BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne
|
|
- Ivan Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne vulgaris ditandai dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo) dan pada bentuk yang berat dijumpai adanya papul inflamasi, pustul dan nodul. Akne vulgaris mengenai daerah kulit dengan populasi kelenjar sebasea yang paling padat, yaitu pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung Epidemiologi Data prevalensi tergantung pada waktu penelitian dan populasi yang dinilai. Pada sebuah penelitian berbasis masyarakat, akne vulgaris tercatat 56% pada pria dan 45% pada wanita usia antara 14 sampai 16 tahun dan tercatat sebagai derajat sedang sampai berat sebanyak 11%. Puncak prevalensi dan keparahan terjadi antara usia 14 sampai 17 tahun pada wanita sebanyak 40%, dan 16 sampai 19 tahun pada pria sebanyak 35%. Sebuah penelitian dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi pada usia remaja pertengahan mencapai hampir 100%. Di sisi lain, hanya sekitar 20% penderita yang membutuhkan bantuan dokter. Sebuah penelitian terhadap remaja di Selandia Baru diidentifikasi akne vulgaris pada 91% pria dan 79% wanita pada pelajar. Akne vulgaris derajat berat tercatat pada 6,9% pria dan hanya 1% pada wanita. Pada sebuah penelitian prevalensi berdasarkan populasi dari Australia menunjukkan bahwa tingkat prevalensi secara keseluruhan adalah 36,1%, mulai dari 27,7% pada usia
2 tahun sampai 93,3% pada usia tahun. Ini jarang pada anak laki-laki antara usia 10 sampai 12 tahun, tetapi pada usia 16 sampai 18 tahun anak laki-laki lebih mungkin untuk menderita akne vulgaris dibanding perempuan. Akne vulgaris derajat sedang sampai berat dijumpai pada 17% dari pelajar (24% laki-laki dan 11% perempuan). Komedo, papul dan pustul adalah gambaran klinis yang paling umum dan 1:4 kasus dijumpai parut. Sebuah penelitian lanjut di Portugal mengidentifikasi tingkat prevalensi tertinggi yaitu 82,4% pada usia tahun dan yang teridentifikasi hanya 44% dari kasus yang mencari pengobatan. Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari Desember 2008, dari total pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 107 pasien (1,91%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 8,41% berusia 0-12 tahun, 90,6% berusia tahun dan hanya 0,93% yang berusia tahun. Sedangkan pada periode Januari Desember 2011, dari total pasien yang berobat ke Poliklinik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 88 pasien (1,55%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis akne vulgaris. Dari jumlah tersebut 1,13% berusia 0-12 tahun, 87,5% berusia tahun dan 11,36 % yang berusia tahun. Hal ini menggambarkan bahwa penderita akne vulgaris yang terbanyak adalah usia remaja dan dewasa muda Etiologi dan patogenesis Patogenesis akne vulgaris jelas multifaktorial, melibatkan empat faktor utama yang membantu menjelaskan variasi luas dalam manifestasi klinis; (1) Perubahan diferensiasi epitel folikular yang mengarah kepada hiperproliferasi dan 15 4
3 deskuamasi abnormal, menyebabkan lesi prekusor dari semua lesi akne vulgaris lainnya, yaitu mikrokomedo. (2) Peningkatan produksi sebum. (3) Proliferasi dari P.acne. (4) Inflamasi menyebabkan terbentuknya sitokin pro inflamasi yang diproduksi oleh P.acne dan mungkin dari asam lemak bebas yang dihasilkan melalui hidrolisis sebum trigliserida oleh lipase yang disekresi oleh P.acne. Ruptur folikular dapat menyebabkan inflamasi yang lebih berat dan kronis. Hiperproliferasi epidermal folikular adalah kejadian yang pertama sekali dikenal dalam perkembangan akne vulgaris. Penyebab pasti yang mendasari hiperproliferasi ini tidak diketahui. Saat ini, ada 3 buah hipotesis yang telah diajukan untuk menjelaskan mengapa epitelium folikular bersifat hiperproliferatif pada individu dengan akne vulgaris. Pertama, hormon androgen, yang telah dikenal sebagai pencetus awal. Komedo, lesi klinis yang menyebabkan pembentukan sumbatan pada muara folikular, mulai timbul disekitar usia pubertas pada orang-orang dengan akne vulgaris. Derajat akne vulgaris komedonal pada usia prapubertas berhubungan dengan kadar hormon androgen adrenal yaitu dehydroepiandrosterone sulphate (DHEA-S). Apalagi, reseptor hormon androgen ditemukan pada folikel-folikel dimana komedo berasal. Selain itu individu dengan malfungsi reseptor androgen ternyata tidak akan mengalami akne vulgaris. Kedua, perubahan komposisi lipid, yang telah diketahui berperan dalam perkembangan akne vulgaris. Para penderita akne vulgaris biasanya mempunyai produksi sebum yang berlebihan dan kulit yang berminyak. Produksi sebum yang berlebihan ini dapat melarutkan lipid epidermal normal dan menyebabkan suatu perubahan dalam konsentrasi relatif dari berbagai lipid. Berkurangnya konsentrasi asam linoleat ditemukan pada individu dengan lesi akne vulgaris, dan menariknya, 3
4 keadaan ini akan normal kembali setelah pengobatan yang berhasil dengan menggunakan isotretinoin. Penurunan relatif asam linoleat dapat mengaktifkan pembentukan komedo. Inflamasi adalah faktor hipotesis ketiga yang terlibat dalam pembentukan komedo. Interleukin-1α (IL-1α) adalah suatu sitokin proinflamasi yang telah digunakan pada suatu model jaringan untuk menginduksi hiperproliferasi epidermal folikular dan pembentukan akne vulgaris. Walaupun inflamasi tidak terlihat baik secara klinis maupun mikroskopis pada lesi awal akne vulgaris, ia tetap memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan akne vulgaris dan komedo. Peningkatan produksi sebum adalah faktor kunci yang berperan dalam pembentukan akne vulgaris. Produksi dan ekskresi sebum diatur oleh sejumlah hormon dan mediator yang berbeda. Hormon androgen khususnya, meningkatkan pembentukan dan pelepasan sebum. Kebanyakan pria dan wanita dengan akne vulgaris memiliki kadar hormon androgen yang bersirkulasi dalam jumlah yang normal. Sejumlah agen lain seperti growth hormone (GH) dan insulin-like growth factor (IGF), juga mengatur kelenjar sebasea dan dapat berperan dalam perkembangan akne vulgaris. 3 3 Propionibacterium acnes merupakan suatu organisme mikroaerofilik yang ditemukan pada banyak lesi akne vulgaris. Walaupun tidak ditemukan pada lesi yang paling awal dari akne vulgaris, P. acnes ini hampir pasti dapat ditemukan pada lesi-lesi yang lanjut. Adanya P. acnes akan meningkatan proses inflamasi melalui sejumlah mekanisme. Propionibacterium acnes menstimulasi inflamasi melalui produksi mediator-mediator proinflamasi yang berdifusi melalui dinding folikel. Penelitian terkini menunjukkan bahwa P. acnes mengaktifkan toll-like
5 receptor-2 (TLR-2) pada monosit dan neutrofil. Aktivasi TLR-2 ini kemudian akan memicu produksi sitokin proinflamasi yang multipel, seperti IL-12, IL-8, dan tumor necrosis factor (TNF). Hipersensitivitas terhadap P. acnes dapat juga menjelaskan mengapa beberapa individu mengalami akne vulgaris inflamasi sedangkan yang lain tidak. Inflamasi mungkin merupakan suatu fenomena primer atau sekunder. Kebanyakan bukti sampai saat ini menyatakan bahwa akne vulgaris merupakan suatu respons inflamasi sekunder terhadap P. acnes. Meskipun demikian, ekspresi IL-1α telah diidentifikasi dalam mikrokomedo dan dapat berperan dalam pembentukan akne vulgaris. 3 3 Faktor-faktor eksternal jarang ditemukan pada akne vulgaris. Beberapa bahan kosmetik dan minyak rambut dapat memperburuk akne vulgaris. Sejumlah obat-obatan seperti steroid, litium, anti epilepsi dan iodium dapat mencetuskan akne vulgaris. Hiperplasia adrenal kongenital, polycystic ovarian syndrome (PCOS), dan kelainan-kelainan endokrin yang lain dengan peningkatan produksi dan pelepasan androgen dapat memicu perkembangan akne vulgaris Gambaran klinis Lesi kulit pada akne vulgaris adalah erupsi polimorf dengan gejala predominan salah satunya berupa komedo, papul yang tidak beradang dan pustul, nodul dan kista yang beradang. Tempat predileksi akne vulgaris adalah pada daerah dengan jumlah kelenjar sebasea yang padat seperti wajah, bahu, dada bagian atas dan punggung bagian atas. Umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetik walaupun terkadang dapat disertai rasa gatal. 3,16,17 3
6 Komedo adalah gejala patognomonik pada akne vulgaris berupa papul milier yang ditengahnya mengandung sebum. Komedo dapat terbagi dua yaitu komedo terbuka (black head, open comedo) berwarna hitam karena mengandung unsur melanin yang teroksidasi dan komedo tertutup ( white head, close comedo) yang letaknya lebih dalam dan tidak mengandung unsur melanin Gradasi akne vulgaris Metode untuk pengukuran derajat keparahan akne vulgaris meliputi gradasi sederhana berdasarkan pada pemeriksaan klinis, penghitungan lesi, dan yang memerlukan instrumen seperti fotografi, fotografi fluorosen, fotografi cahaya polarisasi, video mikroskopi, dan pengukuran produksi sebum. Ada dua pengukuran yang sering digunakan yaitu gradasi dan penghitungan lesi. Gradasi akne vulgaris adalah suatu metode subyektif yang digunakan untuk menetapkan keparahan akne vulgaris berdasarkan observasi lesi yang dominan, evaluasi keberadaan/ ketidakberadaan lesi inflamasi dan luasnya area kulit yang terlibat. Penghitungan lesi meliputi pencatatan jumlah tiap tipe lesi akne dan menetapkan derajat keparahan secara keseluruhan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yaitu: A. James dan Tisserand (1958) membuat gradasi sebagai berikut 18 : Derajat 1 : Akne non inflamasi sederhana dengan komedo dan sedikit papul. Derajat 2 : Komedo, papul dan sedikit pustul. Derajat 3 : Papul inflamasi yang besar, pustul dan beberapa kista yang melibatkan wajah, leher dan batang tubuh bagian atas. Derajat 4 : Lebih berat, kista bergabung ,19
7 B. Pillsbury (1963) membuat gradasi sebagai berikut 17 : Derajat 1 : Komedo dimuka. Derajat 2 : Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka. Derajat 3: Komedo,papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada, punggung. Derajat 4 : Akne konglobata. C. Frank (1970) membuat gradasi sebagai berikut 17 : Derajat 1 : Akne komedonal non-inflamasi. Derajat 2 : Akne komedonal inflamasi. Derajat 3 : Akne papular. Derajat 4 : Akne papulo pustular. Derajat 5 : Akne agak berat. Derajat 6 : Akne berat. Derajat 7 : Akne nodulo kistik/konglobata. D. Sjarif M. Wasitaatmadja (1982) Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin FK UI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris yang akurat, sederhana dan mudah diterapkan. Kriterianya adalah sebagai berikut 17 : 1. Ringan, bila : - Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi. - Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi. - Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi. 2. Sedang, bila : - Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi. - Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi. - Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi. - Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi.
8 3.Berat, bila : - Banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi. - Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi. Catatan : sedikit <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi tak beradang : komedo, papul beradang : pustul, nodus dan kista Pengukuran derajat keparahan akne vulgaris terus menjadi tantangan bagi dermatologis. Tidak ada sistem gradasi yang telah diterima secara umum. Sistem gradasi yang ideal bila 18 : 1. Akurat dan reproduktif. 2. Memiliki kapasitas dokumentasi untuk verifikasi di masa depan. 3. Sederhana digunakan untuk beberapa kali pemantauan. 4. Tidak memakan waktu. 5. Mudah digunakan. 6. Merefleksikan kriteria subjektif seperti faktor psikologis Diagnosis Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam. Pada pemeriksaan histopatologi, mikrokomedo ditandai dengan dilatasi folikel dengan sumbatan keratin padat. Sehubungan dengan perkembangan penyakit, folikel terbuka dan menjadi dilatasi, dan terbentuk komedo terbuka. Dinding 17
9 folikular menipis, dan dapat pecah. Inflamasi dan bakteri mungkin jelas, dengan atau tanpa pecahnya folikular. Folikular pecah disertai dengan inflamasi yang menyusup ke dermis. Kemudian dapat dijumpai fibrosis dan jaringan parut. Secara umum pemeriksaan laboratorium tidak diindikasikan untuk pasien akne vulgaris kecuali yang diduga pasien dengan hiperandrogenisme. Dehydroepiandrosterone sulphate dapat bekerja sebagai prekusor testosteron dan dehidrotestoteron (DHT). Meningkatnya kadar serum androgen telah dijumpai pada kasus akne kistik dan pada kasus akne vulgaris yang berhubungan dengan kondisi endokrin yang bervariasi yaitu hiperplasia adrenal kongenital ; defisiensi 11-β dan 21-β hidroksilase, tumor adrenal atau tumor ovari, dan penyakit polikista ovari. Pada kebanyakan pasien akne vulgaris, walau bagaimanapun, serum androgen masih dalam batas normal Diagnosis banding akne vulgaris Walaupun satu tipe lesi dapat lebih dominan, akne vulgaris didiagosis dengan adanya berbagai lesi akne vulgaris (komedo, pustul, papul, dan nodul) di wajah, punggung atau dada. Diagnosis biasanya mudah tetapi akne vulgaris dapat dikaburkan dengan folikulitis, rosasea, atau dermatitis perioral. Folikulitis, rosasea dan dermatitis perioral tidak memiliki komedo. Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut yang dapat disebabkan Staphylococcus aureus atau Pytirosporum ovale. Lesi berupa papul atau pustul yang eritrematosa dan ditengahnya terdapat rambut, biasanya multipel. Tempat predileksi biasanya ditungkai bawah. Sedangkan lesi Pityrosporum folliculitis berupa papul-papul dan kadang-kadang pustul superfisial dengan dasar kulit eritematosa yang tidak berbatas tegas disertai rasa gatal ringan, dan umumnya 1 3
10 berlokasi pada badan bagian atas. Kultur dari lesi di kulit untuk menyingkirkan folikulitis gram negatif harus dilakukan jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan atau jika tidak ada perbaikan. Rosasea merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustul, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne vulgaris. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dan anak-anak dengan gejala klinis berupa papul eritema, vesikel, dan pustul yang diskret dan berkelompok di sekitar mulut. Lesi terasa gatal, kulit kering dan tidak ada komedo. 16,17,22 Komedo tertutup sering dibingungkan dengan milia. Milia merupakan kista keratin epidermal distribusinya terutama di infraorbital. Kista bisa berasal dari folikel sebasea. Milia primer muncul pada bantalan folikel rambut velus pada wajah sedangkan sekunder merupakan hasil kerusakan pada unit pilosebasea. Terkadang, dermatitis herpetiformis dapat muncul sebagai erupsi pustular pada wajah, tetapi ini biasanya sangat gatal tidak seperti akne vulgaris. Penyakit linear IgA dapat juga muncul tetapi sangat jarang sebagai lesi papular pada wajah tanpa komedo. Biopsi, termasuk pemeriksaan imunofluorosensi, penting untuk konfirmasi diagnosis. 16 Erupsi akneformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya kortikosteroid, isoniazid (INH), barbiturat, bromida, yodida, difenil hidantoin, trimetadion, adrenocorticotropic hormone (ACTH), dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian 20 17,21 16,23
11 tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi pada semua usia. Dan biasanya membaik dengan penghentian obat. 17, Vitamin E Vitamin E ditemukan di Universitas California, Berkeley, pada tahun 1922 oleh Herbert Evans dan Katherine Bishop yang mengamati bahwa defisiensinya menyebabkan resorpsi janin dalam tikus. Zat aktif diisolasi dari minyak tepung gandum pada tahun 1936, juga di Berkeley, dan bernama tokoferol dari kata Yunani tokos (melahirkan) dan pherein (untuk membawa) ditambah akhiran ol menunjukkan suatu fenol atau alkohol. 8,25 Vitamin E adalah sekelompok zat, tokoferol dan tokotrienol, dijumpai terutama pada minyak sayuran. Masing-masing memiliki kelompok kepala kromanol dan rantai samping phytyl. Rantai samping tokoferol jenuh, sedangkan tokotrienol memiliki 3 ikatan ganda. Jumlah yang berbeda dan penempatan dari kelompok metil pada cincin aromatis menghasilkan bentuk α,β,γ, dan δ dari tokoferol dan tokotrienol. Setiap bentuk terjadi secara alamiah sebagai stereoisomer single. Vitamin E sintetis mengandung hingga delapan isomer, masing-masing dengan aktivitas biologisnya sendiri. 25
12 Gambar 2.1 Struktur dari tokoferol dan tokotrienol *dikutip dari kepustakaan no. 26 sesuai aslinya
13 D-α tokoferol adalah jenis vitamin E yang paling umum diserap dari diet manusia, kecuali tokotrienol mendominasi di daerah dunia dimana minyak tanaman tropis yang digunakan untuk memasak dan sebagai sumber makanan. D- α tokoferol sekitar 36% lebih aktif dibanding sintetis campuran isomer. 20 Vitamin E banyak dijumpai pada sayur-sayuran, terutama bayam, alpokat, jagung, minyak sayuran, biji bunga matahari, kedele, gandum, kacang dan margarin. Juga dapat dijumpai pada beberapa daging dan produk susu. Pada manusia, vitamin E secara alami terjadi pada membran sel dan organela. Ini memproteksi membran sel dari peroksidase dan menangkap radikal bebas. Vitamin E merupakan bagian penting dari diet, tetapi ada resiko bila mengkonsumsi terlalu banyak. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 400 IU vitamin E per hari dalam bentuk kapsul gel. Vitamin E dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya memar bila diminum dalam dosis besar. Tentu saja, dosis lebih besar dari 3000 mg perhari ketika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping. Vitamin E diakui benar efektivitasnya sebagai penghambat oksidasi lipid pada makanan dan sistem biologi, dan mekanismenya sebagai antioksidan juga baik dipahami. Aktivitas antioksidan dari tokoferol dan tokotrienol dapat diterima secara luas terutama karena kemampuan mereka untuk menyumbangkan hidrogen fenoliknya pada lipid radikal bebas. Dampak yang lebih rendah tercapai melalui pemuasan singlet oksigen. 26 Vitamin E adalah antioksidan yang dapat menyumbangkan atom hidrogen disebut donor hidrogen. Vitamin E terlokalisasi dalam membran dan lipoprotein dimana ia dapat menghentikan reaksi rantai radikal dari lipid peroksidase. Oleh karena itu vitamin E disebut antioksidan pemecah rantai. Vitamin E (TocH) selalu 27
14 menyumbangkan atom hidrogen ke radikal lipid peroksil yang akan mempropagasi reaksi rantai dari lipid peroksida. Autooksidasi asam lemak tak jenuh ganda terdiri dari inisiasi, propagasi rantai dan reaksi pemecahan rantai. Reaksi inisiasi bersifat lambat dan terbatas. Inisiasi terjadi oleh karena panas, cahaya atau bahan logam. Reaksinya: 28 I + LH L. + IH (lambat) Dimana I adalah inisiator, LH asam lemak dan L. adalah alkil radikal yang terbentuk dari asam lemak tak jenuh ganda. Kemudian diikuti propagasi melalui reaksi rantai: L. + O 2 LOO. LOO. + LH LOOH + L. Dimana LOO. adalah radikal bebas peroksil dan LOOH merupakan hidroperoksida yang stabil dari asam lemak. Tokoferol kemudian memecah dan mengakhiri rantai ini melalui: LOO.. + TocH LOOH + Toc Dimana TocH adalah tokoferol dan Toc. adalah radikal tokoferoksil, yang relatif stabil, kemudian memecah reaksi rantai. Radikal tokoferoksil ini dapat bereaksi dengan radikal peroksil yang lain untuk membentuk senyawa yang tidak berbahaya, termasuk tokoferil quinon. Reaksinya: Toc. + LOO. Toc-OOL Alternatif lain, radikal tokoferoksil ini dapat direduksi kembali ke alfa-tokoferol - dengan vitamin C (AH ) pada permukaan antara air dan lipid. Reaksinya: Toc. + AH - TocH + A -
15 Namun, apakah interaksi sinergis antara vitamin E dan vitamin C terjadi in vivo masih merupakan kontroversi. 28, Vitamin E dan Akne Vulgaris Pada akne vulgaris terjadi perubahan komposisi dari sebum, dan produksi ROS oleh neutrofil terlibat dalam iritasi dan destruksi dari dinding folikel, berperan dalam terjadinya inflamasi pada akne vulgaris. Dimana sudah diketahui bahwa P.acnes memiliki peranan penting dalam proses inflamasi akne vulgaris, menghasilkan faktor kemotaktik untuk neutrofil, menyebabkan pelepasan enzim hidrolitik yang merusak dinding folikel sebagai akibat fagositosis P.acnes oleh neutrofil yang ditarik ke lokasi inflamasi. Penetrasi ke dalam dermis, P.acnes merangsang sistem imun, membentuk suatu reaksi benda asing oleh lemak sebasea, rambut dan sel epitel, yang selanjutnya menyebabkan inflamasi. Telah dilaporkan bahwa radikal bebas oksigen, yang dibentuk oleh neutrofil pada dinding folikel untuk membunuh mikroorganisme, mungkin menyebabkan kerusakan sel pada lokasi inflamasi. Neutrofil menghasilkan radikal bebas berupa radikal superoksida anion, hidrogen peroksida dan radikal hidroksil. 32 Proteksi antioksidan yang tidak kuat dan/atau peningkatan produksi ROS membuat suatu kondisi yang disebut sebagai stres oksidatif, yang berperan terhadap munculnya penyakit inflamasi kulit. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang baik. El-akawi et al. (2005) melakukan penelitian kadar vitamin E dalam plasma pada 100 orang pasien dengan akne vulgaris dengan derajat berat, sedang dan ringan dan 100 subyek kontrol. Derajat keparahan akne vulgaris ditetapkan berdasarkan GAGS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar vitamin E secara 7,30 6,7 31
16 bermakna lebih rendah pada pasien dengan akne vulgaris derajat berat dibandingkan dengan akne vulgaris derajat sedang, ringan dan kontrol. Abulnaja (2008) melakukan penelitian status oksidan/antioksidan pada wanita dewasa yang gemuk dengan akne vulgaris menunjukkan bahwa kadar vitamin E secara bermakna lebih rendah pada wanita gemuk dan normal dengan akne vulgaris dibandingkan wanita gemuk dan normal tanpa akne vulgaris. Ayres dan Mihan (1981) telah melaporkan keberhasilan pengobatan terhadap lebih dari 100 pasien akne vulgaris yang menerima IU vitamin A dengan 800 IU vitamin E setiap hari. Kebanyakan merespon dalam beberapa minggu dan kontrol pemeliharaan diperoleh dengan dosis yang lebih rendah. Michaelson (1984) memberikan 0,2 mg selenium ditambah 10 mg tokoferil suksinat dua kali sehari pada 29 orang pasien akne vulgaris selama 6 sampai 12 minggu, dijumpai hasil yang baik, terutama pada pasien dengan akne pustular dan dengan aktivitas GSH-Px yang rendah. Efek menguntungkannya biasanya pararel dengan peningkatan yang lambat dari GSH-Px. Setelah 6 sampai 8 minggu penghentian pengobatan, kadar GSH-Px kembali seperti semula sebelum pengobatan. 12,13 Zat antioksidan yang mengandung beberapa zat gizi oral telah menjadi subyek penelitian selama 12 minggu pada 48 pasien akne vulgaris. Antioksidan ini dimakan tiga kali sehari dengan total 45 mg zinc, 180 mg vitamin C, 18 mg campuran karotenoid, 45 IU d-alfa-tokoferol asetat dan 390 mcg kromium. Perbaikan yang bermakna tercatat dalam evaluasi dokter setelah 8 minggu, dan setelah 12 minggu 79% dari pasien ditemukan memiliki peningkatan 80% atau
17 lebih. Karena ini merupakan penelitian open-label, kesimpulan yang luas tidak dapat dibuat mengenai hasilnya. 14 Diantara lipid permukaan kulit, squalene, sebuah molekul triterpenoid spesifik terhadap sebum manusia, tampaknya berperan sebagai pengikat singlet oxygen, memproteksi kulit dari lipid peroksidase; terkadang, oksidasinya menghasilkan squalene peroksida yang terbukti bersifat komedogenik. Pasokan vitamin E ke kulit berperan dalam membatasi efek potensi berbahaya dari squalene peroksida. Vitamin E ditemukan dalam lipid permukaan kulit sebagai konstituen penting dari sebum manusia. Data terbaru yang dikumpulkan secara in vivo telah mengkonfirmasi temuan ini dan menunjukkan perbedaan bermakna dalam komposisi sebum pasien akne vulgaris dibanding dengan subyek sehat yang berkaitan dengan kadar squalene peroksida dan vitamin E. Secara khusus kadar squalene peroksida lebih tinggi dan penurunan kadar vitamin E telah terdeteksi pada akne vulgaris. 7,33,34
18 2.4 Kerangka Teori Kadar vitamin E plasma rendah Aktifitas fisik berlebihan Merokok Peningkatan ROS Stres oksidatif Inflamasi Peningkatan produksi sebum Hiperproliferasi folikular P.acnes meningkat Akne vulgaris Gambar 2.2 Diagram kerangka teori penelitian
19
BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai,
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai, dikarateristikkan dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS 2.1 Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akne vulgaris Akne vulgaris merupakan suatu gangguan dari unit pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri dan terutama ditemukan pada remaja. Akne vulgaris ditandai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne vulgaris 2.1.1. Definisi Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai, dikarakteristikkan dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo)
Lebih terperinciThe Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta
The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.
1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista di area
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akne vulgaris 1. Pendahuluan Akne vulgaris merupakan kelainan dari struktur pilosebasea yang biasanya dapat sembuh sendiri dan sering dialami pada masa remaja. Kebanyakan akne
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang 1. Acne vulgaris atau lebih sering
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris termasuk salah satu penyakit yang paling umum ditemui di praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi kronik unit pilosebaseus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu kelainan yang dapat sembuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acne vulgaris (jerawat) merupakan suatu penyakit kulit yang paling umum terjadi pada remaja, dalam beberapa kasus jerawat dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering dikeluhkan oleh banyak orang terutama remaja. Timbulnya akne vulgaris
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat berkurangnya sekresi insulin,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang menyebabkan deskuamasi abnormal epitel folikel dan sumbatan folikel sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris atau yang oleh masyarakat umum disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai dengan adanya komedo terbuka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciVITAMIN E (α - TOKOFEROL) Dr. Inge Permadhi MS
VITAMIN E (α - TOKOFEROL) Dr. Inge Permadhi MS Sifat Kimia Tahan terhadap proses pemanasan dan asam Tidak tahan terhadap alkali, uv dan oksigen Rusak bila lemak menjadi tengik Rusak bila terdapat mineral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.
Lebih terperinciDi seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit pilosebaseus dan sering dijumpai pada usia remaja (Zaenglein dkk,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015 di SMA N 4 Purworejo dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik
Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel sebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit yang didapat, ditandai dengan adanya makula hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris secara Umum 2.1.1.Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,
lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Akne Vulgaris a. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang dapat sembuh sendiri berupa peradangan kronis folikel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit kronik pada unit pilosebasea yang ditandai dengan seborrhea, formasi komedo terbuka dan tertutup, pustula dan papula yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya
Lebih terperinciyang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan pada unit pilosebasea. Akne sering membuat resah dan menghilangkan rasa percaya diri, apalagi jika
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel sebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher serta badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun (Siefan, 2008). Dalam proses mencapai dewasa, anak harus
Lebih terperinciPERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI
PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Andriaz Kurniawan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,
Lebih terperinciJerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.
Written by DR. Santi Hoesodo Merah dan ranum! Kalau untuk buah-buahan sih ok saja. Tapi untuk keadaan berjerawat. Aduh...siapa juga yang mau. Penulis ingat semasa SMA kalau ada teman yang berjerawat besar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh
BAB 1 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat defisiensi sekresi hormon insulin, kurangnya respon tubuh terhadap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Acne Vulgaris 1. Definisi Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustula, nodus, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan gambaran klinis polimorfi, yang terdiri atas wujud kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris 2.2.1. Defenisi Akne Vulgaris Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan oleh tubuh bermacammacam fungsi, lain untuk membuat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinciABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS
ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS Regina, 2004. Pembimbing : Endang Evacuasiany,Dra.,MS.,AFK.,Apt dan Slamet Santosa, dr., M Kes. Akne vulgaris adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit Jumlah total leukosit sebelum diberikan perlakuan pada kelompok kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai kelainan kulit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun lalu. Sekitar satu milyar penduduk dunia merupakan perokok aktif dan hampir 80% dari total tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.1 mengenai distribusi responden berdasarkan kejadian jerawat, terdapat 25 orang (39.1%)
Lebih terperinci