KETERSEDIAAN TEKNOLOGI VETERINER DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS RUMINANSIA BESAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERSEDIAAN TEKNOLOGI VETERINER DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS RUMINANSIA BESAR"

Transkripsi

1 KETERSEDIAAN TEKNOLOGI VETERINER DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS RUMINANSIA BESAR R.M.A ADJID dan YULVIAN SANI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151 Bogor ABTSRAK Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pertanian telah menetapkan program Kecukupan Daging yang ditargetkan akan dicapai pada tahun 2010 guna meningkatkan perekonomian Indonesia. Untuk mendukung program Kecukupan Daging tersebut perlu diperhatikan faktor produktivitas ternak sebagai penghasil sumber daging. Peranan kesehatan hewan sangat penting artinya bagi ternak karena dapat mempengaruhi produktifitas bahkan dapat mengakibatkan kematian. Disamping itu masalah kesehatan hewan/penyakit juga dapat mempengaruhi kesehatan manusia dalam kaitan penyakit zoonosis. Namun disisi lain dalam hal ilmu pengetahuan dapat memacu perkembangan baru ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat melindungi lingkungan dan kelestarian sumberdaya genetik. Berbagai permasalahan kesehatan hewan masih melanda ternak di Indonesia, terutama terhadap penyakit strategis yang memiliki dampak sosial dan ekonomi luas. Pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan yang menjadi tugas pemerintah diarahkan kepada penyakit yang berdampak sosial dan ekonomi luas, menular, menyebar dengan cepat dan berakibat pada morbiditas dan mortalitas tinggi. Prioritas pengendalian penyakit pada ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) saat ini diberikan kepada 5 penyakit strategis, yaitu Brucellosis, Anthrax, Infectious Bovine Rhinotracheits (IBR), Bovine Viral Diarrhoea (BVD) dan Jembrana. Berbagai teknologi pengendalian penyakit strategis pada ternak ruminansia besar telah dikuasai dan dihasilkan, terutama teknik isolasi dan identifikasi untuk berbagai agen penyakit, berbagai teknik diagnostik, reagensia uji, teknik molekuler diagnostik, serta vaksin. Namun demikian beberapa teknologi tersebut masih harus disempurnakan dan ditingkatkan untuk aplikasinya seperti yang diutarakan dalam makalah ini. Kata Kunci: Ruminansia besar, teknologi, pengendalian penyakit PENDAHULUAN Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) dalam rangka meningkatkan perekonomian di Indonesia telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Purwakarta. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Departemen Pertanian kemudian menetapkan Program Kecukupan Daging Sapi yang ditargetkan akan tercapai pada tahun Program tersebut dimaksudkan agar terjadi percepatan pertumbuhan produksi ternak sapi lokal, sehingga volume impor daging dan sapi bakalan semakin kecil yang pada akhirnya dapat menghemat devisa negara secara signifikan. Untuk mencapai kecukupan daging sapi pada tahun 2010, maka program tersebut perlu didukung dengan upaya meningkatkan produktifitas ternak atau dengan mengurangi kendala produksi peternakan. Salah satu kendala produksi ternak adalah faktor penyakit hewan. Keberadaan penyakit pada ternak ruminansia besar dapat mengakibatkan penurunan produktifitas bahkan kematian ternak, bila tidak dilakukannya pengendalian penyakit secara cepat, tepat dan berkelanjutan. Dengan demikian pengendalian penyakit strategis pada ternak ruminansia besar menjadi penting dan strategis dalam upaya mendukung program swasembada daging sapi tersebut. Pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan yang menjadi tanggung jawab utama pemerintah diarahkan kepada penyakitpenyakit yang berdampak kerugian ekonomi yang signifikan dan luas, karena sifatnya yang menular, menyebar cepat dan mengakibatkan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Berbagai jenis penyakit menular telah menyerang ternak sapi lokal di Indonesia, baik yang diakibatkan oleh agen virus, bakteri, 24

2 parasit maupun jamur. Prioritas pengendalian penyakit strategis pada ternak ruminansia besar diberikan kepada penyakit Anthrax, Brucellosis, Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Bovine Viral Diarrhoea (BVD) serta Jembrana. Balai Besar Penelitian Veteriner (BB LITVET) sebagai lembaga penelitian di lingkup Departemen Pertanian yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan penelitian veteriner di Indonesia, sudah seharusnya menghasilkan informasi dan teknologi untuk mengendalikan penyakit strategis pada ruminansia besar. Namun demikian sejauh mana teknologi tersebut telah dihasilkan dan diaplikasikan, serta kendala yang dihadapi dalam melaksanakan penelitian guna menghasilkan teknologi tersebut, diutarakan dalam makalah ini. HASIL-HASIL PENELITIAN PENYAKIT STRATEGIS PADA TERNAK RUMINANSIA BESAR Di Indonesia, institusi yang paling bertanggungjawab dalam melakukan penelitian penyakit hewan atau veteriner adalah Balai Besar Penelitian Veteriner (BB LitVet). Disamping BB LitVet, instansi lainnya yang juga dapat melakukan penelitian penyakit hewan meskipun sangat terbatas, adalah Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV), Balai Besar Veteriner (BBVet) serta perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Kedokteran hewan (Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Udayana, Universitas Syah Kuala). Hasil-hasil penelitian penyakit strategis ternak ruminansia besar (Anthrax, Brucellosis, IBR, BVD dan Jembrana) yang dapat diinformasikan, baik yang berasal dari hasil penelitian di Balitvet maupun instansi lainnya adalah sebagai berikut: Penyakit Anthrax Anthrax adalah penyakit bakterial yang bersifat sangat fatal dan menular ke manusia (zoonosis) disebabkan oleh Bacillus anthracis pembentuk spora, Gram positip dan berbentuk batang. Penyakit ini terutama menyerang hewan herbivora (ruminasia besar, ruminasia kecil) serta kumannya dapat mengakibatkan penyakit pada manusia melalui kontak kulit, inhalasi atau mengkonsumsi produk hewan yang terkontaminasi (OIE, 2000) Penyakit ini telah diketahui keberadaannya di Indonesia sejak tahun Sebaran penyakit Anthrax sejak tahun tahun 1930 sampai dengan saat ini, secara geografis pernah terjadi di 17 propinsi, antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, Timor, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Namun akhir-akhir ini kejadian penyakit Anthrax sering dilaporkan berjangkit di pulau Jawa dan Nusa Tenggara (ADJID et al. 2005). Balitvet telah menguasai dan mengembangkan berbagai teknologi diagnosis untuk penyakit Anthrax, seperti 1). teknik isolasi dan identifikasi kuman Anthrax; 2). uji ASCOLI untuk deteksi kuman Anthrax; dan 3). uji Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk deteksi antibodi dalam tubuh hewan. Mengingat kuman Anthrax sangat berbahaya, maka penanganan kumannya dibatasi pada laboratorium kesehatan hewan tertentu, dengan aturan keluar masuk kuman yang sangat ketat. Sementara itu, vaksin Anthrax masih dalam tahap pengembangan yang dilakukan oleh Balitvet melalui isolasi dan identifikasi antigen protektif. Brucellosis Brucellosis adalah penyakit infeksius mengakibatkan keluron pada ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing dan lain-lain), babi dan anjing. Penyakit ini disebabkan bakteri dari genus Brucella serta dapat pula menular dari hewan sakit ke manusia (ALTON, et al. 1988). Brucellosis tersebar luas di seluruh dunia yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi dan gangguan kesehatan masyarakat. Pada sapi kuman penyebabnya adalah B. abortus mengakibatkan keluron pada umur kebuntingan diatas 5 bulan. Pada kebuntingan berikutnya tidak terjadi keluron, tetapi dapat muncul kembali setiap 2-3 kali kebuntingan 25

3 berikutnya. Pedet yang dilahirkan biasanya lemah dan kemudian mati. Akibat lainnya adalah tertahannya plasenta dan terinfeksinya uterus. Infeksi uterus yang parah dapat mengakibatkan sterilitas. Pada pejantan brucellosis mengakibatkan radang testes (orchitis) dan akhirnya sterilitas. Penularan penyakit terjadi melalui mulut/hidung akibat percikan bahan-bahan abortusan atau cairan/lendir yang menyertai anak baru lahir dari induknya yang terinfeksi brucellosis. Penyakit juga dapat menular melalui semen dari pejantan terinfeksi. Pencegahan penyakit melalui pengaturan kandang melahirkan (jauh dari tempat kelompok). Penerapan test and slaughter serta vaksinasi merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah hewan dari serangan brucellosis. Brucellosis pada sapi dilaporkan tersebar di 25 propinsi di Indonesia. SETIAWAN (1990) dan SUDIBYO et al (1991) melaporkan kejadian brucellosis pada ternak sapi potong di 7 propinsi (Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Riau, dan Sumatera Utara) dengan prevalensi antara 6,6-61,3%. Pada tahun 1998 brucellosis juga dilaporkan terjadi di Sumatera Barat (ANONIM, 1998/99). Selanjutnya pada tahun 2003, secara serologis menggunakan uji RBT, penyakit brucellosis dilaporkan menyerang 750 ekor sapi potong di Propinsi Bengkulu (KUSWADY, 2003), serta di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku (ANONIM, 2003). Teknologi diagnosis yang telah dikuasai dan dikembangkan Balitvet meliputi 1) teknologi isolasi dan identifikasi bakteri brucella; 2) teknologi deteksi antibodi dalam serum hewan menggunakan uji Milk Ring Test (MRT), Rose Bengal Test (RBT), Complement Fixation Test (CFT) dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Bovine Viral Diarrhea (BVD) Penyakit BVD pada sapi disebabkan oleh virus bovine diarrhea, keluarga pestiviridae. Gejala klinis penyakit BVD terdiri dari 4 bentuk, yaitu: 1) bentuk subklinis (tidak ada gejala); 2) bentuk kronis (ada gejala tapi tidak khas, seperti berkurangnya nafsu makan, kelesuan, diare ringan, pertumbuhan yang lamban); 3) bentuk akut (gejala diare profuse, demam, erosi pada saluran gastrointestinal); 4) bentuk mukosa (ditandai dengan gejala akut disertai adanya perlukaan pada selaput lendir mulut dan saluran usus). Pada bentuk mukosa hewan yang terserang dengan umur 8 sampai 18 bulan biasanya akan mati pada hari ke 14 setelah infeksi. Pada sapi bunting umur kebuntingan 3 4 bulan, infeksi virus mengakibatkan kematian fetus dan keluron. Infeksi virus BVD pada umur kebuntingan pertengahan trimester biasanya mengakibatkan cacat pada otak dan mata, kadang-kadang juga bulu. Penularan penyakit terjadi karena kontak dengan cairan lendir mukosa hewan terinfeksi atau lingkungan tercemar. Penularan dapat terjadi melalui semen pejantan, baik melalui kontak seksual atau melalui IB. Diagnosa penyakit dilakukan dengan mengisolasi agen penyakit atau pemeriksaan antibodi setelah terjadi abortus. Pencegahan penyakit dilakukan melalui mencegah kontak dengan hewan sakit (memperlihatkan gejala klinis), lingkungan tercemar (terkena lendir hewan sakit), menggunakan pejantan bebas BVD pada kawin alam, atau penggunaan semen bebas BVD pada IB. Alternatif pencegahn penyakit adalah dengan melakukan vaksinasi hewan terhadap virus BVD. Di Indonesia penyakit BVD pernah dilaporkan kejadiannya di beberapa wilayah di Indonesia. Pada beberapa tahun terakhir, tahun 2002, kejadiannya dilaporkan menyerang 269 ekor sapi potong di Propinsi Bengkulu (KUSWADY, 2003). Balitvet sebagai institusi penelitian telah menguasai 1) teknolgi diagnosis serologis Serum Netralisasi, baik untuk tujuan skrining maupun untuk pengukuran kandungan titer antibodi spesifik BVD; 2) teknik isolasi dan identifikasi virus BVD; 3) serta informasi epidemiologi infeksi penyakit BVD. Infectious Bovine Rinotracheitis (IBR) Penyakit IBR adalah penyakit infeksius yang menyerang saluran pernafasan ataupun genital. Penyebabnya adalah virus Bovine Herpes 1 (BHV-1). Pada bentuk infeksi saluran pernafasan, gejalanya adalah demam tinggi, anoreksia, nafas cepat dan sesak, depresi, 26

4 leleran hidung dari encer sampai mukopurulen. Jika virus IBR menyerang saluran genital sapi betina, maka akan terlihat gejala klinis profusa pustular vulvovaginitis dan penyakitnya dikenal sebagai infectious pustular vulvovaginitis (IPV). Lendir bernanah dapat terlihat keluar dari liang vulva. Sapi betina memperlihatkan kemajiran temporer. Sapi betina yang terinfeki virus IBR, baik tipe pernafasan maupun vulvovaginitis, dapat berakibat pada abortus fetus mulai 3 minggu sampai 3 bulan setelah mengalami infeksi. Tanda lainnya yang umum adalah tertahannya placenta. Pada sapi jantan, gejala klinis yang tampak adalah perlukaan bernanah pada glans penis dan prepusium dan penyakitnya disebut infectious balanopostitis (IBP). Adanya rasa sakit pada alat kelamin ini dapat menghambat aktifitas kontak seksual pejantan dengan sapi betina. Infeksi oleh BHV-1 dapat juga hanya menimbulkan gangguan ringan saja atau subklinis, tergantung strain virusnya (GIBBS dan REYEMAMU, 1977). Penularan penyakit dapat terjadi melalui semen terinfeksi, kontak dengan cairan lendir mukosa hewan terinfeksi, atau dengan lingkungan tercemar. Diagnosis penyakit, disamping dengan memperhatikan gejala klinis, juga dilakukan dengan cara mengisolasi dan identifikasi agen penyakitnya. Sebaran penyakit IBR pada sapi potong di Indonesia, berdasarkan survei klinis atau serologis adalah sebagai berikut; di Propinsi Lampung pada tahun 1981 (MARFIATININGSIH, 1982); pada sapi bali di Kalimantan Barat pada tahun 1989, dikenal sebagai diare ganas sapi (WIYONO et al., 1989); di Propinsi Lampung pada tahun dilaporkan prevalensi reaktornya mencapai 3,7% dari 639 ekor (WIYONO, 1993). Selanjutnya di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kupang, Kalimantan Barat, Bali, dan Sumatera Utara dengan prevalensi serologis penyakit IBR tersebar dengan rataan prevalensi reaktor 15,9% (SUDARISMAN, 1995). Penyakit IBR dilaporkan tidak hanya menyerang ternak sapi potong, tetapi juga sapi perah. Pada tahun 1997 penyakit dilaporkan terjadi di Propinsi Sumatera Barat dan di NTB (SIREGAR, et al. 1997; SETIAWAN et al. 1997). Informasi terkini, penyakit IBR dilaporkan secara serologis terjadi di Provinsi Lampung pada tahun 2001 (ANONIM, 2001). Yang lebih penting dan sangat perlu diperhatikan adalah jangan sampai penyakit IBR menyerang ternak bibit sapi di lokasi-lokasi pusat inseminasi buatan ataupun pusat pembibitan. Hal ini karena bila Lokasi-lokasi tersebut tercemar penyakit IBR, maka lokasi tersebut yang seharusnya berfungsi sebagai sumber semen/bibit sehat akan beralih fungsi sebagai sumber penyebar penyakit IBR secara nasional. Pencegahan penyakit pada sapi betina dilakukan dengan mencegah kontak seksual dengan pejantan terinfeksi, tidak menggunakan semen terinfeksi pada program IB, serta mencegah kontak dengan hewan sakit IBR (lendir mukosa atau lingkungan tercemar virus IBR). Vaksinasi cukup efektif untuk mencegah terjadinya penularan penyakit. Diagnosa penyakit didasarkan atas adanya kenaikan titer antibodi spesifik dan atas adanya agen penyakit yang diisolasi. Balitvet sebagai institusi penelitian telah menguasai 1) teknologi diagnosis serologis Serum Netralisasi, baik untuk tujuan skrining maupun untuk pengukuran kandungan titer antibodi spesifik IBR; 2) teknik isolasi dan identifikasi virus IBR; 3) telah menghasilkan prototipe vaksin IBR inaktif isolat lokal; 4) serta informasi epidemiologi infeksi penyakit IBR. Jembrana Penyakit Jembrana merupakan penyakit viral akut pada sapi bali disebabkan oleh virus retrovirus dari sub family Lentivirus dengan gejala klinis menonjol berupa demam tinggi, pembengkakan kelenjar limfoid, serta diare yang umumnya bercampur darah (HARTANINGSIH, 2005; PUTRA dan SULISTYANA, 2004). Penyakit ini pertama kali muncul di Bali pada tahun 1964, dimana dalam 12 bulan telah menimbulkan kematian ekor sapi dari jumlah total sekitar ekor sapi Bali pada saat itu (SOEHARSONO, 1997). Penyakit ini hanya terjadi di Indonesia, dan sampai sekarang telah menjadi penyakit endemis di Kalimantan Selatan, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Bengkulu. Secara serologis, penyakit ditemukan di Jambi, Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur 27

5 dan Kalimantan Tengah (HARTANINGSIH, 2005). Masa inkubasi penyakit berkisar antara 5 12 hari dengan gejala klinis akut yang dapat bertahan sampai 12 hari. Gejala klinis meliputi demam tinggi, letargi, anoreksia dan pembengkakan limfoglandula superfisialis (CHADWICK et al., 1998). Tingkat mortalitas dapat mencapai 17% pada infeksi buatan yang terlihat konsisten dengan kejadian di lapangan. Sapi yang sembuh dari penyakit Jembrana menjadi viraemia sedikitnya selama 2 tahun setelah infeksi (CHADWICK et al., 1995), sehingga ternak tersebut sangat potensial sebagai sumber infeksi (carrier). Penularan penyakit terjadi melalui kontaminasi dari sekresi urin, air susu, dan saliva hewan sedang sakit dengan demam tinggi, serta penularan melalui gigitan serangga penghisap darah secara mekanik. Hewan yang sembuh dari penyakit Jembrana dapat menjadi hewan pembawa penyakit carrier sehingga berpotensi mengakibatkan wabah penyakit pada populasi yang rentan (PUTRA dan SULISTYANA, 2004; HARTANINGSIH, 2005). Teknologi penyakit Jembrana yang telah dihasilkan oleh BPPV Regional VI Denpasar, yaitu: 1) teknik diagnosis Capture-ELISA; SDS-PAGE; Immunohistokimia (IHC); dan PCR; 2) Vaksin Jembrana Konvensional (suspensi limpa 10%) dan kandidat vaksin rekombinan. KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENELITIAN PENYAKIT STRATEGIS RUMINANSIA BESAR DAN PEMECAHAN MASALAH Kendala yang dihadapi dalam penelitian dan dan pengembangan teknologi pengendalian penyakit strategis ruminansia besar (sapi dan kerbau) umumnya terdiri dari biaya penelitian yang cukup mahal dibandingkan dengan pengembangan teknologi pengendalian penyakit pada unggas. Sumberdaya peneliti yang tersedia di Indonesia sangat terbatas khususnya untuk kegiatan penelitian biologi molekuler dan pengembangan vaksin konvensional. Untuk menghasilkan produk (diagnosis molekuler dan vaksin rekombinan) memerlukan waktu yang relatif lebih lama. Sementara itu populasi ternak umumnya dipelihara secara tradisional dan dimiliki oleh peternak kecil, sebagai usaha sampingan, sehingga kurang mampu menggunakan teknologi tinggi yang relatif lebih mahal. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka kegiatan penelitian sebaiknya dilakukan secara terpadu melalui kerjasama antar lembaga riset terkait baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sumberdaya peneliti sebaiknya dimanfaatkan secara optimal dengan memanfaatkan tenaga-tenaga peneliti muda atau mahasiswa yang sedang dalam menyusun skripsinya. Begitupula akses penggunaan sarana penelitian yang tersedia pada berbagai lembaga riset sebaiknya dapat dimanfaatkan bersama dalam kerangka kerjasama penelitian yang telah disepakati. ARAH PENELITIAN KE DEPAN Strategi peningkatan kesehatan hewan atau pengendalian penyakit dirancang berdasarkan posisinya yang sangat strategis dan fungsinya yang sangat erat sebagai pendukung dalam mewujudkan masyarakat sehat yang berwawasan lingkungan melalui pemenuhan kebutuhan protein hewani. Untuk mencapai sasaran ternak sehat dan masyarakat sehat melalui kecukupan daging 2010, perlu didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Mengingat penyakit strategis pada ruminansia besar memiliki dampak sosial dan ekonomi yang luas, maka diperlukan teknologi-teknologi moderen, seperti biologi molekuler, untuk pengendalian penyakit tersebut dalam pengembangan teknologi diagnostik cepat, (Immunohistokimia, FAT, PCR; dipstik ELISA); vaksin dengan aplikasi mudah (aplikasi aerosol dan lain - lain) atau vaksin modifikasi genetik atau rekombinan. Penelitian epidemiologi penyakit masih diperlukan untuk lebih memahami penyakit guna pengendalian penyakit yang lebih efektif dan efisien. 28

6 Tabel 1. Ketersediaan teknologi pengendalian penyakit strategis pada ruminansia besar di Indonesia Penyakit Anthrax Brucellosis Bovine Viral Diarrhoea (BVD) Infectious Bovine Rhino-tracheitis (IBR) Jembrana Ketersedian Teknologi Pengendalian Penyakit ASCOLI Serologi ELISA Serologi MRT. RBT, CFT, ELISA Uji Netralisasi Serum (SNT) Serum Netralisasi (SNT) Vaksin inaktif isolate lokal IHC SDS-PAGE Capture ELISA RT-PCR Vaksin rekombinan (dalam tahap uji coba) DAFTAR PUSTAKA ANONIM Laporan Tahunan Tahun 1998/99. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Sumatera Barat.. ANONIM Laporan Tahunan Tahun Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Lampung. ANONIM Kegiatan Laboratorium Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VII Maros. CHADWICK, B.J., M. DESPORT, D.M.N. DHARMA, J. BROWNLIE and G.E. WILCOX Detection of Jembrana disease virus in spleen, lymph nodes, bone marrow and other tissues by in situ hybridization of paraffin-embedded tissues. J. of Gen Virol. 79: CHADWICK, B.J., R.J. COELEN and G.E. WILCOX Nucleotide sequence analysis of Jembrana disease virus: a bovine lentivirus associated with an acute disease syndrome. J. of. Gen. Virol 76: FORMAN, A.J., C.A. GIBSON and B.J. RODWELL Serological evidence for the presence of bovine lentivirus infection in cattle in Australia. Aust. Vet. J FULTZ, P.N Replication of an acutely lethal simian immunodeficiency virus activates and induces proliferation of lymphocytes. J. Virol 65: HARTANINGSIH, N Progress on Jembrana Disease Study. Dibawakan dalam pertemuan Evaluasi Penelitian, Denpasar, Bali KUSWADY, E Kebijakan dan kesiapan pengendalian penyakit menular pada ternak sapi di Propinsi Bengkulu. Makalah dipresentasikan pada Sarasehan Pengamanan ternak Sapi di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Penyakit Menular, 9 September 2003, Bengkulu. MARFIATININGSIH, S Diagnosa infectious bovine rhinotracheitis like disease pada sapi bali di Lampung Tengah. Dalam Laporan Tahunan Hasil Penyidikan Penyakit Hewan di Indonesia periode tahun Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan. Deptan, Jakarta. PUTRA, A.A.G, dan K. SULISTYANA Penularan penyakit Jembrana: Peranan Serangga Penghisap Darah. Buletin Veteriner, BPPV Denpasar XVI (64): SETIAWAN, E.D., I.W. MATHIUS, S.B. SIREGAR, A. SUDIBYO, E. HANDIWIRAWAN, dan T. KOSTAMAN Pengkajian Pemanfaatan Teknologi Inseminasi Buatan (IB) dalam Usaha Peningkatan dan Produktifitas Sapi Potong di Propinsi NTB. Puslitbang Peternakan. 29

7 SIREGAR, A.R., P. SITUMORANG, M. BOER, G. MOEKTI, J. BESTARI, dan M. PURBA Pengkajian Pemanfaatan Teknologi Inseminasi Buatan (IB) dalam Usaha Peningkatan dan Produktifitas Sapi Potong di Propinsi Sumatera Barat. Puslitbang Peternakan. SOEHARSONO, S Current information on Jembrana disease distribution in Indonesia. In. Jembrana Disease and the Bovine Lentiviruses. ACIAR Proceedings. ACIAR, Canberra. 75: SUDARISMAN Infectious Bovine Rhinotracheitis. Wartazoa 4(1-2): SUDIBYO, A. P. RONOHARDJO, B. PATTEN, dan Y. MUKMIN Status brucellosis pada sapi potong di Indonesia. Penyakit Hewan. XXIII (41): WIYONO, A., P. RONOHARDJO, R.J. GRAYDON, dan P.W. DANIELS Diare ganas sapi: I. Kejadian penyakit pada sapi bali bibit asal Sulawesi Selatan yang baru tiba di Kalimantan Barat. Penyakit Hewan 38:77-83 WIYONO, A Studi prevalensi antibodi terhadap Infectious Bovine Rhinotracheitis pada sentinel anak dan induk sapi bali di Lampung. Penyakit Hewan. XXV (45):

STRATEGI ALTERNATIF PENGENDALIAN PENYAKIT REPRODUKSI MENULAR UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG

STRATEGI ALTERNATIF PENGENDALIAN PENYAKIT REPRODUKSI MENULAR UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG STRATEGI ALTERNATIF PENGENDALIAN PENYAKIT REPRODUKSI MENULAR UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG R.M. ABDUL ADJID Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114 ABSTRAK Penyakit reproduksi

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR

PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH 1, BARIROH N.R 1 dan R.A. SAPTATI 2. 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Brucellosis Penyakit keguguran / keluron menular pada hewan ternak kemungkinan telah ada sejak berabad-abad lalu seperti deskripsi dari Hippocrates dan mewabah pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit zoonosa yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) dengan ujung siku-siku bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Produksi daging sapi pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 78.329 ton (21,40%). Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi daging sapi secara

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88 I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan jenis asupan makanan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Daging dan susu sapi adalah dua contoh sumber protein hewani yang cukup

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 Oleh : drh Nyoman A Anggreni T PENDAHULUAN Pengendalian terhadap penyakit brucellosis di Indonesia, pulau Jawa dan khususnya di terus dilaksanakan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK PENYAKIT DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA PADA TERNAK RUMINANSIA BESAR DI KALIMANTAN SELATAN

TINJAUAN ASPEK PENYAKIT DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA PADA TERNAK RUMINANSIA BESAR DI KALIMANTAN SELATAN TINJAUAN ASPEK PENYAKIT DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA PADA TERNAK RUMINANSIA BESAR DI KALIMANTAN SELATAN SURYANA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jalan P. Batur Barat No. 4

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

AKABANE A. PENDAHULUAN

AKABANE A. PENDAHULUAN AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa

Lebih terperinci

TENTANG. wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat menyebabkan penyebaran penyakit keluron menular (Brucr,llosis);

TENTANG. wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat menyebabkan penyebaran penyakit keluron menular (Brucr,llosis); SALINAN MENULAR GUBERNUR SUMATERA UTARA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 21. TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN MASUKI{YA PEI{YAKIT KELURON {BRUCELLOS$I KE DALAM WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maternal Antibodi pada Anak Babi (Piglet) Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau kekebalan turunan dari induk pada anak babi yang induknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Distrik Bobonaro Distrik Bobonaro terletak di antara 8 o 48-9 15 Lintang Selatan dan 125 o 55-125 24 Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini kajian dilakukan diseluruh instansi yang mempunyai tupoksi berkaitan dengan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di seluruh Kalimantan. Instansi-instansi

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DI PULAU JAWA

EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DI PULAU JAWA EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DI PULAU JAWA SUSAN MAPHILINDAWATI NOOR Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30, Bogor 16114 ABSTRAK Brucellosis adalah salah satu

Lebih terperinci

PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG

PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG PRABOWO P. PUTRO Bagian Reproduksi dan Obstetri, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa Kelayakan Usaha BAB V KELAYAKAN USAHA Proses pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu usaha sapi potong dapat dilakukan melalui analisis input-output. Usaha pemeliharaan sapi potong

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian bangsa Indonesia dan sektor peternak juga menjadi salah satu sektor yang menunjang

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN 2014 PENDAHULUAN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR D. KANA HAU, A. POHAN dan J. NULIK Balai Pengkajian Tenologi (BPTP)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. babi juga berkembang di provinsi Sumatra Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Utara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. babi juga berkembang di provinsi Sumatra Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera Peternakan babi berperan menopang perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara babi. Peternakan babi juga berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

Spesifikasi, Metode Pengujian, Keterangan yang diuji. yang diukur

Spesifikasi, Metode Pengujian, Keterangan yang diuji. yang diukur AMANDEMEN LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-121-IDN Telp. (0251) 331048, 334456 Faks. (0251) 336425 Bahan atau produk Jenis pengujian atau sifat-sifat Spesifikasi, Metode Pengujian, Keterangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20

Lebih terperinci

PENGARUH VAKSINASI BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DENGAN BERBAGAI PARITAS TERHADAP EFISIENSI REPRODUKSI

PENGARUH VAKSINASI BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DENGAN BERBAGAI PARITAS TERHADAP EFISIENSI REPRODUKSI PENGARUH VAKSINASI BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DENGAN BERBAGAI PARITAS TERHADAP EFISIENSI REPRODUKSI Utami Kurniawati 1), Pratiwi Trisunuwati 2), dan Sri Wahyuningsih 2) 1) Dinas Pertanian dan Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM KECUKUPAN DAGING SAPI 2010

KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM KECUKUPAN DAGING SAPI 2010 KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM KECUKUPAN DAGING SAPI 2010 SJAMSUL BAHRI 1 dan ENY MARTINDAH 2 1 Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

STUDI RETROSPEKTIF TERHADAP VAKSINASI PENYAKIT JEMBRANA DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK

STUDI RETROSPEKTIF TERHADAP VAKSINASI PENYAKIT JEMBRANA DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK STUDI RETROSPEKTIF TERHADAP VAKSINASI PENYAKIT JEMBRANA DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR Arif Supriyadi 1, Sulaxono Hadi 2, Dian Karyanti 3, Teguh Hartanto 4,Wiwin Sri Utami 5, Esti Widwi Astuti 6,

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN PENYAKIT DAN VAKSINASI HOG CHOLERA PADA TERNAK BABI DI DESA KELATING TABANAN

PEMBERANTASAN PENYAKIT DAN VAKSINASI HOG CHOLERA PADA TERNAK BABI DI DESA KELATING TABANAN PEMBERANTASAN PENYAKIT DAN VAKSINASI HOG CHOLERA PADA TERNAK BABI DI DESA KELATING TABANAN BERATA, I.K., IB. OKA WINAYA, IGK. SUARJANA, dan IB. KADE SUARDANA Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 72 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI PROVINSI

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 72 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI PROVINSI GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 72 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian-RI Jl. Harsono RM No. 3 Pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog Cholera Hog cholera atau kolera babi merupakan salah satu penyakit menular yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003) dengan tingkat kematian

Lebih terperinci

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI Terbatasnya sapi pejantan unggul di Indonesia, merupakan persoalan dalam upaya meningkatkan populasi bibit sapi unggul untuk memenuhi kebutuhan daging yang masih

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN VAKSIN DALAM RANGKA PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS PADA RUMINANSIA BESAR

KETERSEDIAAN VAKSIN DALAM RANGKA PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS PADA RUMINANSIA BESAR KETERSEDIAAN VAKSIN DALAM RANGKA PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS PADA RUMINANSIA BESAR HARRY BESAR SOSIAWAN, SUPRIYANTO dan EDY BUDI SUSILO Pusat Veterinaria Farma, Jl. A. Yani 6870, Surabaya ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR D. KANA HAU, A. POHAN dan J. NULIK Balai Pengkajian Tenologi (BPTP) Nusa Tenggara Timur Jl. Timor raya Km 32 Naibonat Kupang ABSTRAK Peternakan merupakan

Lebih terperinci

Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin Jl. Mayjend Sutoyo S. No Banjarmasin

Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin Jl. Mayjend Sutoyo S. No Banjarmasin Kontak kami Jl. Mayjend Sutoyo S. No. 1134 Banjarmasin go to url: Makalah Karya Tulis Ilmiah UPAYA MEMPERTAHANKAN KALIMANTAN SELATAN BEBAS BRUCELLOSIS Yuswandi* * Jl. Mayjend. Sutoyo S. No 1134 Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, anjing, burung,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, anjing, burung, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TORCH adalah singkatan dari toxoplasma, rubella, citomegalovirus, dan herpes, yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa atau parasit darah dan virus. Penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di Selatan Kabupaten Badung Provinsi Bali, tepatnya antara 8 o 46 58.7 LS dan 115 o 05 00 115 o 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 1 Peningkatan Produksi Ternak Dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal a. Pengembangan Kawasan Sapi Potong (Kelompok) 378 335 88,62 b. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Streptococcosis adalah salah satu penyakit sistemik menular, yang disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu penyakit yang merugikan budidaya

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT H. ZULQIFLI Dinas Peternakan, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat PENDAHULUAN Kabupaten

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X Uji Banding Kit Elisa Untuk Deteksi Antibodi Penyakit Jembrana (The Comparative Elisa Test For Detection Antibodies of Jembrana Disease) Ni Luh Putu Agustini 1, dan Rosmiati Wisindie 2 1. Balai Besar Veteriner

Lebih terperinci

Tenet Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Bakteriologi (9 uji) ; Patologi (4 uji) ; Toksikologi (2 uji) ; Mikologi (3 uji) dan Parasitolo

Tenet Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Bakteriologi (9 uji) ; Patologi (4 uji) ; Toksikologi (2 uji) ; Mikologi (3 uji) dan Parasitolo ANEKA SAMPEL UNTUK PEMERIKSAAN/PENGUJIAN BERBAGAI JENIS PENYAKIT HEWAN/MANUSIA DI BALAI BESAR PENELITIAN VETERINER BOGOR MULYADI DAN M. SOLEH Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor,J1. RE. Martadinata

Lebih terperinci

RINGKASAN PENDAHULUAN

RINGKASAN PENDAHULUAN Ternu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/ PENERAPAN UJI NETRALISASI SERUM UNTUK DIAGNOSIS SEROLOGIK PENYAKIT BOVINE VIRAL DIARRHOEA (BVD) PADA SAPI PUDJI KURNIADHI Balai Penelitian Veteriner, JI.R.E.Martadinata

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada PENGANTAR Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia dan hewan (zoonosis). Penyakit ini sangat penting dan ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di belahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BOVlNE EPHEMERAL FEVER (BEF) A. PENDAHULUAN

BOVlNE EPHEMERAL FEVER (BEF) A. PENDAHULUAN BOVlNE EPHEMERAL FEVER (BEF) Sinonim : Ephemeral Fever, Bovine Epizootic Fever, Three-day Sickeness, Penyakit Demam Tiga Hari, Stiff Zsickness, Penyakit Kaku A. PENDAHULUAN Bovine Ephemeral Fever (BEF)

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X Gangguan Reproduksi Ternak Sapi di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Cattle Reproductive Disorders in Lombok Island West Nusa Tenggara Province) I Nyoman Dibia, Ni Luh Dartini, Ni Made Arsani

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG - 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-.6-/216 DS3945-8555-79-7987 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( ) COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI (078114113) KLASIFIKASI ILMIAH Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Legionellales Family : Coxiellaceae Genus :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh protozoa Trypanosoma evansi. Penyakit ini juga menyerang hewan domestik dan hewan liar. Parasit ini

Lebih terperinci

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017 USAHA PEMBIBITAN TERNAK BABI MAULAFA Tri Anggarini Y. Foenay, Theresia Nur Indah Koni Jurusan Peternakan - Politani Negeri Kupang Email: anggarini.foenay@gmail.com ABSTRAK Tujuan dari kegiatan IbM adalah

Lebih terperinci

DIARE GANAS PADA SAPI A. PENDAHULUAN

DIARE GANAS PADA SAPI A. PENDAHULUAN DIARE GANAS PADA SAPI Sinonim : Bovine Viral Diarrhea-Mucosal Disease (BVD-MD), Bovine Virus Diarrhea A. PENDAHULUAN Diare ganas pada sapi adalah penyakit viral yang infeksius pada sapi, ditandai stomatitis

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SJAMSUL BAHRI Direkorat Perbibitan, Di jen Peternakan - Departemen Pertanian JI. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai VIII - Kanpus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG VIBRIOSIS SAPI DI INDONESIA SUPRODJO HARDJOUTOMO. Balai Penefitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114

TINJAUAN TENTANG VIBRIOSIS SAPI DI INDONESIA SUPRODJO HARDJOUTOMO. Balai Penefitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114 TINJAUAN TENTANG VIBRIOSIS SAPI DI INDONESIA SUPRODJO HARDJOUTOMO Balai Penefitian Veteriner Jalan RE Martadinata 30, PO Box 151, Bogor 16114 PENDAHULUAN Populasi sapi di Indonesia pada tahun 1996 tercatat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bruselosis Etiologi

TINJAUAN PUSTAKA Bruselosis Etiologi 5 TINJAUAN PUSTAKA Bruselosis Bruselosis merupakan salah satu penyakit zoonosis utama yang bisa berdampak negatif pada kesehatan masyarakat dan perekonomian di banyak bagian dunia (Agasthya et al. 2007).

Lebih terperinci