Bab 8 Kesimpulan. Disertasi ini bertolak dari beberapa pertanyaan spesifik berikut: Mengapa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 8 Kesimpulan. Disertasi ini bertolak dari beberapa pertanyaan spesifik berikut: Mengapa"

Transkripsi

1 Bab 8 Kesimpulan Disertasi ini bertolak dari beberapa pertanyaan spesifik berikut: Mengapa kekerasan anti-tionghoa terjadi di Surakarta tetapi tidak di Yogyakarta? Mengapa kerusuhan Islam-Kristen terjadi di Ambon tetapi tidak di Manado? Apakah pemilahan etnis dapat menjelaskan insiden kekerasan di Surakarta dan Ambon? Di bab 2, disertasi ini meninjau studi-studi yang tersedia dan dengan demikian menunjukkan dua hal: kesenjangan dalam dalam studi-studi yang ada dan pentingnya menemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus disertasi ini. Kemudian, di bab 3 dipaparkan kerangka teoretis yang digunakan menjawab pertanyaan-pertanyaan terserbut. Pada bab 4 dan 5 disertasi ini memusatkan perhatian pada pasangan kota Surakarta dan Yogyakarta; dan bab 6 dan 7 pada Ambon dan Manado. Hubungan dan interaksi sehari-hari yang kuat, lebih-lebih hubungan antaraetnis yang melembaga dalam asosiasi, dapat mencegah ketegangan yang timbul supaya tidak menjadi kekerasan etnis. Ini argumen yang dikedepankan Varshney (2002, 11-12) dalam bukunya tentang kekerasan komunal Hindu-Muslim di India. Empat kota yang dikaji dalam disertasi ini, yaitu Ambon, Manado, Surakarta dan Yogyakarta, memiliki ikatan kuat yang melintasi batas-batas etnis di berbagai situs sosial utama, yaitu tempat tinggal, sekolah, tempat kerja, dan organisasi sosial. Ada masalah seperti diskriminasi yang bersumber dari kebijakan negara di Surakarta dan Yogyakarta. Tetapi, masalah ini bukan penyebab kekerasan terhadap properti Tionghoa di Surakarta; dan kekerasan anti- 246

2 Tionghoa di Yogyakarta tidak terjadi, walaupun ada diskriminasi tersebut. Begitu pula, ada masalah di kalangan warga Muslim dan Kristen di Ambon dan Manado, dan kadangkadang terjadi kompetisi di ruang publik memperebutkan jabatan di birokrasi. Tetapi kompetisi tersebut, dan protes yang menyuarakan tuntutan, pada umumnya berlangsung dengan cara-cara nirkekerasan. Jika terjadi ketegangan dan bentrokan dalam protes menyuarakan tuntutan di ruang publik, keadaan dapat kembali normal dan kehidupan sehari-hari tidak rusak. Dengan demikian, perbedaan agama dan suku di empat kota berhubungan dengan intermixing yang menghasilkan prilaku dan sikap positif di masyarakat, tidak dengan kekerasan etnis. Tetapi, setelah periode yang relatif lama yang ditandai dengan hubungan damai antarwarga beda agama dan suku, kekerasan terjadi di Surakarta pada Mei 1998 dan di Ambon pada Januari Di kedua kota ini, kekerasan etnis terjadi bersamaan dengan hubungan antarwarga yang positif. Manado dan Yogyakarta, yang juga mengalami hubungan antarwarga yang kuat, tetap damai pada episode waktu yang sama, walau ada ketegangan dan provokasi. Jadi, ada perbedaan yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan merujuk kepada hubungan sehari-hari yang kuat di berbagai arena hubungan sosial. Karenanya, dalam rangka memahami variasi dramatis dalam ruang kekerasan dan nirkekerasan, disertasi ini mencari sumber-sumber penjelasan lain selain hubungan sehari-hari dan organisasi yang kuat yang ditekankan Varshney di atas. Tulisan ini menekankan arti penting proses dan mekanisme terkandung dalam interaksi aktor-aktor negara dan bukan negara, strategi yang mereka gunakan dalam menangani ketegangan dan insiden kekerasan di empat kota, dan bagaimana hal ini berujung dengan hasil berupa 247

3 kekerasan atau nirkekerasan. Mekanisme tersebut adalah kunci penting dalam memahami mengapa kekerasan etnis terjadi di suatu tempat tetapi tidak di tempat lain. Surakarta dan Yogyakarta Aktor negara pada tingkat nasional dan lokal sangat penting peranannya dalam kemunculan atau onset kekerasan etnis, bukan sebagai penonton melainkan sebagai organisator aktif. Ini yang tampak dari perbedaan Surakarta dan Yogyakarta : Kekerasan etnis hanya timbul sebagai fungsi protes anti-rejim yang tidak terkontrol dalam konteks proses dan rangkaian pertarungan politik yang lebih panjang. Ketika protes telah melibatkan lebih banyak pengikut dan berada di luar jangkauan aparat mengontrolnya baik secara spasial maupun sosial, maka aparat beralih ke anti-tionghoa sebagai bingkai pengganti terhadap protes anti-rejim. Tentu saja, kerusuhan dan serangan anti-tionghoa adalah bagian dari taktik yang sudah ada sebelumnya, dan sudah digunakan aktor negara dan bukan negara dalam beberapa insiden di luar kota Surakarta termasuk di Medan dan Jakarta (Mas oed et al 2000; Sidel 2007). Jadi, meminjam istilah Tilly, kerusuhan dan serangan anti-tionghoa bukan sesuatu yang baru tetapi sudah menjadi bagian dari repertoire of contention dalam politik Orde Baru. Pembingkaian kekerasan sebagai kekerasan anti-tiongoa telah terjadi sejak Januari 1998, dalam beberapa episode kekerasan di Jember, Banyuwangi, dan beberapa kota di Pantai Utara (Panggabean & Smith 2011). Sebelum kekerasan yang bersumber dari strategi negara tersebut, pemilahan Pribumi-Tionghoa di Surakarta dan Yogyakarta ada dan nyata. Akan tetapi bersifat nirkekerasan pada umumnya. Warga Pribumi dan Tionghoa di kedua kota berinteraksi secara damai di dalam berbagai konteks sosial, yaitu pemukiman, sekolah dan 248

4 universitas, tempat kerja, dan organisasi sosial. Interaksi tersebut dilihat dari, atau diukur dengan, menggunakan indikator kontak langsung antarwarga di konteks-konteks sosial tersebut. Lebih dari itu, responden menilai kontak Pribumi-Tionghoa secara positif. Segregasi sosial berbasis etnis bukan ciri komunitas Pribumi dan Tionghoa di Surakarta dan Yogyakarta. Mobilisasi militan anti-tionghoa (di kalangan Pribumi) sama sekali tidak ada di Surakarta sebelum serangan terjadi; apalagi mobilisasi anti-pribumi di kalangan Tionghoa. Apapun yang dikatakan para pengamat mengenai kondisi konflik berupa polarisasi etnis Pribumi-Tionghoa, kesenjangan sosial antara kedua pihak, dan prilaku pilih kasih aparat yang membela kepentingan bisnis komunitas Tionghoa (misalnya Nurhadiantomo 2004, ), tampak tidak relevan dengan kemunculan kekerasan dan mobilisasi ke arah kekerasan komunal. Bahkan, responden di Surakarta yang diwawancarai setelah kekerasan terjadi tetap menggambarkan masa lalu hubungan Pribumi-Tionghoa secara positif. Respons yang mereka berikan tidak menunjukkan adanya polarisasi dan permusuhan Pribumi- Tionghoa di Surakarta sebelum kekerasan terjadi. Justru kekerasan terhadap etnis Tionghoa yang menjadikan pemilahan Pribumi-Tionghoa menjadi dominan. Serangan terhadap Tionghoa menyebabkan polarisasi dan pemilahan menonjol, bukan sebaliknya. Dan serangan itu terjadi sebagai efek mekanisme alih-bingkai yang dilakukan aktor negara. Kasus Surakarta menunjukkan bagaimana negara dapat menjadi sumber ancaman bagi keselamatan dan keamanan warganegara. Di Yogyakarta, walaupun ada pemicu, kerusuhan dan serangan anti-tionghoa akhirnya tidak terjadi. Aktor negara tidak memerlukan, dan tidak memilih, strategi alihbingkai, walaupun demonstrasi anti-rejim berlangsung di kampus-kampus di Yogyakarta. 249

5 Beberapa insiden berlangsung dengan keras, diwarnai bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan. Peserta non-mahasiswa juga bergabung kemudian. Akan tetapi, demonstrasi tersebut tetap berada dalam parameter yang dapat dikelola aktor negara, bekerjasama dengan aktor-aktor non-negara, termasuk mahasiswa, pimpinan universitas, dan organisasi masyarakat sipil. Pada minggu terakhir sebelum Orde Baru runtuh, setelah terjadi kekerasan anti-tionghoa di Jakarta dan Surakarta, Sri Sultan yang sebelumnya berdiam diri mulai turun dan menenangkan demonstran dan mengimbau mereka supaya tidak melakukan kekerasan. Sebagai hasilnya, aparat keamanan tetap dapat menjadi aktor penegak hukum pemelihara keamanan dan ketertiban di Yogyakarta, dengan bekerja sama dengan aktoraktor non-negara lainnya. Kasus Yogyakarta menunjukkan negara tidak menarik diri atau mengundurkan diri, dan tidak pula menunjukkan kapasitas yang melemah walaupun pada tingkat nasional dinilai demikian. Di Yogyakarta, aparat keamanan berusaha supaya bentrokan tidak meluas, walaupun batasan ruang demonstrasi telah hilang. Selain itu, aparat keamanan bersama aktor lain di masyarakat sipil termasuk mahasiswa yang dalam setiap demonstrasi memprotes berbagai segi aparat keamanan berkoordinasi di seputar focal point, yaitu Reformasi Damai. Dua mekanisme ini, yaitu mencegah difusi dan berkoordinasi, saling menopang dalam membentuk jaminan keselamatan dan keamanan warga di Yogyakarta pada minggu-minggu genting menjelang jatuhnya Orde Baru. Ambon Manado Kasus Ambon menunjukkan bahwa tidak semua kekerasan yang terjadi di masyarakat ditangani aktor negara. Kekerasan komunal di kota ini terjadi karena 250

6 kegagalan strategi negara menangkal beberapa kekerasan yang terjadi sebelum dan pada tanggal 19 Januari Berbagai jenis kekerasan terjadi di Hari Raya Idul Fitri tersebut. Sebagian di antaranya adalah kekerasan yang biasa terjadi, seperti pemalakan, perkelahian di pasar, dan perkelahian antardesa. Tidak ada strategi pemolisian terhadap bentuk-bentuk kekerasan berskala rendah ini di hari itu. Keadaan tegang di sebagian wilayah kota Ambon, yaitu Terminal Batumerah dan dua desa Batumerah dan Mardika, berjalan sendiri tanpa intervensi atau penanganan memadai di sore hari tersebut. Selain itu, keadaan tegang tersebut bisa saja menurun jika tidak ada insiden tambahan. Insiden tambahan tersebut adalah rumor dan fakta pembakaran tempat ibadat. Ini bukan jenis insiden kekerasan rutin di kota Ambon. Ini jenis kekerasan luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Kota Ambon. Dengan kata lain, pembakaran tempat ibadat dan rumor pembakaran tempat ibadat khususnya rumor tentang pembakaran tempat ibadat penting di kalangan Muslim (Masjid Al-Fatah) dan Kristen (Gereja Silo) adalah kekerasan tanpa preseden. Dapat disimpulkan di sini bahwa ambruknya kehidupan sehari-hari di Kota Ambon mengarah kepada kekerasan komunal Islam-Kristen (dan bukan perang antardesa atau perang antarsuku) karena insiden tanpa preseden tersebut. Sore dan malam 19 Agustus menjadi awal mobilisasi militan di masyarakat Musim dan Kristen, dan menambah serta memperluas keadaan tegang yang tadinya di terbatas di sekitar Batumerah dan Mardika kemudian meluas ke seluruh kota dan ke luar kota Ambon. Kehidupan sehari-hari di kota tersebut, yang menyangkut hubungan komunitas Kristen dan Islam, menjadi rusak. Kerusakan tersebut juga baru, tanpa preseden. Sebagai 251

7 contoh, warga Muslim dan Kristen tidak bebas bergerak ketika keadaan berubah tegang dan bentrokan terjadi di beberapa lokasi. Yang sore hari itu sedang berkunjung ke rumah teman atau saudara yang merayakan Idul Fitri memutuskan segera pulang supaya hal-hal yang tidak diinginkan bisa dihindari. Yang belum berangkat berkunjung dalam rangka berhari raya, membatalkan rencana. Bahkan, ada warga Kristen yang memutuskan tinggal di rumah teman atau keluarga Muslim, selama beberapa hari, sebelum kembali ke rumahnya ketika keadaan dinilai sudah memungkinkan. Pada tanggal 19 Januari sore hari dan malam hari, kehidupan sehari-hari yang normal di Ambon sudah rusak. Masyarakat Muslim dan Kristen tidak percaya terhadap kredibilitas dan ketegasan negara mengatasi keadaan. Pada saat yang sama, mereka melihat ada mobilisasi yang militan berlangsung dan mengalami eskalasi karena kombinasi insiden rutin dan insiden luar biasa. Pada sore dan malam hari 19 Januari, keadaan status quo sebelum hari itu tak dapat lagi dijadikan pertimbangan dan rujukan. Sekarang yang menentukan adalah rusaknya kehidupan sehari-hari baik di berbagai arena interaksi sehari-hari maupun di ruang publik. Lebih dari itu, ada rasa takut yang meluas. Di Manado, pemerintah daerah, aparat keamanan, dan tokoh masyarakat memutuskan bekerjasama mempertahankan komitmen yang kredibel terhadap stabilitas dan kedamaian. Semua mendukung dan membela status-quo. Jika ada gangguan keamanan dan ketertiban seperti rumor dan perkelahian yang melibatkan warga yang berbeda agama, gangguan tersebut ditangani segera. Aktor-aktor negara, seperti pemerintah kota dan provinsi, aparat keamaman, dan aktor non-negara seperti tokoh dan organisasi agama berulang kali meyakinkan masyarakat di Manado dan Sulawesi Utara 252

8 bahwa mereka bisa mengatasi ketegangan dan mempertahankan kerukunan. Masyarakat pun akhirnya yakin. Selain itu, ada gerak memperluas kesadaran perlunya memelihara kerukunan ke berbagai unsur pemerintah desa, pemuda lintas agama, dan unsur-unsur lain seperti sopir dan anak-anak. Hasilnya, masyarakat Manado tetap menginginkan dan membela status quo yang damai dan rukun tersebut, walaupun ada rumor mengenai provokator, ketegangan dan provokasi sebagai efek kekerasan komunal di wilayah-wilayah tetangganya. Bahkan, rumor dan provokasi dijadikan sebagai bahan bakar membina kerukunan. Tambahan lagi, ada simbol dan idiom kerukunan yang secara sengaja dan penuh obsesi ditonjolkan dan disebarkan, seperti semboyan kita semua Basudara sebagai focal point. Tidak ada proses yang meningkatkan polarisasi di masyarakat, atau fragmentasi di negara lokal, sebagai akibat strategi tersebut di atas. Justru sebaliknya. Mekanisme mengendalikan perbatasan dan koordinasi antar aktor baik aktor negara maupun bukan negara menumbuhkan kemampuan menangkal sehingga insiden bentrokan dan dampaknya tidak meluas. Ketegangan ada, dan sebagian dari ketegangan tersebut bersumber dari pemilahan di masyarakat. Tetapi kehidupan sehari-hari tetap berlangsung. Aparat keamanan, karena menjadi bagian penting pengendalian perbatasan dan koordinasi antar aktor, tampil berbeda dari aparat keamanan di Ambon. Artinya, aparat keamanan tetap memberi respons dan tanggapan terhadap setiap sumber ancaman dan ketegangan yang ada walaupun tampak sepele. Sebagai hasilnya, yang tampak dalam kasus Manado bukan aparat keamanan yang sedang merosot atau mengalami demoralisasi. 253

9 Implikasi Beberapa implikasi dapat ditampilkan di bawah ini. Pertama, supaya perdamaian dan kekerasan dapat dipahami lebih baik, penelitian tidak dilakukan pada level analisis nasional melainkan di level sub-nasional yaitu kota atau kabupaten. Pada level inilah jawaban yang lebih tepat terhadap variasi insiden kekerasan dan nirinsiden kekerasan dapat ditemukan. Pada level subnasional ini, strategi aktor negara dan bukan negara, dan bagaimana strategi tersebut saling menopang atau saling bertentangan, menghasilkan fenomena yang berbeda. Kedua, dilihat dari sudut rancangan penelitian, kota yang mengalami kekerasan etnis perlu dikaji bersama-sama dengan kota yang mengalami kedamaian etnis. Adalah penting mengkaji insiden kekerasan etnis, lebih-lebih di negara yang lama menabukan studi dan diskusi ilmiah mengenai kekerasan kolektif dan etnis seperti Indonesia. Tetapi, tidak kalah pentingnya adalah mengkaji kedamaian etnis, yang sering dipandang sebagai nirperistiwa. Kasus kekerasan perlu dikaji secara berpasangan dengan nirkekerasan supaya rancangan riset tidak terperangkap kepada pemilihan kasus berdasarkan variable dependen. Strategi ini juga sudah sering dikedepankan para pengamat studi konflik dan kekerasan di Indonesia (Aspinall 2007; Davidson 2009). Tetapi, skema riset seperti ini masih amat jarang dilakukan, walaupun hasilnya cukup menjanjikan Contoh lain yang menggunakan skema riset perbandingan kontras berpasangan adalah Rizal Panggabean & Ihsan Ali-Fauzi, editor, Pemolisian Konflik Keagamaan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Paramadina, Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM, dan Yayasan Asia, Buku ini diangkat dari riset yang membandingkan empat kasus ketika polisi berhasil menangani konflik sektarian dan tempat ibadat, dan empat kasus ketika polisi gagal menanganinya. Lihat juga Rizal Panggabean, Policing Sectarian Conflict di Indonesia. The Case of Shi`ism, akan diterbitkan dalam Tim Lindsey dan Helen Pausacker, eds. Freedom of Religion, Law, and Intolerance in Indonesia; dan Rizal Panggabean, Cities of Peace, Cities of Violence yang akan diterbitkan dalam Peace & Policy Volume mendatang. 254

10 Ketiga, ketika memahami insiden kekerasan dan kedamaian, termasuk variasi ruang kekerasan, peran relasi dan interaksi strategis adalah kunci, bukan ciri-ciri kelompok atau profil aktor, baik aktor negara maupun nonnegara. Tulisan ini menunjukkan bagaimana interaksi tersebut berlangsung, mekanisme-mekanisme pokok yang terkandung dalam interaksi tersebut, yang menjadi penyebab timbulnya hasil berupa peristiwa atau nirperistiwa yang dikaji. Melalui uraian semacam ini, yang ditekankan bukanlah aktor yang paling berpengaruh (misalnya asosiasi masyarakat sipil dan aktor negara seperti polisi), tetapi interaksi dan mekanisme yang menonjol dalam interaksi terserbut. Lebih jauh, disertasi ini menunjukkan bahwa interaksi strategis tersebut jauh lebih penting dari ciri-ciri kelompok masyarakat yaitu masyarakat Pribumi dan Tionghoa di Surakarta dan Yogyakarta, serta Kristen dan Islam di Ambon dan Manado. Keempat, pada situasi pasca kekerasan, kontak yang bermakna antarwarga di berbagai arena interaksi termasuk di ruang publik perlu dipulihkan dan ditingkatkan. Masyarakat di empat kota mengenang hubungan antarwarga (baik antaragama maupun antarsuku) di berbagai situs interaksi dan kerjasama sosial. Tetapi, kekerasan meningkatkan segregasi dan, yang lebih penting, mengurangi kontak yang dulu menjadi bagian dari rekonsiliasi di masyarakat majemuk. Akhirnya, peran negara sebagai penyedia keamanan yang merupakan fungsi pokoknya, perlu mendapat perhatian. Aktor-aktor negara dapat memberikan jaminan proteksi dan keamanan kepada masyarakat tanpa pandang bulu, dan mendorong kerukunan dan kerjasama sosial baik dalam kehidupan sehari-hari maupun asosiasi. Pada saat yang sama, aktor-aktor negara dapat menunjukkan kapasitas menangkal kekerasan (deterrence) yang kredibel, khususnya kekerasan yang bersumber dari aktor non-negara. 255

11 Tetapi, aktor negara juga harus menghindari diri dari penyalahgunaan wewenang, diskriminasi, dan penggunaan kekerasan yang dapat menimbulkan ketidakamanan di masyarakat dan merusak hubungan antarwarga. Pengalaman Manado dan Yogyakarta menunjukkan, bahkan ketika negara pada tingkat nasional dianggap lemah dan terpuruk, di tingkat lokal keadaannya tak harus demikian. 256

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami

BAB VI KESIMPULAN. Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami BAB VI KESIMPULAN Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami perubahan. Pada awalnya strategi perlawanan yang dilakukan PPLP melalui tindakan kolektif tanpa kekerasan (nonviolent).

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di sebabkan karena pelecehan seksual dimana adanya fitnah kepada warga masyarakat suku Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komperhensif tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik di Ambon.

BAB I PENDAHULUAN. komperhensif tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik di Ambon. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Studi mengenai konflik Ambon merupakan bahasan menarik yang perlu diteliti lebih lanjut khususnya mengenai akar-akar konflik dalam konteks perebutan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

Konflik Antar Agama dan Intra Agama di Indonesia

Konflik Antar Agama dan Intra Agama di Indonesia Konflik Antar Agama dan Intra Agama di Indonesia Konflik Antar Agama dan Intra Agama di Indonesia Judul : Pemolisian Konflik Keagamaan di Indonesia Penulis : Rizal Pangabean & Ihsan Ali Fauzi Penerbit

Lebih terperinci

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi etnis, bangsa yang kaya dengan keanekaragaman suku bangsa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Rusuh Ambon 11 September lalu merupakan salah satu bukti gagalnya sistem sekuler kapitalisme melindungi umat Islam dan melakukan integrasi sosial. Lantas bila khilafah

Lebih terperinci

SILABUS INTENSIVE COURSE IN PEACE RESEARCH (ICPR) Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta

SILABUS INTENSIVE COURSE IN PEACE RESEARCH (ICPR) Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta SILABUS INTENSIVE COURSE IN PEACE RESEARCH (ICPR) Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta Pengantar Pusat Studi Agama & Demokrasi (PUSAD) Paramadina adalah lembaga otonom

Lebih terperinci

ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH

ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH Pendahuluan ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH Konflik etnik antara suku Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah (Kalteng) terjadi pada Febuari 2001. Akhir dari konflik ini lebih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Kemajemukan dari Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa dan agama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai

Lebih terperinci

Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB)

Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB) Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB) Menuju Dialog Pembangunan untuk Perdamaian 1 Proses PPB: Tinjauan (1) Prakarsa bersama Pemerintah Indonesia, UNDP dan Pemerintah Inggris (DFiD). Dilaksanakan

Lebih terperinci

Bab Tiga Belas Kesimpulan

Bab Tiga Belas Kesimpulan Bab Tiga Belas Kesimpulan Kehidupan manusia senantiasa terus diperhadapkan dengan integrasi, konflik dan reintegrasi. Kita tidak dapat menghindar dari hubungan dialektika tersebut. Inilah realitas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus dan juga ada yang kasar, ada yang berterus terang dan ada juga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,

Lebih terperinci

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN. Bab Satu Pendahuluan Hela Rotan 1 Hela hela rotan e rotan e tifa jawa, jawa e babunyi Reff, rotan, rotan sudah putus sudah putus ujung dua, dua bakudapa e. Ciptaan: NN. Syair lagu di atas mengingatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa, ras, agama, yang berbeda-beda namun tetap dalam satu wadah yang sama, dalam suatu perbedaan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial BAB V Kesimpulan Berdasarkan tulisan diatas, dapat diambil argumen bahwa Media memiliki peranan yang sangat penting dalam isu politik dan hubungan internasional. Di kawasan Mesir dan Suriah bisa dikatakan

Lebih terperinci

Meski sudah padam, tapi tidak ada jaminan tidak akan meletus lagi kan?

Meski sudah padam, tapi tidak ada jaminan tidak akan meletus lagi kan? Yusuf Kalla, mantan Wakil Presiden Pasca penandatanganan Perjanjian Damai Maluku di Malino (12/2/2002) kerusuhan Ambon sejak 1999 terhenti. Namun ternyata itu bukan perdamaian abadi. Terbukti rusuh kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta dan Kazan merupakan dua kota multikultur yang menarik untuk dibahas dalam hal toleransi dan kerukunan antar umat beragama karena masyarakat pada kedua kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah yang antara lain dilatarbelakangi oleh adanya faktor kompleksitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam catatan sejarah maupun tidak, baik yang diberitakan oleh media masa maupun yang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Kesimpulan. Penelitian ini menarasikan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh

BAB IV PENUTUP. 1. Kesimpulan. Penelitian ini menarasikan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Penelitian ini menarasikan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Laskar Hijau dalam melakukan perlawanan terhadap pertambangan pasir besi di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun,

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1. Kesimpulan Melalui berbagai serangkaian aktivitas pelacakan data dan kemudian menganalisisnya dari berbagai perspektif, beberapa pernyataan ditawarkan dalam uraian

Lebih terperinci

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK

Lebih terperinci

Meskipun investor secara historis dimasukkan unsur penilaian risiko geopolitik di pasar negara

Meskipun investor secara historis dimasukkan unsur penilaian risiko geopolitik di pasar negara Rabu 19 September 2012 09:27 - Risiko politik - mulai dari intervensi politisi kerusuhan sipil dan perang - merupakan pengaruh yang berkembang pada investasi di pasar negara maju dan salah satu yang kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA a. Realitas Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Banyutowo Indonesia adalah negara multi etnis, multi kultur dan multi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama

Lebih terperinci

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA Jakarta, 6 Oktober 2016 VISI KABINET KERJA: TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP A. Simpul-Simpul

BAB VI PENUTUP A. Simpul-Simpul BAB VI PENUTUP A. Simpul-Simpul Sejauh ini peneliti telah memberikan ulasan terinci mengenai tema penelitian ini. Ada beberapa simpul yang dapat ditarik dari uraian tersebut, khususnya dalam menjawab terhadap

Lebih terperinci

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM. (Ahok) Anggota DPR RI Komisi II Dan Badan Legislasi Fraksi Partai

Lebih terperinci

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 57-65 JIPP Non-Empiris SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA a Subhan El Hafiz Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Seminar DEMOKRASI UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, agama, serta aliran kepercayaan menempatkan Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi yang aman dan kondusif merupakan salah satu syarat guna mendukung proses penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Karena proses penyelenggaraan pemerintahan akan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. isu maupun stereotip yang datang dari berbagai arah untuk mencoba membuat

BAB V KESIMPULAN. isu maupun stereotip yang datang dari berbagai arah untuk mencoba membuat BAB V KESIMPULAN Membicarakan kerusuhan antar etnis memiliki daya tarik unik yang mempengaruhi kita untuk terus mencari akar persoalanya. Di Manokwari kehidupan antara etnis sangat diwarnai dengan berbagai

Lebih terperinci

Standar Operasional Prosedur. Pendampingan dan Rujukan Perempuan Korban Kekerasan Yayasan Sanggar Suara Perempuan SoE

Standar Operasional Prosedur. Pendampingan dan Rujukan Perempuan Korban Kekerasan Yayasan Sanggar Suara Perempuan SoE Standar Operasional Prosedur Pendampingan dan Rujukan Perempuan Korban Kekerasan 1 2 Standar Operasional Prosedur Pendampingan dan Rujukan Perempuan Korban Kekerasan P E N G A N T A R Puji dan syukur dipanjatkan

Lebih terperinci

BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT Pada tahun 2009 ini, kita boleh bangga mengatakan bahwa keharmonisan dan kepercayaan antarkelompok di Indonesia berada pada titik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. SIMPULAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai simpulan dan rekomendasi terhadap penelitian yang berjudul Dampak Sinhala Only Act Solomon Bandaranaike Terhadap Etnis

Lebih terperinci

Tanggapan Generasi Muda Etnis Tionghoa terhadap Implementasi Strategi Kampanye Calon Legislatif dari Etnis Tionghoa dalam Pemilu 2014

Tanggapan Generasi Muda Etnis Tionghoa terhadap Implementasi Strategi Kampanye Calon Legislatif dari Etnis Tionghoa dalam Pemilu 2014 Tanggapan Generasi Muda Etnis Tionghoa terhadap Implementasi Strategi Kampanye Calon Legislatif dari Etnis Tionghoa dalam Pemilu 2014 Hilda Virgiani / F. Anita Herawati Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini karya sastra banyak berisi tentang realitas kehidupan sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang percintaan yang

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia saat ini telah dijumpai beberapa warga etnis seperti Arab, India, Melayu apalagi warga etnis Tionghoa, mereka sebagian besar telah menjadi warga Indonesia,

Lebih terperinci

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat Oleh : Suzanalisa ABSTRAK Tindak pidana kekerasan premanisme yang sangat lekat dengan pelanggaran hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai sebuah negara yang besar berdiri dalam sebuah kemajemukan komunitas. Beranekaragam suku bangsa, ras, agama, dan budaya yang masingmasing mempunyai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yang saya hormati: Tanggal, 19 Juni 2008 Pukul 08.30 W IB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan suatu kenyataan

Lebih terperinci

Dari Riset Perang ke Riset Bina-Damai: Mengapresiasi Sumbangan Mohamed Abu-Nimer Rizal Panggabean dan Ihsan Ali-Fauzi

Dari Riset Perang ke Riset Bina-Damai: Mengapresiasi Sumbangan Mohamed Abu-Nimer Rizal Panggabean dan Ihsan Ali-Fauzi Kata Pengantar untuk Edisi Bahasa Indonesia Dari Riset Perang ke Riset Bina-Damai: Mengapresiasi Sumbangan Mohamed Abu-Nimer Rizal Panggabean dan Ihsan Ali-Fauzi Tak mudah membayangkan Islam yang berperan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015 tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) 1; Rujukan: a; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; b; Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar. Tujuannya untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar. Tujuannya untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidup kesehariannya selalu berinteraksi dengan sesama, baik dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan Tol dalam mengelola konflik. Konflik yang dimaksud yaitu menyangkut upaya

BAB I PENDAHULUAN. jalan Tol dalam mengelola konflik. Konflik yang dimaksud yaitu menyangkut upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tesis ini bertujuan untuk melihat dinamika konflik serta membahas mengenai bagaimana upaya-upaya yang dilakukan peruahaan Jasa Marga sebagai pengelola jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama. (Koran Tempo,

Lebih terperinci

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Dipresentasikan pada The Indonesian Forum seri 3 The Indonesian Institute. Kamis, 3 Maret 2011 Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konflik dapat dipahami dalam dua dimensi, yaitu bahaya dan peluang 1. Bila dalam krisis, seseorang atau kelompok orang memiliki pikiran negatif yang kuat, ia atau mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intergroup anxiety adalah perasaan cemas dan tidak nyaman yang mungkin dirasakan seseorang ketika berinteraksi dengan kelompok outgroupnya (Stephan, 2014). Perasaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melainkan kebutuhan untuk meredakan ketegangan konflik dari salah satu pihak.

BAB I PENDAHULUAN. melainkan kebutuhan untuk meredakan ketegangan konflik dari salah satu pihak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik merupakan suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok etnik, baik intraetnik maupun antaretnik, yang memiliki perbedaan

Lebih terperinci

Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta?

Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta? Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta? 19 November 2017 Hak atas fotoed WRAY/GETTY IMAGES)Image captionsejumlah demonstrasi dilakukan menentang salah satu pasangan calon

Lebih terperinci

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator I. Dimensi Keamanan dari Bencana (Kebencanaan) Dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu Etnisitas adalah isu yang sangat rentan menjadi komoditi politik pada setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja dimobilisasi dan dimanipulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu konflik dua pihak atau lebih dan dapat melalui kontak langsung maupun secara tidak langsung, biasanya perang merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang

BAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bertolak dari pemaparan hasil penelitian dan penggkajian dengan menggunakan prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Interaksi sosial pasca konflik yang terjadi di Maluku perlu mendapat perhatian

BAB V PENUTUP. Interaksi sosial pasca konflik yang terjadi di Maluku perlu mendapat perhatian BAB V PENUTUP Interaksi sosial pasca konflik yang terjadi di Maluku perlu mendapat perhatian khusus dari semua aspek yang ada, baik itu masyarakat maupun pemerintahan, walaupun pada saat ini telah tercipta

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 pun tidak lepas dan luput dari persoalan yang berkaitan dengan ketahanan wilayah karena dalam

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga kini belum ada upaya kongkrit untuk mengatasi tawuran pelajar di Kota Yogya, akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang Kekerasan dengan menggunakan identitas agama sering terjadi diantara agama-agama monoteis seperti Kristen, Islam, Yahudi. Di Indonesia kekerasan semacam itu terjadi

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas XIX Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas Keamanan dan ketertiban merupakan prasyarat mutlak bagi kenyamanan hidup penduduk, sekaligus menjadi landasan utama bagi pembangunan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Pertumbuhan penduduk yang terus mengalami peningkatan serta tidak

Bab I. Pendahuluan. Pertumbuhan penduduk yang terus mengalami peningkatan serta tidak Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang terus mengalami peningkatan serta tidak diimbangi oleh lapangan pekerjaan yang memadai membuat angka pengangguran di Indonesia terus mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi di Indonesia khususnya daerah Aceh terwujud dari adanya partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat untuk berkompetensi

Lebih terperinci

KodePuslitbang : 3-WD

KodePuslitbang : 3-WD 1 KodePuslitbang : 3-WD LAPORAN PENELITIAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA SOSIAL DI KABUPATEN MAHAKAM ULU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TIM PENELITI : 1. Nama Ketua : H. Ahmad Jubaidi, S.Sos, M.Si NIDN : 1129036601

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. 1 Menurut. perwujudannya secara mudah. 2

BAB II KAJIAN TEORITIS. yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. 1 Menurut. perwujudannya secara mudah. 2 21 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Teori Konflik 1. Pengertian Konflik Menurut Webster, istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelaian, peperangan, atau perjuangan. Konflik adalah persepsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini, dikemukakan kesimpulan dan rekomendasipenelitian yang dirumuskan dari deskripsi, temuan penelitian dan pembahasanhasil-hasil penelitian dalam Bab IV.

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KESATUAN BANGSA, PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak lepas dari Konflik yang terjadi di Maluku Utara. Konflik Maluku utara telah mengakibatkan perpecahan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan 1 BAB VI KESIMPULAN Sebagaimana proses sosial lainnya, proselitisasi agama bukanlah sebuah proses yang berlangsung di ruang hampa. Ia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

Kebutuhan Pelayanan Publik

Kebutuhan Pelayanan Publik BAB I Pendahuluan Bagian pendahuluan merupakan uraian yang mengantarkan pembaca untuk memahami apa yang dibicarakan dalam buku ini. Uraian terbagi dalam tiga subbab, yakni kebutuhan perbaikan pelayanan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA MALAM PENGANTAR TUGAS KAPOLDA SULAWESI TENGAH SELASA, 04 JANUARI 2011

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA MALAM PENGANTAR TUGAS KAPOLDA SULAWESI TENGAH SELASA, 04 JANUARI 2011 GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA MALAM PENGANTAR TUGAS KAPOLDA SULAWESI TENGAH SELASA, 04 JANUARI 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR, WAB, SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEKALIAN,

Lebih terperinci