Buletin KPt Edisi oollkpl/2ott
|
|
- Suryadi Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT (S&DT) UNTUK NEGARA BERKEMBANG DALAM KETENTUAN PERDAGANGAN WORLD TRADE ORGAN IZATION (wro) BTDANG PERTANTAN Oleh: Ranitya Kusumadewil A. TATAR BETAKANG S&DT adalah ketentuan-ketentuan perlakuan khusus yang diberikan kepada negara berkembang dalam berbagai elemen perjanjian WTO yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta negara berkembang dalam perdagangan global dan mendorong pembangunan. Perkembangan mengenaisu S&DT ini perlu dicermati Indonesia sebagai negara berkembang yang dapat memperoleh hak-hak istimewa tersebut guna mengamankan kepentingan nasional. Dalam pembukaan Agreement on Estoblishing the WTO hasil perundingan Putaran Uruguay disebutkan bahwa pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan salah satu tujuan WTO. Dijelaskan pula bahwa perdagangan 'Ranitya Kusumadewi adalah Kepala Seksi Non Tarif Produk Pertanian pada Direktorat Kerja Sama Multilateral, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan. lsi artikel sebagian dan seluruhnya bukan dan tidak dapat dianggap sebagai representasi atau pandangan resmi dari Ditjen KPl, maupun Kementerian Perdagangan. internasional juga harus memberikan manfaat kepada pembangunan ekonomi negara berkembang dan Leost Developed Countries (LDCs). Sebagai bagian dari komitmen, seluruh perjanjian-perjanjian WTO mengandung beberapa ketentuan yang memberikan suatu hak khusus kepada negara berkembang serta mewajibkan negara maju untuk memperlakukan negara berkembang secara lebih ringan dibandingkan negara anggota wto lainnya. Perlakuan khusus yang diberikan kepada negara berkembang ini dikenal dengan istilah Special ond Differential Treatment (S&DT). Prinsip S&DT ini dilatarbelakangi oleh kondisi negara berkembang yang masih rentan baik dalam situasi perekonomian maupun sosialnya sehingga seringkali tidak dapat mengambil manfaat penuh atas perkembangan perdagangan global yang pesat, bahkan terkena dampak negatif atas persaingan pasar yang semakin tinggi. Oleh karenanya, prinsip S&DT diterapkan agar peraturan perdagangan internasional dapat mengadaptasi situasi ekonomi, memfasi I itasi kebutuhan-kebutuhan negara berkembang negara berkembang dan LDCs agar dapat berpartisipasi secara lebih aktif dalam perdagangan global. Terdaoat dua bentuk utama S&DT: Pertama, terkait komitmen akses pasar, S&DT memberikan non' Buletin KPt Edisi oollkpl/2ott
2 reciprocal trode preferences yang memberikan preferensi akses pasar kepada negara berkembang. Negara berkembang diberikan kewajiban yang lebih ringan dan berbeda dalam membuka akses pasarnya dengan periode implementasi yang lebih lama. Kedua, terkait aturan dan disiplin perdagangan, berarti negara berkembang dapat dikecualikan atau diberikan kewajiban yang lebih ringan atas penerapan suatu aturan perdagangan multilateral. Namun di samping kedua hal tersebut, pemberian bantuan teknis dan finansial kepada negara berkembang juga merupakan bentuk S&DT yang difasilitasi dalam WTO. Beberapa ketentuan yang termasuk dalam S&DT untuk negara berkembang adalah: 1. Periode implementasi perjanjian dan komitmen yang lebih lama; 2. Ketentuan-ketentuan atau instrumen untuk meningkatkan kesempatan perdagangan untuk negara berkembang; 3. Ketentuan untuk seluruh anggota WTO untuk melindungi kepentingan perdagangan negara berkembang; 4. Bantuan teknis untuk membangun infrastruktur terkait implementasi peraturan WTO, menghadapi sengketa, dan menerapkan standar teknis; dan 5. Ketentuan yang terkait anggota Lea st-deve I o ped co u ntry (LDC). S&DT dalam Agreement on AgricultureWTO Ketentuan S&DT ini terdapat di hampir seluruh perjanjian WTO termasuk dalam Agreement on Agriculture (AoA) yaitu perjanjian WTO untuk produk pertanian. Pertanian rnerupakan sektor utama bagi negara berkembang di mana pembangunan sangat bergantung pada sektor ini. Dengan demikian, S&DT dalam sektor pertanian dipandang sangat penting dan sensitif bagi negara berkembang. AoA yang saat ini berlaku memberikan sejumlah ketentuan S&DT kepada negara berkembang melalui berbagai cara. Misalnya mempunyai persentase pengurangan tarif, subsidi domestik (domestic support), dan subsidi ekspor yang lebih rendah dengan periode implementasi yang lebih lama. Fleksibilitas yang lebih besar juga diberikan untuk memperbolehkan negara berkembang menggunakan intrumen kebijakan tertentu seperti subsidi investasi, subsidi dengan tujuan dasar pembangunan, dan subsidi ekspor. Di samping itu, terdapat ketentuan khusus untuk negara berkembang yang net food importing dan LDCs sebagaimana diatur dalam Decision on Measures Concerning the Possible Negotive Effects of the Reform Progromme on Buletin KPI Edisi 001/KPl/2011
3 Least-Developed and Net Food- I m po rti ng Deve I o pi n g Co u ntri e s. Berbagai ketentuan S&DT dalam Agreement on Agriculture diantaranya adalah: l-. Ketentuan yang memperbolehkan fleksibilitas bagi negara berkembang untuk menggunakan instrumen kebijakan ekonomi dan perdagangannya:. Subsidi investasi yang secara umum diberikan pada sektor pertanian serta subsidi input pertanian yang secara umum diberikan kepada produsen berpenghasilan rendah atau resourced poor guna mendorong pembangunan dikecualikan dari komitmen pengurangan subsidi domestik (domestic support);. Persentas e de minimis2 dari Aggregate Measurement of Support (AMS)3 dalam subsidi domestik yang tidak memerlukan pengurangan adalah 10% bila dibandingkan 5% untuk anggota negara maju;. Ketentuan untuk mengurangi budgetary outlays untuk ' De Minimis adalah jumlah maksimum pemberian subsidi yang dikategorikan sebagai AMS. Jumlah ini dikecualikan dari komitmen pemorongan. ' AMS adalah jumlah subsidi pertanian baik products specific maupun non product specific yang wajib terkena pemotongan. subsidi ekspor dan jumlah yang diuntungkan dari subsidi tersebut adalah 24% dan L4% masing-masing, bila dibandingkan dengan ketentuan untuk negara maju yang harus mengurangi masing-masing 36% dan2t%.. Selama periode implementasi, tidak ada komitmen pengurangan yang harus dilakukan terkait subsidi pemasaran dan pengiriman barang serta subsidi transport internal untuk pengiriman ekspor.. Ketentuan penjualan foodstuff dengan harga subsidi dengan tujuan memenuhi kebutuhan makanan rakyat miskin di negara berkembang tidak dianggap sebagai domestic support yang menjadi subjek pengurangan komitmen. 2. Ketentuan yang memperbolehkan periode transisi yang lebih lama untuk negara berkembang: AoA memberikan negara berkembang fleksibilitas untuk mengimplementasikan komitmen pengurangan selama periode 10 tahun, sementara untuk negara maju 6 tahun. Negara LDCstidak diwajibkan melakukan komitmen pengurangan. Buletin KPI Edisi 0O1/KP /2O1,L
4 B. PERKEMBANGAN Banyak negara berkembang yang berpandangan bahwa fleksibilitas yang ada dalam AoA kurang memadai untuk mendukung program pembangunan. Bahkan dalam implementasinya, terdapat beberapa kebebasan yang dulu dimiliki negara berkembang kini dibatasi oleh komitmen yang ada. Negara berkembang berpandangan bahwa mereka harus tetap diberikan wewenang untuk memproteksi dan membantu produksi pangan domestik demi kepentingan ketahanan pangan (food security), jaminan penghidupan (livelihood security), dan pembangunan pedesaan ( rurol development); serta melindungi produsen dan konsumen dari harga dunia yang berfluktuasi, dan ancaman lonjakan impor. Di samping itu, negara berkembang juga banyak yang menganggap adanya ketidakseimbangan dalam perjanjian yang sekarang di mana disiplin yang diterapkan untuk negara berkembang dirasa lebih ketat daripada yang diterapkan untuk negara maju. Sebagai contoh, dalam pelaksanaannya, negara maju dapat memberikan subsidi yang mendistorsi pasar lebih besar dari tingkat de minimis, sementara negara berkembang justru terbatasi oleh adanya tingkat de minimis tersebut. Negara berkembang juga memiliki kesulitan menerapkan Special Safeguard {SSG) karena prosedurnya yang sulit dilakukan oleh negara berkembang sementara memungkinkan dilakukan negara maju. Ketidakseimbangan yang dirasakan negara berkembang, inilah yang menuntut agar perundingan WTO Putaran Doha membawa perubahan ke arah yang lebih baik yang dapat memfasilitasi pembangunan negara berkembang sesuai tujuan dari WTO. Dalam perundingan WTO Putaran Doha, para anggota WTO menyepakati bahwa S&DT harus tetap menjadi bagian integral dari seluruh elemen negosiasi pertanian sebagaimana tertuang dalam Doho Declorotion hasil Pertemuan Tingkat Menteri WTO ke-4 di Doha. Dalam Deklarasi Doha tersebut juga telah dimandatkan bahwa Committee on Trade and Development (CTD) akan melakuan evaluasi secara khusus mengenal ketentua n-ketentuan S&DT secara keseluruhan. Secara lebih khusus, pembahasan mengenai S&DT terkait Putaran Doha dilakukan dalam formal Special Sessiona. Dalam perkembangan perundingan Putaran Doha bidang pertanian, S&DT menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembahasan masing-masing pilar akses pasar, domestic support, dan export competition. Hal ini dimaksudkan agar reformasi peraturan perdagangan internasional bidang * Special Sesslon adalah forum pelaksanaan negosiasi dari suatu komite tertentu, yang memiliki kegiatan di luar kegiatan reguler komite. Buletin KPI Edisi 001/KPl/20t1
5 pertanian menghasilkan kebijakan yang tidak mendorong kelanjutan dari distorsi perdagangan khususnya yang dilakukan negara maju serta untuk mendorong kebijakan yang fleksibel guna mendorong pertumbuhan dan pembangunanegara berkembang. Fleksibilitas yang lebih tinggi dalam penggunaan kebijakan yang bertujuan untuk mendorong sektor pertanian secara menyeluruh bagi negara berkembang dirasa sangat penting mengingat bahwa sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam transformasi ekonomi negara berkembang. Dengan adanya fleksibilitas tersebut, negara berkembang dapat mengambil manfaat ekonomi dan sosial dari perdagangan global yang diperlukan dalam pembangunan pertanian dan negaranya. Dengan demikian, keberhasilan Putaran Doha sangat bergantung pada bagaimana outcome kesepakatan S&DT untuk negara berkembang yang tertuang dalam setiap elemen modalitas. Berikut adalah beberapa elemen modalitas S&DT untuk negara berkembang yang sedang dinegosiasikan dalam Perundingan WTO Putaran Doha bidang pertanian berdasarkan masing-masing pilar. t. Morket Access. Pengurangan tarif yang lebih kecil dengan implementasi periode yang lebih lama. Pengurangan bound tariff yang signifikan memiliki risiko untuk negara berkembang, sebab negara berkembang relatif lebih rentan dalam sektor pertanian serta memiliki keterbatasan kemampuan finansial untuk menggunaka n safegua rd atau instrumen kebijakan lainnya untuk menanggulangi efek externol shock apabila tarif diturunkan. Sebagian besar negara berkembang banyak yang bergantung pada kebijakan di perbatasan seperti tarif untuk menjaga food security dan rural development, sehingga dengan adanya S&DT tersebut diharapkan masih ada jarak yang memadai antara bound toriff dengan applied tariff untuk negara berkembang. Modalitas yang kini tertuang adalah negara maju diwajibkan melakukan ratarata pemotongan tarif minimum 54% selama 5 tahun, sementara negara berkembang diwajibkan melakukan rata-rata pemotongan tarif maksimum 36% selama l-0 tahun. Fleksibilitas untuk memilih sejumlah produk sebagai Special Products (SP) yang penting bagi food security, livelihood security, dan rural development. Buletin KPI Edisi OO1,/KPll201-1.
6 Negara berkembang diberika n hak untuk memilih sejumlah produk pertanian yang dianggap penting bagi mereka sebagai Speciol Products. Pemilihan produk-produk tersebut akan berdasarkan kriteria-kriteria yang berdasarkan ketiga kriteria tersebut. Perlakuan bagi SP adalah pengurangan tarif yang lebih ringan, bahkan untuk beberapa produk SP, negara berkembang dapat menerapkan zero cuf yaitu tidak ada pemotongan tarif. Pemberlakuan Speciol Sofeguard Mechqnism (SSM) untuk negara berkembang. Peraturan sofeguord yang saat ini berlaku sangat sulit atau tidak dapat diterapkan oleh negara berkembang, baik dari segi waktu, teknis, maupun biayanya. Saat ini sedang diusulkan suatu mekanisme sofeguard baru yang lebih mudah diterapkan negara berkembang yang disebut Special Sofeguord Mechonism (SSM). SSM dapat diterapkan untuk produk pertanian negara berkembang yang mengalami kerugian atas lonjakan impor atau terdepresinya harga. Perlunya memperhatikan preference erosion. Preferences secara umum memiliki dampak positif bagi pembangunan negara yang menerimanya. Dalam perundingan Doha, kemungkinan terhapusnya/tererosinya preference akibat pemotongan tarif yang menyeluruh perlu diperhatikan dan diatur pelaksanaannya sehingga dapat meminimalisir kerugian negara berkembang yang semula memiliki preferensi tersebut. Salah satu isu yang dibahas dalam agenda ini adalah pemberian bantuan teknis, termasuk tambahan bantuan dana dan copacity building untuk menghadapi penyesuaian tersebut. 2. Domestic Support Domestik) (Subsidi. Pengurangan yang lebih kecil subsidi yang mendistorsi pasar dengan periode implementasi yang lebih lama. Negara berkembang hanya diwajibkan mengurangi subsidi yang mendistorsi pasar yaitu Overoll Trade distorting_ Domestic Support (OTDS)' sebesar 2/3 dari kewajiban negara maju dengan periode 5 OTDS adalah subsidi yang mendistorsi pasar dan menjadi subjek komitmen pemotongan subsidi di bawah perundingan Doha. OTDS merupakan penjumlahan dari Total AMS, 1O% Value of Production, dan subsidi blue box. Buletin KPI Edisi OO7/KPI/201,1
7 implementasi 5 tahun untuk negara maju dan 8 tahun untuk negara berkembang.. Tetap berlakunya Artikel 6.2 Agreement on Agriculture (AoA) untuk negara berkembang. Artikel 6.2 AoA menyebutkan bahwa subsidi investasi dan subsidi input yang diberikan kepada /owincome atau resource-poor producers di negara berkembang dikecualikan dari komitmen pengurangan subsidi.. De minimis support untuk negara berkembang adalah 20% dari Value of Production (VoP), sementara negara maju adalah LO%. Dalam perundingan ini juga diperjuangkan agar de minimis untuk negara berkembang tidak berada di bawah angka 2O% yang saat ini berlaku. 3. Export Competition. Dalam Deklarasi Doha serta Hong Kong Ministerial Declorotion, telah disepakati bahwa segala bentuk subsidi ekspor harus dihapuskan. Subsidi eksoor tersebut harus dihapuskan pada tahun 2013 untuk negara maju/ sementara negara berkembang diberikan waktu yang berbeda yaitu pada tahun Pengecualian yang diberikan kepada negara berkembang dalam Artikel 9.4 Agreement on Agriculture tetap dipertahankan. Artikel 9.4 Agreement on Agriculture menyebutkan bahwa negara berkembang tidak dikenakan kewajiban pengurangan untuk beberapa bentuk subsidi ekspor yang terkait subsidi pemasaran (morketing), pengiriman/transportasi internasional barang, dan subsidi transport internal untuk pengiriman ekspor. Perlakuan khusus untuk Sfafe Trading Enterprises (STEs) di negara berkembang di mana STE negara berkembang yang memiliki kegiatan menjaga stabilitas harga dan menjamin food securify diperbolehkan menggunakan monopoli ekspor, sementara negara maju harus menghapuskan monopoli tersebut pada tahun Hal ini dimaksudkan agar STE dapat berkontribusi terhadap transformasi pertaniannya. Pemberian perlakuan yang berbeda untuk negara berkembang dalam disiplin export credit seperti penerapan yang lebih ringan dalam hal pengurangan moxi m u m repoyment terms. Buletin KPI Edisi OOL/KPI/2O1,L
8 Pembahasan mengenai S&DT dalam perundingan bukanlah pekerjaan yang mudah. Meskipun dalam perundingan S&DT sudah tertuang dalam berbagai elemen modalitas, S&DT mendapatkan banyak tantangan dan perdebatan dari negara anggota lainnya terutama negara maju. Pertama, S&DT berlaku untuk seluruh negara berkembang yang sifatnya heterogen di mana kemampuan ekonomi serta daya saingnya bisa berbeda- beda. Hal ini menyebabkan konsep tersebut menjadi kurang berarti dalam praktiknya. Terlebih lagi, untuk menjadi negara berkembang hanyalah merupakan selfdeclaration. Sehingga perlakuan khusus ini dapat diberikan kepada negara manapun yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara berkembang. Sebagai contoh, Singapura dan Korea Selatan yang memiliki kemampuan ekonomi dan daya saing yang baik tetap dianggap sebagai negara berkembang dan akan menerima S&DT tersebut bersama-sama negara-negara yang sangat miskin seperti Benin dan Malawi. Kedua, S&DT dianggap merupakan bentuk hambatan dari proses liberalisasi dan globalisasi yang juga menjadi spirit dari WTO. Ketiga, S&DT justru dapat menyebabkan negara berkembang tidak efisien dan kurang dapat mengadaptasi dengan daya saing dunia akibat preferensi-preferensi yang diterimanya. Keempat, S&DT akan menyebabkan distorsi perdagangan terutama dengan adanya kelanjutan pemberian subsidi. Meskipun mendapatkan berbagai tantangan, negara-negara berkembang terus memperjuangkan S&DT. Perjuangan negara berkembang tersebut juga banyak dilakukan dalam bentuk koalisikoalisi. Beberapa koalisi negara berkembang dalarn bidang Pertanian yang memperjuangkan S&DT di antaranya adalah Africon, Caribbean and Pacific (ACP) yaitu negara-negara Afrika, Karibia, dan Pasifik yang memiliki preferensi dari Uni Eropa; Tropical Products Group yaitu negara berkembang yang mencari akses pasar yang lebih besar untuk produkproduk tropis;g20 yaitu kelompok negara berkembang yang menuntut perubahan yang ambisius di pertanian negara maju dengan fleksibilitas untuk negara berkembang; dan G33 yaitu kelompok negara berkembang yang memperjuangkan Speciol Products (SP) dan Special safeguord Mechonism (SSM). Indonesia sendiri tergabung dalam kelompokkelompok G33 dan G20. Dalam memperjuangkan kepentingan pertanian Indonesia, lndonesia selalu berperan aktif dalam memperjuangkan S&DT. Menteri Perdagangan menyerukan bahwa "Speciol ond Differentiol Treotment bukanlah tujuan akhir, namun merupakan instrumen untuk Buletin KPI Edisi 00L/KPll20t1,
9 mencapai pembangunan tersebut"6. Salah satu bentuk perjuangan Indonesia yang paling utama adalah Indonesia menjadi pelopor dan koordinator Kelompok G-33 yang bersama-sama dengan 45 negara berkembang lainnya memperjuangkan konsep Speciol Products (SP) dan Speciol Sofeguord Mechanism (SSM). SP dan SSM dianggap instrumen yang penting bagi negara berkembang untuk menjamin food security, livelihood security, dan rural development yang diperlukan bagi pembangunan. Indonesia sebagaimana negara berkembang lainnya menghendaki agar pembangunan menjadi bagian integral dari hasil Perundingan Doha dan salah satu cara mencapai pembangunan ini adalah melalui pemberian S&DT bagi Negara berkembang. Meski kedua konsep tersebut mendapatkan banyak tantangan, namun secara prinsip konsep tersebut dapat diterima oleh negara anggota lainnya. C. TINDAK LANJUT S&DT bagi Indonesia sangat bermanfaat apabila dapat digunakan secara maksimal. S&DT bukanlah sebagai instrumen perdagangan yang dapat mendistorsi perdagangan, namun dipandang sebagai instrumen yang dapat mendukung 6 Pertemuan World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, 26-30Januari 201,1,. pembangunan. S&DT harus dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong program-program pembangunan pemerintah seperti halnya Swasembada Pangan sehingga kondisi inilah yang akan menjadi kekuatan Indonesia pada akhirnya dalam menghadapi tantangan globalisasi yang semakin besar. Sebagai contoh pemanfaatan S&DT yang berlaku saat ini (sesuai dengan AoA) adalah Indonesia masih diberikan fleksibilitas untuk memberikan subsidi di bawah Artikel 6.2 AoA. Hal ini mencakup subsidi input yang diberikan kepada petanipetani yang miskin sehingga dapat mendorong produktivitas dan pada akhirnya dapat mendukung program Swasembada Pangan tersebut. Mengingat saat ini sektor pertanian Indonesia masih didominasi oleh petani-petani kecil, S&DT masih diperlukan untuk menghindari efek negatif dari masuknya produk impor akibat semakin terbukanya akses pasar serta untuk mendorong kelanjutan dari program pembangunan pemerintah yang masih belum tercapai di beberapa area. Untuk itulah, S&DT masih terus diperjuangkan dalam perundingan WTO Putaran Doha. Dalam memperjuangkan S&Dl isu SP dan SSM tetap menjadi fokus utama Indonesia bersama dengan Kelompok G 33 dalam memperjuangkan food security, livelihood security, dan rurol development. Meskipun pada dasarnya kedua konsep tersebut Buletin KPI Edisi O0t/KPl/201-1,
10 sudah diterima negara-negara anggota, tantangan yang kini dihadapi adalah bagaimana menuangkan prosedur serta disiplindisiplin penerapan kedua instrumen tersebut sehingga dapat efektif diterapkan negara berkembang. Indonesia akan terus memperjuangkan kedua konsep tersebut sehingga dapat menjadi instrumen yang dapat melindungi pertanian Indonesia di tengah pesatnya perkembangan perdagangan global. Dalam perundingan, Indonesia akan selalu mengedepankan sikap aktif dan konstruktif dalam mendorong kemajuan perundingan. Indonesia baik selaku suatu negara maupun koordinator Kelompok G-33 akan terus berperan aktif dalam berbagai forum persidangan dengan memberikan masukan-masukan substantif guna memperjuangkan S&DT dan majunya perundingan. S&DT juga harus dapat dimanfaatkan guna mengamankan kepentingan nasional baik dari sisi ofensif maupun defensif. Sisi ofensif melibatkan langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka meningkatkan ekspor Indonesia melalui perjuangan akses pasar untuk produk-produk Indonesia, sedangkan sisi defensif melibatkan langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka mengamankan produk-produk Indonesia dari hambatan perdagangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan yang adil. Dalam menyusun posisi serta strategi perundingan Indonesia, Indonesia selalu melakukan koordinasi antar instansi pemerintah serta dengan melibatkan pihak swasta agar semua pemangku kepentingan memiliki satu pandangan dalam menggambarkan kepentingan Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 28 Tahun 2005 tentang Pembentukan Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional. dibentuk Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional yang selanjutnya disebut dengan Tim Nasional PPI sebagai pihak yang berkoordinasi menyusun posisi runding Indonesia dalam perundingan perdagangan internasional termasuk perundingan WTO. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 49/M- DAG/KEP/3/2006 tentang Pembentukan Kelompok Perunding Perdagangan Internasional dan Sekretariat Tim Nasional untuk Perdagangan Internasional, telah dibentuk Tim Kelompok Perunding yang berada di bawah Timnas PPI yang memiliki tugas melakukan perundingan, mengamankan dan memperjuangkan posisi dan strategi suatu perundingan perdagangan internasional berdasarkan kepentingan pembangunan nasional. Dalam menghadapi perkembangan perundingan, Timnas PPI akan terus melakukan koordinasi untuk membahas hasil-hasil perundingan 10 Bu letin KPI Edisi 001,/KPl /2011
11 yang telah dilaksanakan dan mengaitkannya dengan kepentingan Indonesia, menyusun posisi lndonesia sesuai subjek yang dirundingkan dengan memperhatikan kepentingan nasional, serta menyusun strategi perundingan sesuai dengan kepentinga nasional dalam menghadapi mitra runding Indonesia. dibantu untuk menggunakan S&DT sebaik mungkin. Terkait hal ini, Indonesia dapat berperan aktif memantau pelaksanaan S&DT dan memberikan masukan-masukan khususnya bagaimana kontribusi S&DT terhadap pembangunan negara berkembang. Saat ini Ketua CTD adalah Duta Besar Rl untuk WTO, sehingga seyogyanya hal ini Di samping itu, Indonesia juga dapat dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. berperan aktif dalam memberikan Sementara berbagai reformasi masukan substantif atas reyiew S&DT yang dilakukan Committee on Trode ond Developmenf (CTD). S&DT dalam perdagangan masih dirundingkan, Indonesia masih dapat menggunakan S&DT yang kini tertuang dalam WTO tetap dipandang sebagai Agreement on Agriculture seefektif instrumen yang dapat membantu pembangunan negara berkembang mungkin untuk mendorong pembangunan. untuk mengadaptasikan perubahan perdagangan global yang semakin D. PENUTUP pesat sehingga dapat pula Bagi negara berkembang, meningkatkan peran hasil yang serta negara memuaskan dalam isu-isu berkembang dalam perdagangan Speciol qnd global. Differential Treatment Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak yang merupakan inti dari penilaian suksesnya negosiasi Doha dan WTO mempertanyakan efektivitas pelaksanaan S&DT tersebut. Sesuai sebagai institusi yang mendukung pembangunan. Meskipun Deklarasi bentukbentuk S&DT telah lama diterapkan Doha, seluruh negara anggota sepakat bahwa ketentuan bahkan sejak GATT (Generol S&DT harus di-review dengan Agreement on Tariff maksud memperkuat pelaksanaannya dan membuatnya menjadi efektif and Tradel, namun dalam praktiknya ketentuanketentuan mengenai S&DT belum dan operasional. Dalam deklarasi dapat memfasilitasi negara tersebut disebutkan bahwa berkembang secara efektif Committee dalam on Trqde and menghindari efek negatif perkembangan perdagangan yang pesat Development diberi mandat untuk melakukan identifikasi terkait dan mendukung pembangunan. ketentuan S&DT. CTD juga diminta Sehingga perundingan WTO Putaran melihat cara agar negara Doha yang telah berlangsung sejak berkembang, terutama LDCs dapat Buletin KPI Edisi )jt/kpl/2ott Lt
12 tahun 2O0L diharapkan dapat menghasilkan instrumen-instrumen S&DT yang lebih efektif bagi negara berkembang. Walaupun mendapatkan banyak tantangan, perjuangan tersebut terus dilakukan negara berkembang khususnya di bidang pertanian yang merupakan sektor utama negara berkembang. Indonesia sebagai negara berkembang sangat bergantung pada sektor pertanian yang selama ini selalu berperan aktif dalam memperjuangkan S&DT guna mendorong pembangunan pertanian Indonesia. Terkait dengan pembahasan diatas, terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian di antaranya adalah:. Indonesia perlu memperjuangkan instrumen-instrumen S&DT yang dapat secara efektif diterapkan negara berkembang. Hal ini perlu dilakukan dengan memperhatikan elemen-elemen modalitas perundingan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan Indonesia;. Kegiatan monitoring dan review atas pelaksanaan S&DT perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga dapat terlihat bagaimana efektivitas pelaksanaan S&DT;. Dalam mengantisipasi perkembangan perdagangan global yang lebih pesat di masa yang akan datang, seyogyanya Indonesia juga harus dapat membangun dan mempersiapkan diri menghadapi tingginya persaingan global serta mengantisipasi jika S&DT tersebut suatu saat akan menurun atau hilang;. Dalam implementasinya, instrumen-instrumen 5&DT ini sebaiknya dapat terus diperhitungkan dalam setiap kebijakan pemerintah sehingga dapat tercipta program dan rencana pemerintah yang bersinergi;. lndonesia harus memoerhatikan bagaimana S&DT ini dapat mempengaruhi perdagangan Indonesia dengan negara berkembang lainnya. Referensi: - "Agreement on Agriculture", The Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiotions, 1995; - FAO, "Speciol and differential treqtment in agriculture", Trade Policy Brief No. 1"0,2006; - Matthews, A., "Speciol and DifferentialTreqtment in the WTO Ag ri cu ltu ra I N eg oti oti o n s", 2O05; - Revised Droft Modalities for Agriculture, Dokumen TNIAG/Wl4lRev.4, 6 Desember Buletin KPI Edisi OO1-/KPl/20t1
TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI
TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.
ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN tahun sebelum Masehi dengan menggunakan transportasi air. 1 Sedangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan manusia. Perdagangan dipercaya sudah terjadi sepanjang sejarah umat manusia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Cairns Group adalah sebuah koalisi campuran antara negara maju dan negara berkembang yang merasa kepentingannya sebagai pengekspor komoditas pertanian selain dua kubu besar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World
34 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi anggota forum kerjasama perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi
329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan
Lebih terperinciLAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION
2011 LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION JENEWA, 21 22 MARET 2011 BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN 2011 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE
Lebih terperinciBAB II. WTO, PAKET BALI DAN PERJANJIAN PERTANIAN (Agreement on Agliculture/AoA) WTO
BAB II WTO, PAKET BALI DAN PERJANJIAN PERTANIAN (Agreement on Agliculture/AoA) WTO A. WTO sebagai Organisasi Perdagangan Dunia 1. Perubahan GATT menjadi WTO World Trade Organization (WTO) didirikan pada
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Perjanjian Bidang Pertanian/ Agreement on Agriculture merupakan salah satu jenis perjanjian multilateral yang disepakati di dalam WTO. Secara umum, hal ini dilakukan
Lebih terperinciDARI KONFERENSI CANCUN, MEXICO (2003) - KE PERTEMUAN STOCKTAKING WTO (2010) : PERJUANGAN PANJANG NEGOSIASI PERTANIAN NEGARA BERKEMBANG
DARI KONFERENSI CANCUN, MEXICO (2003) - KE PERTEMUAN STOCKTAKING WTO (2010) : PERJUANGAN PANJANG NEGOSIASI PERTANIAN NEGARA BERKEMBANG From the Cancun, Mexico (2003) Conference to Stocktaking WTO (2010)
Lebih terperinciLatar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015
WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral
Lebih terperinciBANTUAN DOMESTIK (DOMESTIC SUPPORT): SALAH SATU PILAR UTAMA PERUNDINGAN PERTANIAN PADA WTO
BANTUAN DOMESTIK (DOMESTIC SUPPORT): SALAH SATU PILAR UTAMA PERUNDINGAN PERTANIAN PADA WTO Erna M. Lokollo Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT
Lebih terperinciDr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014
Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 1 Multilateral (WTO) Plurilateral/Regional : APEC, ASEAN-FTA (AFTA),
Lebih terperinciRESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari
RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu
Lebih terperinciSambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia
Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciMEKANISME PERLINDUNGAN KHUSUS UNTUK INDONESIA DAN K 33: SEBUAH GAGASAN
MEKANISME PERLINDUNGAN KHUSUS UNTUK INDONESIA DAN K 33: SEBUAH GAGASAN Budiman Hutabarat dan Bambang Rahmanto Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini hendak mendiskusikan strategi diplomatik Tim Satgas G-33
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tulisan ini hendak mendiskusikan strategi diplomatik Tim Satgas G-33 memperjuangkan Public Stockholding di WTO. Sejauh ini, WTO telah membuka kesempatan bagi
Lebih terperinciSEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009
BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian
Lebih terperincihambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l
BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciBAB II ISU PEMBATASAN DUKUNGAN DOMESTIK DALAM. AGREEMENT ON AGRICULTURE (AoA)
BAB II ISU PEMBATASAN DUKUNGAN DOMESTIK DALAM AGREEMENT ON AGRICULTURE (AoA) Di dalam bab ini akan membahas mendalam tentang Agreement on Agriculture dan pilar domestic support serta membahas tentang implikasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO Oleh : Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans B.M. Dabukke Erna M. Lokollo Wahida PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciMULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL
MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF
Lebih terperinciPantjar Simatupang LATAR BELAKANG
JUSTIFIKASI MEKANISME KAWAL PENYELAMATAN KHUSUS (SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM) SEBAGAI BAGIAN DARI PERLAKUAN KHUSUS DAN BERBEDA (SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT) BAGI NEGARA-NEGARA SEDANG BERKEMBANG
Lebih terperinciPENDAHULUAN Pembicaraan pertanian di bawah proposal juga diajukan oleh negara-negara membangun komitmen pemerintah untuk
PAKET BALI : PELUANG DAN TANTANGAN PRODUK PERTANIAN INDONESIA Shanti Darmastuti (Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UPN Veteran Jakarta) Abstract Agricultural sector has become one
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun
Lebih terperinciBAB III HAKIKAT PERUNDINGAN PERTANIAN DALAM WTO
BAB III HAKIKAT PERUNDINGAN PERTANIAN DALAM WTO Dalam bab ini akan membahas mengenai hakikat perundingan perdagangan bebas WTO khususnya di sektor pertanian. Negosiasi WTO di bidang pertanian selalu menarik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara study literatur yang data-datanya diperoleh dari buku, jurnal, arsip, maupun artikel
Lebih terperinci4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL
4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciBAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10
BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade
Lebih terperinciKULIAH UMUM MENTERI PERTANIAN PADA PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA
KULIAH UMUM MENTERI PERTANIAN PADA PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Jakarta, 8
Lebih terperinciMENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N :
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 527/MPP/KEP/7/2002 TANGGAL 5 JULI 2002 TENTANG TATA KERJA TIM NASIONAL WTO DAN PEMBENTUKAN KELOMPOK PERUNDING UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN MULTILATERAL
Lebih terperinciSALINAN. t,',?s r. *, J.Tnt NOMOR 17 TAHUN Menimbang : a. pembangunan nasional di bidang ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
SALINAN t,',?s r. *, J.Tnt ", r, o UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTPCO' AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANUATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN ANALISIS KESEIMBANGAN UMUM DAMPAK PAKET BALI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA DAN TINDAK LANJUTNYA Oleh: Reni Kustiari Erna Maria Lokollo Hermanto Adi Saktyanu Kritiantoadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan
Lebih terperinciISBN : PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL
ISBN : 979-3556-43-9 PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Bambang Rahmanto Supriyati Helena J. Purba Adi Setyanto PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciDinamika Posisi dan Strategi Negosiasi Indonesia dalam Perundingan Pertanian di WTO Mira Sukmawati
Journal of World Trade Studies Climate Change and Agriculture in Multilateral Trade Negotiations and The Development of Trade Coopertion at Regional Level ISSN: 2087-6912 Volume V, Number 2, November 2015
Lebih terperinciPERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION
PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection
Lebih terperinciASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara
ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membahas mengenai perekonomian internasional, isu globalisasi sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas mengenai perekonomian internasional, isu globalisasi sering dikaitkan dengan adanya ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik antara negara maju dan
Lebih terperinciLAPORAN PERJALANAN DINAS MENGHADIRI SIDANG KHUSUS KOMITE PERTANIAN WTO JENEWA, 7-10 FEBRUARI 2005
LAPORAN PERJALANAN DINAS MENGHADIRI SIDANG KHUSUS KOMITE PERTANIAN WTO JENEWA, 7-10 FEBRUARI 2005 Pantjar Simatupang I. Pengantar Perjalanan dinas ini merupakan pelaksanaan tugas yang diemban Pusat Penelitian
Lebih terperinciMATERI DASAR PERDAGANGAN DAN PEMBANGUNAN
MATERI DASAR PERDAGANGAN DAN PEMBANGUNAN MODUL 1 Konsep Ekonomi dan Terminologi Dasar dalam Peraturan Perdagangan Global ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN
ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua tantangan besar yang dihadapi lndonesia saat ini, yaitu bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu kita juga harus mencermati globalisasi
Lebih terperinciSISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi
66 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi internasional yaitu World Trade Organization. Sektor pertanian merupakan salah satu bidang yang menjadi
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping
Lebih terperinciPENGGUNAAN TIERED FORMULA UNTUK PEMOTONGAN TARIF BAGI PRODUK PERTANIAN INDONESIA 1
PENGGUNAAN TIERED FORMULA UNTUK PEMOTONGAN TARIF BAGI PRODUK PERTANIAN INDONESIA 1 M. Husein Sawit Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A.Yani No. 70 Bogor 16161 PENDAHULUAN Hampir
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia
Lebih terperinciPROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di dalam bab-bab sebelumnya mengenai pengaturan pengaturan technical barrier to trade sebagai salah satu perjanjian
Lebih terperinciDampak AOA (Agreement On Agriculture) Terhadap Kebijakan Pertanian Di Indonesia Abdul Gani Ghifari
Dampak AOA (Agreement On Agriculture) Terhadap Kebijakan Pertanian Di Indonesia Abdul Gani Ghifari 20120510124 Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Politik dan Sosial Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN
Lebih terperinciPERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
w w w.bpkp.go.id KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Lebih terperinciProyek TPSA Mensponsori Peserta Konferensi WTO Tingkat Menteri Ke-10
RI N G K ASA N KEG IATA N 15 18 DESEMBER 2015, NAIROBI TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Proyek TPSA Mensponsori Peserta Konferensi WTO Tingkat Menteri Ke-10 Badan pengambilan
Lebih terperinciPEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan Nur Baladina, SP. MP. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Email
Lebih terperinciBADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KERALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL N0M0R3TAHUN 2017 TENTANG
Salinan BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KERALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL N0M0R3TAHUN 2017 TENTANG KOMITE NASIONAL PENANGANAN HAMBATAN TEKNIS PERDAGANGAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA KEPALA
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap
Lebih terperinciMembantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor
RI N G K ASA N KEG IATA N MARET 20 22, 2017, JAKARTA TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak
Lebih terperinciDepartemen Internasional BANK INDONESIA 27 Januari 2017
1 Prioritas dan Agenda Finance Track Departemen Internasional BANK INDONESIA 27 Januari 2017 Tema, Prioritas dan Program Kerja Finance Track Presidensi G20 Jerman 2017 2 Tema utama Presidensi G20 Jerman
Lebih terperinciMENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO
MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK 9 Juli 2015 Oleh : DPN APINDO Intervensi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah tingginya insiden pekerjaan berupah rendah, termasuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian yang merupakan tempat para petani mencari nafkah, pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul tanggung jawab paling besar
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciUU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)
Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPENINGKATAN PELAKSANAAN PERJANJIAN-PERJANJIAN ASEAN Oleh: Dina Kurniasaril
A. PENINGKATAN PELAKSANAAN PERJANJIAN-PERJANJIAN ASEAN Oleh: Dina Kurniasaril LATAR BELAKANG Dalam rangka mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang terintegrasi pada tahun 2015, maka saat ini ASEAN telah
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang
BAB I A. Latar Belakang Keamanan pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap negara. World Trade Organization (WTO) adalah organisasi internasional yang sejak tahun 1995 memiliki peran sentral
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5
Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya
Lebih terperinciGambaran Umum G20. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Gambaran Umum G20 Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Latar Belakang Faktor utama terbentuknya G20 Ketergantungan antar negara semakin
Lebih terperinciPERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI
BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciPenguatan Kemampuan Perundingan Pejabat Pemerintah Dalam Perdagangan Sektor Jasa
RI N G K ASA N KEG IATA N TPSA SEPTEMBER 2016 CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Penguatan Kemampuan Perundingan Pejabat Pemerintah Dalam Perdagangan Sektor Jasa Proyek TPSA menyelenggarakan
Lebih terperinciKAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL
LAPORAN AKHIR KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL Tim Peneliti: Reni Kustiari Achmad Suryana Erwidodo Henny Mayrowani Edi Supriadi Yusuf Soeprapto Djojopoespito
Lebih terperinciProf. Dr. Rina Oktaviani Guru Besar FEM-IPB International Trade and Policy Studies- IPB. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014
Prof. Dr. Rina Oktaviani Guru Besar FEM-IPB International Trade and Policy Studies- IPB Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Perundingan Pertanian Indonesia Di Forum WTO (Pasca Bali)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB),
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dituntut untuk memberikan kontribusi dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), sumber devisa melalui ekspor, penyediaan
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PENGESAHAN
NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF
Lebih terperinciPRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)
BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP
Lebih terperinciRenstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN
RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Prinsip perluasan Uni Eropa adalah semua anggota harus memenuhi ketentuan yang dimiliki oleh Uni Eropa saat ini, antara lain menyangkut isu politik (kecuali bagi
Lebih terperinciASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.
ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI
Lebih terperinciConduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947
BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional
Lebih terperinciAri Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)
Ari Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) L and D Map mandates, workplans, and/or decisions with adaptation relevance the work programme on loss and damage (L&D WP),
Lebih terperinciLima Peraturan WTO yang Perlu Diubah untuk Memungkinkan Kedaulatan Pangan dari Semua Negara Jacques Berthelot, Solidarité, 18 Oktober 2015
Lima Peraturan WTO yang Perlu Diubah untuk Memungkinkan Kedaulatan Pangan dari Semua Negara Jacques Berthelot, Solidarité, 18 Oktober 2015 Kedaulatan pangan tidak berarti autarki tetapi merupakan hak setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap manusia di dunia untuk mempertahankan hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A). Latar Belakang Masalah Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok (primer) yang dibutuhkan dan harus dipenuhi oleh setiap manusia di dunia untuk mempertahankan hidupnya. Seiring
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang
Lebih terperinci