BAB 4. KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4. KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN"

Transkripsi

1 45 BAB 4 KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN [Habitat Characteristics of Anopheles Spp. larvae in Saketa Village, A Malaria Endemic Region in South Halmahera District] Abstrak Penelitian tentang karakteristik habitat larva Anopheles spp. dilakukan di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari bulan September 2010 hingga Agustus Tujuannya adalah menganalisis karakteristik fisik dan biologi habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. Larva diambil dari berbagai tipe habitat dengan cidukan dan dipelihara hingga berkembang menjadi nyamuk, kemudian diidentifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat delapan tipe habitat perkembangbiakan Anopheles spp. yaitu kobakan, kolam, kubangan, kontainer buatan, kaleng bekas, parit, dan lagun. Jenis Anopheles yang ditemukan terdiri atas enam spesies yaitu, Anopheles farauti, An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus dan An. vagus. Spesies yang kelimpahannya paling tinggi adalah An. indefinitus, diikuti oleh An. farauti, An. kochi dan yang terendah adalah An. punctulatus. Tipe habitat didominasi oleh kubangan, tetapi Anopheles terbanyak terdapat di kobakan. Sebagian besar habitat substratnya berupa lumpur dan airnya tidak mengalir, terdapat di permukiman, perkebunan dan jalanan yang dikelilingi oleh rumput-rumputan, semak, perdu dan pohon. Habitat mengandung tanaman air berupa rumput-rumputan, lumut dan ganggang serta serasah, sedangkan predatornya adalah nimfa capung, udang-udangan, Ephemeroptera, cyclop, anggang-angang, kecebong dan ikan-ikan kecil. Kata kunci : Anopheles spp, Endemik malaria, habitat, Halmahera Selatan,

2 46

3 47 Abstract A research on the characteristics of larval habitats of Anopheles spp. were done in the Saketa village, district of South Halmahera from September 2010 to August The aims of this research is to assess the physical and biological characteristics of Anopheles spp. mosquito breeding habitats. Larvae were collected from various type of habitats using WHO standard dipper (size of 300 ml) and reared until emerge to be identified. The results showed that there were eight types of breeding habitats of Anopheles spp. i.e. mud hole, ground pool, puddles, tire print/animals footprint, artificial containers, unused cans, ditches, and lagoon. There were six species of Anopheles found i.e. Anopheles farauti, An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus and An. vagus. The most abundance spesies is An. indefinitus, followed by An. An. farauti, and An. kochi and the lowest abundance species is An. punctulatus. Although dominant habitat was puddles but most Anopheles were in mud holes. Substrate of the habitats were generally muds and the water was not flowing. Habitats around settlements, plantation and streets were surrounded by grasses, bushes, shrubs and trees. Kinds of water plants consisted of grasses, mosses, algae and their litters, while kinds of predator were dragonflies, shrimps, ephemeroptera, cyclops, gerris, tadpoles and small fish. Key word : Anopheles larvae, Habitat, malaria endemic, South of Halmahera,

4 48

5 Pendahuluan Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang cukup berat di Provinsi Maluku Utara. Dalam empat tahun terakhir angka annual malaria incidence (AMI) masih cukup tinggi, tercatat 77,8, 62,0, 62,0 dan 57,5 berturutturut untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan Pada tahun 2010 angka AMI agak manurun tapi masih tetap tinggi yaitu 54,0 (Dinkes Kab. Halmahera Selatan 2010), sedangkan angka annual parasite insidence (API) tercatat tetap untuk tahun 2008 dan 2009 yaitu 8,91 (Kemenkes RI 2011). Keadaan ini memerlukan perhatian khusus karena selain AMI dan API yang tinggi, angka kasus baru malaria di Maluku Utara juga cukup tinggi. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar, angka kasus baru malaria di Maluku Utara masih menempati posisi ke empat setelah Papua, Papua Barat dan NTT (Riskesdas 2010). Hal ini sangat memprihatinkan mengingat kondisi sanitasi dan lingkungan alami sebagian wilayah di Maluku Utara yang sangat menunjang perkembang biakan nyamuk, termasuk Anopheles. Nyamuk menggunakan genangan air sebagai tempat perkembangbiakan. Perubahan ekosistem alami menjadi perkebunan dan permukiman akan mempengaruhi kelimpahan dan keragaman tempat perkembangbiakan. Hal ini selanjutnya mempengaruhi populasi nyamuk Anopheles sebagai inang Plasmodium (Poncon et al. 2007). Banyak spesies nyamuk memanfaatkan genangan temporer untuk berkembangbiak. Di tempat seperti ini, nyamuk memperoleh sumberdaya yang diperlukan dan tekanan pemangsaan yang lebih rendah (Fischer & Scheigmann 2008). Kajian entomologi dari larva Anopheles akan memberikan gambaran kevektoran yang tepat, sehingga metode yang sering digunakan dalam survei entomologi vektor adalah mengukur kepadatan larva dari habitat perkembangbiakannya. Metode ini aman, murah dan memiliki kepekaan yang tinggi dalam mendeteksi vektor (Favaro et al. 2008). Beberapa spesies Coleoptera, Hemiptera, dan Odonata merupakan predator yang sering dijumpai pada badan air yang sifatnya sementara dan lahan basah (Favaro et al. 2008). Karakteristik habitat larva nyamuk dibutuhkan untuk memahami dinamika interaksi berbagai spesies vektor yang menjadi ancaman,

6 50 dan kajian terhadap predatornya diperlukan bagi pengembangan pengendalian vektor secara dini pada tingkat larva. Kerusakan habitat akibat perubahan penutupan lahan dan perubahan iklim akan meningkatkan ancaman penyakit infeksi, misalnya dengan perubahan tempat perkembangbiakan dan keanekaragaman vektor serta inangnya. Sistem irigasi sawah tropis telah meningkatkan kasus malaria dan Japanes enchephalitis sebagai dampak ekologi pengairan dan bertambahnya permukaan air untuk perkembangbiakan nyamuk. Paradoks padi diperkenalkan oleh Ijumbha dan Lindsay pada tahun 2001 untuk menjelaskan dampak pengairan yang meningkatkan populasi vektor yang dapat meningkatkan atau tidak kasus malaria (Duraiappah & Naeem 2005). Spesies yang berperan sebagai vektor di suatu daerah berbeda baik ekologi maupun biologinya. Untuk menentukan strategi pengendalian malaria di daerah endemis diperlukan studi entomologi setempat sebagai bahan acuan dalam menentukan strategi penanggulangan. Angka kasus malaria yang tinggi dan buruknya sistem drainase serta tersebarnya berbagai tipe habitat perkembangbiakan nyamuk pada berbagai jenis ekosistem di Desa Saketa, mendorong dilakukannya penelitian tetntang Tipe dan karakteristik habitat larva Anopheles spp. di Desa Saketa daerah endemik malaria di Kabupaten Halmahera Selatan untuk mempelajari karakteristik habitat Anopheles secara mendalam untuk membantu memecahkan masalah kevektoran di Halmahera Selatan, khususnya di Kecamatan Gane Barat. 4.2 Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian longitudinal ini dilakukan di Desa Saketa dan Dusun Loleba Kecamatan Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan selama 12 bulan dari Bulan September 2010 hingga Agustus Penelitian dilakukan pada wilayah dengan kisaran koordinat 0 o 21 03,85 LS, 127 o 50 05, 20 BT, 0 o 21 53,78 LS, 127 o 50 11,71 BT, 0 o 21 35,24 LS, 127 o 51 11,28 BT, dan 0 o 21 45,73 LS, 127 o 51 0,146 BT, dengan ketinggian wilayah < 25 m.

7 Pengumpulan Larva Anopheles Pengumpulan larva Anopheles dilakukan pada berbagai tipe habitat yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan Anopheles pada masing-masing jenis lokasi yaitu lingkungan permukiman, perkebunan, semak dan hutan. Pengumpulan sampel larva, dilakukan pada habitat alami seperti, sungai, kali, mata air, parit, saluran irigasi, lagun, rawa, kolam, maupun habitat yang muncul karena aktivitas manusia seperti sumur, tapak ban, tapak hewan, kontainer/tangki air, kaleng/plastic bekas, dan perahu yang tidak digunakan. Pengambilan sampel dilakukan dengan dua cara; 1) menggunakan cidukan (dipper) larva standar (300 ml, diameter 13 cm) yang dilengkapi dengan tangkai ukuran 100 cm (Gambar 14) yang memenuhi standar WHO, dilakukan pada habitat yang mengandung air yang cukup dan memungkinkan dilakukannya pencidukan tanpa memberi gangguan yang berarti bagi larva. Dalam penelitian ini, pencidukan dilakukan pada kubangan, kolam lagun dan parit. 2) pada habitat yang kandungan airnya terbatas, pengumpulan larva dilakukan dengan menggunakan pipet dan langsung dimasukkan ke dalam kantong larva. Larva yang terciduk dikumpul dengan pipet dan dimasukkan ke dalam kantong larva atau botol sampel. Sisa air cidukan tidak dibuang di air sehingga tidak mengganggu larva dan pupa. Botol sampel yang berisi larva diberi label dan ditulis dengan pensil berdasarkan waktu (waktu/tanggal/bulan), titik sampling, dan stasiun pengamatan. Larva yang diperoleh dipelihara untuk mendapatkan nyamuk yang dapat diidentifikasi dengan tepat. Wadah pemeliharaan diberikan cairan ekstrak hati untuk menjaga kelangsungan hidup larva hingga eklosi menjadi nyamuk. Nyamuk yang eklosi selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan Kunci identifikasi bergambar nyamuk Anopheles Maluku dan Irian (O Connor & Soepanto 1999). Parameter lingkungan yang diukur adalah ph, salinitas, kekeruhan dan jenis vegetasi (makrohidrofita), gulma yang terdapat di dalam kolom air, dan vegetasi dominan yang terdapat disekitar habitat perkembangbiakan nyamuk. Parameter tersebut diukur pada enam habitat dan disesuaikan dengan jenis pemanfaatan lahan pada setiap habitat yaitu jalan, permukiman, perkebunan, semak belukar dan pantai.

8 52 Gambar 14 Cidukan untuk pengambilan larva nyamuk pada beberapa tipe habitat Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menghitung kepadatan nyamuk yang menetas yang dikaitkan dengan tipe habitat, paramater fisik kimia dan biologi. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data kemudian dianalisis yang dihubungkan dengan data curah hujan dan kelembaban. 4.3 Hasil dan Pembahasan Habitat perkembangbiakan Larva nyamuk Anopheles di Desa Saketa tersebar pada delapan tipe habitat yaiu, kobakan, kolam, kontainer buatan, kubangan, lagun, parit, kaleng bekas, dan tapak ban/tapak hewan. Keberadaan larva pada semua tipe habitat tidak berlangsung sepanjang waktu. Tapak ban/tapak hewan dan kobakan ditemukan hampir sepanjang waktu, sedangkan kolam menjadi habitat pada bulan Juni hingga Agustus. Lagun hanya ditemukan pada bulan Februari, Maret dan Mei, sedangkan parit menjadi habitat pada Bulan Oktober, November, Februari, Juni, Juli dan Agustus. Kontainer buatan dan plastik bekas menjadi habitat pada bulan Juli, tetapi larvanya tidak berhasil berkembang menjadi nyamuk. Pada bulan September tidak ada satupun tipe habitat yang mengandung larva.

9 53 Tabel 3 Keberadaan habitat Anopheles spp. di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari bulan September 2010-Agustus 2011 Jenis habitat Sep okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Jlh F% Kobakan ,7 Kolam ,0 Kontainer buatan ,3 Kubangan ,3 Lagun ,0 Parit ,0 Plastik bekas ,3 Tapak ban/tpk hewan ,0 Keterangan : + terdapat habitat - tidak terdapat habitat/habitat kering Tabel 3 menunjukkan frekuensi munculnya tipe habitat selama satu tahun pengamatan, tampak bahwa keberadaan habitat jenis tapak ban/tapak hewan paling tinggi (75%), diikuti oleh kobakan dan kubangan (66,7% dan 58,3%), yang paling rendah adalah kontainer buatan dan plastik/ kaleng bekas (8,3%) Kepadatan larva Anopheles spp Suatu habitat dapat tersedia dan cocok untuk mendukung perkembangbiakan nyamuk jika kondisi lingkungan yang dibutuhkan terpenuhi. Kondisi lingkungan pada habitat perkembangbiakan akan mempengaruhi keberadaan, jenis dan kepadatan/populasi larva. Tabel 4 Hasil penghitungan dan analisis data larva Anopheles spp. di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-Agustus 2011 Jenis habitat Jlh habitat Jlh larva Ratarata Proporsi % Jlh cidukan Kubangan ,6 44, ,5 Lagun ,7 7,7 90 4,8 Kolam ,0 3,7 30 6,9 Parit ,0 7,7 50 8,6 Kobakan ,5 14,8 - - Kontainer buatan ,7 1,7 - - Kaleng bekas ,0 0,2 - - Tapak ban/tapak hewan ,7 20,0 - - Jumlah ,2 100,0 - - Keterangan : D = Densitas larva (individu/300 ml) D

10 54 Tabel 4 menunjukkan bahwa habitat dengan proporsi kandungan larva rendah yaitu kolam, kontainer buatan, lagun, parit, dan kaleng bekas dengan kisaran proporsi 0,2% -7,7%, sementara tipe habitat lain yaitu kobakan, tapak ban/tapak hewan, dan kubangan memiliki proporsi kandungan larva yang lebih tinggi dengan kisaran 14,8% - 44,2%. Jumlah dan kepadatan larva pada tipe habitat yang memiliki kolom air yang cukup untuk diciduk, kepadatan larvanya adalah 11,5 larva/300 ml pada kubangan, 8,6 larva/300 ml pada parit, 6,9 larva/300 ml pada kolam dan 4,8 larva/300 ml pada lagun Jenis-jenis Anopheles spp. yang terdapat pada berbagai tipe habitat Secara keseluruhan terdapat enam spesies nyamuk yaitu An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus, An. farauti dan An. vagus. larva Anopheles tertinggi adalah An. indefinitus (47,0%), diikuti oleh An. farauti (36,0%), An. kochi (10,6), An. vagus (3,5%) dan terendah adalah An. subpictus (0,19%). Jumlah Anopheles yang diperoleh dari seluruh tipe habitat adalah 519 individu. Pada Gambar 15 disajikan persentase Anopheles per habitat yang menunjukkan bahwa Anopheles tertinggi terdapat di kobakan (26,2%), diikuti oleh lagun (25,6%), kubangan (15,4%), parit (14,8%), tapak ban/tapak hewan (14,6,0%) dan yang terendah adalah kolam (3,3%). Jumlah dan jenis Anopheles spp. dari berbagai tipe habitat di Desa Saketa disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah individu dan persentase Anopheles spp. pada setiap tipe habitat perkembangbiakan di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan September 2010-Agustus 2011 An. farauti An. indefinitus An. kochi An. punctulatus An. subpictus An. vagus Jenis Jlh Habitat N % N % n % n % N % n ` % Kubangan 8 4, ,9 3 5,5 0 0, ,0 0,0 80 Kobakan 29 15, , ,6 0 0, ,0 94,4 136 Lagun ,6 1 0,4 0 0,0 0 0, ,0 0,0 133 Kolam 0 0,0 10 4,1 7 12,7 0 0, ,0 0,0 17 Tapak ban 3 1, , , , ,0 5,6 76 Parit 15 8, ,4 0 0,0 0 0, ,0 0,0 77 Jumlah ,

11 55 Di lagun terdapat dua spesies yaitu; An. indefinitus dan An. farauti, empat spesies pada kobakan yaitu An. indefinitus, An. kochi, An. farauti dan An. vagus, dua spesies pada kolam yaitu An. indefinitus dan An. kochi, serta tiga spesies pada kubangan yaitu An. indefinitus, An. subpictus dan An. farauti. Di parit terdapat tiga spesies yaitu An. indefinitus, An. punctulatus, dan An. farauti dan di tapak ban/tapak hewan terdapat empat spesies yaitu An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus dan An. farauti. Pada kaleng bekas dan kontainer buatan tidak ada larva yang berkembang menjadi nyamuk. Penelitian di daerah transmigrasi Goal, Halmahera memperoleh 5 spesies Anopheles yaitu An. vagus, An. subpictus, An. tessellatus, An. farauti dan An. fragilis pada habitat sawah padi, parit yang ditumbuhi kangkung, kobakan bekas galian tanah, air jernih dengan ph 6 sampai 8, salinitas 0 suhu 25 o C- 28 o C, di sekitarnya terdapat pohon kelapa, rumpun pisang, semak, berbagai perdu dan rumput-rumputaan (Soekirno et al. 1997). Santoso NB, Hadi dan Koesharto (2004) melaporkan bahwa An. maculatus dan An. balabacencis ditemukan pada habitat dengan suhu air antara 24,10 0 C C, ph , tingkat kekeruhan sebesar NTU dan angka kepadatan plankton minimal rata-rata 500/liter, tumbuh dan berkembang dengan baik pada perairan terbuka baik mengalir maupun tidak mengalir, dan dengan dasar berupa batu atau tanah dan ternaungi. Komposisi larva Anopheles pada setiap jenis habitat disajikan pada Gambar 15. Gambar 15 Persentase larva Anopheles pada setiap tipe habitat perkembang biakan di Desa Saketa (September 2010-Agustus 2011)

12 56 Tabel 6. Spesies Anopheles spp. yang terdapat pada setiap tipe habitat di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari bulan September Agustus 2011 Spesies Jenis habitat Kubangan Kobakan Lagun Kolam Tapak ban Parit An. farauti -- An. indefinitus An. kochi An. punctulatus An. subpictus An. vagus Tabel 6 menunjukkan bahwa An. indefinitus merupakan nyamuk yang paling adaptif terhadap semua tipe habitat di Saketa, karena nyamuk ini dapat ditemukan pada semua tipe habitat, sedangkan An. punctulatus dan An. subpictus dapat dikatakan kurang toleran karena hanya ditemukan pada satu tipe habitat saja Keberhasilan larva menjadi nyamuk. Tabel 7 menunjukkan jumlah rata-rata larva tertinggi terdapat pada jenis kubangan (98,6 larva/habitat), diikuti oleh kobakan (63,5 larva/habitat), tapak ban/tapak hewan (58,7 larva/habitat), dan kolam (52 larva/habitat), sedangkan yang terendah adalah kaleng bekas. Proporsi larva tertinggi terdapat tipe habitat kubangan (44,20%) diikuti oleh tapak ban/tapak hewan (20,0%) dan kobakan (14,2%), sedangkan yang terendah adalah kolam (3,7%). Kontainer buatan dan kaleng bekas tidak dipertimbangkan karena pada habitat ini tidak terdapat larva yang berkembang menjadi nyamuk. Sebagian besar larva gagal berkembang menjadi nyamuk dewasa, bahkan di kontainer buatan dan plastik/kaleng bekas semua gagal eklosi. Tingkat keberhasilan larva menjadi nyamuk pada setiap tipe habitat cukup rendah, dengan rata-rata 9,3%. Angka tertinggi terdapat pada lagun (31,0%) diikuti parit dan kobakan (17,8% dan 16,5%) dan terendah pada tapak ban/tapak hewan dan kubangan (6,8% dan 3,2 %). Angka ini termasuk rendah dibandingkan dengan yang diperoleh dari hasil pemeliharaan yang langsung dilakukan pada habitatnya. Angka ini sesuai yang dilaporkan oleh Koendraadt et al. (2010) bahwa

13 57 perkembangan larva An. gambiae di dataran tinggi Afrika sangat rendah, hanya 2 dari 500 ekor larva yang dipelihara berkembang menjadi pupa, larva lainnya mati sebelum terjadi pupa si. Tabel 7 Jumlah tipe habitat, rata-rata dan proporsi larva dan nilai kelangsung hidupan nyamuk pada setiap tipe habitat Anopheles spp. di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-Agustus 2011 Tipe habitat Jlh Larva Jlh Anopheles Keberhasilan N % N % (%) Kobakan , ,2 16,5 Kolam 208 3,7 17 3,3 8,2 Kontainer buatan 95 1, Kubangan , ,4 3,2 Lagun 429 7, ,6 31 Parit 432 7, ,8 17,8 Kaleng bekas 10 0, Tapak ban/tapak hewan , ,6 6,8 Jumlah , ,3 Tingkat keberhasilan yang rendah juga dilaporkan oleh Munga (2007), bahwa larva yang menjadi pupa di saluran drainase adalah 6,8%, pada jejak kaki sapi adalah 0,7%, dan terendah pada kubangan bekas tambang emas (0,62%). Keadaan ini disebabkan oleh hubungan antara predator, ketersediaan makanan dan kestabilan habitat. Hasil ini tidak sama dengan yang dilaporkan oleh Greico et al. (2007) pada penelitian yang dilakukan langsung pada habitat nyamuk di Rawa Belize (perbatasan Mexico-Guatemala). Tingkat keberhasilan larva menjadi dewasa pada Anopheles albimanus mencapai 81%, An. vestitipennis (82%) dan Anopheles darlingi (85%). Tingkat keberhasilan larva An. gambiae berkurang 55-57% pada habitat yang terkena sinar matahari penuh (habitat terbuka) dan hanya 1-2% pada habitat dengan penutupan kanopi hutan yang penuh (habitat hutan) dan penutupan kanopi parsial (habitat tepi hutan). Jumlah serasah daun juga merupakan variabel signifikan untuk kelimpahan larva. Hasil ini menunjukkan bahwa deforestasi yang menyebabkan terbukanya sebagian kanopi akan membantu keberhasilasn larva An. gambiae di dataran tinggi (Tuno et al. 2005).

14 58 Tingkat keberhasilan larva Anopheles menjadi nyamuk pada habitat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya predator. Pada sebagian besar habitat perkembangbiakan, ditemukan keberadaan beberapa jenis predator di antaranya larva capung (Odonata), larva udang-udangan (Crustacea), larva mayflies (Ephemeroptera), larva katak (Anura), dan ikan-ikan kecil. Di dataran tinggi Afrika Timur larva serangga dari ordo Diptera, Coleoptera, dan Odonata mendominasi habitat larva (Tuno et al. 2005). Menurut Setyaningrum (1998) keberadaan ikan pada habitat perkembang biakan nyamuk mempengaruhi kepadatan larva nyamuk, makin banyak ikan, maka kepadatan larva semakin kecil. Selanjutnya, Louca et al melaporkan bahwa ikan Tilapia guineensis dan Epiplatys spilargyreius merupakan predator efektif yang melenyapkan larva fase akhir Anopheles dan Culicinae dalam 1 hari. Tingkat keberhasilan nyamuk juga dipengaruhi oleh curah hujan (Dale et al. 2005). Curah hujan yang cukup akan meningkatkan jumlah habitat dan menciptakan kelembaban yang dibutuhkan untuk perkembangan nyamuk, tetapi curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tersapunya larva akibat terbawa air. Sebagian besar dari semua tipe habitat Anopheles spp. terbentuk oleh aktivitas manusia. Kobakan dan kubangan dapat bersifat alami maupun buatan, keduanya merupakan cekungan/lubang dangkal yang tergenang. Cekungan dapat terbentuk secara alami oleh erosi percikan ataupun erosi permukaan, atau oleh aktivitas manusia yang menyebabkan munculnya cekungan. Lagun merupakan habitat yang murni bersifat alami, umumnya muncul di muara kali kecil yang terbendung oleh tumpukan pasir yang dihempaskan ombak ke darat. Bendungan pasir menyebabkan air dalam lagun terpisah secara temporer dari air laut. Di Saketa, lagun muncul pada bulan Februari, Maret dan Mei dan merupakan habitat vektor yang potensil Habitat Anopheles berdasarkan jarak dari rumah, ketinggian dan fungsi lahan Spesies Anopheles yang ditemukan pada setiap tipe habitat, jarak habitat dari rumah terdekat, ketinggian dan fungsi lahan tempat ditemukannya habitat disajikan pada Tabel 8 berikut.

15 59 Tabel 8 Spesies nyamuk Anopheles pada setiap tipe habitat, jarak habitat dari rumah terdekat, ketinggian (m dpl) dan fungsi lahan di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan September 2010-Agusutus 2011 Tipe habitat Jarak dr Elevasi Fungsi rmh (m) dpl (m) Lahan Jenis Anopheles spp. Kaleng bekas Tidak ada Kobakan , 2 An. indefinitus, An. kochi, An. farauti, dan An. vagus Kolam , 2 An. indefinitus, An. kochi Kontainer buatan , 2 Tidak ada Kubangan ,2,4,5 An. indefinitus, An. kochi, An. subpictus, An. farauti Lagun , 5 An. indefinitus, An. farauti, An. kochi Parit , 4 An. indefinitus, An. punctulatu, An. farauti Tapak ban/tpk hewan , 2 An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. farauti Kisaran ,2,4,5 Keterangan : 1. Kebun 2. Jalan 3. Semak 4. Permukiman 5. Pantai Tabel 8 menunjukkan bahwa kubangan merupakan tipe habitat yang dapat ditemukan paling dekat dari rumah dengan kisaran jarak dari rumah meter, ditemukan pada ketinggian antara 2-24 m dpl, terdapat baik di perkebunan maupun di jalanan. Pada habitat ini terdapat spesies An. indefinitus dan An. kochi. Lagun merupakan tipe habitat yang terjauh dari Desa Saketa tetapi paling dekat dengan Dusun Loleba, terletak pada jarak antara meter dari rumah terdekat pada ketinggian 1-3 m dpl. Di lagun ditemukan dua spesies yaitu An. indefinitus dan An. farauti. Meskipun hanya mendukung dua spesies Anopheles saja, habitat ini menyumbang proporsi yang cukup besar di antara tipe habitat lainnya (penyumbang kedua setelah kobakan). Tabel 8 juga menunjukkan bahwa sebagian besar habitat berada pada ekosistem perkebunan dan jalanan, sebagian lagi di semak dan pantai. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan yang perlu diwaspadai dalam transmisi malaria dari vektor ke manusia bukan hanya pada wilayah permukiman, akan tetapi termasuk jenis ekosistem lainnya terutama di perkebunan termasuk perkebunan di sekitar pantai dan semak.

16 60 Mulyadi (2010) melaporkan bahwa di Desa Doro, jarak habitat perkembang biakan Anopheles terdekat dari rumah adalah 5 meter untuk kobakan, 20 meter untuk kubangan, 15 meter untuk parit, dengan jarak habitat terjauh adalah kali (45 m). Di Desa Saketa, sebagaimana umumnya dengan desa lain di Halmahera Selatan, permukiman dibentuk secara mengelompok yang dikelilingi oleh perkebunan. Dengan demikian, jarak habitat yang berjauhan dari rumah mengindikasikan bahwa habitat tersebut berada di luar wilayah permukiman yang dapat berupa semak, jalanan atau pantai, tetapi masih tetap berada dalam radius wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan masyarakat. Perkebunan perlu diwaspadai karena sebagian besar aktivitas masyarakat Desa Saketa berlangsung di perkebunan. Pada saat panen kelapa dan pembuatan kopra, petani kebun akan tinggal dan menetap selama beberapa hari hingga proses pengeringan dan pengangkutan kopra dirampungkan. Selama beberapa malam di kebun, para petani menghadapi resiko digigit nyamuk dan diinfeksi oleh parasit malaria. Siklus panen kelapa berlangsung setiap tiga bulan, karena sedemikian luasnya perkebunan kelapa di desa ini, maka siklus ini berlangsung sambung menyambung, sehingga hampir tidak ada hari tanpa pemanenan dan proses pembuatan kopra. Jarak habitat dengan lingkungan inang mempengaruhi potensi penularan malaria. Jarak habitat yang jauh dari permukiman menghambat vektor untuk kontak dengan inang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar habitat berada di kawasan perkebunan yang jaraknya cukup jauh dari permukiman/rumah. Jarak yang jauh dari rumah tidak berarti masyarakat juga jauh dari ancaman oleh gigitan vektor. Habitat perkembangbiakan yang berada di perkebunan memungkinkan petani kebun juga menyatu dengan aktivitas vektor, sehingga dapat dipahami jika kasus malaria yang tinggi di Desa Saketa umumnya diderita oleh masyarakat dan anggota keluarga dari masyarakat yang berprofesi sebagai petani kebun (hasil wawancara dengan petugas Puskesmas Saketa). Hasil pemetaan terhadap titik-titik lokasi habitat yang ditemukan dari berbagai jenis fungsi lahan yang ditimpakan pada foto udara Desa Saketa disajikan pada Gambar 16.

17 61 F : 1,2,3,5 F,1,2,3,5 F:1,2,3,5 F:1,2,3,5 A:1,2,3,4 B:1,2 A:1,2,3,4 B:1,2 E : 1,3,5 E:1,2,3 A:1,2,3,4 A:1,2,3,4 Peta Sebaran Habitat Anopheles spp. di Desa Saketa, Kec. Gane barat Kabupten Halmahera Selatan Skala : 1 : m Legenda : Habitat dan spesies Hutan Perkebunan Semak Permukiman Sekolah/perkantoran Puskesmas Lapangan sepak bola Lapangan STQ Jalan E: 1,3,5 E : 1,3,5 E:1,2,3 D : 1,3 D : 1,3 D : 1,3 A : Kobakan B : Kolam C : Kubangan D : Lagun E : Parit F : Tapak ban/tpk hewan 1 : An. indefinitus 2. An. kochi 3. An. farauti 4. An. vagus 5. An.punctulatus 6. An. subpictus Gambar 16 Sebaran habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Saketa, September 2010-Agustus

18 Faktor cuaca dan populasi larva Anopheles spp. pada berbagai habitat perkembangbiakan di Desa Saketa Akumulasi jumlah larva per bulan dari semua jenis habita Anopheles di Desa Saketa dan data cuaca (curah hujan, kelembaban, suhu dan kecepatan angin) yang diperoleh dari stasiun BMKG Labuha, Kabupaten Halmahera Selatan disajikan dalam Tabel 8 berikut : Tabel 9 Jumlah larva, curah hujan, kecepatan angin, kelembaban (rh) dan suhu dari Bulan September 2010 hingga Agustus 2011 Bulan Jumlah larva Curah Hujan (mm) Kecepatan angin (km/jam) Kelembaban (%) Suhu (C) September ,3 86,3 25,3 Oktober ,5 1, ,8 November ,8 1, ,5 Desember , ,8 Januari ,3 1 84,8 26 Februari , ,8 Maret ,8 1,3 84,5 26,5 April ,5 81,8 25,8 Mei 31 48,5 1,5 85,8 26,3 Juni ,3 85,5 25,3 Juli 98 31,5 1,8 85,5 25,8 Agustus 422 2,5 1,8 83,8 25,8 Faktor fisik dan kimia berperan penting dalam perkembangan dan penyebaran nyamuk. Faktor-faktor tersebut meliptui suhu, salinitas, kedalaman, ph, kecerahan/kekeruhan, velositas dan jenis substrat, demikian pula halnya dengan faktor cuaca seperti suhu harian, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin. Setiap spesies nyamuk membutuhkan faktor fisik dan kimia yang berbeda, juga dipengaruhi oleh faktor cuaca. (Brown 1979 dalam Setyaningrum et al. 2008). Hubungan antara faktor cuaca dengan jumlah larva disajikan dalam Gambar 17 berikut :

19 Jumlah Larva ,9 1,1 1,3 1,5 1,7 1, Kecepatan Angin (m/dt) Kelembaban (%) Jumlah Larva Jumlah Larva Jumlah Larva Suhu Udara (oc) Curah Hujan (mm/hari) Gambar 17 Hasil analisis regresi hubungan antara kelembaban, curah hujan, kecepatan angin dan suhu terhadap populasi larva Anopheles spp. pada berbagai habitat perkembangbiakan di Desa Saketa Bulan September 2010-Agustus Dari Gambar 17 tampak bahwa kenaikan curah hujan dapat memicu meningkatnya jumlah larva, tetapi pada kecepatan tertentu akan bertindak sebagai penghambat dan menyebabkan turunnya jumlah larva. Kenaikan curah hujan dari sekitar 23 mm hingga sekitar 40 mm akan menaikkan jumlah larva, tetapi peningkatan curah hujan yang melebihi 50 mm secara perlahan nakan menurunkan jumlah larva dan pada curah hujan yang melebihi 80 mm akan menyebabkan jumlah larva mencapai titik terendah (dibawah 50 ind). Gambar 17 menunjukkan bahwa secara polinominal, terdapat pengaruh antara kelembaban, curah hujan, kecepatan angin dan suhu terhadap populasi larva. Pengaruh tersebut dapat mencapai 29,6%; 24,2%; 34,1% dan 52,4% untuk masing-masing faktor tersebut secara berurutan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa faktor suhu turut mempengaruhi jumlah populasi larva Anopheles spp. di Desa Seketa. Dalam hal ini, setiap perubahan positif dari suhu sebesar satu satuan,

20 64 akan diikuti oleh perubahan negatif dari populasi larva sebesar 5533,5 satuan. Namun demikian, faktor-faktor kelembaban, curah hujan, kecepatan angin dan suhu tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan populasi larva Anopheles spp. di Desa Seketa secara linear. Perilaku respon larva terhadap kecepatan angin menunjukkan adanya kecepatan pemicu dan penghambat untuk jumlah larva. Pada kecepatan angin 1-1,3 m/dt akan menurunkan jumlah larva dan kecepatan angin yang melebihi 1,4 m/dt akan menaikkan jumlah larva. Kelembaban udara akan meningkatkan jumlah larva pada rh sekitar 80%-83% dan akan menurunkan jumlah larva pada saat rh melebihi 84%, selanjutnya kenaikan suhu udara diatas 24,5 C hingga 25,5 C akan meningkatkan jumlah larva dan pada suhu C >26 akan menyebabkan jumlah larva berkurang. 4.4 Karakteristik habitat perkembangbiakan Anopheles di Desa Saketa Kobakan Kobakan merupakan cekungan kecil di permukaan tanah yang terbentuk secara alami, disengaja atau tanpa disengaja yang sewaktu-waktu dapat menampung air. Karena ukurannya yang relatif kecil, maka daya tampung airnya juga terbatas, sehingga tipe habitat ini dapat muncul dan menghilang dalam waktu singkat. Kobakan banyak ditemukan tersebar di seluruh wilayah Desa Saketa, tetapi yang mengandung larva hanya yang terdapat di perkebunan dan di jalanan. Untungnya sebagian besar kobakan yang ditemukan tidak mengandung larva nyamuk dan banyak kobakan tidak mengandung larva Anopheles. Namun demikian, pada kobakan tersebut terdapat larva nyamuk (Culex) yang melimpah. Proporsi kobakan adalah 15,7% dari seluruh jumlah habitat. Pada kobakan ditemukan 4 spesies Anopheles yaitu An. indefinitus, An. kochi, An. farauti, dan An. vagus. Habitat ini terdapat di perkebunan (61,5%) dan di jalanan atau di pinggir jalan (38,5%), pada ketinggian 2-46 m dpl dengan rincian 1 kobakan terdapat diketinggian 2 m dpl, 7 terdapat pada m dpl dan 3 pada m dpl. Luasan kobakan terkecil adalah 0,5 x 0,5m dan terbesar 0,5x0,8m dengan kisaran kedalaman 3-15 cm. Kobakan berada antara m dari rumah terdekat, dengan rincian 5 kobakan masing-masing berada pada jarak

21 dan m, 2 kobakan berada pada jaran m dan 1 kobakan terletak 600 m dari rumah terdekat. Kobakan memiliki ph antara 6-7, sedangkan kisaran temperatur air pada habitat ini adalah ºC dengan rincian 4 buah pada kisaran ºC, 6 buah pada kisaran ºC, 3 buah pada kisaran ºC. Nilai kelembaban udara antara %. Salinitas air umumnya 0 dan hanya sekali pengamatan yang memiliki nilai salinitas 10 ditemukan pada kobakan di perkebunan dekat pinggir pantai. Kekeruhan air pada habitat ini bervariasi antara jernih hingga keruh. Jenis substrat terdiri dari substrat pasir dan lumpur masing-masing 50%. Kejernihan air di kobakan bervariasi dari jernih 58,3 %, sedang 33,3% dan keruh 16.7%. Sebagian besar kobakan tidak mengandung tanaman air (58,3%) mengandung tanaman air berupa lumut 2,3%, rumput 1,55% dan kesatuan lumut, rumput dan ganggang 0,77%. Sekitar 40% kobakan tanaman sekitarnya berupa pohon dan 60% berupa rerumputan. Sebagian besar kobakan (61,5%) tidak ternaungi oleh suatu vegetasi, terutama yang terdapat di jalan atau di pinggir jalan. 15,5% kobakan ternaungi dengan intensitas jarang, 0,76% dengan intesitas sedang dan 15,4% dengan intensitas naungan yang rapat. Meskipun kobakan merupakan habitat yang sangat labil dengan ukuran luas dan kedalaman yang rendah, habitat ini tetap ada (40%) yang memiliki berbagai macam jenis predator yang teramati. Predatorrnya bervariasi terdiri dari kecebong, udang-udangan, anggang-anggang, nimpha capung, dan ikan kecil Kolam Kolam di Saketa terdiri dari kolan yang sengaja dibangun untuk tujuan memelihara ikan dan penghias taman dan kolam yang terbentuk karena sengaja digali untuk kebutuhan timbunan bangunan rumah dan dibiarkan tidak tertimbun. Di kolam ditemukan hanya 2 spesies Anopheles yaitu An. kochi dan An. indefinitus. Proporsi kolam dari seluruh habitat sangat kecil (5%), proporsi larvanya 4 % dari total larva dan hanya mengandung 3% dari total jumlah Anopheles. Meskipun kolam merupakan habitat yang dapat menampung air dengan volume besar, keberadaannya sebagai habitat berlangsung hanya beberapa bulan selama waktu penelitian. Kolam di pekarangan, di isi air dan digunakan

22 66 untuk memelihara ikan mulai bulan Maret 2011, sedangkan kolam bekas galian berisi air sejak Januari dan berfungsi sebagai kubangan hingga bulan Mei Fungsinya sebagai kolam terjadi setelah proses penimbunan selesai dan dibiarakan terisi penuh air. Suhu di kolam berkisar antara C dengan ph6,salinitas 0, substratnya berupa lumpur dengan air yang tidak mengalir dan jernih, 1 kali ditemukan keruh. Kolam terletak di pinggir jalan dan pekarangan rumah dengan jarak 3 dan 50 m dari rumah terdekat pada ketinggian 14 dan 29 m dpl. Tanaman air di kolam berupa rumput, lumut, ganggang, dan seresah dengan kerapatan jarang dan sedang. Tanaman sekitarnya berupa rumput, semak dan perdu dan tanpa dinaungi oleh suatu vegetasi. Predator larva ditemukan berupa ikan kecil, kecebong, nimpha capung, udang-udangan, cyclop dan angganganggang Kubangan Jumlah kubangan 30,12 % dari total jumlah habitat perkembangbiakan Anopheles di Desa Saketa. Ukuran kubangan lebih besar dari kobakan dan jauh lebih kecil dari kolam termasuk ukuran volumenya. Sebanyak 44,2% dari seluruh larva berada di kubangan, dan 15,4 % Anopheles berasal dari kubangan, pada habitat ini terdapat 3 spesies Anopheles yaitu An. indefinitus, An. farauti dan An. subpictus yang tersebar di perkebunan (32%), permukiman (28%), di jalan/di pinggir jalan (24%) dan 16% berada di semak. Jarak kobakan dari rumah terdekat bervariasi dari 5-300m dengan rincian 32% pada jarak 5-20 m, 32% pada jarak m, 24% pada jarak m dan 12 % pada jarak Kubangan memiliki kedalaman antara 2-25 cm, dengan rincian 40% memiliki kedalaman 2-10 cm, 36% dengan kedalaman cm dan 25% dengan kedalaman cm. Kisaran Suhu air di kubangan bervariasi dari C, terdapat 4 buah kubangan pada kisaran suhu C, 15 pada kisaran C, dan 6 kubangan pada kisaran C, ph air kubangan berkisar antara 6-7, 84% air kobakan dengan ph 7 dan 16% dengan ph 6. Kobakan mengandung air mulai dari yang jernih hingga keruh, 72% kobakan memiliki air yang jernih, 16% dengan kekeruhan air sedang dan 12% keruh, dengan substrat berupa lumpur (52%) dan pasir (48%).

23 67 Kubangan mengandung berbagai jenis tanaman air. Sekitar 12% kubangan mengandung ganggang, 24% mengandung lumut, 16% mengandung rumput dan sebanyak 36% kubangan mengandung gabungan antara rumput, ganggang dan lumut, 12% sisasnya tidak mengandung tanaman air. Sebagian besar kubangan (80%) tidak mengandung tanaman air. Kerapatan tanaman air bervariasi mulai yang jarang dan sedang (masing-masing 8%), rapat 4% dan (80%). Di sekitar kubangan terdapat berbagai jenis tanaman, tetapi 4% di antaranya tidak mempunyai tanaman disekitarnya. Tanaman sekitar kubangan sebagian besar berupa rumupt (40%), pepohonan (16%), semak 4%, dan gabungan antara semakrumput dan pohon sebesar 36%. Tingkat kelulushidupan larva di kubangan sangat tergolong rendah (3.2%), hal ini kemungkinan disebabkan oleh terbawanya telur predator dalam wadah pemeliharaan di laboratorium. Berbagai jenis predator ditemukan di kubangan seperti Anggang-anggang, juvenil ikan dan ikan-ikan kecil, nimpha capung, cyclop, Ephemeroptera, dan kecebong. Meskipun demikian 39,1% di antaranya tidak mengandung predator Lagun Lagun merupakan salah satu habitat perkembangbiakan yang hanya muncul pada waktu-waktu tertentu. Di Desa Saketa, habitat ini mencul pada bulan Februari dan Maret. Di lagun ditemukan dua spesies Anopheles yaitu An. farauti (99,2%) dan An. indefinitus (0,8%). 70,6% dari semua An. farauti berasal dari lagun. Salinitas di lagun cukup rendah yaitu 0, hanya 1 kali muncul dengan salinitas 10 dengan ph air 6-7. Salinitas merupakan faktor pembatas utama bagi larva nyamuk, larva An. sundaicus mampu beradaptasi terhadap kadar garam hingga 2,4 % (Wensdorfer & McGregor Sembiring (2005) melaporkan bahwa larva An. sundaicus dapat hidup pada habitat dengan salinitas hingga 1,0 %. Penelitian Jatsal, et al. (2003) menemukan larva Anopheles subpictus mendominasi perkampungan nelayan di kawasan pantai Kabupaten Donggala dan Kabupaten Luwuk Banggai, nyamuk ini ditemukan di tambak dan muara sungai. Kondisi tersebut sangat mirip dengan kawasan pertambakan dan hutan bakau yang telah banyak dihuni oleh manusia khususnya kaum nelayan. Di Sungai Legundi, Lombok Timur An. sundaicus

24 68 berkembang pada kadar garam berkisar 0,1 0,6 %, dan masih ditemukan pada kadar garam 3,0% (Budasih 1993). Larva An. dirus dengan kepadatan yang tinggi ditemukan pada kadar garam 1,0 2,5% (Oo et al. 2002). Semua lagun di Saketa memiliki air yang tidak mengalir, umumnya airnya jernih, ditemukan 1 kali dengan tingkat kekeruhan sedang. Substratnya berupa pasir (56%), campuran pasir-kerikil (33,3%) dan lumpur (11,1%). Luas lagun bervariasi pada kisaran terendah 4x5m hingga 10x25m dengan kedalaman antara 50 m hingga 110 m, berada antara m dari rumah terdekat dan paling banyak (55,6%) berada pada jarak antara m. Sebagian besar (77.8%), terletak pada lahan berupa perkebunan yang berbatasan dengan pantai dan 22,5% terletak di pantai yang tidak memiliki fungsi lainnya pada ketinggian 1 m dpl (66,6%) dan 2 m dpl (33,3%). Di Saketa, sebagian besar lagun tidak memiliki tanaman air, sebagain kecil lainnya memiliki tanaman air berupa ganggang (33,3%), dan Hydrilla sp (11,1%). Tanaman di sekitar lagun berupa semak/perdu, rerumputan, pepohonan masingmasing sebesar 11,1% dan yang berupa gabungan antara rerumputansemak/perdu-pepohonan sebesar 66,6%. Sebagian besar memperoleh naungan dari vegetasi sekitarnya dengan intensitas naungan yang beragam, 44,4% lagun ternaungi dengan sedang, 22,2% ternaungi jarang dan sedang, dan 11,15% tidak ternaungi oleh vegetasi. 55,6% lagun tidak dinaungi oleh vegetasi, 33,3% dinaungi dengan intensitas rendah dan 11,2% dinaungi dengan intensitas tinggi. Predatornya berupa ikan-ikan kecil, udang-udangan, Cyclops, dan Ephemeroptera yang hidup secara bersama-sama membentuk komunitas predator larva. Meskipun lagun hanya muncul pada Bulan Februari, Maret dan Mei, tetapi perannya cukup besar dari sisi kevektoran karena didominasi oleh An. farauti yang berperan sebagai vektor malaria di Maluku Utara (Sukowati 2009). An. farauti juga merupakan vektor malaria dan filariasis di daerah Indo-Pasifik dan Australia yang penyebarannya meliputi Indonesia bagian timur yaitu dari Maluku dan Papua, sampai Kepualaun Vanuatu (Foley et al dalam Buwolaksono 2001).

25 Tapak ban/tapak Hewan Tapak ban dan tapak hewan merupakan tipe habitat yang cukup banyak ditemukan di desa Saketa, terbentuk dari jejak kaki sapi yang digunakan sebagai penarik gerobak tanpa roda dan bekas ban truk yang merupakan sarana utama untuk mengangkut hasil perkebunan dan kayu dari hutan. Jejak kaki sapi akan menimbulkan lubang-lubang kecil di permukaan tanah yang menjadi habitat Anopheles jika terisi air. Selain tapak hewan, gerobak sapi juga menimbulkan jejak berupa alur berlubang memanjang yang mirip dengan jejak ban mobil. Tapak ban/tapak gerobak dan tapak hewan secara bersama-sama menimbulkan habitat untuk perkembangbiakan Anopheles spp. Sekitar 20% dari total larva yang diperoleh berasal dari tapak ban dan menempati proporsi 14,6% dari total nyamuk Anopheles hasil pemeliharaan dari semua tipe habitat. Tingkat kelangsungan hidup larva menjadi nyamuk adalah 6,8%, dalam hal ini dihasilkan An. farauti An. indefinitu, An. vagus, An, punctulatus dan An. kochi. Suhu di tapak ban berkisar antara C, dengan rincian 73.7% tapak ban memiliki suhu pada kisaran C dan 26,3% pada kisaran C. Sebagian besar air di tapak ban (63,1%) memiliki ph 7 dan 36,8% dengan ph 6 dan sebagian besar agak keruh/keruh tingkat sedang 42,1%, jernih 36,8% dan keruh 21,0%. Semuanya memiliki air yang tidak mengalir, sebanyak 73,6% substratnya berupa lumpur dan 26,3% berupa pasir. Sebagian besar tapak ban (52,6%) tidak mengandung tanaman air, dan proporsi yang mengandung ganggang, lumut dan rumput masing-masing 5,3%, dan 32% lainnya mengandung gabungan antara ganggang-lumut-rumput. 10,5% tapak ban tidak terdapat tanaman di sekitarnya. Sebagian besar dikitari oleh berbagai tanaman berupa pohon (10,5%), rumput (15,7%) dan gabungan keduanya (63,2%). Sebagian besar tapak ban berada pada ketinggian 3-45 m dpl dan sebagian besar terdapat di perkebunan (52,6%), jalanan/pinggir jalan (42,1%) dan hanya 52% terdapat dipermukiman. Predatornya bervariasi berupa anggang-anggang, cyclop, udang-udangan, Ephemeroptera, kumbang air, kecebong, dan nimpha capung.

26 Parit Parit terdapat di dalam dan di luar Desa Saketa. Sebagian besar tertimbun dan sengaja ditimbun masyarakat untuk jalan kendaraan. Akibatnya pada tempattempat tertentu, sebagian parit tidak berfungsi mengalirkan air bahkan malah menampung air dan habitat perkembangbiakan nyamuk. Sekitar 7,7% larva terdapat di parit dan 8,6% Anopheles berasal dari parit dengan nyamuk yang terdiri dari An. indefinitus (96,8%) dan An. kochi (3,2%). Ukuran parit yang menjadi habitat nyamuk beragam 0,3x0,3 hingga 1,5 x 50 dengan kedalaman antara 10 hingga 50 cm. Parit terdapat di permukiman dan jalan dan di pingir jalan di lingkungan permukiman dengan jarak terdekat dari rumah antara10 hingga 1000 m. Parit yang terdapat pada kisaran m (66.6%) berlokasi di pinggir jalan di lingkungan permukiman. Suhu air dalam parit antara C dengan rincian pada suhu 27 C-30 C terdapat 88,8% dan hanya 11,2% dengan suhu diatas 30 C. Sebanyak 77.8% parit memiliki ph 7 dan 22,2% dengan ph 6. Semua parit memiliki air dengan salinitas 0, 53% airnya jernih dan 89% tidak mengalir, sisanya mengalir lambat. Sebagian besar substratnya berupa lumpur (66,7%) dan 33,3% berupa pasir. Tanaman air di parit berupa rumput, ganggang, lumut juga banyak mengandung seresah. 33,3 % parit tidak dikitari oleh tanaman, lainnya di kelilingi oleh tanaman berupa rumput, perdu, semak dan pohon. Sedangkan predatornya berupa ikan kecil, udang-udangan, kecebong, nimpha capung, anggang-anggang dan Ephemeroptera. Setyaningrum (2008) melaporkan parit yang merupakan habitat Anopheles di Lampung mengandung tanaman air berupa bandotan (Ageratum conizoides) dengan ikan ceke (Gambusia affinis) predator. Air parit yang keruh oleh suspensi partikel yang berlebihan akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan larva, sedangkan air yang keruh karena partikel makanan akan menjadi habitat yang sangat cocok untuk perkembangan larva Anopheles (Sattler et al. 2005).

27 Diskripsi nyamuk Anopheles spp. berdasarkan karakteristik habitat perkembangbiakannya di Desa Saketa Anopheles farauti An farauti terdapat pada lima jenis habitat yaitu parit, kobakan, kubangan, tapak ban dan lagun, tetapi tidak ditemukan di kolam, kontainer buatan dan plastik/kaleng bekas. Jumlah An. farauti dari semua jenis habitat adalah 187 individu (36% dari total Anopheles) dengan proporsi tertinggi terdapat pada habitat lagun (70,6%), diikuti kobakan (15,5%), dan paling rendah pada habitat tapak ban/tapak hewan (1,6%). Nyamuk An. farauti mendominasi berbagai habitat di Desa Doro Kabupaten Halmahera Selatan dengan frekuensi hingga 95,7%, menyebar pada 5 tipe habitat yaitu parit, kobakan, kubangan, kolam dan kali sebagaimana dilaporkan oleh Mulyadi (2010). Sementara itu, Sukowati (2010) melaporkan bahwa An. farauti ditemukan pada 14 tipe habitat yaitu berupa tapak ban, kubangan, kali, kobakan, rawa, estuari, aliran air, sumur, perahu yang tidak digunakan, lagun, kolam, kantong plastik bekas dan helm bekas yang tersebar pada 7 desa di Halmahera Selatan. Nyamuk An. farauti lebih banyak ditemukan di Lagun. Meskipun berasosiasi dengan pantai, salinitas air lagun di Saketa berkisar antara 0-1 ppt, jauh lebih rendah dibanding salinitas normal air laut (3,5 ppt). Rendahnya salinitas di lagun disebabkan oleh terputusnya masukan air laut dan adanya masukan air tawar secara simultan. Hal ini merupakan faktor pendukung tingginya populasi An. farauti di habitat jenis lagun, salinitas merupakan faktor yang mempengaruhi toleransi An. faruti di suatu habitat (Bell et al. 1999). Frekuensi keberadaan An. farauti cukup rendah, nyamuk ini muncul hanya pada bulan Februari pada habitat parit, pada bulan Januari dan Februari di kobakan dan lagun, pada bulan November 2010 dan Januari 2011 nyamuk ini muncul di kubangan. Sebagian besar An. farauti terdapat pada habitat jenis lagun yang terletak di bibir pantai. Meskipun lagun hanya muncul pada Bulan Februari, Maret dan Mei, habitat ini memiliki peran yang cukup besar dari sisi kevektoran karena didominasi oleh nyamuk An. farauti, di beberapa wilayah di Indonesia nyamuk ini terbukti sebagai vektor malaria (Winarno & Hutajulu 2009).

28 72 Tabel 10 Jumlah larva, jumlah cidukan dan densitas larva, frekuensi nisbi dan kelimpahan nisbi nyamuk An. farauti pada setiap habitat di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan September Agustus 2011 Tipe habitat Jlh larva Jlh D nh na F (%) Jlh Anoph. K (%) Kobakan , , ,5 Kubangan , ,6 8 4,3 Lagun , ,6 Parit , ,7 15 8,0 Tapak ban/tapak Hewan ,1 3 1,6 Kolam Jumlah , Ket. D = kepadatan/cidukan (volume cidukan = 300 ml), nh = jumlah bulan ditemukannya habitat, na = jumlah bulan habitat mengandung larva A.farauti An. farauti merupakan vektor malaria dan filariasis di daerah Indo-Pasifik dan Australia yang penyebarannya meliputi Indonesia bagian timur yaitu dari Maluku dan Papua, sampai Kepualaun Vanuatu (Foley et al dalam Bowolaksono 2001) dan dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Papua, maluku dan maluku Utara (Sukowati 2009; Winarno & Hutajulu 2009). An. farauti menyebar di daerah Indonesia bagian timur, barat daya Kepulauan Pasifik dan Benua Australia, yaitu Kepulauan Maluku sampai Kepulauan Vanuatu (Foley et al dalam Bowolaksono 2001). Nyamuk ini telah beradaptasi terhadap iklim Muson di Australia bagian utara dan Papua Nugini pada ketinggian di atas 1500 dpl (Beebe & Cooper 2002). Larva nyamuk An. farauti tahan terhadap kadar garam, larvanya ditemukan hidup pada habitat rawa, lagun, muara sungai dan empang yang terlindung oleh vegetasi (Foley & Bryan 2000) Karakteristik fisik, kimia dan biologi habitat Anopheles farauti Perkembangan larva nyamuk An. farauti dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia dan biologi lingkungan habitat perkembangbiakannya. Lingkungan fisik yang mempengaruhi perkembangan larva adalah tempat bertelur, suhu air dan arus air. Faktor kimia adalah salinitas, ph dan endapan lumpur (jenis substrat). Sedangkan faktor biologi berupa keberadaan vegetasi air yang dapat berupa tanaman tingkat tinggi atau tingkat rendah, adanya naungan vegetasi, dan keberadaan predator.

29 73 Larva nyamuk hidup dalam kondisi lingkungan yang dinamis seperti curah hujan dan penguapan yang dapat mempengaruhi fluktuasi salinitas secara drastis. Kelangsungan hidup larva tergantung pada kemampuannya mengatur tekanan osmosis hemolimnya dengan cara mengabsorbsi dan mengeluarkan ion-ion dengan cara mengatur ion urinnya dalam rektum sebelum dikeluarkan (Smith et al. 2008) Suhu air, ph, salinitas, kekeruhan, aliran air dan substrat pada habitat An. farauti Berbagai tipe habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles farauti dicirikan oleh kondisi lingkungan fisik yang beragam. Tabel 11 menunjukkan kisaran suhu air pada berbagai tipe habitat di Desa Saketa. An. farauti hidup di kubangan yang memiliki suhu o C, di lagun antara o C, di kobakan, parit dan tapak ban/tapak hewan pada suhu 29 o C- 34 o C. An. farauti memilih tipe habitat yang airnya tidak mengalir dan jernih. Dengan jenis substrat yang berlumpur, pasirberlumpur, berpasir dan kerikil berpasir. Suhu air pada habitat An. farauti di Saketa lebih tinggi jika dibanding dengan yang pernah dilaporkan oleh Soekirno et al. (1997) bahwa suhu air untuk habitat An. farauti di Halmahera berkisar 25 o C- 28 o C. Sedangakan di Raja Basa Lampung Selatan, dilaporkan oleh Setyaningrum et al bahwa larva Anopheles spp. ditemukan pada habitat dengan suhu air antara 30,2 o C-33,5 o C. Suhu air mempengaruhi laju metabolisme larva, suhu optimun untuk pertumbuhan larva nyamuk dipengaruhi oleh wilayah geografis. Di daerah tropis kisaran suhu air adalah 23 o C-27 o C, ini merupakan suhu air optimun sehingga larva dapat menyelesaikan stadium pradewasanya dalam waktu dua minggu (WHO 1982). Semua tipe habitat perkembangan biakan menunjukkan ph 7 yang merupakan ph netral dan optimun bagi pertumbuhan larva. Setyningrum et al. 2008, melaporkan bahwa rawa dan selokan air yang merupakan habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Raja Basa memiliki ph 6, sedangkan Mulyadi (2010) melaporkan kisaran ph pada berbagai habitat perkembangbiakan nyamuk di Desa Doro antara 6,9-7.

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM 132 BAB 6 PEMBAHASAN UMUM Angka annual malaria incidence (AMI) di Kabupaten Halmahera Selatan merupakan yang tertinggi di Provinsi Maluku. Pada tahun 2010 angka AMI mencapai 54,0 (Dinkes Kab. Halmahera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman dan Kelimpahan Nisbi Larva Anopheles spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 11 spesies Anopheles yang ditemukan berdasarkan survei larva, 1 spesies di Kecamatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU

SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU Distribution of Anopheles spp larvae breeding places in Bula, Seram Bagian Timur District,

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec. 3 BAHAN DAN METODE 3. 1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo. 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Dulanpokpok Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Desa Dulanpokpok merupakan daerah pantai, yang dikelilingi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Kota Pangkalpinang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kota Pangkalpinang merupakan daerah otonomi yang letaknya di bagian timur Pulau Bangka. Secara astronomi, daerah ini berada pada garis 106 4 sampai dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan Pantai Batu Kalang terletak di pinggir pantai selatan Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah Sumatera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Secara umum RW 3 dan RW 4 Kelurahan Pasir Kuda memiliki pemukiman yang padat dan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Jumlah sampel rumah yang diambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN Anopheles spp. SERTA PERANANNYA DALAM PENULARAN MALARIA DI DESA DORO KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, Daerah Endemik Malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara

Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, Daerah Endemik Malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, Daerah Endemik Malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara Habitat Characteristics of Anopheles spp. Larvae in Sungai Nyamuk Village,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah salah satu penyakit yang mempunyai penyebaran luas, sampai saat ini malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN Potential Habitat Of Anopheles vagus In Labuan And Sumur Sub-Districts In Pandeglang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

SPASIAL KASUS MALARIA DAN SEBARAN SPESIES LARVA ANOPHELES DI WILAYAH ENDEMIS MALARIA KABUPATEN BULUKUMBA

SPASIAL KASUS MALARIA DAN SEBARAN SPESIES LARVA ANOPHELES DI WILAYAH ENDEMIS MALARIA KABUPATEN BULUKUMBA SPASIAL KASUS MALARIA DAN SEBARAN SPESIES LARVA ANOPHELES DI WILAYAH ENDEMIS MALARIA KABUPATEN BULUKUMBA THE SPASIAL CASE OF MALARIA AND THE SPREAD OF ANOPHELES LARVAE SPECIES IN THE MALARIA ENDEMIC AREA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

Bencana Baru di Kali Porong

Bencana Baru di Kali Porong Bencana Baru di Kali Porong Pembuangan air dan Lumpur ke Kali Porong menebarkan bencana baru, air dengan salinitas 38/mil - 40/mil akan mengancam kualitas perikanan di Pesisir Porong. Lapindo Brantas Inc

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, hidup di wilayah endemis malaria dengan sekitar 250 juta orang terinfeksi malaria untuk tiap

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini untuk melihat karakteristik tempat perindukan di laksanakan pada bulan Oktober - November 2014 di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan (membunuh) lebih dari satu juta manusia di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EKOLOGI HABITAT DAN SEBARAN KEPADATAN LARVA ANOPHELES DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

KARAKTERISTIK EKOLOGI HABITAT DAN SEBARAN KEPADATAN LARVA ANOPHELES DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR KARAKTERISTIK EKOLOGI HABITAT DAN SEBARAN KEPADATAN LARVA ANOPHELES DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR ECOLOGICAL CHARACTERISTIC HABITAT AND DISTRIBUTION ANOPHELES LARVAE DENSITY IN SELAYAR ISLAND REGENCY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( ) Summery ABSTRAK Nianastiti Modeong. 2012. Deskripsi Lingkungan Fisik Daerah Endemik Malaria di Desa Kotabunan Kecamatan Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 Al-Sihah : Public Health Science Journal 410-423 Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 ABSTRAK Muh. Saleh Jastam 1 1 Bagian Keselamatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

V. HASIL & PEMBAHASAN

V. HASIL & PEMBAHASAN 19 V. HASIL & PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Keberhasilan hidup berudu Rhacophorus margaritifer 5.1.1.1. Telur Hasil pengamatan terhadap sembilan selubung busa telur (clutch) menunjukkan bahwa semua telur

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (2013) penyakit infeksi oleh parasit yang terdapat di daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 KAJIAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Aedes DI GAMPOENG ULEE TUY KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR Elita Agustina 1) dan Kartini 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan menyerang 216 juta orang serta menyebabkan kematian 655.000 jiwa setiap tahunnya Penyakit

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN [ ARTIKEL REVIEW ] NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN Gilang Yoghi Pratama Faculty of medicine, Lampung University Abstract Malaria is an infectious

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit parasit tropis yang penting didunia dan masih merupakan masalah utama didunia. Malaria adalah penyebab kematian nomor 4 di dunia setelah infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian V. PEMBAHASAN UMUM Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian dan pemukiman mengakibatkan timbulnya berbagai habitat. Habitat yang ada dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem mangrove, yakni sebagai fungsi ekonomi dan fungsi sosial (Kustanti, 2011). Ketiga pengkategorian

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografi Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato berada di wilayah kecamatan Bone Raya, yang wilayahnya terdiri atas 9 desa, yakni

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anopheles sp. 1. Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Sub famili Genus : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Ririh Y., Gambaran Faktor Lingkungan Daerah Endemis Malaria GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Environmental Factor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp betina. Penyakit malaria bersifat reemerging disease

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN ANOPHELES SP. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

KARAKTERISTIK TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN ANOPHELES SP. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA KARAKTERISTIK TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN ANOPHELES SP. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA Characteristic of Anopheles sp. Breeding Site in Area Puskesmas Bonto Bahari Bulukumba Distric

Lebih terperinci

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan JHECDs, 3 (1), 2017, hal. 22-27 Penelitian Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan The effect of rainfall, humidity, and

Lebih terperinci