BAB V EKSISTENSI KOMUNITAS DIBO-DIBO DALAM MASYARAKAT SUKU SAHU
|
|
- Suharto Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V EKSISTENSI KOMUNITAS DIBO-DIBO DALAM MASYARAKAT SUKU SAHU Pengantar Sebagaimana dalam pembahasan pada bab sebelumnya bahwa dalam menjalankan usahanya, mereka (dibo-dibo) tidak hidup dalam konteks lingkungan yang terpisah dari masyarakat suku Sahu. Sebagaimana diketahui bahwa dalam menjalankan usahanya, dibo-dibo akan berinteraksi dengan kultur masyarakat Sahu yang bergantung pada budaya bercocok tanam. Selain itu pula, pola inilah yang menyuburkan eksistensi dibo-dibo dalam masyarakat suku Sahu. Konteks Kehidupan Masyarakat Suku Sahu Masing-masing suku masyarakat di kawasan Halmahera barat mempunyai wilayah kesukuan adat masing- masing. Ternyata ini tidak hanya berlaku untuk masyarakat suku saja, melainkan juga dalam sistem-sistem tiap kelompok masyarakat kampung yang sesuku juga memilki wilayah teoriti kampung sendiri-sendiri dengan batas kampung yang jelas. Dengan kekuasaan atas wilayahnya, maka tiap kampung memiliki sistem pemerintahannya masing-masing. Pemerintahan dalam kampung biasanya dipegang seorang kepala suku (Mahimo) yang dibantu oleh tua-tua adat. Biasanya kepala suku ini merangkap kepala perang (Kapita) jika terjadi perang dengan sebelah kampung. Tiap kampung memiliki balai kampung yang disebut dengan Sabua, yakni tempat penyelenggara kegiatan-kegiatan ritual adat dan musyawarah adat. Sekarang ini kebanyakan kampung sudah tidak memiliki Sabua, karena dipengaruhi oleh arus moderenisasi dan 53
2 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) juga agama. Rumah adat tersebuit hanya dapat dilihat di beberapa kampung saja di masyarakat Suku Sahu. Tatananan masyarakat dan pemerintahan di kawasan Halmahera Group dibangun atas falsafah kehidupan yang khas, yaitu: Mari moi ngone fo turu, mari moi ua ngone foruru, ma out tara ngone fa jaha (artinya bersatu kita teguh atau kuat, tidak bersatu kita hanyut, pada akhirnya kita tenggelam).. Semboyan ini menggambarkan bagaimana usaha para penguasa adat zaman dahulu untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan diantara masyarakat suku karena memiliki potensi konflik yang besar. Sehingga keharmonisan dalam kehidupan yang pluralistik itu bisa terbina. Dalam kerangka yang demikian, maka dapat disimpulkan bahwa anyaman serat kehidupan yang prulal tersebut di proses dalam kearifan budaya setempat yang dikemas dalam sejarah kehidupan yang panjang di bawah payung Moloku Kie Raha sebagai pemersatu multi etnik dan kultur (Visser,1989). Potret Kehidupan Masyarakat Suku Sahu Nama daerah ini sangat bermacam-macam. Nama Sahu bukanlah nama sebenarnya untuk semua daerah setempat, melainkan nama itu adalah nama yang diberikan oleh kelompok suku Ternate. Seperti yang lainya yakni, Tobelo dan Galela, mereka sering dipanggil Sawuu atau Suuru, yang mana nama itu adalah nama yang dilaporkan oleh para misionari yang bekerja di Halmahera (Visser, 1989). Suku Sahu berdiam di lembah Sahu yang dialiri oleh suatu sungai Akelamo dan Akediri dan diapit oleh dua buah gunung, sehingga ia disebut lembah Sahu. Suku yang berdiam di lembah ini berada di bawah pimpinan yang disebut Sangaji atau Hangaji dan dibantu oleh seorang Jougugu dan seorang yang berkedudukan di Soaraha (empat soa) Van Frassen menyebutkan bahwa Soaraha telah menjadi pusat Islam sejak abad XVI. Dalam bagia tersebut ia menyebutkan bahwa dua dari keempat Soa memang telah memang telah memeluk agama Islam yaitu Susupu dan Javakore. Penduduk 54
3 Eksistensi Komunitas Dibo-dibo dalam Masyarakat Suku Sahu kedua Soa ini adalah imigran asal Ternate, sedangkan kedua Soa yang lain masih memeluk agama suku mereka. Perbedaan agama dan keyakinan ini membuat mereka harus berpisah. Kedua Soa yang telah yang telah memeluk agama Islam ini keluar ke pesisir pantai dan mereka membangun pemukiman (Susupu artinya keluar),sedangkan kedua Soa yang lain masuk ke pedalaman dan bergabung dengan Soa di pedalaman. Kemudian mereka pun mengelompokan diri mereka ke dalam dua kelompok atau dengan istilah setempat dua jiko/jio o, yaitu jiko ji o Tala i dan jiko ji o Padisula (A.N. Aesh, 1992). Berdasarkan sumber ini terungkap bahwa masyarakat suku Sahu telah mengorganisir sukunya dalam kedua kelompok yaitu Tala i dan Palisula/Padisua. Tala i mempunyai empat Soa/Gam dengan empat co-uw atau kelompok kerja, sementara Palisua/Padisula memiliki tiga co-uw atau kelompok kerja (A.N. Aesh, 1992). Pembagian desa yang termasuk dalam kelompok Padisua adalah: Taraudu, Gamnial, Awer, Akelamo, Banitola, Ngaon, Hokuhoku Gam, Campaka, Lolori, Tibobo. Sedangkan desa-desa yang termasuk dalam kelompok Tala i adalah: Worat-worat, Idam Gamlamo, Golo, Gamsungi, Balisoan, Loce, Gamomeng, Toboso dan Tacim (Visser,1989). Masyarakat suku Sahu memiliki empat dialek bahasa yaitu diaelek Gamkonora, Waiyoli, Tala i dan Padisua. Desa- desa yang termasuk dalam diaelek Tala i adalah Balisoan, Golo, Gamtala, Idamdehe, Idamgamlamo, Loce, Lolori, Toboso, Tacim, Taruba Tudahe, dan Worat-worat. Sedangkan yang termasuk dalam dialek Padisua adalah Akelamo, Aketola, Awer, Campaka, Gamnial, Gamomeng, Gamsungi, Hoku-hoku Gam, Hoku-hoku Kie, Ngaon, Tacici, Taraudu Kusu, Taraudu, Tibobo, dan sebagian dari Loce (Visser dan Voorhoeve, 1987). Budaya Bercocok Tanam Di daerah Sahu potensi sumber daya alam sangatlah tinggi, yaitu di daerah ini memiliki tanah yang sangat subur sehingga cocok 55
4 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) untuk pertanian. Oleh karena itu masyarakat suku Sahu memanfaatkan akan sumber daya alam ini, dengan cara bercocok tanam. Namun, di dalam bercocok tanam di masyarakat suku Sahu merupakan kebudayaan tersendiri, karena di dalam bercocok tanam mereka menciptakan rasa kerja sama dan persaudaraan. Rio-rion merupakan salah satu istilah yang dipakai dalam menggambarkan bentuk kerja sama bercocok tanam sampai pada pasca panen di bidang pertanian dalam masyarakat. Sistem ini merupakan salah satu bentuk dari interaksi sosial setiap desa. Interaksi Sosial yang ada dalam masyarakat suku Sahu juga dalam bentuk pertentangan, persaingan, dan kerja sama. Namun, tipe ketiga yaitu kerja sama yang selalu muncul dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai konsekuensi dari budaya bercocok tanam, masyarakat suku Sahu melakukan pesta makan adat bersama. Makan adat merupakan upacara yang dilakukan pada saat masyarakat di suku Sahu pada saat panen (Harvest Ceremony). Upacara ini dilakukan dalam rumah adat atau yang biasanya di sebut oleh masyarakat Suku Sahu adalah Sabua dan diadakan selama tiga malam 16. Upacara ini dimaksud untuk mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta (Creator) atas segala berkat yang diterima oleh masyaakat Suku Sahu di saat pasca panen hasil kebun. Dan ini merupakan tujuan utama dari pesta makan bersama. Dalam upacara tersebut semua masyarakat harus ikut serta menyerahkan hasil panen dan dikumpulkan dalam rumah adat atau Sabua untuk di doakan serta di makan secara bersama-sama. Dan ada yang memberikan pada Sang Pencipta lewat persembahan melalui Gereja. Makanan adalah salah satu simbolis dalam menyelenggarakan pesta makan adat, makanan yang biasanya disiapkan di dalam pesta tersebut adalah nasi kembar (Twin Rice) atau nasi cala yang dimasak dalam bambu, sageru, udang, dan belut. Mengingat kondisi wilayah yang multi etnik dan agama, maka sudah ada tradisi di dalam upacara tersebut terutama dalam pesta makan makan bersama kaum 16 Saat ini pesta makan adat sudah tidak dilakukan selama 3 bulan, akan tetapi hanya 2-3 hari. Pergeseran ini diakibatkan oleh biaya yang terlalu besar. 56
5 Eksistensi Komunitas Dibo-dibo dalam Masyarakat Suku Sahu muda melayani kaum tua dan juga begitu sebaliknya. Hal ini adalah lambang dari persaudaraan dan ikatan moral dengan tanpa membedakan antara yang satu dengan yang lain. Dengan demikian, segala bentuk-bentuk perbedaaan yang tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan masyarakat suku di Halmahera (seperti yang sudah dipaparkan diatas) bukanlah sesuatu yang membatasi dan menghalangi orang dalam mengikuti dalam upacara. Karena bagi mereka dengan mengikuti upacara tersebut, maka semua peserta yang ikut menjadi satu. Relasi Komunitas Dibo-dibo dengan Masyarakat Suku Sahu Sesuai dengan pola yang diidentifikasi pada pembahasan bab sebelumnya, terdapat 4 (empat) pola. Khusus untuk pola pertama dan ketiga, adalah kelompok yang hidup dalam lingkungan masyarakat suku Sahu. Tidak menutup kemungkinan juga ada sebagian yang tergabung dalam pola kedua juga demikian. dalam konteks semacam ini, maka akan dilihat bagaimana kedudukan mereka dalam budaya masyarakat suku Sahu. Dalam konteks masyarakat suku Sahu, dibo-dibo adalah kelompok yang sangat penting. Karena dengan budaya bercocok tanam, hasil panen mereka tidak mungkin dikonsumsi secara pribadi, melainkan harus menghasilkan nilai ekonomis. Oleh karena itu, hubungan mereka dengan dibo-dibo sangat dekat sekali. Bagi mereka, jika tidak ada dibo-dibo, hasil panen kebun mereka tidak ada yang terjual. Kedudukan mereka dalam struktur masyarakat suku Sahu sangat dikaitkan dengan profesi. Pekerjaan mereka disejajarkan dengan profesi pengusaha lokal dan juga PNS. Dengan posisi ini, artinya dibodibo memiliki signifikansi yang sama dengan profesi lain dalam konteks hidup masyarakat suku Sahu. Mengingat tidak banyak yang berprofesi sebagai dibo-dibo di masyarakat Sahu maka profesi ini menjadi profesi yang sangat penting. 57
6 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) Dengan kesejajaran posisi dalam konteks masyarakat suku Sahu, dibo-dibo akan tetap menjalankan usahanya dengan sedikit kompetitor dalam satu kampung. Karena dalam satu kampung hanya ada satu atau dua orang yang berprofesi sebagai dibo-dibo atau bahkan dalam satu kampung tidak memiliki dibo-dibo. dalam konteks semacam ini, sudah dipastikan bahwa tidak terjadi ketegangan relasi di antara sesama dibo-dibo dalam memperoleh sumber daya, karena sebagian besar masyarakat suku Sahu adalah tipe masyarakat penghasil (budaya bercocok tanam). Mengingat budaya bercocok tanam ini, bagi masyarakat Sahu, hasil mereka harus dibawa ke luar daerah untuk dijual, karena setiap rumah memiliki perkebunan yang banyak dan dengan hasil yang serupa. Oleh karena itu, jika hasil panennya dijual di Sahu, akan tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Dalam kebutuhan semacam itulah, mereka lebih cenderung bergantung pada keberadaan dibodibo. Ada satu kecenderungan masyarakat suku Sahu yang sangat bergantung sekali pada keberadaan dibo-dibo. Kebergantungan ini diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : 1). Faktor Kekerabatan; 2). Faktor Ekonomi. 1. Faktor Kekerabatan Ketergantungan masyarakat suku Sahu kepada dibo-dibo karena memiliki hubungan kekerabatan. Dibo- dibo yang termasuk dalam pola pertama dan ketika (sebagaimana dalam bahasan sebelumnya), selalu memiliki hubungan keluarga yang luas di jazirah Sahu. Hubungan ini merupakan modal yang bernilai ekonomis tinggi. Karena modal hubungan kekerabatan seperti itu, akan memudahkan mereka untuk menciptakan rantai pemasok yang sifatnya menetap. Selain itu pula akan terbangun kepercayaan yang tinggi, baik dari masyarakat penghasil dan kelompok dibo-dibo. 58
7 Eksistensi Komunitas Dibo-dibo dalam Masyarakat Suku Sahu 2. Faktor Ekonomi Faktor ini adalah faktor yang berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomis. Pertimbangan ekonomis masyarakat suku Sahu adalah mereka lebih cenderung menerima penawaran dari dibo-dibo ketimbang orang lain. Dengan pertimbangan bahwa hubungan dengan dibo-dibo akan cenderung tetap. Artinya ketika panen, sudah pasti ada pembelinya. Dalam pertimbangan demikian, mengkondisikan masyarakat Sahu akan tertutup pada pembeli dari luar yang tidak tetap. Sebagai contoh ketika musim buah, walaupun ditawari dengan harga yang tinggi sekalipun, masyarakat lebih cenderung untuk memilih pada penawaran dibo-dibo. Dengan kedua faktor di atas, dapat dipahami bahwa eksistensi dibo-dibo dalam konteks kehidupan masyarakat suku Sahu sangat bernilai. Artinya bahwa keberadaan mereka menjadi penting dalam mendistribusikan hasil-hasil kebun. Nilai kedudukan ekonomis yang diuraikan di atas, kemudian berpengaruh terhadap fungsi ekonomis dari dibo- dibo. bagi keluargakeluarga yang selama ini menjadi penyedia hasil kebun bagi dibo-dibo, fungsi ekonomis dibo- dibo dilihat pada peran mereka untuk mendistribusikan hasil kebun ke Ternate. Dalam konteks hubungan mereka dengan dibo-dibo, keluargakeluarga ini lebih mengutamakan dibo-dibo dari pada orang lain yang akan membeli hasil kebun. Hal ini didorong oleh upaya mereka untuk menjaga relasi yang baik. Bagi keluarga-keluarga ini, mereka lebih cenderung untuk terikat dengan dibo-dibo berdasarkan relasi kekerabatan. Karena dengan relasi semacam ini, bisa menjaga kesinambungan pendapatan harian mereka. Dalam kaitanya dengan fungsi dibo-dibo, bagi mereka yang berprofesi sebagai dibo-dibo, ada satu keuntungan yang diperoleh oleh mereka, yakni keutuhan dan kesalingtergantungan antara mereka dengan masyarakat suku Sahu. Karena dalam menjalankan 59
8 Komunitas Dibo-dibo (Studi tentang Aktivitas Sosio-Ekonomi Komunitas Dibo-dibo di Sahu Kabupaten Halmahera Barat) fungsi untuk mendistribusikan hasil kebun masyarakat suku Sahu, mereka lebih cenderung untuk terbuka dalam membangun relasi. Dalam pengertian bahwa mereka lebih memilih menjaga relasi tersebut daripada harus mengorbankannya untuk kepentingan yang lain. Apalagi jika hubungan tersebut dibangun atas dasar hubungan kekerabatan. Nuansa kekerabatan yang melandasi fungsi ekonomis dibo-dibo mengkondisikan dibo-dibo untuk juga terlibat dalam mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh oleh pemasok mereka. Karena itu, dalam mengambil barang dari pemasok yang memiliki ikatan keluarga, dibo-dibo lebih cenderung memerhatikan patokan harga beli dan jual. Bagi dibo-dibo, hubungan yang mutualis, dengan mempertimbangkan keuntungan semua pihak adalah ciri khas mereka untuk menjaga kestabilan stok hasil kebun. Selain itu pula, hal ini dilakukan untuk menjaga keserasian hubungan mereka dengan pemasok. Hal tersebut dipicu oleh keterbukaan masyarakat suku Sahu dalam menerima penawaran dari jaringan dibo-dibo yang lain. Oleh karena itu, pertimbangan ekonomis tersebut menjadi penting untuk dilakukan oleh dibo-dibo. Dalam menjaga kestabilan pemasok, ada sanksi sosial yang disepakati secara bersama. Sanksi muncul sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ketergantungan masyarakat suku Sahu kepada dibodibo. sanksi sosial itu muncul dari kondisi di mana penyuplai tidak menjalankan fungsinya. Sebagai akibat dari kondisi ini adalah terputusnya hubungan antara dibo-dibo dengan mereka. Putusnya hubungan tersebut bukan berarti putus juga relasi mereka. Yang terputus adalah relasi ekonomis di antara mereka. Sanksi inilah yang kemudian dipakai oleh dibo-dibo untuk menjaga kestabilan pemasok hasil kebun dari penyuplai mereka. Dalam arti bahwa hubungan yang mutualis berdasarkan kedudukan dan fungsi ekonomis di antara masyarakat suku Sahu dengan dibo-dibo menjadi jaminan kehidupan secara bersama. Sehingga masing-masing pihak akan menghindari terjadinya pemberlakuan sanksi di atas. 60
LAMPIRAN. Pedoman Wawancara Penelitian
LAMPIRAN Pedoman Wawancara Penelitian A. Aktivitas sosio-ekonomi komunitas dibo-dibo I. Aktivitas Sosial Motivasi Sosial : 1. Apa yang anda harapkan (khususnya relasi) dengan komunitas dibo-dibo? 2. Bagaimana
Lebih terperinciBAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP
BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter
Lebih terperinciJAILOLO. KEPUTUS$I BTJPATI IIALMAIMRA BARAT NOMORJqD TAHUN 2010 TAHI]N ANGGARAN 2O1O
AILOLO KEPUTUS$I BTPATI IIALMAIMRA BARAT NOMORqD TAHUN 010 TENTAFIG PEI\ETAPAI\I ALOKASI DANA DESA (ADD) I(ABUPATEN IilATMAHERA BARAT TAHI]N ANGGARAN O1O Menimbang :. bahwa Alokasi Dana Desa merupakan
Lebih terperinciSTRATEGI SANITASI KABUPATEN HALMAHERA BARAT
1 2.1 Visi Misi Kabupaten Halmahera Barat BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Visi Misi telah dirumuskan untuk memberikan arah bagi pengembangan sanitasi Kabupaten Halmahera Barat. Visi Kabupaten Halmahera
Lebih terperinciBAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi
BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi Pengantar Ada satu kesepakatan bersama masyarakat suku di jazirah Halmahera bahwa Dibo-dibo mengacu pada sekumpulan orang yang berprofesi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian adalah proses mencari sesuatu secara sistematis dalam waktu tertentu dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. Metode ilmiah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Studi Tentang Komunitas Studi tentang komunitas merupakan upaya yang tidak dapat dipisahkan dari usaha untuk memaparkan karakteristik dasar dari sebuah komunitas dalam
Lebih terperinciBAB IV SITUASI SOSIAL KOMUNITAS DUA DESA
BAB IV SITUASI SOSIAL KOMUNITAS DUA DESA Uraian tentang situasi dua desa lokasi penelitian di bab ini seperti seseorang mencatat kejadian-kejadian ketika kembali ke kampong halaman. Namun pencatatannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam agama, suku bangsa dan keturunan, baik dari keturunan Cina, India, Arab dan lain-lain. Setiap golongan memiliki karakteristik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi negara-negara diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Pentingnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah provinsi kepulauan dengan ciri khas sekumpulan gugusan pulau-pulau kecil di bagian timur wilayah
Lebih terperinciPenerapan Method of Exhaustion untuk Menghitung Ketersediaan Lahan Sagu Terhadap Kebutuhan Pangan dan Papan di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara
Penerapan Method of Exhaustion untuk Menghitung Ketersediaan Lahan Sagu Terhadap Kebutuhan Pangan dan Papan di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara Klara Rosina Bawolo 1, Andeka Rocky Tanaamah 2, Alz
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
Lebih terperinciJAILOLO TTIVTANG PEDOUAIT. -*dalam Pembangunan, maka dipandang perlu menetapkan besarnya jumhrr. 6o rahun r9s8 tentang penetapan undangundang
B'PAT A,MAERA BARAT JALOLO (EPTTTTSAT B'PAT ALUAERA BARAT r[omor 88/xPns/m os TTVTANG PEDOUAT pt!rcrapalv ALOKASU TAA DESA (ADD KAB'PATTY HA,MAERA BARAT TAT'T AYGGARAT O B'PAT HA,TAERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Elemen-eleman sosial budaya masyarakat Desa Gamtala yang berpotensi sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum
Lebih terperinciBAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,
BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah Ngadha adalah wilayah di Flores Tengah. Kabupaten Ngadha terdiri atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Ngadha adalah wilayah di Flores Tengah. Kabupaten Ngadha terdiri atas Nagakeo, Bajawa, dan Riung. Ibukota kabupaten bernama Bajawa. Luas wilayah Ngadha sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya.
Lebih terperinciB A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan
5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua manusia yang ada di dunia ini pasti memiliki kebudayaan tersendiri. Keduanya tidak mungkin dipisahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciHasil dan Pembahasan
IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Pemanfaatan Sumberdaya alam oleh masyarakat lokal berdasarkan pengetahuan tradisional telah dikenal masyarakat Raja Ampat sejak dahulu. Budaya sasi yang berawal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai
Lebih terperinciDATABASE PERHIPTANI KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2014
DATABASE PERHIPTANI KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2014 Jns Kel Pendidikan Penyuluh Alamat Jabatan di No Anggota Nama Tempat, Tanggal lahir L P Terakhir PNS THL PTT X Provinsi Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan UKDW. Tobelo ditetapkan menjadi Ibukota Kabupaten Halmahera Utara. 4
BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Halmahera Utara adalah pulau terbesar yang terdapat di Maluku Utara. Penduduk Halmahera Utara terdiri dari beberapa suku: suku Kao, suku Pagu, suku Modole, Boeng, Towiloko,
Lebih terperinci5 Jaring Dampar 4. 7 Tambak Ikan Rumpun 5. 6 Jaring Lingkar 20
V. PETA SOSAL MASYARAKAT TUADA 4.1. Mata Pencarian Masyarakat Pasca Konflik. Desa Tuada merupakan salah satu desa dari 27 desa yang berada di wilayah kecamatan Jailolo dan secara geografis berada di wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. [Type text]
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan di dunia, setiap makhluk hidup pasti tergantung pada 3 unsur pokok, yaitu: tanah, air, dan udara. Ketiga unsur tersebut
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian Sejarah Desa Bale Luas, Batas dan Topografi Wilayah
BAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian 4.1.1 Sejarah Desa Bale Desa Bale terletak diwilayah timur Indonesia tepatnya di wilayah Maluku Utara. Pada tahun 1800an kesultanan ternate berkunjung
Lebih terperinciPARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :
PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : Pertanyaan-pertanyaan : 1. Aspek manusia : penjual, pembeli dan si anak (Pada saat wawancara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA
BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA 4.1. Pengantar Masyarakat Yalahatan secara administratif merupakan masyarakat dusun di bawah pemerintahan Negeri Tamilouw
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,
Lebih terperinci2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan oleh beberapa negara di seluruh dunia. Negara menggunakan pariwisata sebagai penyokong ekonomi dan juga devisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis dapat disimpulkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu
BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur
Lebih terperinciBAB VII SEJARAH PEMEKARAN DAN PENGGABUNGAN WILAYAH Kronologi Pemekaran Wilayah Tiga Kecamatan Sejarah Terbentuknya Tiga Kecamatan
74 BAB VII SEJARAH PEMEKARAN DAN PENGGABUNGAN WILAYAH 7.1. Kronologi Pemekaran Wilayah Tiga Kecamatan 7.1.1. Sejarah Terbentuknya Tiga Kecamatan Pemekaran kecamatan di Kabupaten Maluku Utara, sebagaimana
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja
Lebih terperinciBAB 11 SABAH. 2. Mengapakah negeri Sabah dinamakan sedemikian? (ms 193) a. 3. Jelaskan keadaan sistem pemerintahan Sabah sebelum abad ke 16?
BAB 11 SABAH 1. Nyatakan asal nama negeri Sabah. (ms 193) 2. Mengapakah negeri Sabah dinamakan sedemikian? (ms 193) 3. Jelaskan keadaan sistem pemerintahan Sabah sebelum abad ke 16? (ms 193) a) b) c) 4.
Lebih terperinciPERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL SUKU SAHU DI DESA BALISOAN KECAMATAN SAHU KABUPATEN HALMAHERA BARAT
PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL SUKU SAHU DI DESA BALISOAN KECAMATAN SAHU KABUPATEN HALMAHERA BARAT Oleh: Christeward Alus e-mail: etward@yahoo.com Abstrak. Kearifan Lokal adalah semua
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti
231 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti rumuskan suatu kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mane e adalah tradisi lisan yang spesifik yang telah berlangsung berabadabad
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mane e adalah tradisi lisan yang spesifik yang telah berlangsung berabadabad yang diperkirakan berlangsung sebelum abad XV dan terekam melalui sejarah kelisanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam sejarah masyarakat Maluku, budaya sasi merupakan kearifan lokal masyarakat yang telah ada sejak dahulu kala dan merupakan komitmen bersama baik oleh masyarakat, tokoh
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. Bahwasanya kehidupan di dunia ini pada kodratnya diciptakan dalam bentuk yang
63 BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor yang Melahirkan Konflik Berdasarkan pemaparan landasan teoritis tentang konflik antar agama di atas. Bahwasanya kehidupan di dunia ini pada kodratnya diciptakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah
1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Peran Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap sesuai dengan kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu sistem yang membentuk tatanan kehidupan dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh individu dengan individu lainnya atau antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Upacara adat merupakan salah satu tradisi masyarakat tradisional yang dilakukan secara turun-temurun pada suatu daerah tertentu dan masih dianggap memiliki nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup
Lebih terperinciTradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional, Tidore Kepulauan Sherly Asriany Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Khairun. Abstrak Kebudayaan membangun dalam arsitektur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi menyambut bulan Suro merupakan hal yang sudah menjadi salah satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di Jawa maupun yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya Pengetahuan Arsitektur Masa Lampau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Pentingnya Pengetahuan Arsitektur Masa Lampau Rumah bangsawan Ternate merupakan bagian dari bangunan masa lampau yang menjadi salah satu simbol warisan budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tradisi lisan merupakan warisan budaya nenek moyang yang merefleksikan karakter masyarakat pendukung tradisi tersebut. Signifikansi tradisi lisan dalam kehidupan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan beberapa pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menelusuri kota Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Kampung Kauman. Kampung Kauman terletak di sebelah barat alun-alun utara kota Yogyakarta, Berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan aset, anak adalah titisan darah orang tua, anak adalah warisan, dan anak adalah makhluk kecil ciptaan Tuhan yang kelak menggantikan peran orang tua sebagai
Lebih terperinciMEDIA MATRASAIN VOL 8 NO 3 NOPEMBER 2011
FUNGSI-FUNGSI RUANG PADA BANGUNAN SASADU - BALAI MUSYAWARAH JAILOLO - SAHU Djajeng Poedjowibowo 1), Endah Harisun 2), Suharto Paputungan 3) 1) Jurusan Arsitektur Fak. Teknik. Univ.Sam Ratulangi, djajengpoedjo@yahoo.com
Lebih terperinciBAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak ada masyarakat yang tidak berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Tidak jarang dalam perubahan tersebut terdapat nilai yang ditransformasikan. Bahkan, seiring
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia
Lebih terperinciMOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI
MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam
BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI IV.1 Pengantar Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab I bahwa meskipun sebagian besar masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai
BAB V PENUTUP Dari penjelasan serta pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab yang terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan yang berisi temuan-temuan mengenai Piring Nazar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang besar dan memiliki berbagai potensi sumber daya baik nasional maupun aras lokal. Sumberdaya tersebut semestinya harus dikelola secara bijak
Lebih terperinciWorkshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur
Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Latar Belakang Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan.
Lebih terperinci