BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-Transmitted Helminths Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Terdapat empat jenis STH yang paling sering ditemukan, yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang atau hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) (Serra, 2011) Cacing gelang (A. lumbricoides) Cacing gelang merupakan cacing yang hidup dan tersebar di daerah tropis dan sub tropis dengan kelembaban udara yang tinggi. Cacing gelang dewasa habitatnya terdapat di usus halus manusia dan stadium larvanya mengalami migrasi ke paru-paru. Cacing dewasa berbentuk silindris memanjang berwarna krem keputihan dengan panjang dapat mencapai 40 cm. Ukuran cacing betina cm dengan diameter 3-6 mm, dan cacing jantan cm dengan diameter 2-4 mm. Umur yang normal dari cacing dewasa adalah 12 bulan, paling lama bisa lebih dari 24 bulan. Cacing betina dapat memproduksi lebih dari telur sehari terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam kondisi yang memungkinkan telur dapat tetap bertahan hidup selama bertahun-tahun (Pacifico, 2001). Telur cacing yang telah dibuahi yang keluar bersama tinja penderita, di dalam tanah yang lembab dan suhu yang optimal akan berkembang menjadi telur yang infektif (mengandung larva cacing) dalam waktu 2-3 minggu. Infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing yang infektif ke dalam mulut, di dalam usus halus bagian atas dinding telur akan pecah sehingga larva dapat keluar untuk selanjutnya menembus dinding usus halus dan masuk ke vena porta hati. Bersama aliran darah vena, larva akan beredar menuju jantung, paru-paru, lalu menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa migrasi ini berlangsung sekitar 15 hari. Dari alveoli larva cacing menuju

2 6 bronki, trakea, dan laring, untuk selanjutnya masuk ke faring, esofagus, turun ke lambung akhirnya sampai ke usus halus. Sesudah berganti kulit, larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa. Dua bulan sejak infeksi (tertelan telur yang infektif), seekor cacing betina mulai mampu bertelur (Soedarto, 2008). Gambar 2.1. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides Cacing cambuk (T. trichiura) Cacing dewasa berbentuk cambuk, dengan bagian anterior yang merupakan tiga perlima panjang tubuh berbentuk langsing seperti tali cambuk, sedangkan dua perlima bagian tubuh posterior lebih tebal mirip pegangan cambuk. Cacing jantan panjangnya sekitar 4 cm, dengan bagian ekor melengkung ke arah ventral, mempunyai satu spikulum yang terselubung refraktil. Cacing betina panjangnya 5 cm dengan bagian caudal membulat tumpul seperti koma. Telur berwarna coklat mirip biji melon, berukuran sekitar 50x25 mikron, mempunyai dua kutub jernih yang menonjol (Pacifico, 2001). Infeksi terjadi jika manusia tertelan telur yang infektif sesudah telur mengalami pematangan di tanah dalam waktu 2-3 minggu. Di dalam usus halus

3 7 dinding telur pecah dan larva cacing keluar menuju sekum lalu berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa melekat pada mukosa usus halus terutama di daerah sekum dan kolon dengan membenamkan kepalanya di dalam dinding usus. Satu bulan sejak masuknya telur infektif ke dalam mulut, cacing dewasa yang terjadi sudah mulai mampu bertelur. Cacing dewasa dapat hidup beberapa tahun di dalam usus manusia (Serra, 2011). Gambar 2.2. Siklus Hidup Trichuris trichiura Cacing tambang (A.duodenale dan N.americanus) Cacing dewasa berbentuk silindris berwarna putih keabuan. Cacing betina panjangnya 9-13 mm dan cacing jantan panjangnya 5-11 mm, mempunyai bursa kopulatriks di ujung posterior tubuhnya. Morfologi telurnya mirip antara satu spesies dengan lainnya. Telur berbentuk lonjong tidak berwarna, berukuran 65x40 mikron. Dinding telur tipis, tembus sinar, dan berisi embrio (Soedarto, 2008).

4 8 Dalam siklus hidupnya cacing tambang mempunyai dua stadium larva, yaitu larva rhabditiform (tidak infektif), bentuk tubuhnya agak gemuk dengan panjang sekitar 250 mikron, dan larva filariform (infektif) yang berbentuk langsing dengan panjang tubuhnya sekitar 600 mikron. Telur yang keluar bersama tinja penderita, dalam waktu 2 hari akan tumbuh di tanah menjadi larva rhabditiform. Sesudah berganti kulit sebanyak 2 kali, dalam waktu satu minggu akan berkembang menjadi larva filariform. Larva filariform dapat tahan di tanah selama 7-8 minggu. Jika larva filariform menembus kulit manusia, memasuki pembuluh darah dan limfe, beredar di dalam aliran darah, masuk ke dalam jantung kanan, lalu masuk ke dalam kapiler paru. Larva menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli, kemudian migrasi ke bronki, trakea, laring, dan faring, akhirnya tertelan masuk ke esofagus. Larva filariform A.duodenale jika tertelan juga dapat menyebabkan infeksi. Di esofagus larva berganti kulit untuk yang ketiga kalinya. Migrasi ini berlangsung sekitar 10 hari. Dari esofagus larva masuk ke usus halus, berganti kulit untuk yang keempat kalinya, lalu tumbuh menjadi cacing dewasa. Dalam waktu satu bulan cacing betina sudah mampu bertelur (Pacifico, 2001). Gambar 2.3. Siklus Hidup Cacing Tambang

5 9 2.2 Epidemiologi Cacing STH tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, terutama di daerah pedesaan dan daerah kumuh perkotaan di negara berkembang. Intensitas infeksi merupakan indeks epidemiologi yang menggambarkan infeksi STH, karena morbiditas dan penularan cacing ini berhubungan langsung dengan jumlah cacing di dalam tubuh manusia. Intensitas infeksi terbesar didapatkan pada anak-anak prasekolah dan anak usia sekolah. Hal ini karena anak-anak tersebut terpapar dengan banyak faktor resiko. Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan tingginya infeksi STH adalah kondisi geografis yang sesuai untuk perkembangan cacing, fasilitas jamban yang belum memadai, higiene pribadi yang buruk, rendahnya tingkat pendidikan, status sosial ekonomi yang lemah (Serra, 2011) Kondisi Geografis Kondisi geografis yang sesuai untuk perkembangan cacing STH meliputi iklim dan kondisi tanah (Suriptiastuti, 2006). a. Iklim Faktor iklim yang terdiri dari temperatur, curah hujan, cahaya matahari, dan angin, merupakan faktor utama dari penyebaran infeksi STH. Temperatur sangat penting untuk cacing ini melanjutkan siklus hidupnya, setiap jenis cacing mempunyai temperatur optimum yang berbeda. Untuk perkembangan telur A. lumbricoides memerlukan temperatur 20 0 C-25 0 C, T. trichiura memerlukan temperatur 30 0 C, dan cacing tambang antara 28 0 C-32 0 C. Curah hujan berpengaruh terhadap kelembaban tanah. Cahaya matahari berperan dalam memberikan panas, terutama terhadap telur dan larva yang ada pada permukaan tanah. Angin berperan dalam mempercepat proses pengeringan dan penyebaran telur-telur cacing yang infektif melalui debu (Serra, 2011). b. Tanah Jenis tanah merupakan faktor yang mempengaruhi epidemiologi STH yang berperan sebagai penunjang perkembangan dan penyebaran cacing, yaitu terdiri dari pasir, lumpur, dan tanah liat. Ketiga jenis tanah ini dibedakan

6 10 berdasarkan diameter partikelnya dan kelembaban yang ditimbulkan atau jumlah air yang diperlukan untuk membuatnya lembab. Untuk perkembangan telurnya, A. lumbricoides dan T. trichiura memerlukan tanah yang liat, lembab, dan terlindung dari cahaya matahari. Kondisi tanah yang paling sesuai dan menguntungkan bagi pertumbuhan larva cacing tambang adalah tanah berpasir, gembur, berhumus dan terlindung dari cahaya matahari langsung, karena larva cacing ini memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya. Karakteristik lainnya dari ketiga jenis tanah yang juga menguntungkan pertumbuhan dan perkembangan telur cacing adalah berat jenis masing-masing jenis tanah, pasir memiliki berat jenis paling besar dibandingkan dengan lumpur dan tanah liat dan pasir akan tenggelam di air, oleh karena itu pasir ditemukan didasar sungai. Lumpur memiliki berat jenis sama dengan air, maka lumpur akan melayanglayang di air, sedangkan tanah liat memiliki berat jenis lebih kecil daripada air dan tanah liat terdapat di lapisan atas air sungai. Berat jenis telur A. lumbricoides dan T. trichiura sama dengan berat jenis air, oleh karena itu apabila telur-telur cacing tersebut jatuh ke dalam sungai akan bersama-sama dengan lumpur dan keadaan seperti itu akan melindungi telur-telur tersebut dari sinar matahari. Jenis tanah pasir akan sangat menguntungkan telur cacing tambang, sedangkan jenis tanah lumpur sangat menguntungkan telur A.lumbricoides dan T. Trichiura. Kelembaban merupakan faktor penting untuk mempertahankan hidup cacing. Bila kelembaban rendah maka telur A. lumbricoides dan T. trichiura tidak akan berkembang dengan baik, dan larva cacing tambang akan cepat mati. Kelembaban tanah tergantung pada besarnya curah hujan (Suriptiastuti, 2006). Pencemaran tanah oleh STH ditandai dengan adanya telur/larva STH pada tanah permukaan. Dengan indikasi tanah tersebut telah tercemar oleh kotoran manusia yang terinfeksi STH. Hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan jamban keluarga. Di daerah endemis cacing, pencemaran tanah oleh STH umumnya meliputi telur A.lumbricoides dan telur T.trichiura, dan larva cacing tambang. Lingkungan rumah tangga yang berpotensi tercemar telur STH meliputi bagian dalam rumah (dapur, ruang keluarga, kamar mandi), teras atau halaman, kebun, tempat mencuci, area pembuangan limbah, sekitar

7 11 jamban, di bawah pohon, jalan kecil/gang, dan lapangan yang berumput. Singkatnya tempat-tempat dimana manusia biasanya berkumpul dan tempat dimana manusia buang air besar akan berpotensi tinggi tercemar (Gyoten, 2010). Tanah yang tercemar telur/larva STH dapat terbawa jauh karena menempel pada kaki atau alas kaki, juga melalui debu yang terbawa angin. Tanah pekarangan rumah maupun sekolah yang tercemar telur/larva cacing akan menjadi sumber penularan infeksi STH terutama pada anak-anak karena anak usia sekolah memiliki frekuensi bermain yang relatif tinggi baik di sekolah, di rumah, dan di kebun. Anak-anak dipedesaan lazimnya bermain bersama-sama. Perilaku bermain anak-anak sering tidak bisa dilepaskan dari terjadinya kontak dengan tanah (Ziegelbauer, 2012). Terdapat hubungan yang konsisten antara infeksi dan pencemaran tanah pada askariasis dan trichuriasis, sehingga pemeriksaan telur A.lumbricoides dan T.trichiura akan bermanfaat untuk memprediksi infeksi ini pada anggota keluarga. Hubungan antara rasio pencemaran tanah oleh telur STH dengan prevalensi kecacingan adalah signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan tingkat pencemaran tanah oleh telur STH merupakan refleksi status infeksi cacing pada masyarakat (Gyoten, 2010) Fasilitas Jamban Yang Belum Memadai Fasilitas jamban dapat mengurangi setengah resiko terinfeksi oleh STH. Ziegelbauer (2012) menemukan bahwa ketersediaan dan penggunaan jamban berhubungan signifikan terhadap pencegahan infeksi STH yaitu odds ratio (OR) = 0,51 (95% CI= 0,44 0,61). Dibandingkan dengan orang tanpa akses ke jamban, kesempatan terinfeksi STH orang-orang yang memiliki akses ke jamban adalah 0,49. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan orang-orang yang menggunakan jamban lebih kecil untuk terinfeksi parasit cacing. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan buangan

8 12 yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika. Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus atau WC. Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan kebiasaan masyarakat. Tujuan program JAGA (jamban keluarga) yaitu tidak membuang tinja ditempat terbuka melainkan membangun jamban untuk diri sendiri dan keluarga. Penggunaan jamban yang baik adalah kotoran yang masuk hendaknya disiram dengan air yang cukup, hal ini selalu dikerjakan sehabis buang air besar sehingga kotoran tidak tampak lagi. Secara periodik, leher angsa dan lantai jamban digunakan dan dipelihara dengan baik, sedangkan pada jamban cemplung lubang harus selalu ditutup jika jamban tidak digunakan lagi agar tidak kemasukan benda-benda lain. Umar (2006) menyatakan bahwa perilaku buang air besar tidak di jamban menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing yang dapat menginfeksi anakanak karena menelan tanah yang tercemar telur cacing atau melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing Higiene Pribadi Yang Buruk Higiene perorangan atau usaha kesehatan pribadi merupakan upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri, yang meliputi: memelihara kebersihan, makanan yang sehat, cara hidup yang teratur, meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani, menghindari terjadinya penyakit, meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah, melengkapi rumah dengan fasilitas yang menjamin hidup sehat, dan pemeriksaan kesehatan (Entjang, 2001). Menurut WHO (2008) higiene adalah merupakan praktek atau tindakan untuk menjaga diri dan lingkungan seseorang agar tetap bersih dan bebas dari resiko infeksi. Ada banyak praktek higiene yang dapat membantu mencegah penyakit, salah satunya yang terbukti efektif dan efisien di negara berkembang adalah cuci tangan pakai sabun.

9 13 Ada beberapa aspek higiene pribadi yang berhubungan dengan infeksi STH seperti mencuci tangan sebelum makan, mencuci tangan setelah buang air besar, buang air besar di jamban, kebersihan kuku, dan memakai alas kaki. Mencuci tangan menggunakan air dan sabun memiliki peran yang penting dalam pencegahan infeksi STH. Tangan adalah merupakan vektor yang dapat membawa agan penyakit dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Tangan yang telah kontak dengan feses, tanah, atau makanan yang tercemar dan tidak dicuci dengan bersih dapat membawa telur cacing (WHO, 2008). Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun. Penggunaan sabun menjadi efektif karena meningkatkan waktu kontak kedua tangan, memfasilitasi gesekan, dan memecah lemak dan kotoran sehingga lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergesekan pada waktu mencuci tangan. Di dalam lemak dan kotoran yang menempel di tangan inilah kuman penyakit hidup. Transmisi STH dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun oleh karena dapat memindahkan secara mekanis debu, tanah, atau kotoran yang mengandung telur cacing dari tangan. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara mencuci tangan pakai sabun biasa dengan mencuci tangan pakai sabun anti septik. Hal ini karena patogen lepas dari tangan oleh sabun dan air, bukan karena aktifitas antiseptik yang mematikan kuman (Luby, 2005). Pada anak-anak infeksi sering terjadi melalui tangan yang tercemar telur yang infektif karena anak-anak suka memasukkan jari-jari ke dalam mulut, atau makan tanpa mencuci tangan. Transmisi STH pada manusia melalui tangan atau kuku jari yang kotor mengandung telur cacing (Sofiana, 2011). Manusia yang terinfeksi STH akan mengeluarkan telur cacing bersama fesesnya sehingga di daerah dimana masyarakatnya lazim buang air besar di tempat terbuka seperti di sungai, selokan air, di bawah pohon dan di sekitar rumah pada anak-anak, maka akan mencemari lingkungan dan pada kondisi yang sesuai telur cacing tersebut akan berkembang menjadi bentuk infektif. Infeksi terjadi bila tertelan telur yang infektif melalui makanan atau minuman, seperti makan sayur mentah yang tidak dicuci bersih, tidak mencuci tangan

10 14 setelah memegang tanah yang tercemar telur cacing, atau pada infeksi cacing tambang terjadi saat larva filariform menembus kulit manusia yang tidak memakai alas kaki (Ziegelbauer, 2012) Rendahnya Tingkat Pendidikan Pendidikan orang tua terutama ibu adalah faktor penting yang mempengaruhi infeksi parasit usus pada anak-anak. Ibu yang berpendidikan akan lebih peduli atau memperhatikan pentingnya sanitasi dan kebersihan, sehingga bisa menerapkan higiene yang baik pada anak-anaknya yang berdampak pada menurunnya prevalensi infeksi parasit usus. Anak-anak yang dibesarkan ibu dengan pendidikan minimal SMA memiliki prevalensi parasit usus lebih rendah (17,1%) dibandingkan dengan ibu yang tidak berpendidikan atau berpendidikan lebih rendah (59,8%) (Chaudry, 2004) Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi yang rendah merupakan faktor resiko infeksi parasit usus. Dampak status sosial ekonomi yang rendah terhadap resiko penyakit infeksi secara umum, dimana infeksi parasit merupakan bagiannya adalah kompleks dan berkontribusi dengan beberapa faktor lain seperti minimnya fasilitas air bersih, higiene lingkungan yang buruk, rendahnya akses pendidikan dan kondisi tempat tinggal yang padat (Mehraj, 2008). 2.3 Gejala klinik Gejala klinik dari infeksi STH dapat dibagi dalam manifestasi akut yang berkaitan dengan migrasi larva melalui kulit dan visera, dan manifestasi akut serta kronik akibat dari cacing dewasa berada di saluran pencernaan (Bethony, 2006) Migrasi larva Migrasi larva STH dapat menimbulkan reaksi pada jaringan yang dilalui. Larva ascaris yang melalui paru-paru dapat menimbulkan reaksi

11 15 hipersensitif pulmonum, reaksi inflamasi, dan pada individu sensitif dapat menyebabkan gejala seperti asma, misalnya batuk, demam, dan sesak nafas. Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni inflamasi eosinofilik granuloma pada jaringan paru yang dikenal dengan sindrom Loffler s, dan hipersensitifitas lokal menyebabkan peningkatan sekresi mukus, inflamasi bronkiolar, dan eksudat serosa. Larva yang mati saat migrasi menimbulkan vaskulitis dengan reaksi granuloma perivaskuler. Larva filariform cacing tambang saat penetrasi menembus kulit menyebabkan perubahan pada kulit seperti pruritus dan eritema yang disebut Ground itch. Bila larva cacing tambang masuk secara oral dapat mengakibatkan nausea, muntah, iritasi faring, batuk, sesak nafas, dan suara serak (Bethony, 2006) Parasit di intestinal Manifestasi klinik akibat infeksi STH di saluran gastrointestinal umumnya terjadi bila intensitas infeksinya sedang dan berat, dengan intensitas infeksi yang paling tinggi pada anak-anak (Suriptiastuti, 2006). Cacing dewasa A.lumbricoides dalam jumlah yang besar di usus halus dapat menyebabkan distensi abdomen dan rasa sakit, juga dapat membentuk bolus yang dapat menyebabkan obstruksi intestinal. Juga dapat menyebabkan intoleransi laktosa, malabsorpsi vitamin A, dan menghisap karbohidrat dan protein yang berpengaruh pada gangguan nutrisi dan pertumbuhan. Migrasi cacing dewasa dari duodenum ke saluran empedu bisa menyebabkan kolik empedu, kolesistitis, kolangitis, pankreatitis, abses hepar, migrasi ke saluran appendiks menyebabkan appendiksitis (Soedarto, 2008). Cacing cambuk dewasa yang menembus dinding usus menimbulkan trauma dan kerusakan pada jaringan usus sehingga sering terjadi infeksi sekunder dengan parasit usus lainnya seperti Entamoeba histolityca, Shigella. Pada infeksi berat akan timbul gejala berupa anemia, diare berdarah, nyeri perut, mual dan muntah, berat badan menurun, kadang terjadi prolaps rectum. Kelainan akibat infeksi cacing tambang dewasa adalah kehilangan darah yang disebabkan invasi ke mukosa dan sub mukosa usus halus. Hal ini menyebabkan

12 16 terjadinya anemia defisiensi besi, daya kognitif yang menurun, dan malnutrisi protein (Bethony, 2006). 2.4 Diagnosa Diagnosa ditegakkan dengan menemukan telur, atau larva, atau cacing dewasa dalam feses (Soedarto, 2008) 2.5 Pencegahan dan pemberantasan Secara garis besar dapat dilakukan dengan tiga intervensi untuk mengendalikan infeksi STH, yaitu pemberian obat antelmintik, sanitasi dan pendidikan kesehatan (Serra, 2011). Tujuan pemberian obat antelmintik adalah mengurangi kesakitan dengan menurunkan gangguan akibat infeksi STH dan memutuskan rantai penularan. Pemberian obat berulang kali secara teratur dengan interval tertentu pada kelompok resiko tinggi mampu menurunkan angka kesakitan dan memperbaiki kesehatan serta pertumbuhan anak. Anak usia pra sekolah (1-5 tahun) dan anak usia sekolah (5-15 tahun) merupakan kelompok resiko tinggi untuk menderita infeksi STH dengan intensitas yang tinggi. Obat yang direkomendasikan untuk mengendalikan infeksi STH di masyarakat adalah benzimidazole, albendazole, mebendazole, levamisole, atau pyrantel pamoate (Kappagoda, 2011). Sanitasi atau fasilitas jamban bertujuan untuk mengendalikan penyebaran STH dengan cara menurunkan kontaminasi air dan tanah. Sanitasi merupakan intervensi utama untuk menghilangkan infeksi STH, tetapi agar efektif harus mencakup populasi yang luas dan memerlukan waktu bertahun-tahun serta memerlukan biaya yang tidak sedikit (Serra, 2011). Pendidikan kesehatan bertujuan menurunkan penyebaran dan terjadinya reinfeksi dengan cara memperbaiki perilaku kesehatan. Dengan pendidikan kesehatan diharapkan dapat mengurangi kontaminasi STH dengan tanah dan air melalui promosi penggunaan jamban dan perilaku kebersihan. Tanpa perubahan kebiasaan buang air besar tidak di jamban, pengobatan secara teratur tidak mampu menurunkan penyebaran infeksi STH, hal ini karena setelah keberhasilan pengobatan akan terjadi lagi reinfeksi (Ziegelbauer, 2012).

13 Kerangka Konsep Higiene Perorangan Cuci tangan sebelum makan CTPS sebelum makan Cuci tangan setelah main tanah CTPS setelah main tanah Main di tanah Infeksi STH Memakai alas kaki Makan jajanan/makanan waktu main di tanah Menghisap jari/gigit kuku Kuku pendek dan bersih BAB di wc Keterangan: CTPS : Cuci tangan pakai sabun BAB : Buang air besar Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil-Transmitted Helminths (STH) STH adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Ukuran sangat bervariasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun 20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

xvii Universitas Sumatera Utara

xvii Universitas Sumatera Utara xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda

Lebih terperinci

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis cacing Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tambang dan Cacing Gelang 1. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus kedua parasit ini di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths 2.1.1 Definisi Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara tropis yang sedang berkembang seperti Indonesia, masih banyak penyakit yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan, salah satunya adalah infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Soil Transmitted Helminths (STH) Keberadan dan penyebaran suatu parasit di suatu daerah tergantung pada berbagai hal, yaitu adanya hospes yang peka, dan terdapatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Kecacingan oleh STH ini ditularkan

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari satu miliar orang terinfeksi oleh Soil Transmitted Helminth (STH) (Freeman et al, 2015).

Lebih terperinci

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah. Dalam siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan tanah untuk proses

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Kecacingan Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing tularan tanah merupakan cacing yang paling sering menginfeksi manusia, biasanya hidup di dalam saluran pencernaan manusia (WHO, 2011). Spesies cacing tularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang bersifat kronis yang ditularkan melalui tanah dan menyerang sekitar 2 milyar penduduk di dunia

Lebih terperinci

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid Direktur P2PTVZ, Ditjen P2P, Kemenkes SITUASI CACINGAN Lebih dari 1.5 milyar orang atau 24% penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminths Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyi saluran cerna yang berfungsi penuh. Biasanya berbentuk silindris serta panjangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing kelas nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing yang termasuk STH antara lain cacing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Helminthiasis Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat,daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis) 1. Definisi Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil- Transmitted Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health Oganization

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths (STH) Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak Sekolah Dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit infeksikecacingan yang ditularkan melalui tanah(soil transmitted

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminth 1. Klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang 70 80%. Air sangat penting bagi kehidupan jasad renik ataupun kehidupan pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Soil Transmitted Helminths STH (Soil Transmitted Helminths) adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan 2.1.1 Definisi Kecacingan Helmintiasis (kecacingan) menurut WHO adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths (STH) Soil Transmitted Helminths (STH) adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan (Rusmartini, 2009). Cacing

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichuira, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Soil Transmitted Helminths (STHs) Soil Transmitted Helminths (STHs) adalah kelompok parasit golongan nematoda usus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths 2.1.1. Definisi soil transmitted helminthes Soil Transited Helminths (STH) adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kebijakan pembangunan kesehatan telah ditetapkan beberapa program dan salah satu program yang mendukung bidang kesehatan ialah program upaya kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang tersebar luas didaerah tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 lebih dari

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '/ * i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak pra sekolah merupakan kelompok yang mempunyai resiko besar terkena gizi kurang. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tumbuh kembang anak dalam masa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Usus Cacing usus yang dimaksud di sini adalah beberapa jenis nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. belum mendapatkan perhatian serius, sehingga digolongkan dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. belum mendapatkan perhatian serius, sehingga digolongkan dalam penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit akibat infeksi kecacingan masih dipandang sebelah mata dan belum mendapatkan perhatian serius, sehingga digolongkan dalam penyakit infeksi yang terabaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi cacing usus terutama yang ditularkan melalui tanah atau disebut soil-transmitted helmint infections merupakan salah satu infeksi paling umum di seluruh

Lebih terperinci

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi masalah tingginya prevalensi penyakit infeksi, terutama yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Soil Transmitted Helminths 2.1.1 Definisi Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan sejumlah spesies cacing parasit kelas Nematoda yang dapat menginfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan cacing usus. Penyakit yang disebabkan oleh cacing usus termasuk kedalam kelompok penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan, yaitu memelihara kesehatan yang bermutu (promotif), menjaga kesehatan (preventif),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain penyakit ini masih endemis di hampir semua daerah, juga sering muncul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nematoda Usus Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia, habitatnya didalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Nematoda Usus ini yang tergolong Soil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sebuah industri sangat penting untuk dilakukan tanpa memandang industri tersebut berskala besar ataupun kecil dan

Lebih terperinci

2. Strongyloides stercoralis

2. Strongyloides stercoralis NEMATODA USUS CIRI-CIRI UMUM Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata Alat pencernaan lengkap Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang, terutama di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Asia,

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan. Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Infeksi Kecacingan a. Pengertian Infeksi Kecacingan Infeksi kecacingan adalah masuknya suatu bibit penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (cacing)

Lebih terperinci

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK Lampiran I HUBUNGAN PERSONAL HIGIENE DENGAN KANDUNGAN TELUR CACING PADA KOTORAN KUKU PEKERJA BIOGAS DI DESA TANJUNG HARAPAN KECEMATAN WONOSARI KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2013 Oktaviani Ririn Lamara 811 409

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak yang mempunyai banyak pemukiman kumuh, yaitu dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Belajar Para ahli banyak yang mengemukakan definisi belajar, tetapi pada kesempatan ini hanya akan dikemukakan definisi belajar menurut : 1. B.F Skinner (1985) berpendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya parasit berupa cacing di dalam tubuh manusia. Kecacingan merupakan penyakit dengan insiden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Higiene Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh

Lebih terperinci