BAB 5 PEMBAHASAN. 58 operasi kraniotomi tumor cerebri dengan perbandingan jenis kelamin pria 24

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 5 PEMBAHASAN. 58 operasi kraniotomi tumor cerebri dengan perbandingan jenis kelamin pria 24"

Transkripsi

1 BAB 5 PEMBAHASAN Selama tiga tahun dari tahun 2008 s.d di RSDM Surakarta dilakukan 58 operasi kraniotomi tumor cerebri dengan perbandingan jenis kelamin pria 24 kasus (41 %) dan wanita 34 kasus (59 %). Dari 58 operasi kraniotomi tumor cerebri terbanyak dilakukan pada kelompok umur tahun sebanyak 29 kasus (50 %). Hal ini berbeda dengan laporan De Vita dari USA yang menyebutkan insiden tumor cerebri terbanyak pada laki-laki dengan umur rata-rata 55 tahun. (DeVita, 2008) Dari 58 pasien tumor cerebri yang di operasi kraniotomi kondisi pasien post operasi 52 pasien hidup sedang 6 pasien meninggal dunia (10 %). Angka mortalitas 10 % sangat tinggi bila dibandingkan dengan laporan Paolino A. dari USA yang melaporkan angka mortalitas 1,7 % sampai 2,1 %.(Paolino A., 2006) Beberapa hal yang diduga berperan pada kematian post operasi kraniotomi tumor cerebri yaitu terjadinya oedem cerebri yang timbul karena dipengaruhi beberapa kondisi perioperatif. Kondisi preoperatif pasien tumor cerebri dengan underlying medical problem seperti usia tua, Diabetes Mellitus, hipertensi, kelainan jantung, jenis tumor dan lokasi tumor cerebri dekat dengan pusat respirasi (fossa posterior) merupakan risiko tinggi terjadinya oedem cerebri sebagai komplikasi kraniotomi.( Charchafliech JG, 2003 ; Atmadja WB, 2004) Kondisi intraoperatif yang diduga meningkatkan risiko kematian post operasi kraniotomi tumor cerebri adalah perdarahan yang banyak dan prosedur 33

2 operasi yang lama yang diyakini menyebabkan komplikasi post operasi berupa oedem cerebri. Selain itu pengelolaan anestesi intraoperatif yang optimal diyakini akan memudahkan operator sewaktu operasi yang akan mempengaruhi keberhasilan operasi kraniotomi. Sedangkan kondisi post operatif yang mempunyai peranan penting untuk keberhasilan operasi kraniotomi tumor cerebri adalah penatalaksanaan post operasi di ICU. Penggunaan ventilator dengan tekanan dan volume yang besar akan meningkatkan tekanan intratorakal sehingga mengurangi Venous Return (VR) dan menyebabkan peningkatkan TIK serta memperberat oedem cerebri sehingga sebagian besar ahli berpendapat tidak semua pasien post operasi kraniotomi tumor cerebri memerlukan kontinuitas penggunaan ventilator. (Cottrell SE, 1996; Bisri T.,1998; Vidotto, 2008) 1. Profil Operasi Kraniotomi Berdasarkan Adanya Underlying Medical Problem Dari 58 kasus kraniotomi tumor cerebri, 6 kasus pre operasi disertai underlying medical problem seperti DM, hipertensi, Old Myocard Infark, TB paru, dan pneumonia. Dari 6 kasus tersebut 5 kasus (83 %) post operasi menggunakan ventilator. Dari 6 kasus tersebut 1 pasien (16,6 %) dengan Old Myocard Infark dan DM meninggal. Pasien meninggal laki-laki, usia 50 tahun dirawat dengan astrocytoma regio parietal dekstra dilakukan kraniotomi eksisi tumor selama 3 jam dan meninggal hari pertama post operasi kraniotomi. Post operasi menggunakan ventilator CMC. Penyebab kematian belum dapat diketahui karena belum dilakukan CT scan kepala kontrol. RSDM belum mempunyai 34

3 mobile ventilator sehingga pasien di ICU yang terpasang ventilator belum bisa dilakukan pemeriksaan CT scan kepala. Pasien tumor cerebri dengan underlying medical problem meningkatkan risiko kematian post operasi kraniotomi akibat komplikasi pada sistem respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan pada sistem respirasi dan kardiovaskuler meningkatkan kebutuhan kontinuitas penggunaan ventilator. Pada pasien tumor cerebri yang disertai underlying medical problem apabila dilakukan prosedur operasi kraniotomi eksisi tumor, persiapan perioperatif haruslah memperhitungkan kondisi komorbid tersebut sekaligus antisipasi terhadap peningkatan risiko kematian. ( Charchafliech JG, 2003 ; Atmadja WB, 2004) 2. Profil Operasi Kraniotomi Berdasarkan Lokasi Tumor Dari total 58 kasus tumor cerebri yang dilakukan operasi kraniotomi, 51 kasus (88 %) tumor terletak supratentorial dengan angka kematian 4 kasus (7,8 %). Sedangkan dari 7 kasus tumor cerebri infratentorial yang dilakukan operasi kraniotomi 2 kasus mengalami kematian (28,5 %). Dari 51 kasus tumor cerebri supratentorial 32 kasus (62%) post operasi menggunakan ventilator, dari 7 kasus tumor cerebri infratentorial 6 kasus (85%) post operasi menggunakan ventilator. Lokasi tumor cerebri infratentorial meningkatkan risiko kematian post kraniotomi tumor cerebri akibat terjadinya oedem cerebri. Oedem cerebri pada daerah fossa posterior karena dekat dengan pusat respirasi akan berakibat terjadinya depresi pusat respirasi dengan akibat gagal pernafasan. ( Charchafliech JG, 2003 ) Ada beberapa alasan mengapa kraniotomi tumor cerebri fossa posterior mempunyai risiko kematian lebih besar bila dibandingkan tumor supratentorial. 35

4 Pertama, karena volume kompartemen infratentorial yang lebih kecil sehingga hematome yang kecil sudah cukup untuk menimbulkan tekanan pada fungsi batang otak. Kedua, retraksi pada batang otak dapat menyebabkan ischemia nukleus yang mengatur fungsi hemodinamik dan ventilasi/pernafasan. Ketiga, fungsi nervus kranial terutama nervus IX dan X yang mengatur reflek batuk dan fungsi laring terganggu sehingga dapat terjadi gangguan airway/aspirasi. Karena alasan tersebut pasien post kraniotomi tumor cerebri infratentorial sering memerlukan kontinuitas penggunaan ventilator. (Warner D.S., 2003) 3. Profil Operasi Kraniotomi Berdasarkan Jenis Tumor Jenis histopatologis tumor cerebri terbanyak yaitu meningioma sebanyak 29 kasus (50 %) diikuti astrocytoma sebanyak 22 kasus (39,5 %) sesuai dengan laporan yang dipublikasikan dari Bandung tahun 2004 yaitu jenis tumor cerebri terbanyak astrocytoma dan meningioma.(atmadja WB, 2004) Dari 29 kasus meningioma 3 pasien (10,3 %) meninggal dunia, sedang dari 22 kasus astrocytoma 2 kasus (9,1 %) meninggal dunia. Post operasi tumor cerebri astrocytoma 14 kasus (63%) menggunakan ventilator sedang 17 kasus meningioma (58%) menggunakan ventilator. Tumor cerebri yang berasal dari sel saraf seperti astrocytoma, glioblastoma mempunyai prognosa yang kurang baik bila dibandingkan meningioma karena sifat dan letak tumor. Astrocytoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel saraf yang cenderung bersifat invasif. Batas tumor ini dengan jaringan normal tidak tegas sehingga sering residif. Karena sifat tersebut maka komplikasi operasi kraniotomi tentunya lebih besar bila dibandingkan dengan meningioma. Meningioma adalah tumor jinak yang berasal 36

5 dari selaput saraf/meningens. Letaknya cenderung di tepi parenkim dengan batas yang jelas sehingga bila dapat dilakukan kraniotomi eksisi tumor prognosisnya lebih baik bila dibandingkan jenis astrocytoma.(atmadja WB, 2004) 4. Profil Operasi Kraniotomi Berdasarkan Lama Operasi Prosedur operasi dikatakan lama bila diperlukan waktu minimal 2 jam. Dari 58 kasus operasi kraniotomi tumor cerebri yang dilakukan 56 kasus diperlukan waktu lebih dari 2 jam. Dari 6 pasien yang meninggal dunia 5 pasien membutuhkan waktu operasi lebih dari 2 jam sedang 1 pasien membutuhkan waktu operasi 2 jam. Dari 21 kasus operasi yang dilakukan 2-4 jam didapatkan 9 kasus (42%) post operasi menggunakan ventilator, 20 kasus operasi 4-6 jam 13 kasus (65%) menggunakan ventilator, dan semua kasus operasi yang lebih dari 6 jam post operasi menggunakan ventilator. (Cottrell SE, 1996; Bisri T.,1998) Pada prosedur operasi kraniotomi yang lama akan terjadi peningkatan cedera cerebri yang akan mengakibatkan penurunan CBF (Cerebral Blood Flow) sampai 50 % ditandai dengan peningkatan PaCO2. Penurunan CBF akan menyebabkan penurunan Cerebral Perfusion Pressure (CPP) yang bila berlanjut mengakibatkan oedem cerebri citotoxic/intraceluler, ischemia cerebri dan kerusakan otak. (Cottrell SE, 1996; Bisri T.,1998) 5. Profil Operasi Kraniotomi Berdasarkan Jumlah Perdarahan Dikatakan perdarahan banyak bila terjadi perdarahan lebih dari 20 % Estimated Blood Volume (EBV). Perdarahan yang banyak akan mengakibatkan syok hipovolemia. Akibat selanjutnya dari penurunan tekanan darah akan menyebabkan penurunan yang nyata pada oksigenasi cerebri karena CPP = MAPcommit to user 37

6 ICP. Pada penurunan tekanan darah akibat hipovolemia akan segera terjadi penurunan CPP. Normal CPP adalah mmhg yang bila nilainya dibawah 40 mmhg akan menyebabkan ischemia cerebri dan infark cerebri. (Cottrell SE, 1996; Bisri T.,1998) Dari total 58 kasus kraniotomi tumor cerebri 24 kasus (41 %) terjadi perdarahan cc dan 11 kasus (19 %) terjadi perdarahan lebih dari 1000 cc. Dari 6 kasus kematian 5 kasus terjadi perdarahan banyak dan 1 kasus perdarahan 300 cc. Untuk pasien dengan perdarahan banyak dilakukan tranfusi darah selama operasi. Dari 24 kasus perdarahan cc 17 kasus (70%) post operasi menggunakan ventilator, sedang pada perdarahan lebih dari 1000 cc semua pasien post operasi menggunakan ventilator. Kematian pada operasi kraniotomi tumor cerebri dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya lama operasi dan jumlah perdarahan. Lama waktu operasi dan jumlah perdarahan dipengaruhi lokasi tumor dan jenis tumor. Tumor yang lokasinya sulit (infratentorial) tentu membutuhkan waktu operasi yang lama bila dibandingkan tumor yang berlokasi di supratentorial sehingga perdarahan yang timbul juga relatif lebih banyak. Tumor jenis astrocytoma atau glioblastoma karena letaknya yang lebih dalam bila dibandingkan meningioma tentunya dibutuhkan waktu operasi yang lebih lama dengan jumlah perdarahan yang lebih banyak. (Cottrell SE, 1996; Bisri T.,1998; Charchafliech JG, 2003 ) Untuk mengurangi jumlah perdarahan diperlukan kerjasama ahli anestesi dan dokter bedah saraf. Dokter bedah saraf harus mengontrol perdarahan yang terjadi sedang ahli anestesi harus mengendalikan tekanan darah selama operasi. 38

7 Dihindari hipertensi yang akan menyebabkan fokal oedem dengan risiko perdarahan atau hipotensi berlebihan yang akan menurunkan CPP. Lebih disukai hipotensi ringan ( mmhg) pada pasien normotensif untuk mengurangi perdarahan. Untuk mengurangi komplikasi perdarahan yang banyak diperlukan tranfusi darah selama operasi. (Bisri T.,1998; Warner D.S., 2003) 6. Profil Operasi Kraniotomi Berdasarkan Penggunaan Ventilator Dari total 58 kasus kraniotomi tumor cerebri sebagian besar pasien yaitu 38 kasus (66 %) menggunakan ventilator dengan mode terbanyak SIMV 30 kasus (80 %). Alasan utama penggunaan ventilator pada pasien post operasi kraniotomi tumor cerebri adalah prosedur operasi yang lama 25 kasus (66 %) dan perdarahan yang banyak 11 kasus (29 %). Dari 6 kasus kematian post operasi kraniotomi tumor cerebri 4 pasien meninggal di ICU masih menggunakan ventilator sedang 2 pasien meninggal dalam perawatan di IMC (Intermediated Care) dan bangsal. Pasien post operasi kraniotomi tumor cerebri yang menggunakan ventilator sebanyak 38 kasus (66 %) dengan lama pemakaian ventilator antara 1 sampai 7 hari. Lama hari penggunaan ventilator terbanyak 1 hari yaitu 30 kasus (79 %). Pasien dirawat di ICU antara 1 sampai 7 hari dengan lama perawatan terbanyak 2 hari yaitu 23 kasus (40 %). Pasien yang meninggal di ICU ada 4 orang yaitu : a. Wanita, 28 tahun, diagnosis meningioma regio temporoparietal dekstra, lama operasi 6 jam, perdarahan 1000 cc, di rawat di ICU 3 hari, penyebab kematian belum diketahui (tidak dilakukan CT scan control), ventilator CMV (Controle Mechanical Ventilator) 39

8 b. Laki-laki, 50 tahun, diagnosis astrocytoma regio parietal dekstra, lama operasi 3 jam, perdarahan 1200 cc, dirawat di ICU 1 hari, penyebab kematian belum diketahui (tidak dilakukan CT scan control), ventilator CMV. c. Wanita, 35 tahun, diagnosis meningioma regio temporal dekstra, lama operasi 4 jam, perdarahan 2000 cc, dirawat di ICU 3 hari, penyebab kematian diduga karena perdarahan intraserebral (CT scan kepala), ventilator CPAP (Continuous Positive Airway Pressured) d. Laki-laki, 63 tahun, diagnosis neurinoma acustic regio occipital, lama operasi 2 jam, perdarahan 300 cc, dirawat di ICU 7 hari, penyebab kematian belum diketahui (tidak dilakukan CT scan control), ventilator CMV. Dari 4 pasien yang meninggal di ICU semua pasien masih memakai ventilator. Tiga pasien menjalani prosedur kraniotomi lama dengan perdarahan yang banyak. Satu pasien dilakukan CT scan kepala kontrol dan didapatkan perdarahan intraserebral yang diduga merupakan penyebab kematian, sedang 3 pasien tidak dilakukan CT scan kontrol karena RSDM belum punya mobile ventilator sehingga penyebab kematian belum dapat diketahui. Pasien yang meninggal di IMC dan bangsal adalah: a. Wanita, 20 tahun, diagnosis glioblastoma regio frontoparietal sinistra, lama operasi 4 jam, perdarahan 1200 cc, dirawat di ICU 2 hari, ventilador SIMC (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation), dirawat dibangsal 14 hari, penyebab kematian karena pneumonia (rongent thorak). b. Wanita, 45 tahun, diagnosis meningioma regio occipital, lama operasi 10 jam, perdarahan 1500 cc,dirawat di ICU 2 hari, ventilator SIMV, dirawat di 40

9 IMC 7 hari, penyebab kematian diduga karena oedem pulmo karena overhidrasi dan pneumonia (rongent thorak). Pada pasien tumor cerebri yang dilakukan kraniotomi dapat terjadi komplikasi langsung dari operasi atau komplikasi selama perawatan. Komplikasi perawatan dapat timbul karena immobilisasi atau bed rest yang lama yang menyebabkan gangguan terhadap berbagai fungsi vital tubuh seperti fungsi gastrointestinal, pernafasan, kardiovaskuler dan genitourinaria. Komplikasi imobilisasi yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi sel cilia pada mukosa saluran pernafasan yang dalam kondisi normal berfungsi membersihkan sekret/mucous. Akibatnya sekret akan terakumulasi pada cabang bronkial, menghambat jalan nafas dan menyebabkan atelektase. Akumulasi sekret merupakan media yang baik bagi perkembangbiakan kuman sehingga dapat terjadi hipostatic pneumonia. Untuk mengurangi komplikasi tersebut diperlukan perawatan dengan mobilisasi dini dan chest physioterapy. (Robert T., 1993 ; Paolino A.,2006) Pada pasien yang dilakukan operasi kraniotomi dengan prosedur operasi yang lama dan perdarahan yang banyak berisiko terjadinya oedem cerebri yang berakibat peningkatan TIK. Peningkatan TIK akan menyebabkan kompresi, herniasi, dan iskemia cerebri yang mengakibatkan depresi pada sistem pernafasan. Untuk menjamin oksigenasi cerebri pasien memerlukan pemasangan ventilator. Dengan mengatasi penyebab oedem cerebri dan penggunaan ventilator diharapkan komplikasi kraniotomi eksisi tumor dapat diatasi dan outcome pasien dapat ditingkatkan. (Rodrigue T., 2004; Rozet I., 2007) 41

10 Pada pasien tanpa faktor risiko depresi pernafasan tidak diperlukan kontinuitas penggunaan ventilator mengingat komplikasi penggunaan ventilator akan menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga Venous Return (VR) berkurang. Akibat selanjutnya terjadi peningkatan Cerebral Venous Pressure (CVP) yang mengakibatkan peningkatan Cerebral Blood Volume (CBV) yang menyebabkan peningkatan TIK. Peningkatan TIK akan menyebabkan penurunan Cerebral Perfusion Pressure (CPP) yang bila berlanjut mengakibatkan cerebral ischemia dan kerusakan otak. (Bisri T., 1998; Rozet I., 2007) Keputusan apakah pasien pasien harus bangun dan diekstubasi post kraniotomi tumor cerebri biasanya sudah ditetapkan durante operasi. Hal ini tergantung derajat kesadaran pra bedah, lokasi tumor, luasnya oedem cerebri dan jumlah obat anestesi yang diberikan. Pasien yang pra bedah dalam keadaan koma dan tumor besar infratentorial sebaiknya tidak segera diekstubasi. Kebanyakan pasien tetap diintubasi dan dimonitor di ICU, diventilasi sebelum diekstubasi. Kebanyakkan pasien post operasi kraniotomi tumor cerebri supratentorial langsung diekstubasi di kamar operasi.(bisri T., 1998) Selain kondisi perioperatif yang mempengaruhi outcome kraniotomi tumor cerebri yaitu adanya underlying medical problem, lokasi tumor, jenis tumor, jumlah perdarahan, lama operasi dan penggunaan ventilator yang sudah dijelaskan diatas. Perlu difikirkan juga beberapa proses patofisiologi yang mungkin terjadi pada operasi kraniotomi tumor cerebri yang menyebabkan tingginya angka kematian post operasi. 42

11 Untuk alasan yang belum sepenuhnya dimengerti, pasien yang dilakukan kraniotomi sering mengalami hipertensi. Diduga hipertensi merupakan respon tubuh terhadap stress yang menyebabkan pelepasan katekolamin dalam darah. Pada kraniotomi tekanan darah meningkat secara progresif terutama pada saat intubasi, pemasangan head pins, suntikan lokal anestesi, pemboran tulang, dan pada akhir operasi/ anestesi pada saat akan dilakukan ekstubasi. Hipertensi akan meningkatkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial apabila tidak segera diterapi. Kematian post operasi kraniotomi terbanyak disebabkan oleh karena komplikasi perdarahan intrakranial. Peran ahli anestesi dalam memonitor hemodinamik dan ahli bedah dalam mengontrol perdarahan selama operasi sangat penting untuk menurunkan terjadinya komplikasi perdarahan intrakranial (Warner D.S., 2003) Beberapa metode yang dapat digunakan ahli anestesi untuk mengontrol hipertensi adalah : anestesi yang dalam menggunakan narcotik Fentanil, Alfentanil atau Sufentanil, obat vasoaktif seperti Trimethapan, Phentolamin, dan Lidokain intratracheal atau intravena. Penelitian menunjukkan bahwa 30 menit episode hipertensi bisa menyebabkan fokal oedem pada otak normal dengan peningkatan permeabilitas blood brain barrier. Oedem vasogenic/ekstraceluler hebat terjadi bila pasien hipertensi dilakukan kraniotomi dengan akibat peningkatan risiko perdarahan intraserebral dan peningkatantik. (Cottrell SE., 1996; Bisri T., 1998) Pada pasien yang dilakukan operasi kraniotomi dekompresi terjadi perubahan patofisiologi dari kranium yang semula tertutup menjadi terbuka. 43

12 Tekanan atmosfer dari luar ditambah gaya gravitasi dapat menurunkan volume intrakranial sehingga tekanan intrakranial akan meningkat dan menyebabkan depresi pada sistem saraf. Bila proses ini berlanjut dapat menyebabkan paradoxical herniation dan Sinking Skin Flap Syndrome atau disebut juga Syndrome of Trephined. (Akins PT., 2008; Kemling A., 2010; Kwon MS., 2012) Beberapa teori yang menjelaskan patofisiologi terjadinya defisit neurologis tersebut antara lain : a. tekanan langsung pada kortek cerebri b. gangguan pada hidrodinamik LCS terkait perubahan posisi c. penurunan Cerebral Blood Flow, kapasitas cerebrovaskuler dan Venous Return karena penekanan pada pembuluh darah dan jaringan otak d. gangguan metabolisme. Gejala klinis Syndrome of Trephined mulai dari sakit kepala hebat, perubahan mental, defisit neurologis lokal, kejang, hingga koma atau kematian. (Sarov F., 2010; Kemling A., 2010) Pada kraniotomi tumor cerebri bila terjadi peningkatan Cerebral Blood Flow secara tiba-tiba setelah eksisi tumor akan menyebabkan terjadinya reperfusi dan rekanalisasi pembuluh darah cerebri yang dapat menyebabkan terjadinya intracerebral hematome/ich. Reperfusion injury adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat gangguan autoregulasi pembuluh darah cerebri yang mengakibatkan hipoksia dan kerusakan jaringan otak. Pada proses reperfusi setelah iskemia jaringan terjadi penurunan kadar ATP yang menyebabkan peningkatan hipoxantin yang dengan meningkatnya kadar oksigen akan menghasilkan asam urat dan melepaskan oxygen derived free radicals yang akan merusak jaringan dengan lipid peroxydation. Selain itu radikal bebas akan merangsang lekosit berkumpul pada jaringan dan melepaskan inflamatory factor seperti interleukin yang akan 44

13 semakin merusak jaringan. Lekosit juga akan menempel pada endotel kapiler, menyebabkan obstruksi dan memperberat iskemia. Permeabilitas kapiler meningkat, menyebabkan oedem interstitial, menurunkan perfusi jaringan dan menyebabkan iskemia. (DSTC, 2009 ; Kwon MS., 2012) 45

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adanya proses desak ruang/ SOL (Space Occupying Lesion) dalam kranium.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adanya proses desak ruang/ SOL (Space Occupying Lesion) dalam kranium. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumor Cerebri 2.1.1. Definisi Tumor cerebri adalah neoplasma yang timbul di dalam tengkorak atau adanya proses desak ruang/ SOL (Space Occupying Lesion) dalam kranium. Tumor

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fungsi psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fungsi psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Traumatik brain injury (cedera otak traumatik/cot) yang umumnya didefinisikan dengan adanya kelainan non degeneratif dan non congenital yang terjadi pada otak, sebagai

Lebih terperinci

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus

Lebih terperinci

Tekanan Tinggi Intra Kranial (TTIK) dr. Syarif Indra, Sp.S Bagian Neurologi FK UNAND RS Dr. M. Djamil Padang

Tekanan Tinggi Intra Kranial (TTIK) dr. Syarif Indra, Sp.S Bagian Neurologi FK UNAND RS Dr. M. Djamil Padang 4 Tekanan Tinggi Intra Kranial (TTIK) dr. Syarif Indra, Sp.S Bagian Neurologi FK UNAND RS Dr. M. Djamil Padang OBJEKTIF Memahami tekanan tinggi intrakranial (TTIK) dan berbagai penyebabnya Memahami bahaya

Lebih terperinci

Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview

Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview 1 Motto : Save our brain and nerve!! Time is brain!! 2 Latar belakang Sebagian besar kasus neurologi merupakan kasus emergensi. Morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Diperkirakan insidensinya lebih dari 500 per 100.000 populasi

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

Asuhan Keprawatan Cedera Kepala Agus K Anam,M.Kep

Asuhan Keprawatan Cedera Kepala Agus K Anam,M.Kep Asuhan Keprawatan Cedera Kepala Agus K Anam,M.Kep TERJADI TIAP 15 DETIK MATI TIAP 12 MENIT CEDERA KEPALA 50 % KEMATIAN PADA TRAUMA 60 % KEMATIAN AKIBAT KLL TATALAKSANA P R I M A R Y S U R V E Y A AIRWAY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang perawatan anak RSUD Dr Moewardi Surakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret- September 2015 dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di kalangan anak muda di seluruh dunia, prediksi hasil saat masuk RS sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke memiliki serangan akut yang dapat dengan cepat menyebabkan kematian. Penderita stroke mengalami defisit neurologis fokal mendadak dan terjadi melebihi dari 24

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan Intra Abdomen Rongga abdomen dapat dianggap sebagai kotak tertutup dengan dinding yang keras (iga, tulang belakang, dan pelvis) serta dinding yang fleksibel (dinding

Lebih terperinci

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN Definisi : penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15) Riwayat : Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan Mekanisme cedera

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Cedera Kepala Akibat Trauma Cedera kepala umumnya diklasifikasikan atas satu dari tiga sistem utama, yaitu: keparahan klinis, tipe patoanatomi dan mekanisme fisik.

Lebih terperinci

TEKANAN INTRA KRANIAL

TEKANAN INTRA KRANIAL TEKANAN INTRA KRANIAL Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Kariadi

Lebih terperinci

Primary Cerebellar Haemorrhage : Complications, Treatment and Outcome

Primary Cerebellar Haemorrhage : Complications, Treatment and Outcome Jurnal Bedah Saraf Primary Cerebellar Haemorrhage : Complications, Treatment and Outcome (Clinical Neurology and Neurosurgery Journal, Elsevier 2013) Oleh: Fadhilah Pembimbing: dr. Hanis Setyono, SpBS

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma kepala (cedera kepala) adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi neurologis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan kausanya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan kausanya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan kausanya digolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun, yakni mencapai 15,9% dan meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung

Lebih terperinci

Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun

Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun 2001 2005 Hilman Mahyuddin, Agus Budi Setiawan Departemen Bedah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan perioperative. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti mengukur hubungan asfiksia neonatorum dengan daya reflek sucking bayi baru lahir umur 0 hari di RSUD Karanganyar menggunakan instrumen data rekam medis dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi. 50 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi. 3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Tempat : bangsal saraf dan bedah saraf RSUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama di mana setiap rumah sakit bertanggung jawab terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kraniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, 2005). Pembedahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensif bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang terjadi oleh apapun penyebabnya yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi di dalam

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata cepat atau Rapid Eye

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata cepat atau Rapid Eye 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur menurut Hierarki Maslow merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan fisiologis. Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Trauma tumpul toraks

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama 1.Masalah kesehatan yang timbul akibat stoke sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif (Japardi, 2004). Secara global insiden cedera kepala meningkat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif (Japardi, 2004). Secara global insiden cedera kepala meningkat dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera kepala merupakan kasus yang sering ditemui di Instalasi Rawat Darurat. Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian utama dikisaran usia produktif (Japardi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy Unit) ditemukan pada tahun 1950 di daratan Eropa sebanyak 80%, saat terjadi epidemic Poliomyelitis,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stroke 2.1.1 Definisi Stroke adalah suatu manifestasi neurologik yang terjadi mendadak dalam waktu yang singkat karena adanya gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan

Lebih terperinci

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang RESUSITASI CAIRAN Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang SYOK Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama bulan Oktober 2010 sampai dengan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama bulan Oktober 2010 sampai dengan 59 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan selama bulan Oktober sampai dengan bulan Februari di bangsal saraf dan bangsal bedah saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang. Subyek penelitian ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. 35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir ancaman dari pembunuh nomor satu di dunia belum pernah surut. Tidak lagi orang tua yang

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan utama, yang menduduki

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan utama, yang menduduki BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan utama, yang menduduki urutan pertama sebagai penyakit serebrovaskular. Stroke merupakan salah satu sumber gangguan otak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab paling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. fisik, mental, sosial dan ekonomi bagi penderitanya (Satyanegara et al, 2009)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. fisik, mental, sosial dan ekonomi bagi penderitanya (Satyanegara et al, 2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang cukup besar di dunia. Stroke adalah gangguan fungsi otak fokal maupun secara menyeluruh yang terjadi

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA

MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA Dipresentasikan pada: Pengembangan Profesi Bedah Berkelanjutan (P2B2) XIII-2016 Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia (PABI) Lampung MANAJEMEN KEJANG PASCA TRAUMA DR.Dr.M.Z. Arifin,Sp.BS Department

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga perlu, seperti halnya di Negara berkembang seperti Indonesia banyak orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. juga perlu, seperti halnya di Negara berkembang seperti Indonesia banyak orang yang BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan suatu hal yang paling penting. Dengan pola hidup sehat kita dapat melakukan segala hal sehat, tidak hanya sehat jasmani saja namun kesehatan rohani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak yang berkembang dengan sangat cepat berlangsung lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi mendadak akibat proses patofisiologi pembuluh darah. 1 Terdapat dua klasifikasi umum stroke yaitu

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode neonatus merupakan waktu yang paling rawan untuk kelangsungan hidup anak. Pada tahun 2015, 2,7 juta neonatus meninggal, merepresentasikan 45% dari kematian anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran darah otak. Terdapat dua macam stroke yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiap tahun sekitar 100.000 kunjungan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas permanen pada usia dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) meningioma adalah tumor yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat terjadi dimana saja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan yang pesat di bidang pembedahan dan anestesi menuntut penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat perioperatif mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

JURNAL MEDIKA MOEWARDI ISSN:

JURNAL MEDIKA MOEWARDI ISSN: VOL.2, NO.2, November 2013 JURNAL MEDIKA MOEWARDI JURNAL MEDIKA MOEWARDI PELINDUNG Direktur RSUD Dr. Moewardi Dekan FK UNS Surakarta PENASEHAT Wakil Direktur Pelayanan RSUD Dr. Moewardi Wakil Direktur

Lebih terperinci

Profil Pasien Pasca Kraniotomi di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli Juni 2017

Profil Pasien Pasca Kraniotomi di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli Juni 2017 Profil Pasien Pasca Kraniotomi di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli 2016 - Juni 2017 1 Celine Tanriono 2 Diana C. Lalenoh 2 Mordekhai L. Laihad 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR Author : Olva Irwana, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr 0 CEDERA KEPALA 1. Definisi Cedera kepala adalah trauma mekanik

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr. 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Struktur anatomi pada kepala terdiri dari: tengkorak, kulit kepala, otot kepala, otak, dan vaskularisasi otak (Peter, 2006). Tengkorak berfungsi sebagai pelindung otak

Lebih terperinci

Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan Eklampsia P2KS PROPINSI SUMATERA UTARA 1 Tujuan Membahas praktek terbaik untuk mendiagnosis dan menatalaksana hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia Menjelaskan strategi untuk mengendalikan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN A. PENGERTIAN Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang

Lebih terperinci