Bab Tiga Belas Kesimpulan
|
|
- Hartanti Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab Tiga Belas Kesimpulan Kehidupan manusia senantiasa terus diperhadapkan dengan integrasi, konflik dan reintegrasi. Kita tidak dapat menghindar dari hubungan dialektika tersebut. Inilah realitas dari sebuah dinamika kehidupan manusia. Konflik sosial [konflik Maluku] yang terjadi awal tahun 1999, merupakan konflik dadakan tanpa sebab yang jelas. Ketika eskalasi konflik meningkat dari waktu ke waktu dan berlangsung secara destruktif di kota Ambon, konflik tersebut begitu cepat menyebar dan terjadi hampir pada seluruh wilayah kepulauan di Maluku. Psikologi konflik yang mendalam telah menggiring masyarakat desa yang semula hidup berdampingan dan saling tolong-menolong berubah menjadi saling curiga, saling bertikai dan saling membunuh. Realitas ini dapat terjadi karena pola penanganan yang parsial dari pemerintah [aparat keamanan], sehingga mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan, hancurnya sarana-sarana peribadatan [Gereja dan Mesjid] dan infrastruktur publik, selama periode konflik berlangsung. Sepatutnya, intensitas konflik secara umum dapat diprediksi kemungkinannya, dan sebenarnya pemerintah cukup memahami kemungkinan ini. Hanya sering kali manajemen internal secara strategis tidak tanggap merespons kemungkinan peningkatan intensitas konflik, atau memang ada berbagai kepentingan lain yang terkait dengan konflik Maluku sehingga konflik merupakan sebuah rekayasa yang direncanakan oleh sebuah skenario. 261
2 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku Mencermati intensitas konflik yang terus meningkat, masyarakat selalu apriori terhadap kebijakan penanganan oleh pemerintah. Meluasnya fenomena rasa ketidakpercayaan [mutual distrust] dari masyarakat terhadap pemerintah maupun antar sesama orang Ambon, menimbulkan kegelisahan senantiasa silih berganti mewarnai kehidupan mereka. Masyarakat di wilayah konflik mulai berfikir, kapan konflik tersebut dapat berakhir?, cara apa yang dapat dilakukan untuk mengakhirinya?, dan ketika sudah berakhir, apa yang akan terjadi pada saat itu?. Pertanyaan-pertanyaan ini selalu hadir dan menghantui masyarakat. Bagi yang berpikir sangat skeptis, mereka akan menganggap bahwa mungkin ini sudah kiamat. Anggapan seperti ini dapat muncul karena konflik sosial yang terjadi di Maluku terlanjur dipersepsikan sebagai konflik antar agama. Kita bisa mengambil analogi kasus konflik antar agama yang pernah terjadi di India misalnya, dimana paham komunal yang kuat telah diterjemahkan masuk ke dalam konflik dan kekerasan lintas agama [seperti Muslim, Hindu, dan Sikh] sehingga menyebabkan generalized social trust mengalami proses pelemahan. Akibatnya, dibutuhkan waktu yang relatif lama [berpuluh-puluh tahun] untuk dapat menyelesaikannya. Ini dapat terjadi karena ketika agama telah dijadikan sebagai identitas kelompok maka setiap orang dipaksa mengidentifikasi dirinya secara jelas. Ketidak-jelasan seseorang sebagai pemangku identitas kelompok tertentu, selain akan mengembangkan prasangka sosial dan atau kecurigaan yang lazim dijumpai dalam tatanan masyarakat yang sementara berkonflik, juga tidak jarang berakhir dengan tindak kekerasan terhadap yang bersangkutan. Berbeda dengan realitas yang terjadi di Maluku [Ambon, khususnya]. Dalam situasi konflik yang sementara berlangsung, dijumpai adanya banyak warga masyarakat yang memiliki ikatan-ikatan tradisional [pela dan gandong] saling membantu untuk menyelamatkan satu dengan lainnya dari massa penyerang. Di samping itu, adanya komunikasi secara intensif melalui media telepon antar warga yang berbeda agama, serta terjadinya transaksi antar warga yang berbeda agama di wilayah-wilayah perbatasan [sekalipun nyawa menjadi taruhan]. 262
3 Kesimpulan Kenyataan ini menunjukkan bahwa, warga kedua komunitas diwilayah riset masih menjunjung ikatan kekerabatan yang ada sehingga budaya lokal masih fungsional dalam perilaku kolektif dan karenanya konflik dapat terkendali, baik secara struktural maupun kultural. Indikasi yang kuat selama periode konflik berlangsung adalah, masyarakat lokal tampak sangat menginginkan adanya revitalisasi institusi adat. Itulah sebabnya, di tengah suasana konflik yang belum mereda, dilakukan upacara panas pela antara negeri Batu Merah (Muslim) dan negeri Passo (Kristen) di Kota Ambon. Dengan kerja keras yang dilakukan oleh berbagai pihak [pemerintah dan masyarakat], maka pada bulan pebruari tahun 2002 dicapai kesepakatan yang dikenal dengan nama kesepakatan malino. Kesepakatan yang difasilitasi pemerintah ini sangat fungsional sebagai dasar [starting point] untuk mengakhiri konflik Maluku. Ketika stabilitas sosial dan keamanan berangsur-angsur mulai kondusif [pasca konflik] orang Ambon kedua komunitas sudah mulai membiasakan diri untuk melihat sesuatu dalam perspektif yang lebih luas. Karena itu ketika diberikan makna kultural dan struktural di dalamnya, maka dengan kekuatan itu dapat terhindar dari berbagai hal yang dapat menjerumuskan mereka kembali dalam malapetaka [konflik] baru. Pertanyaan yang dapat diajukan sehubungan dengan kenyataan tersebut adalah apa yang menjadi kekuatan sehingga konflik Maluku yang berlangsung masif dengan efek destruktif yang besar begitu cepat terciptanya pemulihan sosial dalam kehidupan orang Ambon? Hasil studi sebagaimana telah dikemukakan secara rinci pada bab-bab sebelumnya menggambarkan bahwa pemulihan sosial dapat terjadi dengan cepat karena local genius yang dimiliki orang Ambon berperan secara signifikan dalam mendorong mempercepat terciptanya proses pemulihan sosial dalam masyarakat. Bagi dua komunitas pada wilayah riset di pulau Saparua, proses pemulihan sosial dapat berlangsung dengan cepat karena munculnya kesadaran di antara mereka bahwa pada dasarnya mereka terikat dalam hubungan darah karena dilahirkan dari rahim yang sama [gandong]. 263
4 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku Oleh sebab itu pada saat stabilitas sosial dan keamanan sudah mulai pulih, munculnya prakarsa serta keinginan yang kuat dari komunitas Islam dari negeri Siri Sori Salam untuk segera membangun kembali gedung gereja saudara gandong mereka di negeri Siri Sori Serane [Kristen] yang hancur pada saat konflik berlangsung. Ketika prakarsa mereka direspons secara positif oleh pemerintah negeri Siri Sori Salam [Islam], setelah dibicarakan dengan pemerintah negeri Siri Sori Serani [Kristen], kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan bersama untuk membangun kembali gedung gereja tersebut. Keterlibatan komunitas Islam untuk melaksanakan pekerjaan tersebut [baik sebagai panitia maupun sebagai pekerja fisik bangunan] merupakan tanggungjawab sosial, karena warisan sejarah dimaknai secara jelas oleh mereka. Oleh sebab itu, mereka mengetahui dengan benar apa yang mesti dilakukan. Dari pagi hingga sore hari, mereka bekerja tanpa pamrih. Selain itu, dukungan kuat juga datang dari negeri-negeri yang terikat dalam hubungan pela dengan komunitas kedua negeri. Di samping itu, ketika dilaksanakan acara upacara pelantikan raja kedua negeri yang berlangs8ung pasca konflik, masingmasing komunitas mengetahui dengan jelas, apa yang menjadi kewajiban mereka. Mereka terlibat secara bersama-sama dalam rangka mensukseskan acara tersebut. Di sinilah, gandong berfungsi sebagai perekat untuk mengintegrasikan kembali kedua komunitas. Bagi dua komunitas yang berbeda hubungan gandong di pulau Ambon, sejarah masa lalu masih segar dalam ingatan [memori kolektif] mereka. Di samping memiliki hubungan kerabat yang terjadi atas dasar perkawinan, kedua komunitas juga memiliki pengalaman bersama ketika masih hidup dalam satu teritorial yang sama pada masa lalu. Oleh sebab itu, setelah stabilitas sosial dan keamanan mulai berangsurangsur pulih di pulau Ambon, komunitas Islam dari negeri Tulehu mengetahui dengan benar apa yang harus mereka lakukan. Mereka mulai mengambil prakarsa kemudian berproses dengan Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera mengembalikan saudara kerabat mereka [masyarakat negeri Waai] dari lokasi pengungsian [di negeri Passo] ke negeri Waai. Hal ini dapat terjadi karena kuatnya dukungan yang 264
5 Kesimpulan diberikan dari negeri-negeri yang terikat dalam hubungan pela dan gandong dengan komunitas kedua negeri. Ketika mendapat respons positif dari Pemerintah Provinsi Maluku, mereka bersama-sama terlibat untuk membersihkan negeri Waai sebagai persiapan proses pemulangan komunitas Kristen ke negeri Waai. Serentak dengan itu, komunitas Islam dari negeri Tulehu pergi menjemput komunitas Kristen di negeri Passo, kemudian secara bersama-sama kedua komunitas berjalan kaki menuju Negeri Waai. Untuk merawat hubungan yang telah pulih tersebut, mereka terlibat bersama komunitas Kristen untuk membangun gedung gereja di negeri Waai yang hancur akibat konflik. Di sinilah, kerabat berfungsi sebagai perekat untuk mengintegrasikan kembali kedua komunitas. Setelah mempelajari realitas sosial yang ditemui dalam kehidupan dua komunitas di empat wilayah riset, maka dapat disimpulkan bahwa reintegrasi sosial yang telah dicapai saat ini merupakan reintegrasi sosial yang muncul dari bawah, atau dari bagian-bagian yang membentuk keseluruhan. Karena itu, dengan langsung menerima katong samua sebagai suatu kenyataan, maka etnisitas ditafsirkan sebagai perasaan menjadi bagian dari yang dibawa sejak lahir, dan yang mendasari sebuah identitas budaya Ambon. Katong Samua, merupakan satu proses dialektis, antara individu [the self] dan dunia sosiokultural. Karena itu, ketika reintegrasi sosial antar komunitas [orang Ambon] diwujudkan melalui katong samua, maka eksistensi reintegrasi sosial dapat dipertahankan secara berkelanjutan 1. Berbeda dengan dua komunitas yang tidak memiliki hubungan gandong di kota Ambon, hubungan-hubungan sosial yang sudah terjalin dalam realitas kehidupan sehari-hari baik di tempat kerja, di pasar, maupun di ruang-ruang publik lain sebelum dan pasca konflik, merupakan dasar yang kuat bagi mereka untuk membangun kembali kehidupan berdampingan secara serasi. Karena itu, munculnya kesadaran serta keinginan yang kuat dari orang Ambon khususnya, dan orang Maluku pada umumnya akan hal-hal sepeleh yang dapat menyebabkan 1 Penjelasan yang menyeluruh tentang hal ini, lihat Bab XII. 265
6 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku konflik itu meluas dan menjadi malapetaka baru bagi kehidupan mereka selanjutnya. Oleh sebab itu, beberapa kasus konflik baru yang bersifat sporadis yang terjadi belakangan ini, tidak menimbulkan konflik yang meluas dan berkepanjangan di kota Ambon. Dengan demikian setelah mempelajari realitas sosial yang ditemui dalam kehidupan dua komunitas di kota Ambon, maka dapat disimpulkan bahwa reintegrasi yang telah dicapai saat ini adalah reintegrasi politik lebih kuat daripada reintegrasi sosial, ini dapat terjadi karena negara berperan sangat signifikan. Reintegrasi sosial antar dua komunitas sementara berlangsung saat ini. Manjawab Tantangan Pembangunan Bangsa Beberapa tahun belakangan ini kita diperhadapkan dengan ujian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konflik antar etnis dan antar penganut keyakinan sering terjadi di berbagai wilayah sehingga menciderai rasa kebangsaan yang sudah tertanam sejak bangsa ini diproklamirkan tahun Akibat hal-hal sepeleh saja, konflik antar kelompok sering terjadi dan berlangsung berlarut-larut. Sebagai bangsa dengan masyarakat yang plural, negara [pemerintah] harus dapat membangun management pluralis dan implementasinya dalam programprogram pembangunan yang menyentuh seluruh bidang kehidupan masyarakat. Ini merupakan solusi agar tetap menjaga keharmonisan di tengah perbedaan. Jika tidak, disintegrasi sosial dan politik lambat atau cepat dapat saja terjadi. Kecemasan ini tidak perlu terbukti. Dengan membingkai nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki masing-masing etnis, dapat menginspirasi untuk mempertahankan eksistensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hasil studi dengan menggunakan konsep-konsep lokal seperti ini dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pemerintah [Provinsi Maluku, khususnya] dalam merumuskan program-program kebijakan pembangunan. Oleh sebab itu, konsep katong samua, dan katong pung orang menjadi penting dipakai sebagai rujukan dalam rangka menjaga keharmonisan ditengah perbedaan, terutama berkaitan dengan proses pemberdayaan kelompok maupun orang Ambon pada umumnya. 266
7 Kesimpulan Hasil penelitian ini telah menunjukkan realitas tersebut secara jelas, di mana orang Ambon dalam realitas kehidupan sehari-hari mereka terikat dalam hubungan-hubungan kekerabatan baik secara teritorial geneologis maupun terikat secara geneologis teritorial. Hubungan tersebut bukan baru terjadi sekarang, tetapi merupakan warisan leluhur sejak dahulu kala, di dirawat dan secara berkala biasanya diwujudkan dalam berbagai aktivitas yang dilakukan secara bersama sebagai mekanisme untuk mempertegaskan kembali hubungan yang ada di antara mereka satu dengan yang lainnya. Penelitian Lanjutan Penelitian tentang reintegrasi sosial pasca konflik yang terjadi pada beberapa wilayah akhir-akhir ini hampir tidak pernah dilakukan oleh para ilmuan di Indonesia. Dengan menggunakan perspektif yang saya gunakan, kajian-kajian tentang masalah reintegrasi sosial pasca konflik masih sangat mungkin dilakukan di masa mendatang. Penelitian tentang reintegrasi sosial pasca konflik Maluku yang dilakukan ini dapat dijadikan sebagai titik awal untuk penelitian berikutnya. Oleh sebab itu, temuan dalam studi saat ini terbuka kemungkinan untuk dilakukan penelitian lanjutan. Dengan menggunakan konsepkonsep lokal yang telah diakrabi oleh masyarakat yang diteliti, kita akan menghasilkan karya-karya besar yang sangat orisinil. Ini bukan berarti kita tidak boleh menggunakan konsep-konsep besar [dari barat]. Di sini, sikap kehati-hatian sangat diperlukan, sebab belum tentu konsep-konsep besar yang kita gunakan dapat menjawab realitas sosial yang sementara kita pelajari. Sehubungan dengan itu, beberapa topik yang dapat dikemukakan untuk dilakukan penelitian lanjutan, antara lain: apakah reintegrasi sosial yang telah dicapai saat ini dapat bertahan secara berkelanjutan?, bagaimana eksistensi pela dan gandong [local genius] jika diperhadapkan dengan dinamika modernisasi yang berkembang saat ini?, dan penelitian sejarah yang difokukan pada dinamika kehidupan orang Ambon pada masa lalu, serta topik-topik lainnya yang dipandang relevan. 267
Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.
Bab Satu Pendahuluan Hela Rotan 1 Hela hela rotan e rotan e tifa jawa, jawa e babunyi Reff, rotan, rotan sudah putus sudah putus ujung dua, dua bakudapa e. Ciptaan: NN. Syair lagu di atas mengingatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Interaksi sosial pasca konflik yang terjadi di Maluku perlu mendapat perhatian
BAB V PENUTUP Interaksi sosial pasca konflik yang terjadi di Maluku perlu mendapat perhatian khusus dari semua aspek yang ada, baik itu masyarakat maupun pemerintahan, walaupun pada saat ini telah tercipta
Lebih terperinciBAB IV SOSIAL NEGERI HARIA DAN SIRI SORI ISLAM PASCA KONFLIK DI MALUKU. Louleha adalah sebuah hubungan kekerabatan. Louleha merupakan sebuah
BAB IV REVITALISASI PERAN LOULEHA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL NEGERI HARIA DAN SIRI SORI ISLAM PASCA KONFLIK DI MALUKU Louleha adalah sebuah hubungan kekerabatan. Louleha merupakan sebuah produk budaya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku merupakan bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Indonesia yang memiliki nilai-nilai adat dan budaya yang beragam dan kaya. Situasi ini telah memberikan gambaran
Lebih terperinciDinamika Sosial Dua Komunitas yang Berbeda Gandong di Pulau Ambon Pasca Konflik Maluku
Bab Sepuluh Dinamika Sosial Dua Komunitas yang Berbeda Gandong di Pulau Ambon Pasca Konflik Maluku Sebuah Catatan Perjalanan Ketika situasi keamanan di pulau Ambon sudah pulih [tahun 2004], masyarakat
Lebih terperinciDinamika Sosial Dua Komunitas yang Memiliki Hubungan Gandong Pasca Konflik Maluku di Pulau Saparua
Bab Sembilan Dinamika Sosial Dua Komunitas yang Memiliki Hubungan Gandong Pasca Konflik Maluku di Pulau Saparua Pengantar Untuk menepis sinyalemen dan pernyataan banyak kalangan tentang hubungan pela dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengganggu hubungan persaudaraan salam-sarane di Maluku. Tak pelak
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Konflik Maluku merupakan rangkaian peristiwa kelam yang telah menjadi catatan tragis dan memilukan sepanjang sejarah anak negeri Seribu Pulau. Konflik dan kerusuhan
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat).
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1 Identifikasi Masalah Manusia entah sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam lingkup kehidupannya. Manusia akan selalu berhadapan
Lebih terperinciB A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan
5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna
Lebih terperinciDinamika Sosial Dua Komunitas yang Tidak Memiliki Hubungan Gandong Pasca Konflik Maluku di Kota Ambon
Bab Sebelas Dinamika Sosial Dua Komunitas yang Tidak Memiliki Hubungan Gandong Pasca Konflik Maluku di Kota Ambon Pengantar Realitas sosial yang digambarkan pada bagian ini terutama dibuat dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri
BAB I PENDAHULUAN Di Ambon salah satu bentuk kekerabatan bisa dilihat dalam tradisi Pela Gandong. Tradisi Pela Gandong merupakan budaya orang Ambon yang menggambarkan suatu hubungan kekerabatan atau persaudaraan
Lebih terperinciDinamika Konflik antar Dua Komunitas yang Memiliki Hubungan Gandong di Pulau Saparua
Bab Enam Dinamika Konflik antar Dua Komunitas yang Memiliki Hubungan Gandong di Pulau Saparua Pengantar Untuk memperoleh pengetahuan secara utuh dan menyeluruh tentang konflik yang terjadi antar warga
Lebih terperinciBAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,
BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang
Lebih terperinciKONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU
BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana
BAB I PENDAHULUAN I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana I.2. PENGERTIAN JUDUL I.2.1. Pengertian Judul dari Terminologi
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu
441 BAB V P E N U T U P Kajian dalam bab ini memuat catatan-catatan kesimpulan dan saran, yang dilakukan berdasarkan rangkaian ulasan, sebagaimana yang termuat pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan, dalam
Lebih terperinciPERAN LOULEHA DALAM PROSES REINTEGRASI ANTARA NEGERI HARIA DAN SIRI SORI ISLAM PASCA KONFLIK DI MALUKU TESIS. Diajukan kepada Fakultas Teologi UKSW
PERAN LOULEHA DALAM PROSES REINTEGRASI ANTARA NEGERI HARIA DAN SIRI SORI ISLAM PASCA KONFLIK DI MALUKU TESIS Diajukan kepada Fakultas Teologi UKSW Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master
Lebih terperinciBAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak ada masyarakat yang tidak berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Tidak jarang dalam perubahan tersebut terdapat nilai yang ditransformasikan. Bahkan, seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan
Lebih terperinciVII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan penelitian meliputi sumber konflik serta keterkaitan jejaring sosial dan konflik di pedesaan Saparua, diikuti dengan kesimpulan teoritik. Kesimpulan kemudian dilanjutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti
231 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti rumuskan suatu kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Lebih terperinciBAB V PENYAJIAN DATA. 5.1 Strategi Komunikasi Tokoh Rekonsiliasi dalam menjaga stabilitas keamanan di Halmahera Utara
BAB V PENYAJIAN DATA 5.1 Strategi Komunikasi Tokoh Rekonsiliasi dalam menjaga stabilitas keamanan di Halmahera Utara Responden Persuasif Edukatif Adat Responden 1 1. Sesudah 1. PEMDA (Bupati Halut) Konflik,Hein
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi perpustakaan umum dalam menciptakan modal sosial di seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perpustakaan umum dalam menciptakan modal sosial di seluruh lapisan masyarakat didukung oleh prinsip dasar yang dimilikinya, yaitu keterbukaan, tidak diskriminatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote yang penuh dengan keanekaragaman dalam berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama
Lebih terperinciPEDOMAN OBSERVASI. No Aspek yang diamati Keterangan. dalam menjaga hubungan yang
LAMPIRAN 98 Lampiran 1 PEDOMAN OBSERVASI Hari/Tanggal Observasi : Tempat : No Aspek yang diamati Keterangan 1 Lokasi 2 Kehidupan sosial masyarakat 3 Interaksi antar warga 4 Keterlibatan warga masyarakat
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA
BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA 4.1. Pengantar Masyarakat Yalahatan secara administratif merupakan masyarakat dusun di bawah pemerintahan Negeri Tamilouw
Lebih terperinciReintegrasi Sosial. Bab Dua Belas. Pengantar
Bab Dua Belas Reintegrasi Sosial Pengantar Ketika berakhirnya perang dingin, dunia menyaksikan berbagai konflik internal pecah di mana-mana, Yugoslavia, Mecadonia, Kosovo, Rwanda, Anggola, Bosnia, Kroasia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,
Lebih terperinciBUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016
P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN
Lebih terperinciSISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA
Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 57-65 JIPP Non-Empiris SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA a Subhan El Hafiz Universitas
Lebih terperinci2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P
No.379, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Penanganan Konflik Sosial. Penggunaan dan Pengerahan. Kekuatan TNI. Bantuan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Bab ini merupakan bagian akhir dari penyajian tesis ini yang berisikan
BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir dari penyajian tesis ini yang berisikan kesimpulan, impikasi penelitian dan model konseling pastoral bagi Pengungsi Buru di lembah Agro. 5.1. Kesimpulan Dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan manusia selalu ada interkasi, baik secara makro maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Konflik selalu ada dalam dimensi kehidupan manuasia. Hal ini terjadi karena dalam kehidupan manusia selalu ada interkasi, baik secara makro maupun secara mikro. George
Lebih terperinciDinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku
Bab Lima Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku Pengantar Pada bagian ini, penulis akan menguraikan dinamika ruangruang sosial pra konflik [hingga tahun 1998] antara dua komunitas
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup
Lebih terperinciBAB IV DAMPAK DARI KONFLIK DAYAK DAN MADURA DI SAMALANTAN. hubungan yang pada awalnya baik-baik saja akan menjadi tidak baik, hal
BAB IV DAMPAK DARI KONFLIK DAYAK DAN MADURA DI SAMALANTAN A. Dampak Negatif Dampak negatif antara kedua suku yang bertikai tentu membuat hubungan yang pada awalnya baik-baik saja akan menjadi tidak baik,
Lebih terperinciBAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT
BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT Pada tahun 2009 ini, kita boleh bangga mengatakan bahwa keharmonisan dan kepercayaan antarkelompok di Indonesia berada pada titik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis.
Lebih terperinciPENGELOLAAN KOMUNITAS ADAT
PENGELOLAAN KOMUNITAS ADAT A. Pendahuluan Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang masyarakatnya terdiri dari beraneka ragam suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keragaman
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap
Lebih terperinciMakalah Manajemen Konflik
Makalah Manajemen Konflik Disusun Oleh : Muhammad Ardan Fahmi (17082010008) JURUSAN SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2017-2018 Daftar Isi Daftar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseharian. Batas-batas teritorial sebuah negara seakan-akan tidak ada lagi. Setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gelombang globalisasi kini menjadi fenomena dan realitas kehidupan keseharian. Batas-batas teritorial sebuah negara seakan-akan tidak ada lagi. Setiap hari
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. masih dipertahankan sampai saat ini. Bersama dangan adat yang lain, harta buang
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan lain: Berdasarkan analisis pada Bab IV maka yang dapat disimpulkan oleh Penulis, antara 1. Harta buang merupakan salah satu dari sekian banyak adat istiadat di Selaru yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA. Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria,
BAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria, Saparua-Maluku, dalam bab I dan landasan teori pada bab II serta
Lebih terperinciBENTURAN KEPENTINGAN (CONFLICT OF INTEREST) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS
BENTURAN KEPENTINGAN (CONFLICT OF INTEREST) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS JAKARTA 2017 BENTURAN KEPENTINGAN (CONFLICT OF INTEREST) PELAKSANA SEKRETARIAT
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA a. Realitas Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Banyutowo Indonesia adalah negara multi etnis, multi kultur dan multi
Lebih terperinciDinamika Konflik antar Dua Komunitas yang Berbeda Hubungan Gandong di Pulau Ambon
Bab Tujuh Dinamika Konflik antar Dua Komunitas yang Berbeda Hubungan Gandong di Pulau Ambon Pengantar Negeri Tulehu [Islam] dan negeri Waai [Kristen] di pulau Ambon adalah dua negeri adat di antara sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus dan juga ada yang kasar, ada yang berterus terang dan ada juga yang
Lebih terperinciBAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH
BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian
Lebih terperinciAngket Penelitian. I. Identitas Responden. 1. Nama : 2. Usia : 3. Pekerjaan : 4. Jenis kelamin : a. Laki- laki. b. Perempuan. 4. Etnis : a.
Angket Penelitian I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Usia : 3. Pekerjaan : 4. Jenis kelamin : a. Laki- laki b. Perempuan 4. Etnis : a. Cina b. Karo c. India 5. Agama : a. Islam b. Protestan c. Katolik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil
Lebih terperinciBAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada
BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada Proses peralihan kepemilikan lahan kosong terjadi sejak akhir 2004 dan selesai pada tahun 2005, dan sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak lepas dari Konflik yang terjadi di Maluku Utara. Konflik Maluku utara telah mengakibatkan perpecahan
Lebih terperinciPertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.
PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat
Lebih terperinciBerbakti Bagi Negeri, Berkarya Untuk Bangsa
Sambutan Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah, pada acara peringatan HUT BI ke 54 dengan Stakeholders Eksternal, Jakarta, 2 Juli 2007 (pagi), Menara Sjafruddin Prawiranegara Bank Indonesia. Berbakti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berhubungan dengan modal sosial antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo (2012) yang melihat tentang penguatan modal
Lebih terperinciakibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga kini belum ada upaya kongkrit untuk mengatasi tawuran pelajar di Kota Yogya, akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang
Lebih terperinciKesimpulan. Bab Sembilan
Bab Sembilan Kesimpulan Rote adalah pulau kecil yang memiliki luas 1.281,10 Km 2 dengan kondisi keterbatasan ruang dan sumberdaya. Sumberdayasumberdaya ini tersedia secara terbatas sehingga menjadi rebutan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI
189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek
Lebih terperinciPENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.
BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat
Lebih terperinciLAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL
LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL Studi ini bertujuan meneliti penyebab dan dampak konflik antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari
Lebih terperinciSAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yang saya hormati: Tanggal, 19 Juni 2008 Pukul 08.30 W IB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan
Lebih terperinciBab I U M U M 1.1 Latar Belakang
Bab I U M U M 1.1 Latar Belakang Momentum reformasi pada pertengahan tahun 1997 telah mendorong terjadinya perubahan sosial, politik dan ekonomi yang cukup mendasar di Indonesia pada tahun 1998. Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciPidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016
Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN
POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara
Lebih terperinciMENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL
MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL Sepanjang era Orde Baru praksis pembangunan kehutanan senantiasa bertolak dari pola pikir bahwa penguasaan sumberdaya hutan merupakan state property saja
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bertolak dari pemaparan hasil penelitian dan penggkajian dengan menggunakan prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan
Lebih terperinciPANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:
PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan satuan sosialnya yaitu keluarga. Menurut Khairudin (1997 : 43) keluarga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal keberadaan seorang individu memiliki relasi yang mutlak dengan satuan sosialnya yaitu keluarga. Menurut Khairudin (1997 : 43) keluarga merupakan kesatuan
Lebih terperinciKesimpulan. Bab Sepuluh
Bab Sepuluh Kesimpulan Masyarakat pada umumnya terus berhadapan dengan perubahan dalam seluruh aspek kehidupan. Kita tidak akan mungkin mengabaikan proses perubahan yang sementara dan akan terus terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau Support for Poor and Disadvantaged Area (SPADA) merupakan salah satu program dari pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan dapat menimbulkan rasa solidaritas terhadap lingkungan sekitar. Tradisi ritual dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah kepuasan perkawinan, ialah sesuatu yang merujuk pada sebuah perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna lebih luas daripada
Lebih terperinciPEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan
PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa warisan budaya Bali merupakan
Lebih terperinciTUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA
TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA Nama : M. Akbar Aditya Kelas : X DGB SMK GRAFIKA DESA PUTERA Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara
Lebih terperinciPEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:
PROSESI PERKAWINAN ADAT SASAK 1 Oleh : I Gusti Ngurah Jayanti 2. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sebuah fenomena budaya yang hampir terdapat di semua komunitas budaya, khususnya di Indonesia. Perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) multikulturalitas bangsa
Lebih terperinci