4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 32 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman dan Kelimpahan Nisbi Larva Anopheles spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 11 spesies Anopheles yang ditemukan berdasarkan survei larva, 1 spesies di Kecamatan Rajabasa dan sembilan spesies di Kecamatan Padangcermin. Sepuluh spesies Anopheles ditemukan di Rajabasa yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. vagus, A. kochi, A. annularis, A. aconitus, A. barbirostris, A. tessellatus, A. minimus dan A. indefinitus. Sembilan spesies Anopheles ditemukan di Padangcermin yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. vagus, A. kochi, A. aconitus, A. barbirostris, A. indefinitus, A. maculatus dan A. tessellatus. Larva A. sundaicus merupakan spesies terbanyak, dengan kelimpahan nisbi 56,82% di Rajabasa dan 64,2% di Padangcermin (Gambar 4.1). Gambar 4.1 Angka Kelimpahan Nisbi Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin Pesawaran, Agustus - September 28

2 33 Larva A. sundaicus ditemukan sebagai spesies terbanyak di wilayah permukiman, dengan angka kelimpahan nisbi sebesar 6,7 % di Rajabasa dan 62,13 % di Padangcermin. Di wilayah persawahan Rajabasa larva A. vagus ditemukan sebagai spesies terbanyak sebesar 61,49 %, demikian juga di Padangcermin sebesar 42,57 %. Di wilayah semak belukar Rajabasa A. vagus ditemukan sebagai spesies terbanyak sebesar 36,24 %, sedangkan di semak belukar Padangcermin terbanyak A. sundaicus sebesar 81,6 %. Di wilayah hutan Rajabasa A. barbirostris dan A. vagus ditemukan sebagai spesies terbanyak sebesar 39,44 % dan 35,21 %, sedangkan di Padangcermin tidak ditemukan larva Anopheles. Di wilayah pantai Rajabasa larva A. sundaicus ditemukan sebagai spesies terbanyak sebesar 94,33 %, demikian juga di Padangcermin sebesar 89,5 % (Tabel 4.1). Nyamuk A. sundaicus merupakan satu-satunya vektor malaria di Rajabasa dan Padangcermin, banyak ditemukan di wilayah permukinan dan pantai. Vektor malaria yang jumlahnya meningkat dapat meningkatkan infeksi malaria, sehingga potensi infeksi malaria di Rajabasa dan Padangcermin terutama terjadi di wilayah permukiman dan pantai. Jenis larva Anopheles yang ditemukan terbanyak di wilayah semak belukar berbeda antara di Rajabasa dan Padangcermin. Spesies terbanyak di semak belukar Rajabasa adalah A. vagus sedangkan di Padangcermin A. sundaicus. Hal ini disebabkan semak belukar di Rajabasa terletak di wilayah berdekatan dengan hutan yang merupakan habitat A. vagus dan A. barbirostris, sedangkan semak belukar di Padangcermin terletak di wilayah berdekatan dengan pantai yang merupakan habitat utama A. sundaicus.

3 34 Tabel 4.1 Angka Kelimpangan Nisbi Larva Anopheles spp. Berdasarkan Area Tata Guna Lahan di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 28 - September 29 No Rajabasa Padangcermin Area Tata Guna Lahan Kelimpahan Kelimpahan Spesies Anopheles Spesies Anopheles Nisbi (%) Nisbi (%) 1 Permukiman A.sundaicus 6,7 A.sundaicus 62,13 A.vagus 12,5 A.subpictus 12,12 A.annularis 5,66 A.vagus 8,36 A.subpictus 5,36 A.maculatus 6,53 A.barbirostris 4,82 A.kochi 5,79 A.aconitus 4,32 A.barbirostris 4,25 A.kochi 3,36 A.tessellatus,82 A.tessellatus 3,35 A.minimus 1,1 2 Persawahan A.vagus 61,49 A.vagus 42,57 A.kochi 36,4 A.aconitus 22,39 A.subpictus 2,47 A.kochi 2,62 A.barbirostris 14,41 3 Semak belukar A.vagus 36,24 A.sundaicus 81,6 A.aconitus 34,23 A.vagus 18,94 A.barbirostris 17,45 A.minimus 12,8 4 Hutan A.barbirostris 39,44 A.vagus 35,21 A.aconitus 25,35 5 Pantai A.sundaicus 94,33 A.sundaicus 89,5 A.subpictus 4,97 A.subpictus 5,51 A. indefinitus,7 A.vagus 4,57 A.indefinitus,87 Indeks keragaman larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa tertinggi di wilayah permukiman sebesar,631, selanjutnya semak belukar,351, pantai,319, hutan,318 dan persawahan,32. Indeks keragaman larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin tertinggi di area permukiman sebesar,542, selanjutnya persawahan,357, semak belukar,255, pantai,231 dan hutan, (Tabel 4.2).

4 35 Tabel 4.2 Indeks Keragaman Larva Anopheles spp. Berdasarkan Area Tata Guna Lahan di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 28 - September 29 Indeks Keragaman No Area Tata Guna Lahan Rajabasa Padangcermin 1 Permukiman,631,542 2 Persawahan,32,357 3 Semak belukar,351,255 4 Hutan,318 5 Pantai,319,392 Keragaman larva Anopheles spp. di daerah permukiman Rajabasa dan Padangcermin lebih tinggi dibandingkan dengan area tata guna lahan lainnya, disebabkan sifat antropofilik nyamuk. Nyamuk banyak berkumpul di lingkungan permukiman yang terdapat banyak manusia, untuk mendapatkan darah guna pematangan telur dan kelangsungan hidupnya. Nyamuk betina memerlukan gula sebagai sumber energi (Koella dan Sorensen 22), nyamuk betina juga membutuhkan darah untuk proses pematangan telur (Clements 1999), sehingga nyamuk terbang mendatangi sumber darah yaitu manusia atau binatang berdarah panas. Clements (1999) menyatakan nyamuk tertarik pada CO 2 yang merupakan hasil proses pernapasan manusia atau binatang. Sementara itu Reisent et al. (22) melaporkan di New Jercy California nyamuk juga tertarik pada cahaya, sehingga di wilayah permukiman nyamuk akan lebih banyak berkumpul karena terdapat lebih banyak CO 2 dan cahaya. Hakim dan Sugianto (29) melaporkan ada hubungan bermakna antara kepadatan penduduk dengan kepadatan populasi A. sundaicus di Sukaresik Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Hal ini disebabkan semakin banyak penduduk, volume CO 2 yang dihasilkan semakin besar, sehingga nyamuk lebih banyak berkumpul. Keberadaan habitat perkembangbiakan larva Anopheles dapat meningkatkan keragaman nyamuk. Di lingkungan permukiman banyak terdapat kobakan, kubangan, kolam dan bak air sehingga Anopheles lebih bervariasi jenisnya,

5 36 sedangkan di lingkungan hutan Kecamatan Padangcermin jarang ditemukan perairan yang dapat berfungsi sebagai habitat perkembangbiakan sehingga tidak ditemukan larva Anopheles. Hasil perhitungan statistik pada α =,5 menunjukkan ada perbedaan bermakna keragaman larva Anopheles spp. pada wilayah tata guna lahan yang berbeda, baik di Rajabasa (p =,3) maupun di Padangcermin (p =,26) (Tabel 4.3). Keragaman Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p =,345) (Tabel 4.3). Keragaman Anopheles tidak berbeda antara wilayah Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin, karena karakteristik ke dua wilayah hampir sama. Kedua kecamatan sama-sama terletak pada wilayah yang berbatasan dengan pantai, mempunyai suhu dan kelembaban yang relatif tinggi. Rawa-rawa, lagun dan area pertambakan banyak terdapat di kedua kecamatan. Di Kecamatan Rajabasa tambak berupa bak yang digunakan untuk pemeliharaan benur udang, sedangkan di Kecamatan Padangcermin jenis tambak yang ada digunakan untuk pembesaran, dengan spesies terbanyak yang sama, yaitu A. sundaicus. Adanya perbedaan indeks keragaman di antara wilayah tata guna lahan yang berbeda, dikarenakan adanya perbedaan jumlah spesies dan spesies terbanyak. Hasil ini serupa dengan pengamatan Hans et al. (22) bahwa perubahan pemanfaatan hutan akibat aktifitas ekonomi di Thailand dapat meningkatkan heterogenitas lansekap, yang mengakibatkan penurunan keragaman jenis Anopheles. Sementara itu di Provinsi Chantaburi Thailand Kaew et al. (2) melaporkan ada korelasi antara penutupan lahan hutan dengan kejadian malaria. Di Provinsi tersebut pada tahun 1985 kasus malaria ditemukan sebanyak 1. penduduk dengan luas hutan Ha, kasus ini menurun 22 % seiring dengan penurunan luas hutan menjadi Ha pada tahun 1991.

6 37 Tabel 4.3 Perbedaan Indeks Keragaman Larva Anopheles spp. pada Tata Guna Lahan yang Berbeda di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 28 - September 29 No Variabel Nilai p (α=,5) 1 Indeks keragaman Anopheles spp. pada area tata guna lahan yang berbeda di Rajabasa 2 Indeks keragaman Anopheles spp. pada area tata guna lahan yang berbeda di Padangcermin 3 Perbedaan indeks keragaman Anopheles spp. di Rajabasa dan Padangcermin Ket : * = terdapat perbedaan bermakna,3*,26*, Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp Jenis-jenis Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. yang ditemukan di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin sebanyak 13 jenis, 1 di antaranya di Kecamatan Rajabasa dan 11 di Kecamatan Padangcermin (Tabel 4.4). Habitat perkembangbiakan larva Anopheles yang ditemukan di Kecamatan Rajabasa yaitu sawah, parit, kobakan, kolam, kubangan, lagun, rawa-rawa, bak benur terbengkalai, bak air dan sumur (Gambar 4.2), sedangkan di Kecamatan Padangcermin yaitu tambak terbengkalai, sumur, sawah, kobakan, kolam, parit, kubangan, lagun, rawa-rawa, sungai dan saluran irigasi (Gambar 4.3).

7 38 Tabel 4.4 Jenis-jenis Habitat Perkembangbiakan dan Sebaran Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan dan Padangcermin Pesawaran, Agustus - September 28 No Jenis habitat Spesies Anopheles Rajabasa Padangcermin 1 Tambak terbengkalai Tidak ditemukan tambak A. sundaicus, A. barbirmaostris, A. subpictus, A. indefinitus 2 Bak benur terbengkalai A. sundaicus, Tidak ditemukan bak A. indefinitus 3 Kolam A. sundaicus, A. barbirostris, A. annularis, A. aconitus, A. vagus, A. subpictus 4 Lagun A. annularis, A. vagus 5 Rawa-rawa A. sundaicus, A. barbirostris, A. aconitus, A. vagus, A.subpictus 6 Parit A. barbirostris, A. annularis, A. minimus, A. kochi, A. aconitus, A. vagus benur A. barbirostris, A. kochi, A. vagus, A. maculatus A. sundaicus A. sundaicus, A. vagus, A. subpictus A. barbirostris, A. vagus 7 Sungai A. vagus 8 Sawah A. annularis, A. kochi, A. aconitus, A. vagus, A. subpictus A. barbirostris, A. aconitus, A. vagus 9 Saluran irigasi A. barbirostris, A. vagus 1 Sumur A. sundaicus, A. annularis, A. kochi, A. vagus A. sundaicus, A. vagus 11 Kubangan A. vagus A. barbirostris, A. vagus 12 Kobakan A. barbirostris, A. minimus, A. vagus 13 Bak air A. sundaicus, A. barbirostris, A. tessellatus, A. vagus A.sundaicus, A.barbirostris, A.kochi, A. tessellatus, A.vagus

8 39 1) Bak benur terbengkalai 2) Kolam 3) Lagun 4) Rawa-rawa 5) Parit 6) Sawah 7) Sumur 8) Kubangan 9) Kobakan 1) Bak air Gambar 4.2 Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 28

9 4 1) Tambak terbengkalai 2) Kolam 3) Lagun 4) Rawa-rawa 5) Parit 6) Sungai 7) Sawah 8) Saluran irigasi 9) Sumur 1) Kubangan 11) Kobakan Gambar 4.2 Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 28

10 41 Larva A. sundaicus sebagai spesies terbanyak di Kecamatan Rajabasa ditemukan pada habitat bak benur terbengkalai, rawa-rawa, kolam, sumur dan bak air, sedangkan di Kecamatan Padangcermin pada habitat tambak terbengkalai, lagun, rawa-rawa, sumur, kobakan dan bak air. Larva A. subpictus di Rajabasa ditemukan pada habitat kolam, rawa-rawa dan sawah, sedangkan di Padangcermin pada habitat tambak terbengkalai dan rawa-rawa. Larva A. vagus di Rajabasa ditemukan pada habitat kolam, lagun, rawa-rawa, parit, sawah, sumur, kubangan, kobakan dan bak air, sedangkan di Padangcermin pada habitat kolam, rawa-rawa, parit, sungai, sawah, saluran irigasi, sumur, kubangan dan kobakan. Larva A. kochi di Rajabasa ditemukan pada habitat sawah dan sumur, sementara itu di Padangcermin pada habitat kolam dan kobakan. Larva A. annularis hanya ditemukan di Kecamatan Rajabasa pada habitat kolam, sawah, lagun dan kubangan. Larva A. aconitus di Rajabasa ditemukan pada habitat kolam, rawarawa dan parit, sedangkan di Padangcermin pada habitat sawah. Larva A. barbirostris di Rajabasa ditemukan pada habitat rawa-rawa, kobakan, bak air dan kolam, sedangkan di Padangcermin pada habitat kolam, parit, sawah, saluran irigasi, kubangan dan kobakan. Larva A. tessellatus di Rajabasa ditemukan pada habitat bak air, sementara itu di Padangcermin pada habitat kobakan. Larva A. minimus hanya ditemukan di Rajabasa pada habitat kobakan. Larva A. indefinitus di Rajabasa ditemukan pada habitat bak benur terbengkalai, sedangkan di Padangcermin pada tambak terbengkalai. Larva A. maculatus hanya ditemukan di Padangcermin pada habitat kolam (Tabel 4.4). Larva A. sundaicus sebagian besar ditemukan pada habitat yang berbeda antara di Rajabasa dan Padangcermin. Di Rajabasa A. sundaicus banyak ditemukan pada habitat bak benur terbengkalai, sedangkan di Padangcermin pada tambak terbengkalai. Meskipun berbeda, namun kedua habitat tersebut banyak menyediakan sumber makanan bagi larva Anopheles. Sumber makanan larva yang diperkirakan ada di bak benur adalah sisa-sisa plankton pakan benur. Adapun sumber makanan larva Anopheles pada habitat tambak benur terbengkalai adalah plankton hasil pembusukan lumut. Lumut dan tumbuhan air lainnya yang membusuk di sekitarnya banyak ditemukan plankton (Rao 1981).

11 Luas, Ketinggian dan Kedalaman Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa luasanya antara m 2, kedalaman antara 1-2 cm dan ketinggian antara mdpl. Larva A. sundaicus sebagai spesies terbanyak ditemukan pada habitat dengan luas antara 2-2. m 2, kedalaman antara 1-2 cm, dan ketinggian antara 9-1 mdpl. Habitat larva A. sundaicus terkecil adalah sumur dengan luas 2 m 2, sedangkan terluas adalah rawa-rawa dengan luas 2. m 2. Sembilan spesies Anopheles lain nya bervariasi luas, tinggi dan kedalaman habitatnya (Tabel 4.5). Luasan habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin bervariasi antara,5-5. m, kedalaman antara 5-3 cm dan ketinggian antara 9-64 mdpl. Larva A. sundaicus sebagai spesies terbanyak ditemukan pada habitat dengan luas,5-1. m², kedalaman 5-3 cm, dan ketinggian 9-64 mdpl (Tabel 4.6). Kobakan dengan luasan,5 m² merupakan jenis habitat terkecil bagi A. sundaicus di Padangcermin, sedangkan tambak dengan luas hingga satu Ha adalah habitat terluas bagi A. sundaicus. Larva A. sundaicus ditemukan maksimal pada ketinggian 1 mdpl di Rajabasa dan 64 m dpl di Padangcermin. Di hampir seluruh wilayah Indonesia, lingkungan pantai dengan ketinggian -2 mdpl banyak ditemukan larva A. sundaicus dan A. subpictus (Depkes 21). Pada wilayah tersebut banyak terdapat rawa-rawa, lagun dan tambak yang merupakan habitat potensial vektor malaria di wilayah pantai. Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin mempunyai kedalaman relatif dangkal, antara 5-3 cm. Perairan yang dangkal terdapat persediaan oksigen cukup banyak, sehingga memudahkan hewan air berkembangbiak, termasuk plankton (Suwignyo 1989 dalam Susanna 25). Plankton merupakan makanan larva Anopheles. Beberapa penelitian lain yang melaporkan larva Anopheles pada perairan dangkal, antara lain penelitian di Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang Jawa Barat larva A. sundaicus ditemukan pada perairan dengan kedalaman air 15 cm, larva A. vagus dan A. kochi pada kedalaman air 1 cm (Mardiana et al. 27). Larva A. barbirostris dan A. 2

12 43 aconitus di Langkap Jaya Kabupaten Sukabumi Jawa Barat ditemukan pada perairan dengan kedalaman 5-1 cm (Munif et al. 27). Larva A. farauti di Doro Halmahera Selatan terdapat pada perairan dengan kedalaman antara 5-12 cm (Mulyadi 21). Tabel 4.5 Luas, Ketinggian dan Kedalaman Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Luas (m²) Ketinggian (mdpl) Kedalaman (cm) 1 A. sundaicus 1, A. subpictus 1, A. vagus A. kochi A. annularis A. aconitus A. barbirostris A. tessellatus A. minimus A. indefinitus Tabel 4.6 Luas, Ketinggian dan Kedalaman Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Luas (m²) Ketinggian (mdpl) Kedalaman (cm) 1 A. sundaicus, A. barbirostris, A. vagus, A. subpictus A. kochi, A. maculatus A. indefinitus A. aconitus A. tessellatus

13 Dasar Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin sebagian besar ditemukan pada perairan dengan dasar lumpur (Tabel 4.7 dan Tabel 4.8). Hal ini disebabkan pada perairan dengan dasar lumpur banyak terdapat tumbuhan air, seperti ganggang, lumut, rumput, teratai, kangkung, lompong dan pakis. Tumbuhan dapat digunakan sebagai tempat persembunyian larva Anopheles dari serangan hewan predator, selain itu tumbuhan air juga menyediakan mikro dan makro fauna yang penting untuk kehidupan larva Anopheles. Beberapa penelitian lain yang melaporkan larva Anopheles pada perairan dengan dasar lumpur antara lain di Langkap Jaya Kabupaten Sukabumi Jawa Barat sawah dengan dasar lumpur merupakan habitat A. vagus, A. barbirostris dan A. aconitus, saluran irigasi habitat A. vagus dan A. aconitus, kubangan habitat A. barbirostri dan A. maculatus serta bekas tapak kaki habitat A. kochi (Munif et al. 27). Selain itu di Sayong Kabupaten Lombok NTB larva A. subpictus ditemukan pada habitat dengan dasar lumpur, yaitu tambak, sungai dan saluran irigasi, sedangkan di Longlongan pada habitat sawah, sungai, kobakan air dan saluran irigasi (Sukowati 2). Di Mayong Kabupaten Jepara Jawa Tengah larva Anopheles spp. ditemukan pada habitat sawah, sungai dan kobakan/bekas telapak kaki dengan dasar tanah (Mardiana et al. 25). Di Doro Halmahera Selatan larva A. farauti juga ditemukan pada habitat kolam dengan dasar lumpur (Mulyadi 21).

14 45 Tabel 4.7 Dasar Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Dasar perairan 1 A. sundaicus Lumpur (41%), pasir (6%) dan semen (54%) 2 A. subpictus Lumpur (79%) dan semen (31%) 3 A. vagus Lumpur (82%), pasir (6%) dan batu sedang (12%) 4 A. kochi Lumpur (1%) 5 A. annularis Lumpur (81%), pasir (12%) dan batu sedang (7%) 6 A. aconitus Lumpur (92%) dan batu sedang (8%) 7 A. barbirostris Lumpur (1%) 8 A. tessellatus Semen (1%) 9 A. minimus Lumpur (76%), pasir (8%) dan batu sedang (16%) 1 A. indefinitus Semen (1%) Tabel 4.8 Dasar Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Dasar perairan 1 A. sundaicus Lumpur (67%), pasir (25%) dan semen (8%) 2 A. barbirostris Lumpur (78%), pasir (17%) dan semen (5%) 3 A. vagus Lumpur (9%), pasir (6%) dan semen (4%) 4 A. subpictus Lumpur (63%) dan pasir (37%) 5 A. kochi Lumpur (82%) dan semen (18%) 6 A. maculatus Lumpur (1%) 7 A. indefinitus Lumpur (78%) dan pasir (22%) 8 A. aconitus Lumpur (1%) 9 A. tessellatus Lumpur (1%)

15 Salinitas, Suhu dan ph Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa ditemukan pada hábitat dengan suhu air ºC, salinitas -11 dan ph air 6-7 (Tabel 4.9), sedangkan di Kecamatan Padangcermin ditemukan pada suhu air 26-4 ºC, salinitas -34 dan ph air 5,2-8,5 (Tabel 4.1). Larva A. sundaicus di Kecamatan Padangcermin terdapat pada perairan dengan salinitas -34 (Tabel 4.9), sedangkan di Kecamatan Rajabasa ditemukan pada salinitas -11 (Tabel 4.1). Kondisi suhu dan ph di kedua wilayah relatif sama untuk kehidupan larva Anopheles, namun ada perbedaan pada kondisi salinitas. Salinitas di Padangcermin relatif lebih tinggi sebesar -34 dibandingkan di Rajabasa sebesar -11. Hal ini disebabkan jenis habitat yang ada di Padangcermin banyak ditemukan perairan yang berbatasan dengan pantai, seperti tambak terbengkalai dan rawa-rawa. Pada habitat tersebut pasang air laut menggenangi perairan sehingga salinitas air lebih tinggi. Derajat keasaman (ph) habitat larva Anopheles spp. di Rajabasa dan Padangcermin bervariasi dengan rentang 5,2-8,5. Kondisi ini merupakan habitat yang banyak ditemukan hewan air untuk bereproduksi. Derajat keasaman air yang kondusif bagi hewan air untuk bereproduksi adalah 6,5-9 (Swingle 1961 dalam Boyd 199). Beberapa penelitian lain yang hasilnya serupa dengan hasil penelitian ini antara lain penelitian di Jengkalang Flores larva A. subpictus dan A. aconitus ditemukan hidup di perairan dengan ph 4,5-7, (Hoedojo 1992 dalam Mulyadi 21). Di Bengal India larva A. sundaicus ditemukan pada perairan dengan ph 7,7-8,5 atau rata-rata 8,2 (Sent 1938 dalam Rao 1981). Sementara itu di Mae Sot Thailand larva A. dirus, A. minimus, A. maculatus, A. kochi, A. jamesii, A. peditaeniatus, A. barbirostris, A. campestris dan A. vagus pertumbuhannya berhubungan dengan ph air. Larva tersebut tumbuh optimal pada kisaran ph 4-8. Pada ph kurang dari empat dan lebih dari delapan jarang ditemukan larva Anopheles (Kengluecha et al. 25). Setiap jenis Anopheles memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap derajat salinitas air. Salinitas optimum perkembangan A. sundaicus di

16 47 Indonesia adalah 12-18, dan tidak dapat berkembang pada salinitas 4 ke atas (Bonne-Wepster dan Swellengrebel 1953). Hasil penelitian lain yang serupa dengan hasil penelitian ini antara lain di Bangsring Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur larva A. sundaicus ditemukan pada perairan dengan salinitas -4, sedangkan di Panggul Kabupaten Trenggalek ditemukan pada salinitas air 9 (Mardiana et al. 22). Sementara itu Sukowati (2) melaporkan A. subpictus di Sayong Lombok NTB ditemukan pada habitat dengan salinitas 5-35, sedangkan di Longlongan kisaran salinitas Tabel 4.9 Salinitas, Suhu dan ph Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Salinitas air ( ) Suhu air (ºC) ph air 1 A. sundaicus A. subpictus A. vagus A. kochi ,2-7 5 A. annularis ,2-7 6 A. aconitus A. barbirostris A. tessellatus ,5 9 A. minimus ,5-7 1 A. indefinitus 28 6,5

17 48 Tabel 4.1 Kondisi Salinitas, Suhu dan ph Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Salinitas air ( ) Suhu air (ºC) ph air 1 A. sundaicus ,2-8,5 2 A. barbirostris ,2-8 3 A. vagus ,2-9,5 4 A. subpictus ,2-8,5 5 A. kochi ,2-8 6 A. maculatus A. indefinitus A. aconitus A. tessellatus , Arus Air Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Larva Anopheles spp. sebagian besar ditemukan hidup pada kondisi arus air yang tidak mengalir ( m/menit) dan mengalir lambat (,1-1 m/menit), baik di Kecamataran Rajabasa maupun Padangcermin. Hanya beberapa spesies ditemukan pada habitat yang mengalir sedang (1,1-25 m/menit). Larva Anopheles tidak ditemukan pada perairan yang mengalir cepat (>25 m/menit) (Tabel 4.11 dan Tabel 4.12). Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan larva Anopheles melawan arus air. Pada umumnya hewan air dengan tulang belakang yang kuat yang mampu mencari makan pada perairan deras, sedangkan larva Anopheles tidak memiliki tulang belakang. Pengamatan serupa dilakukan di Doro Halmahera Selatan dengan hasil bahwa larva Anopheles ditemukan pada perairan yang tidak mengalir dan mengalir lambat. Larva A. farauti ditemukan pada habitat tidak mengalir antara lain di parit, kobakan, kubangan, kolam, sumur dan kali. Adapun sungai yang mengalir lambat ditemukan larva A. farauti, A. punctulatus, A. vagus dan A. minimus (Mulyadi 21).

18 49 Tabel 4.11 Arus Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Arus air 1 A. sundaicus Tidak mengalir (66%) dan mengalir lambat (34%) 2 A. subpictus Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat (31%) 3 A. vagus Tidak mengalir (76%) dan mengalir lambat (24%) 4 A. kochi Tidak mengalir (68%), mengalir lambat (27%) dan mengalir sedang (5%) 5 A. annularis Tidak mengalir (72%), mengalir lambat (21%) dan mengalir sedang (7%) 6 A. aconitus Tidak mengalir (68%), mengalir lambat (24%) dan mengalir sedang (8%) 7 A. barbirostris Tidak mengalir (53%), mengalir lambat (42%) dan mengalir sedang (5%) 8 A. tessellatus Tidak mengalir (78%) dan mengalir lambat (22%) 9 A. minimus Tidak mengalir (89%) dan mengalir sedang (11%) 1 A. indefinitus Tidak mengalir (1%)

19 5 Tabel Arus Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Arus air 1 A. sundaicus Tidak mengalir (63%) dan mengalir lambat (37%) 2 A. barbirostris Tidak mengalir (57%), mengalir lambat (37%) dan mengalir sedang (6%) 3 A. vagus Tidak mengalir (68%), mengalir lambat (24%) dan mengalir sedang (8%) 4 A. subpictus Tidak mengalir (67%) dan mengalir lambat (33%) 5 A. kochi Tidak mengalir (77%) dan mengalir lambat (23%) 6 A. maculatus Tidak mengalir (75%) dan mengalir lambat (25%) 7 A. indefinitus Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat (31%) 8 A. aconitus Tidak mengalir (1%) 9 A. tessellatus Tidak mengalir (1%) Keberadaaan Gulma Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa ditemukan pada perairan yang ada maupun tidak ada gulma air, yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. vagus, A. kochi, A. annularis, A. aconitus dan A. barbirostris. Sementara itu larva A. tessellatus hanya ditemukan pada perairan yang tidak terdapat gulma air, sedangkan larva A. minimus dan A. indefinitus hanya ditemukan pada perairan yang terdapat gulma air (Tabel 4.13). Di Kecamatan Padangcermin hanya larva A. indefinitus dan A. tesselatus yang ditemukan pada perairan yang terdapat gulma air, selebihnya larva A. sundaicus, A. barbirostris, A. vagus, A.subpictus, A.

20 51 kochi, A. maculatus dan A. aconitus ditemukan pada perairan yang terdapat atau tidak terdapat gulma air (Tabel 4.14). Gulma air pada habitat larva Anopheles spp. di Rajabasa dan Padangcermin bervariasi, antara lain lumut (Spirogyra), ganggang (Enteromorpha sp. dan Heteromorpha sp.), rumput (Imperata sp.), teratai (Nymphaea alba), kangkung (Ipomoea aquatica), lompong (Caladium bicolor) dan pakis (Alsophila glauca). Tinggi gulma air antara 1-8 cm, dengan kerapatan jarang, sedang, rapat ataupun sangat rapat (Tabel 4.13 dan 4.14). Gulma air pada habitat sangat berperan terhadap keberadaan larva nyamuk Anopheles. Hal ini disebabkan gulma air dapat berfungsi sebagai tempat menambatkan diri bagi larva nyamuk sewaktu istirahat di permukaan air dan tempat berlindung dari serangan predator. Ganggang dan gulma air lainnya yang membusuk di permukaan air sangat membantu perkembangan larva, karena mikrofauna dan mikroflora sebagai bahan makanan larva di sekitar tanaman (Rao 1981).

21 52 Tabel 4.13 Gulma Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Gulma air 1 A. sundaicus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, 2 A.subpictus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, 3 A.vagus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, Tinggi gulma air (cm) Rapatan gulma air 1-6 Jarang, sedang, rapat 1-6 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 1-8 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 4 A.kochi Imperata sp. 1-8 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 5 A.annularis Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor 6 A.aconitus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor, 7 A.barbirostris Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor, 1-8 Jarang, sedang dan rapat 1-8 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 1-2 Jarang, sedang, rapat 8 A.tessellatus Tidak ada A.minimus Imperata sp. 1-2 Jarang, 1 A.indefinitus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp. sedang, rapat 1 Sedang Ket : Spirogyra (lumut), Enteromorpha sp. (ganggang sutera), Heteromorpha sp. (ganggang perut ayam), Imperata sp. (rumput), Ipomoea aquatica (kangkung) dan Caladium bicolor (lompong).

22 53 Tabel 4.14 Gulma Air pada Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus - September 28 No Spesies Anopheles Gulma air 1 A.sundaicus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica 2 A.barbirostris Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Alsophila glauca 3 A.vagus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp, Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Alsophila glauca, 4 A.subpictus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomeoa aquatica 5 A.kochi Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Caladium bicolor, Alsophila glauca, 6 A.maculatus Spirogyra, Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp., Nymphaea alba, Alsophila glauca, 7 A.indefinitus Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp. Tinggi gulma air (cm) Rapatan gulma air 1-8 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 1-8 Jarang, sedang, rapat 1-5 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 1-5 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 1-6 Jarang, rapat 1-5 Jarang, rapat 1-5 Jarang, sedang, rapat 8 A.aconitus Imperata sp. 1-2 Rapat 9 A.tesselatus Imperata sp. 8 Sedang Ket : Spirogyra (lumut), Enteromorpha sp. (ganggang sutera), Heteromorpha sp. (ganggang perut ayam), Imperata sp. (rumput), Ipomoea aquatica (kangkung), Nymphaea alba (teratai), Caladium bicolor (lompong) dan Alsophila glauca (pakis).

23 Tambak Benur Sebagai Habitat Perkembangbiakan Larva A. sundaicus Tambak benur terbengkalai merupakan habitat utama larva A. sundaicus, hanya ditemukan di Kecamatan Rajabasa. Tambak benur ditemukan berjumlah 18 buah. Setiap lokasi tambak terdapat beberapa bak benur, antara 4-46 bak, dengan jumlah total bak benur sebanyak 229 buah (Tabel 4.15). Sebagian bak digunakan untuk memelihara benur dan sebagian lagi terbengkalai menjadi habitat larva A. sundaicus. Tabel 4.15 Tambak Benur yang Ditemukan Larva A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan Bak terbengkalai Bak terpakai Tambak (+) larva (%) (-) larva (%) (+) larva (%) (-) larva (%) Jumlah (%) Tambak 1 1 (6,7) () () 14 (93,3) 15 (1) Tambak () 8 (1) 8 (1) Tambak () 1 (1) 1 (1) Tambak () 12 (1) 12 (1) Tambak () 8 (1) 8 (1) Tambak (6,3) 15 (93,7) 16 (1) Tambak 7 1 (8,3) () () 11 (91,7) 12 (1) Tambak () 1 (1) 1 (1) Tambak 9 1 (1) () () 9 (9) 1 (1) Tambak 1 () 15 (1) (1) Tambak () 1 (1) 1 (1) Tambak () 4 (1) 4 (1) Tambak () 8 (1) 8 (1) Tambak () 46 (1) 46 (1) Tambak () 1 (1) 1 (1) Tambak 16 () 11 (1) (1) Tambak () 12 (1) 12 (1) Tambak () 12 (1%) 12 (1) Jumlah 3 (1,3) 26 (11,4) 1(,4) 199 (86,9) 229 (1) Keterangan : - : Tidak terdapat bak

24 55 Bak benur terbengkalai merupakan habitat utama A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan. Bak benur terbengkalai yang tidak ditemukan larva Anopheles karena dimanfaatkan untuk memelihara ikan. Sementara itu bak benur produktif yang ditemukan larva A. sundaicus adalah yang digunakan untuk memelihara plankton pakan benur. Bak plankton produktif ditemukan larva A. sundaicus, hal ini disebabkan plankton merupakan sumber makanan larva Anopheles. Bak yang produktif untuk memelihara benur tidak menjadi habitat larva A. sundaicus. Bak benur sebagai habitat larva A. sundaicus memiliki karakteristik air ph kisaran 6,2-7, salinitas kisaran -9, suhu kisaran C, 5 % terdapat sampah, 5 % terdapat gulma air dan 25% terdapat ikan (Tabel 4.16). Bak benur terbengkalai dapat menjadi habitat larva Anopheles, karena bak diisi air dan ditumbuhi lumut. Bak diisi air supaya tidak retak, namun disisi lain menjadi media A. sundaicus untuk berkembangbiak. Pada saat bak produktif, benur dipelihara dengan makanan plankton. Sebagian plankton masih tertinggal di dalam bak pada saat bak terbengkalai. Bak terbengkalai dengan kondisi air payau, terdapat lumut dan sisa plankton pakan benur merupakan habitat yang disenangi larva A. sundaicus. Tabel 4.16 Karakteristik Bak Benur Sebagai Habitat Perkembangbiakan Larva A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan Lokasi Bak Status Bak ph Salinitas ( ) Suhu Air ( o Serasah C) Gulma air Ikan Tambak 1 Terbengkalai Tambak 6 Terpakai sebagai bak plankton Tambak 7 Terbengkalai Tambak 9 Terbengkalai 6, Keterangan : + (ada), - (tidak ada)

25 56 Hasil perhitungan tingkat risiko didapat nilai OR = 2,7, artinya bak yang terbengkalai mempunyai risiko 2,7 kali lebih tinggi sebagai habitat perkembangbiakan larva A. sundaicus, dibandingkan dengan bak yang terpakai memelihara benur (Tabel 4.17). Hal ini menunjukkan bahwa bak yang terbengkalai berpotensi menjadi habitat perkembangbiakan larva A. sundaicus. Di wilayah tambak benur, larva A. sundaicus hanya ditemukan pada habitat bak yang dasarnya tidak langsung berhubungan dengan tanah. Larva ini tidak ditemukan pada kobakan atau kolam di sekitar tambak. Plankton yang tertinggal di dalam bak, menjadi daya tarik A. sundaicus meletakkan telur untuk mempertahankan generasinya. Tabel 4.17 Faktor Risiko Bak Benur Terbengkalai Sebagai Habitat Larva A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan Bak Keberadaan larva Positif Negatif Total OR Terbengkalai (tdk produktif) Terpakai (1,3%) 1 (89,7%) 199 (1%) 2 2,7 (produktif) (,5%) (99,5%) (1%) Tabel 4.18 Faktor Risiko Serasah, Gulma Air dan Ikan pada Bak Terbengkalai Sebagai Habitat Larva A. sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan Faktor Risiko Keberadaan larva Positif Negatif Total Serasah Ada 1 (12,5%) 7 (87,5%) 8 (1%) Tidak ada 2 (9,5%) 19 (9,5%) 21 (1%) Gulma air Ada 2 (33,3%) 4 (66,7%) 6 (1%) Tidak ada 1 (4,3%) 22 (95,7%) 23 (1%) Ikan Tidak ada 2 (11,8%) 15 (88,2%) 17 (1%) Ada 1 (8,3%) 11 (91,7%) 12 (1%) OR 1,3 7,7 1,4

26 57 Keberadaan serasah pada bak terbengkalai meningkatkan risiko sebagai habitat larva A. sundaicus 1,3 lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terdapat sampah. Keberadaan gulma air (ganggang/lumut) meningkatkan risiko 7,7 lebih tinggi sebagai habitat larva A. sundaicus dibandingkan dengan tidak ada lumut. Keberadaan ikan pada bak benur yang terbengkalai menurunkan risiko 1,4 sebagai habitat larva A. sundaicus dibandingkan dengan yang tidak ada ikan (Tabel 4.18). Berdasarkan keterangan tersebut maka keberadaan gulma air merupakan faktor risiko tertinggi keberadaan larva A. sundaicus pada habitat bak terbengkalai. Hal ini dikarenakan, selain ganggang/lumut sebagai tempat persembunyian larva dari ikan pemangsa, lumut juga merupakan sumber makanan bagi larva. Ganggang dan lumut yang membusuk menyediakan mikrofauna dan mikroflora sebagai bahan makanan larva (Rao 1981) Tambak Terbengkalai Sebagai Habitat Perkembangbiakan Larva A. sundaicus Tambak terbengkalai hanya ditemukan di Kecamatan Padangcermin. Tambak ini merupakan habitat utama perkembangbiakan larva A. sundaicus. Karakteristik tambak terbengkalai di Padangcermin antara lain dasar perairan lumpur dan pasir, aliran air tidak mengalir dan mengalir lambat, terdapat gulma air, rapatan gulma air jarang, sedang dan rapat, tinggi gulma air 1-5 cm, tanaman sekitar berupa rerumputan dan semak, kedalaman 2-15 cm, luasnya m², terdapat ikan kepala timah, mujair dan nila, serta bejarak 1-3 m dengan rumah terdekat. Jumlah tambak terbengkalai yang ditemukan sebanyak tujuh buah, kecuali pada bulan Desember bertambah satu buah menjadi delapan buah. Hal ini dikarenakan pada bulan Desember curah hujan meningkat dibandingkan dengan bulan lainnya, tambak yang tadinya tertimbun lumpur dan ditumbuhi semak belukar menjadi lebih berair, kemudian menjadi habitat larva Anopheles. Rata-rata suhu air tambak terbengkalai berkisar antara 28,43-34 ºC, rata-rata tertinggi pada bulan Mei-Juni sebesar 34 ºC dan terendah bulan November- Desember sebesar 28,43 ºC. Rata-rata suhu air polanya hampir mirip dengan rata-

27 58 rata kadar garam, terendah pada bulan November-Desember sebesar 11,29 dan tertinggi 13,71 pada bulan Mei. ph air tertinggi pada bulan November- Desember sebesar 7,56 dan terendah bulan Maret dan Juni sebesar 6,86 (Tabel 4.19). Hasil ini memberikan arti bahwa peningkatan suhu air berbanding lurus dengan kadar garam dan berbanding terbalik dengan ph air, pada saat suhu air meningkat kadar garam juga ikut meningkat, sebaliknya ph air menurun. Kondisi dengan karakteristik tersebut merupakan habitat yang disenangi oleh larva A. sundaicus. Spesies ini tumbuh optimum pada suhu air ºC (Epstein et al. 1998), salinitas optimum (Bonne-Wepster 1953) dan ph optimum 7,7-8,5 (Rao 1981). Di area penelitian perubahan suhu, salinitas dan ph berkorelasi dengan hujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan suhu dan salinitas menurun, sedangkan ph naik. Hal ini dikarenakan penambahan volume air hujan menyebabkan pengenceran salinitas dan penurunan suhu air. Rata-rata luas tambak terbengkalai yang ditemukan hampir sama setiap bulannya, kecuali pada bulan Desember. Pada bulan Desember tambak terbengkalai lebih luas sebesar 3,6 Ha, jika dibandingkan pada bulan lainnya sebesar 25,6 Ha. Hal ini disebabkan indeks curah hujan pada bulan Desember meningkat menjadi 22 ml per hari. Curah hujan yang meningkat menyebabkan peningkatan luasan habitat perkembangbiakan larva Anopheles, sehingga jumlah A. sundaicus hinggap di badan juga meningkat pada bulan Desember sebesar 18 per orang per malam. Tabel 4.19 Kondisi Suhu, Salinitas dan ph pada Tambak Terbengkalai di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran Bulan Suhu air (ºC) Salinitas air ( ) ph air Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata November , , ,56 Desember , , ,56 Januari , , ,53 Februari , , ,43 Maret , , ,86 April , , ,71 Mei , Juni ,29 6,5-7 6,86

28 59

29 59 Tabel 4.2 Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan No Spesies Anopheles Jenis habitat 1 A.sundaicus Bak benur, kolam, rawa-rawa, sumur, bak air Luas (m²) 1,5-2. Dalam (cm) Tinggi (m dpl) Dasar perairan Lumpur (41%), pasir (6%), semen (54%) Suhu air (ºC) Salinitas air ( ) ph air Arus air Gulma air Tidak mengalir (66%) dan mengalir lambat (34%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica Tinggi gulma air (cm) Rapatan gulma air 1-6 Jarang, sedang, rapat 2 A.subpictus Kolam, rawa-rawa, sawah 1, Lumpur (79%), semen (31%) Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat (31%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica 1-6 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 3 A.vagus Kolam, lagun, parit, sawah, sumur, kubangan, kobakan, bak air, rawa-rawa Lumpur (82%), pasir (6%), batu sedang (12%) Tidak mengalir (76%) dan mengalir lambat (24%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica 1-8 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 4 A.kochi Parit, sawah, sumur Lumpur (1%) ,2-7 Tidak mengalir (68%), mengalir lambat (27%) dan mengalir sedang (5%) Imperata sp. 1-8 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 5 A.annularis Kolam, lagun, parit, sawah, kubangan Lumpur (81%), pasir (12%), batu sedang (7%) ,2-7 Tidak mengalir (72%), mengalir lambat (21%) dan mengalir sedang (7%) Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor 1-8 Jarang, sedang, rapat 6 A.aconitus Kolam, rawa-rawa, parit, sawah Lumpur (92%), batu sedang (8%) Tidak mengalir (68%), mengalir lambat (24%) dan mengalir sedang (8%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor 1-8 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat

30 6 Lanjutan Tabel 4.2 Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan No Spesies Anopheles Jenis habitat 7 A.barbirostris Kolam, rawa-rawa, parit, kobakan, bak air Luas (m²) Dalam (cm) 8 A.tessellatus Bak air Tinggi (m dpl) Dasar perairan Lumpur (1%) Suhu air (ºC) Salinitas air ( ) ph air Arus air Gulma air Tidak mengalir (53%), mengalir lambat (42%) dan mengalir sedang (5%) Semen (1%) ,5 Tidak mengalir (78%) dan mengalir lambat (22%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica, Caladium bicolor Tinggi gulma air (cm) Tidak ada - - Rapatan gulma air 1-2 Jarang, sedang, rapat 9 A.minimus Parit, kubangan Lumpur (76%), pasir (8%), batu sedang (16%) ,5-7 Tidak mengalir (89%) dan mengalir sedang (11%) Imperata sp. 1-2 Jarang, sedang, rapat 1 A.indefinitus Bak benur Semen (1%) 28 6,5 Tidak mengalir (1%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra 1 Sedang

31 61 Tabel 4.21 Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin Pesawaran No Spesies Anopheles Jenis Habitat 1 A.sundaicus Tambak terbengkalai, lagun, rawa-rawa, sumur, kobakan 2 A.barbirostris Tambak terbengkalai, kolam, parit, sawah, saluran irigasi, kubangan, kobakan Luas (m²),5-1.,5-1. Dalam (cm) Tinggi (m dpl) Dasar perairan Lumpur (67%), pasir (25%), semen (8%) Lumpur (78%), pasir (17%), semen (5%) Suhu air (ºC) Salinitas air ( ) ph air Arus air Gulma air ,2-8,5 Tidak mengalir (63%) dan mengalir lambat (37%) ,2-8 Tidak mengalir (57%), mengalir lambat (37%) dan mengalir sedang (6%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Alsophila glauca Tinggi gulma air (cm) Rapatan gulma air 1-8 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 1-8 Jarang, sedang, rapat 3 A.vagus Kolam, rawa-rawa, parit, sungai, sawah, saluran irigasi, sumur, kubangan, kobakan, Lumpur (9%), pasir (6%), semen (4%) ,2-9,5 Tidak mengalir (68%), mengalir lambat (24%) dan mengalir sedang (8%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp, Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Alsophila glauca 1-5 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 4 A.subpictus Tambak terbengkalai, rawa-rawa Lumpur (59%), pasir (32%), semen(9%) ,2-8,5 Tidak mengalir (67%) dan mengalir lambat (33%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomeoa aquatica 1-5 Jarang, sedang, rapat, sangat rapat 5 A.kochi Kolam, kobakan, Lumpur (82%), semen (18%) ,2-8 Tidak mengalir (77%) dan mengalir lambat (23%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Ipomoea aquatica, Nymphaea alba, Caladium bicolor, Alsophila glauca 1-6 Jarang, rapat

32 62 Lanjutan Tabel 4.21 Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin Pesawaran No Spesies Anopheles Jenis Habitat Luas (m²) Dalam (cm) Tinggi (m dpl) Dasar perairan 6 A.maculatus Kolam Lumpur (1%) 7 A.indefinitus Tambak terbengkalai, Lumpur (78%), pasir (22%) Suhu air (ºC) Salinitas air ( ) ph air Arus air Gulma air Tidak mengalir (75%) dan mengalir lambat (25%) Tidak mengalir (69%) dan mengalir lambat (31%) Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Spirogyra, Imperata sp., Nymphaea alba, Alsophila glauca Enteromorpha sp., Heteromorpha sp., Imperata sp. Tinggi gulma air (cm) Rapatan gulma air 1-5 Jarang, rapat 1-5 Jarang, sedang, rapat 8 A.aconitus Sawah Lumpur (1%) Tidak mengalir (1%) Imperata sp. 1-2 Rapat 9 A.tessellatus Kobakan Lumpur (1%) ,5-7 Tidak mengalir (1%) Imperata sp. 8 Sedang

33 Kepadatan Anopheles spp. Nyamuk Anopheles spp. yang berkontak dengan manusia pada 15 dusun di Kecamatan Rajabasa sebanyak 1 spesies, yaitu A. sundaicus, A. vagus, A. tessellatus, A. aconitus, A. subpictus, A. annularis, A. kochi, A. minimus, A. barbirostris dan A. maculatus. Nyamuk A. sundaicus ditemukan sebagai spesies terbanyak, sebagaimana ditunjukkan oleh rata-rata angka hinggap di badan (MBR) sebesar 32,29 per orang per malam, melebihi spesies lainnya (Gambar 4.4). Pada 15 dusun di Kecamatan Padangcermin ditemukan sebanyak delapan spesies Anopheles yang berkontak dengan manusia, yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. barbirostris, A. kochi, A. aconitus, A. tessellatus, A. vagus dan A. hyrcanus group. Nyamuk A. sundaicus juga ditemukan sebagai spesies terbanyak, dengan rata-rata angka hinggap di badan (MBR) sebesar 54,26 per orang per malam, melebihi spesies lainnya (Gambar 4.5). Gambar 4.4 Rata-rata Anopheles spp. Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) pada 15 Dusun di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan

34 64 Gambar 4.5 Rata-rata Anopheles spp. Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) pada 15 Dusun di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran Nyamuk A. sundaicus sebagai spesies terbanyak di wilayah pantai juga ditemukan di beberapa daerah lain. Rosa et al. (29) melaporkan A. sundaicus ditemukan terbanyak di wilayah pantai Sukamaju Teluk Betung Bandar Lampung. Sementara itu A. sundaicus ditemukan terbanyak di Pantai Purwodadi Kabupaten Purworejo (Sukowati dan Shinta 29). Nyamuk A. sundaicus banyak ditemukan di wilayah pantai karena banyak lagun, rawa-rawa dan tambak terbengkalai yang merupakan habitat potensial bagi larva A. sundaicus. Rata-rata nyamuk A. sundaicus hinggap di badan lebih banyak di Padangcermin sebesar 54,26 per orang per malam dibandingkan dengan di Rajabasa sebesar 32,29 per orang per malam. Hal ini berkaitan dengan luasan habitat perkembangbiakan larva A. sundaicus. Semakin luas habitat perkembangbiakan larva, maka semakin tinggi kepadatan nyamuk hinggap di badan. Larva A. sundaicus di Padangcermin mempunyai habitat lebih luas dibandingkan dengan di Rajabasa. Di Padangcermin habitat utama larva A. sundaicus berupa tambak terbengkalai yang luas keseluruhan mencapai 3,6 Ha, sedangkan di Rajabasa habitat utama larva A. sundaicus adalah bak benur terbengkalai luasan total hanya 1,4 Ha.

35 Aktivitas A. sundaicus Menghisap Darah Nyamuk A. sundaicus di Desa Canti Kecamatan Rajabasa hinggap di badan sepanjang malam, dengan puncak aktivitas pukul Angka hinggap di badan per orang per jam (MHD) di luar rumah selalu lebih tinggi dengan rata-rata 2,78 per orang per malam dibandingkan dengan di dalam rumah dengan rata-rata 2,25 per orang per malam. (Gambar 4.6 dan Tabel 4.22). Seperti halnya di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin A. sundaicus juga hinggap di badan sepanjang malam, jam , mencapai puncaknya pada jam Nyamuk ini hinggap di badan lebih banyak di luar rumah dengan rata-rata 4,81 per orang per malam dibandingkan dengan di dalam rumah dengan rata-rata 3,88 per orang per malam (Gambar 4.7 dan Tabel 4.23) MHD MHD di luar rumah MHD di dalam rumah MHD Rata-rata Jam pengamatan Gambar 4.6 Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Jam (MHD) di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 28 - September 29

36 66 Tabel 4.22 Jumlah Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 28 - September 29 Jam Penangkapan Jumlah Nyamuk Di Luar Rumah Di Dalam Rumah Total MHD MHD di luar rumah MHD di dalam rumah MHD Rata-rata Jam pengamatan Gambar 4.7 Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Jam (MHD) di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29

37 67 Tabel 4.23 Jumlah Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29 Jam Penangkapan Jumlah Nyamuk Di Luar Rumah Di Dalam Rumah Total Di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin A. sundaicus hinggap di badan sepanjang malam mulai jam , kepadatan A. sundaicus di luar lebih tinggi dibandingkan di dalam rumah. Hal ini berarti potensi penularan malaria di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin dapat berlangsung sepanjang malam, baik di luar maupun di dalam rumah, dengan puncak transmisi Plasmodium jam di Canti dan jam di Lempasing. Plasmodium ditularkan ke tubuh manusia lebih banyak terjadi di luar rumah dibandingkan di dalam rumah. Nyamuk A. sundaicus hinggap di badan per orang per malam (MBR) sepanjang bulan, baik di Desa Canti Kecamatan Rajabasa maupun di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin. MBR tertinggi pada bulan November

38 68 sebesar 11 per orang per malam di Canti dan bulan Desember sebesar 18 per orang per malam di Lempasing (Gambar 4.8 dan Gambar 4.9). Nyamuk A. sundaicus merupakan vektor malaria di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin. Berdasarkan fluktuasi kepadatan A. sundaicus (Gambar 4.8 dan Gambar 4.9) dapat dinyatakan bahwa kasus malaria akan meningkat pada bulan November di Canti dan Desember di Lempasing, dengan anggapan daya tahan tubuh masyarakat stabil setiap bulan. Gambar 4.8 Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 28 - September 29

39 69 Gambar 4.9 Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Malam (MBR) di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29 Jumlah A. sundaicus yang meningkat pada bulan Desember sebesar 18 per orang per malam berkaitan dengan curah hujan. Indeks curah hujan meningkat pada bulan Desember sebesar 22 ml, menyebabkan jumlah dan luas perairan sebagai habitat larva A. sundaicus meningkat. Tambak terbengkalai pada musim hujan bertambah luasannya dari 25,6 Ha menjadi 3,6 Ha. Bak terbengkalai yang sebelumnya kering menjadi berisi air, rawa-rawa yang sebelumnya kadar garamnya sangat tinggi menjadi lebih payau, kobakan dan kubangan menjadi lebih banyak. Tipe perairan tersebut merupakan habitat utama A. sundaicus Paritas A. sundaicus Paritas merupakan jumlah nyamuk parus di antara nyamuk parus dan nuliparus. Paritas Anopheles diperoleh dari hasil pembedahan nyamuk. Pembedahan dilakukan terhadap nyamuk yang kosong darah (unfed). Nyamuk A. sundaicus sebagai spesies terbanyak memiliki fluktuasi paritas yang bervariasi, tertinggi pukul di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin. Di Desa Canti persentase paritas A.

40 7 sundaicus jam lebih tinggi di dalam rumah dengan nilai 34,27-75,82 %, sedangkan jam lebih tinggi di luar rumah dengan nilai 75,54-45,67 %. Adapun paritas A. sundaicus di Padangcermin jam lebih tinggi di dalam rumah dengan nilai 36,21-77,84 %, dan jam lebih tinggi di luar rumah sebesar 75,51-46,21 % (Gambar 4.1 dan Gambar 4.11). Paritas berbanding lurus dengan umur nyamuk (Gilles dan Warel 1993). Paritas digunakan untuk menganalisis kemampuan nyamuk dalam menularkan Plasmodium. Semakin tinggi nilai paritas maka umur nyamuk semakin lama, berarti kemampuan nyamuk untuk menularkan Plasmodium semakin besar. Berdasarkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.11 dapat disimpulkan bahwa A. sundaicus sebagai vektor malaria menularkan Plasmodium sepanjang malam, tertinggi pada pukul 1.-4., baik di Desa Canti Kecamatan Rajabasa maupun Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin. Gambar 4.9 Paritas A. sundaicus Per Jam di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 28 - September 29

41 71 Gambar 4.1 Paritas A. sundaicus Per Jam di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29 Fluktuasi paritas A. sundaicus rendah pada pukul , meningkat di atas pukul 22., dan mencapai puncak pukul Hal ini memberikan prediksi bahwa pada pukul lebih banyak aktivitas nyamuk muda (emerge siang hari), sementara itu waktu tengah malam hingga dini hari (pukul ) lebih banyak aktivitas nyamuk yang sebelumnya pernah menghisap darah. Angka paritas tertinggi pada bulan November, dengan rata-rata 68,21% di Canti Kecmatan Rajabasa dan 73,71% di Lempasing Kecamatan Padangcermin (Gambar 4.12 dan Gambar 4.13). Fluktuasi paritas identik dengan fluktuasi kepadatan A. sundaicus, dengan puncak pada bulan November-Desember, dengan demikian hasil ini memperkuat prediksi sebelumnya, bahwa kasus malaria meningkat pada Bulan November.

42 72 Gambar 4.11 Paritas A. sundaicus Per Bulan di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, September 28 - September 29 Gambar 4.12 Paritas A. sundaicus Per Bulan di Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29

43 73 Pembedahan A. sundaicus istirahat malam hari mempunyai hasil yang hampir sama dengan dengan hasil pembedahan A. sundaicus hinggap di badan, persentase paritas tertinggi pada pukul (Gambar 4.14). Fluktuasi paritas A. sundaicus istirahat hasil pengamatan per bulan hampir sama dengan fluktuasi paritas hasil penangkapan nyamuk hinggap di badan dengan puncak kepadatan Bulan November (Gambar 4.15). Gambar 4.14 Paritas A.sundaicus Istirahat Per Jam di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29 Gambar 4.15 Paritas A. sundaicus Istirahat Per Bulan di Desa Canti Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29

44 Perilaku Anopheles spp Perilaku Anopheles spp. Menghisap Darah Nyamuk Anopheles spp. hinggap di badan di Kecamatan Rajabasa lebih banyak di luar rumah dibandingkan dengan di dalam rumah, kecuali A. annularis lebih banyak di dalam rumah (Gambar 4.16). Sementara itu semua Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin lebih banyak hinggap di badan di luar rumah (Gambar 4.17). Meskipun nyamuk lebih banyak hinggap di badan di luar rumah, akan tetapi apabila tidak mendapatkan orang di luar rumah, maka nyamuk akan masuk ke dalam rumah untuk mencari darah. Hasil ini serupa dengan laporan Sukowati dan Shinta (29) yang menyatakan A. sundaicus di Purwodadi Kabupaten Purworejo Jawa Tengah lebih banyak menghisap darah di luar rumah dibandingkan di dalam rumah. Demikian juga laporan Mardiana et al. (27) di Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang A. sundaicus lebih banyak menghisap darah di luar rumah. Garjito et al. (24) melaporkan di Kasimbar Kabupaten Parigi-Mouton Sulawesi Tengah Anopheles spp. lebih banyak menghisap darah di luar rumah dibandingkan di dalam rumah. Penelitian lain di Lengkong Kabupaten Sukabumi Jawa Barat bahwa mendapatkan A. aconitus, A. maculatus dan A. barbirostris lebih banyak menghisap darah di luar rumah (Munif et al. 27).

45 75 Gambar 4.16 Persentase Nyamuk Anopheles spp. Hinggap di Badan di Dalam dan Luar Rumah di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan Gambar 4.17 Persentase Nyamuk Anopheles spp. Hinggap di Badan di Dalam dan Luar Rumah di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran

46 Perilaku Anopheles spp. Beristirahat Hasil penangkapan nyamuk Anopheles spp. beristirahat pada pagi hari pukul 6.-9., di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin mendapatkan empat spesies yang sama, yaitu A. sundaicus, A. annularis, A. vagus dan A. barbirostris. Nyamuk Anopheles tersebut ditemukan beristirahat di dalam dan di luar (Tabel 4.24 dan Tabel 4.25). Di Kecamatan Rajabasa, nyamuk A. sundaicus ditemukan beristirahat di luar seperti di rerumputan, ujung atap rumah dan tumpukan kayu, sedangkan di dalam rumah beristirahat di jaring yang digantung, kelambu, pakaian digantung, dinding dalam rumah dan rak rak sepatu. Nyamuk A. annularis hanya ditemukan beristirahat di dinding luar rumah. Nyamuk A. vagus di luar rumah beristirahat di dinding kandang, daun pisang kering, tumpukan kayu dan semak kering, sedangkan di dalam rumah beristirahat di atap rumah bagian dalam dan dinding dalam rumah. Nyamuk A. barbirostris hanya ditemukan beristirahat di luar rumah di rerumputan sekitar rumah (Tabel 4.24). Di Kecamatan Padangcermin nyamuk A. sundaicus di luar rumah beristirahat di rerumputan dan dinding luar rumah, sedangkan di dalam rumah beristirahat di jaring yang digantung, kelambu, pakaian yang digantung, dinding dalam rumah dan sapu lidi. Nyamuk A. annularis di luar rumah beristirahat di dinding luar rumah, sedangkan di dalam rumah beristirahat di tumpukan kayu kering dan dinding dalam rumah. Nyamuk A. vagus hanya ditemukan beristirahat di dalam rumah di kelambu, pakaian menggantung, dinding rumah bagian dalam. Nyamuk A. barbirostris di luar rumah beristirahat pada rerumputan di sekitar rumah dan tambak, sedangkan di dalam rumah di pakaian kotor yang digantung di dapur (Tabel 4.25). Rata-rata Anopheles spp. beristirahat pagi hari di Kecamatan Rajabasa dan Desa Lempasing Padangcermin lebih banyak ditemukan di dalam rumah dibandingkan di luar rumah. Di Canti Kecamatan Rajabasa Anopheles spp. di dalam rumah lebih banyak beristirahat di kelambu (33,74 %) dan dinding dalam rumah (32,1 %), selebihnya pakaian menggantung (16,87 %), jaring menggantung (1,29 %), atap dalam rumah (4,53 %) dan rak sepatu (2,47 %). Di Lempasing Kecamatan Padangcermin Anopheles spp. di dalam rumah beristirahat pagi hari

47 77 lebih banyak ditemukan di dinding (32,55 %) dan kelambu (3,5 %), selebihnya pakaian menggantung (15,25 %), tumpukan kayu (13,32 %) dan sapu lidi (9,38 %) (Tabel 4.26 dan Tabel 4.37). Nyamuk Anopheles spp. pada umumnya dapat beristirahat baik di luar maupun di dalam rumah. Beberapa penelitian lain yang mempunyai hasil serupa dengan hasil penelitian ini antara lain penelitian di Kokap Kabupaten Kulonprogo DIY nyamuk A. maculatus dan A. balabacensis ditemukan beristirahat di luar rumah, di semak-semak dan tebing parit (Mahmud 22). Sementara itu di Loano Kabupaten Purworejo Jawa Tengah A. aconitus ditemukan di dalam rumah beristirahat di kamar tidur dan ruang tamu, sedangkan di luar rumah banyak beristirahat pada lubang-lubang buatan (Riyanti 22). Di Moshi bagia utara Tanzania nyamuk A. arabiensis ditemukan lebih banyak beristirahat di luar rumah sebesar 8,7 % dibandingkan A. gambiae sebesar 59,7 % dan Culex spp. sebesar 6,8 % (Mahande et al. 27). Tabel 4.24 Tempat Anopheles spp. Beristirahat Pagi Hari di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus 28 - September 29 Spesies Tempat beristirahat Anopheles Di luar rumah Di dalam rumah A. sundaicus Rerumputan pinggiran Gantungan jaring, tambak, pinggiran atap bagian luar, tumpukan kayu kelambu, pakaian mengantung, dinding rumah, rak sepatu A. annularis Dinding rumah bagian luar Tidak ditemukan A. vagus Dinding kandang, daun pisang kering, tumpukan kayu, semak kering A. barbirostris Rerumputan di sekitar permukiman Atap rumah bagian dalam, dinding rumah Tidak ditemukan

48 78 Tabel 4.25 Tempat Anopheles spp. Beristirahat Pagi Hari di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 28 - September 29 Spesies Tempat beristirahat Anopheles Di luar rumah Di dalam rumah A. sundaicus Rerumputan pinggiran tambak dan rumah, dinding luar rumah Gantungan jaring, kelambu, pakaian mengantung, dinding rumah bagian dalam, sapu lidi A. annularis Dinding luar rumah Tumpukan kayu kering di dapur, dinding rumah A. vagus Tidak ditemukan Kelambu, pakaian A. barbirostris Rerumputan di sekitar permukiman dan tambak menggantung, dinding rumah bagian dalam Pakaian kotor yang digantung di dapur

49 79 Tabel 4.26 Tempat Anopheles spp. Beristirahat Per Bulan di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus 28 - September 29 No Tempat Anopheles Jumlah (28) Jumlah (29) Beristirahat Agt Sep Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Total Persen 1 Luar Rumah - Rumput ,86 - Pinggir atap luar ,14 - Dinding luar rumah ,57 - Dinding kandang Tumpukan kayu ,86 - Daun pisang kering ,14 - Semak kering ,43 Jumlah Dalam Rumah - Kelambu ,74 - Pakaian menggantung ,87 - Dinding dalam rumah ,1 - Jaring menggantung ,29 - Rak sepatu ,47 - Atap rumah ,53 Jumlah

50 8 Tabel 4.27 Tempat Anopheles spp. Beristirahat Per Bulan di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 28 - September 29 No Tempat Anopheles Jumlah (28) Jumlah (29) Beristirahat Agt Sep Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Total Persen 1 Luar Rumah - Rumput ,34 - Dinding luar rumah ,66 Jumlah Dalam Rumah - Kelambu ,5 - Pakaian menggantung ,25 - Dinding dalam rumah ,55 - Sapu lidi ,38 - Tumpukan kayu ,32 Jumlah

51 81 Tabel 4.28 Kondisi Abdomen Anopheles spp. Berdasarkan Lokasi Beristirahat Pagi Hari di Desa Canti Kecamatan Rajabasa Lampung, Selatan dan Desa Lempasing Kecamatan Padangcermin Pesawaran, Agustus 28 - September 29 Lokasi Anopheles % Kosong % Berisi % Half % Gravid Beristirahat darah darah gravid Di luar rumah 53,47 32,74 5,32 8,47 Di dalam rumah 2,53 58,56 8,17 12,74 Nyamuk Anopheles spp. di Desa Canti Kecamatan Rajabasa dan Desa Lempasing Padangcermin yang beristirahat di dalam rumah ditemukan lebih banyak yang berisi darah, sedangkan di luar rumah ditemukan lebih banyak yang tidak berisi darah (Tabel 4.28). Hal ini memberikan arti setelah menghisap darah nyamuk tidak langsung ke luar rumah, melainkan beristirahat di dalam rumah, hingga pada saat yang tepat ke luar rumah mencari habitat dan meletakkan telurnya. Nyamuk yang kosong darah banyak ditemukan beristirahat di luar rumah, artinya setelah meletakkan telur nyamuk tidak langsung masuk ke dalam rumah, tetapi beristirahat dulu di luar rumah, sebelum kembali menghisap darah. Nyamuk Anopheles masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, sering beristirahat di dalam rumah beberapa jam setelah menghisap darah, kemudian nyamuk ke luar mencari tempat untuk beristirahat. Nyamuk beristirahat di dalam rumah jika tempat istirahat di luar tidak menguntungkan, dan paling sering ditemukan pada bagian rumah yang kering serta berangin. 4.5 Hasil Pemeriksaan CS Protein Hasil pemeriksaan toraks dan kepala nyamuk terhadap CS Protein (ELISA) menunjukkan bahwa dari 11 spesies Anopheles yang berkontak dengan manusia hanya A. sundaicus yang dinyatakan vektor, baik di Kecamatan Rajabasa maupun Padangcermin. Anopheles sundaicus mengandung Plasmodium falcifarum dan P. vivax, bahkan di Kecamatan Rajabasa seekor nyamuk mengandung dua jenis Plasmodium, yaitu P. falcifarum dan P. vivax. (Tabel 4.29).

52 82 Tabel 4.29 Hasil pemeriksaan CS Protein Spesies Anopheles di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Kecamatan Padangcermin, Pesawaran Rajabasa Padangcermin No Spesies Anopheles Tes Elisa Tes PCR Tes Elisa Tes PCR 1 A. sundaicus Pf, Pv, Pf, Pv Pf Pf, Pv Pf+Pv 2 A. subpictus A. barbirostris A. kochi A. aconitus A. tessellatus A. vagus A. hyrcanus group A. annularis A. minimus A. maculatus Ket : Pf : P. falcifarum, Pv : P. vivax, Pf+Pv : Mixed infection Nyamuk A. sundaicus dinyatakan sebagai vektor malaria sebelumnya juga telah dilaporkan oleh beberapa hasil penelitian lain. Idram-Idris (2) melaporkan A. sundaicus vektor malaria di Padangcermin Kabupaten Lampung Selatan. Sementara itu Mardiana et al. (23) menyatakan A. sundaicus vektor malaria di wilayah pantai Bangsring Kabupaten Trengalek Jawa Timur. 4.6 Entomological inoculation rate (EIR) Entomological inoculation rate adalah angka yang menunjukkan kemampuan vektor (nyamuk) menginfeksi parasit ke dalam tubuh manusia. Nyamuk A. sundaicus sebagai vektor malaria, kemampuan menularkan Plasmodium berbeda antara di Rajabasa dan Padangcermin. Angka EIR menunjukkan kemampuan A. sundaicus menularkan Plasmodium di Rajabasa lebih besar (EIR=,71 gigitan per orang per malam) dibandingkan dengan di

53 83 Padangcermin (EIR=,162 gigitan per orang per malam) (Tabel 4.3). Hal ini dapat diartikan bahwa penularan malaria potensinya lebih tinggi di daerah Rajabasa dibandingkan dengan Padangcermin. Penularan malaria di Rajabasa lebih tinggi dibandingkan dengan Padangcermin karena nilai sporozoit rate di Rajabasa lebih tinggi, meskipun MBR lebih rendah. Hasil serupa dilaporkan oleh Susanna (25) bahwa nyamuk A. sundaicus ditemukan sebagai vektor malaria di Desa Nongsa Pantai Kota Batam, dengan nilai EIR sebesar,478 gigitan per orang per malam. Adapun di Dakar vektor malaria adalah A. arabiensis dengan angka MBR sebesar 17,25 per orang per malam dan angka EIR lebih dari 9,5 gigitan per tahun (Machault et al. 29). Tabel 4.3 Angka Entomological Inoculation Rate Spesies Anopheles Per Orang Per Malam di Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin, Pesawaran Rajabasa Padangcermin No Spesies Anopheles MBR Sporozoit rate EIR MBR Sprozoit rate EIR 1 A. sundaicus 32,29,22,71 54,26,3,162 2 A. subpictus 3,35 2,79 3 A. barbirostris 3,56 3,86 4 A. kochi,87,86 5 A. aconitus 1,87 2,36 6 A. tessellatus,32 7 A. vagus 4,35 4,58 8 A. hycanus gr.,18 9 A. annularis,54 1 A. minimus,67 11 A. maculatus,47

54 Hubungan Cuaca Dengan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan Hubungan Suhu Udara Dengan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan Suhu udara di Kecamatan Padangcermin berkisar antara 25,6-27,3 o C. Rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan November sebesar 25,6 o C dan tertinggi pada bulan September sebesar 27,3 o C. Jumlah A. sundaicus hinggap di badan meningkat pada kisaran suhu 26-26,5 o C, mencapai puncaknya pada suhu 26,1 o C. Pada suhu udara di atas 27 o C jumlah A. sundaicus yang hinggap di badan menurun. Hasil uji statistik korelasi pearson pada α =,5, didapatkan nilai p =,757 (p >,5) (Gambar 4.18), artinya tidak ada hubungan bermakna antara suhu udara dengan jumlah A. sundaicus hinggap di badan per orang per malam (MBR). Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik, makin tinggi suhu maka masa inkubasi ekstrinsik akan semakin pendek, sebaliknya semakin rendah suhu semakin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Suhu optimum perkembangbiakan nyamuk adalah C, pada suhu terlalu tinggi dapat meningkatkan mortalitas nyamuk (Epstein et al. 1998; Martens 1997). Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin merupakan daerah pantai yang berbatasan dengan Laut Jawa, yang mana suhu udara siang hari relatif tinggi sedangkan malam hari relatif rendah. Nyamuk merupakan hewan sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Sensitifitas Anopheles terhadap perubahan suhu, menyebabkan suhu udara tidak dapat memprediksi jumlah A. sundaicus secara statistik.

55 85 Gambar 4.18 Hubungan Suhu Udara dengan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan (MBR) di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September Hubungan Kelembaban Udara Relatif Dengan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan Kelembaban udara relatif di Kecamatan Padangcermin berfluktuasi antara 76-84,3 %. Rata-rata kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 84,3 % dan terendah pada bulan Agustus sebesar 76 %. Hasil perhitungan statistik korelasi pearson pada α =,5 didapatkan nilai p =,26 (p <,5) (Gambar 4.19). Hal ini menunjukkan bahwa kelembaban udara relatif mempunyai hubungan bermakna dengan jumlah A. sundaicus hinggap di badan per orang per malam (MBR). Nilai koefesien determinasi didapatkan sebesar,45 (r 2 =,45), artinya jumlah A. sundaicus 4,5 % dipengaruhi oleh kelembaban udara, selebihnya 59,5 % oleh faktor lain di luar kelembaban udara

56 86 Gambar 4.19 Hubungan Kelembaban Udara Relatif dengan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan (MBR) di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29 Kelembaban udara mempengaruhi kelangsungan hidup dan kebiasaan menggigit nyamuk. Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, sebaliknya kelembaban tinggi memperpanjang umur nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk akan menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit. Peningkatan kelembaban udara dan curah hujan berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk (Epstein et al. 1998), artinya semakin tinggi (84,3%) kelembaban udara kepadatan nyamuk semakin meningkat (18 per orang per malam). Hasil penelitian serupa dilakukan di Mayong Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dengan hasil bahwa kelembaban udara berhubungan dengan kepadatan nyamuk istirahat di dinding (p =,1) dan kepadatan nyamuk istirahat di kandang (p =,15) (Yunianto 23) Hubungan Curah Hujan Dengan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan Hasil pengamatan meunjukkan indeks curah hujan tertinggi pada bulan Desember sebesar 22 ml dan terendah pada bulan Mei sebesar 1 ml (Gambar 4.2). Hasil ini menunjukkan bahwa ada perbedaan indeks curah hujan selama

57 87 satu tahun. Hal ini disebabkan letak Indonesia berada di daerah tropis yang mempunyai dua musin, yaitu hujan dan kemarau. Pada bulan November-April 29 curah curah hujan meningkat dan menurun bulan Mei-September 29. Hasil perhitungan statistik hubungan antara indeks curah hujan dengan jumlah A. sundaicus hinggap di badan dengan α =,5 diperoleh nilai p =,5 (p <,5) (Gambar 4.2). Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna indeks curah hujan dengan jumlah A. sundaicus hinggap di badan per orang per malam. Koefesien determinasi (r 2 ) didapatkan nilai,569, artinya jumlah A. sundaicus hinggap di badan 56,9 % dipengaruhi oleh curah hujan. Hasil ini sama dengan pernyataan Mardiana dan Munif (29), bahwa kepadatan nyamuk Anopheles di Sukabumi mempunyai hubungan positif dengan curah hujan. Gambar 4.2 Hubungan Indeks Curah Hujan dengan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan (MBR) di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, September 28 - September 29

58 88 Curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kepadatan nyamuk, demikian juga sebaliknya rendahnya curah hujan menurunkan kepadatan nyamuk (Epstein el at. 1998). Habitat perkembangbiakan larva A. sundaicus bervariasi baik di Rajabasa maupun di Padangcermin. Adanya hujan akan menambah jenis perairan, yang sebelumnya hanya sedikit atau tidak ada pada musim kemarau. Keberadaan tambak terbengkalai, kobakan dan kubangan menjadi lebih banyak, bak benur terbengkalai yang kering menjadi berisikan air, kondisi air lagun dan rawa-rawa menjadi lebih payau. Kondisi perairan seperti ini merupakan habitat yang disenangi oleh A. sundaicus untuk perkembangan larva. Semakin banyak habitat perkembangbiakan akan mempermudah nyamuk meletakkan telur, sehingga kepadatan nyamuk semakin tinggi. Hujan berperan penting dalam epidemiologi malaria, karena menyediakan media bagi tahap akuatik dari daur hidup nyamuk (Martens 1997). Kasus malaria di Kokap Kabupaten Kulonprogo, DIY meningkat setelah terjadi peningkatan curah hujan yang tinggi hingga mencapai di atas 1 ml per hari (Suwasono 2). Hujan yang diselingi dengan cuaca panas akan meningkatkan kemampuan berkembangbiak Anopheles (Mendoza dan Oliveira 1996). 4.8 Hubungan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan Dengan Kasus Malaria Hasil uji statistik korelasi pearson (α =,5) didapatkan nilai p =,91 (p >,5), artinya tidak ada hubungan bermakna jumlah A. sundaicus hinggap di badan per orang per malam (MBR) dengan kasus malaria (Gambar 4.21). Namun, pada saat kepadatan MBR A. sundaicus dihubungkan dengan kasus malaria satu bulan berikutnya, didapatkan nilai p =,21 (p <,5), artinya ada hubungan bermakna jumlah A. sundaicus hinggap di badan per orang per malam dengan kasus malaria satu bulan berikutnya (Gambar 4.22). Hubunganya positif kuat (ρ =,681), semakin tinggi kepadatan nyamuk maka semakin besar kasus malaria pada bulan berikutnya. Dengan kata lain, terjadinya peningkatan jumlah A. sundaicus hinggap di badan pada bulan ini, peningkatan kasus malaria akan terjadi satu bulan berikutnya.

59 89 Hasil tersebut sesuai dengan lama waktu masa inkubasi intrinsik dan ektrinsik proses penularan malaria. Masa inkubasi intrinsik mulai dari masuknya parasit ke dalam tubuh manusia sampai dengan timbulnya gejala klinis Plasmodium falciparum membutuhkan waktu 8-11 hari, P. vivax membutuhkan waktu hari (WHO 1975). Masa inkubasi ektrinsik perkembangan Plasmodium di dalam tubuh nyamuk, mulai dari gamet hingga menjadi sporozoit infektif membutuhkan waktu 1-12 hari (Burkot et al. 1984). Orang sehat akan terinfeksi malaria karena pada saat nyamuk menghisap darah, sporozoit yang ada dalam tubuh nyamuk akan masuk ke dalam darah manusia. Kebiasaan masyarakat datang berobat ke Puskesmas setelah menggigil beberapa hari dan tidak membaik setelah mengkonsumsi obat yang dibeli dari warung. Kebiasaan masyarakat datang berobat melebihi waktu masa inkubasi penyakit, karena pasien datang bukan pada gejala awal, melainkan seringkali pasien datang pada kondisi lebih parah. Lama masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik, serta kebiasaan masyarakat berobat ke Puskesmas meperkuat hasil penelitian bahwa tingginya kepadatan A. sundaicus akan diiringi dengan meningkatnya kasus malaria pada bulan berikutnya. Nilai koefesien determinasi (r 2 ) =,464, artinya kasus malaria di Padangcermin sebulan mendatang 46,4 % disebabkan oleh jumlah A. sundaicus hinggap di badan pada bulan sekarang. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian Mardiana dan Munif (29) bahwa kepadatan A. aconitus di Purwodadi Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah mempunyai hubungan positif dengan insiden malaria, dengan nilai r 2 =,491, artinya kasus malaria di Purwodadi 49,1 % disebabkan oleh kepadatan Anopheles, selebihnya disebabkan oleh faktor lain di luar kepadatan Anopheles. Sementara itu hasil pengamatan di pegunungan menorah perbatasan Jawa Tengah dan DIY bahwa kepadatan Anopheles berhubungan bermakna dengan kasus malaria (Achmad et al. 23).

60 9 MBR Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Nov Des Kasus malaria MBR Kasus malaria Bulan pengamatan Gambar 4.21 Hubungan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan (MBR) dengan Kasus Malaria di Kecamatan Padangcermin Pesawaran, Januari - Desember 29 MBR Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Nov Des Kasus malaria 1 bln berikutnya MBR Kasus malaria 1 bln berikutnya Bulan pengamatan Gambar 4.22 Hubungan Jumlah A. sundaicus Hinggap di Badan (MBR) dengan Kasus Malaria (Satu Bulan Berikutnya) di Kecamatan Padangcermin Pesawaran, Januari - Desember 29

61 Distribusi Spasial Spesies Anopheles spp Sebaran larva Anopheles spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kecamatan Rajabasa terdiri dari 14 desa, yaitu Desa Cugung, Kerinjing, Pancoran, Batubalak, Kunjir, Rajabasa, Waymuli, Sukaraja, Canti, Banding, Canggung, Kota Guring, Betung dan Sebesi. Sebelas desa di antaranya ditemukan larva Anopheles, yaitu Desa Cugung, Kerinjing, Pancoran, Batubalak, Kunjir, Rajabasa, Waymuli, Sukaraja, Canti, Banding dan Sebesi. Sepuluh jenis larva Anopheles didapatkan dari hasil survei pemetaan larva di Kecamatan Rajabasa, yaitu A. sundaicus, A. barbirostris, A. annularis, A. minimus, A. kochi, A. aconitus, A. tessellatus, A. vagus, A. subpictus, dan A. indefinitus (Tabel 4.31 dan Gambar 4.23). Tabel 4.31 Sebaran larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus - September 29 No Desa Spesies Anopheles 1 Kunjir A.barbirostris, A.annularis, A.minimus, A.kochi, A.aconitus, A.vagus dan A.subpicus 2 Canti A.sundaicus, A.barbirostris, A.aconitus, A.vagus dan A.indefinitus 3 Sukaraja A.sundaicus, A.kochi, A.tessellatus dan A.vagus 4 Kerinjing A.barbirostris, A.minimus, A.aconitus dan A.vagus 5 Cugung A.sundaicus, A.kochi, A.vagus, dan A.subpicus 6 Rajabasa A.sundaicus dan A.barbirostris 7 Waymuli A.barbirostris dan A.vagus 8 Batubalak A.annularis dan A.vagus 9 Pancoran A.annularis dan A.vagus 1 Banding A.sundaicus 11 Sebesi A.sundaicus 12 Canggung Tidak ditemukan larva Anopheles 13 Kotaguring Tidak ditemukan larva Anopheles 14 Betung Tidak ditemukan larva Anopheles

62 92 Di Kecamatan Rajabasa tidak semua desa ditemukan Anopheles, tetapi penyebarannya berpotensi merata di semua desa, mengingat luas desa rata-rata empat km 2 (Kecamatan Rajabasa 29), sehingga masih dalam jangkauan terbang nyamuk Anopheles yang sanggup terbang dua km (Hakim et al. 22). Kecamatan Rajabasa terletak berbatasan dengan pantai, sering kali angin bertiup kencang sehingga dapat memperjauh daya jangkauan terbang nyamuk. Kecamatan Padangcermin terdiri dari 11 desa yaitu Desa Lempasing, Hurun, Hanura, Sidodadi, Gebang, Gayau, Durian, Sanggi, Padangcermin, Banjaran dan Hanauberak. Semua desa di Kecamatan Padangcermin diperoleh larva Anopheles spp. Sembilan jenis larva Anopheles diperoleh di Padangcermin, yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. barbirostris, A. vagus, A. indefinitus, A. maculatus, A. kochi, A. aconitus dan A. tessellatus (Tabel 4.32 dan Gambar 4.24). Tabel 4.32 Sebaran larva Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 28 - September 29 No Desa Spesies Anopheles 1 Lempasing A.sundaicus dan A.tessellatus 2 Hurun A.vagus, A.barbirostris 3 Hanura A.vagus, A.barbirostris dan A.indefinitus 4 Sidodadi A.barbirostris, A.maculatus, A.kochi dan A.vagus 5 Gebang A.kochi dan A.barbirostris 6 Gayau A.barbirostris, A.vagus, A.kochi, A.aconitus dan A.sundaicus 7 Durian A.sundaicus, A.barbirostris, A.vagus, A.subpictus dan A.sundaicus 8 Sanggi A.vagus, A.sundaicus, A.subpictus dan A.barbirostrsis 9 Padangcermin A.barbirostris, A.sundaicus dan A.vagus 1 Banjaran A.vagus dan A.barbirostris 11 Hanauberak A.sundaicus

63 Sebaran Spesies Anopheles spp. Hasil penangkapan nyamuk malam hari pada 15 dusun di Kecamatan Rajabasa ditemukan 11 spesies Anopheles, yaitu A. sundaicus, A. vagus, A. aconitus, A. annularis, A. subpictus, A. barbirostris, A. tessellatus, A. maculatus, A. vagus, A. minimus dan A. kochi. Adapun hasil penangkapan nyamuk pada 15 dusun di Kecamatan Padangcermin ditemukan tujuh spesies Anopheles, yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. barbirostris, A. hyrcanus group, A. kochi, A. vagus dan A. aconitus (Tabel 4.33). Peta sebaran spesies Anopheles di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin menunjukkan di derah pantai sebagian besar ditemukan nyamuk A. sundaicus (Gambar 4.23 dan Gambar 4.24). Sebaran spesies Anopheles yang ditemukan hampir serupa dengan hasil penelitian Idram-Idris et al. (1999) yang memperoleh 12 spesies kontak dengan manusia di lokasi penelitian yang sama, yaitu A. sundaicus, A. subpictus, A. vagus, A. indefinitus, A. nigerrimus, A. peditaeniatus, A. kochi, A. barbirostris, A. annularis, A. separatus, A. tessellatus dan A. aconitus. Ada beberapa perbedaan jumlah spesies Anopheles hasil penangkapan larva dan nyamuk. Larva yang diperoleh lebih banyak jumlah spesiesnya dibandingkan perolehan nyamuk. Hal ini disebabkan penangkapan nyamuk malam hari hanya dilakukan di sekitar lingkungan permukiman, sedangkan pencidukan larva dilakukan terhadap semua habitat baik di wilayah lingkungan permukiman, kebun, sawah, pantai dan hutan. Hasilnya menunjukkan jumlah spesies dari larva lebih banyak dibandingkan dengan spesies nyamuk.

64 94 Tabel 4.33 Sebaran spesies Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan dan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 28 - September 29 Kecamatan Lokasi Klaster Spesies Anopheles Padangcermin Rajabasa Dsn.B Ds.Hanura Dsn.C Ds.Hanura Dsn.A Ds.Hanura Dsn.Gebang Induk Ds.Gebang Dsn.Margodalam Ds.Gebang Dsn.I Ds.Lempasing Dsn.III Ds.Lempasing Dsn.Wailok Ds.Padangcermin Dsn. Tegal Arum Ds. Durian Dsn. Lubukbakak Ds. Padangcermin Dsn. Hanauberak induk Ds. Hanauberak Dsn. Durian induk Ds. Durian Dsn. Margodadi Ds. Padangcermin Dsn. Gayau Ds. Gayau Dsn. V Ds. Lempasing Dsn.I Ds.Kunjir Dsn.III Ds.Sebesi Dsn.II Ds.Sebesi Dsn.II Ds.Cugung Dsn.I Ds.Sebesi Dsn. III Ds. Canti Dsn. IV Ds. Waymuli Dsn. I Ds. Cugung Dsn. II Ds. Sukaraja Dsn. III Ds. Sukaraja Dsn. I Ds. Sukaraja Dsn. V Ds. Waymuli Dsn. II Ds. Waymuli Dsn. I Ds. Banding Dsn. III Ds. Banding A.sundaicus, A.subpictus A.sundaicus A. sundaicus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus, A.barbirostris A.sundaicus, A.hyrcanus group A.sundaicus A.kochi, A.vagus A.sundaicus A.sundaicus, A.barbirostris, A.vagus A.sundaicus, A.vagus, A.aconitus A.sundaicus, A.barbirostris, A.vagus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus A.barbirostris, A.annularis, A.aconitus, A.tessellatus, A.vagus, A.subpictus, A.maculatus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus, A.annularis, A.minimus, A.aconitus, A.vagus, A.barbirostris, A.annularis, A.kochi, A.aconitus, A.tessellatus, A.vagus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus A.sundaicus

65 95 KECAMATAN RAJABASA PULAU SEBUKU PULAU SEBESI Gambar 4.23 Sebaran Larva dan Nyamuk Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Agustus 28 - September 29

66 96 KECAMATAN PADANGCERMIN Gambar 4.24 Sebaran Larva dan Nyamuk Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran, Agustus 28 - September 29

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Kota Pangkalpinang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kota Pangkalpinang merupakan daerah otonomi yang letaknya di bagian timur Pulau Bangka. Secara astronomi, daerah ini berada pada garis 106 4 sampai dengan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL DAN BIOEKOLOGI ANOPHELES SPP. DI LAMPUNG SELATAN DAN PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG

DISTRIBUSI SPASIAL DAN BIOEKOLOGI ANOPHELES SPP. DI LAMPUNG SELATAN DAN PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG DISTRIBUSI SPASIAL DAN BIOEKOLOGI ANOPHELES SPP. DI LAMPUNG SELATAN DAN PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG Spatial Distribution and Bioecology of Anopheles spp. in South Lamp ung and Pesawaran Distric, Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM 132 BAB 6 PEMBAHASAN UMUM Angka annual malaria incidence (AMI) di Kabupaten Halmahera Selatan merupakan yang tertinggi di Provinsi Maluku. Pada tahun 2010 angka AMI mencapai 54,0 (Dinkes Kab. Halmahera

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor Nyamuk Anopheles merupakan satu genus dari famili Culicidae, ordo Diptera, kelas Insecta. Jentik Anopheles ditandai dengan rambut berbentuk kipas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis nyamuk Anopheles di Desa Riau Kecamatan Riau Silip terdiri atas empat spesies, yaitu An. letifer

Lebih terperinci

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN [ ARTIKEL REVIEW ] NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN Gilang Yoghi Pratama Faculty of medicine, Lampung University Abstract Malaria is an infectious

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Perilaku Nyamuk Anopheles

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Perilaku Nyamuk Anopheles 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Perilaku Nyamuk Anopheles Nyamuk Anopheles menurut klasifikasi dalam ilmu hewan berada dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Heksapoda atau Insecta, ordo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN MALARIA Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan kepada manusia oleh nyamuk Anopheles dengan gejala demam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec. 3 BAHAN DAN METODE 3. 1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp. Nyamuk merupakan bagian dari kelompok serangga dari phylum Arthropoda, kelas Insecta (Hexapoda), ordo Diptera, famili Culicidae, yang paling banyak menimbulkan

Lebih terperinci

Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria

Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 2010, Vol. 7, No. 1, 42-53 Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria SUWITO 1), UPIK KESUMAWATI HADI 2), SINGGIH

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan Pantai Batu Kalang terletak di pinggir pantai selatan Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah Sumatera

Lebih terperinci

PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI

PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Keanekaragaman jenis dan karakteristik habitat nyamuk Anopheles spp. di Desa Datar Luas, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh

Keanekaragaman jenis dan karakteristik habitat nyamuk Anopheles spp. di Desa Datar Luas, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 November 2015, Vol. 12 No. 3, 139 148 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei.12.3.139 Keanekaragaman jenis

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo. 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Dulanpokpok Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Desa Dulanpokpok merupakan daerah pantai, yang dikelilingi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian menunjukk an keragaman jenis nyamuk Anopheles spp yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai Agustus 2011 di Kelurahan Caile dan Kelurahan Ela-Ela

Lebih terperinci

ABSTRAK

ABSTRAK IDENTIFIKASI NYAMUK spp. DI DELTA LAKKANG KECAMATAN TALLO MAKASSAR SULAWESI SELATAN Andi Sitti Rahma 1, Syahribulan 2, dr. Isra Wahid 3, 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Ririh Y., Gambaran Faktor Lingkungan Daerah Endemis Malaria GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Environmental Factor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria dan vektornya Pada dekade terakhir malaria muncul kembali dan menyebar luas dengan dampak yang merugikan bagi kesehatan, sosial ekonomi dan politik. Kemunculan kembali

Lebih terperinci

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI Lukman Hakim, Mara Ipa* Abstrak Malaria merupakan penyakit yang muncul sesuai

Lebih terperinci

HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN Potential Habitat Of Anopheles vagus In Labuan And Sumur Sub-Districts In Pandeglang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A.

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A. ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A. Wigati* Abstrak Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit yang muncul

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian V. PEMBAHASAN UMUM Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian dan pemukiman mengakibatkan timbulnya berbagai habitat. Habitat yang ada dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anopheles sp. 1. Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Sub famili Genus : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

Identifikasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dari Survei Larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan

Identifikasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dari Survei Larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan 656 Artikel Penelitian Identifikasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dari Survei Larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Suci Lestari 1, Adrial 2, Rosfita

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN Anopheles spp. SERTA PERANANNYA DALAM PENULARAN MALARIA DI DESA DORO KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 13 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5 o 20 sampai 0,5 o 40

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Distribusi Spesies Nyamuk Anopheles 1. Spesies Nyamuk Anopheles a. Morfologi Klasifikasi nyamuk Anopheles adalah sebagai berikut : Pylum : Arthopoda Klas : Hexapoda Ordo : Diptera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG

KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG VIRANTI MANDASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor Ekologi Larva Vektor Malaria Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan. Faktor abiotik antara lain curah hujan, suhu, kelembaban,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (2013) penyakit infeksi oleh parasit yang terdapat di daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria 1. Penyakit Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan ditularkan

Lebih terperinci

KERAGAMAN Anopheles spp PADA EKOSISTEM PEDALAMAN DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH

KERAGAMAN Anopheles spp PADA EKOSISTEM PEDALAMAN DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH Keragaman Anopheles spp pada... (Yusran Udin, et. al) KERAGAMAN Anopheles spp PADA EKOSISTEM PEDALAMAN DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH Yusran Udin, Malonda Maksud, Risti, Yuyun Srikandi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anopheles sp. a. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

BAB 4. KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN

BAB 4. KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN 45 BAB 4 KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN [Habitat Characteristics of Anopheles Spp. larvae in Saketa Village, A Malaria

Lebih terperinci

SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU

SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU Distribution of Anopheles spp larvae breeding places in Bula, Seram Bagian Timur District,

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA Description Activities of Anopheles Mosquitoes in Humans and Animals Subdistrict Bontobahari Bulukumba

Lebih terperinci

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 Al-Sihah : Public Health Science Journal 410-423 Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 ABSTRAK Muh. Saleh Jastam 1 1 Bagian Keselamatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat)

Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat) Biota Vol. 19 (1): 27 35, Februari 2014 ISSN 0853-8670 Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat)

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Anopheles 1. Morfologi dan Klasifikasi Nyamuk Anopheles a. Morfologi nyamuk Anopheles sp. Morfologi nyamuk menurut Horsfall (1995) : Gambar 1. Struktur morfologi nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN Anopheles spp. SERTA PERANANNYA DALAM PENULARAN MALARIA DI DESA DORO KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang penyebarannya di dunia sangat luas. Di Indonesia, penyakit malaria ditemukan tersebar luas di seluruh pulau dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah salah satu penyakit yang mempunyai penyebaran luas, sampai saat ini malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survei

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Secara umum RW 3 dan RW 4 Kelurahan Pasir Kuda memiliki pemukiman yang padat dan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Jumlah sampel rumah yang diambil

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

BEBERAPA ASPEK PERILAKU AN. MACULATUS THEOBALD DI PITURUH KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH

BEBERAPA ASPEK PERILAKU AN. MACULATUS THEOBALD DI PITURUH KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH Beberapa aspek perilaku An. maculatus (Shinta & S Sukowati) BEBERAPA ASPEK PERILAKU AN. MACULATUS THEOBALD DI PITURUH KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH Some Behavioral Aspects of An. maculatus Theobald in

Lebih terperinci

PENYEBARAN KASUS DAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN VEKTOR MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENYEBARAN KASUS DAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN VEKTOR MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PENYEBARAN KASUS DAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN VEKTOR MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR The Spreading Case and the Habitat of Malaria's Vector Propagation in East Sumba East

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BIONOMIK VEKTOR MALARIA NYAMUK Anopheles sundaicus dan Anopheles letifer DI KECAMATAN BELAKANG PADANG, BATAM, KEPULAUAN RIAU 1

BIONOMIK VEKTOR MALARIA NYAMUK Anopheles sundaicus dan Anopheles letifer DI KECAMATAN BELAKANG PADANG, BATAM, KEPULAUAN RIAU 1 BIONOMIK VEKTOR MALARIA NYAMUK Anopheles sundaicus dan Anopheles letifer DI KECAMATAN BELAKANG PADANG, BATAM, KEPULAUAN RIAU 1 Shinta, Supratman Sukowati dan Mardiana Pusat Teknologi dan Intervensi Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN ANOPHELES SP. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

KARAKTERISTIK TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN ANOPHELES SP. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA KARAKTERISTIK TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN ANOPHELES SP. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA Characteristic of Anopheles sp. Breeding Site in Area Puskesmas Bonto Bahari Bulukumba Distric

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp betina. Penyakit malaria bersifat reemerging disease

Lebih terperinci

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM. TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM Nur Rahma 1, Syahribulan 2, Isra Wahid 3 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi,

Lebih terperinci

JENIS DAN STATUS ANOPHELES SPP. SEBAGAI VEKTOR POTENSIAL MALARIA DI PULAU SUMBA PROVINSI NUSATENGGARA TIMUR

JENIS DAN STATUS ANOPHELES SPP. SEBAGAI VEKTOR POTENSIAL MALARIA DI PULAU SUMBA PROVINSI NUSATENGGARA TIMUR Jenis dan status anopheles spp...(muhammad K & Majematang M) JENIS DAN STATUS ANOPHELES SPP. SEBAGAI VEKTOR POTENSIAL MALARIA DI PULAU SUMBA PROVINSI NUSATENGGARA TIMUR The Type and Status of Anopheles

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bates M The Natural History of Mosquitoes. Gloucester, Mass. Peter Smith, New York.

DAFTAR PUSTAKA. Bates M The Natural History of Mosquitoes. Gloucester, Mass. Peter Smith, New York. DAFTAR PUSTAKA Achmad H, Mardihusodo SJ, Sutanto, Hartono, Kusnanto H. 2003. Estimasi Tingkat Intensitas Penularan Malaria dengan Dukungan Penginderaan Jauh (Studi Kasus di Daerah Endemis Malaria Pegunungan

Lebih terperinci

Fauna Anopheles di Desa Buayan dan Ayah di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah

Fauna Anopheles di Desa Buayan dan Ayah di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah JURNAL KEDOKTERAN YARSI 17 (3) : 218-234 (29) Fauna Anopheles di Desa Buayan dan Ayah di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah The Anopheles fauna in Buayan and Ayah Villages of Kebumen District, Central Java

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem mangrove, yakni sebagai fungsi ekonomi dan fungsi sosial (Kustanti, 2011). Ketiga pengkategorian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam ilmu kedokteran karena lebih dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang meninggal

Lebih terperinci

Muhammad Kazwaini*; Ruben Wadu Willa

Muhammad Kazwaini*; Ruben Wadu Willa Korelasi kepadatan anopheles spp. dengan curah hujan... (Muhammad Kazwaini*; Ruben Wadu Willa ) Korelasi Kepadatan Anopheles spp. dengan Curah Hujan serta Status Vektor Malaria pada Berbagai Tipe Geografi

Lebih terperinci

DESKRIPSI BIONOMIK NYAMUK Anopheles Sp DI WILAYAH KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2016

DESKRIPSI BIONOMIK NYAMUK Anopheles Sp DI WILAYAH KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2016 DESKRIPSI BIONOMIK NYAMUK Anopheles Sp DI WILAYAH KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2016 Ulfah Kusuma 1), Arif Widyanto 2) Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan (membunuh) lebih dari satu juta manusia di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010 PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010 ANOPHELES BARBIROSTRIS BITING HABIT LOCATION ON MILKFISH FISHING POND

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

Lebih terperinci

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL 2012 * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP, ***) Dosen Bagian

Lebih terperinci

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011 584 Artikel Penelitian Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011 Rezka Gustya Sari 1, Nurhayati 2, Rosfita Rasyid 3 Abstrak Malaria adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat dunia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan lama yang muncul kembali (re-emerging).

Lebih terperinci

GAMBARAN POPULASI DAN BIONOMI Anopheles spp DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016

GAMBARAN POPULASI DAN BIONOMI Anopheles spp DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016 GAMBARAN POPULASI DAN BIONOMI Anopheles spp DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016 MOHD ABD RAHMAN, Martini, Retno Hestiningsih PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini untuk melihat karakteristik tempat perindukan di laksanakan pada bulan Oktober - November 2014 di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa

Lebih terperinci

BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles vagus DI DESA SELONG BELANAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH

BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles vagus DI DESA SELONG BELANAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH SPIRAKEL, Vol 6, Desember 214: 26-32 BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles vagus DI DESA SELONG BELANAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH Majematang Mading 1 dan Ira Indriaty P.B. Sopi 1 1 Loka Penelitian dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Nyamuk yang Ditemukan Jenis nyamuk yang menggigit manusia di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng antara lain genus Aedes, Anopheles, Culex dan Mansonia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

SPASIAL KASUS MALARIA DAN SEBARAN SPESIES LARVA ANOPHELES DI WILAYAH ENDEMIS MALARIA KABUPATEN BULUKUMBA

SPASIAL KASUS MALARIA DAN SEBARAN SPESIES LARVA ANOPHELES DI WILAYAH ENDEMIS MALARIA KABUPATEN BULUKUMBA SPASIAL KASUS MALARIA DAN SEBARAN SPESIES LARVA ANOPHELES DI WILAYAH ENDEMIS MALARIA KABUPATEN BULUKUMBA THE SPASIAL CASE OF MALARIA AND THE SPREAD OF ANOPHELES LARVAE SPECIES IN THE MALARIA ENDEMIC AREA

Lebih terperinci

Beberapa aspek bioekologi Anopheles spp. di Desa Karuni Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur

Beberapa aspek bioekologi Anopheles spp. di Desa Karuni Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur ASPIRATOR, 7(2), 2015, pp. 48-57 Hak cipta 2015 - Loka Litbang P2B2 Ciamis Beberapa aspek bioekologi Anopheles spp. di Desa Karuni Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur Some bioecological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan JHECDs, 3 (1), 2017, hal. 22-27 Penelitian Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan The effect of rainfall, humidity, and

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 4 (2) (2015) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph HUBUNGAN LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DAN PRAKTIK PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA KENDAGA KECAMATAN

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi penelitian dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Lembah Sari Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar

Lebih terperinci

Species diversity and biting activity of malaria vectors (Anopheles spp.) in Lifuleo Village, West Kupang District, East Nusa Tenggara

Species diversity and biting activity of malaria vectors (Anopheles spp.) in Lifuleo Village, West Kupang District, East Nusa Tenggara Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 September 214, Vol. 11 No. 2, 53 64 Online version: http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi DOI: 1.5994/jei.11.2.53 Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan timbulnya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk dan sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempercepat persebaran penyakit perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti

BAB 1 PENDAHULUAN. mempercepat persebaran penyakit perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan permukiman yang terus meningkat dan pengelolaan lingkungan serta ditunjang oleh kondisi iklim, akan mempercepat persebaran penyakit

Lebih terperinci

Faktor Risiko Penularan Malaria Di Jawa Barat (Kajian Epidemiologi Tentang Vektor, Parasit Plasmodium,

Faktor Risiko Penularan Malaria Di Jawa Barat (Kajian Epidemiologi Tentang Vektor, Parasit Plasmodium, Faktor Risiko Penularan Malaria Di Jawa Barat (Kajian Epidemiologi Tentang Vektor, Parasit Plasmodium, dan Lingkungan Sebagai Faktor Risiko Kesakitan Malaria) Lukman Hakim 1 Malaria Transmission Risk Factor

Lebih terperinci

Rataan Kepadatan A. punctulatus yang tertangkap dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah di Desa Dulanpokpok, periode Mei-Agustus 2009

Rataan Kepadatan A. punctulatus yang tertangkap dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah di Desa Dulanpokpok, periode Mei-Agustus 2009 LAMPIRAN Lampiran 1 Rataan Kepadatan A. punctulatus yang tertangkap dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah di Desa Dulanpokpok, periode Mei-Agustus 29 Mei Bulan Juni Juli Agustus Minggu MBR (ekor/orang/malam)

Lebih terperinci

STUDI BIOEKOLOGI Anopheles spp. SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA

STUDI BIOEKOLOGI Anopheles spp. SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA STUDI BIOEKOLOGI Anopheles spp. SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA AMIRULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci