BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini hendak mendiskusikan strategi diplomatik Tim Satgas G-33

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini hendak mendiskusikan strategi diplomatik Tim Satgas G-33"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tulisan ini hendak mendiskusikan strategi diplomatik Tim Satgas G-33 memperjuangkan Public Stockholding di WTO. Sejauh ini, WTO telah membuka kesempatan bagi negara-negara berkembang terutama yang tergabung di dalam G-33 untuk melakukan notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause sejak disepakati di dalam Deklarasi Menteri KTM IX WTO Tesis ini selanjutnya akan fokus untuk membahas latar belakang kepentingan Indonesia di dalam proposal Public Stockholding. Kemudian tesis ini juga akan mendiskusikan mengenai strategi diplomatik dengan melakukan analisa pada tahap pra notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause oleh Tim Satgas G-33. Selain itu tesis ini juga akan membahas mengenai dampak dari notifikasi terhadap pertanian di Indonesia. Pada tanggal 3-7 Desember 2013, Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IX WTO yang dihadiri oleh 159 negara. KTM IX WTO menghasilkan tiga kesepakatan pada isu Agreement on Agriculture, Trade & Development, dan Trade Facilitation. Sampai dengan menjelang penyelenggaraan KTM IX WTO, G-33 terus menjadi motor penggerak dari perundingan WTO pada bidang pertanian. Negara-negara seperti Indonesia, India, Brazil, dan Pakistan adalah beberapa aktor kunci yang memiliki kepentingan besar dalam rangka mengamandemen AoA di WTO yang sudah diperjanjikan sejak tahun 1980-an (Zaki, 2014). Proses negosiasi ini tidak berjalan mulus. Sempat terjadi tragedi politik perdagangan antara Amerika Serikat dan India dalam pembahasan Proposal G-33 mengenai Public Stockholding. Public Stockholding sebagaimana di definisikan oleh G-33 adalah peran 1

2 pemerintah negara berkembang untuk membeli pangan dari petani sebagai persediaan/stok pangan dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dalam rangka untuk mendukung petani miskin. Formula ini tidak harus menghitung ukuran agregat dari dukungan yang diberikan pemerintah (ICSTD, 2012). Isu Public Stockholding ini pun telah diusulkan oleh G-33 di dalam Annex B draf modalitas 6 Desember 2008 yang diambil menjadi keputusan resmi pada KTM IX WTO di Bali tahun 2013 (Berthelot, 2013). Usulan Public Stockholding disampaikan oleh kelompok G-33 pada bulan November 2012 dan dibahas dalam pertemuan pada bulan Januari dan Februari. Ini adalah bagian dari kelompok perlakuan khusus bagi negara berkembang untuk mendukung petani yang miskin. Indonesia adalah koordinator G-33. Kelompok ini memandang amandemen Perjanjian Pertanian untuk melonggarkan disiplin pada dukungan domestik, terutama pada dukungan harga terkait dengan Public Stockholding dan bantuan pangan, dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan mendukung petani miskin (WTO, 2013) Keberatan utama negara berkembang umumnya dan Kelompok G-33 khususnya adalah subsidi yang diberikan saat ini harus diperhitungkan berdasarkan harga rata-rata tahun (Putaran Uruguay) yang tak memperhitungkan kenaikan biaya transportasi, biaya produksi, inflasi, dan lainnya. Sebagai perbandingan, harga beras rata-rata dunia selama adalah Rp390/kg, dan saat ini berada di kisaran Rp6.700-an/kg. Bila pemerintah saat ini membeli dari petani dengan harga Rp6.500, maka berdasarkan Perjanjian Pertanian yang ada, subsidi harga yang diberikan pemerintah mencapai Rp Dengan perhitungan ini, ditambah subsidi untuk pupuk dan lainnya, Indonesia mencatatkan pemberian domestic support sebesar 8,3% pada 2009 dan 7,9% pada 2012, tidak jauh dari threshold 10% sesuai perjanjian, hal ini tentu sangat tidak realistis 2

3 India yang merupakan anggota G-33 bersama Indonesia, Brazil, China serta negara berkembang lainnya memiliki proposal dalam isu Agreement on Agriculture (AoA) yang disebut dengan Public Stockholding (PSH). Komponen yang diajukan oleh India antara lain : 1) de minimis dinaikan menjadi 15 persen dari 10 persen yang diatur dalam Pasal 6 AoA, Peace Clause dalam jangka waktu yang tidak terbatas, dan negara-negara maju harus mengurangi subsidi domestik karena sudah melewati ketentuan WTO. Sementara itu, Amerika Serikat yang bersekutu dengan negara-negara maju mengajukan proposal berbeda antara lain : 1) de minimis tetap berada di 10 persen dan Peace Clause dilaksanakan sampai dengan KTM XI WTO pada tahun Perdebatan ini terjadi karena India mendasari kepentingannya untuk menjamin ketahanan pangan rakyatnya di dalam negeri yang berjumlah 1,2 milliar orang. India berkomitmen bahwa kebijakannya untuk mensubsidi petani domestik agar lebih produktif menghasilkan pangan di dalam negeri, tidak akan berorientasi terhadap kegiatan ekspor. Amerika Serikat dan India bersepakat menghasilkan Interim Solution (solusi sementara) dimana Negara-negara berkembang diberikan kelonggaran selama 4 tahun untuk mencapai ketahanan pangan melalui subsidi domestik yang dapat melampaui ketentuan AoA yakni 10 % dan tidak digugat selama melakukan notifikasi Peace Clause di Committee on Agriculture (COA) WTO. Durasi selama 4 tahun ini harus di optimalkan oleh Indonesia sebagai strategi mencapai ketahanan pangan nasional. Akan tetapi tantangannya saat ini bagi Indonesia ialah, Indonesia belum memiliki data dan dokumen yang cukup untuk melakukan notifikasi selain komoditas beras pada program Public Stockholding di WTO. Hal ini tentu saja membuat peluang Indonesia semakin tipis untuk mencapai ketahanan pangan untuk komoditas selain beras. Padahal, China telah menjalankan program Public Stockholding sejak tahun 1980-an, negeri 3

4 tirai bambu ini telah menetapkan 5 komoditas pertanian yang masuk ke dalam program Public Stockholding. Fakta ini menunjukan potensi China dalam mengoptimalkan kesepakatan KTM IX WTO mengenai Public Stockholding selama 4 tahun ke depan. Oleh sebab itu, Indonesia perlu menyusun strategi diplomatik untuk mencapai ketahanan pangan melalui implementasi Public Stockholding berdasarkan Deklarasi Menteri WTO pada tahun Strategi diplomatik ini akan bertumpu kepada unit Satgas G-33 yang dibentuk oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia dan diketuai oleh Dirjen PPHP Kementrian Pertanian RI. Satgas G-33 memiliki peran dalam pembahasan mengenai notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause di Committee on Agriculture (COA) WTO. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melakukan analisis terhadap peran Satgas G-33 dalam rangka mendorong kebijakan notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause di COA WTO sebagai upaya untuk mencapai ketahanan pangan nasional. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai posisi pemerintah Indonesia dalam forum perundingan perdagangan di tingkat multilateral. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai optimalisasi peran pemerintah Indonesia di dalam mempersiapkan notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause di WTO sebagai upaya untuk mencapai ketahanan pangan. 1.2.Tinjauan Literatur Topik mengenai Public Stockholding (PSH) untuk mencapai ketahanan pangan telah dikaji oleh banyak peneliti. Dari literatur-literatur tersebut, sebagian besar mendorong optimisme dalam merancang formulasi Public Stockholding yang mampu mengentaskan kemiskinan di sektor pertanian, mampu melakukan stabilisasi harga di pasar, dan mampu untuk mencapai ketahanan pangan di masing-masing negara. 4

5 Morrow (1980), menelaah realitas Public Stockholding dalam upaya menjaga stabilisasi harga di pasar internasional di dalam tulisannya yang berjudul The Economics of The International Stockholding of Wheat. Di Negara-negara berpenghasilan rendah, fluktuasi persediaan makanan menyebabkan kesulitan parah pada orang miskin. Terutama karena krisis pangan dunia awal 1970-an, yang menjadi perhatian khusus dan telah memberikan pemahaman betapa pentingnya Public Stockholding untuk meningkatkan ketahanan pangan Negara-negara berkembang. Dalam teori ekonomi pasar, apabila ingin memaksimalkan keuntungan dari Public Stockholding, maka akan diikuti oleh peran spekulator swasta yang juga memiliki tujuan untuk mencapai keuntungan ekonomi. Peran pemerintah secara langsung akan mengubah tingkat, lokasi, dan kesejahteraan dari dampak Public Stockholding. Pemerintah juga akan melahirkan dampak signifikan apabila melakukan subsidi kepada pihak swasta atau kepada program Buffer Stock. Dengan teori-teori di atas, Public Stockholding yang telah diamati sejak tahun 1960 menjadi pola yang dipahami dapat memberikan keuntungan bagi pihak swasta terutama eksportir. Berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh Morrow, Keyzer (2013) di dalam tulisannya yang berjudul Stockholding, Volatility, and Food Security : A Review of Proposals menjelaskan bahwa secara sederhana, Public Stockholding telah menjadi aktifitas privat dan publik. Operasi swasta melayani fungsi komersial klasik, dengan petani harus memutuskan kapan akan menjual stok pangan mereka, dan pedagang kapan ketika akan membeli, dan juga kapan harus menjual. Di sinilah kemungkinan spekulasi di pasar muncul atas dasar ekspektasi harga di masa depan. Mereka yang mengharapkan kenaikan harga akan menunda penjualan, dan sebaliknya harga akan jatuh. Oleh karena itu, pada ketidakpastian harga di masa depan akan inheren menyebabkan keputusan subjektif berdasarkan harapan di masa depan, dan karena itu, semua pihak bisa disebut spekulan. 5

6 Untuk memperhitungkan kemungkinan sektor swasta membuat kesalahan kolektif dalam prediksi, untuk melawan spekulasi, menjamin stabilitas, mempromosikan sektor pertanian dan menjamin ketersediaan pangan di seluruh wilayah dalam kasus bencana, otoritas pemerintah harus di optimalisasi agar proses Public Stockholding untuk mencapai ketahanan pangan dapat terwujud. Pendapat dari Keyzer ini selaras dengan Zhong (2010) yang menulis Policy Risk : Some Lessons from Public Stockholding in China. Tulisan ini menjelaskan bahwa stok pangan di China telah dijalankan sejak tahun 1980-an sebagai respon terhadap keluhan petani yang kesulitan untuk menjual surplus kedelai mereka. Pembelian dari petani/pasar adalah sebagai bentuk dukungan harga. Semua operasi ini dalam rangka untuk merespon fluktuasi harga. Konsep Keyzer dan Zhong memberikan otoritas pemerintah/negara untuk bisa mencapai ketahanan pangan melalui program-program yang dirancang dan dijalankan oleh Badan Usaha Milik Negara (State Trading Enterprise). Konsep pemberian otoritas kepada STE di China dijelaskan di dalam tulisan McCorriston (2009) yang berjudul The Trade & Welfare Effects of State Trading in China bahwa Perdagangan negara adalah fitur umum dalam pengelolaan impor dan ekspor produk pertanian di sejumlah negara. Cina tidak terkecuali. China memiliki STEs yang dinamakan The China National Cereals, Oils and Foodstuffs Import and Export Company (COFCO). COFCO memiliki peran penting dalam menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar internal untuk beberapa komoditas pertanian. Program ini dibuat oleh pemerintah pusat untuk mencapai swasembada, ketahanan pangan, dan stabilisasi harga. Dari literatur-literatur yang ada, dapat dinyatakan bahwa studi yang dilakukan lebih kepada upaya stabilisasi harga yang dimainkan oleh pihak swasta yang berpotensi melahirkan spekulasi harga secara liberal. Selain itu, literatur-literatur di atas juga hanya memaparkan pengalaman China sebagai negara yang telah menerapkan Public Stockholding melalui peran 6

7 COFCO sebagai BUMN di negeri tirai bambu tersebut. Sementara, kebutuhan untuk mencapai ketahanan pangan begitu mendesak terutama bagi Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Disamping itu, tulisan-tulisan tersebut juga belum secara spesifik memaparkan bagaimana isu pertanian di bahas di dalam KTM IX WTO. Kemudian, penelitian di atas juga belum menyentuh pembahasan peran diplomatik Tim Satgas G-33 sebagaimana yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai strategi diplomatik Tim Satgas G-33 dalam rangka implementasi Public Stockholding untuk mencapai ketahanan pangan sebagai hasil kesepakatan KTM IX WTO Rumusan Masalah a. Apa yang menjadi kepentingan Indonesia di dalam Proposal Public Stockholding? b. Bagaimana strategi diplomatik Tim Satgas G-33 dalam mencapai ketahanan pangan melalui implementasi Public Stockholding? 1.4. Kerangka Konseptual Untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya, akan digunakan konsep analisis SWOT dalam analisa pra notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause di WTO oleh Tim Satgas G-33 serta konsep negosiasi dan koalisi Tim Satgas G-33 dalam memperjuangkan Public Stockholding di WTO Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT) Hovland (2004) mengemukakan bahwa metode analisis SWOT merupakan instrumen yang variatif, yang mana instrumen ini dapat digunakan dalam berbagai bentuk proyek, yang menjadi langkah awal atau sebagai pemanasan awal sebelum maju ke langkah penyusunan strategi yang lebih matang dan medetail. Analisis SWOT akan sangat berguna dalam pemetaan permasalahan bagi para pemangku kepentingan. Dalam kaiannya dengan proses 7

8 persiapan negosiasi, maka analisis ini akan menjadi instrumen pelengkap yang akan mengelaborasi persoalan-persoalan yang sebetulnya dihadapi. Analisis SWOT juga merupakan alat perencanaan strategis klasik. Alat ini menggunakan kerangka kekuatan internal untuk mengidentifikasi kelemahan, peluang, dan ancaman eksternal. Metode ini menyediakan cara sederhana untuk menilai bagaimana strategi dapat diimplementasikan. Metode ini juga mendorong pemakainya untuk dapat realistis dan fokus untuk mencapai tujuan. Kerangka SWOT memiliki 2 matriks. Metode ini dikerjakan dalam suatu unit lembaga. Hal utama yang perlu dilakukan adalah menjelaskan tujuan dari perubahan kebijakan. Setelah itu merancang klarifikasi dengan mengumpulkan gagasan dari anggota unit lembaga. Penilaian kapasitas internal dapat mengidentifikasiproyek apa yang sedang dijalankan oleh lembaga. Penilaian ini juga dapat mengidentifikasi kualitas sumber daya, keterampilan, dan kualifikasi mitra yang dibutuhkan. Sehingga dalam menilai kekuatan internal perlu untuk di observasi secara langsung. Penilaian situasi eksternal cenderung berfokus kepada apa yang ada di luar lembaga. Penilaian ini dapat mengidentifikasi ancaman dan peluang untuk dapat memperkuat lembaga. Analisis SWOT pada akhirnya menjadi alat serbaguna untuk digunakan pada banyak tahapan. Analisis ini dapat memanaskan isu sebelum masuk ke tahapan berikutnya. Hal ini dapat diterapkan secara luas, atau menjadi sub-komponen kecil dari strategi yang dipilih untuk analisis yang lebih rinci. SWOT lebih sering digunakan oleh pemangku kepentingan sebelum memproduksi kebijakan. Hal ini digunakan untuk memetakan pengaruh pemangku kepentingan dalam memasuki situasi baru baik di dalam maupun luar negeri. 8

9 Negosiasi Internasional dan Koalisi Negosiasi perdagangan internasional telah menjadi pekerjaan yang menyibukan negaranegara berkembang. Negara-negara berkembang sering melakukan negosiasi secara bersamaan baik di forum regional dan sebagai negara anggota WTO, dimana mereka adalah negara mayoritas di dalamnya. Negara miskin menjadi sangat dramatis dan semakin aktif di dalam negosiasi perdagangan internasional karena kondisi mereka sangat bergantung kepada perdagangan. Bahkan, pedagang yang paling kecil pun menjadi penentu dalam organisasi penting seperti WTO apabila dibandingkan dengan masa lalu (Odell, 2006). Odell (2006) mengajukan konsep-konsep negosiasi internasional dan koalisi yang dapat di definisikan sebagai a sequence of actions in which two or more governments address demands and proposals to each other for the astensible purpose of reaching an agreement and changing the behaviour of at least one party. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diidentifikasi setidaknya tiga aspek yang dapat mempengaruhi hasil negosiasi, yaitu desain koalisi, strategi yang digunakan oleh negara maupun sekelompok negara yang tergabung dalam koalisi, serta dinamika interaksi yang bersifat subjektif dari para negosiator. Menurut Odell (2006), mengingat begitu kompleksnya perundingan perdagangan di tingkat multilateral, salah satu strategi yang dapat dikembangkan oleh Negara Sedang Berkembang adalah melalui koalisi. Koalisi dianggap sebagai mekanisme bagi Negara Sedang Berkembang untuk mengatasi kompleksitas perdagangan multilateral, proses pembelajaran serta untuk memfasilitasi preferensi mereka. Meskipun demikian, setiap koalisi mempunyai basis yang berbeda-beda baik berupa kepentingan bersama atau alasan ideologi yang sama. Oleh karena itu, daya tahan koalisi juga berbeda satu sama lain, ada yang sifatnya temporer dan tidak bertahan lama, namun ada pula yang lebih tahan lama dan terstruktur melalu pertemuan rutin. 9

10 Public Stockholding Public Stockholding sebagaimana di definisikan oleh G-33 adalah peran pemerintah negara berkembang untuk membeli pangan dari petani sebagai persediaan/stok pangan dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dalam rangka untuk mendukung petani miskin. Formula ini tidak harus menghitung ukuran agregat dari dukungan yang diberikan pemerintah (ICSTD, 2012). Isu Public Stockholding ini pun telah diusulkan oleh G-33 di dalam Annex B draf modalitas 6 Desember 2008 yang diambil menjadi keputusan resmi pada KTM IX WTO di Bali tahun 2013 (Berthelot, 2013). Usulan Public Stockholding disampaikan oleh kelompok G-33 pada bulan November 2012 dan dibahas dalam pertemuan pada bulan Januari dan Februari. Ini adalah bagian dari kelompok perlakuan khusus bagi negara berkembang untuk mendukung petani yang miskin. Indonesia adalah koordinator G-33. Kelompok ini memandang amandemen Perjanjian Pertanian untuk melonggarkan disiplin pada dukungan domestik, terutama pada dukungan harga terkait dengan Public Stockholding dan bantuan pangan, dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan mendukung petani miskin (WTO, 2013) 1.5. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah di atas, hipotesa yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Strategi diplomatik Tim Satgas G-33 yang relevan untuk memperjuangkan Public Stockholding di WTO ialah dengan membuat analisis SWOT sebagai bahan untuk memetakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam melakukan notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause di Commiittee on Agriculture (COA) WTO. Disamping itu, Indonesia harus memperkuat negosiasi internasional dan koalisi G-33 dengan mengadakan pertemuan yang semakin intens untuk membahas implementasi 10

11 Public Stockholding yang memiliki pengaruh besar terhadap masa depan ketahanan pangan di Negara-negara berkembang. Negosiasi dan Koalisi Internasional yang dapat dibangun oleh Tim Satgas G-33 dapat menggunakan konsep Distributif Bargaining yang muncul dari situasi konfliktual antar pihak yang masing-masing menginginkan kepuasan yang sama terhadap sumber yang sama dan terbatas. Pola-pola tersebut diharapkan dapat mewujudkan kepentingan Indonesia di WTO untuk mencapai ketahanan pangan (Food Security), Penghapusan Kemiskinan (Poverty Eradication), Pembangunan Perdesaan (Rural Development), Kemajuan Sosial Ekonomi (Social and Economic Progress), dan Keberlanjutan (Sustainability) Jangkauan Penelitian Dengan mempertimbangkan relevansi, ketersediaan data, maka penelitian ini membatasi objek penelitian yang terdiri dari proses perundingan Putaran Doha selama tahun , di mana pada tahun 2013 merupakan tahun disepakatinya Paket Bali yang menjadi landasan hukum disepakatinya Public Stockholding for Food Security Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam pembuatan tulisan ini menggunakan metode kualitatif melalui studi literatur. Literatur yang dimaksud bersumber dari buku, jurnal internasional, siaran media resmi pemerintah atau institusi internasional, serta data-data dari situs-situs resmi seperti United Nations, World Trade Organization, dan Food Agriculture Organization Sistematika Penulisan Penelitian tesis ini akan disusun dalam 4 bab. Pada Bab I, tulisan ini berisi tentang pengantar yang di dalamnya mengelaborasi latar belakang permasalahan, tunjauan literatur 11

12 sebagai informasi ilmiah dalam bentuk penelitian-penelitian sebelumnya, serta apa yang kemudian menjadi rumusan masalah untuk diteliti. Selain itu, terdapat pula kerangka konseptual yang digunakan oleh penulis untuk membantu merangkai argumentasi berdasarkan data-data yang telah diolah dan dianalisis. Kerangka konseptual yang telah disusun juga akan menjadi dasar bagi penulis dalam menentukan arah analisis dalam karya tulis ini. Hipotesis juga terdapat dalam bab ini sebagian hasil analisis awal yang masih bersifat sementara. Setelah itu, akan dijabarkan metode penelitian dan sistematika penulisan untuk mengetahui gambaran umum tentang alur pembahasan dalam tulisan ini. Selanjutnya disajikan Bab II akan memaparkan mengenai teori stok pangan yang merupakan proses tekhnis dalam pelaksanaan penyimpanan pangan untuk kepentingan petani, masyarakat, dan dalam kondisi darurat. Selain itu, Bab ini juga akan membahas mengenai teori ketahanan pangan sebagai tujuan dari implementasi Public Stockholding. Kemudian, pada bagian ini juga akan dibahas mengenai sejarah perundingan isu pertanian dalam Putaran Doha, Sejarah G-33 sebagai kelompok pertanian negara berkembang di WTO, dan perkembangan perundingan G-33 menuju KTM IX WTO. Selanjutnya, Bab III akan menguraikan mengenai strategi diplomatik Tim Satgas G-33 dalam mengimplementasikan Public Stockholding melalui pembahasan argumentasi tekhnis dan yuridis Peran Bulog sebagai State Trading Enterprises (STE) di dalam WTO serta peraturan nasional yang mendukung implmementasi Public Stockholding, kepentingan Indonesia di dalam isu pertanian di KTM IX WTO, hasil kesepakatan KTM IX WTO dan dampaknya bagi Indonesia, prosedur notifikasi di WTO, Interim Solution : Pra Notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause oleh Tim Satgas G-33 di WTO dengan menggunakan analisis SWOT dan konsep negosiasi internasional serta koalisi untuk memperkuat posisi G- 33 dalam mewujudkan kepentingan Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan. 12

13 Keseluruhan penjelasan penelitian selanjutnya akan dirangkum dalam Bab IV yang berisi kesimpulan dan saran sebagai jawaban dari perumusan masalah. Sehingga dapat diketahui bahwa Indonesia sebagai Ketua G-33 dan negara yang bertumpu pada sektor pertanian harus dapat melakukan strategi notifikasi Public Stockholding dan Peace Clause untuk mencapai ketahanan pangan khususnya dalam waktu 4 tahun mendatang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan memberikan rekomendasi kepada kementrian terkait perihal strategi diplomatik Tim Satgas G-33 dalam rangka mencapai ketahanan pangan melalui implementasi Public Stockholding. 13

BAB I. A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Keamanan pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap negara. World Trade Organization (WTO) adalah organisasi internasional yang sejak tahun 1995 memiliki peran sentral

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

Prof. Dr. Rina Oktaviani Guru Besar FEM-IPB International Trade and Policy Studies- IPB. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014

Prof. Dr. Rina Oktaviani Guru Besar FEM-IPB International Trade and Policy Studies- IPB. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Prof. Dr. Rina Oktaviani Guru Besar FEM-IPB International Trade and Policy Studies- IPB Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Perundingan Pertanian Indonesia Di Forum WTO (Pasca Bali)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Perjanjian Bidang Pertanian/ Agreement on Agriculture merupakan salah satu jenis perjanjian multilateral yang disepakati di dalam WTO. Secara umum, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan melonjaknya harga bahan pangan pokok, banyak pihak yang mulai meninjau kembali peran dan fungsi BULOG. Sebagian pihak menginginkan agar status BULOG dikembalikan

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group

BAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Cairns Group adalah sebuah koalisi campuran antara negara maju dan negara berkembang yang merasa kepentingannya sebagai pengekspor komoditas pertanian selain dua kubu besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun sebelum Masehi dengan menggunakan transportasi air. 1 Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN tahun sebelum Masehi dengan menggunakan transportasi air. 1 Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan manusia. Perdagangan dipercaya sudah terjadi sepanjang sejarah umat manusia

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL Oleh: NANI TUARSIH 0810512064 Mahasiswa Program Strata

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini merupakan sarana eksplanasi tentang perilaku organisasi internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan suatu program atau agenda yang diimplementasikan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO Oleh : Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans B.M. Dabukke Erna M. Lokollo Wahida PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

Latar Belakang Pencapaian Paket Bali sebagai Penyelesaian Doha Development Agenda

Latar Belakang Pencapaian Paket Bali sebagai Penyelesaian Doha Development Agenda Latar Belakang Pencapaian Paket Bali sebagai Penyelesaian Doha Development Agenda Winanda Puthu Tarni Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga ABSTRAK Paket Bali yang disepakati

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara study literatur yang data-datanya diperoleh dari buku, jurnal, arsip, maupun artikel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World

I. PENDAHULUAN. perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World 34 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi anggota forum kerjasama perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 1 Multilateral (WTO) Plurilateral/Regional : APEC, ASEAN-FTA (AFTA),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi Sub-Sahara Afrika dalam kurang lebih dua dekade kebelakang berada pada angka rata-rata 5% pertahunnya, dimana secara keseluruhan telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Structural Adjustment Programs (SAPs) adalah sebuah program pemberian pinjaman yang dicanangkan oleh IMF. SAPs pada mulanya dirumuskan untuk membendung bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA 131 132 STABILISASI HARGA DAN PASOKAN PANGAN POKOK Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan pangan pokok utama sebagian besar masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN: MANDAT TERBESAR DARI RAKYAT KEPADA KITA SEMUA ) Oleh Kwik Kian Gie ) Saudara-saudara dan hadirin sekalian.

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN. identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin

X. KESIMPULAN DAN SARAN. identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil kajian mengenai analisis identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Regional Trade Agreements (RTA) didefinisikan sebagai kerjasama perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup free trade agreements (FTA),

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Pembicaraan pertanian di bawah proposal juga diajukan oleh negara-negara membangun komitmen pemerintah untuk

PENDAHULUAN Pembicaraan pertanian di bawah proposal juga diajukan oleh negara-negara membangun komitmen pemerintah untuk PAKET BALI : PELUANG DAN TANTANGAN PRODUK PERTANIAN INDONESIA Shanti Darmastuti (Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UPN Veteran Jakarta) Abstract Agricultural sector has become one

Lebih terperinci

BAB II. WTO, PAKET BALI DAN PERJANJIAN PERTANIAN (Agreement on Agliculture/AoA) WTO

BAB II. WTO, PAKET BALI DAN PERJANJIAN PERTANIAN (Agreement on Agliculture/AoA) WTO BAB II WTO, PAKET BALI DAN PERJANJIAN PERTANIAN (Agreement on Agliculture/AoA) WTO A. WTO sebagai Organisasi Perdagangan Dunia 1. Perubahan GATT menjadi WTO World Trade Organization (WTO) didirikan pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.208,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/201235 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 12/M-DAG/PER/4/2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim, sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia, bahwa pada tahun 2010 sektor ini menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Strategi adalah cara untuk mencapai visi dan misi yang dirumuskan berdasarkan kondisi saat ini. Dalam perumusan strategi sanitasi di Kabupaten Kepulauan Anambas, maka

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Koperasi Unit Desa (KUD) Puspa Mekar yang berlokasi di Jl. Kolonel Masturi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Lebih terperinci

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, keterbukaan, keterkaitan, ketergantungan, serta persaingan antar negara khususnya dalam bidang ekonomi semakin tidak dapat dihindari.adanya

Lebih terperinci

Sambutan Utama. Gubernur Agus D.W. Martowardojo. Pada Seminar Internasional IFSB. Meningkatkan Keuangan Inklusif melalui Keuangan Islam

Sambutan Utama. Gubernur Agus D.W. Martowardojo. Pada Seminar Internasional IFSB. Meningkatkan Keuangan Inklusif melalui Keuangan Islam Sambutan Utama Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Seminar Internasional IFSB Meningkatkan Keuangan Inklusif melalui Keuangan Islam Jakarta, 31 Maret 2015 Bismillahirrahmanirrahiim, Yang Terhormat: Tn.

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN A. Landasan Hukum Memahami pentingnya cadangan pangan, pemerintah mengatur hal tersebut di dalam Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, khususnya dalam pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong negara-negara di dunia untuk memperluas ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya keterbukaan, baik keterbukaan

Lebih terperinci

Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor

Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor RI N G K ASA N KEG IATA N MARET 20 22, 2017, JAKARTA TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer BAB V KESIMPULAN Perjalanan sejarah strategi kekuatan militer China telah memasuki babak baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer China di Djibouti, Afrika pada Tahun 2016.

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 dimana saat itu WTO masih berbentuk GATT ( General Agreement On Tariffs and Trade ). Dengan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selama lebih dari 30 tahun Bulog telah melaksanakan penugasan dari

I. PENDAHULUAN. Selama lebih dari 30 tahun Bulog telah melaksanakan penugasan dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama lebih dari 30 tahun Bulog telah melaksanakan penugasan dari pemerintah untuk menangani bahan pangan pokok khususnya beras dalam rangka memperkuat ketahanan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith yang mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin. Kemudian paham

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Fenomena internasional yang menjadi tren perdagangan dewasa ini adalah perdagangan bebas yang meliputi ekspor-impor barang dari suatu negara ke negara lain.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis keuangan yang dipicu oleh permasalahan lembaga-lembaga keuangan raksasa di Amerika Serikat berdampak negatif bagi perekonomian dunia. Dampak krisis yang ditimbulkan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci