BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris secara Umum Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2008). Walaupun akne bisa sembuh sendiri, sekuelnya bisa berlangsung seumur hidup, dengan pembentukan parut yang berlubang atau hipertropi (Zaenglein, 2008). Hampir semua orang pernah menderita penyakit ini (Wasitaatmadja, 2008). Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur tahun pada perempuan dan tahun pada laki-laki (Wasitaatmadja, 2001). Akne derajat ringan terkadang tampak pada kelahiran, mungkin hasil dari stimulasi androgen, dan dapat berlanjut pada periode neonatal (Zaenglein, 2008). Penyakit ini sering menjadi manifestasi awal pada spekrum pubertas, dan setahun sebelum menarke pada usia dewasa muda (Soter, 1984). Setelah masa remaja kelainan ini berangsung berkurang (Wasitaatmadja, 2008). Namun, pada wanita akne dapat menetap sampai dekade 30 atau bahkan lebih (Soter, 1984). Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, justru gejala yang berat biasanya terjadi pada pria (Wasitaatmadja, 2008). Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibandingkan dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro (Wasitaatmadja, 2008). Pada penelitian, ditemukan bahwa akne lebih berat pada pasien bergenotip XYY (Zaenglein, 2008) Etiologi dan Patogenesis Penyebab akne tidak diketahui, namun ada informasi yang berkaitan dengan patogenesisnya. Ini merupakan penyakit multifaktorial. Pengetahuan

2 mengenai berbagai faktor yang termasuk dalam penyakit ini penting karena penatalaksanaan mungkin ditujukan pada satu atau lebih faktor penyebab ini (Soter, 1984). Diyakini bahwa penyebab akne adalah sekresi berlebihan dari kelenjar sebaseus dengan penyumbatan duktus pilosebaseus dan infeksi bakteri (Pasricha, 2002). Kelenjar sebasea terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar ini disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar ini biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut. Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar ini sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Wasitaatmadja, 2008). Ada empat faktor patogenesis yang diajukan, yaitu perubahan pola keratinisasi dalam folikel, peningkatan produksi sebum yang menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik, terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya inflamasi dan kekentalan sebum, dan peningkatan jumlah flora folikel yang berperan dalam kemotaksis inflamasi (Wasitaatmadja, 2001). Akne berkembang dalam folikel sebaseus. Folikel-folikel ini terbuka ke permukaan dengan lubang folikular berdilatasi besar yang dinamakan pori-pori kulit wajah. Kanal folikular mengandung bahan keratin dan dinding kanal, sebum dari kelenjar sebaseus, dan bermacam flora mikroba. Semua ini berperan dalam patogenesis penyakit (Soter, 1984). Perubahan awal yang terjadi adalah deskuamasi korneum pada folikel sebaseus yang menyebabkan pembentukan plak (Fleischer, 2000). Terjadi perubahan pola keratinisasi di infrainfundibulum (Soter, 1984). Tidak diketahui penyebab hiperproliferasi keratinosit. Namun, ada beberapa faktor yang memicu hiperproliferasi keratinosit, antara lain: stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktivitas interleukin-1α. Hormon androgen mungkin berperan pada keratinosit folikular dalam menstimulasi terjadinya hiperproliferasi.

3 Proliferasi keratinosit folikular juga mungkin diatur oleh asam linoleat. Diketahui bahwa terjadi penurunan asam linoleat pada penderita akne. IL-1 juga berperan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit folikular manusia menunjukkan hiperproliferasi dan pambentukan mikrokomedo saat IL-1 ditambahkan, sedangkan reseptor antagonis IL-1 menghambat pembentukan mikrokomedo (Zaenglein, 2008). Hiperproliferasi epidermal folikular menghasilkan pembentukan lesi primer, yaitu mikrokomedo (Zaenglein, 2008). Normalnya, keratinous squamae di kanal folikular tersusun jarang. Pada lesi awal yang berupa mikrokomedo, bahan keratin menjadi lebih padat. Sel mikrokomedo lebih koheren dan mengandung bahan amorfik, yang mungkin terbentuk dari lipid selama proses keratinisasi (Soter, 1984). Sel ini berlebihan dan melekat sehingga menghasilkan plak di lubang folikular. Plak ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terkumpul di dalam folikel. Konsentrasi yang terbungkus ini menyebabkan dilatasi folikel rambut atas (Zaenglein, 2008). Jika muncul dalam waktu yang lama, plak dapat menjadi komedo (Fleischer, 2000). Komedo adalah massa abnormal keratin dan sebum di dalam lubang folikular yang membesar. Komedo membesar sampai titik dimana paksaan mekanik sederhana mampu menghancurkan dinding epidermal folikular, membiarkan keratin dan sebum masuk ke korium sebagai benda asing. Ini menghasilkan folikulitis dalam keparahan yang beragam, mulai dari area eritem sampai lesi papulopustular purulen. (Pillsburry, 1960). Hal kedua yang berperan dalam patogenesis akne adalah produksi sebum yang berlebihan pada kelenjar sebaseus (Zaenglein, 2008). Pasien akne biasanya memiliki kelenjar sebaseus yang lebih besar dan memproduksi lebih banyak sebum daripada orang tanpa akne. Namun, pasien dengan kulit yang sangat kering juga mungkin bisa memiliki akne (Fleischer, 2000). Pada suatu kelompok, didapati pula bahwa pasien dengan akne memproduksi lebih banyak sebum daripada orang normal, dan pasien dengan akne berat memproduksi lebih banyak sebum daripada yang memiliki akne sedang. Namun, ada perbedaan produksi sebum pada dalam kelompok pasien dengan akne, yang menujukkan bahwa

4 penyakit ini tidak hanya berkaitan dengan aktivitas kelenjar sebaseus (Soter, 1984). Trigliserida, yang merupakan komponen pembentuk sebum, berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida diuraikan menjadi asam lemak bebas oleh P. acnes, flora normal yang terdapat di unit pilosebaseus. Asam lemak bebas ini mengawali kolonisasi P. acnes, menyebabkan inflamasi, dan bisa menjadi komedogenik. Hormon androgen juga berpengaruh dalam produksi sebum. Sama seperti aksinya di keratinosit infundibular folikular, hormon androgen berikatan dan mempengaruhi aktivitas sebosit. Pasien akne memiliki tingkat androgen yang lebih tinggi daripada yang tidak menderita akne. 5α-reductase, enzim yang bertanggung jawab mengubah testosteron menjadi DHT yang poten, memiliki aktivitas paling besar di area yang rentan terjadi akne, seperti wajah, leher, dan punggung (Zaenglein, 2008). Ada banyak fakta yang menunjukkan bahwa sebum berperan dalam patogenesis penyakit ini, antara lain: sebum itu komedogenik, sebum menyebabkan inflamasi ketika disuntikkan ke dalam kulit, akne muncul pada masa neonatal ketika kelenjar sebaseus berkembang dengan baik, akne muncul sebagai bagian dari spektrum pubertal pada saat perkembangan kelenjar sebaseus muncul, dan akne bisa dikontrol dengan estrogen dan x-ray, yang dapat menghambat kelenjar sebaseus (Soter, 1984). Beberapa penelitian menunjukkan sebum dari pasien akne berbeda dari individu normal. Umumnya, tidak ada pola perubahan tetap yang telah diteliti. Namun, ditunjukkan bahwa ada penurunan yang signifikan pada level asam linoleat dalam sebum. Normalnya, terdapat kurang dari 1 persen asam linoleat di lipid permukaan kulit. Penurunan jumlah asam lemak esensial ini mungkin terlibat dalam penyakit ini (Soter, 1984). Jumlah asam linoleat dapat menjadi normal setelah penatalaksanaan dengan isotretinoin. Level subnormal asam linoleat dapat menginduksi hiperproliferasi keratinosit folikular dan menyebabkan sitokin proinflamatorik. Diperkirakan juga bahwa jumlah asam linoleat yang dihasilkan pada penderita akne sebenarnya dalam kadar yang normal, tetapi terlarut oleh produksi sebum yang berlebihan (Zaenglein, 2008).

5 Selanjutnya, yang berperan dalam patogenesis akne adalah proses inflamasi. Pada saat pertumbuhan bakteri sekunder muncul di komedo, folikular yang ruptur dapat membiarkan bakteri masuk ke lapisan dermis, menyebabkan perubahan inflamatorik yang lebih parah (Pillsbury, 1960). Tipe sel predominan dalam 24 jam dari rupturnya komedo adalah limfosit. CD4 + limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebaseus dimana sel CD8 + ditemukan di perivaskular. Satu atau dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi tipe sel predominan yang mengelilingi mikrokomedo yang pecah (Zaenglein, 2008). Awalnya diperkirakan bahwa inflamasi mengikuti pembentukan komedo, tetapi ada bukti baru bahwa mungkin inflamasi dermal yang sebenarnya mengawali pembentukan komedo. Biopsi yang diambil dari kulit bebas komedo dan rentan akne, menunjukkan peningkatan inflamasi dibandingkan kulit normal. Biopsi dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan inflamasi yang bahkan lebih besar. Dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut mengenai kejadian ini (Zaenglein, 2008). Elemen terakhir dalam patogenesis akne adalah Propriobacterium acnes, yang juga berperan dalam proses inflamasi (Zaenglein, 2008). Organisme predominan pada flora folikular adalah Propriobacterium acnes. Pada usia 11 sampai 15 tahun, tidak ditemukan P. acnes pada pasien tanpa akne, sedangkan pada pasien akne ditemukan P. acnes per cm 2. Perbedaan yang serupa ditemukan pada grup usia 16 sampai 20 tahun, tetapi pada individu yang lebih tua jumlah organisme sama pada pasien dengan atau tanpa akne (Soter, 1984). Pasien dengan akne berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi. Antibodi antipropionibacterium memperparah respon inflamasi dengan cara mengaktifkan komplemen, yang kemudian mengawali kejadian pro-inflamatorik (Zaenglein, 2008). P. acnes juga menyebabkan inflamasi dengan merangsang respon hipersensitifitas tipe lambat dan dengan produksi enzim lipase, protease, hialuronidase, dan faktor kemotaktik. Selain itu, P. acnes diketahui merangsang upregulation dari sitokin dengan berikatan pada Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel-sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebaseus. Setelah berikatan

6 dengan Toll-like receptor 2, sitokin pro-inflamatorik seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan faktor nekrosis tumor-α dilepaskan (Zaenglein, 2008). Walaupun stafilokokus, mikrokokus, dan jamur juga ditemukan di folikel, tidak ada bukti bahwa mereka berperan dalam proses terjadinya akne (Soter, 1984). Keempat elemen dari patogenesis akne tersebut merupakan langkah yang terjalin dalam pembentukan akne. Bermacam penatalaksanaan akne tertuju pada elemen yang berbeda dalam patogenesis akne. Dengan mengerti mekanisme aksi pilihan penatalaksanaan dalam merawat akne akan membantu meyakinkan hasil terapeutik yang lebih baik (Zaenglein, 2008) Manifestasi Klinis Tempat awal predileksi akne adalah wajah, leher, lalu ke punggung, dada, dan bahu. Di tubuh, lesi lebih banyak di dekat garis tengah. Akne merupakan penyakit yang muncul dengan lesi noninflamatorik dan inflamatorik. (Soter, 1984). Lesi berupa komedo terbuka, komedo tertutup, pustul, papul eritematosus, dan nodul yang lebih dalam (Fleischer, 2000). Pada pasien dengan satu tipe lesi yang lebih banyak, pengamatan yang lebih dekat biasanya menunjukkan beberapa tipe lesi (Soter, 1984). Perubahan patologi dasar pada akne adalah penutupan lubang folikular oleh campuran keratin intrafolikular dan sebum. Ini dengan jelas tampak sebagai komedo (Pillsbury, 1960). Komedo merupakan lesi yang inflamatorik. Komedo tertutup atau whiteheads mungkin sulit untuk dilihat karena muncul sebagai papul yang pucat, naik sedikit, dan kecil, serta biasanya tidak memiliki lubang yang terlihat secara klinis. Melebarkan kulit adalah cara untuk dapat melihat lesi ini. Karena komedo tertutup adalah prekursor untuk lesi inflamatorik yang besar, ini penting untuk dipertimbangkan secara klinis (Soter, 1984). Komedo terbuka atau blackheads berkembang dari komedo tertutup yang lubangnya membesar. Komedo terbuka tampak datar atau sedikit naik oleh tekanan folikular tengah (Soter, 1984). Warna hitam di atas komedo adalah akibat dari perubahan kimia pada debris keratin dan bukan kotoran yang melekat (Pillsbury, 1960). Walaupun komedo merupakan lesi primer dari akne, mereka

7 tidak khas untuk penyakit ini sebab mereka mungkin bisa tampak pada kondisi lainnya, seperti komedo senil yang sering tampak pada area periorbital pada orang tua (Soter, 1984). Lesi inflamatorik pada akne bervariasi mulai dari papul dengan areola inflamatorik pustul, hingga nodul yang besar, sakit, dan bernanah. Semua lesi ini menunjukkan inflitrat inflamatorik di dermis, dan memiliki patogenesis umum; penampilannya tergantung pada ukuran dan lokasi infiltrat (Soter, 1984). Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan penatalaksanaan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yang dikemukakan (Wasitaatmadja, 2001). Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) membaginya menjadi tiga tingkat, yaitu ringan, sedang, dan berat (Wasitaatmadja, 2001). Terdapat 4 gradasi jerawat menurut Pillsbury (1963), yaitu : 1. Komedo di muka 2. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka 3. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka, dada, dan punggung. 4. Akne konglobata. Frank (1970): 1. Akne komedonal non-inflamatoar 2. Akne komedonal inflamatoar 3. Akne papular 4. Akne papulo pustular 5. Akne agak berat 6. Akne berat 7. Akne nodulo kistik/ konglobata Burke dan Cunliffe (1984): 1. Akne minor yang terdiri atas gradasi ¼, ½, ¾. 2. Akne mayor yang terdiri atas gradasi 1,1 ¼, 1 ½,1 ¾, 2,2 ½, 3, 4, 5, 6, 7.

8 Plewig dan Kligman (1975): 1. Komedonal yang terdiri atas gradasi: a. bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka b. bila ada 10 samapi 24 komedo c. bila ada 25 sampai 50 komedo d. bila ada lebih dari 50 komedo 2. Papulopustul, yang terdiri atas 4 gradasi: a. bila ada kurang dari 10 lesi papulopustul dari satu sisi muka b. bila ada 10 sampai 20 lesi papulopustul c. bila ada 21 sampai 30 lesi papulopustul d. bila ada lebih dari 30 lesi papulopustul 3. Konglobata Faktor Risiko Ada banyak faktor yang memicu terjadinya akne (Wasitaatmadja, 2001). Faktor yang penting peranannya dalam pembentukan akne adalah keturunan, keseimbangan hormon, makanan, dan kebersihan. (Sauer, 1985). Penggunaan kosmetik yang salah juga merupakan faktor yang memicu terjadinya akne (Wasitaatmadja, 2001). Faktor keturunan dan keseimbangan hormon merupakan faktor tak terkontrol, sedangkan faktor makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik merupakan faktor terkontrol. Faktor genetik merupakan penyebab akne yang paling penting. Satu atau kedua orangtua biasanya terkena akne. Faktor ini muncul sebagai pemicu kelenjar pilosebaseus untuk bereaksi dalam cara yang selektif pada perangsangan hormon (Wilkinson, 1969). Perubahan hormon testosteron dan progesteron pada usia dewasa dapat mempengaruhi ukuran dan aktivitas kelenjar sebaseus (Wilkinson, 1969). Stimulasi androgenik penting baik pada pria maupun wanita karena berhubungan dengan sekresi kelenjar sebaseus. Pengaruh hormonal lainnya mungkin memainkan peran; wanita sering memiliki eksaserbasi aktivitas akne pada masa perimenstrual (Fleischer, 2000). Hormon androgen berperan dalam keratinosit

9 folikular untuk merangsang hiperproliferasi. Dihydrotestosterone (DHT) merupakan androgen poten yang berperan dalam mekanisme akne. Enzim yang bertanggung jawab dalam pengubahan dehydroepiandrosterone sulfate menjadi DHT adalah 17β-hydroxysteroi ddehydrogenase dan 5α-reductase. DHT bisa menstimulasi proliferasi keratinosit (Zaenglein, 2008). Selain itu, kelenjar adrenal juga berperan dalam produksi akne; mekanismenya tidak jelas, tetapi akne muncul pada orang yang dipicu dengan kortikosteroid dosis tinggi. Kecemasan, stres, tekanan emosi, dan kelemahan memiliki efek pasti pada penyebab akne (Wilkinson, 1969). Dalam kondisi stres, terjadi pengeluaran hormon adrenalin dalam tubuh yang merangsang keluarnya zat-zat lain yang pada akhirnya mempengaruhi aliran darah sehingga muncul gejala-gejala fisik seperti akne vulgaris (Perumal, 2011). Emosi berperan pada akne akut, tetapi tidak pada akne kronik (Fleischer, 2000). Peran estrogen pada produksi sebum tidak ditentukan dengan baik. Dosis estrogen yang dibutuhkan untuk menurunkan produksi sebum lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme yang memungkinkan peranan estrogen, antara lain: (1) secara langsung melawan efek androgen dalam folikel sebaseus; (2) menghambat produksi androgen dari jaringan gonad melalui feedback negatif pada pelepasan gonadotropin hipofisis; (3) mengatur gen yang menekan pertumbuhan kelenjar sebaseus dan produksi lipid (Zaenglein, 2008). Makanan umumnya tidak mempengaruhi akne, dengan pengecualian pada coklat dan lemak (Wilkinson, 1969). Makanan yang diduga sebagai faktor pemicu terjadinya akne adalah makanan dengan kadar lemak tinggi, karbohidrat, dan jumlah kalori tinggi. Pengguaan obat tertentu dan minuman keras juga diduga berperan (Wasitaatmadja, 2001). Obat seperti bromida dan ionida memproduksi erupsi akne tanpa blackheads. Isonicotinic acid hydrazide juga memicu erupsi akne (Wilkinson, 1969). Kebersihan sangat penting dalam penatalaksanaan akne (Zaenglein, 2008). Membersihkan wajah dua kali sehari dengan air dan sabun yang lembut dapat mengurangi minyak yang berlebihan dan mengangkat sel kulit mati. Banyak orang percaya bahwa akne vulgaris disebabkan oleh kulit yang kotor, padahal jika kita

10 hanya membersihkan saja tidak akan mengatasinya. Di lain pihak, membersihkan wajah secara berlebihan dengan produk-produk seperti alkohol-based cleanser dan scrub dapat mengiritasi kulit lebih jauh dan memperparah akne vulgaris. Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan responden yang menderita akne vulgaris dengan frekuensi membersihkan wajah berhubungan linier dimana makin sering wajah dibersihkan makin rendah angka kejadian akne vulgaris, yang membersihkan wajah lebih dari 3 kali perhari angka kejadian akne hanya 2% (Tjekyan, 2008). Bahan-bahan kimia yang ada dalam kosmetik dapat langsung menyebabkan akne vulgaris. Biasanya kosmetik ini menyebabkan akne dalam bentuk ringan terutama komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustul di daerah pipi dan dagu. Dari penelitian yang sudah ada, didapati angka kejadian akne vulgaris pada kelompok yang menggunakan kosmetika mencapai sepuluh kali lipat lebih banyak daripada responden yang tidak menggunakan kosmetik (Tjekyan, 2009) Penatalaksanaan Pemahaman mengenai keempat elemen patogenesis akne penting dalam prinsip terapeutik. Mekanisme aksi penatalaksanaan akne yang paling sering bisa dikelompokkan dalam kategori berikut ini: (1) perbaiki pola keratinisasi folikular yang berubah; (2) turunkan aktivitas kelenjar sebaseus; (3) turunkan populasi bakteri folikular, P. acnes; dan (4) menggunakan efek anti-inflamatorik. Penatalaksanaan pasien akne dengan pengetahuan mengenai patogenesis akne dan mekanisme aksi penatalaksanaan akne yang ada, meyakinkan respon terapeutik yang maksimal. Sering kali, penatalaksanaan multipel digunakan dalam kombinasi yang melawan banyak faktor dalam patogenesis akne (Zaenglein, 2008). Penatalaksanaan akne vulgaris mencakup tindakan medis dan non medis (Julianto, 2005). Pemilihan penatalaksanaan dapat dilakukan berdasarkan derajat penyakit. Pada tingkat penyakit ringan, penatalaksanaan cukup dilakukan dengan obat tipikal. Pada tingkat penyakit sedang, dapat diberikan penatalaksanaan

11 topikal dan sistemik. Pada tingkat penyakit berat, harus diberikan penatalaksanaan topikal dan sistemik (Wasitaatmadja, 2001). Kombinasi dari beberapa cara pengobatan sangat diperlukan, dengan tujuan menemukan sekresi kelenjar sebasea (sebosupresi), keratolisis pada intra infundibulum, mengurangi jumlah jasad renik dengan antibiotika, dan mencegah timbulnya jaringan parut (Julianto, 2005). Penatalaksanaan topikal berupa bahan-bahan yang dapat mengadakan pengelupasan kulit seperti benzoyl peroxide, asam retinoat, dan asam azaleat. Selain itu, ada pula bahan topikal antibiotika, seperti klindamisin, eritromisin, kloramphenikol, neomisin, dan tetrasiklin. Kadang-kadang, bahan topikal steroid yang ringan seperti hidrokortison 1% diperlukan untuk mengurangi efek iritasi yang ditimbulkan oleh tretinoin, juga untuk menekan lesi yang bersifat nodulo kistik dan granulasi. Hanya saja, sebaiknya tidak digunakan lebih dari seminggu, oleh karena efek komedogenik dari kortikosteroid (Julianto, 2005). Antioksidan juga penting dalam pengobatan penyakit kulit. Selain memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dapat mencegah oksidasi sebum yang terbukti komedogenik pada pasien akne. Sodium L- ascorbyl-2-phospate (APS) merupakan turunan vitamin C stabil dan merupakan antioksidan efektif tinggi. Dari penelitian didapati bahwa Sodium L- ascorbyl-2-phospate 5% efektif sebagai terapi tunggal dalam pengobatan akne (Woolery-lioyd, 2010). Penatalaksanaan sistemik berupa oral antibiotika, seperti tetrasiklin, doksisiklin, minoksiklin, eritromisin, empisilin, linkomisin, dan klindamisin. Ada pula terapi hormon dengan menggunakan kortikosteroid, cyproterone acetate, estrogen dan pil kontraseptik. Terapi oral lainnya berupa vitamin A dan tretinoin (Julianto, 2005). Tindakan khusus yang dapat dilakukan adalah ekstraksi komedo, insisi dan drainase, eksisi, krioterapi, peeling, dan laser. Pengobatan acne scar berupa bowl-shaped atropic scars, dermabrasi pada keloid, injeksi triam cilicone pada hipertropi, dan sinar laser pada sikatrik (Julianto, 2005). Ada pula terapi sinar biru yang telah diteliti keamanan dan efikasinya. Sinar biru ini menghasilkan intensitas cahaya tinggi dalam kisaran 407 hingga 420

12 nm dalam medium daya dalam area yang disinai dari jarak mw/cm 2. Panjang sinar ini efisien untuk fotostimulasi dari porfirin, yang disediakan oleh penelitian in vitro dan in vivo. Penetrasi dari sinar ini kira-kira 1 mm ke dalam kulit, dan ia mencapai P.acne yang di permukaan dalam di dalam salurannya. Pasien menerima proteksi dengan kacamata renang lensa gelap Speedo selama sesi. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pengobatan sinar biru seefektif benzoil peroksida untuk mengurangi jumlah akne derajat II dan III dan memiliki efek samping yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan benzoil peroksida dalam isolasi. Fakta ini mengkonfirmasi bahwa sinar biru merupakan pilihan pengobatan, khususnya untuk pasien dengan kontraindikasi terhadap metode pengobatan (Arruda, 2009). Biaya pengobatan yang agak besar harus dipertimbangkan pada penatalaksanaan akne pada remaja yang belum mampu membiayai sendiri pengobatannya. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memulai dengan pengobatan konservatif, baik topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal dengan sulfur, resorsin, atau asam salisilat pada akne remaja harus dilakukan dengan penjelasan yang cukup agar tidak membuat mereka menolak pengobatan akibat efek sampingnya. Pengobatan sistemik dengan menggunakan drug of choice tetrasiklin akan cukup bermanfaat (Wasitaatmadja, 2001). Terapi untuk akne memerlukan waktu yang agak lama, yaitu antara 12 sampai 14 minggu. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan akne diperlukan usaha pencegahan berupa informasi menyeluruh mengenai penyebab, proses pengobatan, lamanya pengobatan, serta prognosis yang jelas agar pasien, apalagi yang remaja, tidak over estimate terhadap upaya pengobatan yang akan berlangsung (Wasitaatmadja, 2001). Selain itu, kebersihan juga sangat penting dalam penatalaksanaan akne. Terlalu sering membersihkan atau penggunaan sabun alkalin keras dapat meningkatkan ph kulit dan merusak lapisan lemak kutaneus. Penggunaan pembersih sintetik dapat membersihkan kulit tanpa mengubah ph kulit normal. Beberapa sabun antibiotik untuk akne yang mengandung agen seperti triclosan sudah dipasarkan dengan baik. Sabun ini tampaknya menghambat kokus gram

13 positif tetapi dapat meningkatkan batang gram negatif, dengan efek akne menjadi berkurang. Sabun kesehatan yang mengandung benzoyl peroxide atau salicylic acid menawarkan kemudahan penggunaannya dalam bentuk busa dan bagus untuk area yang sulit dicapai seperti punggung. Pendekatan yang bijaksana untuk pembersihan seharusnya diutamakan. Pembersihan dua kali sehari dengan pembersih yang lembut dan diikuti dengan aplikasi penatalaksanaan akne dapat dilakukan secara rutin dan dilaksanakan dengan baik (Zaenglein, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS 2.1 Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja. 1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris atau yang oleh masyarakat umum disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai dengan adanya komedo terbuka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang menyebabkan deskuamasi abnormal epitel folikel dan sumbatan folikel sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).

Lebih terperinci

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat. Written by DR. Santi Hoesodo Merah dan ranum! Kalau untuk buah-buahan sih ok saja. Tapi untuk keadaan berjerawat. Aduh...siapa juga yang mau. Penulis ingat semasa SMA kalau ada teman yang berjerawat besar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai, dikarateristikkan dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Acne Vulgaris 1. Definisi Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustula, nodus, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista di area

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu kelainan yang dapat sembuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerawat Secara Umum 2.1.1 Definisi jerawat Jerawat adalah reaksi dari penyumbatan pori-pori kulit disertai peradangan yang bermuara pada saluran kelenjar minyak kulit. Sekresi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Akne Vulgaris a. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang dapat sembuh sendiri berupa peradangan kronis folikel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang 1. Acne vulgaris atau lebih sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acne Vulgaris 2.1.1 Pengertian Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akne vulgaris 1. Pendahuluan Akne vulgaris merupakan kelainan dari struktur pilosebasea yang biasanya dapat sembuh sendiri dan sering dialami pada masa remaja. Kebanyakan akne

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kult Defenisi kulit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kult Defenisi kulit BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kult 2.1.1. Defenisi kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris 2.2.1. Defenisi Akne Vulgaris Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS Regina, 2004. Pembimbing : Endang Evacuasiany,Dra.,MS.,AFK.,Apt dan Slamet Santosa, dr., M Kes. Akne vulgaris adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel sebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher serta badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel sebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan pada unit pilosebasea. Akne sering membuat resah dan menghilangkan rasa percaya diri, apalagi jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne vulgaris ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.1 mengenai distribusi responden berdasarkan kejadian jerawat, terdapat 25 orang (39.1%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering dikeluhkan oleh banyak orang terutama remaja. Timbulnya akne vulgaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit kronik pada unit pilosebasea yang ditandai dengan seborrhea, formasi komedo terbuka dan tertutup, pustula dan papula yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne)

Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne) Modul Hybrid Learning PPG Tata Rias Dalam Jabatan Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne) DISUSUN OLEH : Nurul Hidayah, M.Pd 1 A. PENDAHULUAN Modul ini akan menjelaskan suatu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acne vulgaris (jerawat) merupakan suatu penyakit kulit yang paling umum terjadi pada remaja, dalam beberapa kasus jerawat dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronis kelenjar pilosebasea. Banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronis kelenjar pilosebasea. Banyak 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronis kelenjar pilosebasea. Banyak kasus akne memberikan lesi pleomorfik yang terdiri dari komedo, papul, pustul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015 di SMA N 4 Purworejo dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acne Vulgaris 2.1.1 Definisi Acne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran klinis yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai kelainan kulit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Baumann Metode Baumann adalah sebuah metode untuk menentukan tipe wajah berdasarkan kadar kandungan minyak pada wajah. Beberapa studi telah menunjukkan jika banyak pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa dalam kehidupan mereka. Meskipun penyakit ini tidak mengganggu kesehatan

Lebih terperinci

Oleh : A N D Y

Oleh : A N D Y PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN TERHADAP JERAWAT Oleh : A N D Y 060100134 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORISTIK 1. Akne Vulgaris a. Definisi Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh inflamasi kronik dari unit pilosebasea yang ditandai oleh pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan gambaran klinis polimorfi, yang terdiri atas wujud kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

TEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH :

TEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : TEAM BASED LEARNING MODUL Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. DR. Dr. Anis Irawan, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV DR. dr. Farida Tabri, Sp.KK (K). FINSDV SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris termasuk salah satu penyakit yang paling umum ditemui di praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi kronik unit pilosebaseus

Lebih terperinci

KELAIANAN KELENJAR SEBASEA DAN KELENJAR EKRIN. Betty Ekawati Irianto Departement Dermato & venereology FK UII be Queen Skin & genital Care Centre

KELAIANAN KELENJAR SEBASEA DAN KELENJAR EKRIN. Betty Ekawati Irianto Departement Dermato & venereology FK UII be Queen Skin & genital Care Centre KELAIANAN KELENJAR SEBASEA DAN KELENJAR EKRIN Betty Ekawati Irianto Departement Dermato & venereology FK UII be Queen Skin & genital Care Centre INTRODUCTION Acne is an inflammatory disorder on pilosebaceous

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Acne vulgaris atau jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi akibat inflamasi kronik pada folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Tanaman sembung (Blumea balsamifera L.) Tumbuhan dan bahan alami lainnya sudah lama dimanfaatkan manusia sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit pilosebaseus dan sering dijumpai pada usia remaja (Zaenglein dkk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber tumbuhan obat adalah tumbuhan yang berasal dari hutan tropis. Sekitar 80% sumber tumbuhan obat ditemukan di hutan tropis Indonesia dan 25.000-30.000

Lebih terperinci

PERBEDAAN SIRINGOMA, MILIUM, AKNE VULGARIS

PERBEDAAN SIRINGOMA, MILIUM, AKNE VULGARIS PERBEDAAN SIRINGOMA, MILIUM, AKNE VULGARIS Penyaji: dr.ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP.132 308 599 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat

Lebih terperinci

Disusun Oleh : MELDA AGUSTIN NIM

Disusun Oleh : MELDA AGUSTIN NIM HUBUNGAN ANTARA DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA SISWA KELAS VIII DAN IX MADRASAH TSANAWIYAH PEMBANGUNAN UIN JAKARTA TAHUN AJARAN 2016-2017 Laporan Penelitian ini ditulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Akne vulgaris adalah suatu kelainan pada unit. pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja.

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Akne vulgaris adalah suatu kelainan pada unit. pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja. BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Akne adalah suatu kelainan pada unit pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja. Penyakit ini bermanifestasi sebagai lesi pleiomorfik yang terdiri atas komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jerawat merupakan kondisi abnormal kulit akibat gangguan berlebih produksi kelenjar minyak (sebaceous gland) yang menyebabkan penyumbatan folikel rambut dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA PRIA DEWASA DAN WANITA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD PASAR REBO

ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA PRIA DEWASA DAN WANITA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD PASAR REBO ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA PRIA DEWASA DAN WANITA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD PASAR REBO Yoanita Hijriyati *, Yayah Rokayah **, Aliana Dewi

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Andriaz Kurniawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Permasalahan kulit pada wajah merupakan hal yang menjadi perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut jerawat merupakan permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat adalah penyakit kulit yang biasa terjadi pada usia remaja. Penyakit ini terbatas pada folikel pilosebase dibagian kepala atau badan bagian atas karena kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun (Siefan, 2008). Dalam proses mencapai dewasa, anak harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS 2.1.1 DEFINISI Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri.gambaran klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi

Lebih terperinci

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll Manfaat Terapi Ozon Sebagai Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer untuk berbagai penyakit. Penyakit yang banyak diderita seperti diabetes, kanker, stroke, dll. Keterangan Rinci tentang manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akne vulgaris Akne vulgaris merupakan suatu gangguan dari unit pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri dan terutama ditemukan pada remaja. Akne vulgaris ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau yang biasa disebut jerawat adalah suatu penyakit pada folikel rambut dan jaringan sebasea yang pada umumnya dapat sembuh sendiri, biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

MEDIA MEDIKA INDONESIANA

MEDIA MEDIKA INDONESIANA Kejadian dan Faktor Resiko M Akne Med Vulgaris Indones MEDIA MEDIKA INDONESIANA Hak Cipta 2009 oleh Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Tengah R.M. Suryadi

Lebih terperinci

TREATMENT FOR ACNE VULGARIS

TREATMENT FOR ACNE VULGARIS [ARTIKEL PENELITIAN] TREATMENT FOR ACNE VULGARIS Resti Ramdani, 1 Hendra Tarigan Sibero 2 Medical Faculty of Lampung University 1, Dermatovenerologist Division of Abdoel Moeloek Hospital 2, Faculty of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik residif yang ditandai dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran lesi yang khas

Lebih terperinci

ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS

ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS Akne vulgaris merupakan suatu keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung Regina Emmanuela Gusti Pratiwi, 2016 Pembimbing I : dr. Dani M.kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. A. Self-Image II. A. 1. Definisi Self-Image Menurut Jersild (1963), self-image adalah gambaran mental yang dimiliki individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan

Lebih terperinci