan Modal Ventura (PMV) Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) Jangka Waktu pinjaman Tingkat Bunga RpIkg kglhari hari bulan persen RNkg ksmari had butan persen US 16 RpNS $ persen persen tahun persen Q : Keterangan : ') lokasi di Tuban, dan.*) lolrasi di Situbondo. Prop. Jawa Timur. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan kegiatan antara UP-3 primer dengan. kegiatan usaha pengolahan hasil laut. Perbedaan asumsi hanya disebabkan

4 101 karena perbedaan kualitas dan harga input produksi, dan aktivitas ke ja perusahaan untuk menghasilkan produk. 2) Sub Model DAKUSI Verifikasi sub model DAKUSI dilakukan untuk menetapkan sumber bahan baku dengan alokasinya berdasarkan biaya transportasl terendah dan perencanaan produksi berdasarkan permintaan total. Dalam perhitungan pengad88n bshan baku, untuk ikan teri nasi ada 10 sumber bahan baku yang terdapat di Kabupaten Situbondo dan Banyuwangi, dan ada tiga usaha pengolahan yang akan memanfaatkan bahan baku tersebut. Kapasitas masing-masing adalah usaha pengolahan A = kgltahun; B = kgftahun, dan C = kgttahun. Data tentang lokasi, bahan baku, kapasitas, biaya transportasi secara rind disajikan pada Lampiran 2. Gambar 16 memperlihatican bahwa dari ke-10 sumber bahan baku usaha pengolahan A kebutuhan bahan baku terpenuhi hanya 82,61 persen, sedangkan untuk usaha pengolahan B dan C terpenuhi 100 persen, masing-masing dari 9 lokasi dan 4 lokasi sumber bahan baku. Bagi usaha pengolahan yang kebutuhan bahan bakunya belum terpenuhi, diupayakan pemenuhan bahan baku dari sumber altematif atau pengadaan bahan baku yang berasal dari luar daerah. Biasanya pengabaan bahan baku dari luar daerah akan menambah biaya transportasi dan biaya pemesanan (fee agent) sekaligus akan meningkatkan biaya produksi. Oleh karena itu pengadaan bahan baku dan perencanaan inventori perlu diperhitungkan dengan matang agar kontinuitas produksi tejamin.

5 .. Garnbar 16. Pengadaan bahan baku pada sub model DAKUSI. Untuk perencanean produksl dilakukan pada agroindustri hasil laut usaha kecil dan menengah dengan kebutuhan bahan baku ikan teri nasi rata-rata kg/hari, inventori awal = 70 ton&ulan, dan asurnsi-asurnsi lain seperti disajikan pada Tabel 10. Perrnintaan total merupakan input yang ditetapkan (asumsi) berdasarkan data ekspor ikan teri nasi tahun 1998 yang diarnbil dari perusahaan agroindustri hasil laut di Situbondo Propinsi Jawa Tirnur, dan strategi produksi dapat dipilih berdasarkan tiga metode yaitu level method, chase strategy, dan nmpmmise. Perencanaan produksi berdasarkan strategi levet method merupakan perencanaan produksi yang rnempertahankan distribusi produksi merata setiap periode. Hasil verifikasi perencanaan produksi berdasarkan strategi levet method disajikan pada Gambar 17. Gambar 17 menyimpulkan, bahwa dalam perencanaan

6

7 Keterangan : PPI = produksi, permintaan, dan lnventod (k@mn). Gambar 18. Perencanaan produksi strategi Chase Stmfegy. Untuk perencanaan produksi strategi compromise rencana produksi dapat diatur berdasarkan kesepakatan atau berdasarkan kernampuan antara produsen (pengolah) dengan konsumen (buyerlpedagang). Berdasarkan pada asumsi-asumsi yang telah ditetapkan, maka kompromi kedua belah pihak dapat menetapkan jumlah dan waktu produksi yang disepakati, dalam ha1 ini rencana produksi ditetapkan kghulan dan waktu produksi delapan bulan. Produksi dirnutai pada saat inventori yang tersedia tidak mampu lagi rnemenuhi perrnintaan total pada bulan pertarna. Untuk mengetahui data jumlah permintaan, rencana produksi, dan inventori ikan teri nasi dengan strategi compromise secara lengkap disajikan pada Lampiran 3, dan secara grafis disajikan pada Garnbar.19...,

8 Keterangan : PPI = produksi. permintaan, dan inventod (kglbln). Gambar 19. Perencanaan produksi strategi Compromise. Berdasarkan hasil-hasil perencanaan produksi pihak manajemen agro- industri hasil laut dapat menetapkan strategi yang sesuai dengan kondisi den ke- mampuannya sehingga keuntungan dan kelangsungan usaha dapat dipertahankan. 3) Sub Model TEKNO Verifikasi sub model TEKNO dilakukan terhadap penerapan teknologi tepat sasaran (TTS) pada kombinasi proses perebusan dan pengeringan komoditas ikan teri nasi kering di Kabupaten Tuban dan Situbondo dengan pertimbangan, bahwa proses perebusan dan pengeringan merupakan kegiatan utama dan telah lama dilakukan dalam pengolahan hasil laut, mudah dalam pelaksanaan, den adanya variabilitas proses baik dari pemakaian alat maupun dari prosesnya sendiri.

9 Kombinasi proses perebusan dan pengeringan menghasilkan 1) perebusan dengan menggunakan kornpor minyak tanah bertekanan dengan alat pompa dan pengeringan langsung di bawah sinar matahari (KMTSM), 2)' perebusan dengan menggunakan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat pompa dan pengeringan efek ~ mah kaca/erk (KMTPE), 3) perebusan dengan menggunakan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat dan pengeringan mekanis (KMTPM), 4) perebusan dengan menggunakan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat roket (listrik) dan pengeringan langsung' di bawah sinar matahari {KRMTSM). 5) perebusan dengan menggunakan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat rokef (listrik) dan pengeringan ERK (KRMTPE). dan 6) perebusan dengan menggunakan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat roket (listrik) dan pengeringan mekanis (KRMTPM). Tabel 10 adalah hasil verifikasi yang menunjukkan bahwa kombinasi perebusan dengan menggunakan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat roket (listrik) dan pengeringan langsung di bawah sinar mawhari (KRMTSM) menempati peringkat tertinggi, kemudian diikuti oleh KMTSM, dan KMTPE. Perhitungan lebih lengkap disajikan pada Lampiran 4.. Penggunaan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat roket merupakan penyempumaan dari pemakaian kompor minyak tanah bertekanan dengan alat pompa yang sudah lama dipakai sampai sekarang. Pada sistem lama untuk menghasilkan tekanan digunakan pompa, dengan sistem pompa tekanan makin lama makin berkurang dan untuk rnenaikkan tekanan kembali hams dipompa lagi.

10 Tabel 10. Peringkat kombinasi teknologi perebusan dan pengeringan FAKTOR KMTSM KMTPE KMTPM KRMTSM KRMTPE KRMTPM Nilai Kriteria Pering kat Pada sistem roket tekanan telah diatur secara otomatis melalui tenaga listrik sehingga menghasilkan tekanan atau semburan api yang merata selama proses perebusan. Stabilitas tekanan atau semburan api pada proses perebusan dapat mempengaruhi proses dan waktu perebusan yang pada akhimya berpengaruh pula pada mutu produk yang dihasilkan. 4) Sub Model MUTU Verifikasi sub model MUTU dilakukan melalui komparasi hasil analisis dengan standar rnutu yang ditetapkan, atau komparasi berdasarkan berbagai kriteria mutu yang diinginkan. Hasil verifikasi disajikan pada Gambar 20, yang menyimpulkan bahwa hasil analisis merupakan hasil pengamatan yang dilakukan berdasarkan uji laboratorium. Untuk menetapkan mutu produk, hasil uji laboratorium dibandingkan dengan nilai standar yang ditetapkan, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI), atau standar mutu yang diminta konsumen (buprj.

11 Hasil analisis produk yang sesuai dengan SNI akan memperoleh lembaran hasil uji (LHU) yang dapat digunakan sebagai persyaratan ekspor, pencairan leffer of cmdit (LC), dan pemuatan produk ke kapal untuk ekspor. Bagi produk yang hasil analisis laboratoriumnya tidak sesuai dengan standar, diberikan saran sesuai dengan kriteria rnutu yang tidak terpenuhi untuk diperbaiki. Gambar 20. Perbandingan nilai pengamatan (uji laboratorium) dengan nilai standar (SNI) jenis produk ikan teri nasi. 5) Sub Model PKRESIKU Verifikasi sub model PKRESIKU dilakukan dengan mengkaji mekanisme pembiayaan, kelayakan, dan resiko usaha dalam kegiatan agroindustri hasil laut. Mekanisme pernbiayaan didasarkan pada perbandingan antara modal sendiri

12 dengan hutang (Debt Equity RatiolDER) kernudian rnemilih lembaga pembiayaan usaha dengan kriteria tingkat bunga atau bagi hasil yang menguntungkan dan masa pengembalian pinjaman paling lama. Salah satu lembaga pembiayaan usaha yang berpotensi membantu pengembangan agroindustri hesil laut adalah Perusahaan Modal Ventura (PMV). karena di samping mernberikan bantuen modal tanpa jaminan juga rnernberikan bantuan manajernen dalam pengelolaan perusahaan untuk memperkecil resiko kegagaian usaha. Untuk verifikasi kelayakan usaha agroindustri hasil laut dilakukan analisis finansial dengan kriteria Internal Rate of Return (IRR). net 8/C ratio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PBP). Analisis finansial lni digunekan untuk mengetahui apakah usaha agroindustri hasil laut yang ditakukan layak atau tidak. Analisis resiko ditujukan untuk mengetahui apakah investasi yang ditanamkan mempunyai resiko atau tidak dengan kriteria adalah nilai koeffsien veriasl (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Nilai CV s 0.5 dan nilai L 2 '0 menyatakan bahwa investasi yang ditanamkan pada suatu perusahaan menguntungkan, dan jika sebaliknya dinyatakan rugi. Hasil verifikasi sub model PKRESIKU pada UP-3 primer dl Tuban komoditcts ikan teri kering disajikan pada Gambar 21 dan 22, dan analisis data disajikan pada Lampiran 5, dengan asumsi sebagai berikut : 3) kemitraan PMV dengan perusahaan pasangan usaha (PPU) didasarkan pada pola bagi hasil; 2) rnekslmal pinjaman 49 persen dari total investasi selama 5 tahun, yaitu sebesar Rp ; 3) cicilan dan bagi hasil untuk PMV dibayar pada periode angsuran yang bersangkutan; dan asumsi lain secara lengkap disajikan pada Tabel 10.

13 , Bi J X) skenaria lpanurunan produlai Openurunan nilai tukar D kenaikan hargs BB Kutenngan : Skenario 1 : kondlsi aktual Skenario 2 : poduksi 8 nihi tukar Rpll US S turun don hrg. bhn.taku NU( M.ln(l-mft(ng Skenario 3 : moduksi 8 nilai tukar Rdl US $ tufun dan hama bhn.b.ku naik mglmmwlna Skenario 4 : boduksi6 nllai tukar R.&I US S b ~vl dm hu& bhn.taku lwk ma&&mdg 8 9L. Skenmrio 6 : produkrl a nilai tukar Rpn US S tufun dm hrga bhn.taku rulk N.ln0-mselng 8 %. Skenario 6 : produlqi& nilai t ub Rpll US S hvun dsn hrga Mn.b.ku nak -ng Skenario 7. produknl a nllal tukar Rpll US $ turun dm hupa bhn.taku ru# dng-mssing Skenwio 8 : pmduk.16 nllai t ub Rpll US S huw dan hug. bhn.taku nak'n.lng-m+.lng Skenarlo 9 : hmrg. bhn.baku nalk ~ksrurio 10 : hirga bhn.baku naik Gambar 21. Nilai IRR dengan berbagai skenario perubahan jumlah produksi, nilai tukar rupiah dan harga bahan baku (ikan teri nasi). Dengan jumlah produksi kgltahun, harga ikan teri dan nilai tukar rupiah terhadap doiar US dan asumsi-asumsi lain seperti disajikan Tabel 10, maka berdasarkan analisis finansial kegiatan UP-3 primer layak diusahakan karena menghasilkan nilai net B/C 2.97 > 3, IRR persen lebih besar dari tingkat bunga yang ditetapkan 24 persen, payback periode 0.74 tahun lebih cepat dari jangka pengembalian pinjaman selama lima tahun, dan BEP kg.

14 Gambar 21 menyimpulkan bahwa dengan berbagai skenario penurunan jumlah produksi yaitu dari sampai kghhun (penurunan 12 9'0) dan penurunan nilai tukar pia ah terhadap dolar US dari Rp sampai Rp (penurunan 12 %) memmberikan nilai IRR persen. Kenaikan harga bahan baku (ikan ten nasi) dari Rp menjadi Rp /kg (kenaikan 16 %) memberikan nilai IRR persen. Perubahan jumlah produksi, nilai tukar, dan harga bahan baku ini masih rnemberikan kelayakan bagi kelangsungan usaha UP-3 primer komoditas ikan ten nasi, karena nilai IRR di atas tingkat bunga yang ditetapkan 24 persen dan nilai net BIC > 1. Penurunan jumlah produksi dan nilai tukar 14 persen, dan kenaikan harga bahan baku 16 persen menyebabkan usaha UP-3 primer tidak layak untuk diusahakan. Pada Gambar 22 rnenginformasikan nilai net W, dengan penurunan jumlah produksi dan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar US sampai 12 persen memben'kan nilai net BIG 1.19, sedangkan untuk kenaikan harga bahan baku (ikan teri nasi) sampail6 persen rnemberikan nilai net BIC Nilai net BIC > 1 menyatakan, bahwa dengan berbagai perubahan skenario yang dilakukan usaha UP-3 primer masih layak diusahakan. Jika seluruh komponen biaya dan penerimaan relatif stabil (sesuai asumsi) kemudian dikaitkan dengan berbagai skenario yang layak seperu dijelaskan di atas, maka UP-3 primer mampu rnenutup biaya investasi dakam jangka waktu 1,84 tahun lebih cepat dari masa pengembalian pinjaman selama lima tahun. Jika ditinjau dari nilal BEP tertinggi kgltahun (skenario peningkatan harga bahan baku 16.. %) rnenunjukkan bahwa usaha UP-3 primer komoditas ikan ten nasi berada pada titik irnpas produksi kgltahun.

15 Skoncuio 3. pmdukw 6 nilal tukar Rpll US S tunn don ha& bhn.b.)ar rum mrin&nu.l~ 4 %. Skonarlo4:praduloiELnilaitukarRW USStunmdmnhug.bhn.bmkurmlk~6%. Sksnario 5 : wodulol8 nilal tulcsr RWI US S b n dmn tuma Mn.b8ku ~ i&mi k 8 %. 81wari06:~uk.l8~t~(~~~~l ~~~turundmh&bhn.b.kuna~c&~10%. Skenarto 7 : produksl& nllai tukor Rpll US 5 twn an bhn.baku rvlk mnm~-ma(~ I2 96. Skenario 8 : produksi 8 nllai tukar ~&l US S bun d m ha& bh.b.ku rmk mad- 14 %. Skenario 9 : harp bhn.baku naik 16 %. Skenario 10 : harga bhn.baku nalk 18 %. Gambar 22. Nilai net 6/12 dengan berbagai skenarjo pembahan jumlah produksi, nilai tukar rupiah, dan harga bahan baku (ikan teri nasi). Analisis skenado finansial menjadi sangat penting diketahui untuk menghindarkan usaha dari kerugian, oleh karena itu untuk mengetahui kelayakan usaha agroindustri hasil laut (selain UP-3 primer) sub model PKRESIKU dapat digunakan dengan melakukan berbagai perubahan skenario atau melalui uji-coba input data sesuai dengan kebutuhan.

16 Untuk rnengetahui resiko terhadap investasi yang ditanarnkan. Gambar 23 dan Gambar 24 menjelaskan rata-rata keuntungan dan resiko dari sejurnlah in- vestasi yang ditanamkan pada UP-3 primer sesuai dengan skenario yang dilakukan. Dalam kondisi aktual sesuai dengan asumsi yang disajikan pada Tabel 10, kegiatan UP-3 primer mernberikan keuntungan rata-rata (E) Rp /tahun, dengan nilai koefisien variasi (CV) 0.54 dan batas bawah keuntungan (L) minus Rp Data lebih lengkap disajikan pada lampiran 6. Gambar 23 rnenginformasikan rata-rata keuntungan dan batas bawah keuntungan UP-3 primer dengan berbagai skenario perubahan harga bahan baku, jumlah produksi, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar US Ebb -Ep -Ent *Ltb -Lp +Lnt - KeierarQan E bb = ratad keuntungan dengan knalkan h m tah.n baku I5 jp = ntp-rata keuntungan dmoan penurumn Jumhh pmdulal E nt = ntr-nta Iceuntuwn dewn panurunan niw tukr rupiah L bb = Rhmb. bahs bawah keuniungan dsng.n kenallon haw bahin brku L jp = nh-mta batas bawah keuntuwn dmgan panurunan Jumlrh pmdubi L nt = rah-iata batas tawah kwuntungan dongan p.nurunur nlw tub mpi.k Garnbar 23. Ram-rata keuntungan (E) dan batas baawh lceiintiingan (L) dengan berbagal skenario perubahan harga bahan baku, Jumlah produksl, dan nllai tukar rupiah terhadap dolar US.

17 Dengan kriteria nilai CV I 0.5 maka usaha akan terhindar dari kerugian, tetapi kenyataannya nilai CV lebih besar dari 0,5. Kondisi ini akan mernberi peluang kerugian sebesar nilai batas bawah keuntungan (L), yaitu antara Rp sampai Rp artinya dalam setiap proses produksi pengusaha UP-3 primer hams berani menanggung resiko kerugian 'sebesar nilai batas bawah keuntungan (L) yang diperoleh. Keterangan : CV jp = kcenaien varlasi dengan penurunan jumlah produkai CV nt = koafl&n variasl dengan pamrrunan nral tukar rupiah CV bb = koaflsien variasl dengan kenaikan haw bahan bsku Gambar 24. Nilai koefisien variasi (CV) UP-3 primer dengan berbagai skenario perubahan harga bahan baku, jumtah produksi, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar US. Gambar 24 menunjukkan, bahwa dengan berbagai skenario penurunan jumlah produksi dan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar US sampai 12 persen dan kenaikan harga bahan baku sampai 16 persen memberikan nilai CV

18 0.79. Nilai CV akan semakin meningkat sejalan dengan penurunan jumlah produksi dan nilai tukar rupiah, serta peningkatan harga bahan baku; dan jika nilai CV semakin besar, maka resiko yang akan ditanggung oieh UP-3. primer. akan semakin besar pula. Walaupun dari segi kelayakan investasi, kegiatan UP-3 primer memberikan keuntungan, tetapi mengingat adanya resiko yang hams ditanggung, maka perusa- haan haws berusaha untuk mengantisipasinya dengan meningkatkan efisiensi disegala iini kegiatan. 6) Sub Model NELAYAN Verifikasi sub model NELAYAN dilakukan untuk mengetahui kefayakan usaha nelayan yang rnenangkap ikan teri dengan alat tangkap payang. Untuk menyelesaikan perhitungan ditetapkan asumsi-asumsi, yaitu satu unit alat tangkap payang di Tuban terdiri dari 2 sampai 3 orang nelayan, biaya investasi Rp OM)/unit alat tangkap, biaya eksploitasi Rp /trip, dengan hasil tangkap rata-rata 10 kgkrip, dan harga jual Rp /kg. Dengan menetapkan satu tahun sama dengan delapan bulan ke ja dan satu bulan 30 hari orang kerja (HOK), maka diperoleh hasil bersih Rp /tahun; BEP Rp atau kgltahun; BCR 1.52, dan paybackpericd 0.81 tahun. Jika rata-rata hasil tangkap 20 kgltrip dan harga-harga yang lain tetap, maka pendapatan benih adalah Rp /tahun; BEP Rp atau kgttahun; BCR 2.03; dan payback period 0.48 tahun. Data usaha nelayan penangkap dengan alat tangkap payang secara rind disajikan pada Larnpiran 7.

19 Hasil analisis menyimpulkan, secara finansial usaha penangkapan ikan teri dengan alat tangkap payang layak diusahakan, tinggal lagi bagaimana upaya agar kontinuitas kegiatan penangkapan dapat dilakukan sepanjang tahun, mengingat dalam satu tahun hanya delapan bulan kerja. Pada keadaan tertentu aktivitas nelayan dipengaruhi oleh musim dan keberadaan ikan pada suatu daerah penangkapan yang berubah seuap tahun, akibatnya pendapatan bervariasi sepanjang tahun. Untuk mengatasi perubahan musim perlu peningkalan pengetahuan dan keterampilan sehingga kontinuitas penangkapan dapat dilakukan. Keterkaitan antara usaha penangkapan dengan usaha pengolahan hasil laut baik dalam pengadaan bahan baku, atau ke ja sama pengolahan produk sampai pada tahap proses tertentu dapat dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan. 7) Sub Model PRITAS Verifikasi sub model PRITAS dilakukan untuk mengetahui kinerja usaha pengolahan hasif laut komoditas ikan teri di Besuki-Situbondo dan produktivitas masing-masing input faktor melalui indeks produktivitas, indeks profitabilitas, dan indeks perbaikan harga yang dihasilkan. Dalam perhitungan ditetapkan asumsiasumsi agroindustri hasil laut sesuai dengan yang tertera pada Tabel 10. Dengan input faktor seperti tenaga keja, material, energi, input total dan lain-lain usaha pengolahan hasil laut ini menghasilkan produk kg/tahun, kemudian harga jual produk 8.8 US $/kg, nilai tukar rupiah Rp 8.950/US $ dan harga-harga ini dijadikan sebagai patokan pada periode dasar(periode 1); dan untuk penode 2 produksi diasumsikan naik menjadi kg dan nilai tukar naik menjadi Rp 9.000NS $. Hasil verifikasi secara rinci disajikan pada Tabef 11 dan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 8.

20 Tabe! 12. lndeks Profiibilitas (IFF). Produktjvitas (I?), dm Perbaikan Harga dari berbagai lnput Faktor pada Usaha Pengolahan Hasil Laut. No. input FaMor IPF (%) 1P (96) IPH Tenaga Kerja Material Energi Adrninistrasi B Pernasaran Modal Input Total , , asreng~ : + = peninglcalan; - = penwum. 4 Tabel 12 memperlihatkan perfonnansi usaha pengolahan hasil faut, dimana produktivitas modal naik 40,68 persen, tenaga keja naik 3,77 persen, dan produktivitas adrninistrasi dan pemasaran naik 0.90 persen. Kenaikan pmduktivitas.. ketiga input faktor ini mengakibatkan produktivitas total naik 1,s persen. Satu- satunya produktivitas yang turun adalah pmduktivitag energi sebesar 9,83 persen dan produktivitas material konstan. Untuk periode selanjutnya manajemen usaha pengolahan hasil laut harus memfokuskan perhatian pada penggunaan input energi dan material agar produktivitasnya dapat meningkat. Dari Tabel 12 dapat ditarik kesirnpulan, bahwa peningkatan produktivitas modal sebesar persen disebabkan oleh kenaikan penggunaan modal sebagaimana yang ditunjukkan oleh besaran indeks perbaikan harga (IPH) 0,84 dan memberikan peningkatan profitabilitas perusahaan sebesar 18,35 persen. Demikian pula peningkatan produktivitas tenaga kerja 3,77 persen disebabkan oleh kenaikan tingkat upah sebagaimana ditunjukkan oleh besaran IPH 0,94, dan kenaikan produktivitas adrninistrasi dan pemasaran sehsar 0.90 persen disebabkan oleh kenaikan biaya administrasi dan pemasaran dengan IPH 0,95. Pada akhirnya

21 kenaikan penggunaan ketiga input faktor produksi ini menyebabkan kenaikan produktivitas input total sebesar 1,90 persen dengan IPH 0,95. Kenaikan produksi (output) yang disebabkan oleh kenaikan penggunaan input faktor (tenaga ke ja, material, energi, dan lain-lain) rnenandakan usaha pengolahan hasil laut yang dilakukan belum produktif, karena suatu perusaham dikatakan produktif jika dapat mempertahankan tingkat output dengan mengghakan input yang semakin berkurang atau meningkatkan tingkat output dengan tidak menarnbah input (Sinungan.1995). Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas usaha pengolahan hasil laut pertu dilakukan efisiensi penggunakan sumberdaya pada bagian-bagian yang memungkinkan dilakukan, terutama pada input faktor energi karena produktivitasnya menurun. Input faktor lain yang perlu ditingkatkan adalah material karena pada periode kedua produktivitasnya konstan. Kesirnpulan lain dari penjelasan di atas depat dinyatakan.bahwa kenaikan produktivitas input faktor dengan berbagai besaran IPH temyata menurunkan profitabilitas perusahaan masing-masing untuk ene~gi 11, 37 persen, material 434 persen, administrasi dan pemasaran 3.97 persen, tenaga kerja 2,51 persen, dan input total 3,15 persen; kecuali kenaikan produktivitas modal dengan IPH 0,84 rnemberikan peningkatan profitabilitas perusahaan sebesar persen. Menurut Garpersz (1998) jika produmivitas tinggi den profitabilitas rendah akan terjadi kerugian di pihak perusahaan. Oleh karena itu untuk meningkatkan profitabilitas usaha pengolahan hasil laut dapat.dilakukan melatui efisiensi penggunaan input faktor, perbaikan strategi pernasaran produk, evaluasi harga produk, promosi, peningkatan pelayanan kepada korisurnen, desain produk, dan lain-lain.

22 Ukuran produktivitas biasanya digunakan untuk rnemantau keadaan internal perusahaan atau rnasalah-masalah internal terutama yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan surnber-sumber daya untuk menghasilkan output dari perusahaan tersebut. Ukuran profitabilitas dipakai untuk meinantau keadaan ekstemal perusahaan di pasar global, karena itu dalam pelaksanaan ukuran produktivitas dan profitabilitas dipergunakan secara bersama sepanjang waktu (Gaspersz, 1998). 8) Sub Modef HARGA Verifikasi sub model HARGA dilakukan untuk mengetahui perkiraan harga produk agroindustri hasil laut di Jawa Timur berdasarkan interaksi antara permintaan dan penawaran yang tejadi di pasar tahuin Datam perhitungan ditetapkan asurnsi-asumsi sebagai berikut; jurnlah penduduk jiwa. potensi lestari perikanan laut tonltahun, tingkat ekspl~imsi persen, total produksi tonltahun, jurnlah nelayan orang, total konsurnsi ikan segar 103. f 80 tonltahun, total ikan yang dioiah secara modemn tonltahun, dan tingkat konsumsi ikan olahan dalarn ha1 ini adalah ikan asin adalah 2.52 kg/kapita/tahun. Hasil verifikasi rnenyimpulkan, bahwa jumtah permintaan ikan olahan 87,086 tonltahun dan penawaran adalah tonftahun. Dengan menetapkan harga pokok ikan olahan Rp 2.250/kg, elastisitas harga temadap.selisih permintaan dan penawaran 0.003, maka perkiraan harga ikan olahan yang terjadi di pasar adalah Rp 1.989/kg. Untuk mengetahui perkiraan harga ikan olahan yang tejadi di pasar berdasarkan interaksi antara permintaan dan penawaran sefarna satu tahun disajikan pada Tabel 13 dan secara grafis disajikan pada Garnbar 25.

23 Tabel 13. Perkiraan harga ikan olahan berdasarkan interaksi permintaan dan penwan pada harga pokok Rp kg. Bulan Harm (Rplka) ke- Pokok I Simulasi Hasil simulasi perkiraan harga seperti yang disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 25 menunjukkan, bahwa perkiraan harga yang tejadi di pasar di bawah harga pokok yaitu berkisar antara Rp sampai Rp 2.244kg dengan harga yang terdekat dengan harga pokok tejadi pada bulan ke-10, yaitu Rp 2.244kg. Dibanding dengan harga aktual yang berkisar antara Rp 1.031kg sampai Rp 2.414/kg, kondisinya berbeda dengan perkiraan harga simulasi, dimana pada bulan. ke-8 (Rp 2.392kg) dan ke-9 (Rp kg) harga aktual dapat melebihi harga pokok. Rendahnya perkiraan harga ikan olahan dari hasil simulasi disebabkan karena rendahnya total permintaan dibanding dengan total penawaran, dan keadaan ini akan terus berlangsung sepanjang tidak ada peningkatan permintaan.

24 Gambar 25. Grafik harga aktual, harga pokok. dan simulasi harga ikan olahan berdasarkan input harga pokok Rp kg. Gambar 26 mempejelas pemyataan perkiraan harga, bahwa sebagian besar total permintaan ikan olahan lebih rendah dibanding denggn total penawaran, yaitu permintaan berkisar antara sampai ton/tahun dan total penawaran antara sampai ton/tahun. data lengkapnya disajikan pada Lampiran 9. Berdasarkan Gambar 26 peningkatan penawaran ikan olahan terjadi pada bulan ke-5; ke-7; dan ke-i I. Peningkatan ini diduga ada hubungannya dengan musim ikan, dimana berdasarkan laporan Dinas Perikanan Daerah Tingkat II Lamongan tahun 1999 musim ikan tejadi pada bulan Juli dan Desember dengan musim puncak pada bulan Oktober dan November.

25 Gambar 26. Grafik simulasi fluktuasi perrnintaandan penawaran ikan olahan berdasarkan penetapan harga pokok sebesar Rp 2.250kg. Untuk meningkatkan harga ikan oiahan hasil laut dapat diiakukan dengan berbagai skenario, diantaranya dengan meningkatkan harga pokok, meningkatkan tingkat konsumsi ikan olahan dan konsumsi ikan segar mesyarakat. Dengan rneningkatkan tingkat konsumsi ikan olahan 50 persen dan ikan segar 20 persen dan nilai-nilai yang lainnya tetap, maka perkiraan hargaikan olahan adalah Rp sampai Rp 2.985/kg, dan perkiraan harga ink dapat melampeui harga pokok (Rp 2.250kg) dan harga aktuaf (Rp 2.414kg). Lebih jelas perubahan harga dengan skenario tersebut disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 27.

26 Tabel 14. Perkiraan harga ikan olahan berdasarkan interaksi permintaan dan dan penawaran dengan skenario peningkatan konsumsi ikan olahan 50 Gersen dan kons;rnsi ikan segar 20 persen. Bulan ke- 1 2 Harga (Rplkg) PoLok 2, ,250 2,321 Aktual 1,031 1, , ,250 2, , , , , ,460 2 I ,192 ' ,665 ') Sumber : Dinas Psrikanan TK.II Kab.Lam Gambar 27, Grafik harga aktual, harga pokok, dan simulasi harga ikan olahan dengan peningkatan konsumsi ikan olahan 50 persen dan konsumsi ikan segar 20 persen.

27 Gambar 28 memperkuat pemyataan bahwa peningkatan harga ikan olahan dapat dilakukan melalui peningkatan konsumsi ikan olahan sebesar 50 persen dan peningkatan konsumsi ikan segar sebesar 20 persen. Hasit simulasi menyimpulkan, bahwa total permintaan ikan olahan lebih tinggi dibanding dengan total penawaran, yaitu total permintaan berkisar antara sampai tonftahun dan total penawaran sampai tonltahun. Lebih lengkap data simulasi permintaan dan penawaran disajikan pada Lampiran Qa. Gambar 28. Grafik simulasi permintaan dan penawaran ikan olahan dengan peningkatan konsumsi ikan olahan 50 persen dan ikan segar 20 penen pada harga pokok Rp kg.

28 6.2 Perencanaan Agroindustri Hasil Laut Perencanaan agroindustri hasil taut menghadapi pertnasalahan yang makin kompfeks, dinarnis, dan probabilistik sehingga dibutuhkan perumusan kebijakan dari pihak-pihak yang terkait dalarn usaha agroindustri hasil laut melalui pendekatan sistern agar kebutuhannya dapat dipenuhi. Dinamika perubahan kegiatan perikanan yang te qadi sejalan dengan perubahan waktu, sehingga membutuhkan keputusan yang haws rnernpertimbangkan seluruh aspek yang terkait (holistic), berorientasi pada tujuan (cybernefic), dan dapat diaplikasikan (e-iwness).... Perencanaan agroindustri hasil laut skala usaha kecil dan menengah sejalan dengan pengembangan sistern ekonomi kerakyatan dengan rneningkatkan nilai tambah untuk kepentingan nelayan dan kelompok nelayan melalui pemberdayaan pengusaha kecil, rnenengah, dan koperasi; penguasaan teknologi; SDM yang terampil; dukungan modal; dan dukungan inforrnasi. Dalarn aplikasi perencanaan agroindustri hasil laut terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu 1) pengadaan bahan baku dan perencanaan produksi; 2) aspek teknologi; dan 3) pembiayaan usaha. Sistem.penunjang keputusan dengan model AGROSILA telah dirancang untuk membantu pengguna dalam rnerencenakan agroindustri hasil laut terpadu clan beikelanjutan. 1) Pengadaan bahan baku dan perencanaan produksi Kontinuitas bahan baku (ikan) fne~pakan faktor penting dalarn peren- Canaan produksi agroindustri hasil laut, oleh karma itu pengadaan bahan baku yang tepat waktu dan jurnlah akan menunjang keberhasilan proses produksi. Beberapa,

29 permasalahan dafam pengadaan bahan baku adalah ketersediaan bahan baku yang fluktuatif sepanjang iahun, masalah harga, dan mutu. Masalah fluktuasi bahan baku berhubungan dengan musim ikan di suatu daerah dan daur hidup ikan yang bersangkutan. Oleh karma itu dengan rnengetahui dinarnika populasi ikan, daerah dan musim penarigkapan ikan akan dapat membantu mengatasi masalah fiuktuasi bahan baku. Hasil wawancara dengan beberapa pengolahan hasll laut menyimpulkan, bahwa untuk mengatasi kekurangan bahan baku para pengusaha menyebarkan agen (pedagang pengumpul) pada setiap lokasi yang mempunyai potensi dalarn pengadaan bahan baku. Agen ini berfungsi sebagai pemberi informasi dengan sejumlah imbalan (fee) dari perusahaan sesuai dengan kesepakatan. Pada keadaan tertentu, hubungan agen dengan pemilik alat tangkap tetah te rjalin dengan balk (kekerabatan, turunan), maka agen juga dapat berfungsi selain sebagai pemberi informasi juga sebagai penetap maker) bahan baku. Fungsi ganda dari agen ini sering menyebabkan pengolah yang lemah dalam permodalan mendapatkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekurangan bahan baku adalah mengadakan kerjasama dengan nelayan penangkap, misalnya untuk ikan ten nasi kepada nelayan diberikan tambahan harga dari harga jual yang berlaku jika mutu bahan bakunya baik (rnutu diukur dari campuran ikan teri dengan non ikan teri). Keja sama dapat pula dilakukan dengan mernberikan bonus kepada setiap nelayan penangkap yang memberikan penawaran pertama, walaupun dalarn penetapan harga jual tidak diperoleh kesepakatan.

30 Bagi pengusaha pengolahan yang bermodal kuat cara lain untuk memenuhi kebutuhan bahan baku adalah dengan mendirikan pabrik baru pada lokasi-lokasi yang dinitai berpotensi sebagai sumber bahan baku dan sekaligus upaya mengembangan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih optimal. Masalah harga dan mutu saling berkaitan, artinya ikan yang bermutu baik terutama untuk konsumsi atau pemasaran segar harganya lebih tinggi dibanding untuk kebutuhan pengolahan. kecuali untuk jenis ikan ten nasi. Secara umum pengadaan bahan baku untuk pengolahan ikan asin dan ikan pindang dibeli pengusaha di tempat pelelangan ikan (TPI) atau pusatpusat pendaratan ikan yang ada disuatu daerah. Karena jenis dan jumtah bahan baku yang akan diolah sangat bewariasi maka pengusaha lebih leluasa untuk menetapkan harga dengan pihak nelayan penangkap. Kalau belurn tercapai kesepakatan harga jual, maka suatu cara yang biasa dilakukan oleh para pengolah adaiah membeli ikan pada siang hari (di etas jam pagi), karena ada istilah harga pagi yang harganya relatif tinggi dan harga siang yang harganya lebih rendah dari harga paqi. Memahami akan keterbatasan bahan baku. dan. upaya pengolah untuk memenuhi permintaan konsumen, maka diperlukan perencanasn inventori yang matang sesuai dengan ketersediaan dan keberadaan bahan baku itu sendiri. Untuk perencanaan produksi, ada tiga stmtegi produksi yang dapat ditempuh, yaitu level method, chase strategy, dan comprvmise. Level method yaitu strategi produksi yang mempertahankan distribusi produksi yang merata setiap periode, inventori bewariasi untuk rnengakumulasi output apabila terjadi kelebihan permintaan total. Strategi ini mampu memenuhi permintaan konsumen tetapi

31 dipihak pengolah harus pula menyediakan cold storage untuk menyimpan kelebihan produksl dan bahan baku. Dari sub model DAKUSI, data seperti disajikan pada Lampiran 3 setelah dianalisis menyimpulkan bahwa dengan kebutuhan bahan baku kghari diperlukan cold strorage yang berkapasitas 70 sampai 130 tonlbulan atau tiga sarnpai enam ton per hari. Pengadaan cold storage akan membetikan konsekuensi pada investasi dan biaya produksi, oleh karena itu untuk pengadaannya perlu perhitungan yang matang agar pemanfaatannya maksimal. Hasil penelitian Anugroho (1998) menyatakan bahwa biaya penyimpanan bahan baku (ikan) di cold storage untuk kebutuhan pengalengan rata-rata Rp 218fkglhari. Dengan kapasitas wld storage 45 ton. maka biaya penyimpanan menjadi Rp hari. Chase strategy adalah perencanaan produksi yang rnempertahankan tingkat.. kestabilan inventuri, sedangkan produksi bervatiasi mengikuii permintaan total. Pada strategi ini ada dua sisi yang harus dipertimbangkan yaitu investasi untuk pengadaan cold storage dan menghitung perkirakan total permintaan produk. Mengenai pengadaan cold storage dapat mengacu pada perencanaan produksi level method dan untuk perrnintaan produk, khusus ikan teti kering tidak ada masalah karena sampai saat ini pasar masih rnembutuhkannya dan persaingan produk dengan negara fain juga tidak ada, yang perlu disepakati adalah negosiasi tentang harga dan nilai tukar pia ah serta jumlah produk yang mampu dihasilkan. Dikaitkan dengan permintaan ikan olahan khususnya ikan asin seperti yang disajikan sub model HARGA yang sangat tergantung pada tingket konsumsi masyarakat rata-rata 2.52 kglkapitahhun atau permintaan sebesar ton/ tahun sedangkan jurnlah produk yang ditawarkan tonftahun. maka

32 diperlukan upaya untuk meminimumkan biaya produksi rnelalui : 1) perencanaan produksi sesuai dengan kebutuhan konsurnen, 2) rneningkatkan mutu produk untuk rnemperluas pangsa pasar baik dalam rnaupun luar negeri, dan 3) meningkatkan konsurnsi ikan rnasyarakat sebagai altematif surnber protein hewani. Compromise merupakan komprorni antara kedua strategi perencanaan produksi di atas. Strategi ini dapat dijadikan sebagai altematff untuk mengantisipasi kekurangan-kekurangan kedua metode di atas karena jurnlah, waktu, rnutu, dan harga produk dapat dikomprornikan dan disepakati antara pihak konsurnen (pernbeli/ buyetj dan produsen. Oleh karena itu, pihak produsen dalam ha1 ini pengusaha agroindustri hasil laut dapat merencanakan produksi sesuai dengan permintaan atau sesuai dengan kapasitas pabrik dan sarana dan prasarana yang dirniiiki. Metode compromise bukan pula tidak rnernpunyai kekurangan, faktor utama yang hams rnenjadi perhatian metode compromise adalah bagairnana rnengantisipasi musim bahan baku (ikan) secara tepat sehingga perencanaan produksi sesuai dengan permintaan konsurnen dapat be jalan dengan lancar. Jika kondisi ini dapat diatasi, rnaka rnetode ini dapat diandalkan datarn pernilihan perencanaan produksi. 2) Aspek Teknologi Aspek teknologi yang dianalisis berkaitan dengan teknologi proses dan ' prosedur yang dilakukan dalam pengolahan hasil laut dirnulai dari pencucian, sortasi, penggararnan, perebusan, pengeringan, sizing, packaging, dan distribusi sampai ke konsurnen. Berbagai level transforrnasi dan preservasi bahan baku (ikan teri nasi) sampai rnenjadi produk akhir dalarn sistern agroindustri hasil laut disajikan pada Tabel 15.

33 Tabel 15. Sistem agroindustri hasil laut dengan level transformasi dan preservasi bahan baku, komoditas ikan ten nasi. Kegiatan UP- 3 Primer Level I a * Pencucian * Grading ' Pendinginan (Icing)/ penyimpanan * Transportasi UP- 3 Primer Level 1 b * Pemisahan Pencampwan/ Perebusan * Pengeringan * Sortasi UDP- 2 Tersier ' Pengeringan *MW * Pengepakan Penyimpanan * Transportasi Teknologi Produk Cembaga Pencucian dengan air laut (penyiraman) * Pencucian dengan air SumurfPAM (pe nyiraman). ' Pengamatan visual terhadap campuran dengan ikan lain. Mencampur ikan dng es yang telah dihanwrkan (dihanwrkan dengan palu) ' Transportad rnenggunakan pbk-up, ge robak. ' lkan teri segar yang siap diolah. Nelayan * Kelompok Nelayan * Pedagang Perantara Pengusaha AIHL. Pemisahan ikan dgn non ikan secare manual (tangsn) * Pencampuran lkan dengan larutan ge ram, dll secara ma nual. * Pembusan dlm bak stainless stell pada suhu C dengan kompor pom pa minyak tanah * Pengeringan atami (sun Wng) dpn meno gunakan para-para * lkan teri rebus kering telah disortlr dan siap untuk sizing.. Kelompok Usaha Bersama Pengolah Hasil Laut (KUEPHAL) ' Pengeringan alami (sun & vf~) dgn menggunakan parepara *swng secara rnekanis (gravitasi), den ayakan dengan mesh size SS. S. M, L. ' Pengepakan manual dalam karton isi 5 kg per karton. ' Penyimpanan dalam cqm&~age. suhu -5 sld -lo C ' Transportasi menggunakan truck re@preted. ' Ikan teri kering, kuali- - tas ekspor * lkan teri kering, pemasaran DN. * Pengusaha AlHL PedaganglEksportir. Kegiatan agroindustri hasil laut yang dilakukan oleh UP-3 primer level la mencakup pencucian, pemisahan bahan baku dari kotoran, pemisahan berdasarkan ukuran, dan pengesan atau penyimpanan sementara sambil menunggu pengolahan selanjutnya. Pada level la produk yang dihasilkan adalah ikan teri segar yang siap untuk diolah oleh UP-3 primer level 3b atau pengusaha agroindustri hasil taut lainnya. Kegiatan pada UP-3 primer Ib adalah perebusan ikan dafam bak stainless

34 stell yang berisi larutan garam (brine salting) panas dengan suhu O C selama tiga sampai lima menit. Setelah proses perebusan selesai dilanjutkan dengan proses pengeringan dengan pengeringan alami (sun dtying) selama tiga sampai lima jam. lkan teri yang telah siap proses pengeringa'n dilakukan pensoitiran untuk memisalkan antara ikan teri dengan non teri dan benda-benda lainnya secara manual sehingga dihasilkan ikan teri kering yang sejenis. Mengingat keterbatasan sarana dan prasarana pengolahan yang dimiliki oleh UP-3 primer level lb, rnaka proses pengolahan selanjutnya dilakukan oieh UDP-2 tersier. Proses pengolahan ikan ten selanjutnya yang dilakukan oleh UDP-2 tersier adalah sizing, yaitu mengelompokkan ikan terl menjadi kelompok ukuran SS (super small), S (small), M (medium), dan L (lame); packaging; penyimpanan; dan ekspor sesuai dengan kesepakatan produksl. Diagram alir proses pengolahan ikan ten kering disajikan pada Gambar 29. Dari kegiatan transformasi dan preservasi produk agroindustri hasil laut, maka proses perebusan dan pengeringan merupakan kegiatan yang dominan rnerubah bahan baku menjadi produk akhir. Perebusan dan pengeringan merupakan kegiatan pengolahanlpengawetan yang telah lama dilakukan oleh pengusaha untuk menyelematkan hasil laut dari proses kernundutuan rnutu. Oleh karena itu, pengkajian aspek teknologi difokuskan pada kegiatan perebusan dan pengeringan. Dalam prakteknya di lapang proses perebusan dan pengeringan dilakukan dengan berbagai variasi, dan pada penelitian ini variasi perebusan didasarkan pada

35 lkan Teri Nasi Segar lkan Ted bersih \ Kotoran.. Buiir Garam tidak Perebwan Alr, uap, dl1 lkan Teri Rebus.t lkan teri Kering I-< Penyorbiran l k a n ; z I-e B Sizing tidak &,dl1 Non Teri.dlt Gambar 29. Diagram alir proses pengolahan ten nasi kering.

36 alat pemanasan yang digunakan, yaitu penggunaan kompor minyak tanah. Untuk proses pengeringan digunakan pengeringan alaml (sun drying) dengan pengeringan langsung, menggunakan pengeringan mekanik, dan pengeringan surya (rurnah plastik). Berdasarkan variasi ini pada sub model TEKNO terdapat enam variasi kombinasi perebusan dan pengeringan yang diteliti. Dari hasil analisis dengan rnenggunakan MPE temyata kornbinasi perebusan dengan menggunakan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat roket (listrik) dan pegeringan langsung di bawah sinar rnatahari rnendapat peringkat pertarna. Alat roket yang digerakan oleh listrik berfungsi sebagi pompa untuk menghasitkan tekanan atau semburan api yang rnerata selama proses perebusan sehingga tingkat kematangan produk yang direbus akan lebih sernpuma. Untuk selanjutnya alat roket ini dapat digunakan sebagai pengganti pompa untuk menghasilkan tekanan yang selama ini dilakukan secara manual. Untuk proses pengeringan walaupun pengeringan langsung di bawah sinar matahari menempati peringkat pertarna, penerapan teknologi tepat sasaran masih dapat difakukan untuk menghasilkan produk yang terbaik, yaitu penerapkan sistem pengering efek rumah kaca (ERU) dengan bahan dari fiber glass seperti yang dikembangkan oleh Kamaruddin (1994), kemudian dimodifikasi Wulandari (1997), dengan mengganti dinding fiber glass dengan plastik Polyethylene UV Stabilizer karena lebih rnurah, cukup kuat, tahan tehadap debu, dan mernpunyai umur ekonornis yang lebih lama. Pengeringan dengan mernantaatkan energi surya ini, kapasitas pengeringan bahan baku dapat mencapai 500 kg dan suhu pengeringan dapat diatur antara 35 sampai 60 C. Keuntungan penerapan pengeringan surya adalah terbebas dari kontaminasi langsung dengan kondisi luar, suhu pengeringan

37 dapat diatur sehingga memperpendek waktu pengeringan, dan menghemat tenaga, misalnya jika terjadi hujan. 3) Pernbiayaan Usaha... Pembiayaan usaha dalam perencanaan agroindustri hasil laut merupakan faktor utama untuk menunjang keberhasilan usaha. Banyak sumber pembiayaan yang dapat dimanfaatkan mulai dari lembaga pembiayaan yang benifat komersil seperti bank pemerintah dan swasta, sampai ke lembaga pembiayaan aitematif seperti bank syariah, perusahaan modal ventura, dana benubsidi, hibah, dan tain- lain. Penetapan lembaga pembiayaan untuk membantu dalam pengadaan dana didasarkan pada jumlah modal yang dibutuhkan, kemudahan dalam mekanisme pengurusan, bagi hasil atau bunga dan resiko yang ditimbulkan akibat dari pinjaman. Mengingat kegiatan agroindustri hasil laut termasuk lie dalam skala usaha kecil dan menengah (UKM), akses ke lembaga pemblayaan komersil (bank) terbatas akibat berbagai persyaratan yang tidak dapat dipenuhi, maka peran lembaga perbiayaan altematif menjadi tumpuan dalam pengembangan usaha. Beberapa lembaga pembiayaan altematif seperti disebutkan di atas dapat dipilh, dan dalam penelitian ini pemilihan perusahaan modat ventura (PMV) sebagai lembaga pembiayaan didasarkan pada fungsi PMV yang bukan saja terlibat dalam investasi modalnya, tetapi juga ikut berperan aktif dalam pengelolaan manajemen perusahaan agar menjadi profesional. Kadarisman (1995). menyatakan PMV sangat tepat dijadikan sebagai model kemitraan dan pengembangan usaha bagi pengusaha kecil, petani maupun koperasi yang tidak saja lemah dalam ha1 permodalan

38 tetapi juga lernah dalarn rnanajemen, pengetahuan teknik, pengembangan produk, maupun penguasaan pasar. Perusahaan Modal Ventura (PMV) rnerupakan lembaga pernbiayaan yang berbentuk penyertaan modal kepada Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) dengan karakteristik I) bersifat risk capital, karena bertindak sebagai investor bukan lender, 2) rnerupakan active invesment, melibatkan dlrl dalam pengelolaan PPU, 3) investasi bersifat sernentara, yaitu 3 sarnpai 6 tahun, 4) pembiayaan dapat dilakukan pada berbagai tingkat perturnbuhan usaha, dan 5) mengharapkan capital gain atau bagi hasil atas investasi yang ditanamkan (Bahana Artha Ventura, 2000). Tahap pernbiayaan rnenurut Agbon (2000), dapat diberikan mulai dari 1) seed financing, dana awal yang dibutuhkan untuk rnendukung pengernbangan ide usaha, studi kelayakan, validasi pasar, dan organisasi dari entity bisnis; 2) start-up financing, bantuan dana dapat digunakan untuk penerimaan dan pelatihan tenaga kerja yang memegang peranan kunci, pernbelian teknologi, rencana penyaluran dan pemasaran, dan biaya-biaya untuk rnernulai kegiatan usaha; 3) first stage financing, penggunaan dana di atahkan pada pemasaran produk tetapi betum bertujuan pada usaha mencari keuntungan, lebih mengutarnakan stabilitas organisasi usaha, produk diterima oleh pasar dengan sedikit keuntungan, peningkatan dan perluasan pasar; 4) second stage financing, dana dapat digunakan untuk modal kerja den dana tetap yang dibutuhkan untuk pertumbuhan perusahaan, ekspor produk dan masuk ke pasar internasional. Pada tahap ini penggunaan dana digunakan untuk pemilihan teknologi produksi yang tepat, mendatangkan counterparts untuk mernatangkan (mafurred) perusahaan; dan 5) bridge or mezzanine financing, merupakan suatu

39 upaya untuk menambah likuiditas melatui initial public offiering (IPO) agar perusahaan tetap berada pada puncak usaha melalui penlngkatan penjualan. Jumlah pembiayaan per PPU rnaksimum dua miliar rupiah dengan jenis pembiayaan penyertaan saham, obligasi konversi, atau bagi hasil (rnaksimum bagi hasil untuk PMV kurang dari 50 %) selama rnaksimum enam tahun (Bahana Artha Ventura, 2000). Untuk menghitung biaya atau proporsi biaya yang dibutuhkan untuk pendirian agroindustri hasil laut dapat dltakukan dengan menghitung debt equity ratio (DER), yaitu rasio antara modal sendiri dengan hutang. Pemitungan ini akan.. menjadi dasar dalam penetapan besamya cicilan pengembalian pinjaman dan proporsi bagi hasil. Untuk mendirikan pabrik pengolahan ikan teri nasi dengan kapasitas dua ton bahan baku per hari dibutuhkan dana sekitar Rp (Lampiran 10). Dengan menggunakan sub Model PKRESIKU berbagai nilai DER, penentase bagi hasil, dan besamya angsuran dapat dihitung. Data pada Tabel 15 menginformasikan jumlah angsuran pinjaman dengan nilai DER 1, 25 : 75, 35 : 65, dan 50 : 50 dan persentase bagi hasil untuk PMV 20 sampai 49 penen. Untuk DER 50 : 50 total angsuran sekitar Rp sampai Rp selama lima tahun, dan keuntungan perusahaan agroindustri hasil laut sekitar antara Rp sampai Rp /tahun. Pembiayaan dengan modal ventura memberikan skema pembiaysan usaha yang relatif lebih lunak jika dibandingkan dengan pembiayaan dari kredit perbankan antara lain karena tidak memeriukan agunan, balas jasa dalam bentuk bagi hasil,

7. KESIMPULAN DAN SARAN. model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut terpadu kualitas ekspor

7. KESIMPULAN DAN SARAN. model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut terpadu kualitas ekspor 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Aplikasi metode kesisteman pada penelitian ini telah menghasilkan suatu model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut terpadu kualitas ekspor dengan pendekatan

Lebih terperinci

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen terhadap produk olahan perikanan yang berrnutu, dewasa ini rnuncul industri pengolahan perikanan yang rnengalarni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar negeri rnernpunyai peranan yang sangat penting. Pada periode tahun 1974-1981 surnber utarna pernbangunan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

Agroindustri hasil laut (AIHL) sebagai suatu perusahaan skala usaha kecil

Agroindustri hasil laut (AIHL) sebagai suatu perusahaan skala usaha kecil Agroindustri hasil laut (AIHL) sebagai suatu perusahaan skala usaha kecil dan menengah (UKM) kegiatannya dimulai dari pengadaan bahan baku melalui usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan, kegiatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional, VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN 8.1. Kesirnpulan 1. Pola konsurnsi dan pengeluaran rata-rata rumahtangga di wilayah KT1 memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

Lebih terperinci

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia,

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, tetapi seiring dsngan perkembangannya tanaman kelapa sawit ini rnarnpu tumbuh dan berkernbang dengan

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus RINGKASAN NYAK ILHAM. Penawaran dan Perrnintaan Daging Sapi di lndonesia : Suatu Analisis Sirnulasi (dibawah birnbingan BONAR M. SINAGA, sebagsi ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO dan TAHLIM SUDARYANTO sebagai

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernbangunan daerah rnerupakan bagian dari pernbangunan nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang lndustri perbankan, khususnya bank urnurn, rnerupakan pusat dari sistern keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan dana, rnernbantu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

Pasar dan Lembaga Keuangan SUMMARY Modal Ventura

Pasar dan Lembaga Keuangan SUMMARY Modal Ventura Pasar dan Lembaga Keuangan SUMMARY Modal Ventura A. Perusahaan Modal Ventura adalah badan usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal kedalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia khususnya lndonesia pada pertengahan tahun 1997, berdampak luas terhadap berbagai sektor ekonomi termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat

PENDAHULUAN. Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat L PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran berbagai jenis produk

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 5 Peta lokasi penelitian di kabupaten Sukabumi.

3. METODOLOGI. Gambar 5 Peta lokasi penelitian di kabupaten Sukabumi. 3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kabupaten Sukabumi pada UPI yang bergerak dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan. UPI ini berlokasi di kabupaten Sukabumi, Jawa

Lebih terperinci

REKAYASA MODEL SISTEM PERENCANAAN TANI DAN AGROLNDUSW WORT

REKAYASA MODEL SISTEM PERENCANAAN TANI DAN AGROLNDUSW WORT REKAYASA MODEL SISTEM PERENCANAAN US TANI DAN AGROLNDUSW WORT Oleh DI AH F 28.1388 DANI 1995 FAKULTAS TELNOLOGI PERT-ANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR D M HMAN DAM. F 28.1388. Rekayasa Model Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Perhatian pemerintah terhadap sektor non-migas, khususnya sektor agribisnis semakin besar. Hal tersebut disebabkan semakin berkurangnya sumbangan devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. A. Pengolahan Ikan

II. LANDASAN TEORI. A. Pengolahan Ikan II. LANDASAN TEORI A. Pengolahan Ikan Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan sebagai bahan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. Hendrik 1) ABSTRAK

ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. Hendrik 1) ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA Hendrik 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru Diterima : 25

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa,

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perbankan Indonesia Indonesia Pasca Krisis Kondisi perekonornian Indonesia pasca krisis ekonorni rnasih belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 6.1. Analisis Rasio Keuangan Koperasi Analisis rasio keuangan KBI dilakukan untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan lembaga. Analisis

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang

BAB l PENDAHULUAN. bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Gunung Lingkung merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang paling dominan saat ini adalah teh.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa, dampaknya terhadap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan agroindustri di lndonesia pada umumnya belum memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu memanfaatkan berbagai peluang yang muncul

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN,

RINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN, RINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN, Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Usaha Industri Sayur Beku Olahan Pada PT. Kemfarm Indonesia. Dibawah bimbingan DJONI TANOPRUWITO dan SRI HARTOYO. PT. Kemfarm

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber sumber ekonomi untuk

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber sumber ekonomi untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mereka dari satu tempat ke tempat yang lain sesuai dengan tujuan masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. mereka dari satu tempat ke tempat yang lain sesuai dengan tujuan masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transportasi adalah salah satu sarana yang banyak dibutuhkan oleh individu untuk menunjang kelancaran aktivitas mereka untuk mengantarkan mereka dari satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat

I. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan dalam memulihkan kondisi perekonomian rnasyarakat, bahkan secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan umumnya didirikan untuk memperoleh kemampuan laba yang maksimal agar kelangsungan hidup perusahaan dapat dipertahankan dan berkembang dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri industri yang sama atau

METODE PENELITIAN. Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri industri yang sama atau 32 II. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) yang terjadi di tahun 2008 sangat menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah serius. Krisis keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat memengaruhi tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat memengaruhi tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat memengaruhi tingkat konsumsi baja nasionalnya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional Indonesia,

Lebih terperinci

yang dikeluarkan pemerintah yang membuat perkembangan perbankan semakin

yang dikeluarkan pemerintah yang membuat perkembangan perbankan semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa "keemasan" perbankan lndonesia terjadi sebelum krisis ekonomi melanda pada pertengahan tah~ln 1997. Pada periode tersebut banyak kebijakan yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sebuah negara yang memiliki keuangan yang kuat dan modern, berarti telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini menjadi sangat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambahan bagi perusahaan dalam mengimplementasikan rencana strategis

BAB I PENDAHULUAN. tambahan bagi perusahaan dalam mengimplementasikan rencana strategis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan besar terjadi secara global seiring dengan perlambatan ekonomi dunia. Resiko ketidakpastian di pasar keuangan dunia memberikan tekanan tambahan bagi perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

agar dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Di dalam suatu perusahaan sumber sumber

agar dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Di dalam suatu perusahaan sumber sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian lndonesia memegang peran yang cukup penting, mengingat potensi sumberdaya ikan tuna di perairan lndonesia

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 311 STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Muhammad Alhajj Dzulfikri Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Perikanan merupakan salah satu

Lebih terperinci

Efisiensi dan efektivitas sistern transportasi merupakan salah satu faktor. diharapkan dapat mencapai konsumen pada waktu yang tepat, dengan kualitas

Efisiensi dan efektivitas sistern transportasi merupakan salah satu faktor. diharapkan dapat mencapai konsumen pada waktu yang tepat, dengan kualitas LATAR BELAKANG Efisiensi dan efektivitas sistern transportasi merupakan salah satu faktor yang mernpengaruhi daya saing suatu produk (Lederer dan Li, 1997). Produk diharapkan dapat mencapai konsumen pada

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menentukan proporsi dana atau sumber daya yang mereka miliki untuk konsumsi saat ini dan di masa mendatang. Kapan

Lebih terperinci

3. LANDASAN TEORI. matematik untuk menganalisis dan mengkaji fenornena yang

3. LANDASAN TEORI. matematik untuk menganalisis dan mengkaji fenornena yang 3. LANDASAN TEORI 3.1 Teknik Optimasi Persoalan di lingkungan ilmu terapan, ekonomi sarnpai keteknikan (engineering) dapat diselesaikan dengan terminologi optimisasi, yang menggunakan model-model matematik

Lebih terperinci

Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan. (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1

Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan. (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1 (Malus sylvestris Mill.) di Indonesia. Pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang lndonesia adalah negara kepulauan dan maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu sepanjang 81.000 km dan dengan jumlah pulau kurang lebih 17.508 pulau serta

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam bidang perniagaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Profil Perusahaan Pada 1992 Pemerintah Indonesia mengeluarkan deregulasi sector ketenagalistrikan. Proses ini berawal dengan diterbitkannya Keputusan Presiden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisda Bta di Bogor merupakan analisis yang dilakukan sebagai bagian dari tahap pra invetasi pada proyek pembangunan industri

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pengembangan industri tepung dan biskuit dari tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 45 saham dengan likuiditas (liquid) tinggi yang diseleksi melalui beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dari 45 saham dengan likuiditas (liquid) tinggi yang diseleksi melalui beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indeks LQ 45 dibuat dan diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia. Indeks ini terdiri dari 45 saham dengan likuiditas (liquid) tinggi yang diseleksi melalui beberapa kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an, melalui pembangunan industri pengolahan kayu terpadu. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN an, melalui pembangunan industri pengolahan kayu terpadu. Pada tahun 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Indonesia mulai memanfaatkan hutan secara ekonomis pada awal tahun 1970-an, melalui pembangunan industri pengolahan kayu terpadu. Pada tahun 2013 dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Salah satu alternatif dalam berinvestasi yang mungkin dilakukan adalah

Bab 1. Pendahuluan. Salah satu alternatif dalam berinvestasi yang mungkin dilakukan adalah 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu alternatif dalam berinvestasi yang mungkin dilakukan adalah investasi dalam bentuk saham. Saham merupakan salah satu instrumen investasi yang semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran aktif lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci