BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebahagiaan Adapun Kebahagiaan merupakan emosi positif yang dirasakan berkaitan dengan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang. Kebahagiaan yang sebenarnya yang dirasakan individu berasal dari pemahaman terhadap kekuatan karakter yang dimiliki, menanamkan dan menggunakan setiap hari dalam kehidupan (Seligman, 2002) Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) Menjelaskan Kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu, serta aktivitas positif yang tidak mempunyai komponen perasaan sama sekali (seperti keterlibatan individu secara menyeluruh pada kegiatan yang disukainya). Seligman (2005) memberikan Perbedaan individu yang mendapatkan Kebahagiaan yang autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari kekuatan dan keutamaan) yang dimilikinya dan menggunakanya pada kehidupan sehari-hari, baik pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan. Kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena individu memiliki tolak

2 11 ukur Kebahagiaan yang berbeda-beda sehingga bisa mendatangkan Kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara lain uang, status, pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif, pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas seseorang (Seligman, 2005). Ada dua hal yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Kebahagiaan yaitu afeksi dan Kepuasan Hidup (Rusydi, 2007). 1) Afeksi, perasaan (feeling) dan emosi (emotion) merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Menurut salah seorang pakar psikologi Tellegen (1982). menyebutkan bahwa setiap pengalaman emosional selalu berhubungan dengan afektif atau perasaan yang sangat menyenangkan sampai pada perasaan yang tidak membahagiakan. 2) Kepuasan Hidup, yang merupakan kualitas dari kehidupan seseorang yang telah teruji secara keseluruhan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kepuasan Hidup merupakan hasil perbandingan antara segala peristiwa yang dialami dengan apa yang menjadi tumpuan harapan dan keinginan. Dengan demikian dapatdikatakan bahwa semakin terpenuhi kebutuhan dan harapan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan seseorang.

3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebahagiaan 1) Budaya Triandis (Carr, 2004) Mengatakan bahwa faktor budaya dan sosial politik berperan dalam tingkat Kebahagiaan seseorang. Carr (2004) mengatakan bahwa budaya dalam kesamaan sosial memiliki tingkat kebahgiaan yang lebih tinggi. Carr juga menambahkan bahwa Kebahagiaan lebih tinggi dirasakan dinegara sejahtera dimana institusi umum berjalan dengan efisien terdapat hubungan yang memuaskan antara warga negara dengan anggota birokrasi pemerintahan. 2) Kehidupan Sosial Menurut Seligman (2005) orang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas dari mereka bersosialisasi. 3) Agama dan Religiusitas Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan dari pada orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Hal ini dikarenakan agama memberikan harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam hidup manusia (Seligman, 2005). Selain itu keterlibatan seseorang dalam kegiatan keagamaan atau komunitas agama dapat memberikan dukungan sosial bagi orang tersebut (Carr, 2004). Hubungan antara harapan akan masa depan dan keyakinan

4 13 beragama merupakan landasan mengapa keimanan sangat efektif melawan keputusan dan meningkatkan Kebahagiaan (Seligman, 2004). 4) Pernikahan Seligman (2005). mengatakan bahwa pernikahan sangat erat hubunganya dengan Kebahagiaan. Menurut Carr (2004) Ada dua penjelasan mengenai hubungan Kebahagiaan dan pernikahan yaitu: orang yang bahagia lebih atractive sebagai pasangan dari pada orang yang tidak bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan memberikan banyak keuntungan yaitu pernikahan memberikan banyak keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang,diantaranya keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan peran sebagai pasangan dan orang tua, menguatkan identitas dan menciptakan kerukunan (Carr, 2004). Kebahagiaan orang yang menikah mempengaruhi panjang usia dan besar penghasilan dan hal ini berlaku bagi pria dan wanita (Seligman, 2005). 5) Usia Kepuasan Hidup sedikit meningkat sejalan dengan bartambahnya usia, afek positif sedikit melemahkan, dan afek negatif tidak berubah (Seligman, 2005) menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana perasaan, mencapai puncak dunia dan terpuruk dalam keputusasaan, berkurang seiring dengan bertambahnya umur dan pengalaman. 6) Uang

5 14 Seligman (2005) menjelaskan bahwa dinegara yang sangat miskin, kaya bisa berarti lebih bahagia. Namun dinegara yang lebih makmur dimana hampir semua orang memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada Kebahagiaan (Seligman, 2005). 7) Kesehatan Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan Kebahagiaan (Seligman, 2005) yang penting adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita (Seligman, 2005) juga menambahkan bahwa orang yang memiliki lima atau lebih masalah kesehatan, Kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu. 8) Jenis kelamin Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan Kebahagiaan (Seligman, 2005). Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim dari pada pria (Seligman, 2005). Seligman (2005) juga menjelaskan bahwa tingkat emosi rata-rata pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih bahagia dan juga lebih sedih dari pada pria (Widyanti, 2009). Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kebahagiaan adalah suatu keadaan individu yang berada dalam afek positif (perasaan positif) dan untuk mencapai Kebahagiaan yang autentik, individu harus dapat mengidentifikasikan, mengolah, melatih serta menggunakan kekuatan (Strenght)

6 15 serta keutamaan (Virtue) yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari (Widyanti, 2009) Mengukur Kebahagiaan Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Lyubomirsky dan Lepper mengatakan bahwa untuk mengukur Subjective Well-Being dibutuhkan penilaian global mengenai keseluruhan hidup yang lebih luas daripada hanya melihat afek, Kepuasan Hidup, dan aspek-aspek kepuasan bagi individu. Berdasarkan hal tersebut, Lyubomirsky dan Lepper membuat alat ukur yang dianggap dapat mengukur tingkat Kebahagiaan subjektif seseorang. Alat ukur tersebut dinamakan Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Lepper, 1997). Alat ukur ini menggunakan teknik lapor diri (Self-Repport) dari responden. Teknik ini dipercaya dapat membantu individu untuk memberikan pendangan mereka mengenai Kebahagiaan berdasarkan perspektif diri sendiri (Lyubomirsky, Sheldon, & Schkade, 2005). Di dalam alat ukur ini, individu diminta untuk melaporkan sejauh mana ia termasuk orang yang bahagia (atau tidak bahagia) dan penilaian ini tidak sama dengan penilaian individu dalam pengukuran sederhana mengenai level afek dan Kepuasan Hidup (Lyubomirsky & Lepper, 1997). Seseorang bisa saja menganggap dirinya sebagai orang yang sangat bahagia walaupun lingkup kehidupannya terlihat tidak menunjang Kebahagiaannya, sebaliknya seseorang bisa menganggap dirinya sebagai orang yang tidak bahagia meskipun telah merasakan emosi positif (senang, bangga, dan semangat).

7 16 Alat ukur ini terdiri dari empat butir soal. Setiap soal memiliki pilihan jawaban yang memiliki rentang 1-7. Skor total didapat dengan cara mencari ratarata nilai dari skor masing-masing item, sehingga kemungkinan skor total berkisar dari 1-7. Namun demikian, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang telah diadaptasi, dengan rentang skor 1-6. Kemungkinan skor total pun berkisar 1-6. (Lyubomirsky dan Lepper, 1997) Kepuasan Hidup Diener dkk (1999) menyatakan bahwa Kepuasan Hidup adalah kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalaman yang disertai dengan kegembiraan. Selain harus memiliki kesehatan pisik, seseorang haruslah memiliki kesehatan mental yang baik, guna menikmati pengalamanpengalamanya. Csikszentmihalyi (1999) menyatakan bahwa semakin banyak aktifitas positif yang dilakukan seseorang, semakin besar pula Kepuasan Hidupnya. Individu yang dapat menyesuaikan diri memiliki kepribadian yang terintegrasi dengan baik, individu yang demikian cenderung untuk merasa lebih puas dengan kehidupanya, seperti kepuasan terhadap keluarga, kepuasan terhadap sekolah, dan kepuasan terhadap persahabatan. Menurut Diener, Scollon dan Lucas (2003), Subjective Well-Being (SWB) atau Kebahagiaan memiliki dua jenis penilaian, yaitu penilaian secara afektif dan penilaian secara kognitif. Aspek afektif dari Kebahagiaan meliputi seberapa sering individu merasakan emosi positif dan emosi negatif. Sedangkan Kepuasan Hidup

8 17 dianggap sebagai aspek kognitifnya (Sousa & Lyubomirsky, 2001), dimana individu dapat menilai kondisi hidupnya, menimbang kondisi mana yang paling penting dalam hidupnya, sehingga mereka dapat mengevaluasi bagaiamana hidup mereka, apakah hidup mereka memuaskan atau tidak (Diener, dkk, 2003) Definisi Kepuasan Hidup Menurut Sousa dan Lyubomirsky (2001), kepuasan terhadap hidup berarti penerimaan terhadap situasi hidup, atau terpenuhinya keinginan dan kebutuhuan hidup seseorang secara menyeluruh. Sedangkan menurut Veenhoven (dalam Gundlach & Kreiner, 2004) Kepuasan Hidup merupakan derajat penilaian individu terhadap keseluruhan kualitas hidupnya sebagai sesuatu yang menyenangkan; dengan kata lain adalah bagaimana seseorang menyukai hidup yang ia jalani. Campbell (dalam Gundlach & Kreiner, 2004) menambahkan bahwa arti dari kepuasan itu sendiri adalah diskrepansi yang dirasakan antara aspirasi dengan pencapaian. Misalnya seseorang dapat dikatakan puas dengan hidupnya ia merasa bahwa kondisi dirinya secara aktual tidak jauh berbeda dengan kondisi dirinya yang ia inginkan (Ideal Self). Beberapa peneliti juga menambahkan bahwa penilaian seseorang mengenai Kepuasan Hidupnya merupakan evaluasi kognitif (Sousa & Lyubomirsky, 2001) dan sifatnya konkrit (Gundlach & Kreiner, 2004). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Kepuasan Hidup adalah evaluasi kognitif individu mengenai kualitas hidupnya serta terpenuhinya segala keinginan dan kebutuhan hidupnya sehingga jarak antara aspirasi dan pencapaiannya kecil.

9 18 Menurut Diener, Scollon, dan Lucas (2003), keuntungan yang didapat dari pengukuran Kepuasan Hidup seseorang adalah pengukuran ini dapat menangkap secara global Perbedaan Kepuasan Hidup seseorang dari kriteria mereka sendiri, sehingga dapat diidentifikasi kriteria apa saja yang berpengaruh bagi individu dalam memberikan penilaian mengenai Kepuasan Hidup mereka Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Hidup Sama halnya dengan Kebahagiaan, Kepuasan Hidup juga memiliki berbagai faktor yang mempengaruhinya. Berbagai penelitian menemukan faktor yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi tingkat Kepuasan Hidup seseorang. Seperti diantaranya pendapatan, pendidikan, kesehatan, pernikahan (Sousa & Lyubomirsky, 2001). Tingkat kesejahteraan suatu negara (Diener & Suh dalam Gelati, dkk, 2006), jumlah penduduk, kepadatan penduduk, ras, heterogenitas ekonomi, usia wilayah, dan penggunaan lahan (Oliver, 2003), dan bencana alam (Luechinger & Raschky, 2006). 1. Gender Ed Diener dan Frank Fujita (dalam Sousa & Lyubomirsky, 2001), menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat Kepuasan Hidup dalam gender. Diener dan Fujita hanya menemukan bahwa perbedaan hanya ditemukan pada sumber-sumber yang mempengaruhi tingkat Kepuasan Hidup. Pada wanita prediksi Kepuasan Hidup dapat ditemukan pada sumber-sumber sosial seperti

10 19 keluarga, teman, dan akses hubungan sosial, sedangkan pada pria sumber-sumber Kepuasan Hidupnya berupa tujuan pribadinya seperti kemampuan atletik, otoritas, pengaruh diri, pekerjaan, dan pendapatan. 2. Usia Selain itu Diener dan Suh (dalam Sousa & Lyubomirsky, 2001) juga menemukan bahwa tingkat Kepuasan Hidup tidak menurun dengan bertambahnya usia, melainkan cenderung stabil selama rentang kehidupan, dan sedikit meningkat pada usai 20 dan 80 tahun. Hal ini dapat disebabkan kemampuan manusia untuk beradaptasi dalam mengahadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Carol Ryff (dalam Sousa & Lyubomirsky, 2001) menambahkan bahwa orang yang lebih tua memiliki dikrepansi yang lebih kecil antara keadaan diri faktual dengan diri idealnya dibandingkan dengan orang yang berumur lebih muda. 3. Hubungan Sosial Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat Kepuasan Hidup adalah hubungan sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Francis Bacon (dalam Sousa & Lyubomirsky, 2001) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat dukungan sosial yang dimiliki, maka semakin tinggi pula tingkat Kepuasan Hidupnya. Bacon menemukan hasil penelitian bahwa orang yang mampu menyebutkan lima nama temannya atau lebih memiliki tingkat Kepuasan Hidup yang lebih tinggi daripada orang yang sulit menyebutkan nama teman-temannya. Diener menambahkan bahwa dalam budaya barat, orang yang tidak menikah namun melakukan

11 20 kohabitasi lebih tidak puas dibandingkan dengan orang yang menikah. Memiliki anak tidak menambah tingkat Kepuasan Hidup seseorang. Namun, Diener menemukan bahwa semakin besar jumlah anak, semakin menurun tingkat Kepuasan Hidup seseorang (dalam Sousa & Lyubomirsky, 2001). 4. Pendidikan Pada penelitian yang dilakukan oleh Sousa & Lyubomirsky (2001) ditemukan hubungan yang rendah antara pendidikan dan Kepuasan Hidup.Hubungan antara pendidikan dan Kepuasan Hidup mungkin disebabkan adanya fakta bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan pendapatan yang juga lebih tinggi. Pendidikan juga terlihat memiliki hubungan yang lebih tinggi dengan Kepuasan Hidup pada individu dengan pendapatan yang rendah dan di negara miskin. Umumnya, pendidikan memberikan akses yang lebih baik akan adanya kesempatan kerja dan pendapatan, yang pada akhirnya mempengaruhi Kepuasan Hidup. 5. Pekerjaan Status pekerjaan individu mampu untuk meramalkan Kepuasan Hidup seseorang. Sebaliknya, individu yang tidak bekerja menunjukkan penurunan Kepuasan Hidupnya secara signifikan dibandingkan dengan individu yang bekerja (Sousa & Lyubomirsky, 2001). 6. Tingkat Kesejahteraan

12 21 Sousa dan Lyubomirsky (2001) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraan hidup seseorang (salah satunya dilihat dari tingkat pendapatan), maka semakin tinggi pula tingkat Kepuasan Hidupnya. Sejalan dengan hal tersebut, juga dikatakan bahwa semakin sejahtera suatu negara, maka semakin tinggi juga tingkat Kepuasan Hidupnya. Sousa dan Lyubomirsky (2001) juga menemukan bahwa semakin besar perbedaan pendapatan ekonomi antara daerah dalam suatu negara, semakin rendah tingkat kepuasan masyarakat negara tersebut secara keseluruhan dan semakin besar perbedaan tingkat Kepuasan Hidup antara masyarakat yang kaya dengan masyarakat yang miskin dalam negara tersebut. Selain tingkat pendapatan, ditemukan pula bahwa status sebagai pekerja dan tingkat pendidikan juga mempengaruhi tingkat Kepuasan Hidup seseorang. Selain faktor-faktor di atas, juga terdapat faktor lain yang terkait dengan kondisi dalam suatu wilayah yang juga mampu mempengaruhi tingkat Kepuasan Hidup masyarakat yang tinggal di dalamnya. Adapun faktor-faktor tersebut, yaitu: 7. Budaya Sousa dan Lyubomirsky (2001) mengatakan bahwa konsep Kepuasan Hidup lebih universal dibandingkan konsep Kebahagiaan sehingga ketika dilakukan penelitian mengenai tingkat Kepuasan Hidup antar budaya tidak ditemukan kesulitan dalam menerjemahkan arti Kepuasan Hidup itu sendiri. Namun tetap terdapat perbedaan tingkat Kepuasan Hidup antar budaya. Misalnya ditemukan hasil penelitian bahwa negara individualis (seperti Amerika, Inggris, dan Australia) memiliki tingkat Kepuasan Hidup yang lebih tinggi dibandingkan

13 22 dengan negara kolektivis (seperti Jepang, India, dan China) (dalam Sousa & Lyubomirsky, 2001). Sousa dan Lyubomirsky (2001) juga mengemukakan bahwa negara industri dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang tinggi memiliki tingkat Kepuasan Hidup yang tinggi secara menyeluruh dibandingkan dengan negara dunia-ketiga yang masyarakatnya miskin. Sousa dan Lyubomirsky (2001) Menambahkan bahwa tingkat Kepuasan Hidup yang tinggi juga akan ditemukan pada negara yang memiliki kesetaraan gender, memiliki kepedulian dengan hak manusia, memiliki kebebasan politik, dan memiliki akses pengetahuan yang baik. 8. Bencana Alam Dalam penelitiannya, Luechinger & Raschky (2006) menemukan bahwa terdapat efek dari bencana alam terhadap Kepuasan Hidup dan Kebahagiaan seseorang. Mereka mengemukakan bahwa ditemukan dampak negatif dari bencana banjir terhadap Kepuasan Hidup individu yang signifikan. Hal ini disebakan oleh kerusakan yang diakibatkan oleh bencana itu sendiri dan kerugian yang diderita individu. 9. Kondisi Masyarakat dalam suatu Wilayah Penelitian lain yang dilakukan oleh Oliver (2003), mengenai perbedaan Kepuasan Hidup pada masyarakat metropolitan dan suburban, menemukan bahwa terdapat enam karakteristik internal yang dapat membedakan tingkat Kepuasan Hidup dan kebahagaiaan suatu wilayah, yaitu jumlah penduduk, kepadatan penduduk, rasial, heterogenitas ekonomi, usia wilayah, dan penggunaan lahan. Oliver (2003) juga mengatakan bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk suatu

14 23 daerah, maka semakin tinggi tingkat depresi, ketidakpuasaan terhadap lingkungannnya, dan semakin tidak bahagia. Selain itu juga ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat kemakmuran suatu daerah, maka semakin tinggi tingkat depresinya, tidak puas dengan hidup, merasa Self-Efficacy dan Self-Esteemnya rendah, dan semakin tidak bahagia Mengukur Kepuasan Hidup Diener (dalam Sousa & Lyubomirsky, 2001) membuat alat ukur yang dapat mengukur Kepuasan Hidup secara global yang dinamakan Satisfaction With Life Scale (SWLS). Alat ukur ini didesain pada tahun 1985 oleh Ed Diener dan terdiri dari lima butir soal di mana individu diminta untuk menilai hidupnya secara global. Setiap soal dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada soal yang terkait penilaian secara afektif. Hal ini dilakukan karena pertimbangan bahwa Kepuasan Hidup merupakan aspek kognitif dari SWB (Diener dalam Sousa & Lyubomirsky, 2001) Karakter Positif Peterson dan Seligman (2004) Mendefinisikan Kekuatan (Strength) sebagai proses atau mekanisme psikologis membentuk keutamaan (Virtue) individu. Sedangkan keutamaan (Virtue) adalah karakteristik inti yang dihargai oleh filsuf dan agamawan (Peterson dan Seligman, 2004). Penelitian ini

15 24 diantaranya adalah fokus pada Karakter positif yang menurut Peterson dan Seligman mengarahkan individu pada pencapaian Virtues (Keutamaan). Peterson dan Seligman lebih lanjut mengatakan bahwa tinjauan mengenai Karakter positif diawali oleh asumsi bahwa karakter adalah suatu yang plural, sehingga perlu dilakukan pemisahan antara bentuk karakteristik positif, barulah kemudian merencanakan bagaimana untuk mengukurnya sebagai sesuatu yang bersifat Individual Differences Definisi Karakter positif Peterson dan Seligman (2004) Mendefinisikan Kekuatan (Strength) sebagai proses atau mekanisme psikologis membentuk keutamaan (Virtue) individu. Sedangkan keutamaan (Virtue) adalah karakteristik inti yang dihargai oleh filsuf dan agamawan (Peterson dan Seligman, 2004) Karakter positif memiliki rute-rute yang berbeda dalam mencapai suatu virtue atau virtue lainnya. Virtues memiliki makna sebagai bagian utama dari karakteristik yang oleh para filosof dan pemuka agama dibagi menjadi enam, yaitu wisdom, courage, humanity, justice, temperance, dan transcendence. Melalui survei sejarah ditemukan bahwa keenam kategori ini bersifat konsisten, universal dan diperkirakan merupakan aspek yang penting bagi mahluk hidup untuk dapat bertahan dalam proses evolusi. Diasumsikan bahwa jika virtues menjadi nilai tertinggi yang dianut oleh individu barulah individu dapat dikatakan memiliki karakter yang baik. Karakter positif tersebut di atas, memiliki kesamaan dalam hal meraih dan menggunakan ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki beberepa

16 25 perbedaan. Strength dianggap sebagai sesuatu yang disadari dan dinilai, walaupun individu jarang memunculkannya. Walaupun demikian, disimpulkan bahwa individu dapat dikatakan memiliki karakter yang baik jika individu mampu menampilkan 1 atau 2 Strength dalam kelompok Virtue tertentu. Untuk dapat dikatakan sebagai Karakter positif, karakteristik positif harus memenuhi sebagian besar dari sepuluh kriteria yang ditetapkan (Peterson & Seligman, 2004), yaitu: 1. Strengths memberikan sumbangan pada berbagai pemenuhan kebutuhan yang mengarahkan kepada Good Life untuk diri sendiri dan orang lain. Meskipun Strength dan Virtues menentukan bagaimana individu berhadapan dengan ketahanan, fokus utama adalah pada bagaimana Strength dan Virtues mampu memenuhi kebutuhan individu. 2. Meskipun Strength mampu dan dapat memberikan hasil yang memuaskan, setiap Strength bernilai moral, walaupun hasil yang didapat tidak menguntungkan secara ekonomi. 3. Pemunculan Strength oleh individu tidak mengurangi kesempatan orang-orang di sekitarnya untuk memunculkan strength yang sama. Sebaliknya pemunculan Strength biasanya akan membuat orang-orang di sekitar terinspirasi dan berkeinginan untuk menampilkan Strength. Menampilkan Strength akan memunculkan emosi positif seperti kebanggaan, kepuasan, kegembiraan, dan harmoni.

17 26 4. Dapat dibuat Phrase yang bertentang (Opposite) dan bersifat bipolar. 5. Strenght harus melampuai tingkah laku, pikiran, perasaan, dan aksi, sehingga dapat diukur. Strength seperti layaknya sifat yang memiliki tingkatan dalam generalisasi antar situasi dan stabilitas dari waktu ke waktu. 6. Strength berbeda dari trait positif lainnya dalam hal klasifikasi dan tidak dapat dipisahkan dari klasifikasinya. 7. Strength sebelumnya sudah diwujudkan dalam penokohan yang teladan baik dalam kebudayaan atau cerita-cerita tertentu. 8. Seperti halnya inteligensi, beberapa Strength juga memiliki kategori jenius atau luar biasa. 9. Strength memperhatikan eksistensi dari individu yang tidak menampilkan Strength sama sekali dalam hidupnya. 10. Lingkungan masyarakat menyediakan intitusi dan kegiatan yang mengasahkan dan mereproduksi Strength secara berkelanjutan Mengukur Karakter positif Berdasarkan 10 kriteria di atas, maka klasifikasi virtues dan karakter positif adalah sebagai berikut (Seligman, 2002, Peterson & Seligman, 2004): A. Wisdom and Knowledge

18 27 Kekuatan kognitif yang mengandung perilaku mencari dan menggunakan ilmu pengetahuan, yang terdiri dari: 1. Creativity (Originality, Ingenuity), kreativitas mengandung dua komponen penting, yakni individu yang kreatif haruslah menghasilkan tingkah laku atau ide-ide yang orisinil, unik, mengejutkan, dan tidak biasa. Tetapi orisinil saja tidak cukup untuk mengatakan bahwa individu memiliki kreativitas. Selain orisinil, ide atau tingkah laku juga harus adaptif, memberikan kontribusi yang positif terhadap kehidupan individu tersebut dan juga untuk kehidupan orang lain. 2. Curiosity (Interest, Novelty-Seeking, Openness to Experiences), minat intrinsic untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman yang unik, bervariasi, dan juga menantang. Curiosity mengarah kepada keterbukaan terhadap pengalaman dan fleksibilitas pada hal-hal yang tidak sesuai dengan konsepsi awal individu. Individu yang memiliki Curiosity biasanya tidak mudah mentoleransi sesuatu yang ambigu, sebaliknya mereka menyukai dan berhadapan dengan situasi tersebut. Curiosity bisa spesifik pada bidang tertentu atau bisa juga bersifat global pada berbagai bidang. Curiosity lebih bersifat aktif, pasif dalam mengabsorsi sebuah informasi tidak dapat dikatakan sebagai Curiosity. 3. Open-Mindedness (Judgement, Critical Thinking), keinginan untuk secara aktif mengumpulkan bukti-bukti yang mengarah kepada kepercayaan individu, rencana, tujuan, dan menimbang berbagai bukti yang ada secara

19 28 adil. Seseorang yang Open-Mindedness biasanya akan mempertimbangkan segala bukti-bukti dalam mengambil keputusan dan selalu terbuka akan bukti-bukti baru yang bisa jadi mengubah keyakinan yang dimiliki selama ini. 4. Love of Learning, Strength yang seringkali diinginkan oleh guru ada pada murid-murid mereka, adalah Strength yang diinginkan oleh orang tua terbentuk pada diri anak-anak mereka. Love of Learning sering dikaitkan pada konsep-konsep besar seperti kompetensi, nilai-nilai, dan pengembangan minat. Love of Learning digambarkan sebagai cara dimana individu memperoleh informasi dan ketrampilan baru secara umum atau spesifik yang mengarah kepada perkembangan pengetahuan individu mengenai minat mereka, jika individu memiliki Strength Love of Learning, maka individu tersebut akan menyatu secara koginitif dalam artian individu akan mengalami perasaan positif berkenaan dengan proses perolehan ketrampilan, pemuasan rasa ingin tahu, atau pada saat mempelajari sesuatu yang benar-benar baru bagi individu tersebut. Kekuatan ini membantu individu untuk bangkit dari kritikan dan tantangan. 5. Perspective (Wisdom), memiliki kemampuan untuk memberikan saran bijaksana kepada orang lain, memiliki cara pandang terhadap dunia yang dapat diterima oleh orang lain. Perspective berbeda dengan inteligensi, daimana Perspective adalah taraf superior dari penguasaan ilmu, judgement, dan kapasitas untuk memberikan saran kepada orang lain.

20 29 Perspective memungkinkan individu untuk menjawab hal-hal yang komplek dari kehidupan dan digunakan untuk mencapai kesejahteraan individu dan orang lain. B. Courage Kekuatan emosional yang mengandung keinginan untuk mencapai tujuan pribadi walaupun terdapat halangan yang bersifat internal-eksternal dalam pencapaiannya. 1. Bravery (Valor), tidak takut terhadap ancaman, tantangan, kesulitan, atau rasa sakit, berani mengutarakan keingianan walaupun ada lawan berani tampil berbeda walaupun tidak popular, termasuk keberanian fisik, namun tidak merupakan batasan. Beberapa elemen yang terkandung dari Bravery adalah, tindakan harus bersifat sukarela, terkandung judgment yaitu mengetahui dengan pasti resiko dan menerima konsekuensi dari setiap tindakan, didahului oleh situasi bahaya, kehilangan, situasi yang mengandung resiko, dan potensi dari kondisi celaka. 2. Persistence (Presverance, Industriousness), menyelesaikan semua pekerjaan yang telah dimulai, merasa puas bila dapat merampungkan sebuah tugas walaupun berhadapan dengan halangan dan rintangan. Hanya diukur dari lamanya seseorang berhadapan dengan tugas saja tidaklah cukup untuk menempatkan individu sebagai seseorang yang Persistence karena berhadapan lama dengan tugas yang menyenangkan dan

21 30 memberikan hasil yang menguntungkan secara ekonomi, tidak memerlukan daya tahan dan perhatian dari individu. 3. Integrity (Authenticity, Honesty), menyampaikan keberanian tetapi lebih bersifat luas yang menampilkan diri sendiri apa adanya, tanpa topeng, bertanggung jawab terhadap perasaan dan tingkah laku. Kata Integrity berasal dari bahsa latin Integritas yang berarti keseluruhan, yang mengandung makna bahwa tingkah laku yang ditampilkan selalu konsisten dengan nilai-nilai yang dianut, memperlakukan orang lain dengan perhatian penuh, sensitive terhadap kebutuhan orang lain dan membantu orang lain berdasarkan kebutuhannya. Selain itu Integrity juga berarti mengemukakan opini yang sejalan dengan nilai moral walaupun opini tersebut tidak populer. 4. Vitality (Zest, Enthusiasm, Vigor, Energy), melakukan pendekatan terhadap dunia dengan gairah dan energi, mengerjakan sesuatu tidak setengah-setengah, hidup dengan penuh tantangan, merasa hidup dan aktif. Vitality berhubungan secara langsung baik dengan faktor somatic maupan psikologis. Secara Somatic, Vitality dikaitkan dengan kesehatan fisik dan fungsi tubuh yang optimal, seperti tidak mudah lelah dan jatuh sakit. Pada tataran psikologis, Vitality merefleksikan kemauan, ketergugahan, dan integrasi dari diri baik intrapersonal maupn interpersonal. Ketegangan psikologis, konflik, dan Stressor dapat dihadapi dengan mudah bila individu merasakan Vitality.

22 31 C. Humanity Kekuatan interpersonal termasuk keinginan untuk dekat dan bersahabat dengan orang lain. 1. Love, menghargai hubungan dengan orang lain, saling berbagi dan memperhatikan, dan mencoba untuk dekat dengan orang lain. Love merepresentasikan sudut pandang terhadap orang lain yang meliputi pikiran, tingkah laku, dan emosi. Love memiliki tiga bentuk, yakni cinta kasih antara orang tua kepada anak yang diwarnai dengan melindungi, mendukung, mau berkorban, mengutamakan kebutuhan mereka di atas kebutuhan pribadi, dan merasa bahagia jika mereka bahagia. Love yang kedua adalah cinta kasih antara anak kepada orang tua yang diwarnai dengan kebutuhan untuk selalu dekat, pelindung utama, dan tempat untuk bergantung. Bentuk yang ketiga adalah cinta kasih yang bersifat romantis yang diwarnai dengan hasrat seksual, ketertarikan secara fisik, dan kedekatan emosional. Teori tentang cinta telah berkembang dari dahulu, jauh sebelum teori-teori lain dikembangkan. Teori yang ada biasanya melihat cinta dari sudut psikologi perkembangan yaitu kajian mengenai Attachment antara anak-orang tua dan teori psikologi sosial yang mengkaji cinta romantis orang-orang dewasa. Kapasitas untuk mencintai dan dicintai sebenarnya bersifat Innate, tipikal seluruh mahluk hidup yang mampu mengarahkan pada kesehatan fisik dan psikologis semua mahluk hidup dari segala umur.

23 32 2. Kindness (Generosity, Nurturance, Care, Compassion, Altruistic Love, Niceness), melakukan kebaikan terhadap orang lain, menolong orang lain, dan menjaga orang lain. Empati dan simpati adalah komponen yang penting dalam Kindness. Individu yang menampilkan Kindness biasanya tergerak untuk membantu orang lain dan tidak pernah merasa disibukkan saat menolong orang lain walaupun tidak mengenal dengan baik orang lain yang ditolong. 3. Social Intelligence (Emotional Intelligence, Personal Intelligence), sadar terhadap motif, perasaan orang lain dan diri sendiri, tahu bagaimana bersikap pada situasi yang berbeda, tahu apa yang dilakukan untuk membuat orang lain tergugah. Inteligensi mengarah pada kemampuan untuk berpikir secara abstrak, paham persamaan-perbedaan hal-hal tertentu, mengenali pola-pola tertentu, dan dapat melihat keterkaitan antara satu hal dengan hal lainnya. Inteligensi yang menjadi fokus utama dalam kajian mengenai kekuatan karakter ini Personal, Social, dan Emotional Intelligence. Personal Intelligence termasuk di dalamnya Self- Understanding dan Self-Assessment, adalah kemampuan untuk mengetahui alasan-alasan dibalik motivasi internal, emosional secara lebih menyeluruh dan dinamis. Social Intelligence menuju kepada memiliki perhatian akan hubungan dengan orang lain, hubungan sosial diwarnai dengan keintiman dan kepercayaan. Emotional Intelligence berarti bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengolah informasi yang bersifat emosional secara baik.

24 33 D. Justice Kekuatan publik yang mendasari kehidupan komunitas yang sehat. Justice berkaitan dengan relasi dalam kelompok yang lebih besar dan melampaui hubungan antara dua orang, seperti keluarga, komunitas, negara, dan dunia. 1. Citizenship (Social Responsibility, Loyalty, Teamwork) bekerja dengan kelompok. Individu dengan kekuatan ini biasanya memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas, bekerja untuk kepentingan pribadi, setia terhadap teman, dan dapat dipercaya dalam situasi kelompok. Individu semacam ini biasanya adalah teman satu team yang menyenangkan. 2. Fairness, memperlakukan setiap orang secara adil, memberikan kesempatan yang serupa pada setiap orang dan tidak membiarkan perasaan subyektif mempengaruhi keputusan yang menyangkut orang lain. Fairness adalah produk dari moral Judgment, yaitu proses dimana individu menilai hal-hal yang dianggap baik ataupun buruk secara moral dan apa yang dilarang secara moral. 3. Leadership, mendorong anggota kelompok untuk bekerja, menjaga hubungan baik dengan anggota kelompok, menyiapkan aktivitas kelompok, dan mengevaluasinya. Leadership sebagai kualitas kepribadian harus dibedakan dengan Leadership sebagai suatu proses yang bersifat praktis. Sebagai sebuah kualitas kepribadian, Leadership adalah motivasi dan kapasitas untuk mengambil peran pemimpin dalam system sosial, kemampuan mempengaruhi orang lain, mampu mengatur aktivitas pribadi

25 34 dan orang lain dalam suatu sistem yang terintegrasi. Leadership sebagai sebuah proses praktis berisikan kemampuan untuk menetapkan tujuan dan mendorong bawahan untuk bekerja sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. E. Temperance Kekuatan yang melindungi dari sesuatu yang berlebihan, dimana Temperance mengacu kepada ekspresi yang sesuai dan tidak berlebihan akan selera dan sesuatu yang individu inginkan. Individu yang Temperate tidak Mensuppress motif yang dimiliki, namun bersabar menunggu kesempatan untuk memuaskan motif tersebut sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. 1. Forgiveness and Mercy, memaafkan orang lain yang berbuat salah, menerima kekurangan orang lain, memberikan kesempatan bagi orang lain, tidak mendendam. Jika seseorang memaafkan, maka kecenderungan bersikap kepada orang yang berbuat salah akan semakin membaik. 2. Humility/Modesty, tidak menganggap diri lebih spesial dari orang lain, tidak mencari perhatian. (Peterson & Seligman, 2004) mengemukakan beberapa hal penting yang terkandung di dalam humility, yaitu perasaan yang akurat terhadap kemampuan dan prestasi, memberikan penghargaan kepada setiap orang walaupun orang tersebut berbuat kesalahan, kekurangan, dan memiliki keterbatasan dalam pengetahuan, terbuka terhadap ide-ide baru, informasi yang kontradiktif, dan nasehat, menghargai kemampuan orang lain, rendah hati terhadap kemampuan diri,

26 35 dan mengapresiasi segala hal sebagai sesuatu yang memberikan beragam kontribusi bagi kehidupan. 3. Prudence, berhati-hati dengan keputusan yang dibuat, tidak mengambil resiko, tidak mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak bertanggung jawab. Dalam kehidupan sehari-hari, individu akan meninjau secara hatihati masa depan mereka, berpikir dan memiliki perhatian yang penuh terhadap masa depan, membuat rencana yang matang, dan menetapkan tujuan serta aspirasi jangka panjang. Individu terlatih untuk menghindari dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang mampu merusak diri sendiri. 4. Self-Regulation (Self-Control), meregulasi perasaan dan tingkah laku. Disiplin, mengontrol emosi dan selera. Individu dapat dengan mudah mengontrol gairah, kebutuhan, dan impuls, dan menampilkannya kondisi memungkinkan. Saat berhadapan dengan peristiwa yang menyakitkan, individu mampu meregulasi emosinya, dan mengobati sendiri perasaanperasaan negatif yang dirasakan. F. Transcendence Kekuatan yang dapat menciptakan hubungan dengan lingkungan semesta dan memberi makna. Hubungan yang dimaksud dapat berupa hubungan dengan orang lain, masa depan, dan alam semesta.

27 36 1. Appreciation of Beauty and Excellence (awe, wonder, elevation), menyadari dan mengapresiasi keindahan, spesial, memiliki ketrampilan dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari seni hingga matematika, dari ilmu alami hingga pengalaman hidup sehari-hari. Individu yang memiliki kekuatan ini akan seringkali merasakan terpana atau bergairah saat melakukan kegiatan-kegiatan sederhana seperti berkeliling kota, membaca novel atau surat kabar, menyelami kehidupan orang lain atau saat menonton pertandingan olahraga dan film. Diasumsikan bahwa individu yang pikiran dan hatinya terbuka untuk sesuatu yang indah dan menawan biasanya akan lebih menikmati kehidupan sehari-hari, menemukan makna hidup, dan dapat berhubungan dengan orang lain lebih mendalam. 2. Gratitude, sadar dan bersyukur atas anugerah Tuhan dan menyediakan waktu untuk mengekspresikan rasa syukur. Gratitude berasal dari kata latin grasia yang berarti bersyukur dan berkaitan erat dengan sesuatu yang baik, dermawan, hadiah, dan keindahan dalam memberi dan menerima, mendapatkan atau memberi sesuatu tanpa pamrih. Gratitude berarti bahwa individu mendapatkan keuntungan dari tingkah laku orang lain. Dengan kata lain, individu mendapatkan suatu hadiah dan mengapresiasikan serta menghargai hadiah tersebut. Ada dua macam Gratitude, yakni yang bersifat Personal dan Transpersonal. Personal Gratitude mengacu pada rasa terima kasih kepada sesorang atas keuntungan yang individu dapatkan melalui orang tersebut. Transpersonal Gratitude adalah rasa terima kasih yang ditujukan kepada Tuhan. Transpersonal Gratitude lebih bersifat

28 37 Peak Experience. Fitzgerald (dalam Peterson & Seligman, 2004) mengatakan bahwa Gratitude terdiri dari tiga komponen, yakni apresiasi terhadap seseorang atau sesuatu, niat yang baik kepada seseorang atau sesuatu, dan kecenderungan untuk bertingkah laku yang berasal dari apresiasi dan niat baik. 3. Hope (Optimism, Future-Mindedness, Future-Orientation), mengharapkan yang terbaik bagi masa depan dan berusaha keras untuk mewujudkannya, percaya bahwa nasib bisa diubah. Hope, Optimsm, Future-Mindedness, dan Future-Orientation meliputi pikiran, emosi dan tingkah laku yang tertuju pada masa depan. Berpikir mengenai masa depan, mengharapkan hasil yang terbaik di masa yang akan datang, dan merasa percaya diri terhadap hasil dan tujuan. 4. Humor (Playfulness), senang tertawa dan bergurau, menghadirkan senyum pada setiap orang, membuat gurauan. Humor biasanya lebih mudah untuk dikenali daripada didefinisikan. Secara keseluruhan humor berarti pikiran yang menyenangkan, pandangan yang membahagiakan yang memungkinkan individu untuk melihat sisi positif dari sesuatu hal, dan kemampuan untuk membuat orang lain tersenyum atau tertawa. 5. Spirituality (Religiousness, Faith, Purpose), memiliki kepercayaan mengenai kekuatan yang besar yang menguasai dunia, percaya dengan makna hidup. Spirituality mengandung keyakinan yang bersifat Persuasive, Pervasive, dan stabil yang membentuk atribusi indivdu dan

29 38 bagaimana individu membina hubungan. Walaupun sangat beragam pada setiap kebuadayaan Spirituality bersifat universal dalam hal sifatnya yang Transedence, sakral, dan mengandung kekuatan Alat ukur Psikologi Tes Karakter positif VIA-IS Tabel 2.3. Tes Karakter positif VIA-IS Jenis Option Nilai Sangat tidak mirip dengan saya 1 Tidak mirip dengan saya 2 Netral 3 Mirip dengan saya 4 Sangat mirip dengan saya 5

30 39 VIA-IS terdiri atas 240 item berdasarkan 24 Karakter positif yang hendak dilihat dari individu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 2.4. Item VIA-IS No VIRTUES STRENGTH KEUTAMAAN 1 Wisdom and Knowledge (kekuatan kognitif yang 1.Creativity Berpikir unik produktif dalam membuat suatu mengandung prilaku konsep, dan tidak dibatasi mencari dan menggunakan ilmu pengetahuan) 2.Curiosity oleh prestasi dibidang kesenian -Creativity -Curiosity -Open mindedness -Love of Learning Memiliki minat dalam berbagai kegiatan, memilih kajian-kajian yang menarik, menggali dan menemukan berbagai hal -Perspective (wisdom)

31 40 Tabel 2.5. Item VIA-IS 3.Open mindedness Berpikir dan mendalami sesuatu dari berbagai sudut pandang, tidak menyimpulkan terlalu dini, memiliki kemampuan untuk mengubah pola pikir orang lain berdasarkan bukti yang kuat, dan menimbang berbagai bukti-bukti secara adil. 4.Love of Learning Menguasai berbagai ketrampilan baru, topik-topik ilmu pengetahuan, baik secara formal maupun non-formal. Sedikit menyerupai curiosity namun lebih bersifat sistematis.

32 41 Tabel 2.6. Item VIA-IS 5.Perspective (Wisdom) Memiliki kemampuan untuk memberikan saran yang bijaksana kepada orang lain, memiliki cara pandang terhadap dunia yang dapat diterima orang lain. 2 COURAGE (Kekuatan emosional yang mengandung keinginan untuk mencapai tujuan pribadi walaupun terdapat halangan yang bersifat internal, eksternal dalam pencapaianya) - Bravery - Vitality -Integrity - Persistence 1. Bravery Tidak takut terhadap ancaman, tantangan, kesulitan, atau rasa sakit, berani mengutarakan keinginan walaupun ada lawan, berani tampil berbeda walaupun tidak popular, termasuk keberanian fisik, namun tidak merupakan batasan.

33 42 Tabel 2.7. Item VIA-IS 2. Integrity Menyampaikan keberanian tetapi lebih bersifat luas yang menampilkan diri sendiri apa adanya, tanpa topeng, bertanggung jawab terhadap perasaan dan tingkah laku. 3. Persistence Menyelesaikan semua pekerjaan yang telah dimulai, merasa puas bila dapat merampungkan sebuah tugas 4.Vitality Melakukan pendekatan terhadap dunia dengan gairah dan energi, mengerjakan sesuatu tidak setengahsetengah, hidup dengan penuh tantangan, merasa hidup dan aktif.

34 43 Tabel 2.8. Item VIA-IS 3 HUMANITY & LOVE (Kekuatan interpersonal termasuk keinginan untuk dekat dan bersahabat dengan orang lain) - Kindness -Love -Social intelligence 1.Kindness 2.Love 3.Social intelligence Melakukan kebaikan terhadap orang lain, menolong orang lain, dan menjaga orang lain. Mengghargai hubungan dengan orang lain, saling berbagi dan memperhatikan, dan mencoba untuk dekat dengan orang lain. Sadar akan motif, perasaan orang lain dan diri sendiri, tahu bagaimana bersikap pada situasi yang berbeda, tahu apa yang dilakukan untuk membuat orang lain tergugah.

35 44 Tabel 2.9. Item VIA-IS 4 JUSTICE (Kekuatan publik yang mendasari kehidupan komunitas yang sehat) -Citizenship -Fairness -Leadership 1.Citizenship 2.Fairness 3.Leadership Bekerja dengan baik pada situasi kelompok, setia pada kelompok, dan berbagi dengan kelompok. Memperlakukan setiap orang secara adil, memberikan kesempatan yang sama pada setiap orang, dan tidak membiarkan perasaan subyektif mempengaruhi keputusan yang menyangkut orang lain. Mendorong anggota kelompok untuk bekerja, menjaga hubungan baik dengan anggota kelompok, menyiapkan aktivitas kelompok, danmengevaluasinya.

36 45 Tabel Item VIA-IS 5 TEMPERANCE (Kekuatan yang melindungi dari sesuatu yang berlebihan) - Self Regulation -Prudence -Humility and modesty -Forgiveness and Mercy 1.Self Regulation 2.Prudence 3.Humility and modesty Meregulasi perasaan dan tingkah laku, disiplin, mengontrol emosi dan selera. Berhati-hati dengan keputusan yang dibuat, tidak mengambil resiko, tidak mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak bertanggung jawab. Tidak menganggap diri lebih spesial dari orang lain, tidak mencari perhatian. 4.Forgiveness and Mercy Memaafkan orang lain yang berbuat salah, menerima kekurangan orang lain, memberikan kesempatan bagi orang lain, tidak mendendam.

37 46 Tabel Item VIA-IS 6 TRANSENDENCE (Kekuatan yang dapat menciptakan hubungan dengan lingkungan semesta dan memberi makna) - Appreciation of Beauty -Gratitude -Hope -Spirituality -Humor 1.Appreciati on of Beauty Menyadari dan mengapresiasi keindahan, spesial, memiliki ketrampilan dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari seni hingga matematika, dari ilmu alami hingga pengalaman hidup seharihari. 2.Gratitude Sadar dan bersyukur atas anugerah Tuhan dan menyediakan waktu untuk mengekspresikan rasa syukur.

38 47 Tabel Item VIA-IS 3.Hope Mengharapkan yang terbaik bagi masa depan dan berusaha keras untuk mewujudkannya, percaya bahwa nasib bisa diubah. 4.Spirituality Memiliki kepercayaan mengenai kekuatan yang besar yang menguasai dunia, percaya dengan makna hidup. 5.Humor Senang tertawa dan bergurau, menghadirkan senyum pada setiap orang, membuat gurauan. Sumber: Peterson & Seligman (2004) Keamanan Tanggal 30 Desember 1980 dengan Surat Keputusan KAPOLRI diatur, Satuan Pengamanan, disingkat SATPAM sebagai terjemahan Keamanan / Guards, yang sudah ada dibanyak Negara (Djamin, 2011). Pakaian seragam, atribut serta syarat-syarat penerimaan dan pelatihan diatur dalam SK KAPOLRI. Satuan-satuan Pengamanan yang sudah ada waktu itu

39 48 menyesuaikan dengan SK KAPOLRI. Dengan Pedoman Prinsip-Prinsip Penuntun Satpam ST.KAPOLRI NO POL : T/842/1988 Tanggal 20 Desember 1988 yang berisi butir-butir yang menggambarkan karakter positif sebagai anggota Keamanan diantaranya : 1. Kami anggota Satuan Pengamanan memegang teguh disiplin, patuh dan taat pada pimpinan jujur dan bertangung jawab. Didalam karakter positif hal ini sesuai dengan karakter Citizenship (dapat bekerjasama dengan kelompok) Orang dengan kekuatan ini dapat bekerja dengan baik dalam suatu kelompok tertentu. Mereka setia dan berdedikasi pada kelompoknya, senantiasa melakukan tugas, dan mau bekerja keras demi kesuksesan bersama. 2. Kami anggota Satuan Pengamanan senantiasa menjaga kehormatan diri dan menjunjung tinggi kehormatan satuan pengamanan. Didalam karakter positif hal ini sesuai dengan karakter Self Regulation (mengontrol perasaan dan tingkah laku). Ciri-ciri seseorang dengan kekuatan ini adalah adanya kemampuan untuk dapat menahan diri, emosi, nafsu, serta dorongan-dorongan lain dalam dirinya agar sesuai dengan norma masarakat. 3. Kami anggota satuan pengamanan senantiasa waspada dalam melaksanakan tugas sebagai pengamanan dan penertib dilingkungan kerja. Didalam karakter positif hal ini sesuai dengan karakter Prudence (berhati-hati). Kekuatan ini beroreantasi kepada masa depan seseorang merupakan suatu bentuk managemen diri yang membantu seseorang meraih tujuan jangka panjang.

40 49 4. Kami anggota satuan pengamanan senantiasa bersikap open tidak menganggap remeh sesuatu yang terjadi dilingkungan kerja. Didalam karakter positif hal ini sesuai dengan karakter Spirituality (kepercayaan kepada Tuhan). Dengan kekuatan ini, seseorang akan memiliki kepercayaan tentang adanya sesuatu yang lebih besar dari alam semesta ini. Mengerti makna hidup dan berpegang teguh pada nilai moral. 5. Kami anggota satuan pengamanan adalah petugas yang tangguh dan senantiasa bersikap etis dalam menegakan peraturan. Didalam karakter positif hal ini sesuai dengan karakter Self Regulation (mengontrol perasaan dan tingkah laku). Ciri-ciri seseorang dengan kekuatan ini adalah adanya kemampuan untuk dapat menahan diri, emosi, nafsu, serta dorongan-dorongan lain dalam dirinya agar sesuai dengan norma masarakat (Buku saku Keamanan, 2004). Dengan undang-undang No. 2 tahun Pasal 2 dinyatakan Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara dibidang pemeliharaan Keamanan dan ketertiban masarakat, penegakan hukum, perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada masarakat pasal 3 ayat (1) dinyatakan pula: Pengemban fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang dibantu oleh : a. Kepolisian Negara b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan / atau c. Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa. Undang-undang No.2 tahun 2002 juga menegaskan bahwa disamping fungsi penindakan, polri harus mengutamakan pencegahan (Djamin, 2011).

41 Definisi Keamanan Didalam pedoman pelaksanaan tugas anggota Keamanan, 2004; Pusdiklat Lido Pandu Tata Tentram. Satuan pengamanan atau disingkat SATPAM (Keamanan) memiliki pengertian satuan petugas yang dibentuk oleh instansi proyek / badan usaha untuk melaksanakan pengamanan pisik dalam rangka menyelenggarakan Keamanan swakarsa dilingkungan / kawasan kerjanya. Instansi adalah instansi pemerintah bukan TNI dan lembaga pemerintah bukan departemen, proyek adalah bangunan dan atau sarana bangunan milik Negara atau milik swasta. Badan usaha adalah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya milik Negara. dalam hal ini (Perum, Perusahaan Jawatan, Persero, Perusahaan Daerah) dan atau seluruhnya milik swasta. Vital atau penting yang dimaksud disini adalah dibatasi dari segi, strategi dibidang hankamnas, pengaruh nasional / internasional serta menghasilkan Devisa maupun menguasai hajat hidup orang banyak. Pengamanan pisik adalah segala usaha dan kegiatan mencegah / mengatasi / timbulnya ancaman dan gangguan Keamanan dan ketertiban dilingkungan suatu instansi / proyek badan usaha secara pisik melalui kegiatan pengaturan, penjagaan dan perondaan serta kegiatan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instansi / proyek / badan usaha yang bersangkutan.

42 Tipe atau Model Keamanan Istilah tenaga pengamanan atau pekereja Keamanan tentu lebih luas dari satpam atau Keamanan / guards, sebab mencakupi Manager Keamanan, Body Guards, konsultan Keamanan, dan sebagainya. Seluruh tugas Keamanan dan Keamanan pisik, Information Keamanan, dan personil Keamanan dapat diserahkan kepada perusahaan luar, Keamanan pisik terbesar adalah anggota Keamanan Alih Daya. Apabila bidang Outsourcing / Alih Daya dibahas dari sudut pandang ketenagakerjaan dikaitkan pula dengan hubungan industrial Keamanan dan perundang-undangan ketenaga kerjaan, masalahnya sudah cukup luas untuk dibahas (Djamin, 2011). Dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahan saling berlomba untuk menerapkan strategi dan kiat baru untuk memenangkan persaingan itu. Salah satu strategi yang sedang populer di berbagai negara untuk meningkatkan efisiensi perusahaan dalam rangka memenangkan persaingan adalah melalui Alih Daya. Pada prakteknya Alih Daya dapat diartikan sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya dari luar menggantikan sumber daya dari dalam perusahaan untuk menyelesaikan tugas tertentu yang selama ini dianggap kurang efisien. Oleh karena itu istilah Alih Daya berkaitan erat dengan restrukturisasi perusahaan yang merupakan usaha pembenahan struktur perusahaan agar mampu menghasilkan kinerja yang lebih efektif dan efisien sehingga perusahaan mampu mencapai competitve advantage dalam bidang usaha yang menjadi core business-nya.

43 52 Menghadapi persaingan yang semakin ketat, perusahaan dituntut untuk lebih memfokuskan perhatiannya pada bidang usaha yang betul-betul dikuasainya. Dengan kata lain agar dapat bertahan dalam persaingan, perusahaan harus manjadi spesialis pada core business-nya bukan sebagai generalis. Hal ini wajar saja, karena bagaimanapun juga tidak mungkin bagi perusahaan untuk mampu menguasai secara baik berbagai bidang keahlian yang berbeda. Untuk itu dalam melakukan Alih Daya perlu diperhatikan bahwa bidang usaha yang yang akan di-outsource hendaknya merupakan bidang usaha yang bukan menjadi fokus utama perusahaan. Dalam hal ini bidang yang di-outsource adalah bidang penunjang (support functions) bagi kegiatan perusahaan, yang diharapkan akan lebih efisien jika dikerjakan oleh perusahaan pemberi jasa yang berspesialisasi pada bidang tersebut. (portalhr, 2010) Kinerja Keamanan Sistem perekrutan tenaga kerja Keamanan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perekrutan karyawan pada umumnya. Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara langsung. Nanti, oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, karyawan akan dikirimkan keperusahaan lain yang membutuhkannya. Dalam sistem kerja ini, perusahaan penyedia jasa Outsource melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada karyawan. Selanjutnya mereka menagih ke perusahaan pengguna jasa mereka. Keamanan Alih Daya biasanya bekerja berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. sama halnya yang dikemukakan oleh Purdi E. Chandra yang merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sama halnya yang dikemukakan oleh Purdi E. Chandra yang merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kita itu memang harus punya keberanian merantau. Sebab, dengan keberaninan merantau kita akan lebih bisa percaya diri dan mandiri. Purdi E. Chandra Alasan utama

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Kekuatan Karakter (Character Strength) pada Relawan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Kekuatan Karakter (Character Strength) pada Relawan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Kekuatan Karakter (Character Strength) pada Relawan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung 1 Yuanita Carolina Permata, 2 Milda Yanuvianti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah character strength

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah character strength BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah character strength yang merupakan salah satu bidang kajian dalam Psikologi Positif. Teori ini terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Berdasarkan UU

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Berdasarkan UU BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang berperan penting untuk memajukan kesejahteraan umum negara Indonesia adalah diselenggarakannya pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 100 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis untuk mengetahui perbedaan Kebahagiaan, Kepuasan Hidup dan Karakter positif antara Petugas Keamanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kekuatan Karakter menurut Peterson dan Seligman (2004). Teori yang dipilih akan digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Virtue merupakan karakter utama atau disebut human goodness yang

BAB II LANDASAN TEORI. Virtue merupakan karakter utama atau disebut human goodness yang BAB II LANDASAN TEORI A. VIRTUE DAN CHARACTER STRENGTH 1. Definisi Virtue merupakan karakter utama atau disebut human goodness yang dimiliki individu secara universal. Virtue dikatakan bersifat universal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu bidang kajian dalam Psikologi Positif. Teori Kekutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu bidang kajian dalam Psikologi Positif. Teori Kekutan 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kekuatan Karakter yang merupakan salah satu bidang kajian dalam Psikologi Positif. Teori Kekutan Karakter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Profil Kekuatan Karakter Pada Mahasiswa Hafidz Qur an di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Profil Kekuatan Karakter Pada Mahasiswa Hafidz Qur an di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Profil Kekuatan Karakter Pada Mahasiswa Hafidz Qur an di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung 1 Mahshunah Zahrotul Firdaus, 2 Temi Damayanti Dj

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada Character Strengths untuk bertahan di lingkungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada Character Strengths untuk bertahan di lingkungan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alasan Pemilihan Teori Berdasarkan fenomena penelitian, siswa-siswi menunjukkan perilaku yang mengarah pada Character Strengths untuk bertahan di lingkungan yang kebanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Character Strength Pada Guru Di Sekolah Menengah Pertama Terbuka Cibeunying Kidul Kota Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Character Strength Pada Guru Di Sekolah Menengah Pertama Terbuka Cibeunying Kidul Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Character Strength Pada Guru Di Sekolah Menengah Pertama Terbuka Cibeunying Kidul Kota Bandung 1 Meutia Suzana 2 Lilim Halimah 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Character Strength pada Perawat di RS. Muhammadiyah Kota Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Character Strength pada Perawat di RS. Muhammadiyah Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Character Strength pada Perawat di RS. Muhammadiyah Kota Bandung 1 Laila Andini Puspitasari, 2 Agus Budiman 1,2 Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Character Strength Suami dengan Istri Pasca Stroke di RSAI Bandung.

Studi Deskriptif Character Strength Suami dengan Istri Pasca Stroke di RSAI Bandung. Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Character Strength Suami dengan Istri Pasca Stroke di RSAI Bandung 1 Aulia Adiyati, 2 Lilim Halimah 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Character Strength pada Siswa Kelas XII SMAIT Miftahul Khoir Bandung Descriptive Study About Character Strength of 3rd Grade High School Students

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. KEBAHAGIAAN II.A.1. Definisi Kebahagiaan Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan berasal dari kata happy atau bahagia yang berarti feeling

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. human goodness yang ditampilkan melalui caharcter strength dan bersifat

BAB II LANDASAN TEORI. human goodness yang ditampilkan melalui caharcter strength dan bersifat BAB II LANDASAN TEORI A. VIRTUE 1. Definisi Virtue Karakter baik yang disebut sebagai virtue, yaitu karakter utama atau human goodness yang ditampilkan melalui caharcter strength dan bersifat universal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Character Strength Pada Remaja Putri yang Menjadi Relawan di Rumah Pelangi Bandung Descriptive Study of The Character Strength in Adolescent

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan. Terjadi kekosongan (emptiness) karena anak-anak sudah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan. Terjadi kekosongan (emptiness) karena anak-anak sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa tengah atau biasa disebut dengan masa dewasa madya merupakan fase perkembangan manusia yang berlangsung sekitar usia 40 sampai 60 tahun. Pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 KONTRIBUSI KEKUATAN KARAKTER (CHARACTER STRENGTH) TERHADAP KOMITMEN PADA ORGANISASI KARYAWAN HOTEL BINTANG 4 DAN 5 DI KOTA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Character strength) yang merupakan salah satu bidang kajian Psikologi Positif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Character strength) yang merupakan salah satu bidang kajian Psikologi Positif. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kekuatan Karakter (Character strength) yang merupakan salah satu bidang kajian Psikologi Positif.

Lebih terperinci

Hubungan Kekuatan Karakter dengan Komitmen Kerja pada Guru di TK dan SD Bakti Asih Bandung

Hubungan Kekuatan Karakter dengan Komitmen Kerja pada Guru di TK dan SD Bakti Asih Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan Kekuatan Karakter dengan Komitmen Kerja pada Guru di TK dan SD Bakti Asih Bandung 1 Arpin Epriansa, 2 Dewi Sartika 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrial Keamanan telah mengalami banyak kemajuan, hal ini setelah

BAB I PENDAHULUAN. Industrial Keamanan telah mengalami banyak kemajuan, hal ini setelah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industrial Keamanan telah mengalami banyak kemajuan, hal ini setelah kejadian 11 September 2001 di Amerika Serikat dan berdampak kepada Keamanan secara Internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting bagi pembanguan Indonesia yaitu mempersiapkan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Character Strength Orang Tua dari Anak Penderita Kanker di Rumah Cinta Bandung

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Character Strength Orang Tua dari Anak Penderita Kanker di Rumah Cinta Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Character Strength Orang Tua dari Anak Penderita Kanker di Rumah Cinta Bandung 1 Naima Sa adadiyah, 2 Dewi Sartika 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

Pembentukan Karakter dan Kaitannya dengan Pendidikan

Pembentukan Karakter dan Kaitannya dengan Pendidikan Pembentukan Karakter dan Kaitannya dengan Pendidikan oleh Alleya Hanifathariane Nauda, 1406618820 Judul Pengarang : Kekuatan dan Keutamaan Karakter : Bagus Takwin Data Publikasi : - Judul buku: Buku Ajar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tujuan mendapatkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tujuan mendapatkan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tujuan mendapatkan profil karakter kepemimpinan terhadap siswa SMP Laboratorium Percontohan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Terlampir B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki Anak Autis Tingkat kebersyukuran orang tua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indera penglihatan merupakan salah satu potensi vital yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indera penglihatan merupakan salah satu potensi vital yang dimiliki manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indera penglihatan merupakan salah satu potensi vital yang dimiliki manusia untuk menjalani hidupnya. Kehilangan indera penglihatan akan menjadi masalah besar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

STAYING TRUE TO YOUR MORAL COMPASS

STAYING TRUE TO YOUR MORAL COMPASS MORAL INTELLIGENCE Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai masalah hukum, semakin banyak orang yang. melakukan tindak pidana. Tindak pidana memang tidak akan pernah musnah

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai masalah hukum, semakin banyak orang yang. melakukan tindak pidana. Tindak pidana memang tidak akan pernah musnah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai masalah hukum, semakin banyak orang yang melakukan tindak pidana. Tindak pidana memang tidak akan pernah musnah selama masih terdapat kesenjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery Yogyakarta. UD Anugerah Sejati Embroidery Yogyakarta adalah perusahan yang bergerak dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang BAB II LANDASAN TEORI A. Dewasa Awal 1. Definisi dewasa awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan orang lain untuk melengkapi hidupnya yang tidak dapat terpenuhi oleh dirinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja. Pernyataan Freud ini menggambarkan dua ranah utama dari kehidupan orang dewasa, dimana pekerjaan merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ini membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Semua ini membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman dan teknologi, terjadi perubahan pola hidup masyarakat. Perubahan pola hidup ini tidak selalu bersifat positif, ada beberapa pola

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM

KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM 0 KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM (Kompasiana, 2010) Melihat kondisi bangsa saat ini dimana banyak terjadi penyimpangan moral di kalangan remaja dan generasi muda, maka perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya mendambakan kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena itu pencarian makna kebahagiaan yang sesungguhnya kemudian menjadi topik yang menarik untuk dikaji

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial membuat manusia bertemu dan berhubungan dengan berbagai macam orang.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asosiasi Psikologi Amerika, Martin Seligman, ilmu psikologi hanya mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asosiasi Psikologi Amerika, Martin Seligman, ilmu psikologi hanya mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psikologi Positif Selama 60 tahun terakhir psikologi berkonsentrasi pada hal-hal negatif (depresi, pobia, trauma, dan penyakit-penyakit psikologis lainnya). Fenomena ini mengkuti

Lebih terperinci