BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Studi Tentang Komunitas Studi tentang komunitas merupakan upaya yang tidak dapat dipisahkan dari usaha untuk memaparkan karakteristik dasar dari sebuah komunitas dalam interaksi dan eksitensinya dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cohen (2001) bahwa studi tentang sebuah komunitas merupakan salah satu upaya klasik, yang diarahkan untuk menangkap hakikat utama dari setiap individu yang bergabung dan terikat bersama dengan orang lain untuk satu kepentingan atau tujuan yang sama. Akan tetapi bahwa studi semacam itu (yang bisa dilihat dari berbagai pendekatan), selama ini terjebak pada studi yang mengedepankan unsur morfologis dari komunitas itu sendiri. Akibatnya, studi semacam itu akan berkutat pada perdebatan tentang apakah komunitas itu hanya merupakan aktivitas struktural, yang didasarkan pada persamaan kepentingan, tempat tinggal bahkan ideologi? Perdebatan tersebut akan dengan sendirinya menggiring pemahaman yang bisa saja mereduksi hakikat terdalam dari komunitas itu sendiri. Dalam garis pemahaman ini, Cohen (2001) mencoba untuk mengkonstruksikan pendekatan terhadap komunitas dengan melandasi pada pemahaman mendasar bahwa komunitas merupakan aktivitas simbolik 1 yang di dalamnya terdapat sistem nilai, norma, dan juga 1 Menurut Cohen bahwa aktivitas simbolik merupakan keseluruhan aktivitas pada setiap individu dalam sebuah komunitas yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mengartikulasikan diri mereka dalam konteks kehidupan bersama yang lebih terikat. Keseluruhan aktivitas tersebut kemudian 1

2 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) aturan moral yang membimbing bahkan membatasi setiap anggota yang tergabung dalam komunitas tersebut. Pendekatan simbolik ini akan bermuara pada upaya untuk melihat berbagai aktivitas komunitas, yang tidak lain dari bagian pemaknaan setiap individup dalam derap langkah perubahan lingkungan sekitarnya. Karena aktivitas simbolik, yang juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas struktural individu dalam masyarakat akan juga mengalami perubahanperubahan yang berarti jika setiap individu melakukan perubahanperubahan seturut dengan kebutuhan dan tuntutan (baik eksternal maupun internal). Terkait dengan perubahan-perubahan yang bisa saja terjadi dalam komunitas, menurut pandangan Dewey (1916) bahwa perubahan itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari wujud nyata hakikat sebuah komunitas. Interaksi yang intensif (komunikasi tatap muka) 2 yang tidak terlepas dari perubahan perilaku setiap individu akan juga turut mempengaruhi kualitas dari hakikat indivifu itu sendiri. Media perantara komunikasi antar pribadi tersebut (dalam masyarakat yang sering berubah) akan dengan sendirinya juga akan memengaruhi tingkat partisipasi bersama dalam komunitas. Karena bagi Dewey bahwa partisipasi merupakan salah satu hakikat yang paling esensial terbangun sebuah komunitas. Tanpa partisipasi maka komunitas tidak mungkin ada. Dalam perspektif semacam itu, PBB (2005) menegaskan bahwa studi mengenai komunitas-komunitas lokal merupakan studi yang tidak pernah berhenti. Karena komunitas merupakan prototipe dari masyarakat yang lebih luas. Di samping itu pula, signifikansi dari komunitas itu sendiri, dengan mana memiliki nilai yang menunjang kehidupan secara bersama dalam masyarakat. Nilai-nilai dalam sebuah terakumulasi menjadi norma, aturan moral, etika dan juga sistem nilai dalam sebuah komunitas. 2 Dalam pandangan Dewey bahwa komunitas dibangun berdasarkan dari ikatan-ikatan (commonalities) yang secara rumit saling terkait melalui komunikasi. Komunikasi dan cara-cara di mana komunikasi dilakukan adalah krusial bagi pembentukan komunitas, dan kita bisa menyimpulkan juga bahwa kualitas komunikasi menyatu dengan kualitas komunitas tersebut. 2

3 Pendahuluan komunitas dibangun atas dasar kesadaran bersama, yang kemudian menjamin kelangsungan kehidupan bersama itu. Inilah yang kemudian menjadi modal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Selain itu pula, kohesifitas yang terbangun di dalamnya merupakan titik tolak dalam mendesain masyarakat yang lebih baik lagi. Jika mengkaitkan signifikansi dari komunitas tersebut di atas, bagaimana dengan keberadaan komunitas di Halmahera 3 saat ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, nampaknya akan melibatkan perspektif historis, yang mana Halmahera merupakan fakta masyarakat yang plural. Perspektif ini tidak dapat disangkal, termasuk juga orang yang lahir, besar dan tinggal di Halmahera. Fakta plural seperti itu kemudian dikemas dalam kesatuan nilai yang dinamakan Moloku Kie Raha. 4 Namun begitu, perspektif kebersamaan dalam Moloku Kie Raha kemudian terusik dengan konflik sosial yang terjadi pada akhir tahun 1999 silam. Konflik yang secara serempak merebak ke seluruh tanah Halmahera ini kemudian memunculkan segregasi baru dalam kehidupan komunitas di Halmahera. Komunitas-komunitas yang tercipta saat ini terperangkap pada dasar agama. Masyarakat kemudian mulai mengelompokkan diri dalam komunitas yang anggotanya lebih seragam, terutama dari perspektif agama. Sudah jarang ditemui komunitas yang melampaui batas- batas geografi dan terutama entitas keagamaan. 3 Penulis lebih memilih kata Halmahera dibandingkan dengan Maluku Utara. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kata Halmahera lebih mengacu pada entitas etnik yang di dalamnya terdapat 32 suku yang mendiami pulau Halmahera. Sedangkan kata Maluku Utara lebih mengacu pada pembagian wilayah secara administratif, yang secara tidak langsung menghancurkan otoritas wilayah kesukuan masyarakat di Halmahera (hal ini masih terlihat pada konflik internal masyarakat terkait dengan batas wilayah kabupaten, seperti kasus antara Kab. Halmahera Barat dan Utara yang hingga kini belum selesai). Dengan demikian, penggunaan kata Halmahera ketimbang Maluku Utara diletakkan pada perseptif semacam itu. 4 Kata ini merupakan wujud nyata dari kesatuan nilai yang menjamin kelangsungan kehidupan bersama. Kata ini juga mewakili perspektif sejarah di Halmahera yang majemuk, baik dari aspek suku, bahasa dan juga agama. Kenyataan semacam itu kemudian dikemas sedemikian rupa menjadi kekuatan bersama. 3

4 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) Seakan-akan masyarakat Halmahera sudah tidak memiliki modal yang kuat dalam membangun dasar kehidupan bersama, layaknya dalam perspektif nilai Moloku Kie Raha. Namun begitu, apakah demikian? Hemat penulis bahwa masih ada komunitaskomunitas yang terbangun selama ini, yang masih bisa dikatakan melampuai batas-batas struktural, sebagaimana yang dikhawatirkan banyak orang. Komunitas ini adalah komunitas pedagang tradisional, yang mempunyai jaringan luas, di mana jaringan tersebut dibuat berdasarkan kepentingan bersama, yang melintasi batas-batas struktural. Komunitas Dibo-dibo Sekitar pukul 06:30 WIT, dengan langkah kaki yang pasti, seorang ibu keluar dari rumahnya, sambil menggandeng tas kecil yang berisi beberapa perlengkapan sederhana, seperti bedak, lipstik, sisir, dan juga beberapa catatan kecil atau nota. Terkadang mengendarai motor (ojek) atau juga memakai mobil pengangkut barang. Namun hari itu, sang ibu ini lebih memilih untuk mengendarai motor ojek yang lewat di depan rumahnya. Adapun tujuan utamanya adalah pelabuhan penyeberangan. Ketika sampai di Pelabuhan Penyeberangan, dirinya mulai sibuk untuk memastikan posisi barang-barang bawaannya di dek bagian bawah motor laut yang akan ke Ternate (hari itu dirinya membawa 4 karung 5 sayur kacang panjang, 10 karung singkong, 2 karung ubi jalar serta satu karung cabai merah). Ketika sang ibu telah memastikan posisi barang yang telah dimuat pada pukul 03:00 WIB tersebut, dirinya mulai bertemu sapa dengan beberapa teman. sambil menunggu keberangkatan motor laut KM. Halbar Pratama yang akan ditumpangi. Terlihat sang ibu saling menyapa, baik dalam bahasa lokal seperti bahasa Jailolo-Ternate, 5 Ukuran karung biasanya dipakai untuk memastikan isi. Artinya bahwa ukuran ini dipakai untuk menunjuk pada satu koli barang yang dibawa. Ukuran isi seperti ini juga akan dipakai untuk menentukan harga. Jadi dalam ukuran yang besar, standar yang dipakai adalah karung, terutama nantinya akan mengacu pada penentuan harga. 4

5 Pendahuluan maupun bahasa Sahu, namun terkadang juga mereka memakai bahasa Melayu Maluku Utara. 6 Demikian adalah kisah kecil dari aktivitas sehari-hari seorang ibu yang berprofesi sebagai dibo-dibo. Dibo-dibo merupakan salah satu bahasa yang lazim dipakai masyarakat Halmahera untuk menunjuk pada sebuah komunitas yang membeli hasil kebun seperti pisang, singkong, ubi jalar, rempah-rempah (tomat, cabai), sayursayuran dan juga buah-buahan (durian, rambutan, langsat, cempedak) dari masyarakat (selanjutnya penulis memakai hasil panen masyarakat untuk mengacu pada keseluruhan hasil kebun tersebut). Mereka adalah kelompok yang dalam bahasa daerah diartikan sebagai pembeli atau tengkulak. Mereka merupakan kelompok yang memiliki jaringan yang sangat luas untuk mendistribusikan barang hasil panen masyarakat suku Sahu 7 -Jailolo 8 ke Ternate 9. Salah satu ciri mereka adalah membeli hasil panen masyarakat suku Sahu dengan harga yang sangat rendah sekali. Hal ini diakibatkan oleh ketergantungan yang mereka ciptakan bagi masyarakat suku Sahu. Berbagai pertimbangan, diantaranya pertimbangan kekerabatan dan pertimbangan ekonomis, telah mengkondisikan masyarakat suku 6 Bahasa Melayu Maluku Utara mengacu pada bahasa sehari-hari yang dipakai selain bahasa daerah. Bahasa Indonesia yang diucapkan dengan menggunakan dialek dan kebiasaan di wilayah Halmahera. 7 Sahu yang dipakai dalam penelitian ini menunjuk pada masyarakat suku Sahu yang berada di Kab. Halmahera Barat. Saat ini masyarakat suku Sahu sudah dibagi menjadi 2 kecamatan, yakni kecamatan Sahu dan Sahu Timur. Saat ini, struktur masyarakatnya pun sudah terdiri dari berbagai macam suku, namun suku yang terbesar adalah suku Sahu dan Wayoli. Oleh karena itu, penggunaan masyarakat suku Sahu lebih dibatasi pada suku Sahu dan Wayoli sebagai suku yang terbesar di Kecamatan Sahu dan Kec. Sahu Timur. 8 Jailolo merupakan salah satu wilayah kecamatan yang berada di Halmahera Barat. Kecamatan ini merupakan pusat ibukota Kabupaten Halmahera Barat. Struktur masyarakatnya pun terdiri dari berbagai macam suku, diantaranya adalah suku Ternate, Makean, Wayoli, Sahu dan juga suku-suku pendatang, seperti Jawa, Bugis, Sangihe dan Gorontalo. 9 Ternate yang dipakai dalam penelitian ini menunjuk pada salah satu kotamadya yang menjadi pusat perekonomian di Maluku Utara. 5

6 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) Sahu untuk memposisikan komunitas dibo-dibo sebagai kelompok yang sangat penting. Dengan mengidentifikasikan berbagai pola yang terjadi dalam jaringan mereka, diketahui juga bahwa ada kelompok yang terbuka dan juga tertutup. Sifat tersebut didorong oleh determinasi kultural. Maksudnya batasan kultur, menyebabkan orang yang tidak menguasai corak hidup sekelompok masyarakat, akan lebih cenderung untuk membuka hubungan lain. Oleh karena itu. kultur sebagai salah satu determinator pola hubungan manusia, mengkondisikan seseorang untuk terbuka pada kelompok yang memiliki pola yang sama dengan dirinya. Demikian juga berlaku bagi kelompok dibo-dibo. Ada diantara mereka yang berhadapan langsung dengan masyarakat, dan ada juga yang tidak. Demikian juga ada mereka yang tidak berhadapan langsung dengan jaringan di Ternate, ada juga dari mereka yang tidak. Namun begitu, masing-masing memiliki hubungan yang berkesinambungan sebagai rantai pemasok. Dalam konteks rantai pemasok, setiap individu dalam komunitas dibo-dibo dikondisikan untuk membangun relasi yang tidak hanya didasarkan pada etnisitas agama, melainkan hanya didasarkan pada tujuan secara bersama. Pemaknaan seperti sangat mengkondisikan diri mereka untuk lebih terbuka antara yang satu terhadap yang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Fritjof Capra (2003), bahwa kepemilikan secara bersama merupakan hakikat terdalam dari sebuah komunitas. Pemaknaan terhadap kepemilikan bersama tersebut biasanya akan terus menghidupi jaringan-jaringan yang tercipta, baik di dalam komunitas maupun antar komunitas. Bagaimana pun juga bahwa jaringan dalam komunitas tidak hanya menjadi jaringan sosial, melainkan lebih dari itu, merupakan jaringan yang hidup, yang membentuk dirinya sendiri seiring dengan perubahan perilaku dan konteks. Konteks yang hidup seperti ini, yang kemudian diistilahkan oleh Wenger (1998) sebagai komunitas praktis. Komunitas praktis dalam pandangan Wenger dicirikan oleh kesepakatan antar anggotanya, usaha bersama dan seiring berjalannya 6

7 Pendahuluan waktu, kesamaan rangkaian rutinitas, aturan-aturan perilaku tersirat dan pengetahuan. Dalam kerangka konseptual mengenai aktivitas komunitas dibo-dibo, terlihat bahwa kesepakatan antar anggota merujuk pada dinamika jaringan komunikasi (pertemuan bahasa lokal setiap anggota, yang tunduk pada kesepakatan bersama mengenai media komunikasi), usaha bersama merujuk pada kesamaan tujuan, dan rangkaian rutinitas pada koordinasi perilaku dan penciptaan pengetahuan bersama. Dengan begitu, komunitas Dibo-dibo bisa menjadi komunitas yang terus menghargai kenyataan historik bahwa Halmahera merupakan fakta sosial yang plural. Karena kesamaan dan pemaknaan diri pada kenyataan tujuan bersama menggiring anggotanya untuk tidak lagi memikirkan apa yang membatasi mereka, baik itu secara sosial, kultural maupun geografis. Akan tetapi aktivitas rutinitas di antara mereka lebih diupayakan untuk melakukan koordinasi usaha mereka sendiri. Akibatnya, komunitas dibo-dibo tetap eksis di tengahtengah runtuhnya komunitas-komunitas yang pluralis sifatnya di Halmahera, sebagai akibat dari segregasi sosial berdasarkan agama pada pasca konflik saat ini. Komunitas Dibo-dibo dalam Konteks Masyarakat Suku Sahu Dengan tidak bermaksud untuk berlebihan, dapat dikatakan bahwa masyarakat suku Sahu adalah salah satu dari sekian masyarakat suku di Halmahera yang masih memelihara lambang-lambang dan simbol adat. Hal ini bisa dilihat dari pemeliharaan rumah adat pada setiap kampung yang sampai sekarang masih bertahan. Pemeliharaan ini dikaitkan dengan praktek Pesta Adat Makan Bersama yang sampai saat ini sering dilakukan di setiap kampung. Pesta makan adat merupakan ciri khas masyarakat penghasil (suku Sahu). Dengan kondisi alam yang sangat subur, serta ditunjang oleh ciri masyarakat petani, sangat memungkinkan suku ini sebagai salah satu suku pemasok bahan makanan bagi masyarakat Ternate. Karena itu, komunitas dibo-dibo kebanyakan membawa hasil kebun dari daerah ini. Ada ketergantungan yang positif antara 7

8 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) masyarakat suku Sahu dengan komunitas dibo-dibo. Ketergantungan ini masih bertahan, baik secara langsung maupun tidak. Dengan tipe sebagai masyarakat penghasil, telah mengkondisikan komunitas dibo-dibo sebagai komunitas yang penting dalam masyarakat suku Sahu. Keberadaan mereka dilihat sebagai pelengkap dalam mendistribusikan hasil kebun ke Ternate. Dampak dari ketergantungan ini, masyarakat suku Sahu seakan-akan tidak memiliki pilihan lain untuk menjual hasil kebun mereka kepada komunitas dibo-dibo. Karena tidak adanya pilihan ini, juga menggiring komunitas dibo-dibo untuk memperoleh hasil kebun dari masyarakat dengan harga yang sangat murah. Pada taraf tertentu masyarakat di Halmahera, sebagaimana juga masyarakat-masyarakat lainnya di Indonesia, sedang mengalami perubahan dan perkembangan memasuki masyarakat modern 10. Modernisasi sebagai sebuah proses perubahan mencakup dimensinya yang luas. Salah satunya adalah pragmatis 11, yang mana mulai menekankan hal-hal yang pratis. Kecenderungan seperti ini kemudian bermuara pada tindakan masyarakat yang lebih cenderung untuk 10 Modern sebagai sebuah zaman dimulai pada era Pencerahan. Arnold Toynbee, seorang filsuf sejarawan, melalui bukunya A Study of History (1947), menyatakan bahwa awal Era Modern dalam Sejarah Kebudayaan Masyarakat Barat terjadi pada paruh kedua abad ke-15 M di daratan Eropa, dimana saat itu muncul fenomena pharisaisme budaya dan teknologi penguasaan samudera secara ekstensif. Kedua fenomena sejarah tersebut, menurut Toynbee, merupakan titik awal kedewasaan dankematangan manusia untuk mulai berani menguasai alam dan melepaskan diri dari dogma-dogma institusi agama. Dengan keberanian inilah manusia menyatakan telah memasuki era baru, era pasca Abad Pertengahan, yakni era modern. 11 Istilah pragmatis merupakan salah satu istilah filsafat yang mengacu pada pemahaman yang lebih menekankan hal yang lebih praktis sifatnya. Perspektif ini kemudian dipakai untuk melihat konsekuensi praktis pada sebuah kebenaran. Perspektif yang menjadi paham ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran idealistik dan romantisme. Dalam pemahaman ini, maka istilah ini dipakai untuk merujuk pada suatu kondisi dimana masyarakat mulai menekankan hasil ketimbang proses. Lihat William Darity, International Encyclopedy of the Social Science. (USA : Macmilan Reference, 2008). 8

9 Pendahuluan memilih sesuatu yang lebih praktis dan mudah. Akibatnya, tidak jarang mereka juga sering menghilangkan pertimbangan-pertimbangan praktis. Kondisi ini kemudian menjadi kekuatan tersembunyi komunitas dibo-dibo. Dikatakan tersembunyi karena kekuatan tersebut menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh bagi keberadaan jaringan dibo-dibo. Dan kemudian, kekuatan tersebut tidak terang-terangan diangkat, melainkan menjadi kekuatan baru yang semakin menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap komunitas dibodibo. Dengan begitu, tipe masyarakat penghasil seperti masyarakat suku Sahu tidak akan eksis ketika komunitas dibo-dibo tidak berperan. Hal ini juga didukung oleh kekuatan tatap muka dalam berinteraksi yang masih saja diberlakukan, baik antara sesama dibodibo, maupun dibo-dibo dengan masyarakat suku Sahu. Intensitas tatap muka dalam interaksi semacam itu merupakan salah satu modal sosial yang kuat dalam menopang kehidupan secara bersama, terutama rasa kepemilikan terhadap komunitas itu sendiri. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Putnam (2001), dalam kajian menyeluruhnya tentang menurunnya rasa komunitas dalam masyarakat Amerika, menemukan bahwa hilangnya hubungan interpersonal dalam dua generasi terakhir, didorong oleh pengaruh yang makin dalam dan makin impersonal dari komunikasi berperantara, menghasilkan efek bola-salju, yaitu setiap generasi berikutnya semakin kurang berhubungan satu sama lain ketimbang generasi sebelumnya. Kecenderungan ini mengakibatkan meningkatnya perasaan kesepian, depresi, dan ketakbermaknaan. Tatkala ikatan hubungan interpersonal menurun, maka rasa percaya satu sama lain, ketimbalbalikan, dan perasaan empati juga akan ikut melemah. Pada titik ini, walau barangkali tidak selalu seperti itu halnya dalam kehidupan masyarakat Barat pos-industrial, ketika melihat kasus Indonesia, komunikasi tatap muka lebih memiliki bobot komunikatif ketimbang komunikasi berperantara. Melalui komunikasi tatap 9

10 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) mukalah integritas orang diuji, rasa percaya dibentuk, dan kontrak sosial dibuat dan dipelihara. Dewey (1927) anggap sebagai prasyarat esensial bagi keberlangsungan komunitas, kesempatan interaksi tatap muka adalah mengapa keluarga dan kehidupan bertetangga, dengan segala kekurangannya, selalu menjadi tempat persemaian, yang dengannya sifat-sifat terbentuk secara stabil dan gagasangagasan diperoleh yang kemudian menjadi akar dari karakter. Dengan penjelasan di atas, maka komunitas dibo-dibo yang diteliti akan diletakan dalam perspektif keberadaannya dengan masyarakat suku Sahu sebagai masyarakat penghasil. Oleh karena itu, penelitian ini dibangun dalam persoalan bagaimana aktivitas sosioekonomi dari komunitas dibo-dibo serta bagaimana dinamika hubungan mereka dengan masyarakat suku Sahu. Masalah Penelitian Dengan mengacu pada latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang akan dikaji adalah : 1. Bagaimana aktivitas sosio-ekonomi komunitas dibo-dibo di Sahu? 2. Bagaimana relasi komunitas dibo-dibo dalam masyarakat suku Sahu? 3. Bagaimana strategi usaha yang dijalankan oleh komunitas dibo-dibo? Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah penelitian yang diuraikan di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan berlandaskan pada tujuan untuk : 1. Mengidentifikasi aktivitas sosio-ekonomi komunitas dibodibo di Sahu. 10

11 Pendahuluan 2. Menggambarkan relasi komunitas dibo-dibo dalam konteks kehidupan masyarakat suku Sahu. 3. Mendeskripsikan strategi komunitas dibo-dibo dalam menjalankan usahanya, terutama dalam perjumpaannya dengan masyarakat suku Sahu dan juga dengan jaringan di Ternate. Manfaat Penelitian Dengan penelitian terhadap komunitas dibo-dibo, diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Memberikan pemahaman terhadap keberadaan komunitas dibo-dibo, baik itu aktivitas mereka maupun hubungannya dengan masyarakat suku Sahu. 2. Memberikan masukan terhadap tema penelitian mengenai komunitas-komunitas lokal, terutama dalam kaitannya dengan peran komunitas lokal dalam pembangunan. Sistimatika Penyajian Penelitian Sistimatika penyajian penelitian ini dibagi dalam 7 (tujuh) bab, yang mana masim-masing bab disusun dalam kerangka menjawab persoalan penelitian ini. Adapun bab 1 (satu) merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistimatika penyajian penelitian. Bab 2 (dua) adalah bagian yang berisi tentang perspektif mengenai komunitas. Dalam pembahasan tentang komunitas, akan dimulai dengan aktivitas komunitas, kemudian trust dalam komunitas, budaya komunitas, komunikasi serta jaringan dalam komunitas. Bab 3 (tiga) adalah bagian yang berisi tentang metode penelitian. Pembahasan dalam bab ini akan dimulai dari metode 11

12 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) penelitian yang dipakai untuk menjawab masalah penelitian dan teknik pengambilan data lapangan Bab 4 (empat) merupakan gambaran tentang hasil penelitian, yang mencoba mengulas persoalan penelitian yang pertama, yakni aktivitas sosial dan ekonomis dari komunitas dibo-dibo. Untuk upaya ini, akan dijabarkan tentang dunia keseharian komunitas dibo-dibo yang kemudian dilanjutkan dengan aktivitas sosial dan ekonomis. Untuk menjawab persoalan penelitian yang kedua, maka akan diurai mengenai konteks perjumpaan komunitas dibo- dibo dengan masyarakat suku Sahu, sebagaimana yang akan diulas pada Bab 5 (lima). Dalam membahasa mengenai hal ini, akan diorientasikan untuk menggambarkan kedudukan dan fungsi ekonomis dari komunitas dibodibo kepada masyarakat suku Sahu. Bab 6 (enam) adalah uraian mengenai analisa hasil penelitian. Dalam analisa ini, hasil penelitian akan ditautkan dengan perspektif mengenai komunitas. Sedangkan Bab 7 (tujuh) merupakan penutup dari penelitian ini yang berisi tentang kesimpulan dan saran penelitian. 12

BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi

BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi Pengantar Ada satu kesepakatan bersama masyarakat suku di jazirah Halmahera bahwa Dibo-dibo mengacu pada sekumpulan orang yang berprofesi

Lebih terperinci

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian adalah proses mencari sesuatu secara sistematis dalam waktu tertentu dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. Metode ilmiah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara Penelitian

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara Penelitian LAMPIRAN Pedoman Wawancara Penelitian A. Aktivitas sosio-ekonomi komunitas dibo-dibo I. Aktivitas Sosial Motivasi Sosial : 1. Apa yang anda harapkan (khususnya relasi) dengan komunitas dibo-dibo? 2. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB V EKSISTENSI KOMUNITAS DIBO-DIBO DALAM MASYARAKAT SUKU SAHU

BAB V EKSISTENSI KOMUNITAS DIBO-DIBO DALAM MASYARAKAT SUKU SAHU BAB V EKSISTENSI KOMUNITAS DIBO-DIBO DALAM MASYARAKAT SUKU SAHU Pengantar Sebagaimana dalam pembahasan pada bab sebelumnya bahwa dalam menjalankan usahanya, mereka (dibo-dibo) tidak hidup dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah provinsi kepulauan dengan ciri khas sekumpulan gugusan pulau-pulau kecil di bagian timur wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Manusia pada hakikatnya adalah sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk sosial dimana manusia itu sendiri memerlukan interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sutisna, 2015 TENGKULAK DAN PETANI Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Sutisna, 2015 TENGKULAK DAN PETANI Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jawa Barat dikenal sebagai daerah yang mempunyai iklim sejuk dan wilayahnya yang mempunyai banyak pegunungan sangat cocok untuk dijadikan sebagai lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak ada masyarakat yang tidak berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Tidak jarang dalam perubahan tersebut terdapat nilai yang ditransformasikan. Bahkan, seiring

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru?

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru? Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru? Ukuran kemiskinan adalah relatif, ketika seseorang masuk dalam kategori miskin namun baginya bukan suatu kesulitan maka pemaknaan miskin yang

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permukiman kembali masyarakat pesisir di Desa Kuala Bubon Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat merupakan upaya membangun kembali permukiman masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas yang terdapat di Indonesia sangat banyak, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas yang terdapat di Indonesia sangat banyak, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas yang terdapat di Indonesia sangat banyak, salah satunya adalah komunitas waria. Sebuah komunitas dapat memunculkan variasi bahasa yang terbentuk untuk memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan bangsa yang terbangun dari perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat yang berada di kawasan non-perbatasan di Indonesia. Masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat yang berada di kawasan non-perbatasan di Indonesia. Masyarakat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Masyarakat perbatasan di Pulau Penawar Rindu, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam membayangkan nasionalisme itu secara khas dan berbeda dengan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB VII SEJARAH PEMEKARAN DAN PENGGABUNGAN WILAYAH Kronologi Pemekaran Wilayah Tiga Kecamatan Sejarah Terbentuknya Tiga Kecamatan

BAB VII SEJARAH PEMEKARAN DAN PENGGABUNGAN WILAYAH Kronologi Pemekaran Wilayah Tiga Kecamatan Sejarah Terbentuknya Tiga Kecamatan 74 BAB VII SEJARAH PEMEKARAN DAN PENGGABUNGAN WILAYAH 7.1. Kronologi Pemekaran Wilayah Tiga Kecamatan 7.1.1. Sejarah Terbentuknya Tiga Kecamatan Pemekaran kecamatan di Kabupaten Maluku Utara, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Latar belakang Sejarah pertumbuhan dan perkembangan fisik Kota Tarakan berawal dari lingkungan pulau terpencil yang tidak memiliki peran penting bagi Belanda hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah suatu tempat yang menyimpan benda-benda bersejarah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran dan pariwisata. Menurut KBBI edisi IV, Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi negara-negara diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudaya Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang mampu menciptakan makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan suatu cara, model, dan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan daerah yang luas, dibutuhkan adanya suatu angkutan yang efektif dalam arti aman, murah dan nyaman. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengidentifikasikan perubahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 36 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Wilayah enam desa secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara (Pemkab Halut). Di bagian utara, berbatasan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi BAB VI KESIMPULAN Kajian media dan gaya hidup tampak bahwa pengaruh media sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi masyarakat tidak lain merupakan hasil dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya pemberitaan di media massa terkait dengan tindak kekerasan terhadap anak di sekolah, nampaknya semakin melegitimasi tuduhan miring soal gagalnya sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam sejarah masyarakat Maluku, budaya sasi merupakan kearifan lokal masyarakat yang telah ada sejak dahulu kala dan merupakan komitmen bersama baik oleh masyarakat, tokoh

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Existensi proyek Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki keistimewaan. Dikatakan istimewa, karena kota ini adalah salah satu dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Masyarakat majemuk yang hidup bersama dalam satu wilayah terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda tentunya sangat rentan dengan gesekan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya, BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Perbedaan suku bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi yang berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi masyarakat Jawa berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan memiliki peran yang penting dalam suatu negara yakni sebagai saran untuk menciptakan manusia yang unggul. Pendidikan tidak bisa terlepas dari kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki luas wilayah dengan jalur laut 12 mil adalah 5 juta km² terdiri dari luas daratan 1,9 juta km², laut territorial 0,3 juta

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas nilai dan kepentingan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan sejarah diketahui bahwa masyarakat Indonesia sudah menegenal ekonomi yang disebut pasar. Pasar merupakan kegiatan jual-beli itu, biasanya (1) berlokasi yang mudah didatangi

Lebih terperinci

Bab Tiga Belas Kesimpulan

Bab Tiga Belas Kesimpulan Bab Tiga Belas Kesimpulan Kehidupan manusia senantiasa terus diperhadapkan dengan integrasi, konflik dan reintegrasi. Kita tidak dapat menghindar dari hubungan dialektika tersebut. Inilah realitas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keberadaan gotong royong tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Secara turun temurun gotong royong menjadi warisan budaya leluhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

Filsafat Pemerintahan (Sebuah Gambaran Umum) Oleh: Erwin Musdah

Filsafat Pemerintahan (Sebuah Gambaran Umum) Oleh: Erwin Musdah Filsafat Pemerintahan (Sebuah Gambaran Umum) Oleh: Erwin Musdah Pendahuluan Sudah menjadi suatu hal yang lazim dalam pembahasan sebuah konsep dimulai dari pemaknaan secara partikuler dari masing-masing

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

BAB I. bertujuan. untuk. mengidentifikasi. lokal asli di. penyebab. di Provinsi. Riau, dengan. konflik yang 93,764 45,849 27,450 3,907 29,280 14,000

BAB I. bertujuan. untuk. mengidentifikasi. lokal asli di. penyebab. di Provinsi. Riau, dengan. konflik yang 93,764 45,849 27,450 3,907 29,280 14,000 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab tidak terselesaikannya konflikk antara perusahaan hutan tanamann industri dan masyarakat lokal asli di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya BAB II KERANGKA TEORI 2.1.Adopsi Teknologi Pertanian Dalam hal adopsi penerapan teknologi traktor, yang dilakukan oleh kelompok tani mengakibatkan sempitnya peluang kerja bagi para buruh tani/tenaga upahan

Lebih terperinci

BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL. diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan

BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL. diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber daya alam. Sub sistem ekologi,

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam BAB V PENUTUP Jawaban atas pertanyaan mengapa ruang kuasa yang telah menciptakan LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam dirinya untuk menentukan kontur dan corak dari ruang

Lebih terperinci

Bab 1. PENDAHULUAN. tentang apa itu Tabua Ma T nek Mese yang adalah bagian dari identitas sosial masyarakat

Bab 1. PENDAHULUAN. tentang apa itu Tabua Ma T nek Mese yang adalah bagian dari identitas sosial masyarakat Bab 1. PENDAHULUAN. 1. Latarbelakang Masalah. Sebelum melangkah jauh dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan terlebih dahulu tentang apa itu Tabua Ma T nek Mese yang adalah bagian dari identitas sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan pada umumnya selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Demikian halnya dengan kesusastraan Indonesia. Perkembangan kesusastraan Indonesia sejalan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan akan beras meningkat pesat seiring dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Administratif Berdasarkan data BAPPEDA Kota Bogor (2009), secara geografis Kota Bogor terletak pada 106º 48 Bujur Timur dan 6º 36 Lintang Selatan. Wilayah penelitian

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel 1 PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel Abstrak Setiap etnik atau ras cenderung memunyai semangat dan ideologi yang etnosentris,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP Kesimpulan

BAB 6 PENUTUP Kesimpulan BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan Masyarakat blogger sebagai sistem komunikatif, mengandalkan bahasa tulisan sebagai produk sistem psikis yang kemudian saling berinteraksi satu sama lain yang mengacu pada

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kemiskinan dan kesenjangan sosial pada kehidupan nelayan menjadi salah satu perhatian utama bagi kebijakan sektor perikanan. Menurut pemerintah bahwa kemiskinan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia abad ke-21 mempunyai karakteristik sebagai berikut,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia abad ke-21 mempunyai karakteristik sebagai berikut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad ke-21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama disegala aspek kehidupan. Pengetahuan diperoleh melalui proses pendidikan

Lebih terperinci

Bab Satu. Pendahuluan

Bab Satu. Pendahuluan Bab Satu Pa, kira-kira kalau Pemerintah ka-sepindah kami ke pasar Akelamo, lalu kalau jualan kami tidak laku, apakah mereka (Pemerintah) akan ganti rugi atau tidak?,. (bu 1 Damis Pasuma) Memutuskan untuk

Lebih terperinci

Kesimpulan. Bab Sembilan

Kesimpulan. Bab Sembilan Bab Sembilan Kesimpulan Rote adalah pulau kecil yang memiliki luas 1.281,10 Km 2 dengan kondisi keterbatasan ruang dan sumberdaya. Sumberdayasumberdaya ini tersedia secara terbatas sehingga menjadi rebutan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya MODUL PERKULIAHAN Masyarakat & Budaya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 5 Abstract Dalam pokok bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan (17.508 pulau) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Brasil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

ETIKA PERGAULAN REMAJA. Oleh: Achmad Dardiri (FIP UNY) internasional yaitu pergaulan antar bangsa selalu diperlukan etika atau lebih tepat etiket

ETIKA PERGAULAN REMAJA. Oleh: Achmad Dardiri (FIP UNY) internasional yaitu pergaulan antar bangsa selalu diperlukan etika atau lebih tepat etiket ETIKA PERGAULAN REMAJA Oleh: Achmad Dardiri (FIP UNY) A. Pendahuluan Dalam pergaulan antar manusia, baik di kampung lebih-lebih pada forum internasional yaitu pergaulan antar bangsa selalu diperlukan etika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterlekatan Keterlekatan menurut Granovetter, merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Para pemerhati dan pemikir hukum belum ada satu pandangan dalam melihat alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum itu diadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nama perkakas berbahan bambu merupakan nama-nama yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh penutur bahasa Sunda. Dalam hal ini, masyarakat Sunda beranggapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Judi Perjudian adalah permainan di mana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut seluas 64,85% dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut seluas 64,85% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut seluas 64,85% dari luas wilayah Indonesia atau 3.544.743,9 km² (Kementerian Kelauatan dan Perikanan, 2011). Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan budaya lokal memberi peran yang signifikan dalam kesantunan berbahasa di Indonesia sehingga bisa membentuk salah satu wujud karakter yang positif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling berkomunikasi. Manusia juga pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup, yaitu sebagai makhluk

Lebih terperinci