BAB VI. politikus murni yang terjerat kasus hukum telah memberikan konstruksi negatif dari publik
|
|
- Widyawati Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VI KESIMPULAN, CATATATAN KRITIK, SERTA SARAN. A. KESIMPULAN. Maraknya selebiriti yang beralih menjadi politisi telah menjadi alternatif baru bagi pilihan masyarakat di tengah kebosanan masyarakat terhadap politikus murni. Ulah segelintir politikus murni yang terjerat kasus hukum telah memberikan konstruksi negatif dari publik terhadap citra politikus. Sementara sebagian selebriti pantas diapresiasi atas citra yang telah mereka bangun selama menjadi bintang layar kaca. Proses pencitraan selebriti yang secara tidak sadar dipengaruhi oleh media massa ini yang turut melambungkan popularitas mereka. Pembentukan karakter yang berbanding terbalik antara politikus dengan selebriti ini dijadikan momentum oleh parpol untuk merekrut selebriti dalam panggung politik. Persinggungan antara kepentingan politik dengan popularitas selebriti ternyata menghasilkan simbiosa politik yang menguntungkan kedua belah pihak. Di satu sisi parpol membutuhkan selebriti sebagai pendulang suara sekaligus penggiring opini publik demi kepentingan parpol, sementara di sisi lain selebriti membutuhkan parpol sebagai ajang aktualisasi diri serta usaha pengembangan karir. Munculnya fenomena politik dagang sapi tersebut karena celah dalam sistem politik yang justru semakin demokratis ini. Sistem pemilu yang menganut paham demokratis telah menciptakan ruang bagi terbentuknya tatanan high cost politic. Kandidat yang kapabel dan kompeten dirasa tidak memiliki popularitas sehingga tingkat aksepbiltas pada masyarakat pun rendah. Usaha untuk meningkatkan popularitas dibutuhkan dukungan finansial yang tidak sedikit. Sementara keberadaan selebriti yang dilengkapi dengan popularitas yang melekat pada diri mereka dianggap solusi efektif guna menghindari High cost politic. Popularitas yang mentereng dalam
2 diri seorang selebriti tentu tidak menggaransi kemampuan mereka dalam bidang politik. Situasi dilematis inilah yang menjadi gambaran dinamika kehidupan parpol dalam percaturan politik nasional. Partai Amanat Nasional merupakan salah satu partai politik yang dikenal publik sebagai partai yang banyak merekrut selebriti untuk kepentingan pemilu. Terjun ke dunia politik tentulah merupakan hal wajar bagi semua orang dengan berbagai latar belakang profesi. Dan secara yuridis, hal tersebut sah-sah saja dan diatur dalam peraturan perundang-undangan bahkan UUD Karena itu, sangat wajar jika seorang selebriti berkeinginan untuk terjun ke dunia politik. Dalam hal ini Partai Amanat Nasional adalah wadah bagi selebriti untuk mengaktualisasi diri dalam dunia politik, namun fenomena tersebut sekaligus mengundang sinisme publik terhadap PAN dalam melaksanakan fungsinya. PAN dianggap malas untuk memaksimalkan fungsi kaderisasi sehingga melakukan kebijakan rekrutmen selebriti yang merupakan kebijakan instan. Ada dua pemicu dalam kaitannya rekrutmen selebriti PAN, yang pertama adalah merekrut selebriti hanyalah sebuah sikap pragmatis elit PAN guna menggapai tujuan yang oportunis. Kedua, adalah masih lemahnya regulasi internal PAN yang membatasi kewenangan elit partai sehingga praktek patronase masih dominan dalam pengambilan kebijakan partai. Asumsi selebriti sebagai vote getter ternyata tidak terbukti setidaknya dari prosentase kemenangan caleg dari kalangan selebriti. Hal ini dapat dilihat pada pemilu 2009 dari 19 caleg selebriti yang diusulkan PAN, hanya dua kandidat yang berhasil meraih kemenangan. Kedua selebiti tersebut adalah Eko patrio dan Primus Yustisio, artinya hanya 11% saja rasio keberhasilan caleg dari kalangan artis yang memenangkan pertarungan politik terbuka, sementara Golkar memenangkan 2 calon dari total 3 caleg yang dipasang dan PDI-P memenangkan 2 calon dari 4 caleg yang ditempatkan, partai Demokrat sebagai pemenang pemilu
3 2004 menempatkan 4 caleg dan semua caleg selebriti yang ditempatkan mampu memenangkan pemilu. Kenyataan tersebut dapat diartikan bahwa secara empiris selebriti sebagai vote getter terbukti gagal. Namun hal yang memancing rasa penasaran kita adalah masih dipertahankannya tradisi merekrut selebriti untuk menyongsong pemilu Terbukti bahwa Partai Amanat Nasional masih menjadi leading party dalam hal jumlah caleg selebriti pada pemilu 2014 dengan menempatkan 18 nama selebriti. Tentu saja kebijakan PAN tersebut mempunyai makna bahwa sesungguhnya strategi mobilisasi selebriti bukan hanya bertujuan untuk memenangkan selebriti tersebut menjadi anggota legislatif belaka. Selebriti yang saat ini aktif berkiprah di PAN justru dijadikan alat mobilisasi bagi PAN untuk mengembangkan citra mereka sebagai partai yang terbuka bagi setiap kalangan. Tentu saja dengan citra yang dicitrakan melalui selebriti tersebut PAN mampu memetik berbagai manfaat yaitu menjadikan basis konstituen partai menjadi lebih luas. Pencitraan PAN ini terbukti berhasil dengan masuknya beberapa ormas serta partai yang melebur dan mendukung PAN untuk pemilu Beberapa partai yang menyatakan diri bergabung dengan PAN adalah Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), serta Partai Damai Sejahtera (PDS). Bergabungnya PDS tentu saja adalah suatu prestasi yang layak diapresiasi bagi PAN, mengingat PDS merupakan partai yang berbasis non muslim (Kristen) dan PAN adalah partai yang dibesarkan oleh Muhammadiyah yang merupakan ormas besar islam. Hal tersebut membuktikan bahwa citra yang dibangun PAN dengan merekrut selebriti yang berusaha mengartikulasikan bahwa PAN adalah partai yang terbuka bagi setiap kalangan dapat dikatakan telah berhasil terlaksana. Selain mendapatkan manfaat dari kehadiran selebriti sebagai caleg, ternyata berbagai masalah pun muncul sebagai akibat dari kebijakan rekrutmen selebriti. Masalah yang mengiringi pelaksanaan kebijakan rekrutmen selebriti tersebut antara lain; gejolak internal antara caleg dari
4 kalangan selebriti dengan caleg dari kader PAN, PAN kehilangan kepercayaan dari kalangan Muhammadiyah yang selama ini dikenal sebagai basis utama konstituen, serta caleg selebriti yang dicalonkan PAN tidak berkompeten sehingga muncuk kemungkinan akan mempertaruhkan citra partai. Pangkal persoalan terkait dengan mobilisasi politik PAN adalah rusaknya mekanimse kaderisasi partai. Elit partai terkesan melakukan pragmatisme politik guna mencapai tujuan sesaat. Elit partai seringkali melanggar aturan internal partai demi mengikuti pola patron-client. Dominasi elit PAN dalam menentukan arah kebijakan partai ini telah mengugurkan fungsi kaderisasi yang justru adalah sebagai tonggak utama dalam proses politik, baik dalam ranah partai maupun ranah politik nasional. Hal yang perlu disadari adalah rekruitmen hanyalah sebuah gerbang masuk menuju dunia politik, sehingga bagi kalangan yang awam politik perlu diberikan pembekalan politik. Setelah proses rekruitmen dilakukan, partai harus melakukan pendidikan politik atau kaderisasi bagi anggotanya, sehingga anggota partai tersebut dapat memahami tujuan-tujuan partai, menginternalisasi nilai-nilai yang dianut dalam partai dan kemudian mengeksternalisasikan kepada masyarakat. Kader juga harus dididik agar mempunyai kemampuan atau kualifikasi yang memadai untuk memperjuangkan idealisme partai. Buruknya proses kaderisasi menyebabkan kualitas caleg PAN diragukan. Ketika kualitas kader dianggap belum mampu mewakili PAN dalam ajang pemilu, maka habit yang dilakukan kalangan elitis PAN adalah merekrut kaum populis yang diharapkan mampu meningkatkan citra positif dalam masyarakat. Habit yang menstimulasi kalangan elitis partai untuk melakukan rekrutmen selebriti pun dikarenakan kalangan elit partai melihat bahwa kalangan selebriti mampu untuk memberikan manfaat yang banyak kepada kepentingan partai. Selebriti dianggap mamapu untuk mensosialisasikan program partai dengan cara yang lebih efektif karena memang kehadiran
5 meraka di tengah masyarakat akan lebih cair bila dibandingkan dengan kalangan politisi. Logika modal yang dimainkan oleh selebriti dalam ranah partai ini adalah modal sosial serta modal ekonomi, secara jaringan tentu saja selebriti mampu menjaring lebih luas konstituen sementara secara finansial pun selebriti mampu untuk membiayai kebutuhan kampanye mereka yang memang tidak begitu memerlukan biaya mahal guna sosialisasi. Kalangan populis ini memang memiliki daya pikat untuk menjadi pusat perhatian bagi publik. Oleh sebab itu publik selalu menyimak gerak-gerik politik yang dilakukan selebriti. Disamping menjadi konsumen atas produk politik yang ditawarkan parpol, publik pun menjadi juri yang menilai kinerja selebriti dalam ranah politik. Hal yang patut diwaspadai oleh PAN terkait dengan habit elitis ini adalah ketika terjadi kecelakaan politik yang mengungkap fakta bahwa selebriti yang dicalonkan justru membawa dampak negatif bagi citra PAN. Ekspetasi mobilisasi politik selebriti yang beriorientasi pada pencitraan positif partai jangan sampai justru menjadi sesuatu reduksi konstituen politik Partai Amanat Nasional. B. CATATAN KRITIS. Selebriti telah berperan penting bagi terciptanya citra PAN sebagai partai modern yang terbuka bagi setiap kalangan. Hal tersebut dibuktikan PAN dengan masuknya beberapa ormas serta partai yang tidak lolos verifikasi untuk mendukung PAN pada pemilu 2014 mendatang. Selebriti pun tidak hanya sekedar menjadi pelengkap daftar caleg semata, karena ternyata selebriti mampu berperan maksimal dan memberikan banyak manfaat bagi PAN dalam upaya sosialisasi program partai. Perhatian serta rasa kecintaan emosional publik terhadap ketokohan selebriti telah memudahkan PAN untuk masuk dalam culture masyarakat di suatu daerah. Selebriti saat ini dimanfaatkan PAN sebagai alat mobilisasi politik yang paling efektif terlepas
6 nantinya selebriti tersebut tidak memenangkan pemilu Track record anggota legislative dari kalangan selebriti PAN dalam periode sebelumnya yang tidak pernah tersangkut kasus hukum juga turut menjadi hal yang menguatkan citra PAN secara umum. Selain berbagai manfaat diatas, Partai Amanat Nasional justru mengalami gejala ketergantungan terhadap selebriti pada derah-daerah pilihan non basis. Bukti ketergantungan ini ditunjukan pada sikap penunjukan selebriti untuk ditempatkan di daerah pemilihan tersebut. Pertimbangan yang digunakan PAN adalah karena tidak adanya kader internal yang kompeten memiliki keberanian untuk mencalonkan diri lantaran kekuatan politik PAN terbilang kurang mumpuni di daerah tersebut. Posisi tawar nama baik partai yang rendah di daerah tersebut membuat setiap calon yang dicalonkan partai berpotensi untuk kalah di daerah non basis tersebut. Oleh sebab itu, rusaknya mesin partai di daerah tersebut menyebabkan kader enggan untuk berpartisipasi dalam politik. Situasi ini yang kemudian menjadi dasar pertimbangan elit DPP PAN untuk mengambil kebijakan rekrutmen selebriti untuk mengambil kembali basis konstituen di daerah tersebut. PAN melakukan survey internal partai untuk dapat menentukan calon selebriti yang tingkat aksepbilitasnya tinggi di daerah tersebut. Faktor kompetensi serta kapabilitas politik tidak menjadi prioritas PAN karena mereka beranggapan bahwa untuk mencuri kemenangan yang dibutuhkan adalah faktor popularitas. Alhasil, calon selebriti yang dicalonkan adalah orang-orang yang popular secara ketokohan namun tidak memiliki reputasi optimal dalam hal politik. Pertimbangan DPP adalah ketika si calon selebriti nantinya terpilih maka permasalahan kurangnya kapabilitas calon dapat ditutupi dengan merekrut staff ahli yang kompeten untuk mendampingi selebriti menjalani tugas politiknya. Sepintas memang tidak ada yang salah dengan skenario yang dirancang DPP PAN tersebut, karena kekurangan kompetensi selebriti bisa disiasati dengan kehadiran staff ahli. Namun bila dipahami bersama bahwa
7 fenomena yang terjadi tersebut maka ada kesan bahwa selama ini masyarakat hanya dibodohi oleh strategi politik partai semata, sistem pemilu yang demokratis justru malah menghasilkan produk yang tidak kompeten yang kemudian justru ditawarkan kepada masyarakat. Orientasi partai untuk menjaring konstituen serta upaya pencitraan politik secara instan ini menunjukan sikap-sikap pragmatis kaum elitis demi tujuan yang oportunis. Ironis melihat kenyataan bahwa masyarakat menjadi korban dari sistem politik demokratis yang selama ini dikesankan sebagai sistem yang menempatkan raktyat sebagai raja. Artikulasi berbeda juga dapat dipahami dari fenomena pencalonan selebriti pada daerah pemilihan non basis diatas. Bentuk pencalonan selebriti secara tidak sadar akan mempengaruhi proses kaderisasi bagi kader PAN di wilayah tersebut. Pada praktiknya memang tidak ada gejolak internal antara kader dan selebriti, hal ini dikarenakan kader yang ada pun tidak berkeinginan untuk mencalonkan diri, namun bila dikaji ulang dapat dipahami bahwa ketika mesin partai tidak berjalan dengan baik maka partai akan terus melakukan upaya rekrutmen terhadap selebriti pada setiap periode pemilu. Gejala ini dalam jangka panjang akan secara permanen mematikan mesin partai pada daerah tersebut. Permasalahan lain terkait dengan fenomena rekrutmen selebritis adalah munculnya indikasi mengenai sistem pemilihan umum yang masih butuh perbaikan. Maraknya selebriti yang terjun ke dunia politik banyak disebabkan karena potensi popularitas yang dimiliki dapat mempengaruhi perolehan suara. Namun di sisi lain kompetensi calon kurang begitu diperhatikan karena memang mekanisme kemenangan bukan terletak pada tingkat kompetensi individu melainkan kuantitas suara pemilih. Sistem pemilihan langsung menyajikan permasalahan dilematis bagi partai politik dewasa ini. Permasalahan tersebut adalah munculnya dua pilihan rasional yang menjadi kajian bagi parpol untuk menentukan arah kebijakan pencalonan. Pertama
8 adalah partai mencalonkan kandidat yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang optimal namun tidak ditopang dengan popularitas yang maksimal, dan yang kedua adalah partai menawarkan kandidat yang populis namun aspek kapabilitas serta kompetensi yang cenderung utopis. Kedua pilihan tersebut memang mempunyai kekurangan dan kelebihan tersendiri bagi parpol,tergantung bagaimana parpol menyikapi pilihan tersebut. Namun yang menjadi bahan kajian yang tidak kalah penting adalah bagaimana meramu sistem pemilihan politik yang dapat meminimalir upaya pragmatis dari partai peserta pemilu. Sistem pemilu saat ini secara tidak sadar telah menggiring konstalasi politik ke arah tatanan politik biaya tinggi (High cost politic). Proses ini tentu muncul secara alamiah karena sistem pemilu secara langsung mengharuskan setiap kandidat memiliki popularitas untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Terkadang untuk mengumpulkan popularitas, seorang kandidat butuh biaya untuk mempromosikan diri pada calon pemilih. Hal inilah yang seringkali menjadi tembok penghalang bagi kandidat yang memiliki kompetensi namun terbentuk keterbatasan popularitas. C. SARAN. Perubahan pasca reformasi terjadi di segala lini kehidupan, isu besar yang diangkat adalah demokratisasi. Implemetasi demokratisasi dilakukan di segala sendi kehidupan bangsa tidak terkecuali pada sistem pemilihan umum. Perubahan sistem pemilihan umum yang sangat kentara terjadi pada periode reformasi, dimana azas demokrasi yang serba terbuka dan bebas menjadi patokan. Perubahan sistem pemilu yang lebih terbuka itu juga memberi ruang maksimal bagi masyarakat sebagai pemegang saham tertinggi dalam Negara untuk berpartisipasi dalam politik, baik sebagai pemilih ataupun calon yang akan dipilih. Sistem pemilihan umum yang demokratis juga mengharuskan setiap kandidat memiliki popularitas agar dikenal masyarakat, disamping aspek kapabilitas dan kompetensi. Parpol berperan penting dalam sistem pemilihan
9 umum yang demokratis, peranan vitalnya adalah menjadi media untuk menyalurkan individu untuk menempati posisi jabatan publik. Peran vital partai dan persyaratan populer bagi kandidat peserta pemilu itulah yang apabila dibenturkan akan menghasilkan produk instan berupa rekrutmen kalangan populis. Di satu sisi kita tentunya mengharapkan bahwa calon yang ditawarkan ke publik memenuhi aspek kapabilitas selain kemampuan popularitas, namun di sisi lain kita tidak bisa menghindari kilah parpol untuk mencalonkan kalangan populis lantaran untuk menekan biaya politik yang tinggi. Memang mencalonkan kalangan populis termasuk dalam hal ini adalah selebriti adalah sah karena tidak melanggar peraturan konstitusi, tetapi hal yang perlu dihindari adalah sikap pragmatis partai yang lebih mementingkan aspek popularitas tanpa menghiraukan kemampuan kandidat dalam berpolitik. Dalam kasus ini parpol kukuh menyalahkan sistem pemilu yang ada saat ini sebagai akibat dari munculnya pola rekrutmen kalangan populis. Kita juga tidak bisa menyangkal bahwa sistem pemilu kita tidak bisa menggaransi individu yang kompeten tetapi nihil popularitas untuk dapat memenangkan pemilu. Kita tidak bisa menyalahkan sistem saat ini karena memang sisten saat ini sudah lebih baik jika dibandingkan pada sistem otoritarian politik khas orde baru. Dari permasalahan politik yang saling tarik ulur diatas itulah dapat ditarik suatu benang merah sebagai simbol solusi dari problematika politik yang sedang menguji eksistensi demokratisasi dalam ranah politik kita. Benang merah tersebut adalah sebaiknya parpol melaksanakan fungsi kaderisasi secara matang setelah proses rekrutmen kalangan populis sehingga dapat menambah kapabilitas yang dimiliki selebriti dalam bidang politik. Sikap pragmatis yang hanya mencalonkan kandidat populis tanpa memberikan pembekalan politik secara bertahap adalah hal yang perlu dihindari partai. Pola pemikiran elit partai yang memanfaatkan staff ahli untuk menutupi kekurangan kompetensi kalangan populis
10 juga harus dihilangkan dari budaya politik kita. Pelatihan politik selebriti yang dilakukan secara simultan akan memberikan banyak manfaat bagi partai, disamping telah memiliki popularitas tentu saja para selebriti tersebut telah memiliki kompetensi politik yang baik. Bila kondisi ideal tersebut bisa dicapai maka parpol akan terhidar dari ancaman high cost politic. Kesalahan parpol saat ini adalah melakukan politik rekrutmen bagi kalangan populis secara instan dan melempar kesalahan ini pada sistem pemilu saat ini. Sistem pemilu tidak bisa disalahkan karena sistem inilah yang mendekati ideal, selebriti pun tidak dapat dipersalahkan karena mereka adalah warga Negara yang berhak dan dilindungi konstitusi untuk mencalonkan diri sebagai wujud partisipasi politik. Solusi berikutnya untuk mengurangi sinisme publik terhadap kinerja kalangan populis adalah dengan cara melakukan prinsip akuntabiltas publik terhadap konstituen. Prinsip akuntabiltas adalah upaya transparansi terhadap kinerja seseorang atas kerja dan tanggung jawab yang diberikan serta memberikan peluang bagi semua pihak untuk melakukan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan orang tersebut. Selama ini publik tidak mengetahui tindakan yang telah dilakukan kandidat yang telah duduk di kursi legislatif, hal ini diperparah dengan tidak dirasakannya pengaruh atas jabatan publik terhadap masyarakat. Kondisi ini yang kemudian semakin memperkeruh dinamika politik kita sehingga menghasilkan sinisme publik terhadap kandidat populis. Oleh sebab itu pelaksanaan prinsip akuntabiltas publik merupakan suatu urgensi yang perlu dilaksanakan demi menciptakan tatanan ideal bagi proses politik kita. Sistem pemilu kita yang serba demokratis seperti saat ini memang dianggap telah ideal dan permasalahan seperti yang terurai diatas dianggap sebagai kesalahan parpol, namun bukan berarti sistem pemilu kita tidak butuh evaluasi. Pembenahan tentu saja tetap dibutuhkan demi menciptakan pola pemilu yang lebih ideal. Munculnya sikap pragmatis parpol yang
11 menyebabkan maraknya pola rekrutmen instan kaum populis merupakan indikasi celah yang masih harus diperbaiki. Menurut hemat peneliti, pembenahan yang perlu dilakukan demi mengurangi sikap pragmatis elit partai adalah dengan memberikan regulasi yang jelas tentang batasan penggunaan dana agar persaingan dapat terjaga. Selain itu dibutuhkan adanya suatu regulasi yang tepat guna mengatur tata cara kampanye agar menciptakan suatu ruang politik yang menyajikan kompetensi tiap calon. Regulasi batasan penggunaan dana serta sistematika kampanye akan menghindarkan sistem pemilu kita dari ancaman high cost politic serta memberikan persaingan yang sehat diantara kandidat sehingga akan menciptakan iklim demokrasi yang kondusif bagi terciptanya penguatan kualitas politik nasional.
I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi
Lebih terperinciA. Kesimpulan BAB V PENUTUP
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai
Lebih terperinciOleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1
Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)
Lebih terperinci2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)
Lebih terperinci2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan demokrasi yang sangat pesat. Hal tersebut ditandai dengan berbagai macam ekspresi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi 1998 menghadirkan perubahan proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden hingga Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Reformasi telah memberikan posisi tawar yang jauh lebih dominan kepada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah memberikan posisi tawar yang jauh lebih dominan kepada politisi dibandingkan dengan masa Orde Baru. Politisi unjuk gigi dengan kedudukan,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI PENELITIAN, DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI PENELITIAN, DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil penelitian studi kasus yang di lakukan di DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat ditemukan bahwa model
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, merupakan sosialisasi disekolah mengenai pemilihan umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di daerah-daerah semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. berasal dari dana mereka masing-masing. Di samping itu bantuan finansial dalam
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan konsep sumber daya, maka peneliti dapat mendeskripsikan kesimpulan sebagai berikut : sumber daya yang menjadi faktor kekalahan dari caleg perempuan adalah informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat
Lebih terperinciPeningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin
Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut
Lebih terperinciADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU
ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan, terdapat beberapa persoalan mendasar yang secara teoritis maupun praksis dapat disimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Bab V, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Berdasarkan berbagai upaya analisis yang telah peneliti paparkan pada Bab V, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pencalonan M.Shadiq
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah
Lebih terperinciBAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik
BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan
Lebih terperinciPemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan
Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi lebih dari sekedar seperangkat aturan dan prosedur konstitusional yang menentukan suatu fungsi pemerintah. Dalam demokrasi, pemerintah hanyalah salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin
Lebih terperinciDINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH
DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH Heri Wahyudi UPBJJ-UT Denpasar heriw@ut.ac.id Abstrak Pasca Putusan Makamah Konstitusi (MK) tentang calon perseorangan, telah memberikan kesempatan kepada
Lebih terperinciPANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK
PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK I. PENGANTAR Pemilihan Umum adalah mekanisme demokratis untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD), dan Eksekutif (Presiden-Wakil Presiden, serta kepala daerah). Pemilu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pilkada beberapa daerah telah berlangsung. Hasilnya menunjukkan bahwa angka Golput semakin meningkat, bahkan pemenang pemiluhan umum adalah golput. Di Medan, angka golput
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena pemilih pemula selalu menarik untuk didiskusikan pada setiap momen pemilihan umum baik nasional maupun di daerah. Jumlah mereka yang sangat besar bagaikan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Dari penelitian tersebut, bisa disimpulkan bahwa, kekuatan sumber daya
BAB V KESIMPULAN Dari penelitian tersebut, bisa disimpulkan bahwa, kekuatan sumber daya ekonomi yang dimiliki seseorang mampu menempatkannya dalam sebuah struktur politik yang kuat dan penting. Yang secara
Lebih terperincijabatan di struktur Pemko Pematangsiantar? 6. Dan mengapa etnis lainnya seperti Mandailing, Nias dan lain-lain sedikit menduduki
Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana penilaian Anda terhadap perkembangan politik di Kota Pematangsiantar? 2. Bagaimana penilaian Anda terhadap kondisi politik di Kota Pematangsiantar ditengah keberagaman etnis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara, baik ekonomi, sosial dan budaya. Tidak terkecuali
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membahas tentang politik tentu tidak ada bosannya karena politik saat ini sudah masuk dalam berbagai sendi kehidupan pada masyarakat dalam proses berbangsa dan bernegara,
Lebih terperinciPERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN
PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada dalam bingkai interaksi politik dalam wujud organisasi negara. Hubungan negara dan rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengikutsertakan warga negaranya dalam proses politik, termasuk
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. diharapkan untuk meningkatkan kualitas politik dan kehidupan demokrasi bangsa Indonesia.
BAB IV KESIMPULAN Pelaksanaan pemilu 2009 yang berpedoman pada UU No. 10 Tahun 2008 membuat perubahan aturan main dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Melalui UU tersebut diharapkan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem politik Indonesia apalagi dalam proses pelaksanaan demokrasi khususnya demokrasi perwakilan. Partai
Lebih terperinciPARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA. Dr. H. Kadri, M.Si
PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA Dr. H. Kadri, M.Si Outline Peran dan Fungsi Partai Politik Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Realitas Partai Politik saat ini Partai Politik sebagai Penjaga Nilai
Lebih terperinciANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013
ANATOMI CALEG PEMILU 2014 FORMAPPI 3 Oktober 2013 I. Pengantar Alasan melakukan kajian: Membantu pemilih mendapatkan informasi yang utuh tentang Caleg dalam Pemilu 2014. Lingkup kajian: Profil Caleg Pemilu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan penelitian terhadap strategi komunikasi pemasaran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan penelitian terhadap strategi komunikasi pemasaran politik yang di terapkan caleg Sarnata Saidi,SH, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.
BAB I PENDAHULUAN I. 1.Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan tulang punggung dalam demokrasi karena hanya melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. Kenyataan ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah melalui kegiatan pendidikan. Sebagai bagian dari masyarakat, kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mayoritas masyarakat memiliki keinginan untuk maju berkembang menjadi lebih baik. Keinginan tersebut diupayakan berbagai cara, salah satunya adalah melalui kegiatan
Lebih terperinciPancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu
Lebih terperinciTANTANGAN DAN STRATEGI PARPOL DALAM PILKADA SERENTAK
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI KAJIAN SINGKAT TERHADAP
Lebih terperinciPARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)
PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terdahulu Penulis menggunakan sumber dari lapangan dan menggunakan beberapa pustaka sebagai acuan pembanding. Menurut tinjauan penulis, proposal yang menjelaskan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik
Lebih terperinciCaroline Paskarina. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
Caroline Paskarina Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Pemilu itu Apa? Secara prosedural, pemilu adalah mekanisme untuk melakukan seleksi dan rotasi kepemimpinan politik Secara
Lebih terperinciKajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik
Koalisi Pemantauan Dana Kampanye Transparansi Internasional Indonesia dan Indonesia Corruption Watch Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga
Lebih terperinciUSULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1
USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan. Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera yang
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.
BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. - Media Elektronik : Internet, tv, dan radio. - Survei
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN
BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. masyarakat yang diberikan pada kandidat-kandidat partai politik.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dalam sistem demokrasi prosedural sebagaimana diterapkan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri salah satu implikasinya adalah akan hadir partai politik yang ingin meraih kekuasaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin
Lebih terperinciMarketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta
Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id
Lebih terperinciBAB VI. Penutup. pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah
123 BAB VI Penutup Kesimpulan Dalam penelitian ini terungkap bahwa PDI Perjuangan telah melakukan rekrutmen sebagaimana didefinisikan oleh Ramlan Surbakti, yakni pemilihan atau pengangkatan seseorang atau
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan
56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara dimana saja kelompok manusia berada, sebab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Politik murupakan hal yang penting dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimana saja kelompok manusia berada, sebab keberadaan politik dalam suatu
Lebih terperinciKEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014
KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Partai politik diberikan posisi penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan berpolitik di Indonesia banyak mengalami perubahan terutama setelah era reformasi tahun 1998. Setelah era reformasi kehidupan berpolitik di Indonesia kental
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orde Baru telah mengalami keruntuhan seiring jatuhnya Soeharto sebagai presiden yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun, setelah sebelumnya krisis ekonomi menghancurkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama serta cita-cita yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik sendiri hakikatnya adalah sebagai sarana bagi masyarakat atau suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama serta cita-cita yang sama dengan mengusung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam keikutsertaannya mengambil suatu keputusan terhadap jalannya
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Keberadaan partai politik sangat mempengaruhi budaya politik masyarakat dalam keikutsertaannya mengambil suatu keputusan terhadap jalannya pemerintahan.sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum hampir tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran partai-partai politik di tengah masyarakat. Keberadaan partai-partai politik juga merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi politik yang hadir bersamaan dengan liberalisasi ekonomi dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam pemilihan umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca reformasi bangsa kita sudah berhasil melaksanakan pemilihan umum presiden yang di pilih langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses pengambilan hak suara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Runtuhnya rezim Orde Baru memberikan ruang yang lebih luas bagi elit politik
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Runtuhnya rezim Orde Baru memberikan ruang yang lebih luas bagi elit politik lokal untuk menjalankan peran di tengah masyarakat yang selama diperankan pemerintah, elit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan
Lebih terperinciEfek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental
Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental (Adinda Tenriangke Muchtar, Arfianto Purbolaksono The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research) http://www.shnews.co/detile-28182-gelombang-efek-jokowi.html
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. pemilu legislatif tahun 2009 menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
BAB V Kesimpulan Pembahasan untuk menjawab pertanyaan Bagaimana Strategi Marketing Politik Partai Amanat Nasional Kabupaten Banjarnegara dalam memenangkan pemilu legislatif tahun 2009 menghasilkan kesimpulan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Masalah hubungan PDI dengan massa pendukung Pra dan Pasca Fusi hingga
BAB V KESIMPULAN Masalah hubungan PDI dengan massa pendukung Pra dan Pasca Fusi hingga berdiri PDI-P, bisa dilihat dari dua aspek, yakni: antar unsur penyokong fusi dan hubungan profesional PDI dengan
Lebih terperinciPANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK
PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mencetak pemimpin yang berkualitas. Menurut Agustino (2009: 104) salah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi partai dalam rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi dalam mencetak pemimpin yang berkualitas. Menurut Agustino (2009: 104) salah satu fungsi partai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata Pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Rekruitmen politik merupakan fungsi yang sangat penting bagi
66 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan. Rekruitmen politik merupakan fungsi yang sangat penting bagi partai politik. Fungsi rekruitmen politik ini menjadi fungsi eksklusif partai politik dan tidak
Lebih terperinci2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA
BAB V KESIMPULAN Media massa di Indonesia berkembang seiring dengan bergantinya pemerintahan. Kebijakan pemerintah turut mempengaruhi kinerja para penggiat media massa (jurnalis) dalam menjalankan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media cetak seperti majalah, koran, tabloid maupun media elektronik seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Adanya kemajuan teknologi canggih seperti saat ini, informasi bisa kita dapatkan dari berbagai media. Informasi tersebut tidak lagi hanya kita dapatkan melalui media
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. menjadi peserta pemilu sampai cara mereka untuk hadir tidak hanya sekedar menjadi
BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan Menjadi pemain baru dalam pemilu di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Semua hal mulai dari syarat untuk menjadi partai, syarat lolos verifikasi untuk menjadi peserta pemilu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik misalnya, hasil perubahan UUD 1945 tahun mengamanatkan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasca reformasi tahun 1998, partai politik (Parpol) memiliki kedudukan yang semakin penting dalam sistem politik Indonesia. Dari sisi rekrutmen jabatan-jabatan
Lebih terperinci