BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL. diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL. diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan"

Transkripsi

1 BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan Modal Sosial Mahasiswa penghuni Asrama Mansinam. Karakter sosio-teologis ini tampak dalam aktivitas harian mereka selama menjadi penghuni Asrama Mansinam. Dengan ciri khas diatas, jika dikaitkan dengan motivasi mereka, baik itu motivasi teologis yaitu kebutuhan akan pencapaian nilai-nilai ideal yang telah dirumuskan oleh pihak Sinode GKI Papua selama mereka menjadi penghuni Asrama Mansinam, maupun kebutuhan hubungan sosial, dapat dijelaskan bahwa motivasi tersebut keluar sebagai persamaan tujuan yang hendak dicapai oleh sesama anggota, khususnya dalam lingkup jaringan diantara sesama mereka sebagai penghuni Asrama Mansinam. Persamaan tujuan seperti itu dapat dikategorikan sebagai persamaan kepentingan, yang kemudian tipe mereka ini adalah community of interest.mereka ini disebut sebagai community of interest karena tidak datang dari tempat yang sama, namun hidup dalam tempat yang sama, sekaligus memiliki kepentingan yang sama. Dengan dasar kepentingan yang sama inilah yang mendasari seluruh aktivitas mereka sehari-hari. 1 Dalam konteks kepentingan ini, Tonnies, mendefinisikan sebagaikemauan rasional yang bermuara pada pilihan rasional. Motivasi para penghuni Asrama Mansinam dalam komunitas ini, yang digerakkan oleh persamaan tujuan semua anggota, akan menggiring setiap orang untuk melakukan tindakan-tindakan yang rasional untuk mencapai 1 Ngarbingan, A. A, Komunitas Dibo-Dibo di Sahu Halmahera Barat, Tesis. (Program Pasca Sarjana Magister Studi Pembangunan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2010),

2 tujuan bersama itu. Kemauan yang melandasi tindakan individu adalah dasar utama dalam konteks kehidupan berasrama. Demikian juga dengan komunitas penghuni Asrama Mansinam, persamaan tujuan merupakan kemauan bersama yang melandasi keberadaan komunitas penghuni Asrama Mansinam. 2 Dengan ciri khas yang berlandaskan kepentingan, telah membuat mereka sebagai penghuni Asrama Mansinam, mampu keluar dan melampaui identitas primordial kultural maupun etnik mereka walaupun mereka semua semua berasal dari Papua, namun mereka datang dari suku dan juga kota asal yang berbeda-beda. Akibatnya mereka mampu membangun hubungan interpersonal yang sangat kuat diantara mereka, dimana dalam aktivitas harian mereka, mereka dapat menjalankan peran mereka sesuai dengan tuntutan kehidupan berasrama yang telah mereka rumuskan. 3 Persamaan kepentingan ini, juga mengkondisikan solidaritas yang kuat di antara sesama jaringan. Sebagaimana dalam bahasa Emile Durkheim bahwa solidaritas, khususnya solidaritas sosial yang dimaknai sebagai kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Yang mana kesetiakawanan tersebut muncul sebagai bagian dari kesadaran kolektif. Bentuk dari kesetiakawanan tersebut merupakan kesetiakawanan yang didasarkan pada pembagian porsi peran dalam menopang sebuah sistem. 4 2 Ngarbingan, A. A, Komunitas Dibo-Dibo di Sahu Halmahera Barat, Tesis. (Program Pasca Sarjana Magister Studi Pembangunan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2010), 87 3 Suranto, Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2011), Ngarbingan, Komunitas, 86 59

3 Dalam perspektif sebagai sebuah komunitas yang utuh, kesetiakawanan ini ditampakkan oleh penghuni Asrama Mansinam dalam bentuk kerelaan tiap-tiap mahasiswa penghuni Asrama Mansinam untuk mengutamakan keputusan komunitas, oleh Fukuyama, hal ini disebutkan sebagai penerimaan sekumpulan nilai-nilai moral, demi menciptakan pengharapan umum. Lebih lanjut bagi Fukuyama, inilah disebut sebagai kepercayaan. 5 meskipun trust yang digambarkan Fukuyama memiliki konteks yang berbeda dengan penelitian ini, namun begitu, penggambaran trust yang dilakukan olehnya, pada konteks penelitiannya, juga tampak dalam komunitas penghuni Asrama Mansinam ini. Dari titik ini, kesetiakawanan yang melandasi aktivitas Mahasiswa penghuni Asrama Mansinam dalam jaringan mereka merupakan bentuk ideal, dalam pandangan Durkheim 6 sebagai solidaritas organik. Fungsi masing-masing penghuni Asrama Mansinam dalam jaringan mereka menggambarkan fungsi masing-masing unsur dalam menopang sebuah sistem, yakni alur tata kelola kehidupan bersama sebagai sebuah komunitas. Keberadaan seseorang dengan peran dan fungsinya tidak akan bermakna jika fungsi tersebut tidak didukung oleh peran dan fungsi penghuni lain. kesatuan dari fungsi tersebut berdasarkan kedudukan, merupakan kesatuan fungsi dalam sistem yang utuh. Dalam konteks semacam ini, dapat diasumsikan bahwa yang utuh berarti harus fungsional. Parsons, sebagai pencetus pemikiran struktural-fungsional, menggambarkan kondisi ini sebagai sebuah kondisi ideal dari struktural-fungsional dimana komunitas terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai tertentu, dimana Press, 1995), Fukuyama, Francis, Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity, (New York: Free 60

4 nilai-nilai ini mampu meleburkan dan mengatasi perbedaan-perbedaan 7. Kondisi ini disebut ideal karena dalam gambaran Parsons, inilah kondisi suatu keseimbangan yang diharapkan ada dalam komunitas. Pada komunitas penghuni Asrama Mansinam, struktur itu tampak dari pembentukan Badan Formatur Pelaksana Harian oleh mereka sendiri, dimana struktur itu sekaligus mengekspresikan peran yang harus dilakukan oleh setiap penghuni Asrama Mansinam, tanpa terkecuali. Dalam logika hubungan interpersonal, tuntutan peranan adalah desakan sosial yang memposisikan individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya.desakan sosial dapat berwujud sebagai sanksi sosial dan dikenakan bila individu menyimpang dari peranannnya. Dalam hubungan interpersonal, desakan halus atau kasar dikenakan pada orang lain agar ia melaksanakan peranannya 8. Desakan-desakan ini lebih banyak berbentuk pada sanksi-sanksi yang telah mereka sepakati bersama pada awal mereka menjadi penghuni Asrama Mansinam, misalnya, teguran lisan maupun tertulis oleh pihak pengurus, dan yang paling terakhir adalah dicabut haknya dan dikeluarkan dari Asrama Mansinam, maupun dalam aturan-aturan lain yang dibuat oleh mereka sendiri, saat telah menjadi penghuni Asrama Mansinam dalam rangka tujuan bersama, yaitu kepentingan untuk keberlangsungan memiliki tempat untuk mondok sekaligus kepentingan keberlangsungan keberadaan Asrama Mansinam itu. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa Modal Sosial akan berkaitan dengan aliran norma timbal balik. Keberadaan norma timbal balik tersebut kemudian dikonstruksikan menjadi sanksi-sanksi sosial yang berlaku antar setiap pribadi dalam 7 Richard, Grathoff, Kesesuaian antara Alfred Schutz dan Talcot Parsons: Teori Aksi Sosial, (Jakarta, Kencana, 2000), Jalaludin Rakhmat, Psikologi,

5 sebuah komunitas. Dalam kaitannya dengan sanksi-sanksi yang berada dalam komunitas penghuni Asrama Mansinam, diketahui bahwa bentuk sanksi yang berlaku di antara sesama anggota jaringan dalam komunitas penghuni Asrama Mansinam merupakan abstraksi dari norma timbal balik antar sesama anggota jaringan dalam komunitas. Ekspresinya, akan sangat nampak dalam apa yang akan terima anggota penghuni Asrama Mansinam apabila tidak menjalankan norma-norma kesepakatan itu, dimulai dari teguran lisan, tertulis, hingga dikeluarkan untuk tidak lagi menjadi penghuni Asrama Mansinam. Dalam kaitan dengan itu, Ngarbingan dalam temuan penelitiannya pada komunitas Dibo-dibo di Sahu, 9 menjelaskan bahwa dalam arus fungsional seperti yang terpapar di atas, terlihat bahwa ada hubungandi antara sesama anggota. Dalam hubungantersebut ada norma timbal balik dalam setiap anggota. Norma timbal balik ini kemudian menjadi dasar dalam konstruksi pola jaringan yang tercipta pada komunitas penghuni Asrama Mansinam yang bisa dilihat sebagai trust dalam komunitas penghuni Asrama Mansinam. Trust sebagai penyokong Modal Sosial, menjadi signifikan dalam kaitannya dengan negosiasi harapan dengan tindakan setiap individu. 10 Kata negosiasi yang dipakai pada pengertian di atas memberikan penekanan bahwa ada posis tawar-menawar pada setiap individu antara tindakan dengan harapan diri sendiri maupun harapan pada orang lain terhadap hasil dari tindakan tersebut. Terjadi tawar-menawar tersebut sebagai akibat dari pengaruh variabel-variabel lain yang bisa saja mengganggu tindakan seseorang. 9 Ngarbingan, Komunitas, Möllering, The Nature of Trust

6 Negosiasi tindakan atau re-aktualisasi dan re-organisasi tindakan akan muncul dengan sendirinya ketika seorang anggota tidak bisa memenuhi perannya dengan maksimal, yang biasanya dilakukan melalui rapat rutin untuk melakukan evaluasi. Pada setiap rapat rutin bulanan, setiap penghuni dalam fungsi dan perannya masing-masing, secara terbuka memberikan laporan-laporan kegiatan terkait dengan fungsi dan perannya, dimana setiap anggota yang lain, secara terbuka untuk memberikan evaluasi berdasarkan pada rujukan gambaran kerja yang telah disepakati sebelumnya. Negosiasi dilakukan dalam upaya untuk menjaga keutuhan keberadaan mereka dalam sebuah sistim yang disebut Asrama Mansinam. Negosiasi juga terjadi sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan keberadaan mereka, dan keberlangsungan sistim yang menaungi keberlangsungan keberadaan mereka. Di samping itu juga, hal ini dilakukan dalam kerangka menjaga keharmonisan dan kestabilan hubungan sosial yang terjalin selama ini. Atau dengan kata lain, keharmonisan tersebut diupayakan dalam menjaga keutuhan sistim. Pola trust semacam di atas dijalin dalam komunikasi tatap muka yang sering dilakukan oleh komunitas penghuni Asrama Mansinam merupakan salah satu kondisi yang sering dilakukan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Dewey, bahwa peran interaksi tatap muka dalam pembentukan komunitas tidak bisa digantikan.terlihat bahwa Dewey menganggap bahwa kekuatan komunitas pada tingkat yang paling dasar terletak pada hubungan interpersonal. 11 Dari titik berangkat komunikasi antar pribadi yang intens, yang sering dilakukan dalam bentuk tatap muka merupakan jaminan atas terjadinya trust pada sesama penghuni Asrama Mansinam. 11 Jalaludin Rakhmat, Psikologi,

7 Telah disebutkan terdahulu bahwa kebutuhan pencapaian nilai-nilai, kebutuhan survive, dan kebutuhan keberadaan yang lain merupakan kebutuhan utama penyokong keberadaan mereka di Asrama Mansinam. Thibault dan Kelley, terkait dengan kebutuhan sosial ini, maka untuk memenuhi kebutuhan ini setiap individu akan secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial, selama hubungan tersebut cukup memuaskan dari segi timbal-balik pada apa yang diperolehnya. 12 Mereka yang menjadi penghuni Asrama Mansinam, rupanya menjadi sangat betah menjadi penghuni, dan biasanya mereka baru benar-benar keluar dari Asrama Mansinam, setelah menyelesaikan studinya, karena mereka mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya. Berulang-ulang, kata nyaman tinggal dan juga nyaman dengan penghuni yang lain, digunakan untuk menjelaskan bagaimana kebutuhan mereka terpenuhi saat mondok di Asrama Mansinam. Kenyamanan diantara mereka, juga menghasilkan distrust pada hubungannya dengan jejaring yang lain, di luar sesama penghuni Asrama Mansinam. Kelemahankelemahan dalam keteraturan yang mereka buat, adalah komunitas penghuni Asrama Mansinam kemudian terkesan menjadi eksklusif dan tertutup. Seiring dengan pemikiran Luhman dalam upaya untuk memperbaiki pemikiran Parsons tentang struktural fungsional, bagi Luhman, Parsons dengan teorinya tidak dapat menjawab persoalan kemampuan sistem untuk merujuk pada dirinya sendiri. Pada titik berangkat ini, Luhman walaupun menggunakan autopoetic, tetapi kemampuan merujuk pada dirinya sendiri telah mengkondisikan sistem atau jaringan tersebut akan tertutup. 13 Dalam arti bahwa sistem 12 Thibault, J & Kelley. H The Social Psychology of Group, (Newyork, Wiley, 1959), Ritzer, G dan Goodman, D. Teori Sosiologi Modern, 88 64

8 tersebut tidak bersangkut paut dengan lingkungan. Keterhubungan antara lingkungan dengan sistem hanyalah relasi pengganggu untuk membentuk sistem yang lebih mapan. Hal ini sangat nampak dalam situasi yang diperlihatkan di Asrama Mansinam.Lingkungan sekitar tampak dianggap sebagai ancaman dalam keteraturan yang telah dibuat secara interal oleh mereka sendiri.tembok yang tinggi dan juga pagar yang tinggi dan selalu tertutup baik siang maupun malam, dan lebih lagi setelah malam, adalah jejak fisik yang tidak bisa dinafikan sikap ketertutupan mereka terhadap lingkungan di luarnya. Meskipun begitu, kekuatan penghuni Asrama Mansinam terletak pada pola dalam jaringan mereka sendiri sebagai komunitas. Menariknya, meskipun mereka terkesan tertutup terhadap lingkungan di luar dirinya, tetapi kesadaran tiap individu tentang tanggungjawab terhadap komunitas sangat tinggi. Berangkat dari pola tanggung jawab dalam jaringan tersebut di atas, menurut Maturana dan Varella, bahwa dalam komunitas, selalu ada dimensi kesadaran dalam diri setiap anggotanya 14. Kesadaran individu ini akan terus memberikan jaminan alur tanggung jawab berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh sesama anggota komunitas. Kesadaran tersebut menurut Maturana dan Varella muncul karena setiap individu terlibat dalam jaringan makna (mereka meminjam istilah Geertz), yang mana masing-masing merasa bermakna ketika dirinya ditemukan berelasi dengan orang lain. Dan relasi tersebut juga dibangun sebagai bagian dari tanggung jawab individu dalam jaringan sosial. Pada titik ini, penulis menemukan titik yang sama dengan kedua peneliti (Maturana dan Varella) tersebut. Kesadaran akan kebermakaan dirinya benar-benar sebuah 14 Ngarbingan, Komunitas,

9 kesadaran intensionalitas menggunakan istilah Husserl, 15 sebuah kesadaran akan makna kehadiran dirinya, sebagai bermakna, ketika kehadiran dirinya benar-benar memiliki manfaat bagi orang lain. Pada mahasisa penghuni Asrama Mansinam, kesadaran intensionalitas ini benar-benar terwujudkan, diantara mereka sebagai sesama penghuni. Hal ini menarik terutama dalam konteks kebebasan, dimana mereka bisa saja memilih indekos untuk menemukan kebebasan dari segala aturan yang mengikatnya. Hal ini tentu sangat menantang apa yang paling hakiki dalam kemanusiaan manusia yaitu soal eksistensinya. Pemikir eksistensialisme semisal Sartre mengungkapkan aku dikutuk bebas, ini berarti bahwa tidak ada batasan atas kebebasanku, kecuali kebebasan itu sendiri, atau jika mau kita tidak bebas untuk berhenti bebas 16 Kebebasan yang dimiliki oleh para penghuni Asrama Mansinam untuk boleh saja dapat indekos dan tidak mondok di Asrama Mansinam, namun dalam kebebasan yang sama mereka tetap memilih untuk menjadi penghuni Asrama Mansinam. Kebebasan juga menjadi dasar bagi keteraturan yang mereka sepakati bersama, ketika menjadi penghuni Asrama Mansinam. Kebebasan ini juga menjadi modal bagi trust yang mereka bangun diantara mereka sendiri sebagai sesama penghuni Asrama Mansinam. Modal Sosial sering dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi. Pada pembahasan teoritik sebelumnya, baik Coleman, Putnam, Bourdieu, dan Fukuyama, sama-sama melihat bahwa hasil akhir dari bentukan Modal Sosial adalah akumulasi ekonomi. Pada skala komunitas penghuni Asrama Mansinam, tesis ini terpatahkan. Modal Sosial yang dibentuk oleh tiap individu, tidak selalu memiliki kaitan dengan aspek ekonomi. Ada kebutuhan lain, 15 Firdaus, M. Yunus Kebebasan dan Filsafat Eksistensialisme Jean Paul Sartre T.Z Lavine Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre.Alih Bahasa Andi Iswanto dan Deddy Andrian Utama, (Yogyakarta, Jendela, 2002),

10 yaitu kebutuhan kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial tersebut berbentuk dalam wujud kebutuhan untuk memenuhi harapan orang tua agar dapat menyelesaikan studi, kebutuhan akan kenyamanan dalam berelasi dan keteraturan, juga kebutuhan akan keberlangsungan keberadaan demi memenui harapan orangtua tentang keberhasilan dalam studi menjadi dasar bagi pembentukan Modal Sosial. Karena itu, dalam kebebasan mereka, mereka memilih menggunakan kebebasan tersebut untuk memilih menjadi penghuni Asrama Mansinam daripada indekos. Kenyamanan, keteraturan dan perasaan diterima sebagai bagian dari yang lain, membuat mereka terus memilih untuk tinggal dan mondok hingga mereka menyelesaikan perkuliahannya di UKSW. Dengan begitu, maka dapat dikatakan bahwa pada level komunitas, pembentukan Modal Sosial diantara para anggota komunitas, tidak serta-merta didorong oleh faktor akumulasi ekonomi, tetapi lebih kepada faktor-faktor sosiologis. Hal ini juga dapat dimengerti, karena konteks penelitian ini adalah mahasiswa dalam sebuah komunitas, dimana mereka ditempatkan untuk tinggal pada satu tempat yang telah merumuskan berbagai nilai-nilai yang harus diwujudkan, dengan harapan-harapan yang diberikan orangtua kepada mereka, tetapi dalam kondisi tekanan perkuliahan yang tinggi, membuat kebutuhan-kebutuhan menjadi sangat tinggi ada pada mereka untuk dipenuhi. Menengok catatan-catatan teoritik yang sudah terpaparkan pada bab sebelumnya, modal sosial dalam hasil penelitian ini lebih mengarah pada apa yang disampaikan oleh Fukuyama. Fukuyama melihat modal sosial sebagai kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam komunitas, dimana unsur trust (rasa percaya) yang diberikan terhadap masing-masing individu, lebih diutamakan dalam rangka pencapaian tujuan yang lebih besar. Meskipun, dalam bahasannya, Fukuyama lebih banyak 67

11 bicara pada aspek pengembangan bisnis, namun begitu, catatan Fukuyama memberikan pandangan bahwa dengan demikian, rasa percaya (trust) merupakan unsur yang universal pada dasar dan proses pembentukan modal sosial. Meskipun Putnam juga berbicara tentang tiga unsur modal sosial, dan terutama trust, sebagai jembatan, pengikat sekaligus penghubung antar jaringan, namun begitu, Putnam bicara dalam konteks asosiasi politik. Karenanya, rasa percaya itu sendiri di antara jejaring, sangat bergantung pada kepentingan yang sama dalam asosiasi politik ini. Artinya, para individu sebagai jejaring membangun rasa percaya mereka apabila ada kepentingan yang sama. Disini, terdapat titik temu antara yang disampaikan Putnam dengan hasil penelitian ini. Tampak bahwa kepentingan bersama untuk bisa tinggal dan mondok di Asrama Mansinam dalam rangka menyelesaikan studi, juga kepentingan untuk menyelamatkan Asrama Mansinam, menjadi dasar pengikat bersama untuk membangun trust, juga jejaring di antara mereka. Namun begitu, terdapat perbedaan signifikan antara hasil kajian ini dengan yang disampaikan Putnam. Putnam membahas asosiasi kepentingan. Karena itu, rasa percaya itu bersifat longgar. Sementara komunitas ini berbicara tentang keberlangsungan studi mereka. Asosiasi dapat saja berganti jejaring, apabila sudah tidak ada titik temu atau kompromi politik terkait kepentingan. Namun tidak dengan komunitas yang bertahan untuk survive. Ada sebuah desakan untuk saling membutuhkan. Situasinya adalah mereka dikondisikan untuk harus saling percaya. Tidak ada pilihan asosiasi lain. Meskipun mereka sendiri memiliki pilihan untuk bergabung dengan asosiasi lain yang lebih longgar juga, misalnya keluar dari Asrama Mansinam dan menjadi penghuni kos-kosan. Di sini, juga letak perbedaan signifikan hasil temuan ini dengan kajian Putnam. Kebebasan dan kesetaraan untuk boleh memilih asosiasi yang lain saat kepentingan atau 68

12 tujuan yang dicapai jejaring sudah berbeda, namun tidak dengan komunitas penghuni Asrama Mansinam ini. Kebebasan mereka tidak digunakan untuk membentuk atau bergabung dengan asosiasi yang lain, tetapi kebebasan itu di arahkan untuk menjadi bermakna bagi yang lain. Di sini, para penghuni menyadari apa yang dikatakan Husserl, tentang kesadaran intensionalitas. Kesadaran bukan saja terkait dengan kepentingan diri, tetapi kesadaran akan kepentingan yang lebih besar; dan terutama menyadari kebermaknaan kehadirannya bagi sesama. Coleman membicarakan Modal Sosial sebagai jembatan penolong bagi mereka yang lemah secara ekonomi. Coleman adalah salah satu tokoh yang optimis dalam memandang kekuatan modal sosial. Coleman melihat modal sosial sebagai akses yang dimiliki individu untuk memperoleh akses dan jejaring dalam pencapaian tujuan-tujuan pribadi. Terinspirasi dari ide sosiologi pilihan rasional, Coleman berpendapat bahwa modal sosial tidak lain daripada kalkulasi rasional individu dalam rangka pencapaian tujuan pribadi. Jika menengok pada motivasi yang menggerakan para individu penghuni Asrama Mansinam ini, Coleman ada benarnya. Ada tujuan-tujuan pribadi menjadi dasar dalam membentuk modal sosial di antara mereka sebagai sesama penghuni. Namun begitu, tujuan pribadi ini tidak terkait dengan akses modal ekonomi dan jejaring yang lebih berpengaruh seperti demi pencapaian tujuan individu seperti yang diceritakan Coleman. Setelah diteliti, para individu yang membentuk komunitas penghuni Asrama Mansinam ini, tidak didorong oleh sebuah kalkulasi rasional tentang kemudahan memperoleh modal ekonomi serta jejaring yang lebih berpengaruh terkait pencapaian tujuan pribadi mereka masing-masing. Motif awalnya murni karena kepentingan untuk memperoleh pemondokan. Tidak ada 69

13 jejaring di antara mereka yang memiliki pengaruh atau akses yang lebih luas kepada kekuasaan dalam rangka memuluskan kepentingan pribadi yang lain. Di sini, maka modal sosial yang dibentuk oleh komunitas penghuni Asrama Mansinam, lebih dekat dengan apa yang digagas oleh penggagas modal sosial pertama kali yaitu Hanifan. Hanifan memberikan catatan penting tentang dasar modal sosial yaitu perasaan saling empati, kemauan untuk saling menolong, dan kesadaran intensionalitas atau kesadaran sebagai individu yang bermakna saat menjadi bermakna bagi orang lain. Pada titik ini, trust yang terbentuk di antara mereka, lebih dekat pada apa yang digagas oleh Rousseau bahwa rasa percaya terjadi karena kesediaan seseorang untuk bertumpu dan memiliki perasaan yakin yang kemudian diberikan kepada orang lain dan dasarnya adalah ketidakpaksaan dan perasaan menerima apa adanya. Rasa percaya ini lebih didorong oleh semangat persaudaraan, oleh kehendak untuk dapat maju bersama, oleh hasrat individuindividu yang sama, yaitu sama-sama berhasil dalam mencapai harapan orangtua yaitu menyelesaikan studi mereka di UKSW. Agar semangat persaudaraan dan perasaan menjadi bagian yang utuh dari komunitas ini boleh terjadi, maka rasa percaya itu diekspresikan dengan memberikan fungsi dan peran kepada setiap penghuni, sehingga semua merasa menjadi bagian dari satu komunitas. Pada titik ini, Bourdieu boleh menjadi benar, bahwa modal sosial diproduksi melalui sebuah kultur tertentu. Meskipun, Bourdieu berbicara dalam rangka kepentingan kelas. Artinya, produksi kultural itu dimaksudkan untuk melanggengkan kelas tertentu. Di sini, produksi kultur tertentu lewat aktivitas-aktivitas yang menjadi rutinitas harian komunitas penghuni tampak lebih dekat dengan pemahaman struktural fungsional yang dimaksdukan Parsons. Artinya bahwa, produksi kultur tertentu, tidak saja selalu bermakna 70

14 untuk melangggengkan struktur kekuasaan dalam kelas, tetapi produksi kultural bisa juga terjadi karena ada kepentingan demi berlangsungnya sebuah sistim sosial. Disebut lebih dekat dengan skema teoritik Parsons dibandingkan dengan skema produksi kultural Bourdieu demi menguatkan Modal Sosial kelas tertentu karena produksi kultur melalui pembiasaan mirip dengan skema AGIL ala Parsons. Ada kesadaran untuk mengadaptasikan sebuah model ideal yaitu model pembinaan yang diinginkan oleh Sinode GKI Papua melalui aktivitas harian, dimana adaptasi itu dilakukan dengan memberikan fungsi dan peran terkait dengan rutinitas harian yang dilakukan oleh komunitas penghuni Asrama Mansinam. Proses saling dan memberikan rasa percaya (trust) terjadi pada tahapan ini. Dikatakan demikian karena dua hal: pertama bahwa fungsi dan peran dari masing-masing individu penghuni komunitas Asrama Mansinam berbeda-beda. Dibutuhkan rasa saling dan memberikan kepercayaan kepada tiap individu untuk menjalankan peran dan fungsi yang berbeda itu, mengingat masing-masing memiliki kapasitas dan kapabilitas yang juga berbeda. Kedua, meskipun masing-masing individu memiliki kapasitas dan kapabilitas yang berbeda-beda, mempercayakan peran dan fungsi kepada tiap-tiap individu dilakukan karena terkait dengan pencapaian tujuan yang lebih besar. Adaptasi ini terkait dengan goal achievement (pencapaian tujuan) yang terumuskan secara mendetail dalam job description terkait fungsi dan peran setiap individu penghuni Asrama Mansinam. Lewat pembiasaan fungsi dan peran itu, diharapkan dapat mengintergrasikan setiap komponen dalam hal ini para penghuni Asrama Mansinam terkait dengan Asrama Mansinam sebagai sebuah sistim pembinaan. Pada akhirnya, fungsi dan 71

15 peran ini menjadi latensi (pemeliharan pola), yang terwariskan secara turun temurun pada saat ada penghuni baru masuk menjadi bagian dari komunitas ini. Bourdieu mungkin saja sehati dengan Parsons saat membahas tentang proses produksi model kultur terkait dengan membentuk modal sosial dalam komunitas maupun masyarakat. Skema AGIL tentu saja dapat menjelaskan proses produksi kultur yang dimaksudkan Bourdieu ini. Namun begitu, muara terakhir yang diharapkan Bourdie dengan produksi kultur ini adalah menjaga posisi kelas tertentu. Sementara, hasil penelitian ini dikatakan lebih dekat dengan pemahaman struktural fungsional ala Parsons karena produksi kultur dalam arena Asrama Mansinam lebih tertuju pada kepentingan sistim yaitu Asrama sebagai arena pembinaan karakter mahasiswa asal Papua. 72

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN Manusia pertama-tama ada, berjumpa dengan dirinya, muncul di dunia dan setelah itu menentukan dirinya. (Jean-Paul Sartre) A. MANUSIA DAN KESADARAN DIRI Sebagian

Lebih terperinci

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional oleh Talcott Parsons. 45 Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Modal sosial adalah kombinasi norma-norma yang berada dalam sistem sosial yang mengarah kepada peningkatan kerja sama antar anggota masyarakat dan membawa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua Barat. Daerahnya belum banyak dirambah aktivitas manusia dan kaya akan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Papua Barat. Daerahnya belum banyak dirambah aktivitas manusia dan kaya akan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Papua merupakan salah satu pulau yang terletak di wilayah paling timur Negara Kesaatuan Republik Indonesia, dibagi menjadi 2 (dua) Propinsi yaitu Papua dan Papua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktural Fungsional Suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan menggunakan defenisi ini,

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB II PERSPEKTIF TENTANG KOMUNITAS

BAB II PERSPEKTIF TENTANG KOMUNITAS BAB II PERSPEKTIF TENTANG KOMUNITAS Hakikat Komunitas Dari sudut sosiologis, kata community berasal dari bahasa Latin Munus, yang bermakna the gift (memberi), cum, dan together (kebersamaan) antara satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai kota pendidikan karena banyaknya mahasiswa luar Bandung yang kuliah di sana. Kota

Lebih terperinci

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM A. Perselingkuhan Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL A. FUNGSIONALISME STRUKTURAL Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan pembahasanya yang dikaitkan dengan teori, korelasi pembahasan penelitian dengan teori dan juga

Lebih terperinci

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Namun demikian sebagai mahluk biologis merupakan individu yang

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI-TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id TEORI TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI STRUKTURAL

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1981, didirikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karawang. Alasan didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik,

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai bangsa yang religius, Indonesia menempatkan agama sebagai landasan moral, spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara Penelitian

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara Penelitian LAMPIRAN Pedoman Wawancara Penelitian A. Aktivitas sosio-ekonomi komunitas dibo-dibo I. Aktivitas Sosial Motivasi Sosial : 1. Apa yang anda harapkan (khususnya relasi) dengan komunitas dibo-dibo? 2. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan bagian dari lembaga pendidikan dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana, yang berperan membentuk dan mendidik mahasiswa untuk mencapai target pendidikan yang

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: , Negosiasi Bisnis Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: 08122035131, Email: ailili1955@gmail.co.id Hubungan Dalam Negosiasi Proses negosiasi terjadi diantara dua pihak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Adikampana dkk, 2014) yang berjudul Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Bank Plecit Bank plecit merupakan koperasi simpan pinjam yang memberikan tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Kelompok Sosial Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri namun di dalam proses kehidupan selanjutnya, manusia membutuhkan manusia

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM ALOKASI DANA DESA DALAM PENGEMBANGAN MODAL SOSIAL

IMPLEMENTASI PROGRAM ALOKASI DANA DESA DALAM PENGEMBANGAN MODAL SOSIAL 274 IMPLEMENTASI PROGRAM ALOKASI DANA DESA DALAM PENGEMBANGAN MODAL SOSIAL Sabaruddin Program Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Kampus Bina Widya Jl. H.R.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pranata sosial secara prinsipal tak jauh berbeda dengan apa yang disebut atau sering dukenal dengan istilah lembaga sosial, organisasi, atau lembaga masyarakat. Karena

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bourdieu tentang Habitus Menurut Bourdieu (dalam Ritzer 2008:525) Habitus ialah media atau ranah yang memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai seorang individu dan mahluk sosial. Sebagai seorang individu manusia mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak ada masyarakat yang tidak berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Tidak jarang dalam perubahan tersebut terdapat nilai yang ditransformasikan. Bahkan, seiring

Lebih terperinci

BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSON. paham atau prespektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu

BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSON. paham atau prespektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSON A. Fungsionalisme Struktural Dalam penelitian ini menggunakan Teori fungsional struktural yang pencetusnya adalah Talcott Parson. Asumsi dasar dari Teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam hubungannya dengan proses sosial, komunikasi menjadi sebuah cara dalam melakukan perubahan sosial (social change). Komunikasi berperan menjembatani perbedaan

Lebih terperinci

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 Agama adalah salah satu bentuk kontruksi sosial. Tuhan, ritual, nilai, hierarki keyakinankeyakinan,

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh pedagang waralaba Tela-Tela

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh pedagang waralaba Tela-Tela BAB II. KAJIAN PUSTAKA Umumnya bertumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan. Strategi utama

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi

BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi Pengantar Ada satu kesepakatan bersama masyarakat suku di jazirah Halmahera bahwa Dibo-dibo mengacu pada sekumpulan orang yang berprofesi

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan BAB II Kajian Pustaka 2.1. Kelompok Sosial Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga dengan komunitas. Komunitas merupakan sekumpulan individu yang

BAB I PENDAHULUAN. juga dengan komunitas. Komunitas merupakan sekumpulan individu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat merupakan sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama dan memiliki budaya. Masyarakat dapat disebut juga dengan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku merupakan bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Indonesia yang memiliki nilai-nilai adat dan budaya yang beragam dan kaya. Situasi ini telah memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan fungsi desentralisasi dan demokratisasi pada tingkat lokal (Otonomi Daerah), pemerintah melakukan upaya-upaya yang signifikan melalui penataan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial MODUL PERKULIAHAN Sistem Sosial FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 2 Abstract Dalam pokok bahasan ini adalah memperkenalkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II TEORI AGIL PERUBAHAN SOSIAL TALCOTT PARSONS. kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem itu.

BAB II TEORI AGIL PERUBAHAN SOSIAL TALCOTT PARSONS. kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem itu. 35 BAB II TEORI AGIL PERUBAHAN SOSIAL TALCOTT PARSONS A. AGIL Suatu fungsi adalah suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem itu. Menggunakan

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro 46 BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro Modal sosial merupakan hal yang penting dalam membentuk suatu kerjasama,

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan 27 BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM A. Teori Solidaritas Emile Durkheim. Solidaritas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sebuah masyarakat ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu provinsi yang besar, Sumatera Utara dengan ibukota Medan sedang bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T E S I S

Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T E S I S Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T E S I S Diajukan Kepada Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Agama dan Masyarakat Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07 MODUL PERKULIAHAN Kelompok & Organisasi Sosial Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 07 MK61004 Nurwidiana, SKM MPH Abstract Mata kuliah ini merupakan pengantar bagi

Lebih terperinci

Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA

Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA Saudara mahasiswa yang saya hormati. Salam sejahtera dan selamat bertemu lagi dalam kegiatan tutorial online yang kedua mata kuliah Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Fakta Sosial Paradigma fakta sosial fakta sosial terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi

BAB VI KESIMPULAN. Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi BAB VI KESIMPULAN Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi penghuninya dari sinar matahari, berlindung dari hujan hingga berlindung dari cuaca buruk yang ada disekitar lingkungannya.

Lebih terperinci

Refleksi dan Kesimpulan

Refleksi dan Kesimpulan Bab 7 Refleksi dan Kesimpulan Ada empat aspek yang mendasari penelitian hubungan masyarakat beragama Kristen dan beragama Islam di Tentena pada situasi pasca konflik Poso, Pertama kembalinya masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. STRUKTURAL FUNGSIONAL Untuk mendukung penelitian ini, peneliti mengkaji lebih lanjut dengan teori Struktural Fungsional.Dan berikut merupakan penjelasan teori struktural

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Komunitas dapat diartikan sebagai masyarakat community atau masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Komunitas dapat diartikan sebagai masyarakat community atau masyarakat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komunitas Komunitas dapat diartikan sebagai masyarakat community atau masyarakat setempat, komunitas berasal dari bahasa lain yaitu communitas yang memiliki arti kesamaan (http://id.wikipedia.org/wiki/komunitas

Lebih terperinci

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan

Lebih terperinci

REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA

REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : 34 40 DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA Tesis Diajukan kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial

More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial DOI: 10.7454/mjs.v22i2.8245 Resensi More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial Kevin Nobel Kurniawan Departemen Sosiologi UI Email: KevinNobel93@gmail.com Pyythinen, Olli.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Sebagai mahluk sosial manusia memiliki dorongan keinginan untuk saling berhubungan dengan individu lainnya. Dorongan sosial tersebut mengharuskan setiap individu untuk

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan Instruksional Khusus Sosiologi Tujuan Instruksional Khusus Agar mahasiswa mengenal, mengerti, dan dapat menerapkan konsep-konsep sosiologi dalam hubungannya dengan psikologi SUMBER ACUAN : Soekanto, S. Pengantar Sosiologi.

Lebih terperinci

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

STUDI MASYARAKAT INDONESIA STUDI MASYARAKAT INDONESIA 1. Prinsip Dasar Masyarakat Sistem Sistem kemasyarakatan terbentuk karena adanya saling hubungan di antara komponenkomponen yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat).

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1 Identifikasi Masalah Manusia entah sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam lingkup kehidupannya. Manusia akan selalu berhadapan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Paparan, analisis, dan argumentasi pada Bab-bab sebelumnya menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Video game merupakan permainan modern yang kehadirannya diawali sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perspektif Sosiologis Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci