MAKALAH FARMAKOLOGI II ANTI-HELMINTHES (OBAT CACING) DOSEN PENGAMPU : RESSI SUSANTI, M.Sc., Apt ANGGOTA :1.RIFANI AMALIA I
|
|
- Fanny Setiabudi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MAKALAH FARMAKOLOGI II ANTI-HELMINTHES (OBAT CACING) DOSEN PENGAMPU : RESSI SUSANTI, M.Sc., Apt KELOMPOK : 11 ANGGOTA :1.RIFANI AMALIA I SA DIAH I SHULHANA NUDJIYA I FARIDA NURYANINGSIH I SILVANA ANGGRAINI I I PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2015
2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan pembelajaran. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihakpihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, dalam rangka penyelesaian makalah yang berjudul Anti-Helminthes Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Pontianak, 18 Juni 2015 Penyusun
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cacingan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi penyakit cacingan berkisar 60% - 90% tergantung lokasi higienis, sanitasi peribadi dan lingkungan penderita. Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia. Lokasi yang tidak higienis dan sanitasi yang rendah menjadi lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing. Beberapa daerah di Indonesia terutama di daerah pedalaman belum semua mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, kasus infeksi cacing yang kronik banyak ditemukan di daerah pedalaman yang secara latar belakang pengetahuan kesehatan dan pendidikan rendah. Infeksi cacing ini Apabila dicermati lebih lanjut pengaruhnya bisa sangat mengganggu, terutama pada anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, infeksi ringannya, dapat mengakibatkan anemia dengan berbagai manifestasi kilinis, baik yang terlihat secara nyata maupun yang tidak terlihat. Kasus infeksi yang sedang sampai berat bisa mengakhibatkan adanya gangguan penyerapan pada usus dan gangguan beberapa fungsi organ dalam. Gangguan yan ditimbulkan mulai dari yang ringan tanpa gejala hingga sampai yang berat bahkan sampai mengancam jiwa. Secara umum gangguan nutrisi atau anmeia dapat terjadi pada penderita. Hal ini secara tidak langsung akan mengakibatkan gangguan kecerdasan pada anak.karena itu, cacingan masih menjadi masalah kesehatan mendasar di negeri ini. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan suatu upaya bersama dan juga kesadaran dalam menanggulangi penyakit ini. Salah satunya dengan Penggunaan antihelmintik atau obat anti cacing yang merupakan salah satu upaya penanggulangan infeksi cacingan. Sebagian besar antihelmintik efektif terhadap satu macam jenis cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum menggunakan obat tertentu. pemberian antihelmintik haruslah mengikut indikasi-
4 indikasi tertentu. Untuk mengobati cacingan, banyak obat anti cacing diberikan yang bertujuan untuk mengeluarkan cacing segera bersama tinja hanya dalam dosis sekali minum. Obat anti-cacing yang dipilih harus diperhatikan benar karena tidak semuanya cocok pada anak maupun orang dewasa. Pemberian obat anti cacing tanpa dasar justru akan merugikan penderita yang mana akan memperberat kerja hati. Diagnosis harus dilakukan dengan menemukan telur/larva dalam tinja, urin, sputum dan darah atau keluarnya cacing dewasa melalui anus,mulut atau lainnya. Maka dari itu penggunaan antihelmintik sangat diperlukan dalam memberantas dan mengurangi cacing dalam organ atau jaringan tubuh. 2. Rumusan Masalah Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian cacingan? 2. Apa saja jenis-jenis cacing dan bagaimana cara penularannya? 3. Bagaimana gejala-gejala jika manusia mengalami cacingan? 4. Bagaimana cara pencegahan agar terhindar dari penyakit cacingan? 5. Apa saja macam-macam obat anti-helminth? 3. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini diharapkan dapat : 1. Memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan penyakit cacingan. 2. Mengetahui jenis-jenis cacing yang menyebabkan cacingan. 3. Mengetahui gejala-gejala pada manusia jika mengidap penyakit cacingan. 4. Mengetahui cara pencegahan untuk menghindari penyakit cacingan. 5. Macam-macam obat anti-helminth beserta indikasinya
5 4. Manfaat Adapun manfaat dari makalah ini diantaranya : 1. Data dan informasi mengenai obat antihelmintik dapat menjadi masukan bagi penderita agar menggunakan obat antihelmintik sesuai dengan indikasiindikasinya.
6 BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh) dan mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Pada kasus cacingan, maka cacing tersebut dapat melemahkan tubuh inangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan. Cacingan biasanya terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebersihan baik terhadap diri sendiri ataupun terhadap lingkungannya. Cacingan dapat menular melalui larva/telur yang tertelan & masuk ke dalam tubuh. Cacing merupakan hewan tidak bertulang yang berbentuk lonjong & panjang yang berawal dari telur/larva hingga berubah menjadi bentuk cacing dewasa. Cacing dapat menginfeksi bagian tubuh manapun yang ditinggalinya seperti pada kulit, otot, paru-paru, ataupun usus/saluran pencernaan. penyakit ini bisa menurunkan tingkat kesehatan. Di antaranya, menyebabkan anemia, IQ menurun, lemas tak bergairah, ngantuk, malas beraktivitas serta berat badan rendah. 2. Jenis jenis cacing Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan tersusun banyak sel (multiseluler). Parasit cacing yang penting bagi manusia terdiri dari dua golongan besar yaitu filum Plathyhelminthes dan filum Nemathelminthes. Plathyhelminthes terdiri dari dua kelas, yaitu Cestoda dan Trematoda, sedangkan kelas Nematoda merupakan kelas yang penting dalam filum Nemathelminthes. Plathyhelminthes mempunyai bentuk tubuh yang pipih seperti daun (Trematoda) atau berbentuk pita dengan banyak segmen (Cestoda). Sedangkan filum Nemathelminthes mempunyai bentuk tubuh yang silindris memanjang, tidak terbagi dalam segmen-segmen.
7 Cestoda termasuk cacing hermafrodit, maka alat kelamin jantan maupun betina terdapat bersama-sama dalam tubuh seekor cacing dewasa. Setiap segmen tubuh cacing memiliki alat reprosuksi yang sempurna. Trematoda umumnya juga bersifat hermafrodit (biseksual), kecuali Schistosoma, yang terpisah atas jantan dan betina (uniseksual). Nematoda mempunyai sistem reproduksi uniseksual (diecious). Cacing Nematoda ada yang vivipara (melahirkan larva) ada yang ovipar (bertelur) atau ovovivipar (larva keluar dari telur segera sesudah berada di luar tubuh induknya).berikut ini adalah klasifikasi cacing dan penyakit yang dapat disebabkan oleh cacing : Tabel 2.1 Klasifikasi cacing dan penyakit yang dapat disebabkan oleh cacing.
8 Cacing pada manusia pun ada banyak jenisnya. Adapun Nematoda usus yang ada pada manusia diantaranya : 1.Ascaris lumbricoid 2.Trichuri s trichiura 3.Hook worm (cacing - Ancylostom a es duodenale - Necator americanus (cacing 4.Strongyloi des stercorali s tambang) cambuk) 5. Toxocara canis & Toxocara cati 6. Oxyuris vermicularis (cacing kremi) 7. Trichinella spiralis STH 1.Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides ) Cacing Ascaris lumbricoides merupakan cacing yang paling sering menginfeksi manusia. Cacing ini berwarna Merah muda atau putih. Besarnya sekitar cm dan mampu bertelur telur per-harinya. Cacing dewasa hidup di dalam usus manusia bagian atas, (Usus kecil) dan akan melepaskan telurnya di dalam kotoran manusia. Infeksi pada manusia terjadi
9 melalui jalan makanan yang tercemar oleh kotoran yang mengandung telur cacing. Cara Penularannya, Telur cacing masuk melalui mulut dan Menetas di usus kecil menjadi larva, Larva ini akan menembus dinding usus kemudian masuk ke aliran darah yang akhirnya sampai ke paru paru yang selanjutnya akan dibatukan keluar dan ditelan kembali ke usus. Kemudian akan menjadi dewasa di usus. Cacing gelang dapat mengisap 0,14 gr karbohidrat setiap hari. Penyakit yang timbul dari infeksi ini antara lain anemia, obstruksi saluran empedu, radang pankreas dan usus buntu. Gambar 1. Cara penularan Cacing Gelang. 2.Cacing Cambuk( Tri curis trichiura ) Cacing cambuk tampak berwarna merah muda atau abu-abu dan bentuknya seperti cambuk. Besarnya sekitar 3 5 cm. Cacing betinanya bisa bertelur 5 ribu-10 ribu butir per-hari. Biasanya infeksi cacing ini menyerang pada usus besar. Dia menghisap darah dan hidup di dalam usus besar. Infeksinya sering menimbulkan perlukaan pada usus, karena kepala cacing dimasukkan ke dalam permukaan usus penderita. Cacing ini juga menghisap sari makanan yang dimakan oleh penderita.
10 Cara penularannya, telur cacing tertelan bersama dengan air atau makanan, kemudian menetas di usus kecil dan tinggal di usus besar,selanjutnya telur cacing akan keluar melalui kotoran dan jika telur ini menetas, telur ini akan hidup sampai dewasa di dalam usus halus. Gejala yang timbul pada penderita cacing cambuk antara lain nyeri abdomen, diare dan usus buntu. Cara pencegahan sebenarnya cukup dengan yaitu menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan terutama dalam penyajian makanan. Dalam membeli makanan, harus memastikan bahwa penjual makanan memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan. Gambar 2. Siklus penularan Cacing Cambuk. 3.Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) Cacing tambang adalah cacing yang paling ganas, karena ia menghisap darah. Paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing ini berwarna Merah dan besarnya sekitar 8 13 mm. Cacing betinanya bisa bertelur 15 ribu-20 ribu butir per-hari. Cacing dewasa bertahan hidup 2-10 tahun. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Penularannya cepat, karena larva cacing tambang sanggup menembus kulit kaki yang selajutnya akan terbawa oleh pembuluh darah ke dalam usus.
11 Cacing tambang ini menimbulkan perlukaan pada permukaan usus, sehingga perdarahan dapat terjadi secara lebih berat. Perdarahan yang lebih berat ini disebabkan karena mulut (stoma) cacing menancap pada permukaan usus. Bahkan satu ekor cacing saja dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 0,34 cc sehari. Mengingat itu semua, maka infeksi cacing tambang merupakan penyebab anemia yang paling sering ditemukan pada anak-anak, sehingga dapat mempengaruhi daya tubuhnya dan menurunkan prestasi belajar. Gambar 3. Siklus Penularan Cacing Tambang. 4.Cacing Kremi (Enterobius Vermicularis) Cacing yang sering menyerang anak kecil adalah Enterobius vermikularis. Cacing ini hidup di bagian akhir dari usus halus, di dekat usus besar. Cacing ini kecil sekali, yang betina panjangnya 8-10mm, yang jantan ± 5mm dengan ekor bengkok. Telurnya banyak, sampai Bentuk telur panjang, sedikit cekung. Besarnya mikron. Cacing ini mirip kelapa parut, kecil-kecil dan berwarna putih. Awalnya, cacing ini akan bersarang di usus besar. Saat dewasa, cacing kremi betina akan pindah ke anus untuk bertelur. Telur-telur ini yang menimbulkan rasa gatal. Bila balita menggaruk anus yang gatal, telur akan
12 pecah dan larva masuk ke dalam dubur. Saat digaruk, telur-telur ini bersembunyi di jari dan kuku, sebagian lagi menempel di sprei, bantal atau pakaian. Lewat kontak langsung, telur cacing menular ke orang lain. Gambar 4. Siklus penularan cacing kremi. 3. Gejala penyakit cacingan a. Gejala Umum Perut buncit, badan kurus, rambut seperti rambut jagung, lemas dan cepat lelah, muka pucat, serta mata belekan. sakit perut, diare berulang dan kembung, kolik yang tidak jelas dan berulang. b. Gejala Khusus 1. Cacing Gelang Sering kembung, mual, dan muntah-muntah. Kehilangan nafsu makan dibarengi diare, akibat ketidakberesan di saluran pencernaan. Pada kasus yang berat, penderita mengalami kekurangan gizi. Cacing gelang yang jumlahnya banyak, akan menggumpal dan berbentuk seperti bola, sehingga menyebabkan terjadinya sumbatan di saluran pencernaan. 2. Cacing Cambuk
13 Dapat menimbulkan peradangan di sekitar tempat hidup si cacing, misalnya di membrane usus besar. Pada kondisi ringan, gejala tidak terlalu tampak. Tapi bila sudah parah dapat mengakibatkan diare berkepanjangan. Jika dibiarkan akan mengakibatkan pendarahan usus dan anemia. Peradangan bisa menimbulkan gangguan perut yang hebat, yang menyebabkan mual, muntah, dan perut kembung. 3. Cacing Tambang Cacing tambang menetas di luar tubuh manusia, larvanya masuk kedalam tubuh melalui kulit. Cacing tambang yang hidup menempel di usus halus menghisap darah si penderita. Gejala yang biasa muncul adalah lesu, pucat, dan anemia berat. 4. Cacing Kremi Telur cacing ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu bersarang di usus besar. Setelah dewasa, cacing berpindah ke anus. Dalam jumlah banyak, cacing ini bisa menimbulkan gatal-gatal di malam hari. Tidak heran bila si kecil nampak rewel akibat gatal-gatal yang tidak dapat ditahan. Olesi daerah anusnya dengan baby oil dan pisahkan semua peralatan yang bisa menjadi media penyebar, seperti handuk, celana, pakaian. 4. Obat Antelmintik yang Lazim Digunakan a. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda Nematoda adalah Cacing ini berukuran kecil (mm) sampai satu meter atau lebih, telur mikroskopis. Contoh anggota nematoda yang parasit pada manusia yakni cacing kremi, cacing pita dan cacing gelang. 1. Piperazin Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949). Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali
14 terhadap A. lumbricoides dan E. Vermicularis. Piperazin juga terdapat sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Piperazin dalam bentuk garam sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam ini bersifat stabil non higroskopis, pemeriannya berupa kristal putih yang sangat larut dalam air, larutannnya bersifat sedikit asam. Piperazin diabsorpsi melalui saluran cerna, dan diekskresi melalui urine. a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin sehinggga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar untuk mengeluarkan cacing itu. Cacing yang telah terkena obat dapat menjadi normal kembali bila ditaruh dalam larutan garam faal pada suhu 37 C. Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis. Pada suatu studi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang diberi piperazin ternyata dalam urin dan lambungnya ditemukan suatu derivat nitrosamine yakni N-monistrosopiperazine dan arti klinis dari penemuan ini belum diketahui. b. Farmakokinetik Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, sangat baik. Sebagian obat yang diserap mengalami metabolisme, sisanya diekskresi melalui urin. Menurut Rogers (1958), tidak ada perbedaan yang berarti antara garam sitrat, fosfat dan adipat dalam kecepatan ekskresinya melalui urin. Tetapi ditemukan variasi yang besar pada kecepatan ekskresi antar individu. Yang diekskresi lewat urin
15 sebanyak 20% dan dalam bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24 jam. c. Efek nonterapi dan kontraindikasi Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi umumnya tidak menyebabkan efek samping, kecuali terkadang nausea, vomitus, diare, dan alergi. Pemberian secara intravena menyebabkan penurunan tekanan darah selintas. Dosis letal menyebabkan konvulsi dan depresi pernapasan. Pada takar lajak atau pada akumulasi obat karena gangguan faal ginjal dapat terjadi inkoordinasi otot, atau kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara, bingung yang akan hilang setelah pengobatan dihentikan. Piperazin dapat memperkuat efek kejang pada penderita epilepsi. Karena itu piperazin tidak boleh diberikan pada penderita epilepsi dan gangguan hati dan ginjal. Pemberian obat ini pada penderita malnutrisi dan anemia berat, perlu mendapatkan pengawasan ekstra. Karena piperazin menghasilkan nitrosamin, penggunaannya untuk wanita hamil hanya kalau benarbenar perlu atau kalau tak tersedia obat alternatif. Piperazin bersifat teratogenic. d. Sediaan dan posologi Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/ml, sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa pada askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgbb (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari berturut-turut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65 mg/kgbb (maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. Berikut sediaan piperazin :
16 Gambar 5. Bentuk sediaan dan struktur kimia Piperazin 2. Pirantel Pamoat Obat ini efektif untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang. Mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi imfuls, menghambat enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja, <15% lewat urine. Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing tambang, tetapi tidak efektif terhadap trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan penerusan impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera mati Resorpsinya dari usus ringan kira kira 50% diekskresikan dalam keadaan utuh bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui urin. Efek sampingnya cukup ringan yaitu berupa mual, muntah, gangguan saluran cerna dan kadang sakit kepala. Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.dosis biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgbb. Walaupun demikian, dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau tablet (125 mg /tablet). Bagi
17 orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya, membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4 tablet pirantel (125 mg) sekali minum.nama dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia bermacam-macam, ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-lain (MIMS,1998). Untuk dosis terhadap cacing kremi dan cacing gelang sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg, anak-anak ½ 2 tablet sesuai usia (10mg/kg). Berikut sediaan Pirantel Pamoat : 3. Mebendazol Gambar 6. Bentuk dan struktur kimia Pirantel Pamoat. Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya. Obat ini tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan terbuka Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap cacing Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis, Uncinaria stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia hydatigena, Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena. Senyawa ini merupakan turunan benzimidazol, obat ini berefek pada hambatan pemasukan glukosa ke dalam cacing secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen dalam cacing. Mebendazol juga dapat menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing. a. Farmakokinetika
18 Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian oral absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin hanya sekitar 2% dari dosis dalam bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak. b. Efek Nonterapi dan Kontraindikasi Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena absorbsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia maupun malnutrisi. Efek samping yang kadang-kadang timbul berupa diare, sakit perut ringan yang bersifat sementara, sakit kepala, pusing, reaksi alergi, alopesia, dan depresi sumsum tulang. Dari studi toksikologi obat ini memiliki batas keamanan yang lebar. Tetapi pemberian dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada tikus hamil memperlihatkan efek embriotoksik dan teratogenik. berikut sediaan mebendazol : Gambar 7. Bentuk sediaan dan struktur kimia Mebendazole c. Interaksi 1 Antiepileptics Fenitoin atau karbamazepin telah dilaporkan dapat menurunkan konsentrasi plasma-mebendazol pada pasien yang menerima dosis tinggi untuk mengobati echinococcosis, mungkin sebagai akibat dari induksi enzim.
19 2 Histamin H2-antagonis Konsentrasi plasma mebendazol dapat meningkat ketika diberikan bersama dengan enzim inhibitor yaitu simetidin. d. Penggunaan Klinis Mebendazol dapat digunakan dalam mengobati : 1 Capillariasis Mebendazole dengan dosis 200 mg dikonsumsi dua kali sehari selama 20 hari dapat digunakan untuk mengobati capillariasis. 2 Echinococcosis Mebendazole telah digunakan dalam pengobatan echinococcosis tetapi albendazole lebih disukai. Biasaya dosis mebendazole untuk mengobati cystic echinococcosis yaitu mg/kg setiap hari selama least 3-6 bulan. 3 Toxocariasis. Mebendazole telah digunakan dalam pengobatan toxocariasis dan efek samping yang ditimbulkan oleh mebendazole memiliki kejadian yang lebih rendah dari tiabendazole dan dengan dietilkarbamazin. 4 Strongyloidiasis Mebendazole telah digunakan untuk pengobatan dari strongyloidiasis tetapi perlu diberikan untuk jangka waktu yang lebih lama dari albendazole untuk mengontrol autoinfeksi, sehingga albendazole lebih disukai. 4. Tiabendazol Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif terhadap strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang), larva migrans pada kulit (atau erupsi menjalar) dan tahap awal trikinosis (disebabkan Trichinella spinalis). Obat ini menganggu agregasi mikrotubular. Meskipun hampir tidak larut dalam air, obat ini mudah diabsorbsi pada pemberian per oral. Obat dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine. Efek samping yang dijumpai ialah pusing, tidak mau makan, mual dan muntah. Terrdapat beberapa laporan tentang gejala
20 SSP. kasus lain yang terjadi eritema multiforme dan sindrom Stevens Johnson yang dilaporkan akibat tiabendazol, yang dapat menyebabkan kematian. Berikut sediaan tiabendazol : Gambar 8. Bentuk sediaan dan struktur Tiabendendazole. 5. Invermektin Invermektin adalah obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta sungai) disebabkan Onchocerca volvulus dan terbukti pula efektif untuk scabies. a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis Ivermektin bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat) parasit. Aliran klorida dipacu keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan paralisis cacing. Obat diberikan oral. Tidak menembus sawar darah otak dan tidak memberikan efek farmakologik. Namun, tidak boleh diberikan pada pasien meningitis karena sawar tak darah lebih permiabel dan terjadi pengaruh SSP. Ivermektin juga tidak boleh untuk orang hamil. Tidak boleh untuk pasien yang menggunakan benzodiasepin atau barbiturate dan obat yang bekerja pada reseptor GABA. Pembunuhan mikrofilia dapat menyebabkan reaksi seperti
21 Mozatti (demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan sebagainya). Berikut sediaan Ivermektin : Gambar 9. Bentuk sediaan dan struktur kimia Ivermectin. b. Farmakokinetik Ivermektin diabsorpsi setelah dosis oral, dengan puncak konsentrasi plasma yang diperoleh setelah sekitar 4 jam. Ivermektin terikat dengan protein plasma sekitar 93% dan memiliki waktu paruh eliminasi sekitar 12 jam. Ivermektin mengalami metabolisme dan diekskresikan sebagian besar sebagai metabolit selama sekitar 2 minggu, terutama di feses, dengan kurang dari 1% diekskresikan melalui urin dan kurang dari 2% melalui ASI. c. Penggunaan Klinis Ivermektin dapat digunakan dalam mengobati : 1 Loiasis Ada penelitian yang menyatakan bahwa terjadi penurunan microfilaraemia setelah pengobatan ivermectin pada pasien dengan loiasis, tetapi ada kekhawatiran berpotensi terjadi neurotoksisitas pada pasien. 2 Cutaneous larva migrans.
22 Ivermektin menjadi efektif dalam pengobatan cutaneous larva migrans dengan dosis oral 200 mikrogram / kg setiap hari selama 1 2 hari telah direkomendasikan. 3 Onchocerciasis. Ivermektin mempunyai efek microfilaricidal terhadap Onchocerca volvulus dan obat utama yang digunakan dalam mengendalikan onchocerciasis. Sebuah dosis tunggal cepatmenghilangkan mikrofilaria dari kulit, dengan efek maksimum setelah 1 sampai 2 bulan, dan secara bertahap menghilangkan mereka dari kornea dan ruang anterior mata. Ivermektin memiliki sedikit efek pada cacing dewasa tetapi dapat menekan pelepasan mikrofilaria dari cacing dewasa. Dalam pengobatan onchocerciasis, dosis oral tunggal Ivermektin3 sampai 12 mg, berdasarkan sekitar dari 150 mikrogram / kg untuk pasien dengan berat lebih dari 15 kg dan lebih dari 5 tahun, diberikan setahun sekali atau setiap 6 bulan. 4 Strongyloidiasis Ivermektin 200 mikrogram / kg dengan dosis tunggal, atau harian pada dua hari berturut-turut, digunakan untuk pengobatan dari strongyloidiasis. 6. Albendazole Albendazole adalah antelmintik oral berspektrum luas, yang merupakan obat pilihan dan telah diakui di Amerika Serikat untuk pengobatan penyakit hydatid dan cysticercosis. Obat ini juga merupakan obat utama untuk pengobatan infeksi Pinworm, Ascariasis, Trichuriasis, Strongyloidiasis, dan infeksi-infeksi yang disebabkan oleh kedua spesies cacing tambang (hookworm). a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis
23 b. Farmakokinetik c. Interaksi Albendazole dan metabolitnya, Albendazole Sulfoxide, diperkirakan bekerja dengan jalan menghambat sintesis mikrotubulus dalam nematoda, dan dengan demikian mengurangi ambilan glukosa secara irreversibel. Akibatnya, parasit-parasit usus dilumpuhkan atau mati perlahan-lahan. Pembersihan mereka dari saluran cerna belum dapat menyeluruh hingga beberapa hari setelah pengobatan. Obat ini juga memiliki efek larvicid (membunuh larva) pada penyakit hydatid, cysticercosis, ascariasis, dan infeksi cacing tambang serta efek ovocid (membunuh telur) pada ascariasis, ancylostomiasis, dan trichuriasis. Albendazole tidak mempunyai efek farmakologis pada manusia. Obat ini (yang bersifat teratogenik dan embriotoksik pada beberapa spesies hewan) tidak diketahui tingkat keamanannya pada wanita hamil. Albendazol kontra indikasi terhadap ibu hamil. Absorpsi albendazol kurang baik pada saluran pencernaan namun absorpsi dapat meningkat dengan adanya makanan berlemak.albendazol secara cepat mengalami first-pass metabolism. Metabolit albendazol sulfoksida memiliki aktivitas antelmintik dan waktu paruh sekitar 8,5 jam. Berikatan dengan protein plasma sebesar 70%. Albendazol sulfoxid dieliminasikan di empedu dan hanya sedikit yang dieksresikan melalui urin. 1. Albendazol - Anthelmintik Konsentrasi plasma albendazol sulfoksida dapat meningkat apabila erinteraksi dengan praziquantel. 2. Albendazol Kortikosteroid Konsentrasi plasma dari metabolit aktif albendazol yaitu albendazol sulfoksida dapat meningkat sebanyak 50% apabila berinteraksi dengan dexamethasone. 3. Histamin H2-antagonis Konsentrasi albendazol sulfoksida ditemukan meningkat di dalam empedu dan cairan kista hydatid (pada penyakit hydatid) saat albendazole diberikan dengan simetidin, yang dapat meningkatkan efektivitas dalam pengobatan echinococcosis. d. Penggunaan Klinis
24 Albendazole diberikan pada saat perut kosong untuk penanganan parasit-parasit intraluminal. Namun untuk penanganan terhadap parasitparasit jaringan, obat ini harus diberikan bersama dengan makanan berlemak. Digunakan Untuk infeksi-infeksi pinworm, ancylostomiasis, dan ascariasis ringan, necatoriasis, atau trichuriasis, pengobatan untuk orang dewasa dan anak-anak di atas usia 2 tahun adalah dosis tunggal 400 mg secara oral. Untuk infeksi pinworm, dosis harus diulang dalam dua minggu. Tindakan ini menghasilkan tercapainya angka kesembuhan 100% dalam infeksi pinworm dan angka kesembuhan tinggi untuk infeksiinfeksi lain, atau pengurangan besar terhadap jumlah telur bagi yang tidak tersembuhkan. Untuk mencapai angka kesembuhan tinggi dalam ascariasis atau untuk mengurangi jumlah cacing secara memuaskan untuk meringankan necatoriasis atau trichuriasis berat, ulangi pemberian 400 mg/hari dalam 2-3 hari. Beikut gambar albendazol : Gambar 10. Bentuk sediaan dan struktur kimia albendazole Albendazol dapat digunakan dalam mengobati : 1 Ascariasis Albendazole digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan mebendazol dalam pengobatan ascariasis. Kedua obat tersebut sama-sama sangat efektif dengan tingkat kesembuhan yang lebih besar dari 98% dilaporkan dalam satu stud albendazol. 2 Capillariasis
25 Albendazole dengan dosis 400 mg setiap hari selama 10 hari telah disarankan sebagai alternatif menggantikan mebendazole untuk pengobatan capillariasis. 3 Loiasis Albendazole telah diteliti untuk mengurangi mikro filariasis pada pasien terinfeksi Loa loa. 4 Mikrosporidiosis Albendazol telah dicoba dalam pengobatan dari infeksi protozoa mikrosporidiosis pada pasien AIDS. Albendazol juga telah digunakan secara empiris dalam pengobatan terkait infeksi dan komplikasi HIV. 5 Echinococcosis Dalam pengobatan echinococcosis, albendazole diberikan secara oral dengan makanan dalam dosis 400 mg dua kali sehari selama 28 hari untuk pasien dengan berat lebih dari 60 kg. Dosis 15 mg / kg sehari dalam dua dosis terbagi (untuk maksimal total dosis harian 800 mg) digunakan untuk pasien dengan berat kurang dari 60 kg. 7. Tribendimidine ( L-type Levamisole dan Pirantel) Tribendimidine termasuk obat antelmintik baru yang dinamakan adalah L-type (levamisole dan Pirantel) dimana bekerja pada reseptor agonis asetilkolin nikotinik. Dalam penelitian dinyatakan bahwa tribendimidine aman dan memiliki aktivitas klinik yang baik terhadap Ascaris dan hookworm. Tribendimidine tidak dapat digunakan sebagai antelmintik dimana pasien telah resisten terhadap levamisol atau pirantel dengan mekanisme aksi yang sama. Namun, pribendimidine dapat produktif untuk digunakan dimana pasien resisten terhadap benzimidazole. Tribendimidine dapat dikombinasi dengan antelmintik yang lain.
26 Gambar 11. Bentuk sediaan dan stuktur kimia tribendimidine. b. Obat Untuk Pengobatan Trematoda Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan yang diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah. 1. Prazikuantel Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel. Obat ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda seperti sistisercosis. Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat menyebabkan parasite mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel mudah diabsorbsi pada pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar yang tinggi dapat dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif dengan sempurna, meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif dan dikeluarkan melalui urin dan empedu. Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau makan dan gangguan pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin, simetidin yang dikenal menghambat isozim sitokrom P-450, menyebabkan peningkatan kadar
27 prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati sistiserkosis mata karena penghancuran organisme dalam mata dapat merusak mata. Gambar 12. Bentuk sediaan dan struktur kimia Prazikuantel c. Obat Untuk Pengobatan Cestoda Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus pejamu. Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus selama siklusnya. 1. Niklosamid Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada umumnya. a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap ADP yang menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh skoleks dan segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya. Laksan diberikan sebelum pemberian niklosamid oral. Ini berguna untuk membersihkan usus dari segmen-segmen cacing yang mati agar tidak terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi. Alcohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan. Berikut adalah struktur kimia niklasamid :
28 Gambar 13. Struktur kimia Niklosamid b. Farmakokinetik Niklosamida tidak signifikan diabsorpsi pada saluran pencernaan. c. Penggunaan Klinis Niklosamida adalah obat cacing yang aktif terhadap kebanyakan cacing pita, termasuk cacing pita daging sapi (Taenia saginata), cacing pita babi (T. solium), cacing pita ikan (Diphyllobothrium latum) dan cacing pita anjing (Dipylidium caninum). Niklosamid juga dapat diberikan untuk infeksi dengan cacing pita kerdil, Hymenolepis nana. Niklosamida diberikan dalam bentuk tablet, yang harus dikunyah secara menyeluruh sebelum menelan dengan air. Untuk infeksi dengan cacing pita babi 2-g dosis tunggal diberikan setelah sarapan ringan. Niklosamida tidak aktif terhadap bentuk larva (cysticerci), pencahar diberikan sekitar 2 jam setelah dosis untuk mengeluarkan cacing yang terbunuh dan meminimalkan kemungkinan migrasi telur T. solium ke dalam perut. Antiemetik juga dapat diberikan sebelum pengobatan. Untuk infeksi cacing pita daging sapi atau ikan dosis 2-g dari niklosamida dapat dibagi, dengan 1 g diminum setelah sarapan dan 1 g satu jam kemudian.pada infeksi cacing pita kerdil dosis awal 2 g diberikan pada hari pertama diikuti oleh 1 g setiap hari selama 6 hari. Anak-anak berusia
29 2 sampai 6 tahun diberikan setengah dosis di atas dan yang di bawah usia 2 tahun diberikan seperempat dosis di atas.
30 BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Adapun simpulan dari makalah ini Antara lain : a. Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh) dan mengambil nutrisi daritubuh inangnya. b. Jenis-jenis cacing yang dapat menginfeksi adalah : - Cacing Gelang: (Ascaris lumbricoides) - Cacing Cambuk: (Tricuris trichiura) - Cacing Tambang: (Necator Americanus Dan Ancylostoma Duodenale) - Cacing Kremi: (Enterobius vermicularis) c. Gejala umum jika terinfeksi cacing adalah timbulnya rasa mual, lemas, hilangnya nafsu makan, rasa sakit di bagian perut, diare, dan turunnya berat badan karena penyerapan nutrisi yang tidak mencukupi dari makanan. Pada infeksi yang lebih lanjut apabila cacing sudah berpindah tempat dari usus ke organlain, sehingga menimbulkan kerusakan organ & jaringan, dapat timbul gejala demam, adanya benjolan di organ/jaringan tersebut, dapat timbul reaksi alergi terhadap larva cacing, infeksi bakteri, kejang atau gejala gangguan syaraf apabila organ otak sudah terkena. d. Obat-obat penyakit cacing diantaranya Mebendazol, Tiabendazol, Albendazol, Piperazin, Dietilkarbamazin,Pirantel, Oksantel, Levamisol, Praziquantel,iklosamida, Ivermektin. DAFTAR PUSTAKA
31 Desser SS. Dientamoeba Fragilis. London : School Of Hygiene and Tropical Medicine ; Kasim F, Yulia T, Kosasih. ISO Indonesia volume 44. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia ; Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta : EGC ;1989. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VIII. Jakarta: Salemba Medika ; Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya Medika ; Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto ; Sweetman SC. Martindale : The Complete Drug Reference. Thirty Sixth Edition. London : The Pharmaceutical Press ; Tjay TH, Rahardja K. Obat Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo ; 2002.
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II AKTIVITAS ANTELMINTIK. Nama kelompok. Ogy Goesgyantoro ( ) Nur azaniah Rakhmadewi ( )
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II AKTIVITAS ANTELMINTIK Nama kelompok Ogy Goesgyantoro (10060309086) Nur azaniah Rakhmadewi (10060309087) Nina Nurwila (10060309088) Siska Hotimah (10060309089) Eldi Ali
Lebih terperinciCONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER
PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT. dr. Agung Biworo, M.Kes
FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT dr. Agung Biworo, M.Kes ANTELMINTIK Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT
FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT dr. Agung Biworo, M.Kes ANTELMINTIK Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi penting seperti juga penyakit infeksi lainnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit ini
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit paling umum tersebar dan mengjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru
Lebih terperincicacing kremi. Pada kasus dimana diduga atau terbukti adanya penyakit cacing pita atau Strongyloides stercoralis, dosis 400 mg
Albendazole dengan pemberian sekali sehari 400 mg selama 1, 2 dan 3 hari. 1.3. Tujuan Penelitian. 1.3.1. Tujuan umum: Untuk mengetahui dosis efektif Albendazole dalam menanggulangi infeksi cacing Trichuris
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6 UJI EFEKTIVITAS ANTELMINTIK Dosen Pembimbing Praktikum: Fadli, S.Farm, Apt Hari/tanggal praktikum : Senin, 29 Desember 2014 Disusun oleh: KELOMPOK 5 / GOLONGAN
Lebih terperinciCiri-ciri umum cestoda usus
Ciri-ciri umum cestoda usus Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala (scolex) dilengkapi dengan sucker dan tubuh (proglotid) Panjang antara 2-3m Bersifat hermaprodit Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata
Lebih terperinciTUGAS SEDIAAN SOLIDA. Arjun Nurfawaidi FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2014
TUGAS SEDIAAN SOLIDA Arjun Nurfawaidi 122210101017 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2014 PRAFORMULASI a. Sifat Kimia Nama Sinonim : Albendazol : Albendazole Rumus bangun : Rumus molekul : C 12 H 15
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Soil-transmitted helminthiasis merupakan kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing parasit usus, antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari satu miliar orang terinfeksi oleh Soil Transmitted Helminth (STH) (Freeman et al, 2015).
Lebih terperinciDistribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi
Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperinciPENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id
PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil
Lebih terperinciGambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9
BAB 3 DISKUSI Larva migrans adalah larva cacing nematoda hewan yang mengadakan migrasi di dalam tubuh manusia tetapi tidak berkembang menjadi bentuk dewasa. Terdapat dua jenis larva migrans, yaitu cutaneous
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi cacing atau kecacingan merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang utama di negara miskin atau negara berkembang, dan menempati urutan tertinggi pada
Lebih terperinciPada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infestasi nematoda usus terutama yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) banyak terdapat pada anak-anak dan merupakan salah satu masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,
Lebih terperincixvii Universitas Sumatera Utara
xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting
Lebih terperinciLAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT
LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENYAKIT CACINGAN OLEH Via Wiyana, S.Tr.Keb AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekitar 60 persen orang Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu cacing yang menginfeksi manusia dengan cara penularannya
Lebih terperinciEfektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur
Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur Julia Suwandi, Susy Tjahjani, Meilinah Hidayat Bagian Parasitologi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) de Wit. 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helminthiasis merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita penyakit tersebut. Di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lumbricoides) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi cacing merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang (Rasmaliah, 2001). Jenis cacing yang sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pada tahun 2007, infeksi cacing di seluruh dunia mencapai 650 juta sampai 1 milyar orang, dengan prevalensi paling tinggi di daerah tropis. Populasi di daerah pedesaan
Lebih terperinci2. Strongyloides stercoralis
NEMATODA USUS CIRI-CIRI UMUM Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata Alat pencernaan lengkap Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %. Kejadian kecacingan STH yang tertinggi terlihat pada anak-anak, khususnya
Lebih terperinciKebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting
Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid Direktur P2PTVZ, Ditjen P2P, Kemenkes SITUASI CACINGAN Lebih dari 1.5 milyar orang atau 24% penduduk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *
i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi
Lebih terperinciPenyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio
Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien
Lebih terperinciJUMLAH tahun tahun tahun
30 MEMBUDAYAKAN KEBIASAAN MENCUCI TANGAN ( STUDI KASUS PENANGANAN MASALAH KECACINGAN PADA ANAK DI DUSUN MANYULUH, DESA LAHEI, KECAMATAN MENTANGAI, KABUPATEN KAPUAS, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ) ASTRID
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Usus Cacing usus yang dimaksud di sini adalah beberapa jenis nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit infeksikecacingan yang ditularkan melalui tanah(soil transmitted
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil- Transmitted Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health Oganization
Lebih terperinciTaenia saginata dan Taenia solium
Taenia saginata dan Taenia solium Mata kuliah Parasitologi Disusun Oleh : Fakhri Muhammad Fathul Fitriyah Ina Isna Saumi Larasati Wijayanti Sri Wahyuni Kelompok 6 DIV KESEHATAN LINGKUNGAN TAKSONOMI Taenia
Lebih terperinciUJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI
UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta : Magnolipsida :
Lebih terperinciANTI INFEKSI. dr. Agung Biworo, M.Kes. Mekanisme Kerja Obat Anti Mikroba. atau transpor aktif melalui membran sel.
ANTI INFEKSI dr. Agung Biworo, M.Kes Mekanisme Kerja Obat Anti Mikroba 1. Penghambatan sintesis dinding sel. 2. Perubahan permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel. 3. Penghambatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan
Lebih terperinciMAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI
MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Taenia saginata 2.1.1. Definisi Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura T.trichiura pertama sekali ditemukan oleh Linnaeus (1771). Siklus hidup T.trichiura pertama sekali dipelajari oleh Grassi (1887), selanjutnya oleh Fulleleborn
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN
I. JEMS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK BALITA DAN ORANG YANG PROFESINYA BERHUBTJNGAN DENGAN TANAH Oleh: Dr. Bambang Heru Budianto, MS.*) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satunya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacing ini dapat menurunkan kondisi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun
20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil-transmitted Helminths Soil-transmitted helminthes (STH) merupakan kelompok parasit cacing nematoda yang menyebabkan infeksi pada manusia akibat tertelan telur atau melalui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helmithiasis) disebut juga penyakit infeksi kecacingan STH, masih merupakan problema kesehatan
Lebih terperinciBAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)
BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil-Transmitted Helminths (STH) STH adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Ukuran sangat bervariasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi cacing usus terutama yang ditularkan melalui tanah atau disebut soil-transmitted helmint infections merupakan salah satu infeksi paling umum di seluruh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis) 1. Definisi Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan 2.1.1 Definisi Kecacingan Helmintiasis (kecacingan) menurut WHO adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus
Lebih terperinciMENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL
MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah. Dalam siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan tanah untuk proses
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya parasit berupa cacing di dalam tubuh manusia. Kecacingan merupakan penyakit dengan insiden
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai
Lebih terperinciPada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila,
CESTODA JARINGAN Cacing dalam kelas Cestoidea disebut juga cacing pita karena bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun pembuluh darah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau disebut dengan askariasis merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui di masyarakat. Infeksi cacing nematoda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak Sekolah Dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan
Lebih terperinciPENGANTAR FARMAKOLOGI
PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG
Lebih terperinciPengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi
Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted helminths merupakan kelompok parasit cacing nematoda
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Soil-transmitted Helminths Soil-transmitted helminths merupakan kelompok parasit cacing nematoda yang menyebabkan infeksi pada manusia akibat tertelan telur atau melalui kontak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis cacing Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di
Lebih terperinciBAB 2 TI JAUA PUSTAKA
BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi masalah tingginya prevalensi penyakit infeksi, terutama yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang
Lebih terperinciCACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)
CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-Transmitted Helminths Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang, terutama di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Asia,
Lebih terperinci