STUDI RETROSPEKTIF TERHADAP VAKSINASI PENYAKIT JEMBRANA DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI RETROSPEKTIF TERHADAP VAKSINASI PENYAKIT JEMBRANA DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK"

Transkripsi

1 STUDI RETROSPEKTIF TERHADAP VAKSINASI PENYAKIT JEMBRANA DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR Arif Supriyadi 1, Sulaxono Hadi 2, Dian Karyanti 3, Teguh Hartanto 4,Wiwin Sri Utami 5, Esti Widwi Astuti 6, Anna Januar Fiqri 7, dan Al Habib 8 ABSTRAK Telah dilakukan pengujian Enzym-linked Immmunosobent Assay (ELISA) antibodi J gag 6 His dan Polymerase Chain Reaction (PCR) terhadap 1 serum sapi Bali yang divaksinasi JD (41 serum ) dan tidak divaksinasi (59 serum) berasal dari Kabupaten Paser Kalimantan Timur. Vaksinasi JD dilakukan 2 kali, yaitu pada bulan Desember 29 dengan menggunakan vaksin inaktif yang berasal homogenasi jaringan limpa sapi yang terinfeksi JDV produksi BBVET Denpasar, sedangkan vaksinasi kedua pada bulan Januari 21 dengan menggunakan vaksin inaktif produksi Pusvetma. Hasil pengujian diperoleh 85 (85%) positif, 15 (15%) negatif titer antibodi dan 1 negatif antigen JDV. Berdasarkan analisa sebaran nilai OD ELISA maka diketahui bahwa secara kulitatif titer antibodi hasil vaksinasi adalah rendah. Meskipun demikian tidak ditemukan adanya infeksi (antigen JDV) dan kasus klinis. Vaksinasi JD memberikan efek yang berarti terhadap pembentukan antibodi dibandingkan dengan tidak dilakukan vaksinasi JD. Key words : vaksinasi JD, titer antibodi. PENDAHULUAN Penyakit Jembrana (JD) adalah penyakit viral yang menyerang sapi Bali pertama kali terjadi di Desa Sangkar Agung, Kabupaten Jembrana, Bali pada tahun 1964 (Adiwinata, 1967) dan kini telah menyebar ke Jawa Timur, Sumatera, dan Kalimantan (Hartaningsih et al., 1993; Wilcox, 1997). Kasus JD di Kalimantan Selatan terjadi di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 1991 (Putra et al,. 1994), Kalimantan Timur pada tahun 24 di Long Ikis Kabupaten Penajam Paser Utara (Hartaningsih, 24) sedangkan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah seropositif antibodi anti JD pada tahun 26 (Anomimous, 26). Penyebab infeksi JD adalah virus penyakit Jembrana (JDV), merupakan Lentivirus, famili Retroviridae (Wilcox et al., 1992; Kertayadnya et al., 1993). Masa inkubasi bervariasi antara 4 sampai 12 hari. Gejala klinis ditandai dengan demam tinggi 42 O C, merupakan gejala awal penyakit yang ditemukan pada semua hewan terserang demam berlangsung selama 5-12 hari dengan rata-rata 7 hari, diikuti diare berdarah, kebengkakan kelenjar limfe prescapularis, prefemoralis, parotis dan bercak-bercak darah pada kulit (Dharma et al., 1991). Pada kejadian yang bersifat akut, terutama pada wabah pertama, kematian dapat terjadi tiba-tiba. Kematian biasanya terjadi dalam waktu relatif singkat pada sejumlah hewan dengan kondisi tubuh yang masih bagus. Kematian biasanya disebabkan karena infeksi 1 Medik Veteriner -Virologi 2 Kepala BPPV Regional V Banjarbaru 3 Paramedik Veteriner -Virologi 4 Paramedik Veteriner -Virologi 5 Medik Veteriner -Virologi 6 Medik Veteriner -Virologi 7 Medik Veteriner -Virologi 8 Dinas Perikanan, Peternakan dan Kelautan Kab. Paser

2 sekunder seperti pneumonia (Dharma et al., 1994) dan uremia yang memperburuk kondisi sapi (Soesanto et al., 199). Sapi yang sembuh dari infeksi JDV akan tetap terinfeksi secara persisten selama sedikitnya 25 bulan dengan tidak menunjukkan gejala sakit (Soeharsono et al. 199). Mekanisme kesembuhan pada JD belum diketahui secara pasti, dan terjadi secara selular meskipun antibodi terhadap virus baru terdeteksi 11 minggu pascainfeksi, namun sebagian besar hewan yang terserang sudah menunjukkan kesembuhan secara klinis 5 minggu setelah infeksi (Hartaningsih et al., 1994). Antibodi anti JDV mampu bertahan selama 4-6 bulan dan melindungi terhadap infeksi ulang JDV (Hartaningsih et al dan Soeharsono et al. 199). Penularan JD dapat melalui rute intranasal, konjungtival atau oral dan vektor serangga penghisap darah (Soeharsono et al., 1995). Pencegahan dilakukan dengan vaksin inaktif yang berasal homogenasi jaringan limpa sapi yang terinfeksi JDV. Vaksinasi dilakukan di daerah wabah dua kali dengan interval waktu satu bulan (Hartaningsih et al., 21). Diagnosa JD pada kasus klasik dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang patogronomik, antara lain: demam yang diikuti diare berdarah, kebengkakan kelenjar limfe prescapularis, prefemoralis, parotis dan bercak-bercak darah pada kulit, sedangkan kasus infeksi JDV yang terjadi sekarang tidak lagi spesifik sehingga diagnosa harus dilakukan dengan dukungan pengujian laboratorium. Pengujian infeksi JDV dilakukan dengan deteksi antigen virus dan antibodi. Deteksi virus dilakukan terhadap organ atau jaringan hewan yang terinfeksi JDV dengan pewarnaan Imunohistokimia (IHK). Isolasi virus dilakukan pada kultur sel yang sesuai kemudian dilihat perubahan Cytopathologi Effect (CPE) dan diwarnai dengan reaksi enzimatis. Deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) konvensional dan realtime. Deteksi antibodi anti JDV dilakukan dengan Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau Western immunoblotting. Pengujian diagnosa JD akan akurat jika dilakukan dengan deteksi antigen dan antibodi sekaligus (Lewis et al., 29) karena virus bertahan lama di tubuh sapi yang terinfeksi dan respon antibodi muncul dalam waktu yang lama pascainfeksi. Deteksi antigen dilakukan terhadap kasus akut sebelum terbentuknya antibodi ataupun infeksi persisten, sedangkan deteksi antibodi dimaksudkan untuk mengetahui hewan telah terinfeksi secara alamiah ataupun vaksinasi. Melalui deteksi antigen dan antibodi secara paralel juga akan dapat diketahui adanya infeksi persisten pada hewan yang telah terinfeksi secara alamiah. Pada hewan yang divaksinasi akan diketahui tingkat protektifitasnya karena akan diketahui hewan positif antibodi yang juga positif juga antigen. Meskipun demikian, hasil pengujian antibodi anti JDV dengan metode ELISA pada hewan yang divaksinasi belum bisa menentukan titer antibodi karena hasil pembacaan optical density (OD) ELISA belum 13

3 disetarakan dengan titer antibodi melaui pengujian serum netralisasi tes (SNT). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil antibodi dan antigen pada sapi Bali pascavaksinasi JD sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilan vaksinasi yang telah dilakukan. Tulisan ini merupakan studi lapangan tentang titer antibodi yang protektif terhadap infeksi JDV berdasarkan hasil nilai OD ELISA antibodi. MATERI DAN METODE MATERI Materi yang diperiksa adalah 1 serum sapi Bali yang berasal dari Kabupaten Paser, yaitu: Kecamatan Longkali (Desa Mendik 1 8 serum, Desa Mendik 3 2 serum, dan Desa Bente Tualan 9 serum), Kecamatan Pasir Belengkong (Desa Suatang Baru 41 serum) dan Kecamatan Kuaro (Desa Rangan 4 serum). Serum tersebut berasal dari sapi Bali yang telah divaksinasi JD (berasal dari Kecamatan Paser Belengkong) pada bulan Desember 29 direvaksinasi pada bulan Januari 21. Vaksin yang digunakan pada vaksinasi pertama adalah menggunakan menggunakan vaksin inaktif yang berasal homogenasi jaringan limpa sapi yang terinfeksi JDV, produksi BBVET Denpasar sedangkan vaksinasi kedua dengan menggunakan vaksin inaktif produksi Pusvetma. Pengujian dilakukan di Laboratorium Virologi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional V Banjarbaru. METODE 1. PCR JD Serum sampel sebanyak 1 di kerjakan menjadi 11 pool berdasarkan asal desa dan masing-masing pool maksimal berisi 1 sampel. Isolasi RNA total dari sampel serum menggunakan Trizol-LS (Invitrogen). Sebanyak 25 µl serum (dari pool sampel) ditambah 75 Trizol-LS µl dan diaduk dengan pipet. Ke dalam campuran kemudian ditambahkan 2 µl kloroform, divortex, diinkubasi suhu ruang 5 menit dan disentrifus 12. rpm selama 15 menit suhu 4ºC. Sebanyak 5 µl supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambah dengan 5 µl propanol-2, divortex, diinkubasikan 5 menit pada suhu ruang dan disentrifus 12. rpm selama 1 menit pada suhu 4ºC. Supernatan dibuang secara perlahan dan pellet yang tertinggal digunakan sebagai sumber RNA. PCR dilakukan dengan komposisi: DNA template 2 ul, master mix 25 ul, primer forward JDV1 (5-GCAGCGGAGGTGG CAATTTTGATAGGA-3) 2 pmol/ul 2 ul, primer reverse JDV3 (5- CGGCGTGGTGGTCCACCCCATG-3) 2 pmol/ul 2 ul (Desport et al., 27) dan nuclease free water 19 ul. Siklus PCR dilakukan dengan predenaturasi 94 C 1 menit, denaturasi 94 C 5 menit dan 94 C 3 detik sebanyak 35 siklus, annealing 66 C 1 menit, polimerisasi 72 C 14

4 3 detik dan 1 menit. Hasil PCR dilihat dibawah kamera UV, positif ditemukan band DNA pada posisi 362 bp. 2. ELISA JD Cawan mikrotiter ELISA 96 sumuran dicoating dengan antigen JDV J Gag 6 His (B2 - B11), coating buffer ( B1- G1) dan diinkubasikan pada suhu 4 C selama 24 jam. Cawan mikrotiter dicuci tiga kali dengan PBST (PBS.5% Tween 2) sebelum dibloking dengan PBST 5% susu skim 5 ul dan diinkubasikan selama 1 jam kemudian dicuci tiga kali dengan PBST. Pengujian ELISA dilakukan dengan mengisikan serum sampel yang diencerkan 1:1 ke dalam masing-masing sumuran. Serum standar diencerkan 1 : 1 sd 1: 32 dan dimasukkan dalam sumuran B2 sd G2. Serum referen positif Jembrana/Hiperimun (A) dan serum referen negatif (Nusa Penida/B) diencerkan 1 : 1 dan dimasukkan 5 ul serum referen A ke sumuran B3, C3, dan D3; 5 serum referen B ke sumuran E3, F3, dan G3 dan dinkubasikan 37 C selama 1 jam kemudian dicuci 3 kali dengan PBST. Konjugat antibodi sekunder HRP rabbit anti-bovine IgG diencerkan 1:5 dalam PBS/T 5% susu skim ditambahkan dalam sumuran dan diinkubasikan 37 C selama 1 jam kemudian dicuci tiga kali dengan PBST. Substrat kromogen hidrogen peroksidase dan 2,2 Azino-bis (3 ethylbenzothiazoine-6 sulfonic acid diamond salt 5 ul dimasukkan dalam sumuran dan diinkubaskan selama 2 menit. Reaksi dihentikan 2% [w/v] oxalic acid dan dibaca dengan ELISA reader dengan panjang gelombang OD 45nm. Nilai cut off ditentukan dengan cara menambahkan nilai rata rata-rata OD sampel negatif dengan menambahkan 3 kali standar deviasinya. Sampel dinyatakan positif jika nilai OD sampel lebih besar atau sama dengan cut off, negatif jika OD sampel lebih kecil dari cut off. HASIL DAN DISKUSI Kasus JD pertama kali dilaporkan di Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser Kalimantan Timur (Hartaningsih 24) kemudian dilakukan pengendalian JD dengan vaksinasi. Pada penelitian ini dilakukan pengujian ELISA antibodi anti JDV (J gag 6 His) terhadap 1 sapi Bali yang divaksin dan tidak divaksin diperoleh 85 positif antibodi dan 15 negatif antibodi dan pengujian PCR JDV negatif 1 (tabel 1). Tabel 1. Hasil pengujian ELISA antibodi JDV (J gag 6 His ). Hasil Pengujian No Kecamatan Desa ELISA antibodi PCR JDV Jumlah Pos Neg Pos Neg 1 Longkali Mendik Mendik Bente Tualan Pasir Belengkong Suatang Baru Kuaro Rangan Jumlah

5 Jika dibuat tabel 2 x 2 yang merupakan penggabungan data dari sapi yang divaksin dan tidak divaksin dengan titer antibodi, maka diperoleh 36 positif antibodi dan 5 negatif antibodi pada 41 sapi Bali yang divaksin dan 49 positif antibodi dan 1 negatif antibodi pada sapi Bali yang tidak divaksin (tabel 2). Tabel 2. Hasil pengujian ELISA sapi Bali yang divaksin dan tidak divaksin JDV. Antibodi Positif Antibodi Negatif Jumlah Divaksin Tidak divaksin Jumlah Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa Odds Ratio (OR) antara sapi-sapi yang divaksin JD dengan yang tidak divaksin JD adalah 1,47. Artinya bahwa terdapat asosiasi pada kelompok sapi yang divaksinasi JD dengan tingkat terbentuknya antibodi. Tingkat antibodi sapi yang divaksin JD relatif lebih baik daripada sapi yang tidak divaksinasi. Dengan kata lain vaksinasi memberikan efek yang lebih baik terhadap pembentukan antibodi dibandingkan dengan tidak dilakukan vaksinasi JD. Jika dilihat sebaran OD ELISA pada kelompok sapi Bali yang divaksin (gambar 1), tampak bahwa secara kualitatif sebaran titer antibodi vaksinasi condong menyebar ke kiri mendekati cut off. Meskipun hasil pembacaan nilai OD tidak dapat secara langsung menunjukan titer antibodi, akan tetapi nilai OD yang mendekati cut off adalah menunjukkan titer antibodi anti JDV yang rendah. Untuk menggeser pola sebaran OD ke kanan maka perlu dilakukan booster vaksinasi dan revaksinasi JD. Frekuensi cut off =, % 88 % 1 5 5, ,1,2,3,4,5,6,7,8,9 1 OD Gambar 1. Hasil sebaran OD ELISA antibodi anti JDV (J gag 6 His) pada kelompok sapi yang divaksinasi JD. 16

6 Pada kelompok sapi yang tidak divaksinasi (gambar 2) di Kecamatan Longkali dan Kuaro, jika dilihat dari sebaran titer antibodi maka terlihat kemungkinan telah terjadinya infeksi JDV. Hal tersebut diketahui dari adanya antibodi anti JDV yang positif dengan pengujian ELISA dalam prosentase yang besar (83 %). Jika dilihat pola grafik 2 yang condong ke kiri dan mayoritas dari nilai OD yang mendekati cut off maka titer antibodi yang terbentuk dari infeksi alami populasi ini adalah rendah. Kemungkinan yang terjadi di lapangan bahwa ekspos JDV pada kelompok sapi ini telah terjadi dalam waktu yang lama, karena antibodi infeksi JDV bertahan dalam waktu 4-6 bulan pasca infeksi. Frekuensi % 83 % , ,1,2,3,4,5,6,7,8,9 1 OD Gambar 2. Hasil sebaran OD ELISA antibodi anti JDV (J gag 6 His) pada kelompok sapi yang tidak divaksinasi JD. Berdasarkan hasil pengujian antibodi anti JDV dan pengujian antigen PCR maka dapat diketahui bahwa keseluruhan dari sapi Bali yang diperiksa mempunyai titer antibodi anti JDV sebesar 85 % dan keseluruhan sapi tersebut tidak ditemukan adanya positif JDV melalui uji PCR. Hal tersebut juga sesuai dengan kondisi lapangan yang dilaporkan tidak ditemukan adanya kasus klinis. Hasil vaksinasi JD sebenarnya memberikan tingkat kekebalan 96 % di Bali dengan menggunakan vaksin inaktif whole virus dari homogenasi limpa (Ditcham et al., 29). Hasil pemeriksaan ELISA antibodi masih diperoleh negatif antibodi 15 sampel (15%) hal tersebut menunjukkan bahwa vaksinasi yang diberikan juga tidak mampu memacu terbentuknya antibodi pada sebagian dari kelompok sapi ini. Sapi-sapi demikian memiliki resiko peka terhadap infeksi apalagi lokasi pemeliharaan adalah di daerah endemis dan terletak pada jalur utama Propinsi Kalimantan Timur. Tidak diperoleh hasil pemeriksaan positif antigen dengan PCR (gambar 3) menunjukkan tidak adanya infeksi JDV. Infeksi JDV di lapangan dapat bersifat persisten selama 25 bulan. 17

7 Gambar 3. Hasil pengujian PCR JDV. M. Marker; + Kontrol positif; - kontrol negatif Pengujian ELISA antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan J gag 6 His merupakan pengujian yang sangat sensitif dan spesifik terhadap virus penyakit Jembrana (Lewis, 29). Sedangkan pengujian PCR memiliki sensitifitas lebih rendah dibandingkan ELISA, namun demikian memiliki kelebihan mampu mendeteksi virus aktif tanpa menggunakan kultur sel. Karena metode standar dengan menggunakan isolasi virus sulit untuk dilakukan, pengujian ELISA antibodi JDV dapat dipakai sebagai metode diagnosa terhadap infeksi Jembrana. Jika pengujian ELISA antibodi dilakukan secara bersamaan dengan pengujian PCR JDV maka akan dapat digunakan untuk menentukan titer antibodi sehingga bisa ditentukan tingkat efikasi vaksinasi. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil pengujian ELISA antibodi J gag 6 His dan PCR terhadap 1 serum sapi Bali yang divaksinasi JD (41 serum) dan tidak divaksinasi (59 serum) yang berasal dari Kabupaten Paser Kalimantan Timur diperoleh 85 (85%) positif, 15 (15%) negatif titer antibodi dan 1 negatif antigen JDV. Berdasarkan analisa sebaran nilai OD ELISA maka diketahui bahwa secara kulitatif titer antibodi hasil vaksinasi adalah masih rendah. Meskipun demikian tidak ditemukan adanya infeksi (antigen JDV) dan kasus klinis. Vaksinasi JD memberikan arti (berasosiasi) terhadap pembentukan antibodi dibandingkan dengan tidak dilakukan vaksinasi JD. Booster dan revaksinasi JD perlu dilakukan untuk meningkatkan titer antibodi terhadap sapi-sapi Bali yang mempunyai titer antibodi yang rendah dan negatif. Masih perlu dilakukan penyetaraan uji ELISA dengan SNT untuk mengetahui titer antibodi, karena hasil uji ELISA sekarang hanya positif dan negatif antibodi dan belum menghitung titer antibodi. 18

8 DAFTAR PUSTAKA Adiwinata RT Some informative notes on a rinderpest-like disease on the island of Bali. Folia Veterinaria Elveka 2:1-6. Anonimous. 26. Peta penyakit hewan di kalimantan tahun 25. Balai Penyidikan Dan Pengujian Veteriner Regional V Banjarbaru. Desport M, Stewart ME, Sheridan CA, Ditcham WG, Setiyaningsih S, Tenaya WM, Hartaningsih N and Wilcox GE. 25. Recombinant Jembrana disease virus gag proteins identify several different antigenic domains but do not facilitate serological differentiation of JDV and nonpathogenic bovine lentiviruses. J. Virol.Methods 124: 135:142. Desport M, Stewart ME, Mikosza AS, Sheridan CA, Peterson SE, Chavand O, Hartaningsih N, and Wilcox GE. 27. Sequence analysis of Jembrana disease virus strains reveals a genetically stable lentivirus. Virus Res. 126: Ditcham WGF, Lewis JR, Dobson RJ, Hartaningsih N, Wilcox GE, and Desport M. 29. Vaccination reduces the viral load and the risk of transmission of Jembrana disease virus in Bali cattle. Virology 386: Dharma DMN, Budiantono A, Campbell RSF And Ladds PW Studies on Experemintal Jembrana disease in Bali cattle III. Pathology. J.Comp. Pathol. 15: Dharma DMN, Ladds PW, Wilcox GE and Campbell RSF Immunopathology of experimental Jembrana disease in Bali cattle. Vet. Imunopathol, 44: Hartaningsih N, Wilcox GE, Dharma DM, and Soetrisno M Distribution of Jembrana disease in cattle in Indonesia. Vet. Microbiol. 38: Hartaningsih N, Wilcox GE, Kertayadnya G, Astawa M, Antibody response to Jembrana disease virus in Bali cattle. Vet. Microbiol. 39: Hartaningsih N. 24. Laporan Hasil penyidikan penyakit sapi di Kalimantan Timur. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VI Denpasar. Kertayadnya G, Wilcox GE, Soeharsono S, Hartaningsih N, Coelen RJ, Cook RD, Collins ME and Brownlie J Characteristics of a retrovirus associated with Jembrana disease in Bali cattle. J. Gen. Virol. 74: Lewis JR, McNab T, Tenaya M, Hartaningsih N, Wilcox GE and Desport M. Comparison of immunoassay and real-time PCR methods for the detection of Jembrana disease virus infection in Bali cattle. J. of Vir. Methods 159: Putra A A, Dharma DMN, Kalianda J Laporan penyidikan survei seroepedemiologi penyakit jembrana di kab. Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Soeharsono S, Hartaningsih N, Soetrisno M, Kertayadnya G and Wilcox GE Studies of experimental Jembrana disease in Bali cattle. I. Transmission and persistence of the infectious agent in ruminants and pigs, and resistance of recovered cattle to reinfection. J. Comp. Pathol. 13: Soeharsono S, Wilcox GE, Putra AA, Hartaningsih N, Sulistyana K and Tenaya M The transmission of Jembrana disease, a lentivirus disease of Bos javanicus cattle. Epidemiol. Infect. 115:

9 Soesanto M, Soeharsono S, Budiantono A, Sulistyana K, Tenaya M and Wilcox GE Studies on experimental Jembrana disease in Bali cattle. II. Clinical signs and haematological changes. J. Comp. Pathol. 13: Wilcox GE, Kertayadnya G. Hartaningsih N. Dharma DMN, Soeharsono S And Robertson T Evidence for viral aethology of Jembrana disease in Bali cattle. Vet. Microbiol. 33: Wilcox GE Jembrana disease. Aust. Vet. J. 7:

ANCAMAN PENYAKIT JEMBRANA DAN BOVINE VIRAL DIARRHEA TERHADAP PETERNAKAN SAPI BALI

ANCAMAN PENYAKIT JEMBRANA DAN BOVINE VIRAL DIARRHEA TERHADAP PETERNAKAN SAPI BALI ANCAMAN PENYAKIT JEMBRANA DAN BOVINE VIRAL DIARRHEA TERHADAP PETERNAKAN SAPI BALI (The Treat of Jembrana and Bovine Viral Diarrhea on Bali Cattle Farming) ARIF SUPRIYADI 1, PINARDHY PRAWITO 1, M.H. NENSY

Lebih terperinci

SURVEILANS PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI TAHUN (Jembrana diseasae surveilance in Bali Year 2013)

SURVEILANS PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI TAHUN (Jembrana diseasae surveilance in Bali Year 2013) SURVEILANS PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI TAHUN 2013 (Jembrana diseasae surveilance in Bali Year 2013) Ni Luh Putu Agustini, I Nyoman Dibia, dan Diana Mustikawati. Balai Besar Veteriner Denpasar ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X Uji Banding Kit Elisa Untuk Deteksi Antibodi Penyakit Jembrana (The Comparative Elisa Test For Detection Antibodies of Jembrana Disease) Ni Luh Putu Agustini 1, dan Rosmiati Wisindie 2 1. Balai Besar Veteriner

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

SURVEI SEROLOGI DAN MOLEKULER PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI, LAMPUNG DAN NANGRO ACEH DARUSSALAM

SURVEI SEROLOGI DAN MOLEKULER PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI, LAMPUNG DAN NANGRO ACEH DARUSSALAM SURVEI SEROLOGI DAN MOLEKULER PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI, LAMPUNG DAN NANGRO ACEH DARUSSALAM (Serological and Molecular Survey Jembrana Disease in Bali, Lampung and Nangro Aceh Darussalam Provinces)

Lebih terperinci

MENCIT BALB/C DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI HEWAN MODEL PENELITIAN VIRUS PENYAKIT JEMBRANA

MENCIT BALB/C DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI HEWAN MODEL PENELITIAN VIRUS PENYAKIT JEMBRANA MENCIT BALB/C DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI HEWAN MODEL PENELITIAN VIRUS PENYAKIT JEMBRANA (The use of Balb/c for the Animal Model to Study of Jembrana Disease Virus) I Ketut Berata Laboratorium Patologi FKH

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VIRUS PENYAKIT JEMBRANA PADA SAPI BALI MENGGUNAKAN PENANDA MOLEKULER GEN

IDENTIFIKASI VIRUS PENYAKIT JEMBRANA PADA SAPI BALI MENGGUNAKAN PENANDA MOLEKULER GEN Berita Biologi 12(2) - Agustus 2013 IDENTIFIKASI VIRUS PENYAKIT JEMBRANA PADA SAPI BALI MENGGUNAKAN PENANDA MOLEKULER GEN env SU* [Identification of Jembrana Disease Virus by Using a Molecular Marker of

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92 Darmawan, Dyah Estikoma dan Rosmalina Sari Dewi D Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK Untuk mendapatkan gambaran antibodi hasil vaksinasi Rabivet Supra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan April 2014. Sampel diambil dari itik dan ayam dari tempat penampungan unggas, pasar unggas dan peternakan

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN TEKNOLOGI VETERINER DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS RUMINANSIA BESAR

KETERSEDIAAN TEKNOLOGI VETERINER DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS RUMINANSIA BESAR KETERSEDIAAN TEKNOLOGI VETERINER DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS RUMINANSIA BESAR R.M.A ADJID dan YULVIAN SANI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151 Bogor 16114 ABTSRAK Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

Respon Antibodi Antikapsid pada Mencit yang Divaksin Vaksin Limpa dan Vaksin Kultur Virus Penyakit Jembrana

Respon Antibodi Antikapsid pada Mencit yang Divaksin Vaksin Limpa dan Vaksin Kultur Virus Penyakit Jembrana Jurnal Veteriner Juni 2009 Vol. 10 No. 2 : 57-62 ISSN : 1411-8327 Respon Antibodi Antikapsid pada Mencit yang Divaksin Vaksin Limpa dan Vaksin Kultur Virus Penyakit Jembrana (ANTICAPSID ANTIBODY RESPONSE

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI REAL TIME PCR VIRUS INFLUENZA A ANTARA METODE GUANIDIUM,-THIOCYANATE-PHENOL- CHLOROFORM DAN METODE SPIN KOLOM

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI REAL TIME PCR VIRUS INFLUENZA A ANTARA METODE GUANIDIUM,-THIOCYANATE-PHENOL- CHLOROFORM DAN METODE SPIN KOLOM PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI REAL TIME PCR VIRUS INFLUENZA A ANTARA METODE GUANIDIUM,-THIOCYANATE-PHENOL- CHLOROFORM DAN METODE SPIN KOLOM YUNI YUPIANA Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Serosurveilens Pascavaksinasi Rabies Tahun 2014 Di Wilayah Kerja UPT Veteriner Nusa Tenggara Timur

Serosurveilens Pascavaksinasi Rabies Tahun 2014 Di Wilayah Kerja UPT Veteriner Nusa Tenggara Timur Jurnal Kajian Veteriner Vol. 2 No. 2 : 119-126 ISSN : 2356-4113 Serosurveilens Pascavaksinasi Rabies Tahun 2014 Di Wilayah Kerja UPT Veteriner Nusa Tenggara Timur Feny A.L. Bili Unit Pelaksana Teknis Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 007 sampai dengan Juni 008 di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Dalam pengambilan sampel, bahan dan alat yang diperlukan yaitu media transport berupa Brain Heart Infusion (BHI) dalam tabung berukuran 2 ml, sampel usap steril,

Lebih terperinci

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.1. :35-44 ISSN : Pebruari 2010

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.1. :35-44 ISSN : Pebruari 2010 STUDI PATOGENESIS PENYAKIT JEMBRANA SAPI BALI BERDASARKAN KARAKTERISTIK SELTERINFEKSI PADA JARINGAN LIMFOID DAN DARAH TEPI (Studies of The Pathogenesis of Jembrana Disease Based on the Characteristic of

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan terhadap sampel yang dikoleksi selama tujuh bulan mulai September 2009 hingga Maret 2010 di Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Riset Biomedik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008).

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Produksi daging sapi pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 78.329 ton (21,40%). Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi daging sapi secara

Lebih terperinci

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition) UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition) SYAEFURROSAD, NENENG A, DAN NM ISRIYANTHI Balai Besar Pengujian Mutu dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan. Penyakit Jembrana

Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan. Penyakit Jembrana Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Jembrana DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Penyakit Jembrana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3.

SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3. SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3. 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner, 3 Lab Patologi Klinik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( ) Pendahuluan : NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin (078114032) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Newcastle Disease (ND) juga di kenal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Tes HIV umum, termasuk imuno-assay enzim HIV dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi HIV pada serum,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Infectious Laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit saluran pernafasan pada unggas, terutama ayam METODOLOGI

ABSTRACT PENDAHULUAN. Infectious Laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit saluran pernafasan pada unggas, terutama ayam METODOLOGI PENGEMBANGAN TEKNIK ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) UNTUK MENDETEKSI ADANYA ANTIBODI TERHADAP VIRUS INFECTIOUS LARYNGOTRACHEITIS (ILT) DALAM SERUM AYAM (Development of an Enzyme-Linked Immunosorbent

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rabies merupakan penyakit zoonosis yang mematikan dan tersebar di seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan 70.000 orang meninggal setiap tahun karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II (COMPARISON OF NEWCASTLE DISEASE ANTIBODIES TITRE IN LAYER PHASE I AND II) Saiful Akbar 1, Ida Bagus Komang Ardana 2,

Lebih terperinci

RINGKASAN PENDAHULUAN

RINGKASAN PENDAHULUAN Ternu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/ PENERAPAN UJI NETRALISASI SERUM UNTUK DIAGNOSIS SEROLOGIK PENYAKIT BOVINE VIRAL DIARRHOEA (BVD) PADA SAPI PUDJI KURNIADHI Balai Penelitian Veteriner, JI.R.E.Martadinata

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Amirul Hadi KELOMPOK : I HARI/TGL. PRAKTIKUM : Kamis, 9 Januari 2014 I. TUJUAN PRAKTIKUM

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 42 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA DENGAN TINDAKAN TERHADAP HIV/AIDS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Semua data yang terdapat pada kuesioner

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso AVIAN INFLUENZA Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso Flu burung atau Avian Influenza adalah jenis influenza pada binatang yang sebenarnya telah ditemukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 29-211 Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi *** * Medik Veteriner pada Laboratorium

Lebih terperinci

PENYAKIT JEMBRANA MUSUH UTAMA SAPI BALI. Prof.Dr.drh. I Ketut Berata, MSi Laboratorium Patologi FKH Unud

PENYAKIT JEMBRANA MUSUH UTAMA SAPI BALI. Prof.Dr.drh. I Ketut Berata, MSi Laboratorium Patologi FKH Unud Pendahuluan PENYAKIT JEMBRANA MUSUH UTAMA SAPI BALI Prof.Dr.drh. I Ketut Berata, MSi Laboratorium Patologi FKH Unud E-mail: iketutberata@yahoo.com Sapi bali merupakan salah satu ternak unggul dan kekayaan

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi TEKNIK UJI AGLUTINASI CEPAT DAN ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) UNTUK MENDETEKSI ANTIBODI MYCOPLASMA GALLISEPTICUM Zulqoyah Layla dan M.B. Poerwadikarta Balai Penelitian Veteriner, Bogor PENDAHULUAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini selesai dikerjakan dalam waktu 7 bulan (Mei-Desember 2011). Lokasi penelitian dilakukan di 3 desa di wilayah Kecamatan Dramaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAGING TIKUS PADA PRODUK ASAL HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)

IDENTIFIKASI DAGING TIKUS PADA PRODUK ASAL HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR) IDENTIFIKASI DAGING TIKUS PADA PRODUK ASAL HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR) Srihanto, E.A, Setiaji, G, Rumpaka, R dan Firwantoni Balai Veteriner Lampung Jalan Untung Suropati

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibentuk model matematika dari penyebaran penyakit virus Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada parameter laju transmisi. A.

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay

Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay EKA MAHARDHIKA RATUNDIMA 1, I NYOMAN SUARTHA 2, I GUSTI NGURAH KADE MAHARDHIKA 1 1 Lab Virologi, 2

Lebih terperinci

SURVEILANS DAN MONITORING SEROLOGI SE DI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN

SURVEILANS DAN MONITORING SEROLOGI SE DI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN SURVEILANS DAN MONITORING SEROLOGI SE DI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN 2012 2014 (Serological Surveillance and Monitoring of Hemorrhagic Septicemia in Area Responsibility of DIC Denpasar 2012 2014)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi di Indonesia. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR

PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH 1, BARIROH N.R 1 dan R.A. SAPTATI 2. 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menggambarkan perbedaan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menggambarkan perbedaan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menggambarkan perbedaan hasil pemeriksaan asam urat metode test strip dengan metode enzymatic colorimetric. B.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

BOVlNE EPHEMERAL FEVER (BEF) A. PENDAHULUAN

BOVlNE EPHEMERAL FEVER (BEF) A. PENDAHULUAN BOVlNE EPHEMERAL FEVER (BEF) Sinonim : Ephemeral Fever, Bovine Epizootic Fever, Three-day Sickeness, Penyakit Demam Tiga Hari, Stiff Zsickness, Penyakit Kaku A. PENDAHULUAN Bovine Ephemeral Fever (BEF)

Lebih terperinci