PEMBUATAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN PENGERING SEMPROT DAN PENGERING KABINET SERTA APLIKASINYA PADA PRODUK PILUS DI PT GARUDAFOOD PUTRA-PUTRI JAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN PENGERING SEMPROT DAN PENGERING KABINET SERTA APLIKASINYA PADA PRODUK PILUS DI PT GARUDAFOOD PUTRA-PUTRI JAYA"

Transkripsi

1 PEMBUATAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN PENGERING SEMPROT DAN PENGERING KABINET SERTA APLIKASINYA PADA PRODUK PILUS DI PT GARUDAFOOD PUTRA-PUTRI JAYA ASTRI RORO KUSUMAWARDHANI F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Tepung Tapioka dengan Pengering Semprot dan Pengering Kabinet serta Aplikasinya pada Produk Pilus di PT Garudafood Putra Putri Jaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Astri Roro Kusumawardhani NIM F

4 ABSTRAK ASTRI RORO KUSUMAWARDHANI. Pembuatan Tepung Tapioka dengan Pengering Semprot dan Pengering Kabinet serta Aplikasinya pada Produk Pilus di PT Garudafood Putra Putri Jaya. Dibimbing oleh YADI HARYADI dan WATI. Tepung tapioka yang dibuat secara modern tidak cocok untuk digunakan dalam pembuatan pilus karena pilus yang dihasilkan tidak renyah dan tidak mengembang. Tepung tapioka yang cocok untuk pangan adalah tapioka tradisional yang dibuat dengan waktu yang lama. Proses tradisional ini dapat menghambat produksi tapioka dalam skala industri yang besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian pembuatan pati tapioka skala industri dengan pengering semprot dan pengering kabinet untuk menghasilkan tepung tapioka berkualitas tinggi secara efisien, tanpa meninggalkan rasa khas tepung tapioka tradisional. Dalam pengeringan semprot dikaji tiga perlakuan suhu inlet dengan kisaran suhu o C, o C, dan o C, sedangkan pada pengering kabinet dikaji tiga perlakuan suhu dengan kisaran suhu o C, o C, dan o C serta tiga perlakuan waktu pengeringan, yaitu 0.75 jam, 1.5 jam dan 2.5 jam. Sifat pati yang dianalisis adalah rendemen, kadar air, derajat putih, kehalusan, dan pola gelatinisasi. Tepung tapioka yang dihasilkan selanjutnya diaplikasikan dalam pembuatan produk pilus. Karakteristik pilus yang dievaluasi adalah kerenyahan. Kata kunci: tapioka, pengering kabinet, pengering semprot, pilus ABSTRACT ASTRI RORO KUSUMAWARDHANI. Tapioca Production by means of Spray Drying and Cabinet Drying and The Application of Tapioca Starch Obtained in Pilus Production at PT Garudafood Putra Putri Jaya. Supervised by YADI HARYADI and WATI. Tapioca produced by means of modern method is not suitable for making of pilus. Pilus which is produced by using the so called modern tapioca will have a hard texture and not fluffy. Traditional tapioca flour is made with a long time to get a distinctive taste. However, traditional process of tapioca production could not be applied in large production scale. Therefore, experiments were conducted to produce tapioca starch of industrial scale by means of spray drying and cabinet drying process. During drying with spray dryer, three inlet temperature levels in range C, C, C were applied, whereas during drying with cabinet dryer, three levels of temperature in range C, C, C and three levels of drying time 0.75 hour, 1.5 hours, 2.5 hours were applied. The starch properties analysed were tapioca starch yield, moisture content, whiteness, fineness and gelatinization pattern of starch. The tapioca starch obtained will be applied in manufacturing of pilus. The characteristics of pilus evaluated is crispiness. Keywords: tapioca, spray drying, cabinet drying, pilus.

5

6 PEMBUATAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN PENGERING SEMPROT DAN PENGERING KABINET SERTA APLIKASINYA PADA PRODUK PILUS DI PT GARUDAFOOD PUTRA PUTRI JAYA ASTRI RORO KUSUMAWARDHANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7

8 Judul Skripsi : Pembuatan Tepung Tapioka dengan Pengering Semprot dan Pengering Kabinet serta Aplikasinya pada Produk Pilus di PT Garudafood Putra Putri Jaya Nama : Astri Roro Kusumawardhani NIM : F Disetujui oleh Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. Pembimbing I Wati, S.TP. Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Feri Kusnandar, M.Sc. Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 Judul Skripsi: Pembuatan Tepung Tapioka dengan Pengering Semprot dan Pengering Kabinet serta Aplikasinya pada Produk Pilus di PT Garudafood Putra Putri Jaya Nama : Astri Roro Kusumawardhani NIM : F Disetujui oleh Wati, S.TP. Pembimbing II Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan rahmatnya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini mengenai proses pembuatan tepung tapioka dengan secara modern untuk menghasilkan tapioka khas tradisional serta aplikasinya pada produk pilus. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Alm. Papa, Mama, Mbak Dewi, Mbak Dini dan semua keluarga yang telah membantu dan memberikan dukungan baik itu moril maupun materiil kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan baik. 2. Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. yang telah membimbing saya selama masa studi hingga skripsi ini selesai. Terimakasih atas bimbingan dan masukan yang telah Bapak berikan selama ini. 3. Ibu Wati selaku pembimbing lapang yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, nasehat, bimbingan dan masukan yang berarti bagi saya selama kegiatan magang berlangsung. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc. selaku penguji yang sudah banyak memberikan saran dan masukan. 5. Pak Jun, Pak Wi, Mbak Ocit, Mas Danur, Mbak Anita, Mbak Uti, Mbak Eni, Mas Ashof dan segenap staff PT Garudafood yang telah memberikan saran, nasehat, dan ilmu yang bermanfaat selama kegiatan magang berlangsung. Terimakasih atas waktunya membantu saya selama kegiatan magang dan masukannya, mohon maaf kalau saya banyak merepotkan sewaktu magang. 6. Pak Junaedi, Pak Denny, Pak Yaris, Pak Iyas, dan Pak Nurwanto selaku teknisi SEAFAST Center yang membantu saya selama proses penelitian ini. Terimakasih atas bantuannya, tanpa Bapak sekalian saya belum tentu dapat melakukan penelitian ini. 7. Kepada teman-teman yang banyak memberikan dukungan moril kepada saya selama penelitian ini. Sarah Lubna, teman sekamar yang selalu ada di saat saya butuhkan, Nurul Hadiyana dan Erydhatirti yang siap sedia jadi tempat curahan hati, Beber dan Dini Fitria yang selalu siap menyemangati saya. Terima kasih banyak 8. Trini Nuresa, teman satu bimbingan dan satu magang yang siap diajak melepaskan penat, kemanapun dan kapanpun. Grace Mutiara, Christian Arianto, dan Dennis. Teman-teman satu magang yang selalu memberikan semangat dan canda tawa selama di kantor. 9. Fita Rahmawati dan Astrid Damayanti yang selalu menghibur saya setiap saat dan setiap waktu dengan berita-berita kpop-nya. Suciwati dan Dinary Rahmaningsih yang selalu jadi tempat berbagi dan semua teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Love you Saya menyadari skripsi yang ditulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya meminta maaf apabila hanya dapat memberikan sedikit ilmu bagi yang membaca skripsi ini. Namun saya ucapkan terimakasih karena sudah menyempatkan waktu untuk membaca skripsi saya ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, November 2013 Astri Roro Kusumawardhani

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Tepung Tapioka 2 Pilus 3 Analisis Tekstur 4 Analisis Uji Sensori 4 METODE PENELITIAN 5 Bahan 5 Alat 5 Penelitian Pendahuluan 5 Penelitian Utama 7 Analisis Produk Tepung Tapioka 9 Analisis Produk Pilus 10 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tepung Tapioka Skala Lab 11 Karakteristik Tepung Tapioka 12 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 28

12 DAFTAR TABEL 1. Syarat tepung tapioka menurut SNI Standar kehalusan tepung tapioka 3 3. Data tekstur produk pilus uji coba skala lab 6 4. Hasil uji coba I pembuatan tapioka skala lab Hasil uji coba II pembuatan tapioka skala lab Hasil uji coba III pembuatan tapioka skala lab Data analisis tekstur produk pilus hasil uji coba skala laboratorium Data rendemen tapioka Data kadar air metode oven Nilai derajat putih tapioka Hasil analisis kehalusan tepung Sifat amilografi sampel tapioka Data analisis tekstur produk pilus Skor nilai tekstur produk pilus 19 DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir pembuatan tepung tapioka secara tradisional 5 2. Diagram alir pembuatan tepung tapioka pada penelitian utama 7 3. Grafik pola gelatinisasi tapioka pengeringan semprot Grafik pola gelatinisasi tapioka pengeringan kabinet 17 DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil rendemen sampel tepung tapioka Hasil analisis kadar air metode oven sampel tepung tapioka Hasil analisis derajat putih sampel tepung tapioka Hasil analisis kehalusan tepung sampel tepung tapioka Hasil analisis sensori uji rating produk pilus Hasil Analisis Ragam dan uji Duncan rendemen Hasil Analisis Ragam dan uji Duncan analisis kadar air Hasil Analisis Ragam dan uji Duncan analisis derajat putih Hasil Analisis ragam dan uji Duncan analisis kehalusan tepung 27

13

14 Pendahuluan Industri makanan olahan siap konsumsi semakin berkembang di Indonesia. Industri ini berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan makanan olahan yang praktis dan siap untuk dikonsumsi dimana saja. Makanan olahan yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah snack atau makanan ringan. PT Garudafood adalah salah satu produsen makanan ringan terbesar di Indonesia dengan berbagai produk unggulan yang sudah terkenal di pasaran. Salah satu produk unggulannya adalah pilus. Pilus dibuat dari tepung tapioka dengan campuran bumbu lain yang kemudian digoreng agar dapat dikonsumsi secara langsung sebagai makanan ringan dan makanan pendamping lauk. Saat ini, untuk memproduksi pilus, PT Garudafood membutuhkan sekitar 2000 ton tapioka untuk sekali produksi. Sayangnya, kebutuhan yang sangat besar ini tidak diikuti dengan kualitas tapioka yang ada. Tapioka yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan pilus biasa diperoleh dari pabrik tapioka modern yang ada di Indonesia. Tapioka yang diproduksi dari pabrik modern ini biasanya lebih cocok digunakan untuk industri petrokimia, bahan lem, gula cair (HFS), asam sitrat, dan sebagainya. Tapioka yang cocok untuk industri makanan dan menghasilkan pilus yang baik biasanya diperoleh dari tapioka yang dibuat secara tradisional yang berasal dari industri kecil ataupun industri rumah tangga. Dengan adanya permintaan sebanyak 2000 ton untuk sekali produksi pilus, tentu tidak mungkin bila PT Garudafood mengandalkan suplai tepung tapioka dari industri kecil dan industri rumah tangga sehingga sampai saat ini PT Garudafood mengambil bahan baku tepung tapioka dari industri tapioka modern. Oleh karena itu, dilakukan kajian produksi tapioka secara modern, yaitu dengan menerapkan teknik pengeringan semprot. Tapioka yang diproduksi secara modern ini perlu diuji kelayakannya terlebih dahulu dengan cara melakukan uji coba pembuatan pilus sebelum diproduksi dalam skala besar. Uji coba ini dilakukan untuk menguji apakah pilus yang dihasilkan memiliki karakteristik produk yang diinginkan, yaitu mengembang dan renyah. Perumusan Masalah Tapioka modern hasil industri besar yang digunakan untuk pembuatan produk pilus tidak menghasilkan karakteristik produk pilus yang diinginkan. Karakteristik yang diinginkan tersebut didapatkan dari tapioka yang dibuat secara tradisional. Tapioka tradisional ini dibuat dalam jangka waktu yang lama sehingga tidak efisien bila digunakan pada industri besar yang membutuhkan kurang lebih 2000 ton untuk sekali produksi pilus.tantangan yang timbul adalah bagaimana cara memproduksi tapioka secara industrial tetapi dapat menghasilkan tapioka dengan cita rasa khas tradisional. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui alur proses produksi tapioka secara industrial yang menghasilkan tapioka dengan cita rasa khas tradisional.

15 2 Tujuan Penelitian Program magang penelitian ini bertujuan: (1) untuk melatih mahasiswa terjun ke dalam dunia kerja dan diharapkan mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama kuliah dan (2) melakukan pembuatan tepung tapioka berkualitas agar dihasilkan pilus dengan karakteristik yang renyah dan mengembang sesuai dengan yang diinginkan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membantu industri makanan berbahan dasar tapioka, khususnya PT Garudafood untuk memperoleh tapioka berkualitas yang nantinya akan digunakan di dalam pembuatan produk pilus dengan alur proses yang modern dan efisien. Selain itu, diharapkan pula dapat dihasilkan produk pilus dengan karakteristik yang diinginkan, yaitu mengembang dan renyah. Tinjauan Pustaka Tepung Tapioka Tepung tapioka merupakan pati yang diekstrak dari umbi singkong. Dalam memperoleh pati dari umbi singkong, usia atau kematangan singkong menjadi pertimbangan dalam pembuatannya. Usia optimum singkong untuk dipanen adalah sekitar 7-10 bulan dengan kadar pati mencapai 20-25%. Jika kadar pati sudah terlalu tinggi, maka singkong akan sulit untuk diolah menjadi produk olahan lain karena produk akan menjadi lebih mudah gosong. Tepung tapioka memiliki komposisi kimia berupa serat 0.5%, air 15%, karbohidrat 85%, protein %, lemak 0.2%, dan energi 307 kalori/100g (Grace 1977). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai ph tepung tapioka tidak dipersyaratkan. Namun demikian, ada beberapa institusi yang mensyaratkan nilai ph untuk mengetahui mutu tepung tapioka berkaitan dengan proses pengolahan. Salah satu proses pengolahan yang berkaitan dengan ph adalah proses pembuatan pasta. Syarat mutu tepung tapioka sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 1.

16 3 Tabel 1. Syarat tepung tapioka menurut SNI (DSN, 1994) No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu I Mutu II Mutu III 1 Kadar air % Maks Maks Maks Kadar abu % Maks Maks Maks Serat dan benda asing % Maks Maks Maks Derajat putih (BaSO4 = 100%) % Min Min < Derajat asam Volume NaOH 1N/100 Maks. 3 Maks. 3 Maks. 3 g 6 Cemaran logam Timbal mg/kg Maks. 1.0 Maks. 1.0 Maks. 1.0 Tembaga mg/kg Maks Maks Maks Seng mg/kg Maks Maks Maks Raksa mg/kg Maks Maks Maks Arsen mg/kg Maks. 0.5 Maks. 0.5 Maks Cemaran mikroba Angka lempeng total koloni/g Maks. 1.0 x 10 6 Maks. 1.0 x 10 6 Maks. 1.0 x 10 6 E.coli koloni/g Kapang koloni/g Maks. 1.0 x 10 4 Maks. 1.0 x 10 4 Maks. 1.0 x 10 4 Kehalusan tepung juga penting untuk menentukan mutu tepung tapioka. Tepung tapioka yang baik adalah tepung yang tidak menggumpal dan memiliki tingkat kehalusan yang tinggi. Dalam SNI tidak dipersyaratkan mengenai kehalusan tepung tapioka, tetapi The Tapioca Institute of America (TIA) mensyaratkan kehalusan sebagai syarat mutu tepung tapioka. TIA membagi tepung tapioka menjadi tiga kelas (grade) berdasarkan kehalusannya. Standar kehalusan tepung tapioka menurut TIA disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Standar kehalusan tepung tapioka Grade % Lolos ayak Ukuran ayakan (mesh) A B C Sumber : Radley (1976) Tepung tapioka dibuat dengan mengekstrak umbi singkong. Proses ekstraksi umbi kayu relatif mudah, karena kandungan protein dan lemaknya yang rendah. Jika proses pembuatannya dilakukan dengan baik, pati yang dihasilkan akan berwarna putih bersih (Moorthy 2004). Semakin putih tepung tapioka, mutunya juga akan semakin baik. Tepung tapioka yang lebih putih biasanya lebih diharapkan sebagai bahan baku. Contohnya, digunakan pada penyalut produk kacang salut yang diharapkan dapat menghasilkan warna yang putih yang baik (tidak kusam), sehingga produk akan lebih diterima konsumen secara organoleptik.

17 4 Tepung tapioka biasa dibuat melalui cara tradisional ataupun skala industrial. Pada industri besar, proses pembuatan tepung tapioka biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau mesin-mesin yang canggih, sedangkan untuk industri rumah tangga atau secara tradisional biasa dilakukan proses pembuatan menggunakan alat-alat yang sederhana dan dalam waktu yang cukup lama. Pilus Pilus merupakan salah satu jenis snack tradisional. Pilus banyak ditemui di daerah Jawa Tengah, khususnya di daerah Brebes, Tegal, Pekalongan, Purwokerto, dan Kebumen. Pilus adalah makanan ringan berbentuk bulat yang terbuat dari tepung singkong/tapioka dengan campuran bahan atau pati lain dan bumbu rempah yang diproses dengan atau tanpa menggunakan ekstrusi kemudian dipotong menjadi ukuran kecil dan digoreng (Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2006). Bahan baku utama di dalam pembuatan pilus adalah tapioka. Jenis tapioka yang digunakan akan menjadi penentu karakteristik produk pilus yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan pemilihan tapioka yang tepat agar dihasilkan pilus yang baik. Pilus biasa dikonsumsi secara langsung ataupun dijadikan sebagai teman lauk-pauk untuk makan besar. Saat ini, pilus sudah banyak diproduksi sebagai cemilan karena rasanya yang enak dan gurih. Pilus merupakan salah satu produk fried snack yang digemari. Penentu mutu snack berdasarkan permintaan konsumen dibagi menjadi tiga yaitu rasa, tekstur, dan ukuran (Dunn 2001). Rasa dan ukuran fried snack sangat beragam, sedangkan bagian tekstur yang menjadi rejection point utama bagi konsumen adalah kerenyahan. Analisis Tekstur Tekstur suatu produk pangan berkaitan erat dengan persepsi dan penerimaan seseorang terhadap produk tersebut. Tekstur produk pangan dapat dibagi menjadi tiga istilah, yaitu viskositas untuk produk cairan newtonian, konsistensi untuk cairan dan semi solid non-newtonian, serta tekstur untuk produk solid dan semisolid. Tekstur untuk produk solid dan semi solid merupakan parameter yang kompleks karena merupakan hasil dari reaksi terhadap penekanan atau stress yang diukur berbagai sifat mekanis (firmness/hardness, sifat adhesif, kohesif, kekenyalan) oleh indra kinestetik di tangan, jari, lidah, geraham, dan bibir. Selain secara organoleptik, pengukuran tekstur juga dapat dilakukan secara objektif menggunakan teksturometer. Prinsip analisis tekstur adalah dengan memberikan gaya tekan pada sampel, yang menghasilkan profil tekstur berupa grafik yang menghubungkan antara gaya (force) dengan jarak (distance). Sebelum pengukuran dilakukan, setting alat sesuai dengan sampel yang akan dianalisis. Analisis Uji Sensori Evaluasi sensori didefinisikan sebagai salah satu disiplin ilmu yang digunakan untuk mengukur, menganalisis karakteristik suatu bahan pangan dan material lain serta menginterpretasikan reaksi yang diterima oleh panca indra manusia (penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan, dan pendengaran)

18 (Adawiyah dan Waysima 2009). Evaluasi sensori digunakan untuk melihat adanya perbedaan, melakukan karakterisasi, dan mengukur atribut sensori dari produk atau untuk melihat faktor atribut sensori yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Atribut sensori yang diujikan antara lain warna, aroma, tekstur, dan rasa. Bahan Metode Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong Manggu untuk pembuatan tepung tapioka dan air. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, baskom, timbangan, gelas ukur plastik, penggiling, penyaring cairan, toples besar, saringan, Cabinet Drier, Spray Drier, cawan porselen, gegep, Rapid Visco Analyzer, Kett Electric Laboratory C Whitenessmeter, Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer, Digital Sieve Shaker, serta alat-alat gelas lainnya. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan skala lab yang dilakukan di laboratorium pengolahan PT Garudafood Putra-Putri Jaya bertujuan untuk mendapatkan acuan rancangan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian utama dalam skala pilot plan. Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan percobaan perlakuan suhu pengeringan untuk menghasilkan produk pilus yang diinginkan. Percobaan pembuatan tapioka skala laboratorium dilakukan sebanyak tiga kali secara tradisional, dengan skema seperti terlihat pada Gambar 1: 5 Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung tapioka skala laboratorium

19 6 Tahapan pembuatan tapioka skala laboratorium terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1. Pengupasan Singkong dikupas untuk dibuang tanah dan kulit luarnya menggunakan pisau hingga bersih. 2. Pencucian Singkong yang sudah dikupas kemudian dicuci menggunakan air mengalir hingga bersih, lalu ditimbang untuk mengetahui berat bersihnya. 3. Pemarutan Singkong yang sudah bersih selanjutnya diparut menjadi parutan singkong yang halus. 4. Penyaringan dan Pemerasan Parutan singkong kemudian dicampur dengan air, lalu disaring dan diperas hingga ampasnya keluar, kemudian didapatkan santan singkong. 5. Pengendapan Pengendapan dilakukan selama 24 jam untuk mendapatkan endapan pati singkong. 6. Pengeringan Endapan yang telah didapat kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu yang berbeda-beda. Pada percobaan I, digunakan suhu oven 30 o C, percobaan II digunakan suhu oven o C, dan pada percobaan III dilakukan suhu oven o C, o C, dan o C. Dari penelitian pendahuluan ini didapat tiga jenis tapioka dari perlakuan suhu pengeringan yang berbeda-beda. Selanjutnya dilakukan pembuatan pilus dari masing-masing tapioka tersebut dan diukur kekerasan tekstur pilus dengan Texture Analyzer. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3. Suhu pengeringan ( o C ) Tabel 3. Data tekstur pilus Gaya (kgf) Pilus kontrol Dari data tekstur pilus yang diperoleh, dapat disimpulkan sementara bahwa pilus yang dibuat dari tapioka dengan suhu pengeringan di kisaran o C memiliki tekstur yang hampir setara dengan tekstur pilus kontrol (berdasarkan nilai gaya), sehingga suhu tersebut dijadikan acuan untuk melakukan uji coba lanjut skala pilot plan.

20 7 Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan di pilot plan SEAFAST Center IPB dengan skema proses seperti disajikan pada Gambar 2: Gambar 2. Pembuatan tepung tapioka dalam penelitian utama Tahap pembuatan tapioka terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengupasan, pencucian, penggilingan, penyaringan, pengendapan, dan pengeringan dengan dua cara berbeda.

21 8 1. Pengupasan Singkong Manggu yang dipakai, didapat dari petani singkong di sekitar kampus IPB Dramaga. Singkong yang sudah didapat kemudian ditimbang lalu dikupas untuk dibuang tanah dan kulit luarnya secara manual menggunakan pisau. Singkong dikupas hingga bersih. 2. Pencucian Singkong yang telah dihilangkan tanah dan kulitnya, kemudian dicuci hingga bersih menggunakan air mengalir secara manual. Setelah dicuci, singkong kembali ditimbang untuk mengetahui bobot bersih singkong setelah dikupas dan dicuci. 3. Penggilingan Singkong yang sudah dicuci bersih kemudian digiling menggunakan alat penggiling hingga menjadi hancuran yang halus. Singkong yang telah hancur tersebut langsung ditampung ke dalam wadah yang telah berisi air untuk merendam hancuran singkong yang selanjutnya akan disaring. 4. Penyaringan Campuran air dan hancuran singkong kemudian disaring dengan alat penyaring cairan untuk memisahkan ampas dan cairan pati singkong. 5. Pengendapan Cairan pati singkong yang telah selesai disaring kemudian ditampung di dalam wadah berupa toples besar untuk selanjutnya dilakukan pengendapan untuk proses pengeringan kabinet. 6. Pengeringan Pengeringan dilakukan dengan dua cara yang berbeda yaitu dengan menggunakan pengering semprot dan pengering kabinet. Untuk pengering kabinet dilakukan perlakuan pada tiga kisaran suhu dan waktu pengeringan yang berbeda. Kisaran suhu yang digunakan adalah suhu o C, o C, dan o C. Pada proses pengeringan semprot, cairan pati yang telah disaring sebelumnya akan langsung dikeringkan dengan pengering semprot (tanpa proses pengendapan) sambil terus diaduk pada saat penyemprotan sampel berlangsung. Untuk pengering semprot digunakan tiga perlakuan kisaran suhu yang berbeda, yaitu o C, o C dan o C. 7. Penggilingan Proses penggilingan hanya dilakukan pada tepung tapioka hasil pengeringan menggunakan pengering kabinet. Hal ini dilakukan karena tapioka hasil pengeringan tersebut masih berupa butiran kasar sehingga harus dihaluskan agar menjadi sebuah tepung melalui proses penggilingan. Penggilingan ini dilakukan menggunakan blender. Tepung tapioka yang sudah jadi kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik masing-masing tepung tapioka tersebut. Selain dianalisis, tepung tapioka yang dihasilkan juga diaplikasikan di dalam pembuatan produk pilus yang nantinya akan dianalisis kerenyahannya dan analisis sensori.

22 9 Analisis Produk Tepung Tapioka Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengukuran rendemen, analisis kadar air, analisis derajat putih, analisis kehalusan tepung, analisis profil gelatinisasi pati, analisis tekstur produk pilus, dan analisis sensori menggunakan uji rating. 1. Pengukuran rendemen Tepung tapioka yang telah jadi kemudian akan dihitung nilai rendemennya dengan cara sebagai berikut: Rendemen = bobot singkong sebelum dikupas g bobot tepung tapioka kering g 2. Kadar Air (AOAC 1995) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 15 menit, lalu didinginkan di dalam desikator selama 10 menit.cawan ditimbang menggunakan neraca analitik (A). Sampel sebanyak 2 gram (W) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 3 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (Y). Setelah itu, cawan berisi sampel dikeringkan kembali dalam oven selama menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih bobot gram). Kadar air diukur dengan cara sebagai berikut: - -A Kadar air = Keterangan : W = bobot sampel awal (g) Y = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan (g) A = bobot cawan kosong (g) 3. Analisis Derajat Putih Derajat putih tepung tapioka diukur dengan menggunakan alat Kett Electric Laboratory Whitenessmeter C Sebelum digunakan, alat dikalibrasi dengan standar derajat putih yaitu BaSO 4 yang memiliki derajat putih 100% (110.8). Setelah dikalibrasi, derajat putih sampel dapat diukur dengan memasukkan sejumlah sampel dalam wadah sampel yang tersedia sampai benar-benar padat, kemudian wadah ditutup. Wadah yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam tempat pengukuran lalu nilai derajat putih akan keluar pada layar (A). Derajat putih diukur dengan cara sebagai berikut: DP (%) = x 100% Keterangan : DP = derajat putih (%) A = nilai yang terbaca pada alat

23 10 4. Analisis Kehalusan Tepung Kehalusan tepung diukur dengan menggunakan alat Digital Sieve Shaker. Alat ini bekerja dengan menggunakan beberapa susunan ayakan atau saringan, serta menggunakan getaran berupa gelombang dengan satuan amplitude. Pengukuran dilakukan dengan menimbang sejumlah sampel lalu ditaburkan secara merata pada ayakan paling atas. Kemudian ayakan ditutup dan alat dihidupkan. Lalu kehalusan diketahui dengan menghitung persentase jumlah sampel yang lolos ayakan. 5. Analisis Profil Gelatinisasi Pati Analisis profil gelatinisasi pati dilakukan dengan instrumen Rapid Visco Analyzer. Sampel sebanyak 3-4 gram (kadar air diketahui) disuspensikan dalam 25 ml air destilata. Suspensi dipanaskan hingga suhu 50 o C dan dipertahankan selama 1 menit, kemudian dipanaskan lebih lanjut hingga mencapai suhu 95 o C dengan kecepatan pemanasan 6 o C/menit dan dipertahankan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu dilakukan pendinginan hingga mencapai suhu 50 o C dengan kecepatan pendinginan 6 o C/menit dan dipertahankan suhu tersebut selama 5 menit. Informasi yang dapat diperoleh dari kurva viskograf adalah parameter profil gelatinisasi pati, antara lain: viskositas maksimum (viskositas tertinggi selama proses pemanasan), suhu awal gelatinisasi, waktu untuk mencapai viskositas maksimum, viskositas terendah yang teramati setelah mencapai viskositas maksimum, viskositas akhir, dan viskositas setback. Seluruh nilai dilaporkan dalam menit, o C atau Brabender Unit (BU). Analisis Produk Pilus 1. Analisis Kerenyahan Pilus dengen Texture Analyzer Tekstur produk pilus akan dianalisis dengan menggunakan Texture Analyzer. Prinsipnya adalah dengan memberikan gaya tekan pada sampel, kemudian akan dihasilkan profil tekstur berupa grafik yang menghubungkan antara gaya (force) dengan jarak (distance). Sebelum dilakukan pengukuran, alat harus di-setting sesuai dengan sampel yang akan dianalisis. Sampel akan diletakkan di atas wadah yang tersedia, kemudian pengukuran dilakukan dengan memberikan gaya tekan pada sampel. Nantinya pada layar komputer akan ditampilkan profil tekstur dari sampel yang dianalisis. 2. Analisis Sensori Uji organoleptik dilakukan terhadap panelis menggunakan uji rating terhadap atribut kerenyahan pada produk pilus. Skala kerenyahan yang digunakan untuk uji rating yaitu pada skala 1 sampai dengan 7, dengan 1 sangat tidak renyah hingga 7 sangat renyah.

24 11 Hasil dan Pembahasan Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tepung Tapioka Skala Lab Pada penelitian pendahuluan ini, dilakukan beberapa tahapan, yaitu pengupasan, pencucian, pemarutan, pengendapan selama 24 jam, dan pengeringan dengan menggunakan oven. Penelitian pendahuluan ini dilakukan percobaan sebanyak 3 kali dengan beberapa perlakuan yang berbeda untuk mendapatkan acuan pembuatan tapioka dalam skala yang lebih besar. Penelitian pendahuluan ini digunakan varietas singkong yang tidak spesifik. Singkong diperoleh dari pasar tradisional yang menyediakan singkong dalam jumlah yang banyak. Pada Percobaan I, dilakukan pembuatan tapioka dengan perbandingan air pengendapan 1:2 dan 1:4. Waktu pengeringan yang digunakan adalah 30 o C. Hasil yang diperoleh pada percobaan I disajikan pada Tabel 4. Bobot singkong parut (g) Tabel 4. Hasil percobaan I pembuatan tapioka skala laboratorium Bobot air (g) Waktu pengendapan Suhu pengeringan Waktu pengeringan KA (%bb) Rendemen (%) jam 30 o C > 3 jam jam 30 o C > 3jam Dari hasil percobaan I, didapatkan waktu pengeringan yang cukup lama (> 3 jam) sehingga tidak efisien untuk diterapkan pada skala besar atau skala industri. Oleh sebab itu, dilakukan percobaan II untuk memperoleh suhu pengeringan yang lebih efisien. Pada percobaan II, dilakukan seperti pada percobaan I, namun dipilih kisaran suhu pengeringan o C. Hasil yang diperoleh pada percobaan II disajikan pada Tabel 5. Bobot singkong parut (g) Tabel 5. Hasil percobaan II pembuatan tapioka skala laboratorium Bobot air (g) Waktu pengendapan Suhu pengeringan Waktu pengeringan KA (%bb) Rendemen (%) jam o C 1.5 jam jam o C 1.5 jam Dari hasil percobaan II, diperoleh waktu pengeringan yang lebih singkat yaitu 1.5 jam tetapi dengan nilai rendemen yang lebih sedikit dibandingkan dengan percobaan I. Faktor ini dapat disebabkan oleh jenis singkong yang digunakan. Oleh karena itu, kisaran suhu o C tetap akan digunakan sebagai salah satu acuan suhu pengeringan yang akan digunakan selanjutnya. Setelah dilakukan percobaan II, selanjutnya ingin dilihat penggunaan suhu yang lebih tinggi untuk pembuatan tapioka dengan harapan proses pengeringan akan lebih efisien dari sebelumnya. Selain itu, dari hasil percobaan II, dipilih rasio air:singkong dengan perbandingan yang lebih efisien. Pada percobaan III, dilakukan pembuatan tapioka dengan perlakuan tiga kisaran suhu yang berbeda, yaitu suhu o C, o C, dan o C untuk

25 12 mengetahui waktu pengeringan yang paling efisien diantara ketiganya. Hasil yang diperoleh pada percobaan III disajikan pada Tabel 6. Bobot singkong parut (g) Tabel 6. Hasil percobaan III pembuatan tapioka skala laboratorium Bobot air (g) Waktu pengendapan Suhu pengeringan Waktu pengeringan KA (%bb) Rendemen (%) jam o C 1.5 jam jam o C 1 jam jam o C 35 menit Dari hasil percobaan III, didapatkan bahwa pada kisaran suhu o C, waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah 35 menit. Waktu ini dianggap paling efisien dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Selain itu, nilai kadar air yang didapatkan juga masih memenuhi syarat tepung tapioka menurut SNI 1994, sehingga untuk penelitian utama skala pilot plan akan digunakan tiga perlakuan kisaran suhu tersebut. Tapioka hasil percobaan tersebut kemudian dibuat menjadi produk pilus untuk diukur kerenyahannya menggunakan alat Texture Analyzer. Pilus dari ketiga tapioka perlakuan tersebut dibandingkan dengan pilus kontrol yang dibuat dari premix pilus yang sudah biasa digunakan di pabrik. Hasil pengukuran dengan Texture Analyzer dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Data analisis teksturproduk pilus hasil uji coba skala laboratorium Suhu Pengeringan Tepung Tapioka ( o C) Rata-rata Gaya (kgf) Pilus Kontrol Dari hasil analisis tekstur produk pilus, didapatkan bahwa pilus yang dibuat dari tapioka dengan kisaran suhu pengeringan o C memiliki nilai gaya yang tidak berbeda jauh dari pilus kontrol. Berdasarkan hal tersebut, diambil kesimpulan sementara bahwa tapioka dengan kisaran suhu pengeringan o C memiliki nilai gaya yang paling rendah dan bertekstur renyah sehingga akan dijadikan acuan untuk pembuatan tapioka skala pilot plan selanjutnya. Karakteristik Tepung Tapioka Rendemen Tapioka yang dihasilkan kemudian dianalisis untuk mengetahui karakteristikmya. Hasil pengukuran rendemen disajikan pada Tabel 8.

26 Tabel 8. Data rendemen tapioka Metode Pengeringan Kisaran Suhu ( o C ) Rendemen (%) Semprot a Semprot a Semprot b Kabinet c Kabinet d Kabinet e Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P> 0.05) Dari data rendemen yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa tapioka yang dibuat melalui proses pengeringan semprot dengan kisaran suhu o C tidak berbeda nyata (P> 0.05) dengan tapioka yang dibuat melalui proses pengeringan semprot dengan kisaran suhu o C. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa rendemen tapioka pengeringan semprot lebih kecil dibandingkan dengan rendemen tapioka pengeringan kabinet. Hal ini dapat terjadi karena pada pengeringan semprot banyak tepung yang tertinggal di alat karena alat pengering semprot yang digunakan merupakan mini spray dryer. Selain itu, selang inlet yang dipakai juga berukuran kecil sehingga banyak tapioka yang tertinggal selama proses perjalanan tapioka melewati selang inlet sampai ke vessel pengering. Hal ini berbeda dengan pengeringan kabinet karena tapioka hanya dikeringkan di atas loyang dan kemungkinan produk banyak tertinggal di alat sangat kecil. Kadar Air Selain rendemen, tapioka yang dihasilkan juga diukur kadar airnya. Pengukuran kadar air ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air tepung yang dihasilkan sesuai dengan SNI 1994 yang telah ditetapkan. Kadar air diukur dengan metode oven dan dibandingkan dengan pengukuran kadar air menggunakan moisture balance. Kadar air tapioka yang dikeringkan dengan metode oven dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Data kadar air metode oven Metode Pengeringan Kisaran Suhu ( o C ) Kadar Air (%) Semprot a Semprot b Semprot c Kabinet d Kabinet a Kabinet e Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P> 0.05) Dari data kadar air di atas, dapat dilihat bahwa kadar air tapioka pengeringan kabinet lebih besar dibandingkan dengan kadar air tapioka pengeringan semprot. Nilai kadar air untuk beberapa sampel tidak berbeda nyata (P> 0.05) yaitu antara tapioka yang dibuat melalui proses pengeringan semprot 13

27 14 dengan kisaran suhu o C dan tapioka yang dibuat melalui proses pengeringan kabinet dengan kisaran suhu o C. Perbedaan kadar air sampel dapat disebabkan oleh tingginya suhu pengering semprot yang digunakan yaitu diatas 100 o C sehingga uap air yang dikeluarkan dari tapioka akan lebih besar dan menyebabkan rendahnya kadar air yang dihasilkan. Selain itu, pada pengering kabinet masih ditemukan gumpalangumpalan tapioka pada loyang pengeringan yang menyebabkan tidak semua uap air pada endapan tapioka terbebas keluar sehingga kadar airnya pun akan lebih besar jika dibandingkan dengan tapioka pengering semprot. Derajat Putih Analisis derajat putih juga dilakukan pada penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui kategori mutu tepung yang dihasilkan menurut SNI Pada Tabel 10 disajikan nilai derajat putih dari masing-masing tapioka. Tabel 10. Nilai derajat putih tapioka Metode Pengeringan Kisaran Suhu ( o C ) Derajat Putih (%) Semprot a Semprot b Semprot c Kabinet d Kabinet e Kabinet f Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P> 0.05) Dari data di atas, dapat dilihat bahwa secara umum nilai derajat putih semua sampel tepung tapioka telah memenuhi SNI baik pada kategori mutu I, yaitu minimal 94.5%, maupun mutu II, yaitu minimal 92%, dan mutu III yaitu kurang dari 92%. Nilai derajat putih keenam sampel tapioka berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 ( P< 0.05 ). Semua sampel tapioka pengeringan semprot masuk ke dalam kategori III karena nilai derajat putih dibawah 92%. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya suhu yang digunakan sehingga telah terjadi sedikit browning pada sampel tepung. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh faktor alat yang kotor karena sebelumnya alat pengering semprot telah dipakai untuk mengeringkan sampel lain yang berwarna sehingga warna coklat menempel pada sampel tepung tapioka. Untuk sampel pengeringan kabinet semuanya masuk ke dalam kategori I, kecuali tapioka yang dikeringkan dengan kisaran suhu o C. Hal ini juga dapat terjadi karena tingginya suhu yang digunakan sehingga telah terjadi browning pada sampel tepung. Kehalusan Tepung Kehalusan tepung menunjukkan seberapa banyak tepung yang lolos ayakan dengan mesh tertentu. Pada analisis kehalusan tepung yang dilakukan, digunakan ayakan dengan ukuran mesh 50 dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 11.

28 Tabel 11. Hasil analisis kehalusan tepung Metode Pengeringan Kisaran Suhu ( o C ) Kehalusan Tepung (%) Semprot a Semprot b Semprot a Kabinet c Kabinet c Kabinet c Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P> 0.05) Nilai kehalusan tapioka yang diuji ternyata menghasilkan nilai yang bervariasi. Kehalusan tapioka semprot dengan kisaran suhu o C dan tapioka semprot dengan kisaran suhu o C tidak berbeda nyata, begitu pula dengan ketiga sampel yang dibuat melalui proses pengeringan kabinet. Analisis kehalusan tepung menghasilkan nilai bahwa tapioka pengeringan semprot memiliki partikel tepung yang lebih halus dibandingkan tapioka pengeringan kabinet. Tapioka pengeringan kabinet harus melewati proses penggilingan dengan cara diblender setelah tepung kering. Penggilingan yang tidak merata ini dapat menyebabkan kehalusan tepung menjadi menurun sehingga kualitas tepung pengeringan semprot akan lebih baik. Profil Gelatinisasi Pati Analisis profil gelatinisasi pati juga dilakukan pada penelitian ini. Pola gelatinisasi tapioka dipelajari dengan mengukur sifat-sifat amilografi sampel dengan menggunakan alat Rotovisco Analyzer. Parameter yang dilihat dari hasil analisis ini adalah suhu gelatinisasi, viskositas maksimum, viskositas breakdown, dan viskositas akhir yang nantinya akan dikorelasikan terhadap kerenyahan tekstur pilus yang dihasilkan dari sampel tepung tapioka yang ada. Pola gelatinisasi yang berbeda antar masing-masing sampel dapat terjadi karena perbedaan kadar amilosa. Charles et al. (2005) melaporkan bahwa pati yang memiliki kandungan amilosa yang berbeda akan memiliki sifat fungsional yang berbeda, antara lain suhu gelatinisasi dan viskositas. Hasil analisis profil gelatinisasi pati disajikan pada Tabel 12. Sementara itu, grafik pola gelatinisasi pati disajikan pada Gambar 3 (pati hasil pengering semprot) dan Gambar 4 (pati hasil pengering kabinet). 15

29 16 Tabel 12. Sifat amilografi sampel tapioka Metode Pengeringan Kisaran Suhu ( o C ) Suhu Gelatinisasi ( o C) Viskositas Maksimum (BU) Breakdown (BU) Setback (BU) Viskositas setelah pendinginan pada 50 0 C (BU) Semprot , Semprot , Semprot , Semprot , Semprot , Semprot , Kabinet , Kabinet , Kabinet , Kabinet , Kabinet , Kabinet , Keterangan: a= ulangan 1 ; b= ulangan 2 Pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa tapioka yang diperoleh dengan pengeringan semprot pada kisaran suhu o C(b) memiliki suhu gelatinisasi terendah yaitu o C, sedangkan suhu gelatinisasi tertinggi dimiliki oleh tapioka yang diperoleh dengan pengeringan kabinet pada kisaran suhu o C(b) yaitu o C. Suhu gelatinisasi yang lebih rendah menunjukkan bahwa hidrasi atau pengikatan air pada tapioka yang diperoleh dengan pengeringan semprot pada kisaran suhu o C(b) lebih mudah terjadi, sehingga pada suhu yang lebih rendah, granula pati sudah mulai tergelatinisasi. Menurut Winarno (2002), suhu gelatinisasi tapioka berada pada kisaran o C. Perbedaan suhu gelatinisasi antar sampel tapioka dapat terjadi karena perbedaan kadar amilosa. Menurut Charles et al. (2005), suhu gelatinisasi pati dipengaruhi oleh kadar amilosa. Selain suhu gelatinisasi, parameter berikutnya yang dapat dilihat adalah nilai viskositas maksimum. Viskositas maksimum tertinggi dari semua sampel yang ada dimiliki oleh tapioka yang diperoleh dengan pengeringan semprot pada kisaran suhu o C(b) yaitu 8234 BU, sedangkan viskositas maksimum terendah dimiliki oleh tapioka yang diperoleh dengan pengeringan kabinet pada kisaran suhu o C(b) yaitu 3295 BU. Nilai viskositas maksimum yang tertinggi menunjukkan bahwa kemampuan granula pati dalam menghidrasi air lebih besar dibandingkan sampel lainnya.

30 17 Gambar 3. Grafik pola gelatinisasi tapioka pengeringan semprot Gambar 4. Grafik pola gelatinisasi tapioka pengeringan kabinet Stabilitas panas atau breakdown diukur berdasarkan perubahan viskositas dari viskositas maksimum sampai viskositas selama pemanasan pada suhu konstan (95 o C). Nilai breakdown tertinggi dimiliki oleh sampel tapioka yang diperoleh dengan pengeringan semprot pada kisaran suhu o C(b) yaitu 7395 BU, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh tapioka yang diperoleh dengan pengeringan kabinet pada kisaran suhu o C(b) yaitu 2051 BU. Nilai breakdown yang besar selama pemasakan menunjukkan bahwa granula pati yang telah membengkak secara keseluruhan memiliki sifat yang rapuh. Peningkatan

31 18 nilai viskositas breakdown menunjukkan bahwa pati semakin tidak tahan terhadap pemanasan dan pengadukan (Lee et al. 2002). Viskositas balik (setback) merupakan selisih antara viskositas pada akhir pemasakan pada suhu konstan (95 o C) dengan viskositas pada akhir pendinginan (50 o C). Nilai setback ini menunjukkan kecenderungan pati dalam beretrogradasi. Semakin tinggi viskositas setback, maka semakin tinggi pula kemampuan pati dalam beretrogradasi (Li dan Yeh 2001). Berdasarkan Tabel 12, tapioka yang diperoleh dengan pengeringan semprot pada kisaran suhu o C (b) memiliki nilai setback yang tertinggi yaitu 2925 BU. Hal ini menunjukkan bahwa molekul-molekul amilosa dalam tapioka yang diperoleh dengan pengeringan semprot pada kisaran suhu o C (b) memiliki kecenderungan yang besar untuk kembali berikatan satu sama lain saat proses pendinginan (cooling). Analisis Kerenyahan Produk Pilus Pilus yang dibuat dari sampel tapioka yang ada, kemudian diukur tingkat kerenyahannya secara obyektif menggunakan alat Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer. Kerenyahan dinyatakan dengan besarnya gaya pada puncak pertama saat sampel mulai mengalami perubahan bentuk (deformasi), dengan satuan kilogram force (kgf). Berdasarkan hasil analisis, didapatkan gaya (kgf) yang berbeda-beda untuk masing-masing produk pilus. Tabel 13. Data analisis tekstur produk pilus Metode Pengeringan Kisaran Suhu ( o C ) Rata-rata Gaya (kgf) Semprot a Semprot b Semprot b Kabinet c Kabinet c Kabinet b Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P> 0.05) Berdasarkan analisis kerenyahan, dapat dilihat bahwa sampel tapioka semprot dengan kisaran suhu o C memiliki nilai gaya tertinggi yaitu kgf, sedangkan gaya terendah dimiliki oleh sampel tapioka kabinet dengan kisaran suhu o C yaitu kgf. Nilai kerenyahan pilus yang diuji ternyata menunjukkan nilai yang bervariasi. Nilai kerenyahan pilus yang dibuat dari tapioka semprot dengan kisaran suhu o C, o C, dan tapioka kabinet dengan kisaran suhu o C tidak berbeda nyata (P> 0.05), begitu pula dengan pilus yang dibuat dari tapioka kabinet dengan kisaran suhu o C dan o C. Nilai gaya ini menunjukkan bahwa semakin besar nilainya, maka tingkat kerenyahan tekstur akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwa pilus yang dibuat dari tapioka pengeringan semprot dengan kisaran suhu o C memiliki tingkat kerenyahan yang paling rendah, sedangkan pilus dari tapioka pengeringan kabinet dengan kisaran suhu o C memiliki tingkat kerenyahan yang paling tinggi.

32 Namun, jika dilihat berdasarkan hasil dari penelitian pendahuluan, didapat bahwa nilai gaya dari pilus kontrol sebesar kgf. Nilai gaya yang mendekati nilai tersebut adalah produk pilus yang dibuat dari tapioka pengeringan semprot dengan kisaran suhu o C dengan nilai sebesar kgf dan produk pilus yang dibuat dari tapioka pengeringan kabinet dengan kisaran suhu o C dengan nilai sebesar kgf, sehingga dapat disimpulkan bahwa produk pilus yang memiliki kerenyahan tekstur seperti pilus kontrol adalah pilus yang dibuat dari tapioka pengeringan semprot dengan kisaran suhu o C dan pilus yang dibuat dari tapioka pengeringan kabinet dengan kisaran suhu o C. 19 Uji Sensori Uji sensori berupa uji rating dilakukan terhadap 30 panelis tidak terlatih. Dari hasil uji sensori, rata-rata panelis menyatakan pilus tapioka pengering semprot dengan kisaran suhu o C dan pilus pengeringan kabinet dengan kisaran suhu o C memiliki kerenyahan dengan skor 3-5 (agak tidak renyah - agak renyah), sedangkan untuk pilus tapioka pengering semprot dengan kisaran suhu o C dan pilus pengering kabinet dengan kisaran suhu o C, ratarata panelis menyatakan kerenyahannya dengan skor 5-6 (agak renyah - renyah). Tabel 14. Skor nilai tekstur produk pilus Metode Pengeringan Kisaran Suhu ( o C ) Skor Tingkat Kerenyahan Semprot a Semprot b Semprot c Kabinet a Kabinet d Kabinet c Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P> 0.05) Berdasarkan uji lanjut Duncan, dapat disimpulkan bahwa kerenyahan pilus tapioka pengeringan semprot dengan kisaran suhu o C tidak berbeda nyata dengan kerenyahan pilus tapioka pengeringan kabinet kisaran suhu o C, begitu pula dengan kerenyahan pilus tapioka pengeringan semprot kisaran suhu o C yang tidak berbeda nyata dengan kerenyahan pilus tapioka pengeringan kabinet kisaran suhu o C. Skor kerenyahan yang paling baik dimiliki oleh pilus tapioka semprot dengan kisaran suhu o C, semprot o C dan tapioka kabinet o C sehingga dapat disimpullkan bahwa pilus yang dibuat dari tapioka tersebut akan menghasilkan tekstur snack (makanan ringan) yang paling baik secara subyektif. Korelasi kerenyahan pilus secara obyektif dan subyektif Berdasarkan analisis kerenyahan pilus, dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif pada sampel pilus yang dibuat dari pengeringan semprot dengan kisaran suhu o C dan pilus yang dibuat dari pengeringan kabinet dengan kisaran suhu o C secara obyektif dan subyektif. Pada Tabel 13 dan 14, dapat

33 20 dibandingkan antara nilai kekerasan tekstur pilus dengan skor kerenyahan pilus secara sensori. Dari Tabel 13 (Data analisis tekstur produk pilus dengan Texture Analyzer), dapat dilihat bahwa pilus yang dibuat dari pengeringan semprot suhu o C memiliki nilai kekerasan tekstur terendah untuk pengeringan semprot yaitu sebesar kgf, sedangkan pilus yang dibuat dari pengeringan kabinet suhu o C juga memiliki nilai kekerasan tekstur terendah untuk pengeringan kabinet yaitu sebesar 9.02 kgf. Pada Tabel 14 (Skor nilai tekstur produk pilus dengan uji sensori), dapat dilihat bahwa pilus yang memiliki skor kerenyahan tertinggi adalah pilus yang dibuat dari tapioka pengeringan semprot suhu o C dengan skor kerenyahan sebesar 5.33 dan pilus yang dibuat dari tapioka pengeringan kabinet suhu o C dengan skor kerenyahan sebesar 5.03 yang artinya memiliki tingkat kerenyahan cukup renyah. Dari dua analisis ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif pada pilus tapioka pengeringan semprot o C dan pilus tapioka pengeringan kabinet o C secara obyektif dan subyektif sehingga dapat disimpulkan bahwa pilus dengan kerenyahan tertinggi adalah pilus yang dibuat dari tapioka pengeringan semprot dengan kisaran suhu o C dan pengeringan kabinet dengan kisaran suhu o C. Korelasi kerenyahan pilus terhadap pola gelatinisasi pati Kerenyahan pilus juga dapat dikorelasikan dengan pola gelatinisasi pati dari tapioka hasil penelitian yang ada. Gambar 3 merupakan pola gelatinisasi dari tapioka pengeringan semprot. Dari pola tersebut, dapat dilihat bahwa tapioka hasil pengeringan semprot suhu o C memiliki pola gelatinisasi yang landai dengan nilai viskositas maksimum terendah sebesar 3898 BU. Pola yang landai tersebut juga diikuti dengan nilai breakdown dan nilai setback terendah di antara semua sampel pengeringan semprot, yaitu sebesar 2729 BU dan 971 BU. Nilai viskositas maksimum, viskositas breakdown dan viskositas setback yang rendah ini menunjukkan bahwa kemampuan pati dalam menghidrasi air lebih kecil dibandingkan sampel yang lain serta menunjukkan bahwa rasio amilosa-amilopektin yang dimiliki pati tersebut lebih rendah, yang nantinya akan mempengaruhi kerenyahan sampel pilus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Supriyadi (2012), yang mengatakan bahwa snack yang mengandung rasio amilosa-amilopektin yang rendah akan menghasilkan tekstur snack yang renyah. Selain itu, nilai setback yang rendah juga menunjukkan kemampuan pati dalam beretrogradasi yang sangat rendah, sehingga molekul-molekul amilosa dalam tapioka tersebut akan memiliki kecenderungan yang rendah untuk kembali berikatan satu sama lain saat proses pendinginan (cooling). Kemampuan retrogradasi yang rendah ini akan mempengaruhi tekstur pilus yang dihasilkan. Pilus yang dihasilkan akan menjadi lebih renyah dibandingkan sampel pilus dari tepung tapioka yang lain. Hal ini terbukti dari hasil uji tekstur dan sensori yang ada bahwa pilus dari tapioka pengeringan semprot suhu o C memiliki tingkat kerenyahan yang tertinggi dibanding pilus dari tapioka pengeringan semprot lain dengan suhu yang berbeda. Pada Gambar 4, tapioka pengeringan kabinet suhu o C juga menunjukkan pola gelatinisasi yang paling landai dengan nilai viskositas maksimum, viskositas breakdown, dan viskositas setback terendah, yaitu 3295 BU, 2051 BU, dan 1018 BU. Nilai viskositas yang rendah ini menunjukkan bahwa

34 kemampuan pati dalam menghidrasi air lebih kecil dibandingkan sampel yang lain serta menunjukkan bahwa rasio amilosa-amilopektin yang dikandungnya lebih rendah. Rasio amilosa-amilopektin yang rendah ini akan mempengaruhi kerenyahan snack yang dihasilkan menjadi lebih tinggi (Supriyadi 2012). Selain itu, nilai setback yang rendah juga menunjukkan bahwa kemampuan pati dalam beretrogradasi sangat rendah, sehingga molekul-molekul amilosa dalam tapioka tersebut akan memiliki kecenderungan yang rendah untuk kembali berikatan satu sama lain saat proses pendinginan (cooling). Kemampuan retrogradasi yang rendah ini akan mempengaruhi tekstur pilus yang dihasilkan. Pilus yang dihasilkan akan menjadi lebih renyah dibandingkan sampel pilus dari tepung tapioka yang lain. Dari hasil uji tekstur dan sensori dapat dilihat bahwa pilus dari tapioka pengeringan kabinet suhu o C menghasilkan kerenyahan yang tertinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara pola gelatinisasi dan kerenyahan pilus secara obyektif dan subyektif. Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan perlakuan pembuatan tepung tapioka dan produk pilus yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pembuatan tapioka yang paling baik untuk menghasilkan produk pilus yang diharapkan adalah pembuatan tapioka dengan menggunakan pengering semprot pada kisaran suhu o C dan pengering kabinet pada kisaran suhu o C. Hal ini berdasarkan nilai kerenyahan secara obyektif dan subyektif, serta korelasinya terhadap pola gelatinisasi tepung tapioka yang digunakan bahwa pilus yang dihasilkan dari tapioka pengeringan semprot suhu o C dan pengeringan kabinet suhu o C memiliki nilai kerenyahan tertinggi dibandingkan sampel produk pilus yang lain. Selain itu, kerenyahan dari kedua sampel pilus tersebut juga memiliki kerenyahan yang paling mendekati pilus komersial PT Garudafood yang sudah ada. Saran Penelitian ini disarankan untuk dilanjutkan dengan melakukan proses pengendapan yang lebih cepat dan efisien, misalnya dengan proses sentrifugasi. Diperlukan pula penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi kerenyahan tekstur pilus yang dihasilkan, seperti varietas singkong yang dipakai. Selain itu, perlu dilakukan analisis RVA dengan pengulangan sebanyak tiga kali/lebih untuk mendapatkan pola gelatinisasi yang lebih konsisten. 21 Daftar Pustaka Adawiyah DR, Waysima Evaluasi Sensori Produk Pangan. Edisi 1. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist Official Methods ofanalysis. Association of Official Analytical Chemist, Washington DC.

35 22 Charles, A.L., Chang, Y.H, Ko, W.C., Sriroth, K., dan Huang, T.C Influence of amylopectin structure and amylose content on gelling properties of five cultivars of cassava starches. J. Agric. Food Chemistry 53 : [DSN] Dewan Standardisasi Nasional Tepung Tapioka (SNI ). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Direktorat Standardisasi Produk Pangan SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK tentang Kategori Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI. Jakarta. Dunn, T Product Protection and Packaging Materials. Di dalam: Snack Food Processing. CRC Press. New York. Grace MR Cassava Processing. Food and Agriculture Organization of United Nations, Roma. Lee MH, Baek MH, Cha DS, Park HJ, Lim ST Freeze-thaw stabilization of sweet potato starch gel by polysaccharide gums. Food Hydrocol 16: Li, J.Y., dan Yeh, A.I Relationship between thermal, rheologicalcharacteristics, and swelling power for various starches. J. FoodEngineering. 50 : Moorthy SN Tropical sources of starch. Di dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Starch in Food: Structure, Function, and Application. CRC Press, Boca Raton, Florida. Radley JA Starch Production Technology. Applied Science Publishers, London. Supriyadi, D Studi Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin dan Kadar Air Terhadap Kerenyahan dan Kekerasan Model Produk Gorengan. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G Kimia Pangan. PT Gramedia, Jakarta..

36 LAMPIRAN 23

37 24 Lampiran 1.Hasil rendemen sampel tepung tapioka Sampel Ulangan Berat awal (kg) Berat kering (kg) Rendemen (%) Rata-rata (%) Semprot ,40 0,94 14,69 2 6,67 0,98 14,69 14,69 Semprot ,40 0,94 14,69 2 6,54 0,96 14,68 14,68 Semprot ,28 0,92 14,65 2 6,55 0,96 14,66 14,65 Kabinet ,04 0,96 15,89 2 6,05 0,96 15,87 15,88 Kabinet ,18 1,04 16,83 2 6,30 1,06 16,83 16,83 Kabinet ,32 1,06 16,77 2 6,20 1,04 16,77 16,77 Lampiran 2.Hasil analisis kadar air metode oven sampel tepung tapioka Sampel Semprot (1) Semprot (2) Semprot (1) Semprot (2) Semprot (1) Semprot (2) Kabinet (1) Kabinet (2) Kabinet (1) Kabinet (2) Kabinet (1) Kabinet (2) Kadar Air g/100g Rata-rata SD RSDa RSDh Replikasi Basis Basis Kering Basis Kering Basis Kering Basis Kering (%) (%) (%) Kering (%) (%) 1 9,36 9, ,35 1 9,20 9, ,23 1 8,23 8, ,26 1 8,65 8, ,68 1 6,71 6, ,69 1 6,97 6, , ,22 10, , ,29 10, ,32 1 9,19 9, ,18 1 9,13 9, ,12 1 8,79 8, ,78 1 8,78 8, ,79

38 25 Lampiran 3.Hasil analisis derajat putih sampel tepung tapioka Sampel Replikasi Nilai Derajat Putih Sampel % Derajat putih Rata-rata derajat putih (%) Semprot (1) 1 99,4 89, ,4 89,71 89,71 Semprot (2) 1 99,0 89, ,1 89,44 89,40 Semprot (1) 1 98,8 89, ,9 89,26 89,21 Semprot (2) 1 98,9 89, ,9 89,26 89,26 Semprot (1) 1 97,2 87, ,1 87,64 87,68 Semprot (2) 1 97,3 87, ,3 87,82 87,82 Kabinet (1) 1 106,4 96, ,4 96,03 96,03 Kabinet (2) 1 106,3 95, ,4 96,03 95,98 Kabinet (1) 1 105,0 94, ,1 94,86 94,81 Kabinet (2) 1 105,2 94, ,1 94,86 94,90 Kabinet (1) 1 102,6 92, ,7 92,69 92,64 Kabinet (2) 1 102,9 92, ,9 92,87 92,87 Lampiran 4. Hasil analisis kehalusan tepung sampel tepung tapioka Sampel Replikasi W sampel (g) Semprot (1) Semprot (2) Semprot (1) Semprot (2) Semprot (1) Semprot (2) Kabinet (1) Kabinet (2) Kabinet (1) Kabinet (2) Kabinet (1) Kabinet (2) W tidak lolos ayakan (g) W lolos ayakan (g) % Kehalusan tepung (%) 1 100,06 5,21 94,85 94, ,10 5,17 94,84 94, ,04 5,15 94,89 94, ,05 5,19 94,86 94, ,65 4,23 96,42 95, ,21 5,52 96,69 96, ,10 4,25 95,85 95, ,11 4,17 95,94 95, ,69 5,14 95,55 94, ,72 5,11 95,61 94, ,73 5,18 95,55 94, ,68 5,13 95,55 94, ,80 10,22 90,58 89, ,94 10,24 90,70 89, ,73 10,22 90,51 89, ,75 10,25 90,50 89, ,89 10,31 90,58 89, ,72 10,41 90,31 89, ,82 10,29 90,53 89, ,80 10,32 90,48 89, ,69 10,17 90,52 89, ,58 10,26 90,32 89, ,74 10,19 90,55 89, ,73 10,23 90,50 89,84

39 26 Lampiran 5. Hasil analisis sensori uji rating produk pilus Panelis Kode Sampel Lampiran 5a. Hasil Analisis Ragam dan Uji Duncan analisis sensori

40 27 Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam dan uji Duncan rendemen Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam dan uji Duncan analisis kadar air

41 28 Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam dan uji Duncan analisis derajat putih Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam dan uji Duncan analisis kehalusan tepung

42 29 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 September 1991 sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara pasangan Alm. Titut Soediarno dan Tuti Haryati. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1997 di SD Kartika XI-1 Cijantung Jakarta Timur hingga tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 102 Jakarta hingga tahun 2006, dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 14 Jakarta hingga tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UTM. Selama masa kuliah, penulis aktif menjadi anggota Himpunan Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan ikut serta dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (BAUR 2011). Selain itu, penulis juga pernah ikut serta dalam kepanitiaan Kajian Pangan Halal (KAPAL 2012) yang diadakan oleh Forum Bina Islami BEM Fateta. Penulis juga sering mengikuti berbagai seminar lokal maupun nasional. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan kegiatan magang di PT Garudafood Putra Putri Jaya. Penulis mengambil penelitian dengan judul Pembuatan Tapioka dengan Pengering Semprot dan Pengering Kabinet serta Aplikasinya pada Produk Pilus di PT Garudafood Putra-Putri Jaya dibawah bimbingan Bapak Yadi Haryadi sebagai dosen pembimbing dan Ibu Wati sebagai pembimbing lapang yang membantu pengerjaan tugas akhir ini dari awal hingga akhir.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TAPIOKA 1. Sifat Kimia dan Fungsional Tepung Tapioka a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang sangat penting dalam penyimpanan tepung. Kadar air sampel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan Oktober 2012. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian antara lain Pilot

Lebih terperinci

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG III. KEGIATAN MAGANG A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang dilaksanakan di sebuah perusahaan snack di wilayah Jabotabek selama empat bulan. Kegiatan magang ini dimulai pada tanggal 10 Maret sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah kaleng (simulasi tumbler), Digital Sieve Shaker Retch AS 200 (simulasi siever), saringan 20 mesh; 50 mesh; 100 mesh; 140 mesh;

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Oleh : Marinda Sari 1, Warji 2, Dwi Dian Novita 3, Tamrin 4

Oleh : Marinda Sari 1, Warji 2, Dwi Dian Novita 3, Tamrin 4 Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 1: 43-48 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK TEPUNG ONGGOK PADA TIGA METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA [CHARACTERIZING OF ONGGOK FLOUR USING THREE DIFFERENT DRYING METHODS]

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA AGROINTEK Volume 9, No. 2 Agustus 2015 127 ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA ARNIDA MUSTAFA Politeknik Pertanian Negeri Pangkep Korespondensi : Jl. Poros Makassar-Parepare

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di Laboratorium Daya dan Alat, Mesin Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat 18 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2010 di Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Rekayasa Proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016. 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 28 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KERENYAHAN PILUS DARI DUA TEPUNG TAPIOKA MUTIARA PRIMANIYARTA

KARAKTERISTIK KERENYAHAN PILUS DARI DUA TEPUNG TAPIOKA MUTIARA PRIMANIYARTA KARAKTERISTIK KERENYAHAN PILUS DARI DUA TEPUNG TAPIOKA MUTIARA PRIMANIYARTA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN. 1. Penelitian Tahap I

A. WAKTU DAN TEMPAT B. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN. 1. Penelitian Tahap I III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Proses Pengolahan Pangan Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang Lokal 1 dan Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment Rendemen_Kelolosan N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 6 91.03550

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN 1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. 22 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. Penelitian kadar air, aktivitas air (a w ), dan pengujian mutu hedonik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Waktu penelitian yakni pada bulan Desember

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan Laboratorium Limbah Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah penelitan eksperimental. Tempat penelitian adalah Laboratorium Kimia Universitas Katolik Soegijapranoto Semarang dan Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

Gambar 19. Variasi suhu input udara

Gambar 19. Variasi suhu input udara VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Proses Pengamatan proses dilakukan pada empat parameter proses, yaitu sifat psikrometri udara, kecepatan udara, kecepatan pemasukan pati basah, dan sifat dehidrasi pati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian pembuatan berondong beras dan berondong ketan dilakukan di Industri Rumah Tangga Berondong Beras, Sumedang. Penelitian selanjutnya, yaitu pembuatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

Pati ubi kayu (tapioka)

Pati ubi kayu (tapioka) Pengaruh Heat Moisture Treatment (HMT) Pada Karakteristik Fisikokimia Tapioka Lima Varietas Ubi Kayu Berasal dari Daerah Lampung Elvira Syamsir, Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar varietas Ceret, air, gula halus, margarin, tepung komposit (tepung jagung dan tepung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III. III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

Gambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis

Gambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis Penelitian ini menggunakan bahan baku dari tepung kulit buah manggis. Pertama-tama buah manggis yang digunakan dicuci terlebih dahulu. Proses

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan muffin adalah tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung jagung, margarin, air, garam, telur, gula halus, dan baking

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut karena terjadi peningkatan jumlah industri makanan dan nonmakanan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT, III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT, Gantiwarno, Pekalongan, Lampung Timur, dan Laboratorium Politeknik Negeri

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG Devy Nur Afiah 123020120 Pembimbing Utama :Dr. Tantan Widiantara,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar Cilembu dan ubi jalar ungu Ayamurasaki. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah akuades, K

Lebih terperinci

III BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN. dan penelitian utama dengan rancangan perlakuan konsentrasi koji Bacillus

III BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN. dan penelitian utama dengan rancangan perlakuan konsentrasi koji Bacillus 33 III BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN Bahan dan alat yang digunakan yaitu untuk proses pembuatan tepung, biskuit dan untuk analisis kimia. Metode penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan pektin kulit jeruk, pembuatan sherbet

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam proses ekstrusi dan pre-conditioning adalah gritz jagung, tepung gandum, tepung beras, minyak dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

Production. Factory I. Operator Proses. Operator Shovel. Truck Driver. Cleaner. Packer. Petugas Gudang

Production. Factory I. Operator Proses. Operator Shovel. Truck Driver. Cleaner. Packer. Petugas Gudang Lampiran 1. Struktur Perusahaan PT. Umas Jaya Agrotama Factory 1 Production QA & Mgt. Repr : For ISO 9001 Factory I QC Production QC In Plant QC Lab/Analist Kepala Raw Material Petugas Timbangan Raw Kepala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong,

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot. Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot. Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. III. METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci