BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Dalam bab ini membahas tentang berbagai teori yang berkaitan dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH), Inkontinensia Urin dan Kegel Exercise. 1. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) a. Definisi Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu : 1) Istilah Hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hyperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah (Anonim, FK UI 1995). 2) Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (Secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilyn, 2000). 3) Hipertropi prostat merupakan suatu penyakit yang sering ditemukan pada pria yang berusia lebih tua dari 50 tahun. Dimana istilah hipertropi prostat kurang tepat karena yang terjadi sebenarnya hyperplasia kelenjar periuretral (Mansjoer dkk, 2007). 4) Hipertropi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut mulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa (Shylvia dkk, 2006). b. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran ratarata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis

2 11 terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abuabu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari kapsul anatomis yaitu jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: a) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya. b) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagaiadenomatus zone. c) Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid (Anderson, 1999). 2. Fisiologi Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.

3 12 Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan. c. Etiologi Penyebab Benigna Prostat Hiperplasi( BPH ) sampai saat ini belum diketahui, namun terdapat factor resiko umur dan hormone androgen (Anonim, FK UI,1995). Benign prostat hyprplasia adalah pembesaran jaringan kelenjar prostat yang bersifat jinak, walaupun tidak diketahui secara pasti penyebabnya sebab tidak bersifat universal terjadi pada usi alanjut. Namun demikian diperkirakan bahwa peningkatan jumlah sel prostat sebgai hasil dari adanya perubahan endokrin yang berhubungan dengan proses penuaan, terjadi akumulasi dihydroxytestosteron (hormon endrogen utama dalam kelenjar prostat), stimulasi estrogen, dan aktivitas hormon pertumbuhan lokal lainnya dianggap berperan dalam terjadinya benigna prostatik hyperplasia (Parakrama chandrasanom. Ringkasan Patologi Anatomi, Edisi ). d. Patofisiologi Pembesara prostat menyebabkan penyempitan lumenuretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urin, bulibuli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic

4 13 buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikal buli-buli.perubahan struktur pada bulibuli tersebut, oleh pasien disarankan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatium (Purnomo, 2011). Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urunarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian destrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat destrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat destrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula, bila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut destrusor akan menjadi lelah akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Mansjoer, 2000). e. Manifetasi Klinis 1) Gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi : a) Gejala Iritatif,sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi (nukturia), perasaan ingin miksi yang sangatmendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria). b) Gejala Obstrukstif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, apabila akan miksi harus menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-putus, dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow (Anonim,FK UI,1995). 2) Peningkatan frekuensi berkemih, noktusia, dorongan untuk berkemih anyang-anyangen abdomen tegang volume urine menurun harus mengejan saat berkemih, aliran urin tidak lancar, dribbling ( urin terus menerus setelah berkemih, retensi urin akut,

5 14 kekambuhan infeksial kemih). Ozotemia (akumulasi sampah nitrogen), gagal ginjal dan retensi urin kronis, volume residu semakin besar. Gejala generalisasi termasuk kelelahan, anoreksia, mual muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik (Price,2001). f. Penatalaksanaan Tujuan penanganan medik yaitu memperbaiki aliran urin dari kandung kemih, mengurangi/menghilangkan gejala-gejala dan mencegah atau menangani komplikasi akibat Benigna prostatic Hyperplasia (BPH). Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah: 1. Memperbaiki keluhan miksi 2. Meningkatkan kualitas hidup 3. Menguilangi obstruksi intravesika 4. Mengembalikan fungsi ginjal 5. Mengurangi volume residu urin setelah miksi 6. Mencegah progresifitas penyakit Tujuan terapi ini dapat dicapai dengan cara medikmentosa, pembedahan dan tindakan invasif minimal endourologi serta watcfull waiting. 1) Terapi Medikmentosa Tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH (Baradero dkk, 2007) adalah : a) Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelakasasi untuk mengurangi tekanan pada uretra. b) Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergic) c) Mengurangi volume prostat dengan menentukan kadar hormone tertosterone/dehidrotestetoteron (DHT) Menurut Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergik alfa, penghambat enzim 5 alfa reduktase, dan fitofarmaka.

6 15 a. Penghambat adrenergic alfa Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terzosin, afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alfa 1 adrenergik karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptorreseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah pasien mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing dan sumbatan dihidung. b. Penghambat enzim 5 alfa reduktase Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar kan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini menunjukan perbaikan sedikit atau 28% dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi. c. Fitofarmaka/fitoterapi Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw

7 16 palmetto, serenoa, repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan dapat memperkecil volume prostat. 2) Terapi Bedah Dengan indikasi dilakukan pembedahan : 1. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml). 2. Klien dengan residual urin yaitu urin masih tersisa dikandung kemih setelah klien buang air kecil >100 ml. 3. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan system perkemihan seperti retensi urin atau oliguria. 4. Terapi medikamentosa tidak berhasil. 5. Flowcytometri menunjukan pola obstruktif. Pembedahan dilakukan dengan: 1. Pembedahan Terbuka Prostatektomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesika atau trensperineal dan retropubik intravesikal (Smeltzer dan Bare 2002). a. Prostatectomy suprapubik Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat dari luar kedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak disbandingkan dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi setelah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor. b. Prostatectomy perinial Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Tekhnik ini lebih praktis dan sangat berguna untuk biopsy terbuka. Pada periode paska

8 17 operasi luka bedag mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekatdengan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia urin, impotensi dan cedera rectal. c. Prostatectomy retropubik Adalah tindakan yang dapat dilakukann, dengan cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Tekhnik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik. 2. Reseksi Prostat Transurethra Reseksi transurethral prostat (TUR atau TURP) adalah prosedur pembedahan melalui endoskopi. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan instrument bedah dan optical secara langsung urethra ke dalam prostat, kemudian secara langsung kelenjar prostat dapat dilihat. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil melalui loop pemotong listrik. Prosedur ini tidak memerlukan insisi dan digunakan untuk kelenjar dengan ukuran yang beragam. Ideal bagi pasien yang mempunyai kelenjar kecil akan sangat dipertimbangkan jika mempunyai resiko bedah buruk. Pendekatan ini dipersingkat lama hari rawat (Smeltzer & Bare, 2002) 3. Insisi Prostrat Transuretra Insisi prostat transuretra (TUIP) adalah prosedur dengan memasukan instrument melalui uretra. Insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi kontriksi uretra. TUIP diindikasikan pada kelenjar prostat yang berukuran 30 gram (Raharjo, 1999).

9 18 g. Indikasi Pembedahan Indikasi Prostatectomy adalah sebagai berikut : 1) Bagian atas saluran kemih mengaami dilatasi (hydrouretra, Hydrneprosis) dan adanya gangguan fungsi ginjal. 2) Nyeri yang hebat. 3) Total urinarti obstruction. 4) Pengobatan yang diberikan kurang berespon. 5) Adanya batu kandung kemih, sebagai bukti adanya obstruksi yang lama sehubungan dengan benign prostatic hyperplasia. 6) Obstruksi yang lama dengan adanya hydroureter dan hydroneprhosis yang menggangu fungsi ginjal. 7) Hematuria yang lama dan hebat. 8) Menurunnya kualitas hidup sebagai akibat benign protatic hyperplasia. 9) Adanya infeksi saluran kemih yang berulang ulang. 10) Retensi urinari yang kronik. h. Komplikasi Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah: 1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal. 2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi. 3. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu. 4. Hematuria. 5. Disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam

10 19 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner & Suddarth, 2001). Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi yaitu: 1. Hemoragi dan syok. 2. Pembentukan bekuan / trobosis. 3. Obstruksi kateter 4. Disfungsi seksual (Smeltzer & Bare, 2001) 2. Inkontinensia Urin a. Definisi Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah higienis dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai pada orang usia lanjut dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti dekubitus, jatuh, depresi, dan isolasi dari lingkungan sosial. Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten.inkontinensia urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang mendasari diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, obat obatan dan masalah psikologik. Inkontinensia urin yang persisten biasanya dapat pula dikurangi dengan berbagai modalitas terapi (Martin dan Frey, 2005). b. Anatomi Saluran Kemih 1. Kandung Kemih Kandung kemih terdiri dari dua bagian yaitu fundus dan leher kandung kemih yang juga disebut uretra posterior. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh epitel trabsisional yang mengandung ujung-ujung saraf sensoris. Dibawahnya terdapat lapisan submukosa yang sebagian tersusun dari jaringan ikat dan jaringan elastin. Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor, membentuk lapisan di luar submukosa terdiri dari tiga lapisan otot longtudional di lapisan luar dan dalam serta otot sirkuler dibagian tengahnya. Otot detrusor

11 20 meluas ke uretra membentuk dinding uretra. Pada lapisan ini ototnya banyak mengandung jaringan elastin (Junizaf, 2002). 2. Uretra Uretra merupakan tabung muskularis yang kompleks yang memanjang dari batas bawah dasar kandung kemih. Panjang uretra berkisar antara 3-4 cm untuk perempuan dan laki-laki lebih panjang, dengan dinding yang terdiri dari beberapa lapisan.pada lapisan paling luar adalah otot lurik sirkuler, spinkter lurik, atau rhabdosphincter. Otot lurik ini melingkari selapis otot polos sirkuler yang juga melingkari otot-otot polos longitudional. Diantara otot polos dan mukosa terdapat submukosa yang sangat kaya suplai vaskuler (Syukur, 2010). 3. Fisiologi Perkemihan Saluran kemih bawah terdiri dari kandung kemih dan uretra yang merupakan satu kesatuan fungsional yaitu penyimpanan dan pengeluaran selama siklus berkemih. Pada saat fase penyimpanan, uretra bertindak sebagai penutup dan kandung kemih sebagai penampung pada saat pengeluaran, uretra bertindak sebagai dan kandung kemih sebagai pompa. Untuk menjaga inkontinensia urin, tekanan penutupan uretra harus melebihi tekanan di dalam kandung kemih baik istirahat maupun kondisi stress. Faktor yang terpenting dalam mekanisme ini adalah control detrusor, struktur anatomi yang utuh, dan posisi bladder neck yang normal(yuliana, 2011). c. Etiologi Inkontinensia Urin Secara umum penyebab inkontinensia urin adalah kelainan urologis, neurologis, atau fungisonal. Kelainan urologis pada inkontinensia urin dapat disebabkan karena adanya batu, tumor, atau radang. Kelainan neurologis seperti kerusakan pada pusat miksi di pons, antara pons dan sacral medulla spinalis, serta radiks S2-S4 akan menimbulkan gangguan dari fungsi kandung kemih dan hilangnya stabilitas kandung kemih, seperti pada pasien stroke, Parkinson, pasien dengan trauma medulla

12 21 spinalis, maupun pasien paska operasi. Kelainan fungsional disebabkan oleh karana hambatan mobilitas pada pasien (Hendradan Moeloek, 2002; Japardi, 2002; Setiati dan Pramanta, 2007). d. Klasifikasi Inkontinensia Urin Menurut Resnick N M dan Yalla S V (1998); Tannenbaum C, Perrin L, Debeau C, Kuchel G A (2001) ; Steers W D, Zom B H, (1997); Berek J S, (1996), Inkontinensia urin terbagi menjadi 2, yaitu : Transient Incontinence and True Inkontinence. 1. Transient Incontinence Inkontinensia transien sering terjadi pada usia lanjut. Jenis inkontinensia mencakup sepertiga kejadian inkontinensia pada masyarakat dan lebih dari setengah pasien inkontinensia yang menjalani rawat inap (Hersog dan Fults, 1990). Penyebab sering disingkat menjadi DIAPPERS. Diadaptasi dari After Du Beau,Resnick,N.M; Evaluation of the causes and severity of geriatric incontinence. Urol Clin Nort Am 1991;18(2): didapatkan bahwa DIAPPERS merupakan kepanjangan dari Delirium/confusional state,infection-urinary (symptomatic), Atrophic urethritis/vaginitis, Pharmaceutical, Psychological, Excessive urine output (cardiac,dm), Restriced mobility, dan Stool impaction. a) Delirium Pada kondisi berkurangnya kesadaran baik karena pengaruh obat, operasi ataupun penyakit bersifat akut, kejadian inkontinensia akan dapat dihilangkan dengan mengidentifikasi dan menterapi penyebab delirium. Pasien lebih memerlukan manajemen medis dalam mengatasinya dibandingkan dengan manajemen kandung kemih (Resnick, 1988). b) Infeksi Tractus Urinarius (Infection-Urinary) Infeksi traktus urinarius yang simptomatik seperti cystitis dan urethritis dapat menyebabkan iritasi kandung kemih sehingga

13 22 timbul frekuensi disuria dan urgensi yang mengakibatkan seorang usia lanjut tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih. Bakteriuria tanpa disertai piuria (infeksi asimtomatik) yang banyak terjadi pada usia lanjut, tidak selalu mengindikasikan adanya infeksi dan bias saja bukan etiologi inkontinensia, tetapi banyak dokter yang akan menterapi ini dengan antibiotika walaupun hal tersebut tidak didukung oleh bukti penelitian (Boscia et al. 1986: Resnick, 1988). c) Atrophic Vaginitis (Atrophic Uretritis) Jaringan yang teriritasi, tipis dan mudah rusak dapat menyebabkan timbulnya gejala rasa terbakar di uretra, disuria, infeksi traktus urinarius berulang, dispareunia, urgensi, stress atau urge incontinence. Gejalanya sangat responsif terhadap terapi estrogen dosis rendah, yang diberikan baik oral (0,3 0,6 mg conjugated estrogen/hari) atau topikal. Gejala akan berkurang dalam beberapa hari hingga 6 minggu, walaupun respon biokimia intraseluler memakan waktu lebih panjang (Semmens,et al. 1985). d) Obat-obatan (Pharmaceutical) Obat-obatan sering dihubungkan dengan inkontinensia pada usia lanjut. Obat-obatan seperti diuretik akan meningkatkan pembebanan urin di kandung kemih sehingga bila seseorang tidak dapat menemukan toilet pada waktunya akan timbul urgeincontinence. Agen antikolinergik dan sedatif dapat menyebabkan timbulnya atonia sehingga timbul retensi urin kronis dan overflow incontinence. Sedatif, seperti benzodiazepin juga dapat berakumulasi dan menyebabkan confusion dan inkontinensia sekunder, terutama pada usila.alkohol, mempunyai efek serupa dengan benzodiazepines, mengganggu mobilitas dan menimbulkan diuresis. Calcium-channel blockers untuk hipertensi dapat

14 23 menyebabkan berkurangnya tonus sfingter uretra eksternal dan gangguan kontraktilitas otot polos kandung kemih sehingga menstimulasi timbulnya stress incontinence. Obat ini juga dapat menyebabkan edema perifer, yang menimbulkan nokturia. Agen alpha-adrenergik yang sering ditemukan di obat influenza, akan meningkatkan tahanan outlet dan menyebabkan kesulitan berkemih; sebaliknya obat-obatan ini sering bermanfaat dalam mengobati beberapa kasus stress incontinence. Alpha blockers, yang sering dipergunakan untuk terapi hipertensi dapat menurunkan kemampuan penutupan uretra dan menyebabkan stress incontinence. e) Psikologis (Psychological) Proses psikologis yang menyebabkan timbulnya inkontinensia belum pernah diteliti, tetapi hal ini jarang terjadi pada orang usila dibandingkan dengan yang muda. Depresi dan kecemasan dapat menyebabkan pasien mengalami kebocoran urin. Mekanisme ini biasanya merupakan kombinasi dari bladder overactivity dan relaksasi sfingter uretra yang tidak tepat. Intervensi awal ditujukan pada gangguan psikologinya. Setelah gangguan tersebut diatasi tetapi masih terdapat inkontinensia maka harus dilakukan evaluasi lebih lanjut. f) Output Urin yang Berlebihan (Excessive urine output) Output urin yang berlebihan bisa disebabkan oleh karena intake cairan yang banyak, minuman berkafein, dan masalah endokrin.dibetes Melitus melalui efek diuresis osmotiknya dapat menyebabkan suatu kondisi overactive bladder. Diabetes insipidus juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi urin hingga 10 liter per hari pada kandung kemih sehingga menimbulkan overflow incontinence. Kondisi hipertiroid dapat menginduksi kandung kemih menjadi overactive, sehingga menimbulkan kondisi urge incontinence.

15 24 Disamping itu, kondisi hipotiroidism dapat menyebabkan kandung kemih hipotoni dan menimbulkan overflow incontinence. g) Mobilitas yang terbatas (Restricted mobility) Umumnya hal ini yang sering menimbulkan inkontinensia pada usia lanjut. Keterbatasan mobilitas ini dapat disebabkan karena kondisi nyeri arthritis, deformitas panggul, deconditioning fisik, stenosis spinal, gagal jantung, penglihatan yang buruk, hipotensi postural atau post prandial, claudication, perasaan takut jatuh, stroke, masalah kaki atau ketidakseimbangan karena obat-obatan. Pemeriksaan yang cermat sering mendapatkan bahwa hal ini sebenarnya merupakan penyebab yang dapat dikoreksi. Jika tidak dapat dilakukan koreksi, maka pola miksi di samping atau di tempat tidur dapat mengatasi masalah ini. h) Impaksi feses (Stool impaction) Diimplikasikan sebagai penyebab inkontinensia urin hampir lebih dari 10 % pasien yang dirujuk ke klinik inkontinensia (Resnick, 1988). Impaksi feses akan mengubah posisi kandumg kemih dan menekan syaraf yang mensuplai uretra serta kandung kemih, sehingga akan dapat menimbulkan kondisi retensi urine dan overflow incontinence. 2. True incontinence/established Incontinence True Incontinence merupakan inkontinensia urin yang bersifat menetap dan dapat diklasifikasikan berdasarkan gejalanya menjadi : a) Inkontinensia urin Tipe Urgensi Tipe ini ditandai dengan pengeluaran urin diluar pengaturan berkemih yang normal. Biasanya dalam jumlah yang banyak, karena ketidakmampuan menunda berkemih setelah ssensasi penuhnya kandung kemih, terdapat gangguan pengaturan

16 25 rangsang dan otot-otot detrusor kandung kemih. Istilah lain dari inkontinensia tipe ini adalah over aktivitas detrusor. Gejala klinis timbul adalah keinginan berkemih yang mendadak dan terburu-buru. b) Inkontinensia Tipe Stres Keluarnya urin diluar pengturan berkemih, biasanya dalam jumlah sedikit, akibat peningkatan tekanan intra abdominal seperti saat bersin, tertawa, atau beerolahraga, jarang terdapat pada pria dan biasanya tidak mengeluhkan adanya nokturia. c) Inkontinensia Tipe Luapan Tipe ini ditandai dengan keluarnya urin dalam jumlah sedikit, sering berkemih dan nokturia.tipe ini banyak dijumpai pada pria. Penyebab umum dari inkontinensia urin tipe ini antara lain sumbatan akibat kelenjar prostat yang membesar dan penyempitan jalan keluar urin. d) Inkontinensia Tipe Fungsional Kebocoran urin secara dini akibat ketidakmampuan subjek mencapai toiler pada waktunya karena gangguan fisik, kognitif atau hambatan situasi dan lingkungan. Misalnya pada orang dengan kursi roda, menderita Alzheimer, atau arthritis membutuhkan cukup banyak waktu untuk mencapai toilet. Namun inkontinensia tipe ini sebenarnya memiliki saluran kemih yang normal. e) Inkontinensia Tipe Campuran Tipe-tipe inkontinensia dapat terjadi bersamaan. Apabila terjadi secara bersamaan maka kondisi ini sering disebut inkontinensia urin kompleks/campuran (Hendra dan Moeloek, 2002; Merkel, 2002 ; moore, 2003;Resnick and Yalla, 1998; Shimp and Peggs, 2000).

17 26 e. Diagnosis Inkontinensia Urin Menurut Setiati dan Pramantara (2007), diagnosis inkontinensia urin bertujuan untuk : 1. Menentukan kemungkinan inkontinensia urin tersebut reversible. 2. Menentukan kondisi yang memerlukan uji dagnostik khusus. 3. Menentukan jenis penanganan operatif, obat dan perilaku. Tahapan diagnostik inkontinensia urin meliputi (Martin dan Frey, 2005) : 1. Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang seksama. Halhal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain pola berkemih (voiding), frekuensi dan volume urin, riwayat medis. 2. Pemeriksaan fisik meliputi perkembangan psikomotor, inspeksi daerah genital dan punggung. 3. Pemeriksaan penunjang baik laboratorium maupun pencitraan, urinanalisis, dan pemeriksaan kimia darah. f. Pengaruh Inkontinensia Urin Menurut innerkofler et al, (2008), inkontinensia urin memiliki efek negative terhaadap gaya hidup pasien dan aspek emosional, social, fisik, dan spiritual. Penderita inkontinensia urin juga mengalami kecemasan yang meningkat ketika menghadapi masalah apakah mereka akan mencapai toilet tepat waktu. Hal ini yang membuat pasien menjauhkan diri dari senagian aktivitas social, seperti berkunjung, olah raga, berbelanja, atau bekerja. Selanjutnya ditemukan pula bahwa ketidakmampuan mengendalikan urin menimbulkan suatu keputusasaan, perasaan rendah diri, kurang percaya diri dan menjadi penyendiri dengan segala masalahnya seperti perasaan malu dan kehilangan semangat hidup.

18 27 3. Kegel Exercise a. Definisi Kegel Exercise Kegel Exercise diperkenalkan oleh Dr. Arnold Kegel, seorang Gynocologist,1945. Latihan ini merupakan rangkaian gerakan yang berfungsi untuk mengkontraksi otot PC (pubokoksigeus) berkali-kali dengan tujuan meningkatkan dan kontraksi otot. Sedangkan untuk pria ternyata untuk pria dikembangkan sejak 1978 oleh zilberber. Namun prinsip utamanya tetap latihan penguatan otot panggul termasuk penis serta menambah kemampuan sex (Suryo, 2010). Kegel Exercise diartikan sebagai penguatan otot Pubococsigeus secara sadar dengan melakukan gerakan kontraksi berulang-ulang untuk menurunkan incointinence (Memorial Hospital, 2009). Kegel Exercise melibatkan kontraksi dan relaksasi secara sadar otot dasar pelvic, menguatkan otot-otot dasar pelvic yang menyokong urethra, kandung kemih, uterus dan rectum (Wallace & Frahm, 2009). Fungsi otot dasar pelvic antara lain : sebagai (1)fungsi suportif, (2) fungsi sfingter, (3) fungsi seksual. b. Tujuan Kegel Exercise Pasien pasca prostatectomy mengalami kelemahan sebagian besar organ pelvic di urethra khususnya sekitar urethtra sfingter eksterna. Latihan otot dasar pelvic atau Kegel s exercise yang dilakukan dengan benar dapat menguatkan otot tersebut, meningkatkan resistensi urethtra, dan disertai dengan penggunaan otot secara sadar oleh pasien untuk mencegah dribbling pasca prostatectomy (Baum, 2003). Membantu mereka yang mengalami kesulitan mengendalikan buang air kecil (urinary incontinence) pada periode akhir kehamilan dan setelah melahirkan ataupun masalah incontinensia selain ibu hamil dan melahirkan (Chopra, 2006). Selain itu juga untuk mengatasi urgo incontinence / inkontinensia urgensi (keinginan berkemih yang sangat kuat sehingga tidak dapat mencapai toilet tepat pada waktunya).

19 28 c. Indikasi Kegel Execise Indikasi kegel exercise : 1. Klien yang dilakukan pemasangan kateter cukup lama. 2. Klien yang akan di lakukan pelepasan dower kateter. 3. Klien yang mengalami inkontensia retentio urinea 4. Klien post operasi. Kekuatan otot dasar pelvic dapat melemah,hal ini dapat disebabkan oleh beberapa operasi yang dijalankan pasien khususnya operasi prostat dengan besar kelenjar >100 gr. Selain itu akibat ketegangan berkelanjutan ketika seseorang melakukan defekasi karena konstipasi, batuk kronik pada perokok, bronchitis kronik atau asma (RAP-Osan, 2009). d. Teknik Ketepatan latihan Kegel Exercise adalah menggunakan latihan otot yang tepat. Pasien dapat melatih otot dasar pelvic yang tepat yaitu dengan mempraktekkan teknik dasar latihan Kegel Exercise seperti menghentikan laju urin ketika miksi berlangsung. Teknik ini menggunakan peran serta terapis, yaitu terapis memasukan salah satu ujung jari kedalam anus pasien. Pasien dianjurkan untuk menekan rectum dalam-dalam sehingga rectum terasa tertarik kedalam atau pasien membayangkan dirinya sedang menahan buang air besar. Ujung jari terapis akan terasa terikat oleh sfingter ani, hal ini menandakan psien berhasil mendapatkan latihan dasar penguatan otot dasar pelvic dianjurkan otot paha, otot abdomen dan otot gluteus tidak ikut berkontraksi (Memorial Hospital, 2009). Hoeman (2002) menjelaskan dalam melakukan latihan Kegel Exercise dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,diantaranya pasien dapat membayangkan dirinya ketika ingin melakukan buang gas tetapi malu untuk melakukannya. Pasien dianjurkan untuk menahannya sejenak, sehingga tidak sadar pasien sudah menggunakan otot dasar pelvic. e. Procedure Kegel Exercise Teknik penyempurnaan dalam Kegel Exercise adalah (1) pastikan otot yang digunakan pasien sudah benar, (2) kosongkan kandung kemih atau

20 29 latihan ini dilakukan setelah pasien melakukan urinisasi, (3) posisikan tubuh duduk/berdiri, (4) lakukan latihan Kegel Exercise, (5) dalam melakukan latihan usahakan pasien melakukan latihan interval setiap 5 detik, dengan 4 sampai 5 latihan, (6) tahan untuk setiap latihan 10 detik, (7) lakukan istirahat sejenak selam 10 detik antara latihan 1 dan 2 dan begitu selanjutnya. Khusus pada pasien operasi prostatectomy dianjurkan melakukan Kegel Exercise dengan kontraksi minimal otot dasar pelvic (Memorial Hospital, 2009). Standart operasional procedure (SOP) senam Kegel Exercise : 1. Melakukan cuci tangan 2. Mengucapkan salam 3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien 4. Menciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai ruangan 5. Mengatur posisi pasien yang nyaman (posisi duduk atau berbaring) 6. Memakai sarung tangan 7. Anjurkan pasien mengontraksikan otot panggul dengan cara yang sama ketika menahan kencing atau buang angin (pasien harus dapat merasakan otot panggul) meremasakan uretra dan anus. 8. Bila otot perut atau pantat juga mengeras maka pasien tidak berlatih dengan benar. 9. Bila pasien sudah menemukan cara yang tepat untuk mengontraksikan dalam hitungan (1-10) atau selama 10 detik, kemudian istirahat selam 10 detik. 10. Lakukan latihan berulang-ulang sampai kali persesi latihan. 11. Latihan ini dilakukan 2-3 kali sehari. 12. Anjurkan pasien untuk minum ( cc) 13. Tanyakan pada klien apakah terasa ingin berkemih setelah 1 jam 14. Lepaskan sarung tangan dan merapikan semua peralatan.

21 30 Terminasi : 1. Setelah waktu latihan senam kegel sudah cukup, pasien diberi tahu untuk mengakhiri latihan. 2. Pasien dipersilahkan untuk istirahat. 3. Latihan senam kegel tidak perlu lama,tetapi harus rutin. f. Posisi Kegel Exercise Berbagai posisi latihan otot dasar pelvic bagi pria antara lain : 1. Saat posisi berdiri Berdiri dengan ke dua kak, kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot dasar pelvic seperti saat anda mencoba menahan buang angin. Jika dilihat didepan cermin pangkal penis dan skrotum akan naik keatas mendekat kea rah abdomen. Tahan kontraksi ini sesuai kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot-otot buttock. a. Lakukan kontraksi tersbut sebanyak 3 kali dengan lama waktu menahan selam 10 detik. b. Lakukan latihan ini dipagi hari 2. Saat posisi duduk Duduklah dikursi dengan posisi kedua lutut terpisah. Kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot dasar pelvic seperti saat anda menahan buang angin. Tahan kontraksi ini sesuai dengan kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot buttocks a. Lakukan kontraksi tersebut sebanyak 3 kali dengan lama waktu menahan selam 10 detik. b. Lakukan latihan ini dipagi dan sore hari 3. Saat posisi berbaring Posisikan tubuh tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk tanpa saling berdekatan. Kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot dasar pelvic seperti saat anda menahan buang angin. Tahan kontraksi ini sesuai dengan kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot buttocks

22 31 a. Lakukan kontraksi tersbut sebanyak 3 kali dengan lama waktu menahan selam 10 detik. b. Lakukan latihan ini dipagi dan sore hari 4. Saat berjalan Otot dasar pelvic dilatih dengan menarik secara lembut otot dasar pelvic saat berjalan. 5. Setelah berkemih Pasien melakukan kegel exercise dengan cara menarik sekuat-kuatnya otot dasar pelvic setelah berkemih. Latihan ini akan membantu menguatkan otot dasar pelvic (Dorey, 2008).

23 32 B. Kerangka Teori Berdasarkan penjelasan beberapa konsep teori diatas disimpulkan pada skema kerangka teori dibawah ini. Skema 1. Kerangka Teori Terapi bedah : BPH,Lebih dari 50 % laki-laki yang berusia 50 tahun keatas Pembedahan terbuka/trans vesica prostatectomy - Prostatectomy suprapubik - Prostatectomy perineal - Prostatectomy retropubik Reseksi Prostat Transuretra: - TURP/TUR Terapi invasive minimal Komplikasi BPH : - Obstruksi leher kandung kemih - Retensi kronik - Kerusakan ginjal - Batu ginjal - Hematuria - Disfungsi seksual Terapi medikamentosa : - Penghambat adrenergic alfa - Penghambat enzim alfa reduktase - Fitofarmaka/fitoterapi Komplikasi : Latihan Kegel exercise - Perdarahan - Retensi urine - Inkontinensia urine - Disfungsi seksual - Terjadi infeksi Sumber : Price, Purnomo, Suharianto, Marilyn,E.D Anonim, FK UI Smeltser, Price,2001. Anderson, Purnomo, Mansjoer, Suprohaita,ikaw, setia wulan w, Kapita selekta Kedokteran, edisi 3 jilid 2, 2007.

24 33 C. Kerangka Konsep Kerangka konsep akan menjelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur. Dalam penelitian ini variabel independennya adalah kegel exercise dan variabel dependennnya adalah inkontinensia urin. Skema 2. Kerangka Konsep Penelitian Inkontinensia urine Pasien trans vesica prostatectomy Kegel exercise - Perdarahan - Retensi urine - Disfungsi seksual - Terjadi infeksi : Diteliti : Tidak diteliti D. Hipotesa Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Ada pengaruh kegel exercise terhadap pencegahan inkontinensia urin pada pasien trans vesica prostatectomy (TVP). 2. Tidak ada pengaruh kegel exercise terhadap pencegahan inkontinensia urin pada pasien trans vesica prostatectomy (TVP).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah satu organ genetalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. 2 Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. BPH terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal oleh proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) 2.1.1. Pengertian BPH Menurut Anonim (2009) dalam Hamawi (2010), BPH secara umumnya dinyatakan sebagai Pembesaran Prostat Jinak. Maka jelas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang dikenal pembesaran prostat jinak sering ditemukan pada pria dengan usia lanjut. BPH adalah kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari

Lebih terperinci

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif EDITORIAL Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif Shahrul Rahman* * Doktor Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Pendahuluan Kelenjar prostat adalah salah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki tantangan dalam mempertahankan derajat kesehatan, oleh karena disertai pula dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH Disusun Oleh : NILA NOPRIDA S. Kp NIM : 2014-35-020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2015 Booklet Edukasi

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH merupakan kelainanan adenofibromatoushyperplasia paling sering pada pria walaupun tidak mengancam

Lebih terperinci

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta INKONTINENSIA URIN Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta Inkontinensia urin dapat terjadi pada segala usia Asia Pasific

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA PADA USIA ANTARA 50-59 TAHUN DENGAN USIA DIATAS 60 TAHUN PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1 TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan

Lebih terperinci

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddarth, 2000).

BAB II KONSEP DASAR. mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddarth, 2000). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasi adalah perbesaran prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine, dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring peningkatan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, semakin meningkat pula kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inkontinensia Urin 2.1.1 Definisi Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: POST OPERASI BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) HARI KE-0 DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat

Lebih terperinci

: ENDAH SRI WAHYUNI J

: ENDAH SRI WAHYUNI J PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN PELVIC FLOOR MUSCLE TREATMENT (PFMT) SECARA INDIVIDU DAN BERKELOMPOK TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya.

Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya. FORUM KESEHATAN Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya. Pengantar Kalau anda seorang pria yang berusia diatas 40 tahun, mempunyai gejala2 gangguan kemih (kencing) yang ditandai oleh: Kurang lancarnya aliran

Lebih terperinci

SISTEM UROGENITALIA PENUNTUN PEMBELAJARAN TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR

SISTEM UROGENITALIA PENUNTUN PEMBELAJARAN TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 1 TEKNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT

BAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT BAB I PENDAHULUAN Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut beberapa ahli adalah : 1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar

Lebih terperinci

Referat Fisiologi Nifas

Referat Fisiologi Nifas Referat Fisiologi Nifas A P R I A D I Definisi Masa Nifas ialah masa 2 jam setelah plasenta lahir (akhir kala IV) sampai 42 hari/ 6 bulan setelah itu. Masa Nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan

Lebih terperinci

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Authors : Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2007, Badan Pusat

Lebih terperinci

BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI

BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI 1. Pengertian Benigna Prostat Hyperplasi adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebakan obstuksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra). Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 BLADDER TRAINNING A. PENGERTIAN Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak (BP H) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan pembesaran prostat jinak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua

Lebih terperinci

Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.

Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed. Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) Pendahuluan Kelenjar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. KARIADI SEMARANG Disusun oleh : Hadi Winarso 1.1.20360 POLITEKNIK KESEHATAN

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA POST OPEN PROSTATECTOMI HARI KE-1 DI RUANG GLADIOL ATAS RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA POST OPEN PROSTATECTOMI HARI KE-1 DI RUANG GLADIOL ATAS RSUD SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA POST OPEN PROSTATECTOMI HARI KE-1 DI RUANG GLADIOL ATAS RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI

KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI KARYA AKHIR KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI Oleh I MADE DARMAWAN No. Reg CHS : P 2401204012 Pembimbing Prof. Dr. Achmad M. Palinrungi,Sp.B, Sp.U Dr. Azwar Amir, Sp.U DR.Dr. Burhanuddin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Perkemihan 1.1. Defenisi Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral

BAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertropi prostat jinak (benign prostatic hypertrophy. BPH) merupakan kondisi yang belum di ketahui penyebabnya, di tandai oleh meningkatnya ukuran zona dalam

Lebih terperinci

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Overactive Bladder Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Overactive Bladder Definisi Overactive

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal tubuh dan memulihkannya kembali apabila terjadi kerusakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan suatu pembesaran progresif pada kelenjar prostat pria dewasa yang bersifat non-malignan (WHO, 1999). Pembesaran prostat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada usia lanjut merupakan salah satu keluhan utama dari demikian banyak masalah geriatrik yang sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Senam Nifas 1. Defenisi Senam Nifas Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu setelah melahirkan yang berrtujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan sirkulasi ibu pada masa

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ

Lebih terperinci

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26 Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug 2009 19:26 1. SIFILIS Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER Curriculum Vitae Name: Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Education: FKUI tahun 1980 Pasca Sarjana Spesialis Obstetri Ginekologi FKUI tahun 1987 Konsultan Uroginekologi tahun 2003 Working Experience: 1989

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis yang merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia dapat bertahan hidup. Juga menurut Maslow

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

AKPER HKBP BALIGE. Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns

AKPER HKBP BALIGE. Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.

Lebih terperinci

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh 1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli ke perifer dan menjadi kaspul bedah (Rahardjo, 1995). Benigna Prostat

BAB I PENDAHULUAN. asli ke perifer dan menjadi kaspul bedah (Rahardjo, 1995). Benigna Prostat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke

Lebih terperinci

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI 1 Didit Damayanti, 2 Linda Ishariani STIKES PARE KEDIRI Email: didit.damayanti@ymail.com

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Dosen : Yuliasti Eka Purwaningrum SST, MPH Disusun oleh :

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 56 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperimental dengan pre - test and post - test with control group. Kelompok intervensi merupakan kelompok yang

Lebih terperinci

REFERAT UROLOGI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BPH. By Heri Satryawan, S.Ked H1A Supervisor dr. Akhada Maulana, Sp.U

REFERAT UROLOGI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BPH. By Heri Satryawan, S.Ked H1A Supervisor dr. Akhada Maulana, Sp.U REFERAT UROLOGI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BPH By Heri Satryawan, S.Ked H1A 009 008 Supervisor dr. Akhada Maulana, Sp.U IN ORDER TO UNDERGO THE CLINICAL ORIENTATION / CLERKSHIP AT THE SURGERY FUNCTIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci