PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan"

Transkripsi

1 SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan Nur Baladina, SP. MP. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya baladina.fp@ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.2 Tujuan 2. LIBERALISASI PERDAGANGAN 1. PENDAHULUAN 3. WTO 3.1. Lima Prinsip Dasar WTO/GATT 3.2. Ketentuan Tarif WTO/GATT 3.3. Penghapusan/Pengurangan Subsidi Ekspor 3. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) 1.1 Pengantar Liberalisasi perdagangan mensyaratkan dihilangkannya restriksi perdagangan yaitu penghapusan atau pengurangan pajak ekspor dan pajak impor, semua negara juga sudah tidak diperbolehkan untuk memberikan subsidi bagi industri domestik, seperti pupuk dan BBM (di Indonesia), penghapusan restriksi kuantitatif, seperti fixed exchange rate dan harmonisasi sanytary phytosanitary (SPS). MODUL 12 Sebagai anggota World Trade Organization (WTO) sekaligus negara dengan sistem perekonomian terbuka, Indonesia tidak dapat menghindari adanya perdagangan bebas, sehingga dituntut untuk lebih siap mengambil manfaat sebesar-besarnya dari peluang yang dihasilkan oleh WTO. Peluang dan manfaat dari keanggotaan Indonesia di WTO hanya dapat diperoleh apabila kita menguasai semua persetujuan WTO dan menerapkannya sesuai dengan kepentingan nasional. Oleh karena itu pada modul 12 ini akan dibahas beberapa organisasi perdagangan dunia seperti World Trade Organization (WTO) dan Asean Free Trade Area (AFTA), mulai dari prinsip dasar hingga kesepakatan/persetujuan organisasi sehingga diharapkan akan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep perdagangan bebas/liberalisasi perdagangan.

2 1.2. Tujuan Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan akan dapat: Menjelaskan kelebihan dan kelemahan dari adanya perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan). Menjelaskan kesepakatan perdagangan bebas untuk produk pertanian yang disepakati oleh organisasi perdagangan dunia WTO. Menjelaskan kesepakatan perdagangan bebas untuk produk pertanian yang disepakati oleh organisasi perdagangan dunia AFTA. 2. KONSEP LIBERALISASI PERDAGANGAN Liberalisasi perdagangan mensyaratkan dihilangkannya restriksi perdagangan yaitu penghapusan atau pengurangan pajak ekspor dan pajak impor, semua negara sudah tidak diperbolehkan untuk memberikan subsidi bagi industri domestik, seperti pupuk dan BBM (di Indonesia), penghapusan restriksi kuantitatif, seperti fixed exchange rate dan harmonisasi sanytary phytosanitary (SPS). Secara teoritis, liberalisasi perdagangan akan meningkatkan volume perdagangan antar negara dengan meningkatnya spesialisasi dan efisiensi karena negara yang mempunyai keunggulan dari daya saing produknya akan terus meningkatkan produksi dan daya saingnya. Akan tetapi, produk dari suatu negara yang tidak mempunyai daya saing terpaksa harus berupaya untuk meningkatkan efisiensi kalau tidak menginginkan jatuhnya komoditi tersebut. Bagi kebanyakan negara berkembang, seperti Indonesia permasalahan yang muncul adalah bagaimana daya saing produk pertanian baik di dalam maupun di luar negeri. Saat ini, sudah mulai nampak bahwa perdagangan domestik sudah banyak dibanjiri oleh produk dari berbagai negara. Produk buah-buahan segar dan makanan kaleng nampaknya telah menjadi pilihan banyak konsumen di Indonesia dan produk lokal menjadi kurang dapat bersaing, seperti bawang putih dan apel Batu pemasarannya mulai menurun akibat adanya membanjirnya produk yang sama dari negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasaran produk pertanian sangat penting bagi perkembangan pertanian di berbagai negara, terutama di Indonesia. 3. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Dengan diterbitkannya Undang-Undang No.7 tahun 1994 tanggal 2 November 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) Agreement Establising The World Trade Organization, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yangada di dalamnya telah sah menjadi bagian legislasi nasional. Menjadi anggota WTO berarti terikat adanya hak dan kewajiban. Disamping itu pula, WTO bukan bukan hanya menciptakan peluang (opportunity) tetapi juga ancaman (threat). Page 2 of 7

3 WTO adalah organisasi negosiasi perdagangan multilateral, merupakan pengganti GATT (General Agreement on Tariff and Trade) sejak GATT yang berdiri pada tahun 1947 dengan 8 anggota kemudian terus berkembang hingga mencapai 143 anggota ditambah dengan 31 negara yang saat ini sedang dalam proses perundingan (accesion) untuk masuk menjadi anggota WTO. Anggota organisasi ini telah banyak bernegosiasi perdagangan termasuk perdagangan di sektor pertanian. Persetujuan di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan perdagangan hasil pertanian yang fair, predictable dengan cara mengatur penghapusan subsidi, akses pasar dengan memperhatikan kepentingan pembangunan dan kepentingan negara-negara miskin dan negara berkembang yang masih merupakan net importir. Persetujuan ini memut empat masalah pokok yaitu : a).konsensi dan komitmen akses pasar, b). Domestic support, c). Ekspor subsidi dan d). Ketentuan untuk kepentingan negara-negara terbelakang (negara miskin) yang merupaka net importir hasil-hasil pertanian. Persetujuan tersebut juga mengatur masalah penting yang bersifat ekonomis dan politis kepada anggota yaitu penggunaan bantuan dalam negeri (domestic support) yang sifatnya tidak merugikan perdagangan hasil pertanian untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan desa. Untuk negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, sifat multifunctionality dari pertanian mencakup tujuan sektor ini untuk kepentingan negara-negara berkembang yaitu food security, poverty alleviation dan rural development. Terkait dengansanitary and Phytosanitary (SPS) Measures merupakan bagian dari persetujuan hasil pertanian dimana substansinya erat kaitannya dengan masalah pertanian. Persetujuan ini mengatur kebijakan yang terkait erat dengan perlindungan kesehatan makanan (food safety), hewan/binatang, dan tumbuhtumbuhan asalkan tindakan tersebut tidak dilakukan secara sepihak dan diskriminatif serta tidak menimbulkan proteksi tersembunyi atau proteksi yang tidak perlu. Standar perlindungan yang akan diterapkan para anggota sebagai pelaksana persetujuan ini harus mengadopsi standar internasional seperti Codex Alimentarius sebagai acuan. Hal-hal atau jenis penyakit yang dapat dicegah dengan adanya persetujuan SPS yaitu : a. Risiko penyakit yang berasal dari barang makanan yang mengandung penyakit pes dan/menyebarkan penyakit, atau organisme yang menyebabkan adanya penyakit. b. Risiko yang berasal dari additives, kontaminasi, toxin atau organisme yang adal dalam makanan (buah,minuman, makanan) yang dapat menimbulkan penyakit. c. Risiko yang dibawa oleh binatang, tumbuh-tumbuhan atau produk yang terbuat dari kedua jenis tersebut. Suatu negara dapat melakukan tindakan di bidang SPS, yaitu dengan membuat standar suatu produk maka anggota negara tersebut diwajibkan untuk membuat scientific justification yang didasarkan pada risk assessment. Untuk hal tersebut Page 3 of 7

4 persetujuan ini juga mengatur prosedur dan kriteria untuk melakukan kajian tentan resiko (risk assessment) dan cara untuk menentukan tingkat perlindungan dari standar yang diterapkan. Produk-produk pertanian yang umumnya dikenakan peraturan SPS, antara lain: a). Buah-buahan segar dan sayur-sayuran; b). Jus buah dan bahan-bahan untuk campuran makanan; c). Daging dan produk-produk yang dibuat dari daging, d). Produk makanan yang diproses. Disamping itu, Konferensi Tingkat Menteri ke IV pada bulan November 2001 di Daha-Qatar sebagai mandat perundingan WTO menghasilkan beberapa hal penting untuk pertanian, yaitu deklarasi para menteri telah memasukkan isu kepentingan negara-negara berkembang yaitu menyangkut masalah ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan, serta perlakuan khusus dan berbeda untuk negara-negara berkembang Lima Prinsip Dasar GATT/WTO Berikut ini merupakan lima prinsip dasar dari GATT/WTO, antara lain: a. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations Treatment- MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal 1 GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitmen yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka GATT-WTO harus diperlakukan secara sama kepada semua anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya. b. Pengikatan Tariff (Tariff binding) Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT1994 di mana setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk menciptakan prediktabilitas dalam urusan bisnis perdagangan internasional atau ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang mengubah atau menaikkan tingkat tarif bea masuk. c. Perlakuan Nasional (National treatment) Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri. d. Perlindungan hanya melalui tarif Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif. Page 4 of 7

5 e. Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (special and Differential Treatment for developing countries-s&d). Untuk meningkatkan partisipasi negara-negara berkembang dalam perundingan perdangan internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untuk melaksanakan persetujuan WTO. Negosiasi terakhir dari GATT adalah Uruguay round pada bulan Desember 1993 di Punta del Este, Uruguay. Perundingan Uruguay memakan waktu lama karena untuk pertama kalinya sektor pertanian serius menjadi agenda pembicaraan. Dari perundingan itu akhirnya disetujui negosiasi di sektor pertanian yaitu pengurangan subsidi ekspor, substitusi tarif-tarif untuk hambatan non-tarif dan rencana pengurangan tarif selama enam tahun Ketentuan Tarif GATT Ketentuan GATT mengenai tarif adalah sebagai berikut : a. Negara maju akan mengurangi tarif rata-rata sebesar 36% selama enam tahun, yang dimulai sejak tahun 1995 dengan minimal pengurangan tarif sebesar 15% b. Negara berkembang akan mengurangi tarif rata-rata sebesar 24% selama 10 tahun, yang dimulai sejak tahun 1995 dengan minimal pengurangan tarif sebesar 10% c. Negara miskin (less developed countries) tidak dilarang untuk tidak mengurangi tarif tetapi mereka tidak diperbolehkan menaikkan tarif melebihi tarif saat ini Penghapusan/Pengurangan Subsidi Ekspor Pada Uruguay Round juga telah disepakati persetujuan untuk penghapusan/pengurangan subsidi ekspor, yaitu: a. Negara maju setuju pengurangan anggaran pengeluaran untuk subsidi ekspor hingga sebesar 36% selama 6 tahun dari tahun 1986/1990 sementara itu jumlah subsidi ekspor dikurang hingga 21% b. Negara berkembang setuju mengurangi pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor hingga sebesar 24% selama 10tahun sementara itu ekspor subsidi dikurangi menjadi sebesar 14% 4. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Pemerintahan negara-negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Laos telah menyepakati persetujuan perdagangan bebas sesama anggota. AFTA adalah persetujuan perdagangan yang lebih kecil dari WTO. Saat ini ada tiga sub-regional zones yang bertujuan untuk bekerja sama menghasilkan keuntungan lokasi yaitu: IMS growth triangle (Indonesia, Malaysia dan Singapura); IMT growth triangle (Indonesia, Page 5 of 7

6 Malaysia, dan Thailand); dan BIMP-EAGA (Brunei Eastern Indonesia, Eastern Malaysia, dan South Philipphines). Persetujuan AFTA dilakukan melalui mekanisme The Common Effective Prefential Tarif (CEPT). Pada mulanya skema untuk Produk pertanian dikeluarkan dalam persetujuan AFTA tetapi sejak pertemuan menteri perekonomian ASEAN yang ke- 26 pada bulan September 1994, telah diputuskan untuk memasukkan produksi pertanian yang tidak diproses (the unprocessed agricultural product). Keputusan produk pertanian yang dimasukkan dalam persetujuan perdagangan bebas dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu: a. Immediate Inclusion List, adalah produk yang segera diliberalisasi b. Temporary Exclusion List (TEL) adalah produk yang secara temporer masih dapat menikmati proteksi c. Sensitive List, adalah produk yang tetap diproteksi karena merupakan produk yang sensitif, seperti beras dan gula. d. General Exceptions adalah produk dimana suatu negara perlu melakukan proteksi untuk pertahanan nasional, publik moral, proteksi untuk manusia, hewan atau kehidupan tanaman dan kesehatan; dan proteksi dari artikel tentang artistik, historik, atau nilai antropologi. Kira-kira sekitar 1% dari tarif ASEAN termasuk kategori ini. Klasifikasi ini selanjutnya akan diimplementasikan 10 tahun ke depan sejak persetujuan tersebut pada tahun 1994, dimana TEL akan dimasukkan dalam CEPT setelah 5 tahun kemudian. Bagaimanapun juga, Indonesia mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan persetujuan tersebut. Pada pertemuan menteri perekonomian ASEAN Desember 1995, Indonesia mengusulkan untuk mentransfer 15 produk pertanian, yaitu beras, gula, gandum, bawang putih, kedele, dan rokok dari TEL menjadi sensitive list. Walaupun Thailand tidak menyetujui tetapi pada akhirnya Indonesia diizinkan untuk memindahkan dari TEL ke sensitive list. REFERENSI Anindita, Ratya Pemasaran Hasil Pertanian. Papyrus. Surabaya. Anindita, Ratya dkk Ekonomi Pertanian. Universitas Terbuka. Jakarta Kohls, R.L. dan Joseph N. Uhl Marketing of Agricultural Product. Fifth Edition. John Willey and Sons, Macmillan Publishing Co-Inc., New York. Page 6 of 7

7 PROPAGASI Tugas dan Penilaian Individu 1. Jelaskan apa saja kelebihan dan kelemahan dari adanya perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan)! 2. Jelaskan lima prinsip dasar dari GATT/WTO! 3. Jelaskan ketentuan GATT mengenai tarif terkaitan isue liberalisasi perdagangan! 4. Jelaskan hasil kesepakatan Uruguay Round terkait dengan upaya penghapusan/pengurangan subsidi ekspor! 5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Sanitary and Phytosanitay (SPS) Measures? 6. Jelaskan apa kesepakatan perdagangan bebas untuk produk pertanian yang disepakati oleh organisasi perdagangan dunia AFTA? Page 7 of 7

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

PRINSIP WTO IKANINGTYAS PRINSIP WTO IKANINGTYAS PERLAKUAN YANG SAMA UNTUK SEMUA ANGGOTA (MOST FAVOURED NATIONS TREATMENT-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani

Lebih terperinci

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan Prof. Ir. Ratya Anindita, MSc., Ph.D. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Perilaku Harga Produk Pertanian

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Perilaku Harga Produk Pertanian SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Perilaku Harga Produk Pertanian Prof. Ir. Ratya Anindita, MSc., Ph.D Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG PERUBAHAN KLASIFIKASI DAN PENETAPAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR PRODUK-PRODUK TERTENTU DALAM

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artikan sebagai kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli

BAB I PENDAHULUAN. artikan sebagai kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang begitu banyak, perdagangan menjadi salah satu sumber mata pencahariannya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT) Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS) Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO WTO (World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Proses Penentuan Harga

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Proses Penentuan Harga SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Proses Penentuan Harga Prof. Ir. Ratya Anindita, MSc., Ph.D Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN VI.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri sari buah didasarkan pada arah kebijakan pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam visi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya permintaan akan suatu barang dan jasa oleh suatu negara terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya perdagangan di kancah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL 8 SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES TO IMPLEMENT THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON THE FACILITATION OF GOODS IN TRANSIT,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua tantangan besar yang dihadapi lndonesia saat ini, yaitu bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu kita juga harus mencermati globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

PENEGAKAN PRINSIP SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PENEGAKAN PRINSIP SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.19, No.1 Juni 2014, hlm. 20 28 E-mail: fhukum@yahoo.com Website: www.jchunmer.wordpress.com PENEGAKAN PRINSIP SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya

Lebih terperinci

PEMASARAN INTERNASIONAL

PEMASARAN INTERNASIONAL PENGANTAR PEMASARAN PEMASARAN INTERNASIONAL Suwandi PROGRAM STUDI MANAGEMENT RESORT & LEISURE UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG PEMASARAN INTERNASIONAL 1. Globalisasi perdagangan dunia 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND THE BASIC AGREEMENT ON THE ASEAN INDUSTRIAL COOPERATION SCHEME (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN

Lebih terperinci

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL LAPORAN AKHIR KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL Tim Peneliti: Reni Kustiari Achmad Suryana Erwidodo Henny Mayrowani Edi Supriadi Yusuf Soeprapto Djojopoespito

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREAL (ACFTA) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREAL (ACFTA) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREAL (ACFTA) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: SRI OKTAVIANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group

BAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Cairns Group adalah sebuah koalisi campuran antara negara maju dan negara berkembang yang merasa kepentingannya sebagai pengekspor komoditas pertanian selain dua kubu besar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN KESEPAKATAN ASEAN Free Trade Area (AFTA)

KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN KESEPAKATAN ASEAN Free Trade Area (AFTA) KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN KESEPAKATAN ASEAN Free Trade Area (AFTA) Oleh: Henry Aspan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UNPAB ABSTRAK Pemberlakuan AFTA dan keikutsertaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS Budi Nugroho Widyaiswara Muda Balai Diklat Keuangan Yogyakarta Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/3/2015

Lebih terperinci

183/PMK.011/2009 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR BI-AXIALLY ORIENTED POLYPROPYLENE F

183/PMK.011/2009 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR BI-AXIALLY ORIENTED POLYPROPYLENE F 183/PMK.011/2009 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR BI-AXIALLY ORIENTED POLYPROPYLENE F Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia telah mengekspor CPO sejak pelita I sampai pelita

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pembentukan kerangka pemikiran dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang terkait dengan tujuan penelitian. Teori-teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H14102043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi

Lebih terperinci

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017 KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017 A. Pendahuluan Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1612, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Tarif. Bea Masuk. Impor. AANZFTA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 208/PMK.011/2013 TENTANG PENETAPAN TARIF BEA MASUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas. tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan.

Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas. tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan. Sehingga persaingan antar produk

Lebih terperinci