PEDOMAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR. Berperilaku dan berpakaian sopan. Jika tidak dipenuhi maka sekurangkurangnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR. Berperilaku dan berpakaian sopan. Jika tidak dipenuhi maka sekurangkurangnya"

Transkripsi

1

2 PEDOMAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR 1. Kehadiran Praktikum harus diikuti sekurang-kurangnya 80 % dari jumlah total praktikum yang diberikan. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi maka praktikum dinyatakan tidak lulus, yang akan mengakibatkan ketidaklulusan pada mata kuliah Fisika Dasar. Ketidakhadiran karena sakit harus disertai surat keterangan resmi yang diserahkan ke LFD paling lambat dua minggu sejak ketidak-hadirannya. Jika tidak dipenuhi maka dikenakan SANKSI 3. Keterlambatan kurang dari duapuluh menit dikenai SANKSI 1. Keterlambatan lebih dari duapuluh menit dikenai SANKSI 3. Data kehadiran akan dirujuk pada data absensi yang ada pada komputer absensi. Setiap mahasiswa diwajibkan melakukan dan mengkonfirmasi absensinya dengan benar. 2. Persyaratan Mengikuti Praktikum Berperilaku dan berpakaian sopan. Jika tidak dipenuhi maka sekurangkurangnya dikenakan SANKSI 1. Mengenakan Jas Lab dan memakai Name Tag (dengan code bar) Jika tidak dipenuhi maka dikenakan SANKSI 2 atau SANKSI 1 plus SANKSI ADMINISTRASI. Mengerjakan tugas-tugas pendahuluan jika ada. Menyiapkan diri dengan materi praktikum yang akan dilakukan. Mahasiswa yang kedapatan tidak siap untuk praktikum bisa tidak diijinkan mengikuti praktikum (dapat dikenai Sanksi 3). 3. Pelaksanaan Praktikum Mentaati tata tertib yang berlaku di Laboratorium Fisika Dasar. Mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Asisten dan Dosen Penanggung Jawab Praktikum. Memelihara kebersihan dan bertanggung jawab atas keutuhan alat-alat praktikum. Pedoman Praktikum Fisika Dasar i

3 4. Penilaian Nilai praktikum ditentukan dari nilai Tugas Awal, Test Awal, Aktivitas dan Laporan. Nilai akhir praktikum (AP) dihitung dari rata-rata nilai praktikum, yaitu jumlah nilai seluruh modul praktikum dibagi jumlah praktikum yang wajib dilaksanakan. Kelulusan praktikum ditentukan berdasarkan nilai akhir praktikum (AP 50) dan keikutsertaan praktikum ( 80 %). 5. Sanksi nilai SANKSI 1 : Nilai Modul yang bersangkutan dikurangi 10. SANKSI 2 : Nilai Modul yang bersangkutan dikurangi 50% SANKSI 3 : Tidak diperkenankan praktikum, sehingga Nilai Modul yang bersangkutan = NOL. 6. Sanksi Administrasi Sanksi administrasi diberikan bagi praktikan yang selama praktikum berlangsung menimbulkan kerugian, misalnya memecahkan/ merusakkan alat, menghilangkan/tertinggal Name Tag dsb. Nilai denda dan tata cara penggantian dapat dilihat pada papan pengumuman kolektif. 7. Praktikum susulan dan ulangan Secara umum tidak diadakan praktikum susulan, kecuali bagi yang berhalangan praktikum karena sakit. Praktikum susulan akan dilaksanakan setelah praktikum reguler berakhir. Persyaratan lengkap dan jadwalnya akan diatur kemudian (lihat informasi di papan pengumuman kolektif LFD). Bagi mahasiswa yang mengulang praktikum, diwajibkan mengikuti praktikum sebanyak jumlah total praktikum. Mahasiswa diwajibkan mengikuti praktikum regular yang berjalan dengan mendaftarkan lebih dahulu waktu praktikum yang sesuai dengan jadwalnya masing-masing. Pendaftaran dilakukan di kantor Tata Usaha LFD sebelum praktikum berjalan. 8. Lain-lain Praktikum reguler dilaksanakan pada waktu yang dijadwalkan yaitu Pagi ( ), Siang ( ) dan Sore ( ). Pedoman Praktikum Fisika Dasar ii

4 Praktikum yang tidak dapat dilaksanakan karena hari libur, kegagalan arus listrik PLN dsb., akan diberikan praktikum pengganti setelah seluruh sesi praktikum reguler selesai. Tata tertib berperilaku sopan di dalam laboratorium meliputi di antaranya larangan makan, minum, merokok, menggunakan walkman, handphone dan sejenisnya. Selama praktikum tidak diperkenankan menggunakan handphone untuk bertelepon maupun ber-sms. Tata tertib berpakaian sopan di dalam laboratorium meliputi di antaranya larangan memakai sandal dan sejenisnya. Informasi praktikum Fisika Dasar dapat dilihat pada papan pengumuman di luar gedung LFD. Pengumuman yang sifatnya kolektif (untuk seluruh mahasiswa) ditulis pada kertas merah muda. Pengumuman per kelompok (Senin Pagi s.d. Jumat Sore) ditulis pada kertas kuning dan biru. Informasi praktikum dan tugas-tugas praktikum dapat dilihat di halaman website Mahasiswa wajib mengakses sendiri halaman website tersebut dan dianggap telah mengetahui atas informasi dan tugas-tugas yang telah ditampilkan pada halaman website tersebut. Juli 2011 Koordinator LFD Pedoman Praktikum Fisika Dasar iii

5 Kontributor Buku modul praktikum ini ditulis oleh Dosen-dosen Program Studi Fisika: M. Hamron Hendro R. Hamron R. Soegeng Soejoto Suprapto A. Rustan Rukmantara Umar Fauzi Moerjono Doddy S. Hasbuna Kifli M. Birsyam Suparno Satira Neny K. Euis Sustini Daniel K. Pepen Arifin Triyanta Agoes S. Revisi Buku modul ini telah beberapa kali mengalami revisi pada saat LFD dikoordinir oleh Hendro, MSi, Dr. Daniel Kurnia dan Dr. Euis Sustini, khususnya dengan penambahan beberapa modul praktikum yang terintegrasi dengan komputer. Revisi minor terakhir dilakukan pada bulan Juli 2011 (oleh Dr. Rahmat Hidayat dan Dr. Khairul Basar dengan dibantu para Koordinator Asisten LFD periode 2011/12) Pedoman Praktikum Fisika Dasar iv

6 DAFTAR ISI Pedoman Praktikum Fisika Dasar i Daftar Isi v Modul 01. Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 1 Modul 02. Osilasi Harmonik Sederhana (Pegas) 10 Modul 03. Osilasi Harmonik Sederhana (Bandul Matematis) 15 Modul 04. Bandul Fisis 18 Modul 05. Momen Inersia 23 Modul 06. Modulus Young 29 Modul 07. Modulus Puntir 32 Modul 08. Pesawat Atwood 36 Modul 09. Dinamika, Usaha, dan Energi 40 Modul 10. Resonansi Gelombang Bunyi 46 Modul 11. Gelombang Berdiri Pada Tali 49 Modul 12. Kalorimeter 51 Catatan vi Pedoman Praktikum Fisika Dasar v

7 MODUL 01 DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN TUJUAN 1. mampu menggunakan dan memahami alat-alat ukur dasar 2. mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang 3. dapat mengaplikasikan konsep ketidakpastian dan angka berarti dalam pengolahan hasil pengukuran ALAT DAN BAHAN Penggaris plastik Amperemeter Voltmeter Thermometer Mikrometer sekrup Jangka sorong Stopwatch Busur derajat Bola besi Balok kuningan/almunium Hidrometer Barometer laboratorium Neraca teknis TEORI DASAR A. Alat ukur dasar Alat ukur adalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau variabel fisis. Pada umumnya alat ukur dasar terbagi menjadi dua jenis, yaitu alat ukur analog dan digital. Ada dua sistem pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital. Alat ukur analog memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya penunjukan temperatur dalam ditunjukkan oleh skala, penunjuk jarum pada skala meter, atau penunjukan skala elektronik (Gambar 1.a). Alat ukur digital memberikan hasil pengukuran yang bernilai diskrit. Hasil pengukuran tegangan atau arus dari meter digital merupakan sebuah nilai dengan jumlah digit tertentu yang ditunjukkan pada panel display-nya (Gambar 1.b). Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran dan ling-kungan yang saling mempengaruhi serta keterampilan pengamat. Dengan demikian amat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran. Beberapa panduan akan disajikan dalam modul ini bagaimana cara Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 1

8 memperoleh hasil pengukuran seteliti mungkin serta cara melaporkan ketidakpastian yang menyertainya. Beberapa alat ukur dasar yang akan dipelajari dalam praktikum ini adalah jangka sorong, mikrometer sekrup, barometer, neraca teknis, penggaris, busur derajat, stopwatch dan beberapa alat ukur besaran listrik. Masing-masing alat ukur memiliki cara untuk mengoperasikannya dan juga cara untuk membaca hasil yang terukur. Gambar 1. Penunjukan meter analog dan meter digital. Nilai Skala Terkecil Pada setiap alat ukur terdapat suatu nilai skala yang tidak dapat lagi dibagi- (NST). Ketelitian alat ukur bergantung bagi, inilah yang disebut Nilai Skala Terkecil pada NST ini. Pada Gambar 2 di bawah ini tampak bahwa NST = 0,25 satuan. Gambar 2. Skala utama suatu alat ukur dengan NST = 0,25 satuan. Nonius Skala nonius akan meningkatkann ketelitian pembacaan alat ukur. Umumnya terdapat suatu pembagian sejumlah skala utama dengan sejumlah skala nonius yang akan menyebabkan garis skala titik nol dan titik maksimum skala nonius berimpit dengan skala utama. Cara membaca skalanya adalah sebagai berikut: 1. baca posisi 0 dari skala nonius pada skala utama, 2. angka desimal (di belakang koma) dicari dari skala nonius yang berimpit dengan skala utama. Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 2

9 Di bawah ini contoh alat ukur utama M menjadi 10 skala nonius N. dengan NST utama 0,1 satuan dan 9 skala Gambar 3. Skala utama dan nonius dengan M = 9, N = 10, dan N 1 = 7. Pada Gambar 3, hasil pembacaan tanpa nonius adalah 6,7 satuan dan dengan nonius adalah 6,7 + 7 ( 10 9) 0, 1 = 6,77 satuan karena skala nonius yang 10 berimpit dengan skala utama adalah skala ke 7 atau N 1 =7. Gambar 4. Skalaa utama berbentuk lingkaran Kadang-kadang skala utama dan nonius dapat berbentuk lingkaran seperti dapat dijumpai pada meja putar untuk alat spektroskopi yang ditunjukkan oleh Gambar 4,NST=10 o, M=3,N=4. Dalam Gambar 4b pengukuran posisi terkecil ( skala kanan ), dapat dilihat bahwa pembacaan tanpa nonius memberikan hasil 150 o, 3 sedangkan dengan menggunakan nonius hasilnya adalah ( 4 3) 10 = 4 157,5 o. B. Parameter alat ukur Ada beberapa istilah dan definisi dalam pengukuran yang harus dipahami, diantaranya : Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 3

10 a) Akurasi, kedekatan alat ukur membaca pada nilai yang sebenarnya dari variabel yang diukur. b) Presisi, hasil pengukuran yang dihasilkan dari proses pengukuran, atau derajat untuk membedakan satu pengukuran dengan lainnya. c) Kepekaan, ratio dari sinyal output atau tanggapan alat ukur perubahan input atau variabel yang diukur. d) Resolusi, perubahan terkecil dari nilai pengukuran yang mampu ditanggapi oleh alat ukur. e) Kesalahan, angka penyimpangan dari nilai sebenarnya variabel yang diukur. C. Ketidakpastian Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibarasi, kesalahan titik nol, kesalahan pegas, adanya gesekan, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran dan lingkungan yang sangat mempengaruhi hasil pengukuran. hal ini disebabkan karena sistem yang diukur mengalami suatu gangguan. Dengan demikian sangat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran. oleh sebab itu, setiap hasil pengukuran harus dilaporkan dengan ketidakpastiannya. Ketidakpastian dibedakan menjadi dua, yaitu ketidakpastian mutlak dan relatif. Masing-masing ketidakpastian dapat digunakan dalam pengukuran tunggal dan berulang. Ketidakpastian mutlak Suatu nilai ketidakpastian yang disebabkan karena keterbatasan alat ukur itu sendiri. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian yang umumnya digunakan bernilai setengah dari NST. Untuk suatu besaran X maka ketidakpastian mutlaknya dalam pengukuran tunggal adalah: 1 2 x = NST (1) dengan hasil pengukurannya dituliskan sebagai X = x ± x (2) Melaporkan hasil pengukuran berulang dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah menggunakan kesalahan ½- rentang atau bisa juga menggunakan standar Deviasi. Kesalahan ½ - Rentang Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 4

11 Pada pengukuran berulang, ketidakpastian dituliskan tidak lagi seperti pada pengukuran tunggal. Kesalahan ½ - Rentang merupakan salah satu cara untuk menyatakan ketidakpastian pada pengukuran berulang. Cara untuk melakukannya adalah sebagai berikut : a) Kumpulkan sejumlah hasil pengukuran variabel x, misalnya n buah, yaitu x, x2,..., 1 x n b) Cari nilai rata-ratanya yaitu x x = x1 + x xn (3) n c) Tentukan xmax dan x min dari kumpulan data x tersebut dan ketidakpastiannya dapat dituliskan ( ) x max x x = min (4) 2 d) Penulisan hasilnya sebagai x = x ± x (5) Untuk jelasnya sebuah contoh dari hasil pengukuran (dalam mm) suatu besaran x yang dilakukan empat kali yaitu : 153,2 ; 153,6 ;152,8; 153,0. Rataratanya adalah 153, , , ,0 x = = 153,2 mm 4 Nilai terbesar dalam hasil pengukuran tersebut adalah 153,6 mm dan nilai terkecilnya adalah 152,8 mm. Maka rentang pengukuran adalah ( 153,6 152,8) = 0, 8 mm sehingga ketidakpastian pengukuran adalah 0,8 x = = 0,4 mm 2 maka hasil pengukuran yang dilaporkan adalah ( 153,2 ± 0,4) x = mm Standar Deviasi Bila dalam pengamatan dilakukan n kali pengukuran dari besaran x dan terkumpul data x 1, x 2,... x n, maka nilai rata-rata dari besaran ini adalah Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 5

12 n x = 1 ( n x + x + + x n = L ) x j (6) n Kesalahan dari nilai rata-rata ini terhadap nilai sebenarnya besaran x (yang tidak mungkin kita ketahui nilai benarnya x 0 ) dinyatakan oleh standar deviasi. j= 1 s x = n n ( j 1 j ) 2 2 ( x x n x x j ) j j = 1 = 1 = = ( n 1) n( n 1) j n 2 (7). Standar deviasi diberikan oleh persamaan (7), sehingga kita hanya dapat menyatakan bahwa nilai benar dari besaran x terletak dalam selang ( x - s x ) sampai ( x + s x ). Jadi penulisan hasil pengukurannya adalah x = x ±s x Ketidakpastian relatif Ketidakpastian relatif adalah ketidakpastian yang dibandingkan dengan hasil pengukuran. terdapat hubungan hasil pengukuran terhadap KTP yaitu : x KTP relatif = (8). x Apabila menggunakan KTP relatif maka hasil pengukuran dilaporkan sebagai X = x ± ( KTP relatif 100%) (9). Ketidakpastian pada Fungsi Variabel (Perambatan Ketidakpastian) Jika suatu variabel merupakan fungsi dari variabel lain yang disertai oleh ketidakpastian, maka variabel ini akan disertai pula oleh ketidakpastian. Hal ini disebut sebagai perambatan ketidakpastian. Untuk jelasnya ketidakpastian variabel yang merupakan hasil operasi variabel-variabel lain yang disertai oleh ketidakpastian akan disajikan dalam Tabel 1 berikut ini. Misalkan dari suatu pengukuran diperoleh ( a ± a) dan ( b b) ±. Kepada kedua hasil pengukuran tersebut akan dilakukan operasi matematik dasar untuk memperoleh besaran baru. Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 6

13 Variabel yang dilibatkan a ± a b ± b Tabel 1. Contoh perambatan ketidakpastian. Operasi Hasil Ketidakpastian Penjumlahan Pengurangan Perkalian Pembagian Pangkat p = a + b p = a + b q = a b q = a + b r = a b a s = b n t = a r r a b = + a b s a b = + s a b t t a = n a Angka Berarti (Significant Figures) Angka berarti (AB) menunjukkan jumlah digit angka yang akan dilaporkan pada hasil akhir pengukuran. AB berkaitan dengan KTP relatif (dalam %). Semakin kecil KTP relatif maka semakin tinggi mutu pengukuran atau semakin tinggi ketelitian hasil pengukuran yang dilakukan. Aturan praktis yang menghubungkan antara KTP relatif dan AB adalah sebagai berikut: AB = 1 log( KTP relatif ) (10) Sebagai contoh suatu hasil pengukuran dan cara menyajikannya untuk beberapa AB akan akan disajikan dalam Tabel 2 berikut ini. Nilai yang terukur 1, Tabel 2 Contoh pengunaan AB. KTP relatif (%) AB Hasil penulisan 0,1 4 ( ) 3 1,202 ± 0, ( ) 3 1,20 ± 0, ( ) 3 1,2 ± 0,1 10 Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 7

14 PERCOBAAN Di dalam laboratorium Anda akan diberikan alat-alat ukur dasar seperti penggaris, stopwatch, jangka sorong dan lain-lain seperti tertulis pada bagian alat-alat yang digunakan. Percobaan yang dilakukan yaitu menentukan massa jenis suatu bahan dengan keteraturan dimensi, seperti balok dan bola. Prosedur percobaan NST alat ukur Menentukan NST alat ukur seperti : mikrometer sekrup, amperemeter, voltmeter, jangka sorong, penggaris plastik, busur derajad, termometer, stopwatch. Catatan : Perhatikan nonius pada jangka sorong dan mikrometer sekrup. Tentukan NST alat ukur tersebut tanpa dan dengan nonius. Katupkan jangka sorong Anda rapat-rapat tetapi jangan dipaksa keras-keras dan catat kedudukan skala dalam keadaan ini. Bahas mengenai kedudukan titik nolnya. Dimensi dan massa bahan Balok kuningan/alumunium : pengukuran panjang, lebar dan tinggi sebanyak 5 kali untuk masing-masing parameter untuk tempat yang berbeda pada bahan tersebut menggunakan jangka sorong. Bola besi : pengukuran diameter sebanyak 10 kali untuk tempat yang berbeda pada bahan tersebut menggunakan micrometer sekrup. Massa balok dan bola dukur menggunakan neraca teknis dan NST alat ukur pun diambil sebagai data. Data fisis keadaan laboratorium Pengukuran suhu menggunakan thermometer raksa yang ada di bagian depan pintu masuk laboratorium dalam skala Celsius ( o C) dengan penyajian menggunaakan KTP pengukuran tunggal (mutlak dan relatif). Pengukuran kelembaban menggunakan hydrometer (di depan pintu masuk dan di depan ruang modul 3) dengan penyajian menggunakan KTP pengukuran tunggal. Pengukuran tekanan menggunakan barometer (depan ruang modul 3), data meliputi nilai P dan NST alat ukur. Nilai factor koreksi untuk P karena pengaruh suhu yang terukur. Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 8

15 LAPORAN 1. Tabulasi data dimensi untuk balok (p, l, t) dan bola (d), karena menggunakan pengukuran berulang digunakan standar deviasi (hasil hanya disajikan menggunakan KTP mutlak). 2. Tentukan volum untuk balok dan bola dan KTPnya menggunakan perambatan ketidakpastian (nilai volum dengan KTP mutlaknya). Nilai volum disajikan dengan KTP relatifnya (gunakan konsep angka berarti). 3. Tentukan massa bahan (pengukuran tunggal dengan KTP mutlak ; ½ NST ). 4. Tentukan rapat massa (ρ =m/v) bahan dan gunakan perambatan ketidakpastiannya. Jangan lupa konversi nilai KTP massa ke bentuk KTP relatif. (dilakukan karena berbeda metode dalam pengukurannya). Standar deviasi (volum) 66 % sedangkan mutlak (massa) 50%. 5. Tekanan terkoreksi, dibuat grafik factor koreksi terhadap P lalu tentukan persamaan garisnya. Tentukan nilai koreksi untuk tekanan ruang yang terukur. Nilai koreksi tersebut mengurangi nilai P yang terukur dalam penyajian datanya yang dilengkapi KTP mutlaknya. Gunakan regresi dan standar deviasi menggunakan kalkulator. 6. Kenapa ada faktor koreksi dalam pembacaan nilai P, kenapa dipengaruhi oleh suhu, serta mengapa nilai P terbaca harus dikurangi dalam koreksinya. 7. Ketidakcocokan nilai rapat massa bahan yang diperoleh dari eksperimen terhadap referensi. 8. Bagaimana menentukan NST dari alat ukur digital? PUSTAKA 1. Darmawan Djonoputro, B., Teori Ketidakpastian, Penerbit ITB, University of Melbourne School of Physics, Physics 160 Laboratory Manual, Modul 01 Dasar Pengukuran dan Ketidakpastian 9

16 MODUL 02 OSILASI HARMONIK SEDERHANA: OSILASI PEGAS TUJUAN 1. Menentukan tetapan pegas dan massa efektif pegas dengan melaksanakan percobaan ayunan pegas yang dibebani. 2. Menentukan percepatan gravitasi dengan mengukur perpanjangan pegas yang dibebani. ALAT DAN BAHAN 1. Statif 2. Skala pelengkap statif 3. Pegas spiral 4. Tabung tempat menaruh beban 5. Beban tambahan 6. Stopwatch TEORI DASAR Dalam modul ini, kita akan mempelajari suatu jenis gerak yang sering kita temui sehari-hari yaitu getaran atau gerak osilasi atau gerak harmonik sederhana. Gerak harmonik sederhana adalah gerak bolak-balik suatu benda disekitar posisi seimbangnya, yang disebabkan oleh adanya gaya restorsi (gaya Hooke), umpamanya gerak yang terjadi pada pegas atau bandul. Hukum Hooke dan Getaran Setiap sistem yang memenuhi hukum Hooke akan bergetar dengan cara yang unik dan sederhana yang disebut gerak harmonik sederhana. Sebagai contoh, tinjau perilaku pegas seperti pada Gambar 1. Bila kita tinjau benda B saja, yang berada dalam kesetimbangan tentulah ada gaya F' yang dilakukan oleh pegas pada benda B, gaya F' ini sama besar tapi berlawanan arah dengan gaya F. Untuk simpangan x kecil maka gaya luar berbanding lurus dengan x. Andaikan gaya luar F ditiadakan maka benda akan ditarik oleh gaya F sehingga benda akan bergerak ke kiri sejauh x pula. Jika tidak ada gaya lain (umpamanya gaya gesek) maka benda ini akan terus menerus bergerak ke kiri dan kekanan sejauh x dari keseimbangan semula. Ini yang disebut getaran atau gerak harmonis sederhana, dan F' adalah gaya Hooke. Modul 02. Osilasi Harmonik Sederhana (Pegas) 10

17 Gambar 1. Sistem pegas a. Pegas dan benda berada dalam keadaan seimbang tanpa pengaruh gaya luar (Gambar 1a). b. Bila gaya luar F dilakukan pada sistem maka keseimbangan akan dicapai bila pegas teregang sejauh x (Gambar 1b). Jika beban bermassa m kita gantungkan pada pegas dalam posisi vertikal, maka keseimbangan akan dicapai setelah pegas mengalami perpanjangan xo. Bila beban ditarik dari kedudukan setimbangnya lalu dilepaskan maka benda di ujung pegas ini akan bergetar (berosilasi). Anda sudah sering melihat getaran benda di ujung pegas sepeti itu. Perilaku benda secara umum terlihat pada gambar di bawah ini. Dalam Gambar 2 di bawah ini diperlihatkan massa di ujung pegas meninggalkan jejak kertas yang memperlihatkan bagaimana massa itu berosilasi ke atas dan ke bawah. Gambar 2. Gerak periodik atau getaran Gerak getar sistem yang memenuhi hukum Hooke seperti sistem pegas dan benda di atas disebut gerak harmonik sederhana. Akan kita lihat nanti bahwa kurva yang dibentuk oleh massa di atas selama bergetar berbentuk sinusoidal. Modul 02. Osilasi Harmonik Sederhana (Pegas) 11

18 Gerak Harmonik Sederhana Kita terapkan hukum II Newton pada benda yang mengalami ghs (gerak harmonik sederhana) ini, dengan F adalah gaya Hooke, yakni F = ma (1) 2 d x kx = m 2 dt (2) Persamaan ini menyatakan hubungan x dan t tetapi mengandung suku dalam bentuk difrensial dan disebut persamaan diferensial. Jika kita ingin mencari solusinya, artinya kita ingin mencari suatu fungsi yang menyatakan kedudukan benda (x) dan memenuhi persamaan diferensial di atas. Jelas bahwa x adalah fungsi waktu yang bila diturunkan (dideferensialisasikan) dua kali terhadap t menghasilkan -k/m kali fungsi yang sama (sebelum diturunkan). Disamping itu fungsi tersebut bila dibuat grafiknya terhadap waktu mestilah berbentuk seperti pada Gambar 2. Dari bentuk grafik tersebut dan sifat diferensial fungsi sinus atau cosinus, solusinya dapat dituliskan sebagai : dengan ( t) A cos ( ωt ϕ ) = a cos( ωt) + b sin ( ωt) x = (2) a = Acosϕ dan b = Asin ϕ. Konstanta a dan b memungkinkan solusi ini diungkapkan dalam bentuk kombinasi sinus dan cosinus, dengan tetapan A, ω, dan ϕ yang belum diketahui. Jika kita solusi umum tersebut ke dalam persamaan diferensial di atas, kita peroleh dan ω = k m ( t) = A ( ω t + ϕ ) x cos (4) (3) yang merupakan solusi dari persamaan gerak harmonis sederhana tersebut di atas dengan tetapan A dan ϕ masih belum tertentu. Ini berarti ada berbagai kemungkinan macam gerak harmonik sederhana ini yang bergantung pada nilai A dan ϕ. PERCOBAAN A. Penentuan tetapan pegas a. Prinsip percobaan Telah kita lihat di atas ω dan perioda getaran pegas bergantung pada massa beban dan tetapan pegas sebagai berikut: Modul 02. Osilasi Harmonik Sederhana (Pegas) 12

19 k 2π ω = = (5) m T 2 m T = 2π atau 2 4π T = m (6) k k. Jadi bila kita gantungkan beban yang telah diukur massanya (ditimbang) pada pegas lalu kita getarkan dan diukur pula periodanya, kita dapat menentukan tetapan pegas k. Ketelitian yang lebih tinggi dapat diperoleh bila percobaan seperti itu dilakukan berulang-ulang untuk beban yang berbedabeda. b. Prosedur percobaan Pegas yang dibebani digantungkan pada statif, simpangkan sedikit ke bawah lalu lepaskan agar terjadi gerak harmonik sederhana dan tentukan periodanya. Untuk mendapatkan hasil yang teliti percobaan ini dilakukan untuk beberapa beban. Setiap beban yang digunakan ditimbang begitu juga pegasnya. Langkah percobaannya adalah sebagai berikut : 1. Gantungkanlah pegas pada statif lalu gantungkan tabung kosong di bawahnya. Tariklah tabung itu sedikit ke bawah dan kemudian lepaskan. a. Catatlah waktu yang diperlukan untuk 10, 20 dan 30 getaran. (petunjuk: besar amplitudo simpangan sebaiknya hampir sama selama getaran) b. Amati berapa jumlah getaran yang dapat memberikan hasil yang paling teliti? c. Ulangi pengukuran itu dengan menambahkan 2 keping beban setiap kali, hingga terakhir 5 keping beban digunakan. 2. Timbanglah masing-masing beban dan juga pegas, olahlah data Anda itu dengan merujuk pers. (6)! B. Penentuan percepatan gravitasi a. Prinsip percobaan Dengan membebani pegas (yang telah diketahui tetapan pegasnya) dengan beban (yang telah ditimbang massanya) dan mengukur perpanjangan pegas yang dihasilkannya kita dapat menentukan besar percepatan gravitasi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi ketelitiannya, pembebanan ini dilakukan beberapa kali, mula-mula dengan cara menambahkan beban satu per satu dan kemudian dengan cara mengurangi beban satu per satu. Dengan demikian untuk setiap beban kita mengukur perpanjangan pegas dua kali. Untuk itu kita ambil nilai rata-ratanya dan nilai rata-rata seluruh percobaan ditentukan dengan grafik. b. Prosedur Percobaan Modul 02. Osilasi Harmonik Sederhana (Pegas) 13

20 Mula-mula dibaca dan dicatat posisi tabung kosong pada skala. Skala diatur sedemikian rupa hingga jarum penunjuk pada bagian atas skala itu tepat dengan jarum penunjuk. Beban dimasukkan ke dalam tabung dan tunggu kira-kira 10 detik, baru dibaca posisinya. Penambahan beban ini dilakukan hingga 10 kali dan setiap kali menambahkan beban dicatat posisi jarum penunjuk, kurangi beban tersebut satu per satu dan baca pula posisi jarum penunjuk untuk setiap pengurangan beban. Dari data yang diperoleh dapat dibuat grafik antara simpangan terhadap beban, lalu tentukan percepatan gravitasi. Aturlah skala sedemikian rupa hingga jarum menunjuk pada bagian skala itu. Catatlah berturut-turut penunjukan jarum ketika tabung kosong, kemudian ditambah beban satu per satu hingga beban ke-5 lalu dikurangi satu persatu hingga tabung kosong kembali. LAPORAN A. Penentuan tetapan pegas 2 1. Buatlah grafik antara T terhadap massa total beban yang digunakan 2. Tentukanlah nilai rata-rata tetapan pegas dari grafik di atas! 3. Dalam perumusan di atas tidak disinggung tentang massa pegas, seperti penurunan persamaan dalam buku referensi umumnya yang mengabaikan massa pegas. Dalam gerak pegas ini, sistem sebenarnya merasakan bahwa pegas tersebut bermassa, meski tidak sebesar massa sesungguhnya. Massa 2 pegas efektif dapat ditentukan dari grafik antara T terhadap massa total beban yang digunakan. Tentukanlah massa efektif pegas itu! 4. Selayaknya massa efektif pegas lebih besar atau lebih kecil dari massa sebenarnya? Bagaimanakah hasil dari percobaan Anda? 5. Berikanlah analisa Anda mengenai percobaan ini. B. Penentuan percepatan gravitasi 1. Buatlah grafik antara simpangan dengan massa beban. 2. Tentukan percepatan gravitasi dari grafik di atas. 3. Percepatan gravitasi di Bandung menurut pengukuran yang teliti adalah 9,78 m/s 2, bandingkanlah hasil Anda dengan data tersebut! 4. Berikanlah analisa Anda jika terjadi perbedaan! PUSTAKA 1. Halliday, D., Resnick, R., Walker, J., Fundamentals of Physics, John Wiley & Sons, Sutrisno, Seri Fisika Dasar, Penerbit ITB, Modul 02. Osilasi Harmonik Sederhana (Pegas) 14

21 MODUL 03 BANDUL MATEMATIS TUJUAN 1. Menentukan percepatan gravitasi dengan metode ayunan bandul sederhana. 2. Memahami pengaruh panjang tali, massa beban dan besar sudut simpangan pada hasil pengukuran. ALAT DAN BAHAN 1. Komputer PC dan program aplikasi Logger Pro (1 set) 2. LabPro Interface / antar muka (1 buah) 3. Sistem bandul (1 set) 4. Photogate (1 buah) 5. Neraca Ohauss (digunakan bersama) TEORI DASAR Sebuah bandul yang diikat dengan tali ringan(massanya dapat diabaikan) dengan panjangnya l mempunyai persamaan gerak osilasi: 2 d θ g + sinθ = 0 (1) 2 dt l Jika sudut θ sangat kecil, maka geraknya adalah gerak harmonik sederhana dengan perioda: l T = 0 2π (2) g Jika panjang tali dan periodanya diketahui, maka dapat ditentukan percepatan gravitasinya, yaitu: 2 4π l g = (3) T 2 0 Jika sudut simpangan cukup besar, gerak bandul tidak lagi harmonik sederhana dan periodanya merupakan suatu deret yang tergantung pada sudut simpangan. Penguraian sampai orde ke 3 diperoleh perioda osilasi T: T = T 1 + sin θ + sin ) (4) 0 ( 4 2 max 64 2 θ max Modul 03. Osilasi Harmonik Sederhana: Bandul Matematis 15

22 dimana θ max adalah amplitudo sudut simpangan maksimum dari arah vertikal dan T 0 adalah perioda ayunan sederhana, seperti ditunjukkan pada persamaan (2). θ max (derajat) Tabel 1 Nilai T T 0 T untuk θmax tertentu T 0 θ max (derajat) , , , , , , , , , T T 0 PERCOBAAN a. Setup awal percobaaan 1. Hubungkan sensor photogate ke antarmuka LabPro pada Channel 1. Atur posisi sensor dengan baik (tanyakan asisten). 2. Pasang bandul pada tali dan gantungkan pada tempat yang telah disediakan. 3. Hidupkan komputer dan buka file eksperimen osilasi bandul sudut kecil jika amplitudo sudut simpangannya adalah kecil. 4. Ada 2 buah tampilan window. Window1 melukiskan grafik percepatan gravitasi g terhadap waktu. Window2 merupakan tabel data pengukuran. 5. Coba ayunkan bandul sehingga talinya menutupi bagian sensor photogate. Perhatikan, lampu photogate akan berkedip saat tali melewati sensornya. Jika sudah demikian, berarti pengukuran sudah bisa dimulai. b. Prosedur percobaan 1. Timbanglah bandul yang disediakan dan catat nilainya. 2. Timbanglah tali dengan panjang tertentu dan catatlah rapat massa talinya. 3. Pasang bandul pada tali dengan panjang tertentu (lihat tabel). 4. Buka file eksperimen osilasi bandul sudut kecil jika sudut ayunan yang akan dilakukan adalah kurang dari 10 derajat. Buka file osilasi bandul sudut 10 jika amplitudo sudut simpangannya adalah 10 derajat, dst. 5. Atur posisi sensor photogate sesuai dengan sudut ayunan yang akan dipilih. Buat ayunan dengan sudut tertentu (perhatikan langkah 2). Perhatikan ayunannya. 6. Dengan mouse, klik Collect untuk mulai mengambil data. Amati nilai gravitasi g pada grafik atau tabel. 7. Jika nilai gravitasi g sudah konstan, segera klik Stop. Catat nilai gravitasinya. 8. Ulangi langkah (4) s/d (7) di atas untuk sudut yang makin besar. 9. Ulangi langkah (3) s/d (8) di atas untuk panjang tali yang berbeda. 10. Ulangi langkah (3) s/d (9) di atas untuk massa bandul yang berbeda. Modul 03. Osilasi Harmonik Sederhana: Bandul Matematis 16

23 Tabel 2 Percobaan Ayunan Bandul Sederhana m 1 = (gr) m 2= (gr) No. l (cm) θ max( o ) g No. l(cm) θ max( o ) g 1 120,0 5, ,0 5,0 2 10,0 2 10, ,0 8 30, ,0 5, ,0 5,0 2 10,0 2 10, ,0 8 30,0 1 70,0 5,0 1 70,0 5,0 2 10,0 2 10, ,0 8 30,0 LAPORAN Ambillah data dan buatlah analisis untuk percobaan ini! PUSTAKA Halliday, D., Resnick, R., Walker, J., Fundamentals of Physics, John Wiley & Sons, Modul 03. Osilasi Harmonik Sederhana: Bandul Matematis 17

24 MODUL 04 OSILASI HARMONIK SEDERHANA: BANDUL FISIS TUJUAN 1. Mengamati ayunan bandul fisis, 2. Menentukan momen inersia sistem bandul dan hubungannya dengan perioda osilasi, 3. Menentukan percepatan gravitasi bumi. ALAT DAN BAHAN Bandul fisis yang terdiri dari: dua keping logam S berbentuk silinder yang dapat dieratkan pada batang logam yang berlubang-lubang (lihat Gambar 2). Meteran Stopwatch Neraca Olland dan batu timbangan TEORI DASAR Dalam modul ini kita akan meninjau kasus yang lebih umum, dengan sistem ataupun benda yang terdiri dari banyak partikel (titik partikel) maupun benda yang terdiri dari partikel-partikel yang dianggap tersebar secara kontinyu pada benda yang disebut dengan sistem partikel. Dalam suatu sitem partikel dikenal titik pusat massa, yang didefinisikan sebagai berikut = (1) dengan adalah posisi partikel ke-i di dalam sistem dan M adalah massa total sistem. Dalam modul ini akan dipelajari gerak suatu bandul yang bentuknya sembarang yang lazim disebut sebagai bandul fisis. Bandul fisis adalah bandul yang berosilasi secara bebas pada suatu sumbu tertentu dari suatu benda rigid (kaku) sembarang. Berbeda dengan bandul matematis, bentuk, ukuran dan massa benda pada bandul fisis tidak bisa diabaikan dengan menganggapnya sebagai sebuah benda titik. Jika sebuah benda digantungkan pada suatu poros O, kemudian diberi simpangan θ dan dilepaskan, maka benda itu akan berosilasi karena adanya torka Modul 04. Bandul Fisis 18

25 pemulih/momen gaya pemulih (suatu momen gaya yang selalu mengembalikan bandul pada kedudukan kesetimbangannya) sebesar -mghsinθ, dengan : mg : gaya berat, hsinθ : panjang lengan, h : jarak antara poros ke pusat massa PM Gambar 1. Bandul fisis Ayunan yang terjadi pada bandul fisis dapat digolongkan sebagai gerak harmonik sudut (angular harmonic motion), jika momen gaya pulih sebanding dengan simpangan sudutnya. Maka dapat dianalogikan dengan gerak harmonis sederhana. Jika redaman diabaikan, maka persamaan gerak dari sistem bandul fisis ini adalah: = h (2) dengan I : momen inersia benda rigid dihitung terhadap titik poros. Jika simpangan kecil, maka sin θ θ, sehingga persamaan gerak berubah menjadi: + =0 (3) Solusi dari persamaan ini adalah: = sin, dengan = osilasi adalah sebesar : =2 =2 atau perioda (4) Modul 04. Bandul Fisis 19

26 Bandingkan kemiripan dengan persamaan serupa untuk osilasi harmonik pegas yang memiliki bentuk + =0 (5) dan solusinya yang berbentuk = sin (6) dengan perioda =2 (7) Gambar 2 menunjukkan bandul fisis dengan pusat massanya di C dan poros horizontalnya melalui P. Sebagai acuan untuk simpangan sudut θ kita ambil sumbu z yang vertikal melalui P sehingga dalam kesetimbangan. Gambar 2. Bandul fisis pada percobaan Momen inersia terhadap sumbu ayunan dapat ditentukan dengan menggunakan dalil sumbu sejajar. Jika momen inersia terhadap sumbu melalui pusat massa (C) adalah Io dan l adalah jarak C terhadap P, maka momen inersia terhadap sumbu yang melalui P adalah: = + (5) maka perioda ayunan bandul fisis di atas menjadi : =2 (6) Jika T 1 adalah perioda ayunan dengan jarak antara C terhadap P adalah l1 dan T 2 adalah perioda ayunan dengan jarak antara C terhadap P adalah l 2, maka Modul 04. Bandul Fisis 20

27 percepatan gravitasi dapat kita tentukan dengan mengeliminasi I o dari T 1 dan T 2 hasilnya adalah sebagai berikut: =4 (7) Dengan mengunakan persamaan (1) dapat diperoleh koordinat pusat massa bandul fisis dengan bentuk seperti pada Gambar 2 adalah : ximi x pm = (8) m dengan xi adalah posisi pusat massa benda ke-i yang massanya i m i. PERCOBAAN 1. Ukur massa batang dan keping silinder logam pada bandul fisis secara terpisah, 2. Ukur panjang batang logam (L), 3. Tangkupkan keping-keping logam pada batang logam, ukurlah jarak pusat keping terhadap ujung batang logam O (OA), lihat Gambar2, 4. Tentukan jarak OP (jarak ujung batang O terhadap titik poros putar/titik gantung bandul fisis), 5. Ayunkan bandul fisis dengan simpangan sudut kecil, catatlah waktu yang diperlukan untuk 50 ayunan pertama t, 6. Ayunkan bandul fisis dengan simpangan sudut kecil sekali lagi, catatlah waktu yang diperlukan untuk 50 ayunan ke dua t', 7. Catatlah jumlah ayunan n untuk waktu t ditambah t. 8. Tentukan pusat massa sistem melalui persamaan (8), 9. Dapatkan nilai l yaitu jarak pusat massa OP, 10. Ulangi percobaan pengukuran waktu untuk menentukan perioda dan jumlah ayunan untuk jarak OP yang berbeda. LAPORAN 1. Hitunglah posisi pusat massa ( x ) bandul fisis terhadap ujung batang O. pm 2. Hitunglah jarak l 1, yaitu jarak antara titik P 1 yang dipilih sebagai titik gantung dengan titik pusat massa bandul fisis tersebut. 3. Hitung perioda sementara ( T sementara ) dari percobaan 5 dan 6 dengan cara T sementara t + t' = 100 Modul 04. Bandul Fisis 21

28 4. Hitunglah perioda T 1, yaitu perioda yang lebih teliti dengan cara T 1 = t" n' 5. Hitunglah perioda sementara ( T sementara ) dan T 2 untuk jarak OP yang berbeda. 6. Hitunglah harga percepatan gravitasi g menggunakan pers. (7). 7. Bandingkan nilai yang didapat dengan percepatan gravitasi universal g = 9.8 m/ s2, dan jelaskan mengapa terdapat perbedaan nilai! 8. Mengapa harus menentukan pusat massa sistem tersebut dulu dalam eksperimen ini? 9. Mengapa dalam percobaan ini digunakan simpangan bersudut kecil? 10. Bagaimana pengaruh peletakan titik poros putar dalam percobaan ini? PUSTAKA Benson, H., University Physics, John Wiley & Sons, Inc., Modul 04. Bandul Fisis 22

29 MODUL 05 MOMEN INERSIA TUJUAN 1. Memahami peran momen inersia pada gerak rotasi benda tegar 2. Menentukan momen inersia dari benda tegar secara teori dan eksperimen. ALAT DAN BAHAN Statif dilengkapi kawat untuk ayunan torsi, Keping logam berbentuk piringan silinder dan segiempat Jangka sorong dan mikrometer sekrup Stopwatch Nerca teknis TEORI DASAR A. Sistem benda tegar Gambar 2. Sistem benda tegar. Gambar 1 memperlihatkan dua titik massa dengan massa m 1 dan m 2 yang dihubungkan oleh batang ringan (tak bermassa), sehingga m 1 dan m 2 membentuk suatu benda tegar. Ujung kiri batang di O diberi sumbu yang tegak lurus pada bidang gambar sehingga batang dapat berotasi pada sumbu tersebut. Jika jarak m 1 dan m 2 ke sumbu di O masing-masing adalah r 1 dan r 2 dan batang mengalami gerak rotasi dengan kecepatan sudut ω, maka kecepatan tangensial adalah m 1 = (1) = (2) dan v 2 kecepatan tangensial m 2. Energi kinetik dari kedua titik massa adalah = + = + = (3) Modul 05. Momen Inersia 23

30 dengan = + disebut momen inersia dari m 1 dan m 2 terhadap sumbu rotasi di O. Energi kinetik dari m 1 dan m 2 yang disebabkan oleh gerak rotasinya disebut energi kinetik rotasi dan dinyatakan dengan : (4) B. Penentuan momen inersia secara teori Untuk menentukan momen inersia dari keping logam berbentuk segi empat secara teori, dapat dilakukan dengan cara mengukur panjang, lebar dan tebal dari keping dan juga menimbang massanya. Jika panjang keping a, lebar b, tebal c, dan massanya M (Gambar 2), momen inersia keping terhadap sumbu rotasi melalui pusat massa yang sejajar tebal c adalah 2 2 M ( a + b ) I c = (5) 12 I c I b c b a Ia Gambar 3. Keping segi empat. Dapat dibuktikan pula bahwa momen inersia keping terhadap sumbu rotasi melalui pusat massa yang sejajar dengan panjang a adalah 2 2 M ( b + c ) I a = (6) 12 Terhadap sumbu rotasi melalui pusat massa dan sejajar lebar b, momen inersianya adalah 2 2 M ( a + c ) I b = (7) 12 Momen inersia keping lingkaran terhadap sumbu rotasi yang berimpit dengan sumbu silinder (Gambar 3) adalah Modul 05. Momen Inersia 24

31 1 MR 2 2 I s = (8) Gambar 4. Keping lingkaran. M massa silinder dan R jari-jari silinder. Jadi secara statis momen inersia silinder dapat ditentukan, jika massa dan jari-jari silinder diketahui. Momen inersia batang berbentuk silinder terhadap sumbu rotasi melalui pusat massa yang sejajar dengan diameter silinder (Gambar 3), adalah 2 2 L R I d = M + (9) 12 4 M massa silinder, R jari-jari silinder dan L panjang silinder. Jadi secara statis momen inersianya dapat ditentukan jika M, R dan L diketahui. C. Penentuan momen inersia secara eksperimen Momen inersia benda juga dapat ditentukan secara dinamis, yaitu dengan menggantungkan benda pada kawat, dan ujung kawat yang lain dieratkan pada statif (Gambar 4). Jika benda diberi sedikit simpangan dari posisi setimbangnya dengan cara memutar benda (dengan sudut kecil), maka kawat akan terpuntir. Jika benda dilepaskan maka benda akan mengalami gerak harmonik anguler (sudut), disebabkan oleh momen gaya puntir dari kawat. Perioda T dari gerak harmonik anguler benda ini adalah I T = 2π (10) K Modul 05. Momen Inersia 25

32 Gambar 5. Pengukuran momen inersia dalam eksperimen. K : I = I B + I K tetapan momen gaya puntiran dari kawat I B : momen inersia dari benda I K : momen inersia dari kawat Jika dua buah benda dengan momen inersia masing-masing I 1 dan I 2 secara berturut-turut digantungkan pada kawat yang sama, maka perioda gerak harmonik angulernya masing-masing dinyatakan dengan I1 + I k T1 = 2π (11) K I2 + I k T2 = 2π (12) K Dari kedua persamaan ini jika I 1, T 1, I 2 dan T2 diketahui, maka Ik dan K dapat ditentukan. Sebaliknya jika I k dan K telah diketahui, cara ini dapat dipakai untuk menentukan momen inersia benda yang lain secara dinamis dengan mengukur perioda dari gerak harmonik angulernya. Modul 05. Momen Inersia 26

33 PERCOBAAN A. Persiapan percobaan 1. Ukurlah panjang dan lebar keping segi empat masing-masing 5 kali pada tempat yang berbeda dengan menggunakan jangka sorong. 2. Ukurlah tebal keping segi empat 5 kali pada tempat yang berbeda dengan menggunakan mikrometer sekrup. 3. Ukurlah diameter silinder 5 kali pada tempat yang berbeda dengan jangka sorong dan juga ukurlah tebalnya 5 kali pada tempat yang berbeda dengan mikrometer sekrup. 4. Timbanglah masing-masing keping dengan neraca teknis untuk menentukan massa masing-masing keping. B. Tahapan percobaan 1. Gantungkan keping segi empat pada kawat sehingga garis lurus perpanjangan kawat melalui pusat massa keping dan sejajar panjang kepingnya (Gambar 4b) 2. Berilah simpangan sudut pada keping dan kemudian lepaskan. Catatlah waktu yang diperlukan untuk melakukan 10 getaran penuh (10T). 3. Gantungkan keping segi empat kepada kawat sehingga garis lurus perpanjangan kawat melalui pusat massa keping dan sejajar dengan lebar b. Kemudian lakukanlah seperti pada tugas Lakukan seperti pada tugas 1 dan tugas 2 dengan kawat sejajar tebal c dari keping (Gambar 4a). 5. Gantungkan keping silinder sehingga sumbu silinder berimpit dengan kawat, dan lakukanlah kemudian seperti pada tugas 2 (Gambar 4d). 6. Gantungkan keping silinder sehingga diameternya berimpit dengan kawat, dan kemudian lakukanlah seperti pada tugas 2 (Gambar 4c). LAPORAN 1. Hitung momen inersia secara teoritis menggunakan persamaan yang ada untuk masing-masing benda dan posisi. 2. Hitung periode getaran masing-masing percobaan 3. Tentukan nilai I k dan K dengan cara substitusi/eliminasi dari 2 persamaan periode T dengan menggunakan data keping piringan silinder. Modul 05. Momen Inersia 27

34 4. Pergunakan persamaan T untuk mendapatkan momen inersia segiempat untuk semua posisi dengan menggunakan nilai I k dan K yang telah diperoleh sebelumnya. 5. Bandingkan nilai momen inersia I untuk segiempat hasil eksperimen terhadap nilai teori. 6. Selidiki keberlakuan teorema sumbu tegak untuk keping segiempat! 7. Jelaskan faktor yang menyebabkan perbedaan antara nilai eksperimen dan teori dan manakah yang lebih presisi atau valid antara perhitungan secara teori atau eksperimen. Jelaskan! 8. Jelaskan pengaruh momen inersia terhadap rotasi benda tegar! PUSTAKA Giancoli, D.C., Physics Principles with Applications, Prentice-Hall, Inc., Modul 05. Momen Inersia 28

35 MODUL 06 MODULUS YOUNG TUJUAN 1. Memahami sifat elastis bahan di bawah pengaruh tarikan 2. Menentukan modulus Young suatu bahan. ALAT DAN BAHAN 1. Dua utas kawat, 2. Perangkat baca skala utama dan nonius, 3. Seperangkat beban (dasar beban dan 5 beban masing-masing 0.5 kg), 4. Mistar panjang/tiang, 5. Meteran, 6. Mikrometer sekrup. TEORI DASAR Sifat elsatisitas suatu bahan biasa dinyatakan dalam hubungan antara besaranbesaran tegangan dan regangan. Sebatang logam berada dalam kesetimbangan bila ditarik oleh gaya-gaya F 1 dan F 2 yang sama besar (F 1 =F 2 =F) seperti pada Gambar 1. Gambar 6. Batang logam dalam pengaruh gaya tarik F 1 dan F 2. Bayangkan batang dipotong sejajar salah satu sisinya. Bagian ini mula-mula dalam keadaan setimbang. Jika pada bagian ini bekerja gaya F yang tersebar merata (uniform) di seluruh permukaan penampang yang dinyatakan oleh anak-anak panah (Gambar 2) maka benda akan mulur/bertambah panjang sebesar L. Gambar 7. Elemen batang logam dalam pengaruh gaya F. Bila luas penampang adalah A, maka tegangan tarik adalah F/A, panjang batang mula-mula adalah L o dan akibat gaya tarik F panjang batang menjadi L maka regangan tarik adalah : Modul 07. Modulus Puntir 29

36 = (1) Batang disebut elastis bila gaya F berhenti bekerja pada batang maka panjang batang kembali ke panjang asal ( L o ). Pada bahan elastis hubungan antara tegangan dan regangan tarik bentuknya linier dan dalam daerah ini berlaku hukum Hooke. Perbandingan tegangan terhadap regangan tarik disebut modulus Young (E) atau modulus elastisitas. tegangan tarik E = regangan tarik F / A L / L o = (2) Bahan mempunyai batas elastisitas tertentu,yang berarti bila tegangan tarik ditambah hingga ke suatu harga tertentu atau melebihinya, kemudian gaya berhenti bekerja maka panjang bahan tidak kembali ke panjang asal. Gambar 3. Kurva elastisitas suatu bahan. PERCOBAAN Untuk mencatat pertambahan panjang suatu kawat yang ditarik dengan suatu beban, diperlukan kawat lain yang sejenis dan sama panjangnya. Panjang asal dari kedua kawat itu dapat dilihat pada kedudukan skala nonius dan skala utama, kemudian salah satu kawat diberi beban, sehingga kedudukan nonius akan berubah terhadap skala utama. Perubahan kedudukan ini menunjukkan pertambahan panjang yang terjadi. Dengan mengubah-ubah massa beban, dapat dicatat pertambahan panjang yang ditimbulkannya dan didapatkan grafik hubungan antara massa beban tarikan dan pertambahan panjang kawat. Modul 07. Modulus Puntir 30

37 Dalam mengubah-ubah massa beban harus diperhatikan beban tak melebihi batas elastisitas. Bila beban melebihi batas elastisitas, kawat tidak kembali ke asal dan hubungan antara tegangan dan regangan tarik tidak lagi linier. Prosedur percobaan 1. Gantungkanlah kedua kawat dan lengkapi dengan perangkat baca. Agar kawat lurus, bebani kedua kawat dengan beban yang tak terlalu berat. a. Ukur panjang salah satu kawat yang akan ditentukan modulus Young nya dengan tiang lalu ukur menggunakan meteran. b. Ukur diameter kawat menggunakan mikrometer sekrup. c. Gantungkan kedua dasar beban pada kedua utas kawat. Catat kedudukan skala nonius saat gelembung pada waterpas berada di tengah fluidanya. 2. Tambahkan beban setiap kali 0.5 kg pada salah satu utas kawat. Pada setiap penambahan beban setelah kira-kira 10 detik, a. Catatlah kedudukan nonius, nilai skala yang terbaca merupakan pertambahan panjang oleh penambahan beban yang diberikan pada kawat. Lakukan penambahan sampai 5 kali (berarti sampai penambahan beban 2.5 kg), b. Hitung pertambahan panjang. Ingat bahwa nilai skala yang dibaca merupakan nilai akibat pertambahan beban setiap 0.5 kg. 3. Ambil beban setiap kali 0.5 kg sehingga beban habis. Setiap kali beban diambil, setelah kira-kira 10 detik lakukan sesuai prosedur penambahan beban. a. Catatlah kedudukan nonius, b. Hitung pengurangan panjang. LAPORAN 1. Hitung tegangan dan regangan tarik pada setiap langkah penambahan dan pengurangan beban. 2. Buatlah grafik hubungan antara tegangan dan regangan tarik. Tentukan persamaan garis dari grafik tersebut lalu tentukan modulus Young bahan yang diuji menggunakan hasil grafik. 3. Jelaskan daerah-daerah dalam elastisitas suatu bahan melalui grafik yang diperoleh yang mengacu pada Hukum Hooke! 4. Bandingkan nilai modulus Young yang diperoleh dari percobaan dengan literatur! Jelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi hal tersebut? 5. Selain menggunakan metode ini, metode seperti apa yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus Young dan jelaskan jawaban Anda? PUSTAKA Halliday, D., Resnick, R., Walker, J., Fundamentals of Physics, John Wiley & Sons, Modul 07. Modulus Puntir 31

38 MODUL 07 MODULUS PUNTIR TUJUAN 1. Memahami sifat elastis bahan di bawah pengaruh puntiran. 2. Menentukan modulus puntir suatu bahan ALAT DAN BAHAN 1. Kit modulus puntir, 2. Batang silinder logam besi dan kuningan, 3. Meteran, 4. Satu set beban (5 buah beban masing-masing ±0.5 kg dan dasar beban), 5. Mikrometer sekrup, 6. Jarum penunjuk 2 buah. TEORI DASAR Batang yang ditarik oleh suatu gaya dikatakan berada di bawah tegangan merenggang (tensile stress). Bentuk tegangan lainnya adalah tegangan menekan (compressive stress), yang merupakan lawan dari tensile stress, dan tegangan memuntir (shear stress) yang terdiri dari dua gaya yang sama tetapi arahnya berlawanan dan tidak segaris (lihat Gambar 1). Gambar 1. Tipe-tipe tegangan (a) merenggang (b) menekan (c) memuntir Untuk tegangan memuntir kita dapat tulis persamaannya sebagai berikut : FL L = 0 (1) GA Modul 07. Modulus Puntir 32

39 dimana L adalah pertambahan panjang, L 0 adalah panjang mula-mula dan A adalah luas dari permukaan dimana gaya F itu bekerja. Dalam regangan geser dan memuntir, gaya F bekerja sejajar dengan permukaan A, sedangkan L tegak lurus terhadap L 0. Tetapan G adalah modulus puntir (share modulus), atau juga dikenal sebagai konstanta proposionalitas (1/G). Gambar 2. Suatu batang silinder dengan ujung tetap A dipuntir di C Gambar 2 mengilustrasikan kasus batang silinder yang diberi puntiran. Jika suatu batang silinder yang salah satu ujungnya dijepit tetap pada posisi A seperti dalam gambar, sedangkan ujung lainnya dipuntir dengan torsi T, maka modulus geser/modulus puntir batang tersebut dapat ditentukan dari hubungan: 2LT G = πr 4 (2) α dengan R adalah jari-jari batang silinder dan L adalah jarak antara ujung tetap (titik A) ke tempat sudut puntir α (titik C). Gaya torsi T di sini dihasilkan dari beban yang digantungkan pada ujung bebas. Jika jari-jari roda pemutar adalah r dan beban yang digantungkan adalah sebesar m maka torsi yang dihasilkan adalah sebesar T = rmg (3) PERCOBAAN Sebatang logam silindris diteguhkan di salah satu ujungnya (di titik A) dan dipuntir di ujung lainnya (di titik B) oleh sebuah gaya torsi. Besarnya sudut puntir α ditunjukkan oleh suatu alat penunjuk yang dilekatkan pada batang pada posisi tertentu. Dari besarnya α, modulus puntir G batang logam dapat ditentukan. Modul 07. Modulus Puntir 33

40 Gambar 3. Gambar alat untuk menentukan modulus puntir Prosedur percobaan 1. Ukurlah diameter batang logam yang akan ditentukan modulus puntirnya dan ukur pula diameter roda pemutar. 2. Masukkan satu ujung batang ke dalam penjepit diam dan ujung lain ke dalam penjepit pemuntir. Kemudian pasanglah jarum pengamat sudut puntir pada jarak tertentu dari penjepit diam. Catat jarak tersebut. 3. Bebani roda pemutar dengan dasar beban (penggantung beban) dan buat jarum penunjuk skala pada posisi 0 o. 4. Bebanilah roda pemutar berturut-turut dengan beban yang tersedia. Setiap penambahan beban adalah 0,5 kg. Setelah beberapa saat catatlah sudut puntir yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada setiap penambahan beban untuk α 1 dan α 2. Nilai α 1 dan α 2 dibaca dengan melihat jarum penunjuk yang menandakan nilai simpangan pada busur derajat. Lakukan penambahan beban sampai 5 kali (berarti sampai 2,5 kg). 5. Setelah semua beban digantungkan, kurangilah berturut-turut beban tersebut dengan 0,5 kg setiap kali pengurangan. Tunggu beberapa saat, kemudian catat kedudukan jarum pengamat sudut puntir untuk setiap pengurangan beban. LAPORAN 1. Buatlah grafik α terhadap massa beban lalu regresi dan dapatkan persamaan garisnya. Data yang diolah adalah sebagai berikut : a) Logam besi : nilai α 1 dan α 2 terhadap massa beban dengan penambahan beban, b) Logam kuningan : nilai α 1 terhadap massa beban dengan penambahan dan pengurangan beban. 2. Tentukan nilai modulus puntir untuk masing-masing bahan dengan menggunakan hasil regresi. 3. Bagaimana pengaruh α 1 dan α 2 dalam pengukuran untuk penentuan modulus puntir tiap bahan? 4. Apakah terdapat perbedaan antara pengurangan dan penambahan beban pada percobaan ini? Jelaskan jawaban Anda dan apa maksud dilakukann y a penambahan/pengurangan beban pada percobaan ini. Modul 07. Modulus Puntir 34

41 PUSTAKA Halliday, D., Resnick, R., Walker, J., Fundamentals of Physics, John Wiley & Sons, Modul 07. Modulus Puntir 35

42 MODUL 08 PESAWAT ATWOOD TUJUAN 1. Memahami Hukum Newton dalam konsep kinematika dan aplikasinya 2. Menentukan momen inersia katrol. ALAT DAN BAHAN 1. Pesawat Atwood yang terdiri dari (Gambar 1). a. tiang berskala R yang pada ujung atasnya terdapat katrol P b. genggaman G dengan pegas S, penahan beban B, penahan beban tambahan A yang berlubang. 2. Stopwatch. 3. Neraca teknis. 4. Jangka sorong 5. Meteran 6. Satu set massa beban tambahan m 1 dan m 2 ( 2 gram dan 4 gram) 7. Satu set beban gantung bertali dengan massa M 1 san M 2.. Gambar 1. Ilustrasi pesawat Atwood TEORI DASAR Bila suatu katrol hanya dapat berotasi murni pada porosnya yang diam, maka geraknya dapat dianalisis dengan menggunakan Gambar 2. T 1 Mg T2 + N = 0 (1) T 1 R T 2 R = Iα (2) a α = R (3) Modul 08 Pesawat Atwood 36

43 Gambar 2. Gaya-gaya pada katrol Gambar 3. Katrol dan beban dimana a adalah percepatan tangensial tepi katrol, dan percepatan ini sama dengan percepatan tali penggantung yang dililitkan pada katrol tanpa slip. Bila suatu benda digantungkan pada tali seperti Gambar 3, maka percepatan benda adalah: a ( m + M 1 ) M = 2 g (4) 2 m + M 1 + M 2 + I / R dengan I adalah momen inersia katrol. Perhatikan Gambar 3. Jika massa beban tak sama maka sistem akan bergerak lurus dipercepat beraturan. Dengan mengukur jarak yang ditempuh serta mengukur waktu yang diperlukan kita dapat menentukan percepatan beban dari percobaan. Jika percepatan telah diketahui maka dengan menggunakan Pers. (4) kita dapat menghitung momen inersia katrol. Jika massa beban sama, maka sistem akan bergerak lurus beraturan atau diam (hukum I Newton). Jika pada awalnya sistem telah mempunyai kecepatan (dalam keadaan bergerak), maka kecepatan awal tersebut dapat ditentukan dengan mengukur jarak tempuh dan waktu tempuh benda. PERCOBAAN a. Persiapan percobaan 1. Ukur massa beban tambahan dan massa beban bertali agar lebih presisi dalam perhitungan data. 2. Periksa apakah pesawat Atwood telah siap untuk digunakan. Lihat Gambar 1. a. tulis data mengenai massa dan jari-jari katrol yang akan digunakan. b. pastikan bahwa tiang tidak miring. c. pastikan bahwa katrol dapat berputar dengan bebas. Modul 08. Pesawat Atwood 37

44 d. gantungkan M 1 dan M 2 pada ujung-ujung tali dan kemudian pasang tali pada katrol. e. pastikan bahwa tali sejajar dengan tiang. f. pasangm1pada genggaman G dan tambahkan beban m 1 pada M 2. Lepaskan M 1 dengan menekan pegas S. Pastikan bahwa beban M 2 dapat melalui A tanpa terganggu dan hanya beban M 1 saja yang tertahan di A. b. Prosedur percobaan 1. GLB : a. Ukur jarak dari pusat katrol ke ujung atas beban bertali 1 (M 2 ) dan buat jarak tersebut tetap( tidak dirubah). b. Variasikan jarak A ke B (X AB ) dan hitung waktu yang diperlukan beban M 1 dari A ke B setelah beban tambahan tertahan pada titik A (t AB ). c. Koreksi jarak AB dengan ditambah tinggi beban M 2 untuk dimasukan dalam perhitungan. d. Lakukan percobaan ini sebanyak 5 kali dengan nilai massa beban tambahan yang berbeda (terdapat 5 pasang data untuk massa tambahan m 1 dan m 2 ). 2. GLBB : a. Variasikan jarak C ke A (titik ujung atas beban M 2 terhadap titik A atau X CA ) dan hitung waktu yang diperlukan beban M 2 +m dari C ke A setelah benda mulai bergerak (t CA ). b. Lakukan percobaan ini sebanyak 5 kali dengan nilai massa beban tambahan yang berbeda (terdapat 5 pasang data untuk massa tambahan m 1 dan m 2 ). LAPORAN 1. Percobaan 1 (GLB) : a) Buat grafik t AB terhadap X AB yang telah dikoreksi untuk kedua massa tambahan. b) Tentukan persamaan regresi dari grafik tersebut lalu tentukan nilai kecepatan GLB sistem menggunakn persamaan yang diperoleh (kecepatan pada daerah AB konstan, sehingga pergunakan rumusan hubungan jarak dan waktu untuk kecepatan konstan), c) Bandingkan kecepatan untuk kedua massa tambahan. d) Mengapa kecepatan di daerah AB konstan dan jarak AB harus dikoreksi terhadap tinggi beban M Percobaan 2 (GLBB) : a) Buat grafik t CA terhadap X CA yang telah dikoreksi untuk kedua massa tambahan. Modul 08. Pesawat Atwood 38

45 b) Tentukan persamaan regresi dari grafik tersebut lalu tentukan nilai percepatan GLBB sistem menggunakn persamaan yang diperoleh (percepatan pada daerah CA konstan, sehingga pergunakan rumusan hubungan jarak dan waktu untuk percepatan konstan). c) Bandingkan percepatan untuk kedua massa tambahan. d) Mengapa percepatan di daerah CA konstan? e) Faktor apa saja yang mempengaruhi percepatan yang terjadi di daerah CA? 3. Penentuan momen inersia katrol a) Dengan mengguakan persamaan kinematika yang diperoleh dari penurunan diagram gaya, cari nilai momen inersia I untuk masing-masing beban tambahan. b) Tentukan I secara teori dengan menggunakan data katrol yang ada. c) Bandingkan nilai I eksperimen dengan I teori dan jelaskan perbedaan nilai yang terjadi! PUSTAKA 1. Halliday, D., Resnick, R., Walker, J., Fundamentals of Physics, John Wiley & Sons, Sutrisno, Seri Fisika Dasar, Penerbit ITB, Modul 08. Pesawat Atwood 39

46 MODUL 09 DINAMIKA, USAHA DAN ENERGI TUJUAN 1. Memahami keterkaitan berbagai besaran dinamika dan menguji kebenaran hukum II Newton sebagai rumusan yang menghubungkan besaran-besaran tersebut. 2. Menghitung energi potensial dan kinetik suatu benda kemudian mengamati kesesuaiannya dengan prinsip kekekalan energi mekanik atau teorema usahaenergi. ALAT DAN BAHAN 1. Rel udara (airtrack) dan keretanya, 2. Dasar beban + 6 buah beban bulat masing-masing 5 gram, 3. Beban untuk kereta(persegi panjang) :25gram, 50 gram dan 100 gram, 4. Penghalang cahaya tunggal, 5. Sistem sensor photogate beserta antarmuka Vernier Logger Pro, 6. Katrol kecil dan benang berpengait, 7. Baut pengunci. TEORI DASAR Dinamika merupakan salah satu cabang fisika yang mempelajari gerak benda beserta penyebabnya (gaya). Newton telah merumuskan konsep dinamika melalui hukum-hukumnya yang terkenal, yaitu keseimbangan/ inertial, sistem dipercepat dan aksi-reaksi. Selain dirumuskan dalam hukum Newton, gerak benda beserta kaitannya dengan gaya ternyata dapat ditulis ulang dalam bentuk yang lebih umum menjadi teorema usaha-energi, atau dalam bentuk khususnya adalah kekekalan energi baik secara umum maupun kekekalan energi mekanik. Hukum II Newton Dalam hukum II Newton disebutkan bahwa jika sebuah benda yang mempunyai massa M diberi gaya sebesar F, maka akan timbul percepatan sebesar a sesuai hubungan: F = Ma (1) apabila F dan M konstan, maka a konstan. Gaya yang menyebabkan percepatan pada rel udara disebabkan oleh tegangan tali yang dihubungkan pada beban gantung. Pada gambar 1 ditunjukkan dua buah benda bermassa m dan m b dihubungkan oleh tali dengan gaya tegangan tali T. Ada gaya gesek yang bekerja pada benda m, tetapi besarnya dapat diabaikan dalam perhitungan karena licinnya permukaan rel udara. Modul 09. Dinamika, Usaha, dan Energi 40

47 Gambar 1. Ilustrasi sistem dalam percobaan dinamika. Jika tali selalu dalam keadaan tegang, maka percepatan benda m b akan sama dengan percepatan m, atau percepatan sistem dengan total massa yang berperan dalam sistem adalah m + m b. Untuk percobaan bagian ini, kita ingin mengetahui hubungan massa dan percepatan dengan cara mengubah-ubah massa m dengan gaya F dibuat tetap. Selain itu akan dicari pula hubungan gaya F terhadap percepatan, dengan massa sistem m + m b dibuat tetap. Teorema Usaha-Energi Apakah energi itu? Mungkin tidak ada jawaban memuaskan yang dapat diberikan untuk pertanyaan ini. Tapi secara sederhana dapat dikatakan bahwa energi merupakan kemampuan melakukan usaha. Konsep energi dapat dikaitkan dengan usaha oleh suatu gaya. Usaha oleh suatu gaya F r yang bekerja pada sistem sehingga sistem berpindah sejauh d r r r adalah Wr = F dr. Dengan penurunan secara matematik maka diperoleh: F W m( vakhir vawal ) F r = total 2 (2) 1 2 Jika didefinisikan EK = mv sebagai energi kinetik benda, maka usaha yang 2 dilakukan oleh gaya tersebut akan menyebabkan perubahan energi kinetik benda, yakni W r = EK (3) Gaya total yang bekerja pada suatu benda bisa terdiri dari gaya konservatif dan gaya non konservatif. Usaha oleh gaya konservatif akan nol bila bekerja dalam satu lintasan penuh. Jika benda mendapatkan energi dari gaya konservatif maka energi tersebut akan tersimpan sebagai energi potensial. Sebagai contoh, gravitasi bumi merupakan gaya konservatif dan benda yang dipengaruhi oleh gravitasi bumi akan memiliki energi potensial. Energi potensial benda bergantung pada jarak (posisi) benda terhadap bumi (misalnya diukur terhadap acuan tanah). Salah satu sifat energi adalah tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan tapi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Usaha total terdiri dari usaha dari F total Modul 09. Dinamika, Usaha, dan Energi 41

48 gaya yang tak bergantung lintasan (konservatif) dan gaya yang bergantung lintasan (nonkonservatif), sehingga W = Wnk + Wk = EK (4) Dalam percobaan yang akan dilakukan, usaha nonkonservatif berasal dari gesekan yang tidak bisa diabaikan. Sedangkan usaha konservatif tidak lain adalah perubahan energi potensial gravitasi benda. Lengkapnya, teorema usaha energi (3) dapat ditulis menjadi: Wg EP = EK (5) PERCOBAAN Ikuti petunjuk asisten dengan baik, terutama penjelasan fungsi setiap alat yang akan digunakan. Pengumpulan data eksperimen dibantu oleh sistem sensor photogate dan perangkat lunak dan antarmuka Logger Pro. Perhatikan alat-alat yang perlu dipasang untuk masing-masing percobaan dinamika dan usaha-energi. A. Percobaan Hukum II Newton a. Hubungan antara massa dan percepatan dengan gaya tetap 1. Timbang kereta, lalu letakkan di atas rel udara. 2. Ikatkan benang berpengait pada kereta dengan menggunakan sengkang setelah sebelumnya dilewatkan melalui katrol dan lubang kecil di uung rel. 3. Gantungkan penggantung beban di ujungnya dengan 3 beban 5 gram (sekitar 20 gram jika dihitung dengan penggantung bebannnya juga). Tambahkan penghalang cahaya yang dipasang di bagian atas kereta dengan posisi tegak lurus skereta. 4. Atur jarak antargerbang cahaya (sistem sensor photogate) sejauh 30 cm. Posisi kereta dari gerbang pertama diatur sekitar minimal 40 cm. Pastikan jarak yang ditempuh kereta melewati gerbang masih cukup sebelum beban pada penggantung menabrak lantai. 5. Siapkan lembar kerja pengukur kecepatan di komputer dengan perangkat Vernier Logger Pro. Tekan tombol collect untuk mulai mengumpulkan data 6. Nyalakan peniup, kereta akan mulai bergerak dan tercatat kecepatan awal di gerbang cahaya pertama (v 0 ) dan kecepatan akhir (v t ) di gerbang kedua. 7. Segera hentikan kereta setelah melewati gerbang cahaya kedua, matikan peniup. Jika semua berjalan normal, akan tercatat sebuah data baru di lembar kerja Vernier Logger Pro. Biarkan saja, lanjutkan terus percobaannya. 8. Hati-hati jangan sampai ada benda apapun yang melewati detektor photogate. Modul 09. Dinamika, Usaha, dan Energi 42

49 9. Ulangi percobaan dengan memberikan variasi beban persegi panjang pada kereta. No Massa beban (gr) m = massa dari kereta + massa beban (gr) v 1 v 2 v a = v 2s b. Hubungan antara gaya dan percepatan dengan massa sistem tetap 1. Pada percobaan ini, semua (5 buah) beban 5 gram tergantung pada kereta, menyisakan sebuah penggantung di ujung tali dekat katrol. Setiap masing-masing beban dan penggantung diberi nilai 1F. 2. Atur agar jarak antargerbang cahaya 40 cm. 3. Lepaskan kereta (setelah menekan tombol collect) di sekitar 40 cm dari gerbang pertama. Amati kecepatan kereta yang tercatat pada komputer. 4. Ulangi langkah 3 dengan memindahkan beban 5 gram dari kereta ke penggantung beban. No Berat beban bulat dan penggantung v 1 v 2 v a = v 2s B. Percobaan konsep usaha-energi 1. Set alat sama seperti percobaan Hukum II Newton bagian (a), hanya saja sekarang pendekatan rumusannya berbeda. 2. Perubahan energi potensial akan ditentukan dari perubahan ketinggian. Perubahan ketinggian ini dapat diukur dari jarak antara gerbang cahaya yang mencatat kecepatan awal dan kecepatan akhir. Dengan variasi jarak yang beraneka ragam, lakukan percobaan pengumpulan data kecepatan awal dan Modul 09. Dinamika, Usaha, dan Energi 43

50 kecepatan akhir dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Kereta seperti biasa dilepaskan minimal dari jarak 40 cm sebelum gerbang pertama. 3. Lengkapi tabel berikut. m kb m m b M h(m) v 1 v 2 EK 1 EK 2 EK EP ,2 0,2 0,1 0,3 0,1 0,3 Keterangan: m kb = massa beban pada kereta m = massa kereta + m bk m b = massa beban gantung M = m + m b (massa total sistem) h = perubahan posisi ketinggian sistem dari kecepatan awal ke kecepatan akhir, yaitu jarak antargerbang cahaya (photogate) v 1, 2 = besar kecepatan awal dan akhir 1 2 EK1,2 = Mv1,2 ; EK = EK2 EK1 2 EP = mb gh Perhatian: gunakan satuan yang tepat dan memudahkan. LAPORAN A. Percobaan Hukum II Newton a. Hubungan antara massa dan percepatan dengan gaya tetap 3. Buatlah grafik percepatan sebagai fungsi kebalikan massa. 4. Tentukan besar gaya dari grafik tersebut. 5. Bandingkan nilainya dengan gaya konstan yang seharusnya diberikan oleh beban bulat (beban gantung) jika percepatan gravasi digunakan 978 cm/s 2. Berapa persen akurasinya? 6. Pikirkan bagaimana jadinya grafik percepatan terhadap kebalikan massa jika gesekan yang muncul antara kereta dan lintasannya cukup besar. b. Hubungan antara gaya dan percepatan dengan massa tetap 1. Buatlah grafik percepatan sebagai fungsi gaya. 2. Tentukan besar massa sistem dari grafik tersebut. 3. Bandingkan nilainya dengan massa konstan yang seharusnya diberikan oleh jumlah massa kereta, massa kereta, 5 buah massa beban bulat, dan massa penggantung beban. Berapa persen akurasinya? Modul 09. Dinamika, Usaha, dan Energi 44

51 4. Pikirkan bagaimana jadinya grafik percepatan terhadap gaya jika gesekan cukup besar. B. Percobaan konsep usaha-energi 1. Hitung perbedaan perubahan energi kinetik dan perubahan energi potensial dari percobaan yang telah dilakukan. 2. Apa arti perbedaan tersebut? 3. Manakah yang seharusnya lebih besar, perubahan energi kinetik atau perubahan energi potensial? Bilamana keduanya bernilai sama? 4. Dapatkah percobaan yang telah dilakukan ini untuk membuktikan berlakunya kekekalan energi mekanik? Jelaskan. PUSTAKA 1. Halliday, D., Resnick, R., Walker, J., Fundamentals of Physics, John Wiley & Sons, Sutrisno, Seri Fisika Dasar, Penerbit ITB, Modul 09. Dinamika, Usaha, dan Energi 45

52 MODUL 10 RESONANSI GELOMBANG BUNYI MAKSUD PERCOBAAN 1. Memahami peristiwa terjadinya resonansi pada gelombang bunyi. 2. Menentukan besar cepat rambat gelombang bunyi di udara. 3. Menentukan frekuensi getar garputala. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN 1. Tabung resonansi berskala beserta reservoirnya, 2. Beberapa garputala dengan salah satu di antaranya diketahui frekuensinya, 3. Pemukul garputala, 4. Jangka sorong. TEORI YANG TERKAIT Superposisi gelombang adalah penjumlahan dari simpangan dua atau lebih gelombang. Hasil dari superposisi ini menimbulkan berbagai fenomena yang menarik, seperti adanya pelayangan, interferensi, difraksi, dan resonansi. Apabila superposisi terjadi antara gelombang datang dan gelombang pantul akan terbentuk gelombang berdiri. Andaikan besar frekuensinya sama atau mendekati frekuensi alamiahnya maka akan mengakibatkan terjadinya resonansi sehingga amplitudo hasil superposisinya memiliki besar yang maksimum. Bila gelombang bunyi merambat dalam suatu tabung berisi udara, maka antara gelombang datang dan gelombang yang dipantul oleh dasar tabung akan terjadi superposisi, dan dapat timbul resonansi gelombang berdiri bila panjang tabung udara merupakan kelipatan dari 1 λ dengan λ adalah panjang gelombang 4 bunyi yang bersuperposisi. Hasil superposisi gelombang bunyi ini dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk tabung yang salah satu ujungnya tertutup, hubungan antara panjang tabung L dan panjang gelombang λ adalah: λ L = n 4 ( 2 n + 1) = 0,1, 2,... (1a) sedangkan untuk tabung yang kedua ujungnya terbuka, maka: λ L = n 4 ( 2 n + 2) = 0,1, 2,... (1b) Karena ukuran garis tabung kecil bila dibandingkan dengan panjang gelombang, perut gelombang simpangan tidak tepat terjadi pada ujung terbuka tetapi didekatnya, yaitu pada jarak e 0, 6R diluar tabung dengan R adalah jari-jari tabung. Jadi persamaan (1a) dan (1b) menjadi: Modul 10 Resonansi Gelombang Bunyi 46

53 Gambar 1 Gelombang simpangan dalam tabung tertutup. (a) keadaan resonansi pertama, (b) keadaan resonansi kedua, dan (c) keadaan resonansi ketiga. λ L = (2n + 1) e 4 (2a) λ L = ( 2n + 2) 2e 4 (2b) Karena λ = v / f dengan v adalah kecepatan merambat bunyi dan f adalah frekwensi, maka: v L = ( 2n + 1) 4 f e (3a) v L = ( 2n + 2) 4 f 2e (3b) Dengan membuat grafik L sebagai fungsi dari n, maka: a. Bila f diketahui, v dan e dapat dihitung, b. Sebaliknya bila v diketahui, f dapat dihitung (setelah dikoreksi dengan e). PERCOBAAN YANG DILAKUKAN Modul 10 Resonansi Gelombang Bunyi 47

54 1. Ukurlah diameter bagian dalam dari tabung. 2. Usahakan agar mula-mula permukaan air dalam tabung cukup tinggi dekat dengan ujung atas dari tabung (dengan reservoir). 3. Ambil garputala yang frekuensinya diketahui (tanyakan pada assisten berapa frekuensi f ). 4. Getarkan garputala yang telah diketahui frekwensinya dengan pemukul garputala dan dekatkan dengan ujung atas tabung gelas sambil menggeser-geser tinggi permukaan air. Untuk menjamin keamanan tabung gelas, lakukan pemukulan garputala jauh dari tabung. 5. Catatlah kedudukan permukaan air, ketika terdengar bunyi yang sangat keras (terjadi resonansi). 6. Turunkan lagi permukaan air, sampai terjadi resonansi lagi. Catat lagi kedudukan permukaan air. Carilah kedudukan permukaan air yang menyebabkan resonansi di sepanjang tabung. 7. Ulangi percobaan tersebut untuk memastikan tepatnya tempat-tempat resonansi. 8. Gambar grafik L terhadap n dan hitung e serta v. 9. Hitung v dari rumus v = γrt / m dengan R = 8,314, dan γ = 1, Hitung juga v dari rumus v = t / 273 dengan suhu t dinyatakan dalam o C. 11. Bandingkan hasil v dari 8, 9, 10 dan beri penjelasan 12. Ulangi tugas 4 sampai dengan 7 untuk garputala yang lain (X) yang belum diketahui frekuensinya. TUGAS AKHIR DAN PERTANYAAN 1. Gambarkan grafik L terhadap n dan tentukan frekuensi garputala X tersebut. 2. Sebutkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam menentukan frekuensi tersebut. PUSTAKA 1. Halliday, D., Resnick, R., Walker, J., Fundamentals of Physics, John Wiley & Sons, Sutrisno, Seri Fisika Dasar, Penerbit ITB, Modul 10 Resonansi Gelombang Bunyi 48

55 MODUL 11 GELOMBANG BERDIRI PADA TALI TUJUAN PERCOBAAN 1. Memahami peristiwa terjadinya resonansi pada gelombang tali 2. Menentukan laju gelombang stasioner/gelombang berdiri pada tali 3. Menentukan frekuensi vibrator ALAT-ALAT YANG DIGUNAKANN 1. Alat percobaan Melde (vibrator, pulley, beban, dll) 2. Tali dengan berbagai ukuran, gunting 3. Neraca O Hauss 4. Mistar 1 set 1 set 1 buah 1 buah TEORI Bila sebuah tali dibentangkan diantaraa dua buah titik, kemudian digetarkan dengan frekuensi tertentu, maka dapat dihasilkan gelombang berdiri untuk tegangan tali tertentu. Gambar 1 Percobaan Melde dimana bentangan tali sepanjang L diberi beban M Kecepatan gelombang tali tsb adalah : v = T µ (1) dimana T = tegangan tali dan µ = massa per satuan panjang tali, dengan frekuensi : T µ f = (2) λ Modul 11 Gelombang Berdiri pada Tali 49

56 dimana λ = panjang gelombang tali. PERCOBAAN YANG DILAKUKAN 1. Siapkan sejumlah tali dan ukur rapat massanya. 2. Buatlah gelombang berdiri menggunakan 1 buah tali dan catat data-data yang Anda butuhkan. Buatlah gelombang berdiri dengan jumlah titik simpul yang berbeda-beda. 3. Ulangi langkah 2 untuk tali yang berbeda-beda. 4. Buatlah gelombang berdiri dengan menggunakan 2 utas tali yang disambung dan catat data-data yang Anda butuhkan. Buatlah gelombang berdiri dengan jumlah titik simpul yang berbeda-beda. 5. Ulangi langkah 4 untuk sambungan 3 utas tali yang berbeda. BAHAN LATIHAN 1. Apa yang dimaksud dengan gelombang berdiri? 2. Apa yang dimaksud dengan interferensi? Jelaskan! 3. Jika tali digetarkan sehingga menghasilkan gelombang berdiri dengan 4 simpul dan dengan beban 200 gram yang digantungkan pada pulley /katrol, berapa massa yang harus diberikan untuk menghasilkan 6 buah simpul? TUGAS AKHIR DAN PERTANYAAN 3. Jika massa pada beban ditambahkan, apa pengaruhnya pada percobaan tsb? 4. Bila Anda menggunakan tali yang massanya 2 kali lebih besar dari tali yang digunakan dalam percobaan tsb, berapa tegangan tali yang harus diberikan agar dihasilkan gelombang berdiri dengan panjang gelombang yang sama? 5. Tentukan besaran2 yang menentukan laju gelombang tali. 6. Bagaimanakah caranya untuk menentukan frekuensi sumber getaran? 7. Sebutkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. 8. Berikan kesimpulan Anda. PUSTAKA Halliday,D.,et al. Fundamental of Physics. John Wiley & Sons, Modul 11 Gelombang Berdiri pada Tali 50

57 MODUL 12 KALORIMETER TUJUAN 1. Memahami konsep Azaz Black 2. Menentukan kalor jenis bahan dengan menggunakan kalorimeter. ALAT DAN BAHAN Kalorimeter lengkap dengan pengaduk dan bejana pelindung, Potongan logam Alumunium dan Tembaga, Air : air suhu kamar dan air panas, Satu set perangkat sensor temperatur dan komputer, Neraca teknis, Gelas ukur, Bejana, TEORI DASAR Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor maka temperatur zat tersebut akan berubah. Dengan mengetahui besar perubahan temperatur pada benda maka dapat ditentukan besarnya kalor yang diserap atau dilepas oleh benda tersebut. Kalor jenis suatu benda merupakan karakteristik benda yang mengaitkan kalor yang diserap dengan perubahan temperatur pada benda, yang dinyatakan oleh hubungan dengan Q kalor yang diserap atau dilepas M massa benda C kalor jenis T perubahan temperatur Q = mc T (1) Pada percobaan ini akan digunakan kalorimeter untuk menentukan kalor jenis suatu zat. Kalor jenis adalah jumlah kalor yang diperlukan 1 kg bahan untuk menaikan suhu sebesar 1 o C. Perhatikanlah Gambar 1. Kalorimeter ialah suatu bejana yang terbuat dari logam (BK) diselubungi oleh bejana pelindung (BP) yang menyekat terjadinya pertukaran kalor dengan lingkungannya. Di dalam kalorimeter ada pengaduk. Tutup kalorimeter (T) terbuat dari bahan isolator yang berlubang di tengahnya untuk memasang termometer (TM). Modul 12 Kalorimeter 51

58 Gambar 1. Kalorimeter. Percobaan ini didasari oleh sebuah teori yang dikemukakan oleh Joseph Black atau lebih dikenal dengan Azaz Black. Teori tersebut menyatakan bahwa : 1. Apabila dua benda yang suhunya berbeda dan dicampur, maka benda yang lebih panas melepas kalor kepada benda yang lebih dingin sampai suhu keduannya sama. 2. Banyaknya kalor yang dilepas benda yang lebih panas = banyaknya kalor yang diterima benda yang lebih dingin. 3. Sebuah benda untuk menurunkan T akan melepaskan kalor yang sama besarnya dengan banyaknya kalor yang dibutuhkan benda itu untuk menaikkan suhunya sebesar T juga. Dalam percobaan ini terjadi aliran kalor dari benda yang bersuhu tingg ke benda yang lebih kecil suhunya. Jenis-jenis aliran/perpindahan kalor terbagi menjadi radiasi, konduksi, dan konveksi. PERCOBAAN A. Persiapan percobaan 1. Ambil sampel bahan dan timbang masing-masing bahan yang akan ditentukan kalor jenisnya. 2. Timbang kalorimeter kosong (tanpa tutup, pengaduk dan pemanasnya) B. Percobaan menentukan kapasitansi panas kalorimeter 1. Isi kalorimeter dengan air hingga kira-kira setengahnya dan kemudian timbang lagi untuk mengetahui massa air di dalamnya. 2. Tutuplah kalorimeter dan pasang termometer. Usahakan agar sesedikit mungkin termometer yang tercelup di dalam air. Ukur temperatur air. 3. Campur air tersebut dengan air panas yang telah diketahui temperaturnya. Tutuplah dan pasangkan sensor temperatur sebagai alat ukur pengganti termometer, sambil mengaduk campuran antara air suhu kamar dengan air Modul 12 Kalorimeter 52

SASARAN PEMBELAJARAN

SASARAN PEMBELAJARAN OSILASI SASARAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mengenal persamaan matematik osilasi harmonik sederhana. Mahasiswa mampu mencari besaranbesaran osilasi antara lain amplitudo, frekuensi, fasa awal. Syarat Kelulusan

Lebih terperinci

FISIKA I. OSILASI Bagian-2 MODUL PERKULIAHAN. Modul ini menjelaskan osilasi pada partikel yang bergerak secara harmonik sederhana

FISIKA I. OSILASI Bagian-2 MODUL PERKULIAHAN. Modul ini menjelaskan osilasi pada partikel yang bergerak secara harmonik sederhana MODUL PERKULIAHAN OSILASI Bagian- Fakultas Program Studi atap Muka Kode MK Disusun Oleh eknik eknik Elektro 3 MK4008, S. M Abstract Modul ini menjelaskan osilasi pada partikel yang bergerak secara harmonik

Lebih terperinci

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas OSILASI Osilasi Osilasi terjadi bila sebuah sistem diganggu dari posisi kesetimbangannya. Karakteristik gerak osilasi yang paling dikenal adalah gerak tersebut bersifat periodik, yaitu berulang-ulang.

Lebih terperinci

menganalisis suatu gerak periodik tertentu

menganalisis suatu gerak periodik tertentu Gerak Harmonik Sederhana GETARAN Gerak harmonik sederhana Gerak periodik adalah gerak berulang/berosilasi melalui titik setimbang dalam interval waktu tetap. Gerak harmonik sederhana (GHS) adalah gerak

Lebih terperinci

DASAR PERCOBAAN-PERCOBAAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

DASAR PERCOBAAN-PERCOBAAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA UNIVERSITAS SRIWIJAYA DASAR PERCOBAAN-PERCOBAAN PENYUSUN TIM DOSEN PENDIDIKAN FISIKA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana

Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Pertemuan GEARAN HARMONIK Kelas XI IPA Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Rasdiana Riang, (5B0809), Pendidikan Fisika PPS UNM Makassar 06 Beberapa parameter yang menentukan karaktersitik getaran: Amplitudo

Lebih terperinci

MODUL MATA KULIAH PRAKTIKUM FISIKA (ESA 168)

MODUL MATA KULIAH PRAKTIKUM FISIKA (ESA 168) MODUL MATA KULIAH PRAKTIKUM FISIKA (ESA 168) UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2018 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga buku Modul

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

Hukum gravitasi yang ada di jagad raya ini dijelaskan oleh Newton dengan persamaan sebagai berikut :

Hukum gravitasi yang ada di jagad raya ini dijelaskan oleh Newton dengan persamaan sebagai berikut : PENDAHULUAN Hukum gravitasi yang ada di jagad raya ini dijelaskan oleh Newton dengan persamaan sebagai berikut : F = G Dimana : F = Gaya tarikan menarik antara massa m 1 dan m 2, arahnya menurut garispenghubung

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SATUAN

BAB I BESARAN DAN SATUAN BAB I BESARAN DAN SATUAN A. STANDAR KOMPETENSI :. Menerapkan konsep besaran fisika, menuliskan dan menyatakannya dalam satuan dengan baik dan benar (meliputi lambang, nilai dan satuan). B. Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons SILABUS : 1.Getaran a. Getaran pada sistem pegas b. Getaran teredam c. Energi dalam gerak harmonik sederhana 2.Gelombang a. Gelombang sinusoidal b. Kecepatan phase dan kecepatan grup c. Superposisi gelombang

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA

KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA Pertemuan 2 GETARAN HARMONIK Kelas XI IPA Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Rasdiana Riang, (15B08019), Pendidikan Fisika PPS UNM Makassar 2016 Beberapa parameter

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

TUJUAN PERCOBAAN II. DASAR TEORI

TUJUAN PERCOBAAN II. DASAR TEORI I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Menentukan momen inersia batang. 2. Mempelajari sifat sifat osilasi pada batang. 3. Mempelajari sistem osilasi. 4. Menentukan periode osilasi dengan panjang tali dan jarak antara

Lebih terperinci

GERAK HARMONIK SEDERHANA

GERAK HARMONIK SEDERHANA GERAK HARMONIK SEDERHANA Gerak harmonik sederhana adalah gerak bolak-balik benda melalui suatu titik kesetimbangan tertentu dengan banyaknya getaran benda dalam setiap sekon selalu konstan. Gerak harmonik

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

Bab III Elastisitas. Sumber : Fisika SMA/MA XI

Bab III Elastisitas. Sumber :  Fisika SMA/MA XI Bab III Elastisitas Sumber : www.lib.ui.ac Baja yang digunakan dalam jembatan mempunyai elastisitas agar tidak patah apabila dilewati kendaraan. Agar tidak melebihi kemampuan elastisitas, harus ada pembatasan

Lebih terperinci

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI 2. Sistem Osilasi Pegas 1. Tujuan 2. Menentukan besar konstanta gaya pegas tunggal 3. Menentukan besar percepatan gravitasi bumi dengan sistem pegas 4. Menentukan konstanta gaya pegas gabungan 2. Alat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I PENGUKURAN KONSTANTA PEGAS DENGAN METODE PEGAS DINAMIK

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I PENGUKURAN KONSTANTA PEGAS DENGAN METODE PEGAS DINAMIK LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I PENGUKURAN KONSTANTA PEGAS DENGAN METODE PEGAS DINAMIK Nama : Ayu Zuraida NIM : 1308305030 Dosen Asisten Dosen : Drs. Ida Bagus Alit Paramarta,M.Si. : 1. Gusti Ayu Putu

Lebih terperinci

1/Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS

1/Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS /Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS A. TUJUAN. Mampu menggunakan alat-alat ukur dasar mekanis. Mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang B. PENGANTAR Pengukuran

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI 2. Sistem Osilasi Pegas A. Tujuan 1. Menentukan besar konstanta gaya pegas tunggal 2. Menentukan besar percepatan gravitasi bumi dengan sistem pegas 3. Menentukan konstanta gaya pegas gabungan (specnya)

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

MODUL 5 BANDUL MATEMATIS DAN FISIS

MODUL 5 BANDUL MATEMATIS DAN FISIS MODUL 5 BANDUL MAEMAIS DAN FISIS I. BANDUL MAEMAIS UJUAN PRAKIKUM:. Dapat mengukur waktu ayun bandul sederhana dengan teliti.. Dapat menentukan nilai percepatan grafitasi. ALA-ALA YANG DIGUNAKAN:. Stopwatch..

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

HAND OUT FISIKA DASAR I/GELOMBANG/GERAK HARMONIK SEDERHANA

HAND OUT FISIKA DASAR I/GELOMBANG/GERAK HARMONIK SEDERHANA GELOMBAG : Gerak Harmonik Sederhana M. Ishaq Pendahuluan Gerak harmonik adalah sebuah kajian yang penting terutama jika anda bergelut dalam bidang teknik, elektronika, geofisika dan lain-lain. Banyak gejala

Lebih terperinci

Jawaban Soal OSK FISIKA 2014

Jawaban Soal OSK FISIKA 2014 Jawaban Soal OSK FISIKA 4. Sebuah benda bergerak sepanjang sumbu x dimana posisinya sebagai fungsi dari waktu dapat dinyatakan dengan kurva seperti terlihat pada gambar samping (x dalam meter dan t dalam

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN Disusun oleh: 1. Derryl Tri Jaya (061340411682) 2. Erlangga Pangestu (061340411685) 3. Feraliza Widanti (061340411686) 4. Juriwon (06134041)

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM FISIKA KELAS 1

PETUNJUK PRAKTIKUM FISIKA KELAS 1 PETUNJUK PRAKTIKUM FISIKA KELAS 1 Materi : 1. Pengukuran Dasar 2. Ayunan Sederhana 3. Getaran Pegas (GHS) 4. Dinamika Gerak 5. Koeffisien Gesekan 6. Resonansi Bunyi 7. Interferensi Gelombang 8. Momen Inersia

Lebih terperinci

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m. Contoh Soal dan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. a) percepatan gerak turunnya benda m Tinjau katrol : Penekanan pada kasus dengan penggunaan persamaan Σ τ = Iα dan Σ F = ma, momen inersia (silinder

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X PENGUKURAN K-13. A. BESARAN, SATUAN, DAN DIMENSI a. Besaran

FISIKA. Kelas X PENGUKURAN K-13. A. BESARAN, SATUAN, DAN DIMENSI a. Besaran K-13 Kelas X FISIKA PENGUKURAN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan. 1. Memahami definisi besaran dan jenisnya. 2. Memahami sistem satuan dan dimensi besaran.

Lebih terperinci

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121 SBMPTN 017 Fisika Soal SBMPTN 017 - Fisika - Kode Soal 11 Halaman 1 01. 5 Ketinggian (m) 0 15 10 5 0 0 1 3 5 6 Waktu (s) Sebuah batu dilempar ke atas dengan kecepatan awal tertentu. Posisi batu setiap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 28 Mei Penyusun

KATA PENGANTAR. Semarang, 28 Mei Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang MahaEsa. Berkat rahmat dan karunia-nya, kami bisa menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, penyusun menyadari masih

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

Makalah Fisika Bandul (Gerak Harmonik Sederhana)

Makalah Fisika Bandul (Gerak Harmonik Sederhana) Makalah Fisika Bandul (Gerak Harmonik Sederhana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari ilmu fisika, dimulai dari yang ada dari diri kita sendiri seperti

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN MEKANIKA

DASAR PENGUKURAN MEKANIKA DASAR PENGUKURAN MEKANIKA 1. Jelaskan pengertian beberapa istilah alat ukur berikut dan berikan contoh! a. Kemampuan bacaan b. Cacah terkecil 2. Jelaskan tentang proses kalibrasi alat ukur! 3. Tunjukkan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

Bab III Elastisitas. Sumber : Fisika SMA/MA XI

Bab III Elastisitas. Sumber :  Fisika SMA/MA XI Bab III Elastisitas Sumber : www.lib.ui.ac Baja yang digunakan dalam jembatan mempunyai elastisitas agar tidak patah apabila dilewati kendaraan. Agar tidak melebihi kemampuan elastisitas, harus ada pembatasan

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG GEARAN DAN GELOMBANG Getaran dapat diartikan sebagai gerak bolak balik sebuah benda terhadap titik kesetimbangan dalam selang waktu yang periodik. Dua besaran yang penting dalam getaran yaitu periode getaran

Lebih terperinci

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana GERAK HARMONIK Pembahasan Persamaan Gerak untuk Osilator Harmonik Sederhana Ilustrasi Pegas posisi setimbang, F = 0 Pegas teregang, F = - k.x Pegas tertekan, F = k.x Persamaan tsb mengandung turunan terhadap

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Fisika Kelas XI SCI Semester I Oleh: M. Kholid, M.Pd. 43 P a g e 6 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Kompetensi Inti : Memahami, menerapkan, dan

Lebih terperinci

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI 2. Sistem Osilasi Pegas A. Tujuan 1. Menentukan besar konstanta gaya pegas tunggal 2. Menentukan besar percepatan gravitasi bumi dengan sistem pegas 3. Menentukan konstanta gaya pegas gabungan (specnya)

Lebih terperinci

I. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Mengenal sifat bandul fisis 2. Menentukan percepatan gravitasi

I. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Mengenal sifat bandul fisis 2. Menentukan percepatan gravitasi I. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Mengenal sifat bandul fisis 2. Menentukan percepatan gravitasi II. DASAR TEORI Bandul fisis adalah sebuah benda tegar yang ukurannya tidak boleh dianggap kecil dan dapat berayun

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA Nama : Lukman Santoso NPM : 240110090123 Tanggal / Jam Asisten : 17 November 2009/ 15.00-16.00 WIB : Dini Kurniati TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM FISIKA DASAR I

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM FISIKA DASAR I LAPORAN HASIL PRAKTIKUM FISIKA DASAR I BANDUL FISIS Di Susun oleh: Gentayu Syarifah Noor (062110005) Ipah Latifah (062110051) Tanggal: 27 Desember 2010 Fakultas MIPA KIMIA UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2010-2011

Lebih terperinci

PHYSICS SUMMIT 2 nd 2014

PHYSICS SUMMIT 2 nd 2014 KETENTUAN UMUM 1. Periksa terlebih dahulu bahwa jumlah soal Saudara terdiri dari 8 (tujuh) buah soal 2. Waktu total untuk mengerjakan tes ini adalah 3 jam atau 180 menit 3. Peserta diperbolehkan menggunakan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Alat Eksperimen Momentum dan Tumbukan

Rancang Bangun Alat Eksperimen Momentum dan Tumbukan Rancang Bangun Alat Eksperimen Momentum dan Tumbukan Pradita Adnan Wijaya1,a),Chong Wai Lup2,b), dan Enjang Jaenal Mustopa3,c) 1 Program Studi Magister Pengajaran Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

GERAK OSILASI. Penuntun Praktikum Fisika Dasar : Perc.3

GERAK OSILASI. Penuntun Praktikum Fisika Dasar : Perc.3 GERAK OSILASI I. Tujuan Umum Percobaan Mahasiswa akan dapat memahami dinamika sistem yang bersifat bolak-balik khususnya sistem yang bergetar secara selaras. II Tujuan Khusus Percobaan 1. Mengungkapkan

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA 1. Soal Olimpiade Sains bidang studi Fisika terdiri dari dua (2) bagian yaitu : soal isian singkat (24 soal) dan soal pilihan

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran

Lebih terperinci

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK.

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK. DINAMIKA GERAK HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK. GERAK DAN GAYA. Gaya : ialah suatu tarikan atau dorongan yang dapat menimbulkan perubahan gerak. Dengan demikian jika benda ditarik/didorong dan sebagainya

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika K3 Revisi Antiremed Kelas Fisika Persiapan Penilaian Akhir Semester (PAS) Ganjil Doc. Name: RK3ARFIS0PAS Version: 206- halaman 0. Perhatikan gambar! 5kg F Berapakah besar gaya F agar papan tersebut setimbang?

Lebih terperinci

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. Dinamika Page 1/11 Gaya Termasuk Vektor DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. GAYA TERMASUK VEKTOR, penjumlahan gaya = penjumlahan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

BAB 3 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR 80 BAB 3 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Benda tegar adalah benda yang dianggap sesuai dengan dimensi ukuran sesungguhnya dengan jarak antar partikel penyusunnya tetap. Ketika benda tegar

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 01:

Materi Pendalaman 01: Materi Pendalaman 01: GETARAN & GERAK HARMONIK SEDERHANA 1 L T (1.) f g Contoh lain getaran harmonik sederhana adalah gerakan pegas. Getaran harmonik sederhana adalah gerak bolak balik yang selalu melewati

Lebih terperinci

BESARAN DAN PENGUKURAN

BESARAN DAN PENGUKURAN A. BESARAN DAN SATUAN adalah sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan bilangan dan satuan. Satuan adalah sesuatu yang menyatakan ukuran suatu besaran yang diikuti bilangan. dalam fisika terbagi

Lebih terperinci

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.benda tegar (statis dan Indikator Pencapaian Kompetensi: 3.1.1

Lebih terperinci

1. Tujuan 1. Mempelajari hukum Newton. 2. Menentukan momen inersia katrol pesawat Atwood.

1. Tujuan 1. Mempelajari hukum Newton. 2. Menentukan momen inersia katrol pesawat Atwood. 1. Translasi dan rotasi 1. Tujuan 1. Mempelajari hukum Newton. 2. Menentukan momen inersia katrol pesawat Atwood. 2. Alat dan ahan Kereta dinamika : 1. Kereta dinamika 1 buah 2. eban tambahan @ 200 gram

Lebih terperinci

SOAL DINAMIKA ROTASI

SOAL DINAMIKA ROTASI SOAL DINAMIKA ROTASI A. Pilihan Ganda Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Sistem yang terdiri atas bola A, B, dan C yang posisinya seperti tampak pada gambar, mengalami gerak rotasi. Massa bola A, B,

Lebih terperinci

P F M P IPA P A U P U I

P F M P IPA P A U P U I SELAMAT DATANG Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung by Syam 2009 ELASTISITAS (Modulus Young) Oleh : TIM EFD 1 EFD 1 Tujuan Eksperimen Menentukan Modulus Young ( E) batang

Lebih terperinci

Olimpiade Sains Nasional Eksperimen Fisika Tingkat Sekolah Menengah Atas Agustus 2008 Waktu: 4 jam

Olimpiade Sains Nasional Eksperimen Fisika Tingkat Sekolah Menengah Atas Agustus 2008 Waktu: 4 jam Olimpiade Sains Nasional 008 Eksperimen Fisika Hal dari Olimpiade Sains Nasional Eksperimen Fisika Tingkat Sekola Menenga Atas Agustus 008 Waktu: 4 jam Petunjuk umum. Hanya ada satu soal eksperimen, namun

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM ILMU DASAR SAINS

MODUL PRAKTIKUM ILMU DASAR SAINS MODUL PRAKTIKUM ILMU DASAR SAINS Disusun oleh : Fredy Jhon Philip.S,ST,MT U N I V E R S I T A S P E M B A N G U N A N J A Y A Jl. Cendrawasih Raya No.1 Sawah Baru,Ciputat Tangerang Selatan i KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 78 JAKARTA

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 78 JAKARTA J A Y A R A Y A PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 78 JAKARTA Jalan Bhakti IV/1 Komp. Pajak Kemanggisan Telp. 5327115/5482914 Website

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

momen inersia Energi kinetik dalam gerak rotasi momentum sudut (L)

momen inersia Energi kinetik dalam gerak rotasi momentum sudut (L) Dinamika Rotasi adalah kajian fisika yang mempelajari tentang gerak rotasi sekaligus mempelajari penyebabnya. Momen gaya adalah besaran yang menyebabkan benda berotasi DINAMIKA ROTASI momen inersia adalah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA II ANALISIS BANDUL FISIS

LAPORAN PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA II ANALISIS BANDUL FISIS LAPORAN PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA II ANALISIS BANDUL FISIS Disusun oleh: SANDRA PERMANA 208 700 651 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI BANDUNG FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI JURUSAN FISIKA 2010 1 ANALISIS BANDUL

Lebih terperinci

dengan g adalah percepatan gravitasi bumi, yang nilainya pada permukaan bumi sekitar 9, 8 m/s².

dengan g adalah percepatan gravitasi bumi, yang nilainya pada permukaan bumi sekitar 9, 8 m/s². Hukum newton hanya memberikan perumusan tentang bagaimana gaya mempengaruhi keadaan gerak suatu benda, yaitu melalui perubahan momentumnya. Sedangkan bagaimana perumusan gaya dinyatakan dalam variabelvariabel

Lebih terperinci

Gerak Harmonis. Sederhana SUB- BAB. A. Gaya Pemulih

Gerak Harmonis. Sederhana SUB- BAB. A. Gaya Pemulih SUB- BAB Gerak Harmonis A. Gaya Pemulih Sederhana B. Persamaan Simpangan, Kecepatan dan Percepatan Getaran C. Periode Getaran D. Hukum Hooke E. Manfaat Pegas Sebagai Produk Perkembangan Konsep dan Keahlian

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kinematika Rotasi Hukum Gravitasi Dinamika Rotasi Kinematika Rotasi Perpindahan Sudut Riview gerak linear: Perpindahan, kecepatan, percepatan r r = r f r i, v =, t a

Lebih terperinci

GERAK HARMONIK SEDERHANA. Program Studi Teknik Pertambangan

GERAK HARMONIK SEDERHANA. Program Studi Teknik Pertambangan GERAK HARMONIK SEDERHANA Program Studi Teknik Pertambangan GERAK HARMONIK SEDERHANA Dalam mempelajari masalah gerak pada gelombang atau gerak harmonik, kita mengenal yang namanya PERIODE, FREKUENSI DAN

Lebih terperinci

PESAWAT ATWOOD. Kegiatan Belajar 1 A. LANDASAN TEORI

PESAWAT ATWOOD. Kegiatan Belajar 1 A. LANDASAN TEORI odul Gerak Kegiatan Belajar A. LANDASAN TEOI PESAWAT ATWOOD Dalam gerak translasi murni, sifat benda tegar mempertahankan keadaan geraknya disebut sebagai sifat kelembaman atau inersial. Sifat kelembaman

Lebih terperinci

Tujuan. Pengolahan Data MOMEN INERSIA

Tujuan. Pengolahan Data MOMEN INERSIA Tujuan Pengolahan Data Pembahasan Kesimpulan MOMEN INERSIA MOMEN INERSIA Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menentukan konstanta pegas spiral dan momen inersia

Lebih terperinci

Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI. andhysetiawan

Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI. andhysetiawan Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI HARMONIK PENDAHULUAN Gerak dapat dikelompokan menjadi: Gerak di sekitar suatu tempat contoh: ayunan bandul, getaran senar dll. Gerak yang berpindah tempat contoh:

Lebih terperinci

Pendahuluan. Angka penting dan Pengolahan data

Pendahuluan. Angka penting dan Pengolahan data Angka penting dan Pengolahan data Pendahuluan Pengamatan merupakan hal yang penting dan biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Seperti ilmu pengetahuan lain, fisika berdasar pada pengamatan eksperimen

Lebih terperinci

BAB 13 MOMEN INERSIA Pendahuluan

BAB 13 MOMEN INERSIA Pendahuluan BAB 13 MOMEN INERSIA 13.1. Pendahuluan Pada pembahasan mengenai Torsi, gurumuda sudah menjelaskan pengaruh torsi terhadap gerakan benda yang berotasi. semakin besar torsi, semakin besar pengaruhnya terhadap

Lebih terperinci

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI Momen gaya : Simbol : τ Momen gaya atau torsi merupakan penyebab benda berputar pada porosnya. Momen gaya terhadap suatu poros tertentu

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : BAB VI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Standar Kompetensi 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep

Lebih terperinci

MATERI PENGAYAAN FISIKA PERSIAPAN UJIAN NASIONAL

MATERI PENGAYAAN FISIKA PERSIAPAN UJIAN NASIONAL MATERI PENGAYAAN FISIKA PERSIAPAN UJIAN NASIONAL Standar Kompetensi Lulusan : 1. Memahami prinsip-pri nsip pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung dengan cermat, teliti dan objektif.

Lebih terperinci

Mata Diklat : Fisika Kelas : 1 MM Hari/Tanggal : Waktu :

Mata Diklat : Fisika Kelas : 1 MM Hari/Tanggal : Waktu : PEMERINTAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN MENENGAH DAN TINGGI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 6 JAKARTA Kelompok Bisnis dan Manajemen Jln. Prof. Jokosutono, SH. No.2A Kebayoran

Lebih terperinci

dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah Selang waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah periode. Dengan demikian, secara

dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah Selang waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah periode. Dengan demikian, secara Gerak harmonik pada bandul Ketika beban digantungkan pada ayunan dan tidak diberikan gaya, maka benda akan dian di titik keseimbangan B. Jika beban ditarik ke titik A dan dilepaskan, maka beban akan bergerak

Lebih terperinci

Kinematika Gerak KINEMATIKA GERAK. Sumber:

Kinematika Gerak KINEMATIKA GERAK. Sumber: Kinematika Gerak B a b B a b 1 KINEMATIKA GERAK Sumber: www.jatim.go.id Jika kalian belajar fisika maka kalian akan sering mempelajari tentang gerak. Fenomena tentang gerak memang sangat menarik. Coba

Lebih terperinci

C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi

C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi 1. Sistem Diskrit Tinjaulah sistem yang terdiri atas 2 benda. Benda A dan benda B dihubungkan dengan batang ringan yang tegar dengan sebuah batang tegak yang

Lebih terperinci

FIsika DINAMIKA ROTASI

FIsika DINAMIKA ROTASI KTS & K- Fsika K e l a s X DNAMKA ROTAS Tujuan embelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami konsep momen gaya dan momen inersia.. Memahami teorema sumbu

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN PANJANG POROS SUATU BENDA TERHADAP KECEPATAN SUDUT PUTAR

PENGARUH PERBEDAAN PANJANG POROS SUATU BENDA TERHADAP KECEPATAN SUDUT PUTAR PENGARUH PERBEDAAN PANJANG POROS SUATU BENDA TERHADAP KECEPATAN SUDUT PUTAR Sri Jumini 1, Lilis Muhlisoh 2 1,2) Prodi Pendidikan Fisika, FITK UNSIQ Wonosobo jawa Tengah Email : umyfadhil@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PRAKTIKUM FISIKA DASAR I

PRAKTIKUM FISIKA DASAR I PRAKTIKUM FISIKA DASAR I MOMEN INERSIA Kelompok 4B Anggota : A. Ronny Yanssen 10.0400 Dede Nurhuda 13.0655 Hamim Haerullah 13.1230 UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA 2014 ABSTRAK Momen inerssia dapat

Lebih terperinci

5. Tentukanlah besar dan arah momen gaya yang bekerja pada batang AC dan batang AB berikut ini, jika poros putar terletak di titik A, B, C dan O

5. Tentukanlah besar dan arah momen gaya yang bekerja pada batang AC dan batang AB berikut ini, jika poros putar terletak di titik A, B, C dan O 1 1. Empat buah partikel dihubungkan dengan batang kaku yang ringan dan massanya dapat diabaikan seperti pada gambar berikut: Jika jarak antar partikel sama yaitu 40 cm, hitunglah momen inersia sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Vektor Ada beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. Ada juga besaran fisis yang tidak

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR Modulus Young

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR Modulus Young LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR Modulus Young Nama : Sajidin NPM : 240110120082 Kelompok : 4 Shift : TMIP-B1 Hari/Tanggal : Rabu, 3 Oktober 2012 Waktu : 08.00-10.00 Asisten : Annisa Oktaviani LABORATORIUM

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2015 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2015 TINGKAT PROVINSI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2015 TINGKAT PROVINSI BIDANG FISIKA Waktu : 210 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi: Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: 1. Sebuah batang uniform bermassa dan panjang l, digantung pada sebuah titik A. Sebuah peluru bermassa bermassa m menumbuk ujung batang bawah, sehingga

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

BERKAS SOAL BIDANG STUDI : FISIKA

BERKAS SOAL BIDANG STUDI : FISIKA BERKAS SOAL BIDANG STUDI : MADRASAH ALIYAH SELEKSI TINGKAT PROVINSI KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 2014 Petunjuk Umum 1. Silakan berdoa sebelum mengerjakan soal, semua alat komunikasi dimatikan. 2.

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA Hari, tanggal: Rabu, 2 April 2014 Waktu: 60 menit Nama: NIM: 1. (50 poin) Sebuah

Lebih terperinci

Bab 6 Momentum Sudut dan Rotasi Benda Tegar

Bab 6 Momentum Sudut dan Rotasi Benda Tegar Bab 6 Momentum Sudut dan Rotasi Benda Tegar A. Torsi 1. Pengertian Torsi Torsi atau momen gaya, hasil perkalian antara gaya dengan lengan gaya. r F Keterangan: = torsi (Nm) r = lengan gaya (m) F = gaya

Lebih terperinci

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI TES STANDARISASI MUTU KELAS XI. Sebuah partikel bergerak lurus dari keadaan diam dengan persamaan x = t t + ; x dalam meter dan t dalam sekon. Kecepatan partikel pada t = 5 sekon adalah ms -. A. 6 B. 55

Lebih terperinci

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005 2. 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR LAMPIRAN TUGAS Mata Kuliah Progran Studi Dosen Pengasuh : Fisika Dasar : Teknik Komputer (TK) : Fandi Susanto, S. Si Tugas ke Pertemuan Kompetensi Dasar / Indikator Soal Tugas 1 1-6 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci