PRODUKTIVITAS TIGA BANGSA KELINCI DI PETERNAKAN RAKYAT DESA PAKUNDEN KECAMATAN NGLUWAR KABUPATEN MAGELANG JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKTIVITAS TIGA BANGSA KELINCI DI PETERNAKAN RAKYAT DESA PAKUNDEN KECAMATAN NGLUWAR KABUPATEN MAGELANG JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 PRODUKTIVITAS TIGA BANGSA KELINCI DI PETERNAKAN RAKYAT DESA PAKUNDEN KECAMATAN NGLUWAR KABUPATEN MAGELANG JAWA TENGAH SKRIPSI ROHMAH KUSUMA DEWI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN ROHMAH KUSUMA DEWI. D Produktivitas Tiga Bangsa Kelinci di Peternakan Rakyat Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer : Ir. Maman Duldjaman, MS. Kelinci merupakan salah satu ternak potensial penghasil daging. Selain itu kelinci cepat berkembangbiak, mudah dipelihara, dan dapat hidup dengan lingkungan sederhana. Meskipun demikian, pada umumnya usaha kelinci masih menjadi peternakan keluarga dengan kapasitas kepemilikan yang tidak banyak. Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan kelinci meliputi sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, rendahnya ketrampilan peternak, terbatasnya ketersediaan bibit dan pasar yang masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi produksi dan reproduksi kelinci Flemish Giant, English Spot dan New Zealand White di Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM) Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai April Ternak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 147 ekor kelinci Flemish Giant, 112 ekor English Spot dan 66 ekor kelinci New Zealand White. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Apabila bangsa berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan menggunakan dengan program SAS Hasil analisis statistik pada bobot hidup ketiga bangsa kelinci menunjukkan adanya perbedaan yang disebabkan pengaruh bangsa, kelinci Flemish Giant memiliki bobot hidup lebih besar dibanding kedua bangsa kelinci yang lain. Koefisien keragaman yang tinggi pada bobot hidup kelinci muda dan jumlah anak sepelahiran dapat dijadikan dasar seleksi untuk bibit kelinci pedaging. Rerata jumlah anak sepelahiran yang banyak terjadi adalah 6,23±2,39 ekor pada kelinci Flemish Giant, 5,12±1,14 ekor pada kelinci English Spot dan 5,50±3,27 ekor pada kelinci New Zealand White. Salah satu kendala dalam pengembangan ternak kelinci adalah tingkat mortalitas pada anak. Mortalitas anak yang terjadi umumnya karena penyakit. Penyakit yang sering terjadi yaitu diare, kembung dan kudis, oleh karena itu perlu adanya perbaikan manajemen pada pemeliharaan anak. Dengan perbaikan manajemen beternak melalui perkawinan dan pengaturan jarak beranak diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kelinci terutama pada kualitas ternak, dan jumlah anak yang dihasilkan. Kata kunci: kelinci, produktivitas

3 ABSTRACT Productivity of Three Breed Rabbits on Rural Husbandry at Pakunden Village, of Ngluwar Subdistrict, Magelang Regency Centra Java Dewi, R.K., Mansjoer, S.S., Maman, D. Rabbit is one of the non-ruminant meat producer which has a good potential from production and reproduction point of view. But not as good as in the real case where rabbit cultivation activity and management were not to anthusiasm, so it could influence on the productivity by lower it value. This research has been conducted at Pakunden village, of Ngluwar subdistrict, Magelang regency from March up to the end April The purpose of this research is to collect information about productivity (body weight, first mating age, gestation periode, litter size, mating periode and mortality) of Flemish Giant, English Spot and New Zealand White rabbits. The data colletion method was by conducting interviews, using quistionnaire to twenty four farmers in Pakunden village. The primary data taken covered native rabbits population, per family ownership, body weight, first mating age, gestation periode, litter size, mating periode and mortality of Flemish Giant, English Spot and New Zealand White rabbits. Data was collected from 147 head Flemish Giants, 112 head English Spots and 66 head New Zealand White. Secondary data were obtained from the Village monography data. The result showed that Flemish Giant have a higer body weight and litter size than English Spot and New Zealand White. So Flemish Giant have a potential value to be developed as a meat producer. On this three breeds showed highest mortality rate (%) on kids, young and mature rabbits be sick by disease. Development of native rabbits in villages could be done early. Government and related institution could plan a cooperative program with villagers and make their village as cultivation village, provide them financial capital and develop husbandry management including improvement of feeding business management, disease prevention, and improvement of genetical quality at the next step and continuos husbandry extension. Keywords: rabbit, productivity ii

4 PRODUKTIVITAS TIGA BANGSA KELINCI DI PETERNAKAN RAKYAT DESA PAKUNDEN KECAMATAN NGLUWAR KABUPATEN MAGELANG JAWA TENGAH ROHMAH KUSUMA DEWI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 PRODUKTIVITAS TIGA BANGSA KELINCI DI PETERNAKAN RAKYAT DESA PAKUNDEN KECAMATAN NGLUWAR KABUPATEN MAGELANG JAWA TENGAH Oleh ROHMAH KUSUMA DEWI D Skripsi ini telah disetujui dan akan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 21 September 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Ir. Maman Duldjaman, MS. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, Jawa Timur pada tanggal 3 November 1984 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Ir. Supeni Adi Wiyono dan Maslichah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Negeri Plumpang I Tuban, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di MTs Negeri Babat, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMU 2 Darul Ulum Jombang. Tahun 2002 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis masuk dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) 2003 dan 2004, Animal Breeding Club (ABC) 2004, IKALUM (Ikatan Keluarga Alumni Darul Ulum), UKM Tenis 2002 dan 2003, selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Produktivitas Tiga Bangsa Kelinci Di Peternakan Rakyat Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang Jawa Tengah di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer dan Ir. Maman Duldjaman, MS. Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan pada bulan Maret sampai akhir April 2006 di Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM) Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar Kabuaten Magelang Jawa tengah. Penelitian ini dilakukan atas dasar potensi ternak kelinci sebagai penghasil daging cukup tinggi. Meskipun demikian, pada umumnya usaha kelinci masih menjadi peternakan keluarga yang bersifat sambilan dengan kapasitas kepemilikan yang tidak banyak. Kegiatan budidaya dan manajemennya masih sangat sederhana, sehingga produktivitasnya masih rendah. Dengan terbentuknya suatu kelompok peternak kelinci diharapkan perkembangan ternak kelinci lebih maju dan peternak mampu menghadapi permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi produktivitas ternak kelinci di KPKM. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan bibit kelinci di Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar, sehingga desa penelitian mampu menjadi salah satu daerah sentra pembibitan. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis selalu berusaha untuk melakukan perubahan dan dengan lapang menerima semua saran dan kritik, karena itu merupakan salah satu jalan menuju kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai sebuah referensi bagi dunia peternakan khususnya paternakan kelinci di Indonesia. Bogor, Agustus 2006 Penulis iv

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Peumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Kelinci... 3 Bangsa kelinci... 3 Lingkungan... 6 Pakan... 6 Kadang... 7 Produktivitas Bobot Badan... 8 Dewasa Kelamin... 9 Perkawinan dan Kebuntingan Jumlah Anak Sepelahiran (Litter size) Mortalitas Selang Beranak Penyapihan Pengembangan Ternak Kelinci METODE Waktu dan Lokasi Materi dan Alat Rancangan Penelitian Peubah Produksi dan Reproduksi Peubah Populasi i ii iii iv v vii viii ix

9 Prosedur Penelitian Persiapan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum lokasi Kependudukan Karekteristik Peternak Kelinci Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM) Identitas Peternak Kelinci Populasi dan Kepadatan Ternak Populasi Kelinci Penjualan, Pembelian dan Pemotongan Kelinci Mortalitas Kelinci Pemeliharaan Kelinci Perkandangan Pakan Kelinci Produktivitas Kelinci Kaakteristik Tiga Bangsa Kelinci di Peternakan Rakyat Desa Pakunden Bobot Hidup Reproduksi Umur Pertama Ternak Dikawinkan Lama Bunting Jumlah Anak Sepelahiran Penyapihan Bobot Sapih Jaak Waktu Pengawinan Kembali Setelah Beanak... Prospek, Kendala dan strategi Pengembangan Ternak Kelinci SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Persentase Komposisi Pakan Kelinci Jumlah Anak Sepelahiran Beberapa Bangsa Kelinci Kondisi Geografis Desa Pakunden Penggunaan Lahan di desa Pakunden Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Mata Pencaharian dan Tingkat Pendidikan Identitas Responden Anggota KPKM Jenis dan Jumlah Ternak di Desa Penelitian Struktur Populasi Ternak Kelinci Faktor Penyebab Kematian pada Anak Kelinci Jenis Bahan, Model dan Letak Kandang Frekuensi Pembersihan Kandang Jenis Pakan dan Frekuensi Pemberian Pakan Rerata dan Koefisien Keragaman Bobot Hidup Tiga Bangsa Kelinci Reproduksi Tiga Bangsa Kelinci vii

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bangsa Kelinci Flemish Giant, English Spot dan New Zealand White (a) timbangan kapasitas 2,5 kg, (b) timbangan pegas, (c) keranjang kelinci, (d) pita ukur Disain Kandang Battery Bertingkat yang Banyak Terdapat di Peternakan Rakyat Grafik Rerata Bobot Hidup Tiga Bangsa Kelinci (Jantan) Grafik Rerata Bobot Hidup Tiga Bangsa Kelinci (Betina)... 36

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta Kabupaten Magelang Peta Kabupaten magelang Jumlah Panjualan, Pembelian dan Pemotongan tiga Bangsa Kelinci Berdasarkan Tingkat Umur dan jenis Kelamin Persentase Jumlah Anak Sepelahiran pada Induk Keragaman Pola dan Warna Rambut Prospek dan Kendala pada Tiga Bangsa Kelinci viii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Potensi ternak kelinci sebagai penghasil daging cukup tinggi, mengingat kelinci cepat berkembangbiak, mudah dipelihara, dan dapat hidup dengan pakan sederhana. Kelinci merupakan ternak yang cocok dijadikan sumber pangan karena memiliki keunggulan, diantaranya yaitu memiliki ukuran tubuh yang kecil sehingga efisien dalam penggunaan tempat dan kandang, mampu memanfaatkan pakan dari berbagai jenis hijauan, sisa dapur dan hasil sampingan produk pertanian. Selain itu daging kelinci mempunyai kualitas yang relatif lebih baik dibandingkan daging dari ternak lain. Hal ini terlihat pada komposisi karkasnya yang rendah lemak, kholesterol dan garam. Kelinci dengan berbagai ragamnya menghasilkan lima jenis produk (4F+L) yang dapat dimanfaatkan, yaitu daging (food), kulit bulu (fur), pupuk (fertilizer), hewan kesayangan (fancy) dan hewan percobaan (laboratory animal). Kemampuan biologis kelinci sangat tinggi, mampu melahirkan 10 kali per tahun dengan jumlah anak enam ekor per kelahiran dan mencapai berat 2-3 kg pada umur 4,5-6,0 bulan (Raharjo, 2005). Meskipun demikian, pada umumnya usaha kelinci masih menjadi peternakan keluarga yang bersifat sambilan dengan kapasitas kepemilikan yang tidak banyak. Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan kelinci meliputi sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, rendahnya ketrampilan peternak, belum adanya seleksi yang terarah untuk meningkatkan mutu genetik, terbatasnya ketersediaan bibit dan pasar yang masih sangat terbatas. Terbentuknya suatu kelompok peternak kelinci diharapkan perkembangan ternak kelinci lebih maju dan peternak mampu menghadapi permasalahan yang ada dalam budidaya. Salah satu kelompok peternak kelinci di Magelang adalah Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM). Kelompok ini berada di Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang yang telah berdiri sejak Oktober 2002, dan pada saat ini beranggotakan 24 peternak. Jenis kelinci pedaging yang banyak dikembangkan adalah Flemish Giant, English Spot dan New Zealand White. Masih berkembangnya usaha peternakan kelinci di Jawa Tengah dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan pemetaan wilayah pengembangan

14 peternakan. Oleh karena itu perlu digali faktor-faktor yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dan masalah- masalah yang harus segera dipecahkan. Perumusan Masalah Belum adanya data produktivitas untuk dijadikan patokan kualitas dan masih rendahnya produktivitas serta mutu hasil ternak kelinci, terutama pada pemeliharaan skala kecil, yang diakibatkan kurangnya pengetahuan manajemen pemeliharaan merupakan suatu hambatan berkembangnya ternak kelinci. Informasi produktivitas ternak kelinci di peternakan rakyat diharapkan dapat digunakan sebagai dasar peningkatan budidaya kelinci. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi produksi dan reproduksi kelinci Flemish Giant, English Spot dan New Zealand White yang dipelihara oleh anggota Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM) Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dalam upaya pengembangan bibit kelinci di Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar dan sekitarnya, sehingga desa penelitian mampu menjadi salah satu daerah sentra pembibitan kelinci. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci (Orictologus Cuniculus) Kelinci piaraan mula-mula digunakan di Afrika dan dimanfaatkan untuk bahan makanan di Asia kira-kira 300 tahun lalu, sedangkan di Eropa kelinci telah dikonsumsi lebih dari 1000 tahun dan kelinci dibawa ke Amerika dan Eropa awal tahun 1800-an (Blakely dan Bade, 1985). Dahulu kelinci (Oryctologus cuniculus) dimasukkan ke dalam golongan rodensia, namun sekarang digolongkan ke dalam ordo tersendiri yaitu Logomorpha (Chapman dan Flux, 1990). Diperkirakan kelinci sudah dijinakkan pada abad pertama Sebelum Masehi dan peternakan kelinci dimulai pada abad enam belas di Perancis. Pada awalnya terdapat dikawasan Eropa kemudian menyebar ke Amerika, Australia dan Selandia Baru (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Kelinci termasuk hewan yang sudah didomestikasi dan banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk produksi fur, daging, hewan percobaan atau binatang kesayangan. Kelebihan ternak kelinci antara lain laju pertumbuhan yang cepat, potensi reproduksi tinggi, dan memiliki kemampuan dalam mencerna pakan hijauan. Kelinci mempunyai kemampuan untuk hidup dalam habitat yang bervariasi mulai dari padang pasir hingga daerah subtropis. Kelinci mempunyai kebiasaan memakan kotorannya sendiri (coprohagy), kotoran yang dimakan tersebut dimanfaatkan sebagai sumber protein (Cheeke et al., 1982). Menurut Farrel et al. (1984), kelinci merupakan ternak yang cocok dijadikan sumber pangan karena memiliki keunggulan, diantaranya yaitu memiliki ukuran tubuh yang kecil sehingga efisien dalam penggunaan tempat dan kandang, mampu memanfaatkan pakan dari berbagai jenis hijauan, sisa dapur dan hasil sampingan produk pertanian. Selain itu daging kelinci mempunyai kualitas yang relatif lebih baik dibandingkan daging dari ternak lain. Hal ini terlihat pada komposisi karkasnya yang rendah lemak, kholesterol dan garam. Bangsa Kelinci Menurut Gillespie (1992), sebagian besar bangsa kelinci dikenal sebagai sumber daging dengan keragaman produksi yang besar. Bangsa kelinci yang populer untuk produksi daging adalah New Zeland White dan California. Kedua bangsa ini

16 sering disilangkan untuk memperoleh produksi yang tinggi. Bangsa kelinci lainnya adalah Angora sebagai penghasil woll dan Rex sebagai penghasil kulit bulu (fur) yang mempunyai harga mahal. Bangsa-bangsa kelinci dapat dihasilkan dengan tiga cara. Pertama, dengan mengendalikan sifat-sifat yang diwariskan untuk menghasilkan warna tipe kulit-bulu (fur). Timbulnya proses mutasi merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan bangsa baru. Kedua, menghasilkan sifat-sifat yang tampak pada dua atau lebih bangsa kelinci. Ketiga, adalah sistem seleksi untuk sifat-sifat khusus yang dilakukan sampai derajat tertentu, sehingga strain yang diperoleh mempunyai sifat yang berbeda dari bangsa aslinya. Semua cara ini dan keragaman sifat yang tampak telah dimanipulasi untuk menghasilkan bangsa baru dalam varietasnya (Gillespie, 1992). Flemish Giant. Kelinci Flemish Giant diduga merupakan keturunan dari kelinci Patagonian di Argentina. Kelinci Patagonian ini dibawa ke Eropa pada abad ke-16 dan 17 oleh pedagang dari Belanda dan dikembangkan sebagai penghasil daging. Pertama kali tercatat mengenai Flemish Giant sekitar tahun 1860, kelinci ini diimpor ke Amerika pada awal tahun Flemish Giant merupakan kelinci terbesar yang diperkenalkan oleh American Rabbit Breeders Association dengan bobot senior (umur lebih dari 8 bulan) untuk betina sebesar 7,0 kg dan 6,5 kg untuk jantan (Horn Rapids Rabbitry, 2004). Kelinci Flemish Giant mempunyai tipe bulu pendek yang biasanya berwarna kelabu, disamping warna lainnya seperti kecoklatan, putih, fawn, kebiruan dan hitam (NFFGRB, 2005). Kelinci Flemish Giant memiliki panjang usia mencapai lima tahun bahkan lebih. Bobot badannya minimal 5 kg dan tercatat dapat mencapai bobot badan 9,5 kg. Umur mulai dikawinkan sekitar sembilan bulan dan anak-anak kelinci harus sudah dilahirkan sebelum induknya mencapai umur satu tahun karena apabila induk beranak pada umur lebih dari satu tahun tulang pelvisnya akan menyempit sehingga sulit untuk beranak secara alamiah dan induk-induk tersebut tidak mampu lagi beranak setelah berumur tiga tahun. Kelinci ini beranak cukup banyak, yaitu antara 5-12 ekor/litter (Petplanet.co.uk., 2004). 4

17 English Spot. Kelinci English Spot berwarna putih dengan tutul-tutul hitam, coklat atau kuning emas pada daerah perut dan sekitar mata, telinga berwarna hitam. Sepanjang punggung ada garis hitam sampai ke ujung ekor. Hidung diliputi bulu hitam berbentuk kupu-kupu. Rerata bobot dewasa kelinci ini 3 kg dan memiliki panjang usia mencapai lima tahun bahkan lebih. Idialnya kelinci betina mulai dikawinkan sekitar 5-6 bulan dan anak-anak kelinci harus sudah dilahirkan sebelum induknya mencapai umur satu tahun karena apabila induk beranak pada umur lebih dari satu tahun tulang pelvisnya akan menyempit sehingga sulit untuk beranak secara alamiah dan induk-induk tersebut tidak mampu lagi beranak setelah berumur tiga tahun. Jumlah anak sepelahiran antara 3-5 ekor (Petplanet.co.uk., 2004). New Zealand White (NZW). Menurut McNitt (2002), kelinci New Zealand White merupakan kelinci untuk produksi daging komersial yang bangsanya berasal dari U.S.A dan termasuk dalam spesies O. Cuniculus dari genus Orictolagus. Kelinci tersebut memiliki ciri yang dibutuhkan antara lain memiliki laju pertumbuhan yang cepat, kualitas karkas yang baik, keturunan yang banyak, dan sifat keindukan yang baik. Kelinci ini paling banyak digunakan sebagai hewan paramedis, karena sifat produksinya yang tinggi dan tidak dibutuhkan banyak biaya dalam pemeliharaan, memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit, siklus hidup yang pendek, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. New Zealand White merupakan kelinci albino, tidak mempunyai bulu yang mengandung pigmen. Bulunya putih mulus, padat, tebal, agak kasar kalau diraba dan mata merah (Petplanet.co.uk., 2004). Menurut Lebas et al. (1986), kelinci NZW termasuk bangsa medium yang memiliki bobot hidup antara 3,5-4,0 kg. Gambar kelinci Flemish Giant, English Spot dan New Zealand White dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Bangsa Kelinci Flemish Giant, English Spot dan New Zealand White Sumber: Petplanet.co.uk. (2004) 5

18 Lingkungan Performa reproduksi kelinci erat kaitannya dengan pengaruh lingkungan, selain itu yang mempengaruhi lainnya adalah nutrisi, genetik dan manajemen (Lukefahr dan Mcnitt, 1983). Kelinci sangat peka terhadap suhu lingkungan yang tinggi dan kelembaban yang tinggi. Suhu ideal untuk kelinci tergolong sejuk yakni berkisar o C. Apabila suhu kandang lebih tinggi dari 27 o C dapat menurunkan produktivitas dan kemampuan berkembangbiaknya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988), keseimbangan panas dalam tubuh terganggu karena suhu udara lebih tinggi dari suhu yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan panas tubuh meningkat dan mengganggu metabolisme (Suarjaya, 1985). Pakan Pakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemeliharaan ternak, selain faktor pemilihan bibit dan tata laksana pemeliharaan yang baik, sehingga keberhasilan usaha peternakan banyak ditentukan oleh pakan yang diberikan. Pemberian pakan dalam usaha peternakan perlu memperhatikan pemilihan bahan pakan sebagai penyusun ransum yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan frisiologis pencernaan (Lestari, 2005). Menurut Blakely dan Bade (1992), kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan produksi, serta laju atau kecepatan pertumbuhannya. Data mengenai kebutuhan nutrisi kelinci tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase Komposisi Pakan Kelinci Jenis Kelinci Protein Lemak Serat Abu (%) Pejantan aktif kawin, betina bunting, betina menyusui, anak-anak tumbuh Betina kering, pejantan tak aktif, anakanak mulai dewasa Sumber: James Blakely-David H. Bade (1992) Kualitas pakan kelinci merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, pembiakan, panjang umur, dan lain-lain. Makanan penguat dengan serat kasar rendah cenderung memberi pengaruh yang lebih baik terhadap 6

19 kemampuan produksi ternak kelinci (Pudjiarti et al., 1984). Penambahan konsentrat pada pakan hijauan kelinci dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian (Basuki, 1985). Penambahan ransum penguat pada kelinci New Zealand White sebanyak 40, 60 dan 80 g dengan kandungan protein kasar 19% dapat menghasilkan pertambahan bobot badan 13,45±5,64 g; 13,66±2,77 g dan 14,01±2,71 g (Ismiyati, 1997). Menurut Yurmiaty (1991) perbedaan tingkat pakan 20% cukup berarti terhadap pertumbuhan bobot hidup. Tingkat pemberian pakan berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan. Khotijah (1999) menyatakan bahwa dengan panambahan vitamin E dalam ransum memberikan pengaruh positif terhadap palatabilitas yang lebih baik dan pertambahan bobot hidup. Dalam hal ini disarankan penambahan vitamin E dalam ransum adalah 100 mg/kg ransum. Menurut Templeton (1955) dalam Suarjaya (1985), induk dengan bobot 4,5-5,5 kg bersama tujuh anaknya menghabiskan 3,79 l air dalam 24 jam pada musim panas. Kelinci New Zealand White membutuhkan air minum 280 ml/hari dan saat menjelang beranak 560 ml/hari. Kandang Kandang didesain agar mudah dipakai, mudah untuk pengawasan (supervisi) dan hewan merasa cocok serta mudah untuk mengeluarkan kotoran. Jenis kandang dapat dikenal berdasarkan bentuknya. 1. Kandang segi empat, mempunyai rangka dari kayu dengan semua dindingnya dari kawat ram berukuran 1cm 2. Kandang ini dapat ditata di dalam ruangan atau bangunan, sehingga diperoleh keefisienan tempat dan memudahkan cara mengelola, membersihkan dan mengerjakan pemeliharaan pada ternak. Kelemahan kandang dari kayu adalah seringnya digigit-gigit kelinci. 2. Kandang quonset (quonset style cage), dasar kandang mempunyai bentuk segi empat dengan luas sama seperti kandang persegi yang sesuai dengan kebutuhan kelinci dewasa. Bagian atasnya tidak rata, yaitu dibuat cembung setengah lingkaran. Jenis kandang ini seluruhnya terbuat dari kawat dengan ukuran yang lebih besar (Herman, 2002). Kotak sarang diperlukan untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi induk yang melahirkan, sekaligus tempat berlindung bagi anak-anak kelinci yang baru 7

20 lahir. Kotak sarang mempunyai berbagai bentuk, dari yang terbuka sampai yang tertutup. Ukurannya tergantung pada ukuran tubuh kelinci berdasarkan bangsanya. Penempatan kotak sarang bisa di dalam kandang atau dibawah lantai kandang (Lebas et al., 1986). Produktivitas Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Suhu, kelembaban udara dan curah hujan merupakan faktor penting karena berhubungan erat dengan iklim yang berpengaruh terhadap produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terlihat pada saat suhu tubuh meningkat dan menurunkan konsumsi makanan. Suhu tubuh yang naik karena cekaman menyebabkan depresi dan reproduksi yang dapat mengakibatkan kelahiran dan perkembangan anak prenatal menurun. Pengaruh secara tidak langsung meliputi kuantitas dan kualitas makanan yang tersedia, perkandangan, penyakit dan manajemen. Bila ternak sulit beradaptasi terhadap lingkungannya maka produktivitas akan rendah (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Adjisoedarmo et al. (1985) produtivitas yang berasal dari ternak dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Untuk memperoleh produksi yang optimal, kemampuan genetik populasi ternak harus diketahui dan mengusahakan faktor lingkungan yang optimal. Bobot Badan Pembagian bangsa kelinci menurut tipenya digolongkan menjadi empat golongan yaitu kelinci tipe berat, kelinci tipe medium, kelinci tipe ringan dan kelinci tipe kecil. 1. Bobot dewasa kelinci bangsa berat dapat mencapai lebih dari 5,0 kg. Potensi pertumbuhan yang cepat dari bangsa ini dapat dimanfaatkan terutama dalam proses persilangan. Bangsa kelinci yang termasuk ke dalam bangsa berat dapat dijadikan bibit untuk meningkatkan laju pertumbuhan bangsa-bangsa kelinci lainnya. Contoh dari bangsa berat ini adalah Boscant Giant White, French Lop, Flemish Giant dan French Giant Papillon. Warna bulunya dapat bervariasi, bisa putih, agouti, kelabu dan hitam. 8

21 2. Bangsa kelinci sedang mempunyai bobot dewasa antara 3,5-4,5 kg. Kelompok ini merupakan kelompok bangsa yang biasa digunakan sebagai bibit dasar dalam produksi kelinci daging. Contoh bangsa kelinci yang termasuk dalam bangsa ini adalah Campagne d Argent, New Zealand Red, New Zealand White, English Spot, Tan dan California. 3. Bangsa kelinci ringan mempunyai bobot dewasa antara 2,5-3,0 kg. Kelinci yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: Himalayan, Chinchilla kecil, Dutch dan French Havana. 4. Bangsa kelinci kecil mempunyai bobot dewasa sekitar 1,0 kg. Contoh bangsa kelinci ini adalah Polish Rabbit dengan pola warna yang beragam. Seleksi untuk ukuran kecil menyebabkan penurunan dalam hal laju pertumbuhan dan tingkat fertilitas yang sangat rendah. Bangsa ini tidak dapat digunakan untuk produksi daging, tetapi lebih cocok digunakan sebagai binatang peliharaan (Lebas et al., 1986). Menurut Adjisoedarmo et al. (1985), kelinci lokal Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg. Warna bulu tidak spesifik, berwarna hitam, coklat, putih, abu-abu polos atau berkombinasi diantara warna tersebut. Kelinci lokal yang ada di Indonesia ada yang berasal dari Belanda (Dutch belted rabbit) tetapi sudah beradaptasi lama di Indonesia dan lebih terkenal dengan nama kelinci Jawa. Kelinci lokal mampu menghasilkan anak 1-9 ekor dalam satu kali kelahiran. Dewasa Kelamin Kelinci mencapai dewasa kelamin pada umur 4-8 bulan tergantung pada bangsa, makanan dan kesehatan. Kelinci yang mendapat makanan dengan kualitas baik dapat mencapai dewasa kelamin yang lebih dini. Kelinci betina tipe ringan mencapai dewasa kelamin pada umur enam bulan, tipe sedang 5-6 bulan dan untuk tipe berat 7-8 bulan (Herman, 1995). Menurut Lebas et al. (1986) timbulnya pubertas sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh bangsa dan perkembangan tubuh. Bangsa kelinci kecil atau medium, mencapai dewasa kelamin pada umur 4-6 bulan lebih cepat daripada bangsa kelinci besar yang baru pubertas pada umur 5-8 bulan. Perkembangan tubuh erat kaitannya dengan faktor nutrisi, sehingga betina yang 9

22 diberikan pakan ad libitum, dewasa kelamin tiga minggu lebih cepat daripada betina yang diberikan pakan yang dibatasi. Umumnya dewasa kelamin pada betina dicapai ketika pertumbuhan tubuhnya mencapai 70-75% dari dewasa tubuhnya, akan tetapi biasanya perkawinan ditunda sampai bobot hidupnya mencapai 80% dari bobot hidup dewasa. Kelinci jantan lebih lambat mencapai dewasa kelamin meskipun telah memperlihatkan aktivitas seksual pada umur dini, perkawinan yang fertil tidak tercapai sebelum berumur 8 sampai 10 minggu (Herman, 1995). Perkawinan dan Kebuntingan Cheeke et al. (1982) menyatakan, bahwa untuk mengetahui secara pasti siklus estrus pada kelinci relatif lebih sulit dibandingkan pada hewan lain. Kelinci tidak memiliki siklus estrus yang tetap seperti yang dialami oleh kebanyakan hewan lain. Menurut Blakely dan Bade (1985), siklus estrus kelinci berbeda dari ternak lain, pada saat selama hari siklus estrusnya hanya satu atau dua hari terakhir betina tidak siap kawin dan selebihnya siap menerima pejantan. Kebalikan dari siklus berbagai ternak lainnya betina siap dikawini hanya beberapa hari selama estrus. Kelinci jantan dapat melayani betina ekor dan untuk keadaan normal tidak seharusnya digunakan lebih dari 3-4 kali kawin seminggu, meskipun menurut penelitian mengindikasikan lebih banyak frekuensi kawin lebih baik (Cheeke et al., 1982). Balfas (2002) menyatakan bahwa banyak induk yang mengalami abortus pada minggu ketiga dan ada pula yang terjadi pada mingu pertama pada program intensif. Diduga hal itu terjadi karena kurangnya nutrisi yang diberikan induk pada fetus. Nutrisi yang diperoleh induk harus dibagi dua baik untuk fetus, maupun untuk produksi susu. Kematian anak yang terjadi pada program ini mencapai 54,84%. Lama bunting untuk kelinci secara normal berkisar antara hari dengan litter size yang beragam berdasarkan keturunan dan strainnya. Kebuntingan dapat diketahui setelah perkawinan dengan cara palpasi (Gillespie, 1992). Menurut Herman (1995), lama bunting beragam dengan bangsa dan strain, umumnya antara hari setelah fertilisasi. Sebagian besar induk beranak pada hari ke 31 setelah fertilisasi, tetapi terdapat juga anak yang lahir pada hari ke 28 dan kadang-kadang setelah hari ke 35. Kebuntingan yang lebih dari 35 hari tidak umum, kecuali terjadi kesulitan 10

23 pada induk. Terdapat korelasi negatif antara lama bunting dan jumlah anak yang dilahirkan. Jumlah anak yang banyak menyebabkan masa bunting menjadi singkat dan sebaliknya jumlah anak yang rendah menyebabkan masa bunting lebih lama. Jumlah Anak Sepelahiran (Litter Size) Jumlah anak per kelahiran, tidak hanya berpengaruh terhadap lama bunting, akan tetapi juga mempengaruhi rata-rata bobot lahirnya. Jumlah anak sepelahiran yang dihasilkan induk kelinci berbeda-beda, menurut Fielding (1991) umumnya 8-10 ekor. Menurut Adjisoedarmo (1985), kelinci lokal mampu menghasilkan anak 1-9 ekor dalam satu kali kelahiran, tetapi rataan litter size sebesar empat ekor dengan berat lahir 49,78 g. Kelinci lokal ini lebih toleran terhadap lingkungan panas Litter size ini bervariasi karena faktor genetik, musim, umur induk, periode beranak dan ras. Perkawinan antara kelinci pejantan NZW dengan betina Grey Giant menghasilkan litter size tertinggi, sedangkan perkawinan antara pejantan Grey Giant dengan betina NZW menghasilkan litter size yang paling rendah. Musim dingin menghasilkan litter size lebih banyak dan bobot hidup yang lebih berat, sedangkan musim panas induk kelinci menghasilkan litter size lebih rendah. Induk pada periode beranak partama menghasilkan litter size yang rendah (Rathor et al., 2000). Litter size dipengaruhi oleh parameter yang sangat umum, diantaranya rata-rata ovulasi, fertilisasi, dan ketahanan embrio (Fortune, 1998). Tabel 2. Jumlah Anak Sepelahiran Beberapa Bangsa Kelinci Bangsa Kelinci Jumlah Anak Sepelahiran (ekor) Polish 4 Angora, Beveren, Havana, Herlequin 4-5 Beaver, Belgian, Dutch, Lilac, Rex, Sable, Vienna White 6-7 Chinchilla, Frenc Lo, Flemish Giant, New Zealand White 8-10 Sumber: Hafez (1970) Pada studi program produksi anak intensif dan semi intensif kelinci persilangan di peternakan Swa Desa Tapos 1 Ciampea Bogor (Meilinda, 2002) menyatakan bahwa litter size program produksi anak semi intensif pada kelahiran 11

24 pertama diperoleh sebesar 4-6 ekor dan 4-8 ekor pada kelahiran kedua. Untuk induk yang dikawinkan dalam waktu 24 jam setelah beranak (program intensif) litter size yang diperoleh sebesar 4-9 ekor dengan bobot lahir jauh lebih rendah dibanding program semi intensif. Hasil studi litter size pada kelinci dengan perbaikan manajemen Soeparman (1996) menunjukkan bahwa kelinci persilangan yang diberi pakan 25, 50 dan 75 g konsentrat dengan rumput lapang (ad libitum), rataan jumlah anak yang dilahirkan berkisar antara 4,50±1,91 sampai 5,50±1,29 ekor. Bobot sapih yang dicapai dengan penambahan konsentrat 25 g adalah 506,6±157,3 g; 521,3±138,0 g dengan penambahan 50 g konsentrat dan 531,85±59,5 pada penambahan konsentrat 75 g. Mortalitas Menurut hasil penelitian Szendro et al. (1996) litter size dan bobot badan berpengaruh pada kematian dan kematian meningkat seiring dengan peningkatan litter size dan penurunan bobot lahir. Masa paling kritis pemeliharaan anak kelinci adalah pada periode umur 0-1 minggu, dimana angka mortalitas yang paling tinggi ditemukan dibandingkan pada umur 0-3 minggu (Gultom dan Aritonang, 1988). Biasanya mortalitas anak kelinci sampai umur sapih cukup tinggi yaitu 26-59% (Raharjo et al., 1993). Dengan mortalitas yang rendah, total produksi yang dihasilkan untuk satu kali periode beranak sampai umur sapih dapat mencapai 4,9-5,1 kg (Sartika dan Zimmermann, 1994). Biasanya yang menyebabkan kematian tersebut antara lain anak mati sejak dilahirkan, terjepit kandang, jatuh ke lantai, dimakan predator, persaingan dalam menyusu, produksi susu induk yang kurang, terkena penyakit dan pemeliharaan yang kurang baik (Sastrodihardjo, 1985). Selang Beranak Kelinci merupakan hewan yang unik yang dapat menerima perkawinan kembali segera setelah melahirkan. Waktu yang terburuk dalam mengawinkan induk kembali adalah hari. Pada masa ini induk mengalami masa laktasi yang berat dan bobot hidupnya menurun karena tubuhnya harus menyediakan susu untuk anakanaknya, laju konsepsi menurun dan dapat meningkatkan kematian serta anak yang terlahir lemah (Patton and Grobner, 1988). Kondisi tubuh induk yang baik sangat dibutuhkan sebelum induk tersebut kawin kemudian bunting dan menyusui anaknya. 12

25 Waktu yang dibutuhkan untuk bunting dan memelihara anak sampai disapih pada umur satu bulan adalah dua bulan. Setelah anak disapih pada umur satu bulan barulah induk dapat dikawinkan kembali (Herman, 1995). Selang beranak adalah jarak setelah induk melahirkan hingga dikawinkan kembali. Penentuan selang beranak dalam suatu peternakan kelinci terbagi tiga: 1) secara ekstensif, yaitu membiarkan induk mengasuh anaknya sampai umur sapih 5-6 minggu, kemudian baru dikawinkan kembali, jadi induk dikawinkan kembali setiap 2,5 bulan setelah beranak, 2) semi intensif, yaitu induk dikawinkan kembali hari setelah beranak yang berarti induk kelinci bunting kembali selama masih menyusui anaknya. Anak kelinci tersebut disapih pada umur 4-5 minggu, dan 3) secara intensif, yaitu pengawinan kembali tidak lama setelah beranak, biasanya dilakukan oleh peternak yang ingin mengambil keuntungan untuk menghasilkan banyak kelinci dan anak yang dilahirkan disapih setelah berumur empat minggu atau hari (Lebas et al., 1986). Menurut hasil laporan penelitian Raharjo et al. (1993), di dataran rendah (400 m dpl) menunjukkan bahwa kelinci Rex mampu menghasilkan litter size 5,6±0,5 ekor kelahiran yang bervariasi dari pengaruh interval kelahiran 37 hari menghasilkan litter size 5,6 ekor/kelahiran; interval 44 hari 5,9 ekor/kelahiran dan interval 51 hari 6,1 ekor/kelahiran; masing-masing menunjukkan tidak berbeda nyata. Data tersebut dapat dihitung bahwa seekor induk kelinci Rex mampu 7-10 kali kelahiran/tahun, dan menghasilkan sejumlah ekor anak/pertahun. Penyapihan Umur penyapihan anak kelinci oleh peternak beragam. Empat puluh tiga persen peternak kelinci melakukan penyapihan anak antara hari (Sastrodiharjo, 1985). Menurut Szendro (1996), pengaruh bobot lahir pada pertumbuhan berlangsung dari penyapihan sampai umur 12 minggu. Biasanya peternak menyapih anak kelinci setelah berumur hari, tergantung pada besar tubuhnya. Oleh sebab itu jarak beranak dari dua kelahiran yang berturut-turut sedikitnya 85 hari (45 hari sapih+10 hari istirahat+30 hari bunting). Keadaan ini akan mengurangi produksi optimal kelinci, yang idealnya beranak 5-6 kali/tahun. Pencapaian target optimal tersebut masih memerlukan pengamatan yang lebih mendalam khususnya tentang 13

26 perbaikan manajemen (perkawinan, penyapihan, nutrisi) dalam kondisi pedesan (Adjisoedarmo et al., 1985). Pengembangan Ternak Kelinci Kelinci merupakan ternak yang mempunyai potensial besar dalam penyedia daging dengan waktu yang relatif singkat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan konsumsi protein hewani masyarakat. Aspek yang menarik pada daging kelinci adalah kandungan protein yang tinggi dan rendah kolesterol, sehingga daging kelinci dapat dipromosikan sebagai daging sehat, namun untuk pengembangannya banyak kendala yang dihadapi, antara lain sulitnya pemasaran, karena daging kelinci belum populer dimasyarakat (Suradi, 2005). Pada dasarnya faktor-faktor yang menentukan usaha peternakan dapat digolongkan atas dua macam, meliputi: 1) faktor teknis biologis (zoo teknis) yang meliputi pemuliaan ternak, pakan, perawatan, perkandangan, dan pengendalian penyakit; 2) faktor non teknis (bio ekonomi dan sosial) yang meliputi keadan sosial budaya, daya beli masyarakat, pemasaran, keadaan gizi masyarakat, prasarana dan perhubungan, dan lain-lain (Basuki, 1985). Indonesia memiliki potensi hijauan pakan untuk ternak herbivora seperti rumput di padang rumput, perkebunan maupun sisa hasil dan hasil ikutan tanaman pangan. Wilayah yang banyak menyediakan hijauan pakan dapat menampung populasi ternak (Prawiradiputra dan Purwantri, 1996). 14

27 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2006 di Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang. Materi dan Alat Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah milik anggota Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM) yang beranggotakan 24 orang. Jumlah kelinci yang diamati sebanyak 325 ekor. Kelinci Flemish Giant (FG) terdiri dari 40 ekor anak kelinci (umur 60 hari), kelinci muda jantan 13 ekor, kelinci muda betina 16 ekor, kelinci dewasa jantan 25 ekor dan kelinci dewasa betina 53 ekor. Kelinci English Spot (ES) terdiri dari 45 ekor anak kelinci, kelinci muda jantan 11 ekor, kelinci muda betina 17 ekor, kelinci dewasa jantan 13 ekor dan kelinci dewasa betina 26 ekor. Kelinci New Zealand White (NZW) terdiri dari 23 ekor anak kelinci, kelinci muda jantan 12 ekor, kelinci muda betina 12 ekor, kelinci dewasa jantan 5 ekor dan kelinci dewasa betina 14 ekor. Peralatan yang digunakan berupa timbangan kapasitas 2,5 kg (skala 10 g), timbangan pegas kapasitas 11 kg (skala 100 g), keranjang kelinci dan pita ukur. (a) (b) (c) (d) Gambar 2. (a) timbangan kapasitas 2,5 kg, (b) timbangan pegas, (c) keranjang kelinci, (d) pita ukur

28 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei dan pengamatan langsung pada ternak kelinci. Lokasi penelitian ditentukan atas saran dinas pemerintahan Kantor Informasi Pertanian Perikanan dan Kehutanan (KIPPK). Desa Pakunden merupakan salah satu desa yang memiliki paguyuban peternak kelinci. Data yang diambil terdiri dari data primer yang dikumpulkan melalui pengisian borang dari seluruh anggota KPKM (24 orang). Data tersebut meliputi identifikasi keluarga, tingkat pendidikan, jumlah ternak yang dimiliki peternak (jenis kelinci, jenis kelamin dan umur kelinci), produktivitas kelinci dan manajemen pemeliharaan (perkandangan, pakan dan penyakit). Data sekunder diperoleh dari instansi terkait meliputi jumlah penduduk, potensi lahan, daya dukung lahan, populasi ternak dan hal-hal yang berhubungan dengan produksi peternakan. Pengelompokan ternak berdasarkan bangsa, umur dan jenis kelamin untuk mengetahui bobot hidup. Pembagian umur terdiri dari: anak (umur hari), muda (umur hari) dan dewasa (umur 180 hari). Peubah Produksi dan Reproduksi 1. Bobot hidup dan bobot sapih, diperoleh dengan cara penimbangan menggunakan timbangan gantung kapasitas 11 kg dan timbangan kapasitas 2,5 kg (satuan kg). Penimbangan dilakukan pada pagi atau sore hari sebelum kelinci diberi makan. 2. Umur pertama ternak dikawinkan, diperoleh dari catatan peternak (pemilik) kelinci melalui pengisian borang (satuan bulan). 3. Lama bunting, diperoleh dari catatan peternak (pemilik) kelinci melalui pengisian borang (satuan hari) 4. Jumlah anak sepelahiran, diperoleh melalui pengamatan langsung dan catatan peternak (satuan ekor). 5. Jarak waktu beranak ke pengawinan kembali, merupakan selang waktu setelah induk melahirkan sampai dikawinkan kembali (satuan hari) yang diperoleh melalui catatan peternak (satuan ekor). 6. Umur penyapihan, merupakan waktu saat anak dipisahkan dari induknya agar tidak menyusu (satuan hari atau bulan). 7. Jenis pakan, jenis-jenis pakan yang diberikan pada kelinci dicatat dalam borang yang diperoleh melalui pengamatan. 16

29 8. Jenis dan bentuk kandang, diperoleh dari pengamatan langsung bahan-bahan pembuatan kandang, bentuk kandang dan luasan kandang (satuan m 2 ). Peubah Populasi 1. Jumlah ternak (jantan dan betina), diperoleh dari penghitungan jumlah kelinci jantan dan betina yang dimiliki oleh semua responden (satuan ekor dan %). 2. Jumlah kelinci yang dibeli, yaitu berapa banyak kelinci yang dibeli peternak ratarata per bulannya (satuan ekor dan %). 3. Jumlah kelinci yanng dijual, yaitu berapa banyak dalam satu bulan peternak menjual kelincinya (satuan ekor dan %). 4. Jumlah kelinci yang hilang dan mortalitas (satuan ekor dan %). 5. Jumlah kelinci yang dipotong untuk dikonsumsi (satuan ekor dan %). Prosedur Penelitian Persiapan Penelitian Perijinan dilakukan sebelum melakaukan penelitian kepada instansi terkait, yaitu Kantor Informasi Penyuluh Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Magelang. Perijinan tersebut digunakan sebagai dasar hukum bahwa penelitian yang dilakukan resmi dan diakui. Koordinasi dengan Kelompok Peternak Kelinci Mandiri terutama dengan ketua kelompok diharapkan lebih mengenal situasi dan kondisi peternakan di lokasi penelitian. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan survei langsung dari satu peternak ke peternak lain dari seluruh anggota asosiasi (24 orang). Data yang diambil selama penelitian meliputi identitas peternak, produktivitas ternak, dan manajemen pemeliharaan sesuai dengan kuisioner yang telah disiakan. Identitas peternak diperoleh dengan wawancara langsung pada peternak. Data produktivitas ternak dan manajeman pemeliharaan diperoleh dengan pengamatan, penimbangan, dan catatan yang dimililki peternak. Penimbangan bobot badan induk kelinci dilakukan sekali selama penelitian. Penimbangan bobot anak kelinci dan bobot sapih kelinci yang ada saat penelitian. Ukuran luas kandang dihitung per m 2 per ekor dan dicatat bahan yang digunakan. Data mengenai jumlah penduduk, potensi lahan, daya dukung lahan, 17

30 populasi ternak dan hal-hal yang berhubungan dengan produksi peternakan diperoleh dari instansi Desa terkait. Analisis Data Data kelinci yang diperoleh pada setiap bangsa, jenis kelamin dan kelompok umur dianalisis menjadi nilai rerata ( Χ ), simpangan baku (s), dan koefisien keragaman (KK) dengan prosedur statistik berikut: Χ = n i=1 n x i s = Keterangan : n ( xi Χ) i= 1 n 1 s Χ KK(%) = ( 100% ) xi 2 adalah ukuran ke i dari peubah x dan n adalah jumlah sampel yang diambil dari populasi (Walpole, 1995). Untuk mempelajari pengaruh perbedaan rerata bobot hidup, umur pertama ternak dikawinkan, lama bunting, jumlah anak sepelahiran, umur sapih, bobot sapih dan jarak waktu pengawinan kembali setelah beranak, dianalisis dengan sidak ragam (ANOVA) dengan model matematis menurut Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut: Yij = µ + τ i + є ij Yij = respon peubah yang diamati, µ = rataan umum, τ = pengaruh bangsa ke-i (i=1,2,3), dan є ij = pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j. Apabila berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan menggunakan program SAS 6.12 (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). 18

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Desa Pakunden terdiri dari sembilan kampung, terletak pada ketinggian 202 m di atas permukaan laut (dpl) dengan kisaran suhu antara C dan kelembaban berkisar antara 72 hingga 92%. Bentang lahan hanya terdiri dari dataran dengan luas 308,82 ha. Dilihat dari segi lingkungan Desa Pakunden kurang kondusif untuk mendapatkan produktivitas yang optimal bagi kelinci. Menurut hasil penelitian Suarjaya (1985), kelinci yang diberi perlakuan suhu kandang 30 0 C mengalami pertambahan bobot badan per minggu yang terendah (104,9 g) dibandingkan dengan perlakuan suhu kandang C dan suhu kurang dari 20 0 C yang dapat mencapai pertambahan bobot badan 185,4 g dan 193,6 g/minggu. Lukhefahr dan Cheeke (1990b) menyatakan bahwa, produktivitas kelinci dapat optimal pada kondisi lingkungan dengan suhu udara 18 0 C dan tingkat kelembaban udara 70%. Pada suhu yang tinggi, yaitu 30 0 C bobot hidup kelinci betina rendah, bobot total anak saat lahir yang relatif rendah, pertumbuhan yang lambat dan ketahanan hidup yang rendah pada anak kelinci (Fernandez et al., 1995). Data geografis Desa Pakunden disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kondisi Geografis Desa Pakunden Uraian Pakunden Luas desa (ha) 308,82 Ketinggian dpl (m) 202,00 Curah hujan (mm/thn) 1123,00 Suhu rata-rata ( 0 C) 27,60 Bentang lahan (ha) a. Dataran 308,82 b. Perbukitan/pegunungan - Sumber: Data Monografi Desa 2005 Perkembangan ternak kelici di Desa Pakunden didukung dengan letak wilayah yang tidak jauh dari tempat pemasaran. Pasar khusus untuk ternak kelinci di Magelang telah berkembang dari tahun 2005, tepatnya di daerah Muntilan. Selain itu kelinci biasanya dipasarkan di tempat-tempat wisata antara lain Borobudur dan di wilayah Yogjakarta.

32 Data penggunaan lahan di Desa Pakunden disajikan pada Tabel 4. Areal persawahan yang cukup luas di Desa Pakunden (60,88%) dengan hasil utama padi. Potensi lahan untuk tanaman padi cukup baik dengan didukung adanya usaha penggilingan padi, sehingga menjadikan desa tersebut sebagai salah satu desa swasembada di Kecamatan Ngluwar. Dari hasil pertanian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pakan ternak kelinci, yaitu sisa hasil produk pertanian berupa dedak padi. Tabel 4. Penggunaan Lahan di Desa Pakunden. Penggunaan Lahan Persentase (%) Persawahan 60,88 Pekarangan/bangunan 27,52 Tegalan 2,59 Lain-lain (sungai, jalan dan makam) 9,01 Total 100,00 Sumber: Data Monografi Desa 2005 Tanah pekarangan yang dimiliki penduduk umumnya ditanami pohon kelapa, aren, melinjo dan salak. Pohon kelapa yang tercatat dalam laporan monografi desa berjumlah 975 pohon, lima pohon aren dan 298 pohon melinjo. Tanah tegalan biasanya ditanami singkong atau kacang tanah, namun data produksi tanaman tersebut belum tercatat pada laporan monografi desa baik untuk tahun 2005 maupun ditahun-tahun sebelumnya. Adanya sungai di sekitar desa tersebut menyebabkan banyak penduduk yang memelihara itik. Kependudukan Jumlah penduduk di Desa Pakunden sebanyak jiwa, terdiri dari 929 kepala keluarga (KK). Komposisi penduduk pria dan wanita pada desa tersebut hampir seimbang, persentase pria dan wanita adalah 51,34 dan 48,66%. Usia kerja produktif merupakan salah satu faktor pendukung pengembangan ternak kelinci. Persentase tenaga kerja produktif di Desa Pakunden sebesar 56,17%. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian jauh lebih tinggi dibanding di luar sektor pertanian yaitu dengan persentase 64,81 dan 20

33 35,19%. Data tersebut dapat diasumsikan bahwa apabila anggota keluarga terlibat dalam usaha tani secara efisien maka penduduk cukup potensial untuk pengembangan usaha pertanian dan peternakan yang ada. Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Mata Pencaharian dan Tingkat Pendidikan di Desa Pakunden Uraian Jumlah Persentase (orang) (%) Jumlah Penduduk (929 KK) ,00 Jenis Kelamin: Usia: Pria ,34 Wanita , tahun ,01 >15-50 tahun ,17 >50 tahun ,82 Mata Pencaharian: Sektor pertanian ,81 Di luar sektor pertanian ,19 Tingkat Pendidikan SD ,60 SMP ,80 SMA ,70 S1 45 1,42 Tidak tamat SD ,37 Tidak sekolah ,11 Sumber: Data Monografi Desa 2005 Tingkat pendidikan penduduk di desa tersebut masih rendah, karena sebagian besar (35,60) hanya sampai Sekolah Dasar. Penduduk yang mencapai tingkat pendidikan SMP sebanyak 594 orang (18,80%), SMA sebanyak 654 orang (20,70%) dan perguruan tinggi hanya 1,42%. Pendidikan cukup berpengaruh dalam mengadopsi teknologi dan pengetahuan, selain itu faktor yang menentukan keberhasilan usaha ternak kelinci yaitu adanya keinginan peternak untuk maju 21

34 dengan memperbanyak pengalaman dan tidak menutup diri untuk saling bertukar informasi. Karakteristik Peternak Kelinci Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM) Awal berdirinya Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM) di Desa Pakunden atas dasar keinginan masyarakat untuk dapat mengembangkan ternak kelinci khususnya para penggemar kelinci. Adanya program pemerintahan yang bertujuan untuk menjadikan Kabupaten Magelang sebagai salah satu daerah sentra kelinci juga menjadikan faktor berdirinya KPKM. Kelompok Peternak Kelinci Mandiri (KPKM) berdiri sejak Oktober 2002 dengan jumlah anggota 55 orang dan populasi kelinci dewasa ±842 ekor. Pada saat penelitian berlangsung jumlah anggota yang masih aktif dan memiliki kelinci hanya 24 orang. Penurunan anggota tersebut disebabkan peternak tidak mampu menjamin kelanjutan usahanya, karena faktorfaktor tertentu sehingga kelinci yang dimiliki telah habis. Faktor-faktor tersebut antara lain kelinci telah terjual, kurang modal, sulitnya mendapatkan bibit serta kematian. Identitas Peternak Kelinci Identitas responden peternak kelinci di Desa Pakunden disajikan pada Tabel 6. Peternak kelinci yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 91,67% sedangkan wanita hanya 8,33%. Tujuan pemeliharaan ternak kelinci menurut responden sebagai tambahan penghasilan, hobi menjadikan hewan kesayangan, konsumsi keluarga, terutama dibutuhkan pada waktu tertentu, sebagai tabungan, karena dapat dijual dengan cepat dan dari segi pakan yang mudah didapat yaitu rumput, dedak padi dan ampas tahu. Rumput yang digunakan sebagai pakan kelinci adalah rumput lapang yang didapat dari sawah, tegalan dan dipinggir-pinggir sawah. Limbah pertanian dedak diperoleh dari tempat penggilingan padi maupun penjual makanan ternak, sedangkan ampas tahu diperoleh dari perusahaan pembuat tahu yang berada di Desa tersebut. Usia peternak kelinci di Desa Pakunden 95,83% tergolong usia produktif. Pendidikan dan ketrampilan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam melakukan suatu usaha. Persentase pendidikan peternak di desa Pakunden yang terbanyak adalah Sekolah Menengah Umum, hal ini sangat berpengaruh terhadap 22

35 tingkat kemampuan peternak dalam mengadopsi dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun tidak hanya tingkat pendidikan yang dapat dijadikan tolak-ukur cepat lambatnya adopsi teknologi, tetapi juga tempat yang mendukung informasi cepat didapat. Tabel 6. Identitas Responden Anggota KPKM Uraian Jumlah Persentase (orang) (%) Jumlah Anggota ,00 Jenis Kelamin Pria 22 91,67 Wanita 2 8,33 Usia (thn) < , ,50 > ,17 Pendidikan S1 2 8,33 SMA 12 50,00 SLTP 1 4,17 SD 6 25,00 Tidak sekolah 3 12,50 Pekerjaan Tani 12 50,00 Buruh tani/tukang 3 12,50 Padagang/Wiraswasta 6 25,00 Peternak 2 8,33 PNS 1 4,17 Mata pencaharian responden umumnya sebagai petani, baik yang memiliki lahan sendiri maupun sebagai buruh tani. Hanya sebagian kecil saja responden yang bekerja diluar sektor pertanian, diantaranya sebagai pedagang/wiraswasta dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Beternak kelinci dapat dijadikan sebagai usaha sampingan yang cocok untuk petani, karena waktu yang dibutuhkan untuk 23

36 merawatnya cukup singkat, selain itu limbah kelinci yang berupa kotoran, urin dan sisa pakannya dapat dijadikan pupuk. Populasi dan Kepadatan Ternak Penyebaran dan kepadatan populasi ternak di suatu wilayah perlu diketahui untuk mengetahui kemampuan daya tampung lahan di wilayah tersebut. Menurut Murtidjo (1993), kapasitas tampung adalah kemampuan areal padang penggembalaan atau kebun rumput untuk menampung sejumlah ternak sehingga kebutuhan pakan hijauan cukup tersedia. Data Laporan Monografi Desa Pakunden per 27 Februari 2005 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis dan Jumlah Ternak di Desa Penelitian Pemilikan Ternak Jumlah Persentase (ekor) (ST) (%) Sapi Perah Sapi Biasa/pedaging 82 58,50 1,53 Kerbau 55 46,25 3,24 Kambing/Domba ,22 3,24 Kuda 1 1,00 0,02 Babi Ayam Kampung ,55 58,85 Ayam Ras ,00 27,98 Itik 394 3,94 7,35 Total ,46 100,00 Keterangan: ST: Satuan Ternak Sumber: Data Monografi Desa 2005 Ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat adalah ayam kampung, ayam ras dan itik. Ternak sapi biasa/daging dan kerbau jumlahnya lebih sedikit dari ternak lain dikarenakan sudah banyak penduduk yang tidak lagi menggunakan tenaga kerbau atau sapi untuk membajak sawahnya melainkan dengan mesin traktor. Berdasarkan data tersebut tidak didapatkan populasi sapi perah, hal ini disebabkan keterbatasan modal, pakan dan pemasaran hasil produksi. Populasi ternak unggas merupakan ternak terbesar di desa Pakunden. Pemeliharaan yang mudah dan tidak memerlukan lahan yang luas untuk pemeliharaan mendukung ternak unggas lebih berkembang. 24

37 Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa di Desa Pakunden terdapat 0,57 Satuan Ternak (ST)/ha. Berarti desa tersebut termasuk daerah minus ternak, karena satuan ternaknya berbanding luasan lahan (ha) lebih kecil dari satu, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengembangan ternak besar maupun kecil, karena ternak yang dipelihara tidak berimbang dengan luasan lahan dan pakan yang tersedia di alam. Populasi Kelinci Hasil survei terhadap paternak responden menunjukkan bahwa total populasi kelinci Flemish Giant, English Spot dan New Zealand White yaitu 651 ekor, Flemish Giant merupakan kelinci dengan populasi tertinggi yaitu 341 ekor (54,82%), diikuti kelinci English Spot 200 ekor (27,33%) dan New Zealand White 110 ekor (17,85%). Kelinci Flemish Giant lebih diminati, karena ukurannya yang besar dan persentase karkas yang tinggi. Menurut Lukhefahr (1981), Flemish Giant murni memiliki persentase karkas tertinggi dan rasio daging:tulang yang sama seperti New Zealand White. Meskipun demikian, karena rendahnya kualitas induk (mothering ability), disarankan tidak menggunakan Flemish Giant murni pada produksi kelinci secara komersial. Tabel 8. Struktur Populasi Ternak Kelinci Kelompok Flemish Giant English Spot NZW (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) Anak 2bulan , , ,09 Muda ( hari): Jantan 13 3, , ,91 Betina 20 5, , ,82 Dewasa: Jantan 25 7, ,50 5 4,54 Betina 75 21, , ,64 Jumlah , , ,00 Peternak kelinci di Desa Pakunden kurang menyukai kelinci New Zealand White, diduga karena kelinci tersebut telah banyak tercampur dengan kelinci lokal 25

38 yang memiliki ukuran tubuh kecil. Menurut Adjisoedarmo (1985), kelinci lokal Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg. Bardasarkan Tabel 8, jumlah kelinci betina dewasa lebih banyak dibanding kelinci jantan. Hal ini karena kelinci betina mampu menghasilkan anak yang banyak, sedangkan kelinci jantan dipelihara hanya untuk menjadi pejantan saja. Beberapa peternak tidak memiliki kelinci jantan, untuk melakukan perkawinan dilakukan peminjaman kelinci jantan milik tetangga. Kepemilikan kelinci dewasa jantan berbanding betina kurang diperhatikan, dengan rasio perbandingan jantan dan betina 1:3. Perbandingan penggunaan jantan dan betina tidak berbeda dengan hasil penelitian Khusnia (2001) yaitu di Desa Salajambe dan Mangunkerta 1:2, sedangkan di Desa Galudra 1:3. Menurut Morrow (1994), rasio jantan dan betina yang baik adalah satu banding sepuluh ekor. Perbandingan penggunaan pejantan dan betina yang masih terlalu tinggi diperlukan optimasi penggunaan pejantan yakni dengan tidak menjual semua anak kelinci maupun kelinci muda, melainkan harus menekan pengeluaran kelinci betina yang akan dijadikan sebagai replacement stock serta dilakukan seleksi pejantan yang lebih intensif. Penjualan, Pembelian dan Pemotongan Kelinci Total penjualan kelinci muda dan dewasa baik jantan maupun betina pada bangsa kelinci Flemich Giant lebih tinggi dibanding kelinci English Spot maupun New Zealand White. Penjualan kelinci muda Flemish Giant sebanyak 17 ekor atau sebesar 19,05% dari penjualan kelinci Flemish Giant dan 43,59% dari total penjualan tiga bangsa kelinci. Jumlah penjualan kelinci English Spot menempati urutan kedua yaitu 20,51% untuk kelinci muda dan 7,69% kelinci dewasa dari total penjualan tiga bangsa kelinci. Kelinci New Zealand White, penjualan tertinggi terjadi pada anak yaitu sebesar 54,14% dari total penjualan New Zealand White atau sebesar 10,26% dari total penjualan tiga bangsa kelinci, tingkat penjualan yang tinggi pada anak disebabkan anak kelinci tersebut dijual sebelum lepas sapih bersama induknya. Sistem penjualan kelinci biasanya telah ditetapkan oleh peternak yaitu dengan sistem paket. Satu paket kelinci muda terdiri dari dua betina dan satu pejantan, tetapi untuk penjualan induk tergantung permintaan pembeli. Tidak jarang peternak menjual induk kelinci bersama anak-anak sepelahiran yang belum disapih. Harga satu paket kelinci muda berkisar Rp ,00 sampai Rp ,00, kelinci 26

39 betina dewasa Rp ,00 sampai Rp ,00 dan kelinci jantan dewasa Rp ,00 sampai ,00. Perbandingan antara penjualan dan pembelian kelinci yaitu 1:1 sampai 1:3. Jumlah penjualan ternak yang lebih tinggi dibanding jumlah pembelian, dapat menyebabkan kurangya bibit ternak pengganti, pembibitan tidak berjalan dengan baik, karena ternak unggul telah ikut terjual dan peternak tidak dapat menjamin kontinuitas produksi. New Zealand White merupakan kelinci dengan tingkat pemotongan tertinggi yaitu sebesar 71,43% dari jumlah pemotongan tiga bangsa kelinci. Pemotongan kelinci dilakukan apabila ternak sudah terlalu tua, produksi rendah dan apabila terjadi kecacatan pada kelinci baik bawaan dari lahir maupun akibat kecelakaan. Selain itu pemotongan juga dilakukan secara sengaja untuk konsumsi keluarga sebagai sumber protein hewani. Mortalitas Kelinci Selain penjualan, pembelian dan pemotongan, pengurangan jumlah kelinci juga disebabkan oleh kematian. Kematian yang sering terjadi yaitu pada anak kelinci. Mortalitas merupakan salah satu faktor yang menentukan efisiensi produksi suatu usaha ternak. Menurut Sastrodihardjo (1985), biasanya yang menyebabkan kematian antara lain anak mati sejak lahir, terjepit kandang, jatuh ke lantai, dimakan predator, persaingan dalam menyusu, produksi susu induk yang kurang, terkena penyakit dan pemeliharaan yang kurang baik. Faktor penyebab kematian anak kelinci di peternakan rakyat Desa Pakunden disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Faktor Penyebab Kematian pada Anak Kelinci Penyebab Kematian Flemish Giant English Spot New Zealand White (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) Penyakit 33 46, , ,33 Terinjak Induk 20 28, , ,67 Predator 8 11, , ,89 Kecelakaan 10 14, , ,11 Total , , ,00 27

40 Hasil survei menunjukkan tingkat kematian anak tertinggi disebabkan karena penyakit. Penyakit yang biasa terjadi yaitu diare, kembung dan kudis. Penanganan terhadap diare dan kembung dilakukan dengan cara pengurangan pemberian pakan yang berkadar air tinggi dan sebelum hijauan diberikan dilayukan terlebih dahulu. Kelinci yang menderita kudis dipisahkan dari kelinci yang lain, karena penyakit ini cepat menyebar dan menular. Menurut Sardjono (1997), dalam pencegahan dan pengendalian penyakit kudis perlu diperhatikan pola hidup, sanitasi, pemindahan kelinci, karantina dan pengobatan. Kematian anak kelinci Flemish Giant adalah 34,14% dari 208 jumlah anak yang lahir, English Spot 28,16% dari 103 ekor jumlah anak yang lahir dan 27,69% pada New Zealand White dari 65 ekor jumlah anak yang lahir. Hasil tersebut lebih rendah dari penelitian Balfas (2002), rataan kematian anak pada sistem produksi intensif dan semi intensif pada kelinci New Zealand White yaitu sebesar 54,84% dan 34,61%. Tingkat kematian anak kelinci yang lebih rendah diperoleh Khusnia (2001) di Kabupaten Cianjur yaitu sebesar 16,31%-25,29%. Cara penanganan yang kurang tepat, kualitas pakan yang rendah serta cuaca merupakan faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian anak kelinci. Faktor kematian terendah karena terinjak induk terjadi pada kelinci New Zealand White yaitu 16,67%. Lukhefahr et al. (1983), menyatakan bahwa New Zealand White tekenal dengan sifat perindukan (mothering ability) yang baik. Selain itu kematian anak kelinci juga disebabkan oleh predator yaitu tikus. Kecelakaan yang terjadi pada kelinci disebabkan manajemen perkandangan yang kurang diperhatikan, antara lain kandang berlubang sehingga kelinci bisa melompat keluar, penyusunan bambu/kayu lantai kandang yang terlalu lebar dan kelalaian peternak tidak menutup pintu kembali setelah memberi makan. Pemeliharaan Kelinci Perkandangan Bahan kandang yang digunakan terdiri dari bambu, kayu dan kawat. Bahan dinding kandang umumnya terbuat dari kawat (87,5%), bahan atap dari seng, plastik/terpal, kayu/papan, dan genteng. Lantai kandang dibuat bercelah untuk mempermudah kotoran dan urin ternak dapat jatuh ke tanah atau di tempat penampungan, sehingga memudahkan membersihkannya. 28

41 Menurut Raharjo (2005), kandang kelinci dapat dibuat dari kayu, bambu atau kawat. Kandang kawat lebih higienis dan terlihat bersih, namun dapat menyebabakan luka pada kaki. Kandang alas bambu, lebih elastis dan tidak menyebabkan luka, tetapi perlu dibersihkan setiap hari dan kesannya kurang bersih, serta lebih mudah mengakibatkan diarhae pada kelinci. Kandang yang baik adalah kombinasi dari kayu, bambu dan kawat. Rerata ukuran kandang yaitu 69,71±6,72 cm untuk lebar, 81,47±13,89 cm untuk panjang, dan 61,76±7,28 cm untuk tinggi. Menurut Raharjo (2005), ukuran kandang kelinci induk minimal adalah 75x70x40 cm dan lebih besar lebih baik. Ukuran kandang serupa dapat digunakan untuk anak lepas sapih, atau 2-3 ekor anak umur 3-4 bulan. Jenis bahan, model dan letak kandang yang digunakan di peternakan rakyat Desa Pakunden disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Jenis Bahan, Model dan Letak Kandang Uraian Jumlah Responden Persentase (orang) (%) Jumlah Responden ,00 Jenis Bahan Kandang: Bambu dan Kayu 1 4,17 Bambu dan Kawat 2 8,33 Bambu, Kayu dan Kawat 21 87,50 Model Kandang: Battery 16 66,67 Battery dan Postal 8 33,33 Letak Kandang: Di dalam Rumah 3 12,50 Di luar Rumah 21 87,50 Sebagian besar masyarakat (66,67%) memilih membuat model kandang battery (Gambar 3), yaitu kandang yang hanya diisi satu ekor kelinci dengan tujuan untuk menghindari perkelahian antar kelinci. Model kandang battery bisa bebentuk berjajar atau bentuk bertingkat. Kandang sistem postal mempunyai ruang yang lebih luas, dengan setiap ruang diisi dengan beberapa ekor kelinci yang berjenis kelamin sama. Kandang sistem ini biasanya digunakan untuk pembesaran atau panggemukan 29

42 kelinci yang telah disapih sampai menjelang dewasa. Kandang yang berisi 3-5 ekor kelinci berukuran 100 cm untuk panjang, dan 75 cm untuk lebar. Gambar 3. Disain Kandang Battery Bertingkat yang Banyak Terdapat Di Peternakan Rakyat Hasil penelitian Kurniawati (2001) menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot hidup kelinci dengan kepadatan kandang 4 ekor/m 2 lebih tinggi dibanding kepadatan 8 ekor/m 2 yaitu 13,418±2,754 g/ekor/hari dan 12,568±2,704 g/ekor/hari. Secara statistik perbedaan kepadatan kandang tersebut tidak bebeda nyata terhadap pertambahan bobot hidup (P>0,05), meskipun terdapat kecenderungan bahwa kepadatan kandang 8 ekor/m 2 pertambahan bobot hidupnya lebih rendah dibanding kepadatan 4 ekor/m 2. Tabel 11. Frekuensi Pembersihan Kandang Frekuensi Jumlah Responden Persentase (orang) (%) 1 kali/hari 5 20,84 2 kali/hari 9 37,50 2 kali/minggu 2 8,33 1 kali/minggu 6 25,00 1 kali/2 minggu 2 8,33 Jumlah ,00 Peternakan yang baik, harus mencegah semua sumber penyakit yang menyebabkan kelinci terganggu kesehatannya. Pengelolaan kandang tidak hanya ditujukan untuk sanitasi, tetapi juga untuk kerapihan yang akan memberikan suasana 30

43 yang baik untuk bekerja, serta memberikan kepercayaan kepada pembeli bahwa peternakan tersebut sangat baik. Pembawa penyakit adalah insekta, kotoran yang menumpuk di dalam kandang dan air minum yang tidak bersih. Kandang perlu dibersihkan dari kotoran, urin dan sisa pakan, paling tidak satu kali sehari, termasuk tempat pakan dan tempat air minum yang baru diberikan (Herman, 2002). Pada Tabel 11 memperlihatkan bahwa kesadaran peternak akan kebersihan sudah cukup baik. Pembersihan kandang dilakukan sebelum pemberian pakan pada pagi atau sore hari. Pembersihan kandang yang dilakukan per minggu ditujukan untuk pengomposan. Sisa hijauan yang tidak termakan dan telah bercampur urin dan kotoran dibiarkan dibawah kandang, setelah 1-2 minggu digunakan sebagai pupuk di sawah. Pakan Kelinci Peningkatan efisiensi pakan merupakan salah satu faktor yang senantiasa diupayakan dalam usaha ternak, antara lain melalui pemanfaatan bahan pakan potensial bagi kelinci dalam arti ketersediaan tinggi, komponen gizi memadai dan harganya murah. Pada Tabel 12 memperlihatkan bahwa jenis pakan/bahan pakan yang diberikan pada ternak kelinci sebagian besar berupa campuran ampas tahu, konsentrat, dan rumput lapang (33,33%). Perbandingan pemberian ampas tahu dan konsentrat yaitu antara 20:1 sampai 10:1. Konsentrat yang diberikan yaitu konsentrat sapi dengan harga ± Rp 2.500,00/kg. Pakan yang berupa hijauan diberikan ad libitum. Ampas tahu telah lama digunakan sebagai pakan ternak terutama ruminansia. Selain itu juga digunakan untuk kelinci pada pola peternakan rakyat. Menurut Murtisari (2005), pemberian ampas tahu untuk kelinci mampu memberikan respon yang lebih baik, karena dapat meningkatkan bobot badan. Pada penelitian tersebut ampas tahu diberikan sebagai konsentrat tunggal dan ampas tahu dikombinasikan dengan bekatul, dibandingkan dengan pemberian bekatul bersama konsentrat komersial. Ketiga macam konsentrat tersebut diberikan bersama rumput lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBBH yang diperoleh sebesar 31,95; 30,53 dan 33,95 g/ekor/hari. 31

44 Tabel 12. Jenis Pakan dan Frekuensi Pemberian Pakan Uraian Jumlah Peternak Persentase Jenis Pakan (orang) (%) RL 4 16,67 RL+D 2 8,33 AT+RL 6 25,00 AT+K+RL 8 33,33 AT+D+RL 1 4,17 AT+K+D+RL 3 12,50 Jumlah ,00 Frekuensi Pemberian Pakan (per hari) 1 kali 1 4,17 2 kali 21 87,50 3 kali 2 6,33 Jumlah ,00 Keterangan: RL : Rumput Lapang D : Dedak/bekatul AT : Ampas Tahu K : Konsentrat Pakan komersial bentuk pelet yang merupakan campuran hijauan dan konsentrat pada peternakan intensif dibuat dengan imbangan 50-60% hijauan, 50-40% konsentrat (Ensminger, 1991). Dalam kaitannya dengan pemberian konsentrat, Rahardjo et al. (2004) melaporkan hasil penelitiannya pada ternak kelinci Rex yang diberi rumput lapang ad libitum (100%) dan rumput lapang ad libitum ditambah konsentrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans produksi terbaik ditunjukkan oleh pemberian rumput lapang ad libitum ditambah 60 g konsentrat dengan pertambahan bobot badan sebesar 1191 g/ekor, selama 12 minggu, sedangkan pada kelinci yang diberikan rumput lapang ad libitum tanpa konsentrat, pertambahan bobot badannya hanya sebesar 610 g/ekor. Menurut hasil penelitian Patriansyah (2001), pemberian pakan (konsentrat dan rumput lapang) secara ad libitum dapat memberikan pertambahan bobot badan harian pada kelinci dengan pola warna bercak-bercak hitam (pola warna English Spot) sebesar 30,240±6,190 g/ekor/hari, disusul oleh kelompok kelinci warna putih (pola warna New Zealand White) yaitu 21,728±0,987 g/ekor/hari dan yang paling 32

45 rendah adalah kelompok kelinci dengan pola warna coklat yaitu 18,528±5,287 g/ekor/hari. Umumnya pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari pada pukul dan sore hari pada pukul Mengingat kelinci termasuk binatang malam, dimana aktivitasnya lebih banyak dilakukan pada malam hari, maka pemberian volume pakan terbanyak pada sore hari sampai malam hari (Muslih et al., 2005). Menurut Harsojo dan Lestari (1988), kelinci yang diberi pakan dari pukul bobot badannya lebih tinggi dibanding kelinci yang diberi pakan dari pukul Peternak kelinci di Desa Pakunden tidak memberikan air minum ad libitum pada kelincinya, hal ini karena ampas tahu yang diberikan sebagai pakan sudah banyak mengandung air dan dikhawatirkan ternak sering minum akan menyebabkan kembung. Air minum hanya diberikan pada kelinci yang sedang bunting dan menyusui. Menurut Sanford (1979), air sangat diperlukan untuk melancarkan makanan dalam saluran pencernaan, terlebih lagi terkait dengan produksi susu bagi induk yang sedang menyusu. Hasil penelitian Suarjaya (1985) menunjukkan bahwa konsumsi air minum/minggu/ekor pada kelinci lokal 1.354,4 ml dan kelinci impor 1.560,4 ml. Produktivitas Kelinci Karakteristik Tiga Bangsa Kelinci di Peternakan Rakyat Desa Pakunden Fenotipe kelinci yang dapat digunakan sebagai penciri yang khas dari suatu bangsa kelinci adalah warna dan pola warna. Tiga bangsa kelinci yang diamati mempunyai warna yang bervariasi. Bangsa kelinci Flemish Giant di peternakan rakyat Desa Pakunden sebagian besar berwarna fawn (80%), coklat (12,50%), steel gray (5,00%) dan warna hitam (2,50%). Pola warna yang banyak dijumpai adalah white-belly (90,00%), yaitu warna yang lebih terang atau cenderung krem pada bagian perut. Umumnya kelinci ini memiliki bobot dewasa lebih dari 3 kg, lebih tinggi dibanding kelinci English Spot maupun New Zealand White. Kelinci English Spot berwarna putih dengan tutul hitam, coklat, atau kuning emas pada daerah perut dan sekitar mata, telinga berwarna hitam, dan sepanjang punggung ada garis hitam sampai ke ujung ekor serta hidung diliputi bulu hitam berbentuk kupu-kupu (Petplanet.co.uk., 2004). Kelinci yang disebut spot oleh 33

46 peternak diduga sebagai kelinci English Spot, dengan ciri-ciri warna putih dan pola warna bercak pada bagian perut, punggung, daun telinga, hidung dan lingkar mata. Warna bercak pada kelinci ini umumnya coklat (80%) dan bercak hitam (20%). Menurut Lebas et al. (1986), New Zealand White merupakan kelinci albino, bulunya putih dan mata merah, kelinci ini termasuk bangsa medium untuk produksi daging komersial. Diduga kelinci New Zealand White yang ada dipeternak telah terjadi persilangan dengan kelinci lokal. Kelinci hasil persilangan New Zealand White dengan kelinci lokal biasa disebut peternak sebagai kelinci bligon. dengan bobot hidup dewasa kurang dari 2,5 kg. Cahyono (1998) menyatakan, bahwa kelinci yang memiliki pola warna coklat memiliki rataan bobot hidup dan pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi daripada warna putih atau hitam. Kulit yang berwarna coklat memiliki kadar tirosin yaitu salah satu asam amino esensial, yang lebih banyak dibanding warna lain. Hal itulah yang diduga menyebabkan kelinci warna coklat memiliki pertumbuhan yang lebih cepat. Bobot Hidup Salah satu faktor untuk mengetahui kemampuan produktivitas ternak kelinci yaitu dengan mengetahui bobot badan. Berdasarkan hasil analisis ragam bobot badan kelinci pada Tabel 13 menunjukkan bahwa bobot hidup anak kelinci Flemish Giant umur hari lebih berat dibandingkan dengan kelinci English Spot dan New Zealand White. Menurut tipenya, bangsa kelinci Flemish Giant berbeda dengan bangsa English Spot dan New Zealand White. Meskipun demikian tidak semua hasil analisis statistik bobot hidup bangsa kelinci tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata. Menurut Ozimba dan Lukhefahr (1991), perbedaan tersebut dapat disebabkan karena beberapa faktor, antar lain keragaman genetik dan kemurnian bangsa yang masih diragukan, kondisi dari masing-masing kelinci, lingkungan dan konsumsi pakan. 34

47 Tabel 13. Rerata dan Koefisien Keragaman Bobot Hidup Tiga Bangsa Kelinci Kelompok Flemish Giant English Spot NZW Bobot KK Bobot KK Bobot KK (kg) (%) (kg) (%) (kg) (%) Anak hari 0,72±0,08 A 11,11 0,58±0,05 B 8,62 0,51±0,01 C 1,96 Muda hari: Jantan 2,49±0,42 a 16,87 2,42±0,43 a 17,77 1,95±0,58 b 30,01 Betina 2,20±0,34 a 15,49 1,82±0,27 b 14,92 1,65±0,26 b 15,97 Dewasa 180 hari: Jantan 3,41±0,52 15,36 3,43±0,65 18,87 3,01±0,23 7,48 Betina 3,38±0,44 a 13,14 3,43±0,54 a 15,64 2,73±0,50 b 18,45 Huruf besar superkrip menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01) dan huruf kecil superskrip menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Keterangan: NZW = New Zealand White KK = Koefisien Keragaman. Menurut Gasnier (1948) dalam Wiradarya et al. (2005), pertumbuhan kelinci terdiri dari lima fase, yaitu fase pertama umur 0-40 hari (periode lahir-sapih), fase kedua umur hari (saat disapih), fase ketiga umur hari (periode remaja), fase keempat umur hari (saat kelinci mencapai keseimbangan hormonal) dan fase kelima umur lebih dari 200 hari (saat kelinci mencapai dewasa tubuh). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rofi ah (2001) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan kelinci persilangan dan kelinci Rex tidak berbeda pada umur mulai enam minggu, tetapi pada umur sepuluh minggu kelinci persilangan tumbuh lebih cepat dari kelinci Rex. Laju pertumbuhan kelinci Satin pada minggu pertama pengamatan berjalan lambat, pada umur sembilan minggu kelinci Satin mulai tumbuh lebih cepat, tetapi lebih rendah dari dua jenis kelinci yang lain. Pada akhir pengamatan kelinci persilangan memiliki persentase pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibanding dengan bangsa murninya, yaitu kelinci Rex dan Satin. Meskipun demikian, berdasarkan hasil analisis rataan pertambahan bobot badan pada bangsa kelinci yang berbeda adalah tidak nyata. Hal itu dapat disebabkan karena jumlah ulangan yang digunakan dalam penelitian terlalu sedikit. Grafik rerata bobot hidup tiga bangsa kelinci disajikan pada Gambar 4 dan 5. 35

48 4 Bobot Hidup (kg) ± Umur (hari) FG ES NZW Keterangan: FG = flemish Giant ES = English Spot NZW = New Zealand White Gambar 4. Grafik Rerata Bobot Hidup Tiga Bangsa Kelinci (Jantan) Bobot Hidup (kg) ± Umur (hari) FG ES NZW Keterangan: FG = flemish Giant ES = English Spot NZW = New Zealand White Gambar 5. Grafik Rerata Bobot Hidup Tiga Bangsa Kelinci (Betina) Hasil survei bobot hidup anak kelinci Flemish Giant lebih rendah dari penelitian Muryanto et al. (2005), bahwa pertumbuhan kelinci Flemish Giant baik jantan maupun betina hampir sama. Pada umur sekitar 7-8 minggu rerata bobot kelinci ini mencapai 0,81 kg, tetapi pada bobot hidup kelinci muda hasil survei lebih tinggi yaitu 2,49±0,42 kg untuk kelinci jantan dan 2,20±0,34 kg untuk kelinci betina sedangkan pada penelitian Muryanto et al. (2005), sekitar umur 18 minggu rerata bobot kelinci jantan mencapai 1,84±0,29 kg dan 1,75±0,33 kg pada betina. 36

49 Bobot hidup kelinci English Spot yang ada di peternak Desa Pakunden tidak jauh berbeda dengan pernyataan Meg Brown (1978) bobot kelinci English Spot dewasa mencapai 2,7-3,6 kg. Pertumbuhan anak kelinci yang pesat, cocok untuk penghasil fur dan daging. Meskipun adanya peluang potensi penghasil fur, karena telah terjadi persilangan yang sudah tidak terkontrol di peternak menyebabkan bulu kelinci English Spot ini lebih menyerupai bulu kelinci Flemish Giant atau New Zealand White yang agak kasar. New Zealand White merupakan kelinci yang potensial untuk dijadikan sebagai penghasil daging karena pertumbuhannya cepat dan memiliki mutu genetik yang tinggi (Blasco, 1996). Hasil survei bobot badan kelinci di peternak rakyat Desa Pakunden memperlihatkan bahwa bobot badan anak kelinci New Zealand White adalah 0,51 kg. Lebih rendah dari pernyataan Ozimba dan Lukefahr (1991), pada saat anak kelinci umur 28 hari bobot badan yang dicapai sebesar 582,7 g. Pada umur hari rerata bobot hidup NZW adalah 1,95±0,58 kg untuk jantan dan 1,65±0,26 kg pada betina. Hasil tersebut lebih rendah dari hasil penelitian Khusnia (2001), kelinci yang dipelihara didataran rendah (300 m dpl) yaitu bobot kelinci umur hari adalah 2,15±0,21 kg untuk jantan dan 1,84±0,18 kg untuk kelinci betina. Tetapi pada umur lebih dari 200 hari rerata bobot hidup kelinci di Desa Pakunden lebih besar yaitu 3,01±0,22 kg pada kelinci jantan dan kelinci betina 2,72±0,50 kg, hasil penelitian Khusnia (2001) yaitu 2,67±0,53 untuk kelinci jantan dan 2,30±0,54 kg untuk kelinci betina. Keragaman bobot hidup pada kelinci muda yang lebih tinggi dibanding anak kelinci dan kelinci dewasa, yaitu berkisar 14,92-30,01%. Hal tersebut memberikan peluang dan potensi untuk pengembangan ternak kelinci melalui program seleksi terhadap kelinci muda untuk memilih dan mendapatkan bibit kelinci pedaging yang lebih baik. Reproduksi Umur Pertama Ternak Dikawinkan Hasil survei mengenai karakteristik reproduksi ketiga bangsa kelinci pada Tabel 14 menunjukkan bahwa peternak mengawinkan kelinci Flemish Giant jantan pertama kali rata-rata umur 7,19±0,65 bulan dan 6,39±0,52 bulan pada betina. Kelinci English Spot dikawinkan pertama kali pada umur 6-8 bulan dengan rerata 37

50 6,90±0,74 bulan untuk jantan dan 6,54±0,66 bulan untuk betina. Untuk kelinci New Zealand White peternak mengawinkan kelinci ini pada umur 6-8 bulan, dengan tujuan kelinci dapat mencapai bobot lebih besar sehingga mampu menopang kebuntingan dan pada usia yang lebih matang tingkat fertilitas lebih tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Lebas et al. (1986), bahwa bangsa kelinci besar baru pubertas pada umur 5-8 bulan dan kelinci jantan lebih lambat mencapai dewasa kelamin meskipun telah memprlihatkan aktivitas seksual pada umur dini. Idialnya kelinci english Spot betina mulai dikawinkan sekitar 5-6 bulan (Petplanet.co.uk., 2004) dan menurut Eady dan Prayaga (1999), induk New Zealand White siap dikawinkan pertama kali pada umur minggu dan hari untuk pejantan (Sartika et al., 1998). Kelinci New Zealand White yang dikawinkan pada umur muda (10 minggu) akan menghasilkan rataan bobot lahir anak yang rendah serta sifat perindukan yang buruk. Karena persentase bobot hidup yang rendah terhadap bobot hidup dewasa menyebabkan keadaan tubuh induk belum cukup berkembang. Pada penelitian ini persentase kematian anak mencapai 51,83% (Ismayati, 1997). Lama Bunting Lama bunting tergantung pada jumlah anak yang terdapat dalam uterus. Jumlah anak yang banyak menyebabkan masa bunting menjadi lebih singkat dan sebaliknya jumlah anak yang sedikit menyebabkan masa bunting lebih lama. Dari hasil survei lama bunting ketiga bangsa kelinci tidak berbeda, lama bunting kelinci Flemish Giant hari dengan rerata 30,81±1,28, rerata lama bunting pada kelinci English Spot 30,46±1,15 dan lama bunting NZW antara hari dengan rerata 30,22±1,09 hari. Ensminger (1991), menyatakan, bahwa masa bunting pada kelinci (dari kawin hingga beranak) biasanya berkisar antara hari. Jumlah Anak Sepelahiran (Litter Size) Jumlah anak sepelahiran pada kelinci Flemish Giant sangat bervariasi yaitu 2-12 ekor, dengan rerata 6,23±2,39 ekor. Persentase jumlah anak sepelahiran tertinggi yaitu 6-7 ekor sebesar 17,14%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan jumlah anak sepelahiran kelinci Flemish Giant di Desa Bandungan, Semarang menurut Muryanto (2005), jumlah anak sepelahiran antara 1-10 ekor. Jumlah anak sepelahiran 38

51 yang paling banyak terjadi adalah 7 ekor, dan sebaliknya jumlah anak yang paling sedikit terjadi satu ekor. Jumlah anak sepelahiran yang dihasilkan oleh kelinci English Spot di peternak antara 2-7 ekor dengan rerata 5,12±1,41 ekor. Jumlah anak sepelahiran yang sering terjadi adalah 5 ekor dengan persentase 29,41%. English Spot menghasilkan anak dalam sepelahiran antara 3-5 ekor. Litter size tertinggi yang pernah ditemukan yaitu enam ekor (Petplanet, 2004). Kelinci New Zealand White menghasilkan jumlah anak sepelahiran antara 1-10 ekor dengan rerata 5,50±3,27 ekor, lebih rendah dari pernyataan Eady dan Prayaga (1999), jumlah anak saat lahir per induk 8,1 ekor, dan lebih tinggi dari pernyataan Balfas (2002) bahwa litter size pada induk dengan sistem produksi intensif berkisar antara 1-7 ekor sedangkan induk dengan sistem produksi semi intensif memiliki litter size berkisar antara 4-7 ekor. Menurut Sanford dan Woodgate (1979), disamping dipengaruhi oleh faktor genetik litter size juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama pakan, sehingga peningkatan kualitas pakan memungkinkan terjadinya peningkatan litter size. Namun bagi peternak di Desa Pakunden, peningkatan kualitas pakan masih menjadi kendala karena sampai saat ini pakan untuk ternak kelinci belum tersedia. Penyapihan Rosita (2002) menyatakan bahwa air susu merupakan sumber pakan bagi anak kelinci sebelum berumur tiga minggu dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhannya. Penyapihan yang lebih cepat dapat menyebabkan anak kelinci kekurangan susu, sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan anak kelinci tidak optimal. Sastrodihardjo (1985) menyatakan bahwa umur penyapihan anak kelinci oleh peternak beragam. Empat puluh tiga persen peternak kelinci melakukan penyapihan anak antara hari dan hari (Szendro, 1996). Dari hasil survei menunjukkan bahwa peternak umumnya melakukan penyapihan pada anak kelinci Flemish Giant umur 60 hari dengan rerata 58,48±6,18 hari. Rerata penyapihan anak keinci English Spot dan New Zealand White adalah 60 hari. Menurut Szendro (1996), jarak beranak dari dua kelahiran yang berturut-turut sedikitnya 85 hari (45 39

52 hari sapih + 10 hari istirahat + 30 hari bunting) akan mengurangi produksi optimal kelinci, yang idealnya beranak 5-6 kali/tahun. Bobot sapih Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bobot sapih kelinci Flemish Giant berbeda nyata dengan bangsa English Spot maupun New Zealand White. Bobot hidup anak saat disapih pada kelinci Flemish Giant adalah 1,00±0,09 kg. Hasil ini lebih besar dibanding pernyataan Muryanto (2005), pada umur delapan minggu rerata bobot kelinci Flemish Giant 840,1±229,6 g. Rerata bobot sapih pada kelinci English Spot adalah 0,91±0,11 kg dan 0,86±0,16 kg pada New Zealand White. Hasil survei tersebut lebih rendah dari pernyataan Suc et al. (1996), bobot hidup kelinci New Zealand White pada umur 60 hari adalah g. hal ini bisa disebabkan karena beberapa faktor, antara lain keragaman genetik dan kemurnian bangsa yang masih diragukan, kondisi dari masing-masing individu, konsumsi energi yang kurang mencukupi untuk hidup pokok dan produksi susu induk. Hasil penelitian Balfas (2002) menunjukkan bahwa induk dengan sistem produksi intensif menghasilkan anak dengan bobot tiga minggu dan bobot sapih yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang berasal dari induk dengan sistem produksi semi intensif. Hal ini karena induk dengan sistem intensif pada saat laktasi mengalami kebuntingan, sedangkan induk dengan sistem produksi semi intensif pada saat laktasi tidak mengalami kebuntingan, kebuntingan terjadi setelah masa laktasi. Induk yang bunting sambil laktasi harus memberikan nutrisi untuk anak yang dikandungnya dan untuk produksi susu. Jarak Waktu Pengawinan Kembali Setelah Beranak Jarak mengawinkan induk kembali setelah beranak perlu mendapat perhatian, karena untuk mendapatkan produktivitas yang baik tidak luput dari kondisi ternak. Secara fisiologis, ternak betina memerlukan waktu untuk memperbaiki kondisi sebelum dikawinkan. Hasil survei menunjukkan bahwa pengawinan kembali setelah beranak dilakukan peternak setelah 7-15 hari penyapihan atau hari setelah beranak. Menurut peternak, selang waktu tersebut cukup baik untuk memulihkan kondisi induk menjelang kebuntingan selanjutnya. Rerata penyapihan pada kelinci Flemish Giant 64,36±7,62 hari, kelinci English Spot 66,35±5,62 hari dan 66,14±5,18 pada kelinci New Zealand White. 40

53 Menurut Rahardjo et al. (1993), jarak pengawinan kembali setelah beranak (PKSB) terhadap kelinci Rex pada 7, 14 dan 21 hari tidak berbeda nyata. Namun terdapat kecenderungan bahwa pada PKSB 7 hari bobot induk lebih rendah dari PKSB 14 dan 21 hari. Hal ini disebabkan oleh kurangnya waktu bagi induk untuk beristirahat. Perlakuan jarak waktu tersebut juga tidak berpengaruh pada tingkat kebuntingan. Tingkat kebuntingan yang dicapai bervariasi antara perlakuan, kisaran rataannya 80-94% dimana tingkat kebuntingan tertinggi dicapai pada PKSB 14 hari. Semakin panjang lama jarak pengawinan kembali setelah beranak, maka frekuensi beranak semakin rendah. Hal ini juga tidak efisien terhadap waktu untuk menghasilkan kelinci lebih banyak. Tabel 14. Reproduksi Tiga Bangsa Kelinci Peubah FG KK ES KK NZW KK (%) (%) (%) Umur Pertama Dikawinkan (bln): Jantan 7,19±0,65 9,04 6,90±0,74 10,72 6,75±0,64 9,48 Betina 6,39±0,52 8,14 6,54±0,66 10,09 6,78±0,70 10,32 Lama Bunting 30,81±1,28 4,15 30,46±1,15 3,78 30,22±1,09 3,61 (hari) Jumlah Anak 6,23±2,39 38,36 5,12±1,41 22,27 5,50±3,27 59,45 Sepelahiran (ekor) Umur Sapih (hari) 58,48±6,18 10,57 60,00-60,00 - Bobot Sapih (kg) 1,00±0,09 a 9,00 0,91±0,11 b 12,09 0,86±0,16 b 18,60 Pengawinan Setelah 64,36±7,62 11,84 66,35±5,62 8,47 66,14±5,18 7,83 Beranak (hari) Huruf kecil superkrip menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Keterangan: FG = Flemish Giant ES = English Spot NZW = New Zealand White KK = Koefisien Keragaman Prospek, Kendala dan Strategi Pengembangn Ternak Kelinci Setiap bangsa kelinci memiliki keunggulan dan kekurangan yang berbeda. Kelinci Flemish Giant memiliki keunggulan bobot badan yang lebih besar dibanding English Spot maupun New Zealand White. Flemish Giant juga memiliki keunggulan jumlah anak sepelahiran yang lebih banyak dari kedua bangsa yang lain, namun tingkat kematian pada anak juga lebih tinggi. Kelinci New Zealand White dikenal 41

54 dengan sifat perindukan yang baik, hal ini terlihat dari tingkat mortalitas anak yang disebabkan karena terinjak induk sebesar 16,67% sedangkan pada kelinci Flemish Giant dan English Spot 28,17 dan 27,59%. Kelinci English Spot mempunyai potensi sebagai penghasil fur, dengan manajemen budidaya yang baik dan pengontrolan terhadap kawin silang antar kelinci diharapkan mampu memperbaiki produksi kelinci tersebut. Populasi kelinci Flemish Giant yang lebih banyak dibanding bangsa lain menunjukkan bahwa bangsa kelinci ini lebih diminati Potensi yang menonjol dari kelinci dalam hubungannya dengan pertanian dan peternakan rakyat adalah kelinci mampu tumbuh dan berkembang biak dari hijaun, limbah pertanian dan limbah pangan serta dapat dipelihara pada skala rumah tangga. Menurut anggota Kelompok Peternak Kelinci Mandiri, permintaan akan ternak kelinci bagi pedagang produk kelinci olahan semakin meningkat sehingga peternak mengalami kekurangan dalam memenuhinya. Selain itu limbah yang dihasilkan kelinci (kotoran dan urin) dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman yang secara ekonomis lebih murah dibanding pupuk kimia yang akhir-akhir ini harganya kurang menguntungkan bagi petani serta aman pemakaiannya. Selain kondisi lingkungan, pakan dan manajemen pemeliharaan, faktor yang mendukung pengembangan ternak kelinci adalah dorongan dari peternak. Peternak kelinci di Kabupaten Magelang telah berkeinginan meningkatkan produktivitas ternak yang dimiliki. Dukungan dari kelembagaan dinas terkait (Dinas Peternakan, Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan serta pemerintah Kabupaten Magelang) merupakan dasar upaya pengembangan, baik melalui perbaikan mutu dan jumlah pakan serta bibit kelinci. Kendala yang harus dihadapi dalam usaha pengembangan kelinci di peternakan rakyat dari segi produksi adalah rendahnya produktivitas karena kawin silang yang tak beraturan, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit yang belum dilaksanakan secara optimal, mortalitas atau tingkat kematian anak yang cukup tinggi, kualitas dan kuantitas pakan dan kurangnya penyediaan bibit. Skala pemeliharaan yang relatif kecil menyebabkan ketersediaan bahan baku hasil ternak rendah sehingga sulit untuk membuat suatu industri pengelolaan meskipun dalam skala kecil. Pengembangan ternak kelinci juga masih memerlukan promosi yang intensif dan kemampuan untuk memasuki pasar atau menciptakan pasar. 42

55 Menurut Hutasuhut (2005), pengembangan usaha ternak kelinci peternakan memerlukan pendekatan untuk mengapresiasikan pentingnya peranan, ciri-ciri dan sifat ternak kelinci, antara lain berorientasi pada peternak sebagai pelaku utama agribisnis serta menjamin agar produk yang dihasilkan mempunyai daya saing sesuai kebutuhan pasar dan ramah lingkungan melalui promosi dan pameran ternak. Strategi yang akan dikembangkan di desa penelitian meliputi: 1) pemberdayaan peternak dengan membentuk kelompok untuk mempermudah akses memperoleh kredit dengan bunga rendah; 2) mengembangkan peternakan yang efisien serta melibatkan masyarakat; 3) mengembangkan ketersediaan sumber pakan lokal, sehingga biaya pakan murah; 4) pengembangan industri kompos dan meningkatkan mutu pengolahan limbah dan kotoran yang mempunyai nilai tambah; 5) peningkatan efisiensi pemasaran ternak dan hasil ikutan serta memperpendek rantai pemasaran, dan 6) pengembangan usaha melalui keterkaitan industri penyamakan kulit dengan budidaya ternak. Berkembangnya kelompok tani yang cukup intensif komunikasinya diharapkan dapat dijadikan dasar bagi pelaksanaan pembibitan. Peningkatan produktivitas kelompok adalah melalui penyebaran pejantan yang berasal dari anggota kelompok yang melakukan seleksi terhadap kelincinya. Menurut Wiradarya et al. (2005), untuk mendapatkan performa yang optimal dari kelinci diperlukan sistem pembibitan yang terdiri dari proses pemuliaan (breeding) dan pembiakan (multiplier) yang menyatu dengan proses produksi kelinci niaga (commercial). Performa produksi yang perlu mendapat perhatian untuk diseleksi terlebih dahulu adalah jumlah anak hidup saat disapih, pertambahan bobot badan dan feed conversion pada periode sapih hingga dipasarkan. 43

56 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis statistik bobot hidup ketiga bangsa kelinci berbeda. kelinci Flemish Giant memiliki bobot hidup lebih besar dibanding kedua bangsa kelinci yang lain. Koefisien keragaman yang tinggi pada bobot hidup kelinci muda dan jumlah anak sepelahiran dapat dijadikan dasar seleksi untuk bibit kelinci pedaging. Rerata jumlah anak sepelahiran yang banyak terjadi adalah 6-7 ekor pada kelinci Flemish Giant, 3-6 ekor pada kelinci English Spot dan 4-10 ekor pada kelinci New Zealand White. Salah satu kendala dalam pengembangan ternak kelinci terutama tingkat mortalitas pada anak, oleh karena itu perlu adanya perbaikan manajemen pada pemeliharaan anak. Dengan perbaikan manajemen beternak melalui perkawinan dan pengaturan jarak beranak diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kelinci terutama pada kualitas ternak, dan jumlah anak yang dihasilkan. Saran Produktivitas kelinci dapat ditingkatkan dengan manajemen beternak yang lebih baik. Selain itu perlu adanya perhatian dan pembinaan yang lebih intensif kepada peternak dari instansi pemerintah terkait, untuk meningkatkan dan menjamin perkembangan dan eksistensi peternakan kelinci di peternakan rakyat. 44

57 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis panjatkan puji syukur senantiasa atas rahmat, nikmat dan karunia yang diberikan Allah SWT hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga tetap terlimpah pada Rosulullah Saw. Melalui lembaran ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta atas kasih sayang yang tiada batas, doa, nasehat dan dukungannya. Terimakasih kepada Mbak Eva, keluarga di Babat dan Ponorogo atas motivasinya. Terimakasih kepada KIPPK Magelang dan anggota Kelompok Peternak Kelinci Mandiri di Desa Pakunden-Magelang atas bantuan dan kerja samanya. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer selaku pembimbing utama atas arahan, masukan, nasihat, kursus menjahit, menyulam, resep-resep memasak dan tips menjadi wanita. Terimakasih penulis sampaikan kepada Ir. Maman Duldjaman, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan dan masukan dengan penuh kesabaran. Terimakasih atas motivasi yang selalu diberikan Bapak Dr. Ir. Cece Sumantri, MagrSc dan kepada...selaku dosen penguji sidang sarjana atas saran dan kritiknya. Keluarga besar Bapak Waldjijo Dwidjo Saputro terimakasih atas dukungan dan motivasinya. Teruntuk Ifan Firmansyah yang selalu menemani, membantu dan menjadi motivator Penulis, terimakasih, semoga sukses dan selalu diberi kemudahan untukmu. Kepada keluarga besar Alumni Darul Ulum atas kekompakan, doa dan semangatnya, teman-teman SAUZE (Ipink, Hesty, Any, Must dan Ari) trimakasih kebersamaannya, semoga ukhuwah kita selalu terjalin. UNYIL yang selalu menemani dan membangunkan tiap malam. Teman-teman tim penelitian kelinci di Magelang (Ae dan Uniel), Tam-Tam, Chandra, Bezo dan Toms semoga persahabatan kita tetap tejaga. Yayay, Fida, Tri, Bang Wardi, Tan, Icha, Faisal, keluarga TPT 39 dan semua pihak yang telah membantu, terimakasih banyak atas bantuan dan semangatnya selama Penulis menuntut ilmu. Semoga hasil karya ini dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2006 Penulis 45

58 DAFTAR PUSTAKA Adjisoedarmo, S., B. Purnomo., S. Haryati., A. Marmono,. D. Purwanti dan A. Sudewo Performans produksi dan reproduksi kelinci lokal (bukan ras). Prosiding Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Balitbangtan. Bogor. Balfas, E.S. Perbandingan Sistem Produksi Intensif dan Semi Intensif pada kelinci New Zealand White. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Basuki, P Studi Tipe Kandang Kereman, Panggung, Individual dan Kualitas Pakan Terhadap Performans Produksi Kelinci. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Blakely, J dan D.H. Bade Ilmu Peternakan. Edisi keempat (Terjemahan). Gajah Mada University. Blasco, A Genetic of Litter Size and Does Fertility in The Rabbit. 6 th World Rabbit Congress. 2:219. Brown, Meg Exhibition and Pet Rabbits. Spur Publication, England. Cahyono, H Produksi Kelinci Muda Berdasarkan Pola Warna. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Chapman, J.A. and J.E.C. Flux Rabbits, Hares and Pikas. Status survey and conservation action plan. IUCN/SSC Logomorph Specialist Group. Information Press. Oxford. U.K. Cheeke,P.R., N.M. Patton and G.S. Templeton Rabbit Production. 5 th Ed. The Interstate Printers and Publisher, Inc. Denville. Illinois. Cheeke, P.R Potential of Rabbit Production in Tropical and Subtropical Agriculture System. J. Anim. Sci. 63: Eady, S.J. and K.C. Prayaga Crusader Meat Rabbit Project Which Breed and How to Use Different Breeds. CSRIO-Livestock Industries. (25 Mei 2006) Ensminger, M.E Animal Science. 9 th Edition. The Interstate Printers. And Publisher. Inc. Denville, Illionis. USA. Farrel, D.J. dan Y.C. Raharjo Potensi ternak kelinci sebagai penghasil daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Fernandez, J. Carmona, C. Cervera, C. Sabater and E. Blas Effect of Diet Composition on The Production of Rabbit Breeding Does Housed in A Traditional Building and at 30 0 C. J. Anim. Sci. and Technology. 52:

59 Fielding, D Rabbits the Tropical Agriculturalist. Centre for Tropical Veterinary Medicine. University of Edinburgh. Fortune, L.L Effects of pre-mating energy intake on reproductive performance of rabbit does. J. Anim. Sci. 66: Gasnier, A Some Modalities of Growth Study on The Rabbit. Dalam: Wiradarya, T.R., Maman, D., Sri, R., M. Yamin, M. Baihaqi, D. Mauluddin dan Asep Strategi Pembibitan pada Peternakan Kelinci Skala Menengah. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Gillesepie, R.J Modern Livestock and Poultry Production 4 th Ed. By Delmar Publisher Inc. Gultom, D dan D. Aritonang Pengaruh bentuk nest box terhadap daya hidup anak kelinci. Prosiding Seminar Nasional Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hafez, E.S.E Reproduction and Breeding Techniques for Laboratory Animals. Philadelphia, Lea & Febiger. Harsodjo, d. dan C.K. Sri Lestari Pengaruh Bobot Badan Kelinci Persilangan Jantan Akibat Perbedaan Waktu Pemberian Pakan. Pro. Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian. Herman, R Reproduksi Marmot dan Kelinci. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor. Herman, R Pengenalan Kandang dan Peralatan Ternak Kelinci. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Horn Rapids Rabbitry The Flemish Giant Rabbit. cities.com/~frankz/fg.html. (25 Mei 2006) Hutasuhut, M Strategi Pengembangan Usaha ternak Kelinci Mendukung Agribisnis Peternakan: Dukungan Kebijakan. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Direktorat Pengembangan Peternakan, diraktorat Jendral Peternakan. Jakarta Selatan. Ismiyati, M Produksi Anak Kelinci New Zealand White dengan Perkawinan pada Umur Muda. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Kantor Kelurahan Desa Pakunden Laporan Monografi. Kantor Kelurahan Desa Pakunden Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang. Khusnia, N Produktivitas Ternak Kelinci Di Tiga Desa yang Berbeda Toografinya Di Kabupatan Cianjur. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. 47

60 Khotijah, L Pengaruh Penambahan Vitamin E (dl-ά-tocoferol Acetat) dalam Ransum Terhadap Penampilan dan Beberapa Sifat Karkas Kelinci. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Kurniawati, N Penggemukan Kelinci Muda untuk Produksi Fryer dengan Kepadatan Kandang yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Lebas, F., P. Coudert, R. Rouvier and H. de Rochambeau The Rabbit Husbandry Heal and Production Food and Agriculture Organization of the United Nation Rome. Lestari, C.M., H.J. Wahyuni dan I. Susandari Budidaya Kelinci Menggunakan Pakan Limbah Industri Pertanian dan Bahan Pakan Inkonvensional. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Fakultas Peternakan, UNDIP. Semarang. Lukhefahr, S.D., W.D. Honenboken, P.R. Cheeke, N.M. Patton and W.H. kennick Carcass and Meat Characteristick of Flemish Giant and New Zealand White Purebreed and Terminal Cross Rabbits. J. Applied Rabbit Research. 4: Lukhefahr, S.D and J.I. Mcnitt The effect of environtment on conception rate and litter size of domestic rabbit in Oregon and Malawi. Journal of Applied Rabbit Research. 6 (1) : Lukhefahr, S.D., W.D. Honenboken, P.R. Cheeke, N.M. Patton Characterization of straightbred and crossbred rabbit for milk production and assosiative treats. J. Anim. Sci. 57: Lukhefahr, S.D. and P.R. Cheeke.1990b. Rabbit Project Planning Strategies for Developing Countries. (25 Mei 2006) Mattjik, A.A dan I. M. Sumertajaya Perancangan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan ke-2. IPB Press, Bogor. McNitt, J.I Evaluation two weaning methods for rabbit. Processing 7 th World Rabbit Congress. Valencia, Spain. P: Meilinda Studi Program Produksi Anak Intensif dan Semi Intensif pada Kelinci Persilangan di Peternakan Swa Desa Tapos I Ciampea Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Moerfi ah Pengaruh Pemberian Magnesium Asetat Sebagai Penangkal Cekaman Panas Terhadap Reproduksi dan Respon Hematologis pada Kelinci Rex. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Morrow, M., G.L. Greaser., G.M. Perry and J.K. Harper Agriculture Alternatives. Rabbit production. The Penn. State Univ. US. 48

61 Murtidjo, B.A., Memelihara Domba. Kanisius. Yogyakarta. Murtisari, T Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Muryanto, Subiharta dan S. Prawirodigdo Produktivitas Kelinci di Dataran Tinggi. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu Ungaran. Prosiding Pengelolaan dan Komunikasi Hasil Penelitian. Muslih, D., I. Wayan, P., Rossuartini dan B. Bram Tatalaksana Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Balai Penelitian Ternak. Bogor. National Federation of Flemish Giant Rabbit Breeders The Flemish Giant Rabbit. (1 Juni 2006) Ozimba, C.E. and D. Lukhefahr. 1991b. Comparison of Rabbit Breed Types for Post Weaning Litter Growth, Feed Efisiency and Survival Performance Traits. J. Anim. Sci. 69: Patriansyah, A Penampilan Produksi Kelinci Muda Berdasarkan Pola Warna Selama Periode Pengemukan untuk Produksi Fryer. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Patton, N.M. and M.A. Grobner Rabbitry Managemen: I. The Key to Improved Profitability in Comercial Rabbit Production. Journal of Applied Rabbit Research. 11 (4) : Petplanet. co. uk Small Animal Breed: Rabbit Profile. htttp:// (1 Juni 2006) Prawiradiputra, B.R dan N.D. Purwantari Pengembangan Potensi Sumber Daya Hijauan Pakan untuk Menunjang Produktivitas Ternak di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Balitbangtan. Bogor. Pudjiarti, A. Soedito dan Soedjadi Pengaruh Pemberian Pakan Penguat Terhadap Pertambahan Bobot Badan Anak Kelinci Sampai Disapih. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman. Raharjo, Y.C., F.X. Wijana dan T. Sartika Pengaruh Jarak Kawin Setelah Beranak Terhadap Performans Reproduksi Kelinci Rex. Ilmu dan Peternakan. 6(1): Raharjo, Y.C., T. Murtisari dan E. Juarini Peningkatan produktivitas dan mutu produk kelinci eksotis. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN tahun Anggaran Buku II. Ternak Non Ruminansia Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 49

62 Raharjo, Y.C Prospek, Peluang dan Tantangan Agribisnis Ternak Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Rathor, Y. S., Y. P. Thaker, N. K. Manuja, S. Katoch and K. Gupta Performance of Different Meat Rabbit Breeds for Litter Traits. Indian Vet. J. 77: Rofi ah, N.A Pertumbuhan Kelinci Rex, Satin dan Persilangannya yang Dipelihara Secara Intensif dengan Pemberian Lactosym pada Dosis yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Rosita, Y Pertumbuhan Kelinci Persilangan dari Lahir Hingga Dewasa. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Sanford, J.C The Domestic Rabbit. 3rd Ed. Granada. Sardjono, T.W Faktor-faktor Terhadap Keberhasilan Penanggulangan Skabies. Maj. Parasitoit. Ind. 11: Sartika, T. Dan E. Zimmermann Pengaruh Fostering Terhadap Tingkat Mortalitas dan Pertumbuhan Anak Kelinci Sebelum Sapih. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor. Sartika, T., Y.C. Raharjo, A. Habibie dan D. Purnama Kebutuhan energi dan protein pada phase gestasi dan laktasi. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor. Sartika, T., T. Antawijaya dan K. Dwiyanto Peluang Ternak Kelinci Sebagai Sumber Daging yang Potensial di Indonesia. Wartazoa. 7: Sastrodiharjo Performan Reproduksi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) pada peternakan kelinci di Jawa. Prosiding Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Pusbanglitnak. Bogor. Schlolaut, W Production Tecnique. In: A Compendium of Rabbit Production. Appropriate for Condition in Developing Countries. Eschborn. Germany. Smith, J.B dan S, Mangkoewidjojo Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Soeparman, S Studi Litter Size pada Kelinci dengan Perbaikan Manajemen. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Steel, R. D. G. dan J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Geometrik. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 50

63 Suarjaya, I.A Pengaruh Suhu Kandang Terhadap Penampilan Ternak Kelinci. Tesis. Fakultas Pascasarjana. IPB. Suc Ng. Q., D.V. Bink, L.T.T. Iba and T.R. Preston Effect of Housing System (cage versus undergraound shelter) on Performance of Rabbit on Farm. Livestock Research for Rural Development. Suradi, K Potensi dan Peluang Teknologi Pengolahan Produk Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Fakultas Peternakan UNPAD, Jatinegara. Szendro Z., Palos. F., Rodnai. L, Biro-Nemeth E. and Romvary R Effect of litter size and birth weight on the mortality and weight gain of suckling and growing rabbits. Journal of 6 th World Rabbit Congress, Toulouse. : Templeton, G.S Domestic Rabbit Production. 1 st Ed. Dalam: Suarjaya, I.A Pengaruh Suhu Kandang Terhadap Penampilan Ternak Kelinci. Tesis. Fakultas Pascasarjana. IPB. Walpole, R.E Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wiliamson, G. dan W. J.A. Payne Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Wiradarya, T.R., Maman, D., Sri, R., M. Yamin, M. Baihaqi, D. Mauluddin dan Asep Strategi Pembibitan pada Peternakan Kelinci Skala Menengah. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Yurmiaty, H Pengaruh Pakan, Umur Potong dan Jenis Kelamin Terhadap Bobot Hidup, Karkas dan Sifat Dasar Kulit Kelinci Rex. Disertasi. Fakultas Pascasarjana. IPB. 51

64 LAMPIRAN

65 Tabel 2. Jumlah Penjualan, Pembelian dan Pemotongan Tiga Bangsa Kelinci Berdasarkan Tingkat Umur dan Jenis Kelamin Kelompok FG ES NZW Jual Beli Potong Jual Beli Potong Jual Beli Potong (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) Anak , Muda: Jantan 4 19, , , , ,00 Betina 13 61, , , , , ,00 Dewasa: Jantan 1 4, , , , Betina 3 14, , , , , , , ,00 Total , , , , , , , , ,00 Keterangan: FG = Flemish Giant ES = English Spot NZW= New Zealand White

66 Lampiran 2. Peta Kabupaten Magelang

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI KELINCI DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH

PERFORMA PRODUKSI KELINCI DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH PERFORMA PRODUKSI KELINCI DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH (Performance of Rabbit Production at Magelang District, Central Java) B. BRAHMANTIYO 1, Y.C. RAHARJO 2, S.S. MANSJOER 2 dan H. MARTOJO 2 1 Balai

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci (Oryctologus cuniculus) diklasifikasikan dengan dunia Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Legomorpha, famili Leporidae,genus Oryctologus dan spesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Orytologus cuniculus) yang ada saat ini berasal dari kelinci liar dari Eropa dan Afrika Utara. Beberapa bangsa kelinci ditemukan diabad 16 yang menyebar di Perancis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kelinci Kelinci memiliki kelebihan yaitu laju pertumbuhan yang cepat, potensi reproduksi yang tinggi, dan memiliki kemampuan dalam mencerna pakan hijauan karena memiliki sifat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA (Reproduction Characteristics of Rex, Satin and Reza Rabbit) B. BRAHMANTIYO 1, Y.C. RAHARJO 1, N.D. SAVITRI 2 dan M. DULDJAMAN 2 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo: TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Kelinci Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo: Lagomorpha, Genus: 1.Lepus (22 species)=genuine Hare, 2.Orictolagus (1 species)=o. Cuniculus/European

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kelinci merupakan salah satu komoditas ternak yang mempunyai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kelinci merupakan salah satu komoditas ternak yang mempunyai PENDAHULUAN Latar Belakang Kelinci merupakan salah satu komoditas ternak yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, baik sebagai usaha sambilan untuk menambah penghasilan, maupun sebagai usaha komersial.

Lebih terperinci

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK i 0 b('/ PEMANFAATAN RANSUM AMPAS TEH (Cnnzrllin sinensis) YANG DITAMBAHKAN SENG (Zn) LEVEL BERBEDA TERHADAP REPRODUKSI DAN KONSUMSI KELINCI BETINA PADA SETIAP STATUS FISIOLOGI SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH KADARWATI D24102015 Skripsi ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede ANALISIS BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA PETERNAKAN BABI RAKYAT DI DESA CIGUGUR, KECAMATAN CIGUGUR, KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT Simon Pardede* Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. HUTABARAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

KONTRIBUSI USAHA TERNAK DOMBA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PETANI PETERNAK (Studi Kasus di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut) SKRIPSI RUBEN RAHMAT

KONTRIBUSI USAHA TERNAK DOMBA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PETANI PETERNAK (Studi Kasus di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut) SKRIPSI RUBEN RAHMAT KONTRIBUSI USAHA TERNAK DOMBA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PETANI PETERNAK (Studi Kasus di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut) SKRIPSI RUBEN RAHMAT PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) Kambing PE pada awalnya dibudidayakan di wilayah pegunungan Menoreh seperti Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Pengasih (Rasminati,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai hewan kesayangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

PERFORMA KUDA DELMAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI DI KOTA BOGOR SKRIPSI ANGGA

PERFORMA KUDA DELMAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI DI KOTA BOGOR SKRIPSI ANGGA PERFORMA KUDA DELMAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI DI KOTA BOGOR SKRIPSI ANGGA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ANGGA. D14050172.

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci 2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Kelinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci 2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Kelinci II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci Kelinci semula merupakan hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan dan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PETERNAK DALAM MENGEMBANGKAN USAHATERNAK DOMBA (Kasus : Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PETERNAK DALAM MENGEMBANGKAN USAHATERNAK DOMBA (Kasus : Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PETERNAK DALAM MENGEMBANGKAN USAHATERNAK DOMBA (Kasus : Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) SKRIPSI MUKHAMAD FATHONI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DI KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh : BTARA PRAMU AJI

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DI KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh : BTARA PRAMU AJI MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DI KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh : BTARA PRAMU AJI PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan PENGANTAR Latar Belakang Kambing mempunyai peran yang sangat strategis bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan hidup dan merupakan bagian penting

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci