Oleh : A N D Y

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : A N D Y"

Transkripsi

1 PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN TERHADAP JERAWAT Oleh : A N D Y FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN TERHADAP JERAWAT KARYA TULIS ILMIAH Oleh : A N D Y FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 LEMBAR PENGESAHAN Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Santo Thomas 1 Medan Terhadap Jerawat Nama : Andy NIM : Pembimbing Penguji (dr. Kristo A. Nababan, Sp.KK (dr. T. Ibnu. Alferally, Sp.PA NIP: NIP: (dr. Zulham, M.Biomed NIP: Medan, 2 Desember 2009 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP:

4 ABSTRAK Jerawat sampai saat ini selalu menjadi hal yang selalu mendapat perhatian baik dari kalangan remaja atau dewasa muda. Penyakit ini tidak fatal, tetapi cukup merisaukan karena berhubungan dengan menurunnya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah penderita. Berdasarkan penelitian Goodman (1999, prevalensi tertinggi yaitu pada umur tahun, dimana pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria berkisar %. Dari survei di kawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80% kasus jerawat, sedangkan di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita jerawat pada tahun 2006 dan 80% pada tahun Jerawat dapat menjadi siksaan psikis bagi remaja, terlebihlebih pada mereka yang memiliki pengetahuan yang kurang dan sikap yang negatif terhadap jerawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap siswa/i SMA Santo Thomas 1 Medan terhadap jerawat. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Jumlah sampel sebanyak 93 orang dengan tingkat ketepatan relatif (d sebesar 0,1. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan secara proposional berdasarkan tingkatan kelas. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif. Hasil uji tingkat pengetahuan siswa/i SMA Santo Thomas 1 Medan mengenai jerawat sebesar 46,2% dikategorikan kurang. Hasil uji sikap siswa/i SMA Santo Thomas 1 Medan terhadap jerawat sebesar 69,9% dikategorikan cukup. Dari hasil uji tersebut maka diharapkan orang tua siswa/i dapat memberikan informasi mengenai kebersihan pribadi pada siswa/i tersebut. Selain itu, diharapkan juga kepada pihak sekolah untuk dapat bekerja sama dengan pihak pelayanan kesehatan untuk dapat memberikan penyuluhan yang lebih baik mengenai kebersihan pribadi, khususnya kebersihan wajah. Kata kunci : Jerawat, Remaja, Tingkat pengetahuan, Sikap

5 ABSTRACT Up until now, acne has always been well concerned in teenagers and adolescent. This is not a fatal disease, but it s a very concerning one since it can lessen one s facial feature and affect their confidence negatively. Based on a research by Goodman (1999, the highest prevalence is on the age of years old, 83-85% in woman, and % in man. From a survey in Southeast Asia region, there was 40-80% case of acne, while the study group of cosmetic dermatology in Indonesia recorded 60% acne patients in 2006 and 80% in Acne can torture a teenager psychologically, mostly to them who has a very low knowledge and negative behavior toward acne. This study was conducted to apprehend the knowledge and attitudes of SMA Santo Thomas 1 adolescent students towards acne. Descriptive study was chosen in this study. A total of 93 samples were included with 0,1 as the precisions (d. Sampling technique used was stratified random sampling and samples were then distributed proportionally based on their level of education. Data were collected by utilizing questionnaires and analyzed by using descriptive statistic. The result of high school students knowledge in SMA Santo Thomas 1 towards acne vulgaris is 46.2% categorized as insufficient. The results done in the same manner about attitude towards acne vulgaris showed 69.9% catagorized as sufficient. From the result of this study, it is expected of the parents from the students to participate in giving them informations about personal hygiene. Furthermore, it is expected of the school also to participate in giving better guidance about personal hygiene, especially on the facial parts. Key Words : Acne, Adolescents, Knowledge, Attitude

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Karya tulis ilmiah ini berjudul Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Santo Thomas 1 Medan Terhadap Jerawat. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak dr. Kristo A. Nababan, Sp.KK dan dr. Rina Amelia, MARS, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Bapak Drs. Johannes O. Fian, selaku Kepala SMA Santo Thomas 1 Medan, yang telah memberikan izin dan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan proses pengumpulan data di lokasi penelitian. 4. Seluruh staf SMA Santo Thomas 1 Medan yang telah membantu administrasi perizinan untuk melakukan penelitian. 5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 6. Terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada Ibunda tercinta, Linda Kurniawan, dan Ayahanda tercinta, Soedjadi Paidjo, yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

7 7. Seluruh siswa/i SMA Santo Thomas 1 Medan, atas bantuan dan partisipasinya dalam proses pengumpulan data penelitian ini. 8. Seluruh teman Stambuk 2006, terima kasih atas dukungan dan bantuannya. Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materiil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan pahala yang sebasar-besarnya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua. Medan, Nopember 2009 Penulis Andy

8 DAFTAR ISI Halaman Halaman Persetujuan... i Abstrak... ii Abstract... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... viii Daftar Lampiran... ix BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Akne Vulgaris Secara Umum Pengertian Akne Vulgaris Epidemiologi Akne Vulgaris Etiologi Akne Vulgaris Patogenesis Akne Vulgaris Manifestasi Klinis Akne Vulgaris Gradasi Akne Vulgaris Pengetahuan dan Sikap Pengetahuan Sikap Remaja Secara Umum Definisi Remaja Aspek-aspek Perkembangan pada Masa Remaja BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL Kerangka Konsep Penelitian Definisi Operasional BAB 4 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian... 16

9 4.4. Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pembahasan BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia Tabel 5.2. Tabel 5.3. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan Tabel 5.4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan Tabel 5.5. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap Tabel 5.6. Distribusi frekuensi sikap Tabel 5.7. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan usia Tabel 5.8. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan jenis Kelamin Tabel 5.9. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan usia Tabel Distribusi frekuensi sikap berdasarkan jenis kelamin Tabel Distribusi frekuensi sikap berdasarkan tingkat pengetahuan... 25

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup Lembar Penjelasan kepada Subjek Penelitian Lembar Persetujuan Subjek Penelitian Kuesioner Penelitian Surat Izin Penelitian Data Induk

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit kulit yang selalu mendapat perhatian bagi para remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau dalam bahasa medisnya acne vulgaris (Yuindartanto, Penyakit ini tidak fatal, tetapi cukup merisaukan karena berhubungan dengan menurunnya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah penderita (Efendi, Penyebab jerawat sangat banyak (multifaktorial, antara lain genetik, endokrin, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes, kosmetika, dan bahan kimia lainnya (Yuindartanto, Penderita biasanya mengeluh adanya erupsi kulit pada tempat-tempat predileksi, yakni di muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas, dan lengan bagian atas. Dapat disertai rasa gatal. Erupsi kulit berupa komedo, papul, pustula, nodus, atau kista (Harper, Isi komedo ialah sebum yang kental atau padat. Isi kista biasanya pus dan darah (Yuindartanto, Insiden jerawat % pada usia dewasa muda, yaitu umur tahun pada wanita, dan tahun pada pria (Yuindartanto, 2009; Harper, Berdasarkan penelitian Goodman (1999, prevalensi tertinggi yaitu pada umur tahun, dimana pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria berkisar %. Dari survei di kawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80% kasus jerawat, sedangkan di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita jerawat pada tahun 2006 dan 80% pada tahun Dari kasus di tahun 2007, kebanyakan penderitanya adalah remaja dan dewasa yang berusia antara tahun sehingga beberapa tahun belakangan ini para ahli dermatologi di Indonesia mempelajari patogenesis terjadinya penyakit tersebut. Meskipun demikian jerawat dapat pula terjadi pada usia lebih muda atau lebih tua

13 daripada usia tersebut (Efendi, Meskipun kebanyakan jerawat terjadi pada masa remaja atau dewasa muda, tetapi dalam kenyataannya jerawat juga timbul pada berbagai golongan usia lainnya. Jerawat seringkali dihubungkan dengan kondisi tubuh, baik pada saat stres karena banyak masalah, atau dapat pula sebaliknya pada saat sedang sangat berbahagia. Pada waktu pubertas terdapat kenaikan dari hormon androgen yang beredar dalam darah yang dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari glandula sebasea sehingga tidak heran jika angka kejadian jerawat paling tinggi pada usia remaja (Yuindartanto, Pada umumnya banyak remaja yang bermasalah dengan jerawat, bagi mereka jerawat merupakan siksaan psikis. Selain masalah tersebut, akibat dari kurangnya pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab jerawat adalah mereka tidak mengontrol makanan yang mereka makan. Padahal ada makanan lain yang dapat memperburuk keadaan jerawat selain kacang dan coklat. Di samping itu pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu secara terus menerus dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan timbulnya jerawat. Bagi mereka yang kurang mengerti, mereka memakai bahan-bahan kosmetika itu tanpa tahu akibat yang akan timbul. Bahan tersebut misalnya bedak dasar, pelembab, krem penahan sinar matahari, krem malam dan lain-lain (Harahap, Karena kurangnya pengetahuan medis, sebagian besar remaja belum mengetahui faktor-faktor lain penyebab jerawat selain coklat dan kacang. Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja SMA tehadap jerawat Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka ditetapkan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimana pengetahuan dan sikap remaja SMA Santo Thomas 1 Medan terhadap jerawat?

14 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: Tujuan Umum Memberi informasi mengenai bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap remaja SMA Santo Thomas 1 dalam menghadapi jerawat Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja SMA Santo Thomas 1 Medan tentang jerawat. 2. Mengetahui sikap remaja SMA Santo Thomas 1 Medan terhadap jerawat Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Bagi Pelayanan Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan pendidikan kesehatan pribadi. 2. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini masih terbatas pada suatu sekolah. Hasil ini masih dapat dikembangkan untuk penelitian yang lebih luas dan mendalam selanjutnya.

15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris Secara Umum Pengertian Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah peradangan folikel sebasea yang ditandai oleh komedo, papula, pustula, kista, dan nodulus di tempat predileksinya, yaitu wajah, leher, badan atas, dan lengan atas (Wasitaatmadja, Penyakit ini terutama terjadi pada remaja dan biasanya berinvolusi sebelum usia 25 tahun namun bisa berlanjut sampai usia dewasa. Akne vulgaris terutama timbul pada kulit yang berminyak berlebihan akibat produksi sebum berlebihan di tempat dengan glandula sebasea yang banyak (Yuindartanto, Epidemiologi Akne Vulgaris Akne vulgaris dianggap penyakit kulit fisiologis karena hampir semua orang pernah menderita penyakit ini. Insidens akne vulgaris % (Harper, 2008 dan biasanya terjadi pada usia dewasa muda, yaitu umur tahun pada wanita, dan tahun pada pria (Yuindartanto, Berdasarkan penelitian Goodman (1999, prevalensi tertinggi yaitu pada umur tahun, dimana pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria berkisar %. Meskipun demikian, akne vulgaris dapat pula terjadi pada usia lebih muda atau lebih tua dari pada usia tersebut (Efendi, Kadang-kadang pada wanita akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30- an atau bahkan lebih. Meskipun pada pria akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian terdahulu diketahui bahwa gejala berat justru terjadi pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika, dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada Negro (Wasitaatmadja, 2002.

16 Etiologi Akne Vulgaris Faktor penyebab akne sangat banyak (multifaktorial, antara lain genetik, endokrin, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes, kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh, seperti: a. Sebum. Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Akne yang keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak b. Bakteri. Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Corynebacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale. c. Herediter. Faktor herediter sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit (glandula sebasea. Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne. d. Endokrin, di antaranya: Hormon androgen. Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari testis dan kelenjar anak ginjal (adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertambah besar dan produksi sebum meningkat. Pada penyelidikan Pochi, Frorstrom dkk. & Lim James didapatkan bahwa konsentrasi testosteron dalam plasma penderita akne pria tidak berbeda dengan yang tidak menderita akne. Berbeda dengan wanita, kadar testosteron plasma sangat meningkat pada penderita akne. Estrogen. Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum. Progesteron. Progesteron dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efek pada efektivitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual.

17 Hormon-hormon dari kelenjar hipofisis. Pada tikus, hormon tirotropin, gonadotropin, dan kortikotropin dari kelenjar hipofisis diperlukan untuk aktivitas kelenjar palit. Pada kegagalan dari kelenjar hipofisis, sekresi sebum lebih rendah dibandingkan dengan orang normal. Penurunan sebum diduga disebabkan oleh adanya suatu hormon sebotropik yang berasal dari bagian tengah (lobus intermediat kelenjar hipofisis. e. Diet. Diet tidak begitu berpengaruh terhadap timbulnya akne. Pada penderita yang makan banyak karbohidrat dan zat lemak, tidak dapat dipastikan akan terjadi perubahan pada pengeluaran sebum atau komposisinya karena kelenjar lemak bukan alat pengeluaran lemak yang kita makan. f. Iklim. Sinar ultraviolet (UV mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian dalam kelenjar palit. Sinar UV juga dapat mengadakan pengelupasan kulit yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea. g. Faktor psikis. Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi akne-nya secara mekanis sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi yang beradang yang baru, teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar anak ginjal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat. h. Kosmetika. Jenis kosmetika yang dapat menimbulkan akne tidak tergantung pada harga, merk, dan kemurnian bahannya. Penyelidikan terbaru di Leeds tidak berhasil menemukan hubungan antara lama pemakaian dan jumlah kosmetika yang dipakai dengan hebatnya akne. i. Bahan-bahan kimia. Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erosi yang mirip dengan akne (acneform eruption, seperti iodida, kortikosteroid, INH,

18 obat anti konvulsan (difenilhidantoin, fenobarbital, dan trimetandion, tetrasiklin, vitamin B 12. j. Reaktivitas. Di samping faktor-faktor diatas masih ada faktor X pada kulit yang merupakan faktor penting yang menentukan hebatnya akne Patogenesis Akne Vulgaris Gambaran klinis akne cenderung polimorf dan etiologinya sangat beragam. Namun semua itu melibatkan unit pilosebasea. Di dalam folikel rambut, sekresi dan retensi sebum yang abnormal terjadi. Pertama sekali, kelainan terlihat pada bagian bawah infundibulum folikel, yang merupakan bagian antara epitel duktus sebasea dan epitel folikel (Mascaro, Pada penderita akne terdapat peningkatan konversi hormon androgen yang normal berada dalam darah (testosteron ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestosteron. Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma (Yuindartanto, 2009; Brown, Androgen dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas sekresi sebum, hingga akhirnya dapat menyebabkan pembesaran kelenjar sebasea. Sebum bersifat komedogenik dan telah terbukti dapat menyebabkan inflamasi jika disuntikkan ke dalam tubuh (Mascaro, Sebum ini tersusun dari campuran skualen, lilin (wax, ester dari sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserida (Yuindartanto, Produksi sebum yang abnormal juga dapat menjadi predisposisi terjadinya deskuamasi dan hiperkeratinisasi (Mascaro, Hiperkeratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korniosit dalam saluran pilosebasea. Hal ini dapat disebabkan bertambahnya erupsi korniosit pada saluran pilosebasea, pelepasan korniosit yang tidak adekuat, atau kombinasi kedua faktor tersebut. Bertambahnya produksi korniosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat komedo. Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam linoleat dalam sebum. Akibat dari meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi asam linoleat. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam linoleat pada epitel folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan

19 penurunan fungsi sawar dari epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahanbahan yang menimbulkan peradangan (Yuindartanto, 2009; Thiboutot, Inilah yang menyebabkan retensi pada saluran pilosebasea dan proliferasi bakteri seperti Propionibacterium acnes. Kemudian, kolonisasi mikroba ini meningkatkan lipolisis dan menginduksi faktor-faktor kemotaktik yang mengakibatkan datangnya neutrofil (Mascaro, Faktor-faktor kemotaktik ini dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh bakteri seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan nioranidase (Yuindartanto, Produksi enzim-enzim hidrolitik dan sekresi protease berhubungan dengan formasi asam lemak bebas, ruptur dinding saluran pilosebasea, dan inflamasi. Proses ini merupakan lingkaran setan sehingga lesi tersebut dapat berkembang (Mascaro, Manifestasi Klinis Akne Vulgaris Tempat predileksi akne vulgaris adalah pada bagian tubuh yang memiliki kelenjar sebasea yang terbesar dan terbanyak, yaitu pada wajah, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas (Feldman, Lokasi kulit lainnya seperti leher, lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena (Wasitaatmadja, Lesi berpusat di sekitar folikel pilosebasea yang terbuka pada permukaan kulit sebagai pori-pori kulit (Brown, Erupsi kulit berupa komedo, papul, pustula, nodus, atau kista. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetik. Komedo adalah gejala patognomonik bagi akne yang berupa papul miliar yang di tengahnya mengandung sumbatan sebum. Bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedones, open comedones. Bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup (white comedones, closed comedones (Wasitaatmadja, 2002; Feldman, Lesi inflamasi lainnya seperti papul, pustula, dan nodul. Pustula dan papul terjadi karena inflamasi superfisial atau profundal yang berhubungan dengan ruptur

20 mikroskopik komedo. Kista atau nodul merupakan abses yang besar dan dalam yang berfluktuasi saat dipalpasi (Brown, Isi kista biasanya pus dan darah. Pada kasus yang berat (akne konglobata lesi destruktif ini menonjol dan meninggalkan jaringan parut (Yuindartanto, Manifestasi lain yang dapat terjadi pada akne yaitu jaringan parut dan hiperpigmentasi. Jaringan parut dapat berupa suatu atropi yang menyebabkan parut tusukan es (ice-pick scars, atau hipertropi (keloid. Hiperpigmentasi lebih sering terjadi dan biasanya terjadi pada pasien dengan kulit yang berwarna gelap. (Brown, Gradasi Akne Vulgaris Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan pengobatan (Wasitaatmadja, Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yang dikemukakan. Pillsbury (1963 membuat gradasi sebagai berikut: 1. Komedo di muka. 2. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka. 3. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka, dada, dan punggung. 4. Akne konglobata. Frank (1970 membuat gradasi sebagai berikut: 1. Akne komedonal non-inflamatoar 2. Akne komedonal inflamatoar 3. Akne papular 4. Akne papulo pustular 5. Akne agak berat 6. Akne berat 7. Akne nodulo kistik/konglobata

21 Plewig dan Kligman (1975 membuat gradasi sebagai berikut: 1. Komedonal yang terdiri atas gradasi: a. Bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka b. Bila ada 10 sampai 24 komedo c. Bila ada 25 sampai 50 komedo d. Bila ada lebih dari 50 komedo 2. Papulopustul, yang terdiri atas 4 gradasi: a. Bila ada kurang dari 10 lesi papulopustul dari satu sisi muka b. Bila ada 10 sampai 20 lesi papulopustul c. Bila ada 21 sampai 30 lesi papulopustul d. Bila ada lebih dari 30 lesi papulopustul 3. Konglobata Gradasi akne vulgaris ada pula yang berasal dari klasifikasi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai berikut: 1. Ringan, bila: a. beberapa lesi tidak beradang pada 1 predileksi b. sedikit lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi c. sedikit lesi beradang pada 1 predileksi 2. Sedang, bila: a. banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi b. beberapa lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi c. beberapa lesi beradang pada 1 predileksi d. sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi 3. Berat, bila: a. banyak lesi tidak beradang pada lebih dari 1 predileksi b. banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi Catatan: sedikit <5, beberapa 5-10, banyak >10 lesi tidak beradang: komedo putih, komedo hitam, papul beradang : pustul, nodus, kista

22 2.2. Pengetahuan dan Sikap Pengetahuan (Knowledge Pengetahuan merupakan hasil tahu dari proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera menusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior. Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a. Awareness (kesadaran, dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus. b. Interest (merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai terbentuk. c. Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas Sikap (Attitude Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Maramis (2006, sikap adalah suatu predisposisi umum untuk berespons atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif. Dari berbagai batasan tentang sikap,

23 dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Dalam bagian lain, Notoatmodjo (2007 menjelaskan bahwa menurut Allport (1954, sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni: a. Kepercayaan (keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional dan evaluasi emosional terhadap suatu objek. c. Kecendrungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh (total attitude. Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang remaja telah mendengar tentang akne (penyebabnya, akibatnya, pengobatannya, dan sebagainya. Pengetahuan ini akan membawa remaja untuk berpikir dan menemukan apa yang harus dilakukan terhadap akne yang dideritanya. Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga remaja tersebut berniat akan mencari pengobatan untuk menyembuhkan aknenya. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2007, yakni: 1. Menerima (Receiving Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. 2. Merespon (Responding Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawabab dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

24 3. Menghargai (Valuing Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhaap suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (Responsible Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju Remaja Secara Umum Definisi Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity. Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001 tidak memberikan pengertian remaja (adolescent secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence. Menurut Papalia dan Olds (2001, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Sedangkan Anna Freud berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

25 Aspek-aspek Perkembangan pada Masa Remaja Perkembangan pada masa remaja dapat ditinjau dari beberapa aspek, yakni: a. Perkembangan Fisik Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, b. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001, seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ideide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak (Papalia & Olds, 2001.

26 c. Perkembangan Kepribadian dan Sosial Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Papalia & Olds, Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler dan bermain dengan teman (Papalia & Olds, 2001.

27 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pengetahuan Jerawat Sikap 3.2. Definisi Operasional A. Pengetahuan Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh para remaja tentang pengertian jerawat, faktor-faktor berperan dalam timbulnya jerawat, dan pengobatan sederhana yang tersedia untuk jerawat. Pengukuran tingkat pengetahuan remaja mengenai jerawat dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 13 pertanyaan. Bila jawaban responden benar akan diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi nilai -1. Jawaban tidak tahu diberi nilai 0. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sistem skoring dengan memakai skala menurut Arikunto (2007 sebagai berikut: a. Baik, bila skor atau nilai %. b. Cukup, bila skor atau nilai %. c. Kurang, bila skor atau nilai %. d. Buruk, bila skor atau nilai <40 %.

28 Dengan demikian, penilaian terhadap pengetahuan responden berdasarkan sistem skoring, yaitu: a. Skor : baik b. Skor : cukup c. Skor : kurang d. Skor 0-14 : buruk B. Sikap Sikap adalah tanggapan ataupun respon remaja terhadap hal-hal yang berhubungan dengan jerawat. Pengukuran sikap remaja terhadap jerawat dilakukan berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pernyataan sebanyak 12 pernyataan. Pada pernyataan positif, apabila responden sangat setuju atau setuju akan diberi nilai 4 atau 3, jika kurang setuju atau tidak setuju diberi nilai 2 atau 1. Pada pernyataan negatif, apabila responden sangat setuju atau setuju akan diberi nilai 1 atau 2, jika kurang setuju atau tidak setuju diberi nilai 3 atau 4. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sistem skoring dengan memakai skala menurut Arikunto (2007 sebagai berikut: a. Baik, bila skor atau nilai %. b. Cukup, bila skor atau nilai %. c. Kurang, bila skor atau nilai %. d. Buruk, bila skor atau nilai <40 %. Dengan demikian, penilaian terhadap sikap responden berdasarkan sistem skoring, yaitu: a. Skor : baik b. Skor : cukup c. Skor : kurang d. Skor 0-18 : buruk

29 C. Jerawat Jerawat didefinisikan sebagai penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul, dan kista pada tempat predileksinya.

30 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk menentukan tingkat pengetahuan dan sikap remaja di SMA Santo Thomas 1 Medan terhadap jerawat Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana data dikumpulkan pada satu waktu tertentu Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Santo Thomas 1 Medan, propinsi Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih berdasarkan evaluasi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti. Pada lokasi ini, terdapat populasi yang cukup besar. Selain itu, terdapat juga variasi dalam hal asal lingkungan dan sosial budaya yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap seseorang Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan, sejak peneliti menentukan judul, menyusun proposal hingga seminar hasil yang berlangsung sejak bulan Pebruari 2009 hingga Agustus Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMA Santo Thomas 1 Medan. Populasi pada penelitian ini berjumlah sekitar orang.

31 Sampel Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari siswa/i di SMA Santo Thomas 1 Medan. Perhitungan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus: N n = jumlah sampel d = 0,1 n = 1+N (d 2 N = jumlah populasi Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan instrumen adalah sebesar 10%, maka jumlah sampel yang diperoleh dengan memakai rumus tersebut adalah sebanyak 93 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan merata pada siswa/i SMA yang menjadi tempat penelitian. a. Siswa SMA kelas X : 1/3 93 = 31 orang. b. Siswa SMA kelas XI : 1/3 93 = 31 orang. c. Siswa SMA kelas XII : 1/3 93 = 31 orang Metode Pengumpulan Data Data Primer Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner. Kuisioner yang telah selesai disusun akan dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak sekolah yang berhubungan dengan jumlah siswa/i di sekolah tersebut.

32 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi product moment dan uji Cronbach (Cronbach Alpha dengan menggunakan program SPSS Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian ini. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas ini adalah sebanyak 20 orang. Setelah uji validitas dilakukan hanya pada soal-soal yang telah dinyatakan valid saja yang akan diuji reliabilitasnya. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Variabel No. Total Pearson Correlation Status Alpha Status Pengetahuan 1 0,520 Valid 0,738 Reliabel 2 0,635 Valid Reliabel 3 0,510 Valid Reliabel 4 0,475 Valid Reliabel 5 0,612 Valid Reliabel 6 0,606 Valid Reliabel 7 0,452 Valid Reliabel 8 0,790 Valid Reliabel 9 0,475 Valid Reliabel 10 0,589 Valid Reliabel 11 0,656 Valid Reliabel 12 0,578 Valid Reliabel 13 0,607 Valid Reliabel Sikap 1 0,449 Valid 0,790 Reliabel 2 0,603 Valid Reliabel 3 0,579 Valid Reliabel 4 0,504 Valid Reliabel 5 0,514 Valid Reliabel 6 0,724 Valid Reliabel 7 0,562 Valid Reliabel 8 0,495 Valid Reliabel 9 0,497 Valid Reliabel 10 0,534 Valid Reliabel 11 0,658 Valid Reliabel 12 0,556 Valid Reliabel

33 4.5. Metode Analisis Data Data dari setiap responden dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan statistik deskriptif dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS for windows 12.0.

34 BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian Deskripsi Lokasi Penelitian SMA Katolik St. Thomas 1 Medan berdiri pada tahun 1955 oleh Vikariat Apolostik Medan. SMA ini berada di pusat kota tepatnya bertempat di Jl. Letnan Jenderal S.Parman 109 Medan. SMA ini merupakan salah satu SMA di Medan yang statusnya terakreditasi dengan peringkat A (sangat baik. SMA ini memiliki 27 ruang kelas, 4 ruang laboratorium, perpustakaan, aula serba guna, studio musik, halaman/lapangan olah raga, kantin, ruang tata usaha, ruang guru dan ruang kepala sekolah Deskripsi Karakteristik Responden Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 93 siswa yang terdiri dari 31 siswa kelas X, 31 siswa kelas XI dan 31 siswa kelas XII. Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik responden yang diamati meliputi usia dan jenis kelamin Usia Data lengkap bila ditinjau dari segi usia dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia Usia Jumlah % <14 0 0, ,0 > ,0 Jumlah

35 Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar pada usia di atas 15 tahun yaitu sebanyak 57,0% dan terendah pada kelompok usia di bawah 14 tahun yaitu sebesar 0% Jenis Kelamin tabel 5.2. Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah % Laki-laki 45 48,4 Perempuan 48 51,6 Jumlah Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar adalah pada kelompok perempuan yaitu sebesar 51,6% dan terendah pada kelompok laki-laki yaitu sebesar 48,4% Hasil Analisis Data Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner responden pada variabel pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.3.

36 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan Jawaban Responden Pertanyaan/Pernyataan Benar Salah f % f % 1. Pengertian jerawat 79 84, ,1 2. Jenis-jenis jerawat 34 36, ,4 3. Golongan usia yang dapat mengalami jerawat 88 94,6 5 5,4 4. Tempat predileksi jerawat 61 65, ,4 5. Asal mikroorganisme penyebab jerawat 90 96,8 3 3,2 6. Faktor resiko menderita jerawat 83 89, ,8 7. Komedo dan fleck 43 46, ,8 8. Pengertian jerawat batu 12 12, ,1 9. Pembersihan wajah yang baik 37 39, ,2 10. Upaya pengobatan jerawat secara alami 80 86, ,0 11. Jenis obat luar untuk jerawat 80 86, ,0 12. Cara mencegah timbulnya jerawat 83 89, ,8 13. Penyebab timbulnya bekas jerawat 87 93,6 6 6,4 No. Berdasarkan tabel di atas pada pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pada nomor 5 yaitu sebesar 96,8%. Sedangkan yang paling menjawab salah adalah pada pertanyaan/pernyataan nomor 8 yaitu sebesar 87,1%. Berdasarkan hasil uji tersebut maka tingkat pengetahuan seputar jerawat dapat dikategorikan pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan Pengetahuan f % Baik 2 2,2 Cukup 10 10,8 Kurang 43 46,2 Buruk 38 40,9 Total Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori kurang memiliki persentase paling besar yaitu 46,2%, tingkat pengetahuan yang

37 dikategorikan buruk sebanyak 40,9%, tingkat pengetahuan yang dikategorikan cukup sebanyak 10,8%, dan tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik sebesar 2,2%. Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner responden pada variabel sikap dapat dilihat pada tabel 5.5. No. Tabel 5.5. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap Pernyataan 1. Jerawat dapat terjadi pada semua remaja tanpa terkecuali. 2. Penderita jerawat adalah orang yang jarang mencuci muka. 3. Jangan makan coklat dan kacang karena itu dapat menyebabkan jerawat. 4. Jerawat tidak dapat menular, karena itu sahsah saja jika kita berhubungan dekat dengan penderita jerawat. 5. Jerawat dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. 6. Mereka yang berjerawat perlu pergi ke klinik dokter kulit atau ke klinik kecantikan. 7. Mereka yang berjerawat tidak perlu menghindari panas dan kelembaban karena tidak ada pengaruh. 8. Keluarga dan lingkungan sekitar tidak perlu memberi informasi kepada remaja mengenai jerawat. 9. Orang-orang yang memencet jerawat adalah mereka yang tidak tahu mengenai kebersihan wajah. 10. Penjualan obat jerawat secara bebas perlu didukung. 11. Remaja yang berjerawat harus sesering mungkin mencuci muka, dan terlalu sering lebih baik lagi. 12. Perbanyak olah raga untuk mencegah terjadinya jerawat. Jawaban Responden Sikap Positif Sikap Negatif f % f % 69 74, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,5 5 5, , , ,3

38 Dari tabel di atas terlihat bahwa pernyataan yang paling banyak dijawab dengan sikap positif adalah pada pernyataan nomor 4 yaitu sebesar 89,2%. Pernyataan yang paling sedikit dijawab dengan sikap yang positif adalah pernyataan nomor 11 yaitu sebesar 5,4%. Berdasarkan hasil uji tersebut maka sikap terhadap jerawat dapat dikategorikan pada tabel 5.6. Tabel 5.6. Distribusi frekuensi sikap Sikap f % Baik 2 2,2 Cukup 65 69,9 Kurang 20 21,5 Buruk 6 6,5 Total Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa sikap yang dikategorikan cukup memiliki persentase yang paling besar yaitu 69,9%. Kemudian diikuti kategori kurang sebesar 21,5%, kategori buruk sebesar 6,5%, dan kategori baik sebagai hasil terendah yakni 2,2%. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan usia Tingkat Pengetahuan Usia Baik Cukup Kurang Buruk Total f % f % f % f % f % ,5 6 15, , , >15 1 1,9 4 7, , , Total 2 2, , , ,

39 Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden paling banyak berada pada kategori kurang dengan populasi terbanyak adalah populasi yang berusia lebih dari 15 tahun. Kategori tingkat pengetahuan responden yang paling sedikit berada pada kategori baik dengan jumlah 1 orang pada masing-masing populasi. Data lengkap distribusi hasil uji tingkat pengetahuan tentang jerawat berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.8. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin Tingkat Pengetahuan Usia Baik Cukup Kurang Buruk Total f % f % f % f % f % Laki-laki 0 0,0 6 13, , , Perempuan 2 4,2 4 8, , , Total 2 2, , , , Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden laki-laki paling banyak berada dalam kategori buruk (53,3%. Tidak ada satupun responden laki-laki yang berada dalam kategori baik pada tingkat pengetahuannya. Sedangkan responden perempuan paling banyak berada dalam kategori kurang (58,3% dan terdapat 2 orang di antara seluruh responden perempuan dalam kategori baik (4,2%. Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.9. Tabel 5.9. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan usia Sikap Usia Total Baik Cukup Kurang Buruk (tahun f % f % f % f % f % , ,0 6 15,0 4 10, >15 0 0, , ,4 2 3, Total 2 2, , ,5 6 6,

40 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap responden pada kedua kategori usia berada dalam kategori cukup. Pada usia tahun, 70,0% responden berada dalam kategori cukup, sedangkan pada usia di atas 15 tahun, 69,8% responden berada dalam kategori cukup. Dari tabel tersebut, dapat dilihat juga bahwa sikap dengan kategori baik hanya dimiliki oleh 5,0% responden yang berusia tahun dan 0% responden yang berusia di atas 15 tahun. Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel Tabel Distribusi frekuensi sikap berdasarkan jenis kelamin Sikap Usia Baik Cukup Kurang Buruk Total f % f % f % f % f % Laki-laki 0 0, , ,9 2 4, Perempuan 2 4, ,9 7 14,6 4 8, Total 2 2, , ,5 6 6, Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden laki-laki paling banyak berada dalam kategori cukup (66,7%. Tidak ada satupun responden laki-laki yang berada dalam kategori sikap yang baik. Sedangkan responden perempuan paling banyak berada dalam kategori cukup (72,9% dan terdapat 2 orang di antara seluruh responden perempuan dalam kategori baik (4,2%. Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.11.

41 Tabel Distribusi frekuensi sikap berdasarkan tingkat pengetahuan Hasil Uji Tingkat Pengetahuan Sikap Baik Cukup Kurang Buruk Total f % f % f % f % f % Baik 0 0,0 1 50,0 1 50,0 0 0, Cukup 0 0,0 9 90,0 1 10,0 0 0, Kurang 0 0, , ,9 1 2, Buruk 2 5, ,8 6 15,8 5 13, Total 2 2, , ,5 6 6, Dari tabel 5.11 terlihat bahwa pada tingkat pengetahuan kurang dan buruk memiliki sikap yang dikategorikan cukup. Hal yang sama juga terlihat pada tingkat pengetahuan baik dan cukup Pembahasan Tingkat Pengetahuan Dari hasil analisis data, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswa/i SMA Santo Thomas 1 Medan mengenai jerawat paling banyak berada dalam kategori kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Saoma (2008 menunjukkan tingkat pengetahuan siswa/i Madrasah Aliyah Kedungringin Kertosono tentang faktor-faktor penyebab jerawat berada dalam kategori cukup. Dari hasil tersebut, peneliti berasumsi bahwa perbedaan lingkungan dan sosial budaya dapat menjadi penyebab dari perbedaan hasil yang didapat. Pada tabel distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan usia (tabel 5.7, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat pengetahuan responden berdasarkan rentang usia. Tingkat pengetahuan responden paling banyak berada pada kategori kurang dengan populasi terbanyak adalah populasi yang berusia lebih dari 15 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Al- Hoqail (2003, yang mengemukakan bahwa pengetahuan remaja mengenai jerawat tidak berbeda bila dilihat dari segi usia. Menurutnya juga, kemampuan mengakses informasi yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuannya. Peneliti juga memiliki

42 asumsi bahwa karena onset dari jerawat sendiri yang bervariasi pada setiap usia dan menyeluruh pada setiap remaja juga dapat menyebabkan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh remaja pun tidak dapat diukur hanya berdasarkan umur. Menurut peneliti hal yang mungkin mempengaruhi tingkat pengetahuan selain faktor usia adalah jenis kelamin/gender. Pada distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin (tabel 5.8, didapatkan bahwa tingkat pengetahuan responden laki-laki tentang jerawat sebagian besar berada dalam kategori buruk, sedangkan tingkat pengetahuan responden perempuan tentang jerawat sebagian besar berada dalam kategori kurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruswan (2001, bahwa gender menentukan kualitas pengetahuan tentang jerawat sehingga dikatakan bahwa perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi daripada laki-laki mengenai masalah jerawat. Menurutnya juga, hal ini disebabkan perempuan memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk mencari informasi dan mencari pelayanan kesehatan dalam menangani masalah jerawat. Hasil ini tidak cocok dengan hasil penelitian Saoma (2008. Dalam penelitiannya, jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai jerawat. Sama halnya dengan hasil penelitian Al-Hoqail (2003, dimana tidak ditemukan korelasi yang bermakna antara pengetahuan mengenai jerawat dengan jenis kelamin. Dari tabel 5.3 terlihat bahwa pertanyaan/pernyataan pada kuesioner yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pertanyaan/pernyataan tentang asal mikroorganisme penyebab jerawat. Hal ini menunjukkan bahwa para responden telah mengetahui bahwa mikroorganisme penyebab jerawat dapat berasal dari mana saja. Sedangkan pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan/pernyataan tentang jerawat batu. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pengetahuan responden mengenai penyebab jerawat batu, menurut peneliti hal ini mungkin terjadi akibat masih kurangnya sosialisasi tentang kesehatan dan kebersihan pribadi di sekolah tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran

Lebih terperinci

PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN.

PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN. PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh : NIK AZZADEEN AZIZ BIN FAHEEM 070100232 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS 2.1 Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai kelainan kulit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN Oleh : KALAIVANI ALAGAPAN 080100404 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN

HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2007-2009 Oleh: NITYA PERUMAL NIM: 070100473 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu kelainan yang dapat sembuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan pada unit pilosebasea. Akne sering membuat resah dan menghilangkan rasa percaya diri, apalagi jika

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN MENGENAI SEKS BEBAS PADA TAHUN 2009

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN MENGENAI SEKS BEBAS PADA TAHUN 2009 TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN MENGENAI SEKS BEBAS PADA TAHUN 2009 KARYA TULIS ILMIAH Oleh : SUDIBIO 060100052 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 TINGKAT

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh: DONNY G PICAULY

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh: DONNY G PICAULY TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN Oleh: DONNY G PICAULY 070100065 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 TINGKAT PENGETAHUAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT AWAM TERHADAP PENDERITA HIV/AIDS DI KELURAHAN PETISAH TENGAH TAHUN 2009 KARYA TULIS ILMIAH.

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT AWAM TERHADAP PENDERITA HIV/AIDS DI KELURAHAN PETISAH TENGAH TAHUN 2009 KARYA TULIS ILMIAH. GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT AWAM TERHADAP PENDERITA HIV/AIDS DI KELURAHAN PETISAH TENGAH TAHUN 2009 KARYA TULIS ILMIAH Oleh: ERNY TANDANU 060100018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STAMBUK 2007 TERHADAP POSISI DUDUK YANG BENAR

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STAMBUK 2007 TERHADAP POSISI DUDUK YANG BENAR TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STAMBUK 2007 TERHADAP POSISI DUDUK YANG BENAR Oleh : DES LASTRIANI HIA 070100161 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja. 1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA-SISWI SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN PENDERITA MIOPI TENTANG KESEHATAN MATA. Oleh : EVELYNE THERESIA

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA-SISWI SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN PENDERITA MIOPI TENTANG KESEHATAN MATA. Oleh : EVELYNE THERESIA TINGKAT PENGETAHUAN SISWA-SISWI SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN PENDERITA MIOPI TENTANG KESEHATAN MATA Oleh : EVELYNE THERESIA 080100245 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TINGKAT PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Acne Vulgaris 1. Definisi Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustula, nodus, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel sebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher serta badan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris 2.2.1. Defenisi Akne Vulgaris Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan gambaran klinis polimorfi, yang terdiri atas wujud kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista di area

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA UMUR TAHUN YANG BERADA DI KELURAHAN SEI RENGAS I MEDAN MENGENAI SADARI KELVIN YUWANDA

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA UMUR TAHUN YANG BERADA DI KELURAHAN SEI RENGAS I MEDAN MENGENAI SADARI KELVIN YUWANDA GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA UMUR 20-65 TAHUN YANG BERADA DI KELURAHAN SEI RENGAS I MEDAN MENGENAI SADARI Oleh : KELVIN YUWANDA 070100048 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Acne vulgaris atau jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi akibat inflamasi kronik pada folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Oleh : MUTIA MAYWINSIH JAUHARI 120100293 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MAHASISWI USU TERHADAP PEMENUHAN KECUKUPAN KALSIUM HARIAN. Oleh: ESTER SIBUEA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MAHASISWI USU TERHADAP PEMENUHAN KECUKUPAN KALSIUM HARIAN. Oleh: ESTER SIBUEA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MAHASISWI USU TERHADAP PEMENUHAN KECUKUPAN KALSIUM HARIAN Oleh: ESTER SIBUEA 070100092 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGETAHUAN, SIKAP, DAN

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2009, 2010, DAN 2011 KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR RISIKO AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2009, 2010, DAN 2011 KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR RISIKO AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2009, 2010, DAN 2011 KARYA TULIS ILMIAH Oleh: MONA SINTYA FRANSISCA MANURUNG NIM: 090100157 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris atau yang oleh masyarakat umum disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai dengan adanya komedo terbuka

Lebih terperinci

PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA TERHADAP KANKER LEHER RAHIM (CERVICAL CANCER) DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN

PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA TERHADAP KANKER LEHER RAHIM (CERVICAL CANCER) DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN LAMPIRAN 1 PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA TERHADAP KANKER LEHER RAHIM (CERVICAL CANCER) DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN KARYA TULIS ILMIAH OLEH : HABIBAH NOVITASARI LUBIS 090100031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015 di SMA N 4 Purworejo dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA BERKACAMATA TENTANG KELAINAN REFRAKSI DI SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN Oleh : RAHILA

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA BERKACAMATA TENTANG KELAINAN REFRAKSI DI SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN Oleh : RAHILA GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA BERKACAMATA TENTANG KELAINAN REFRAKSI DI SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN 2010 Oleh : RAHILA 070100129 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Andriaz Kurniawan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang

Lebih terperinci

KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER KETIGA DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN Oleh : SUJITHA MUNAIDY

KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER KETIGA DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN Oleh : SUJITHA MUNAIDY KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER KETIGA DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2009 Oleh : SUJITHA MUNAIDY 070100270 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Permasalahan kulit pada wajah merupakan hal yang menjadi perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut jerawat merupakan permasalahan

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh: CAROLIN

GAMBARAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh: CAROLIN GAMBARAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh: CAROLIN 070100074 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN TINGKAT STRES PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam

Lebih terperinci

PERILAKU SISWA/SISWI SMA NEGERI 2 MEDAN KELAS XI DAN XII TERHADAP PENYAKIT HIV/AIDS TAHUN Oleh : LASTRI DIYANI S

PERILAKU SISWA/SISWI SMA NEGERI 2 MEDAN KELAS XI DAN XII TERHADAP PENYAKIT HIV/AIDS TAHUN Oleh : LASTRI DIYANI S PERILAKU SISWA/SISWI SMA NEGERI 2 MEDAN KELAS XI DAN XII TERHADAP PENYAKIT HIV/AIDS TAHUN 2010 Oleh : LASTRI DIYANI S 070100102 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PERILAKU SISWA/SISWI

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN Oleh : SERGIO PRATAMA 120100202 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang menyebabkan deskuamasi abnormal epitel folikel dan sumbatan folikel sehingga

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS Regina, 2004. Pembimbing : Endang Evacuasiany,Dra.,MS.,AFK.,Apt dan Slamet Santosa, dr., M Kes. Akne vulgaris adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerawat Secara Umum 2.1.1 Definisi jerawat Jerawat adalah reaksi dari penyumbatan pori-pori kulit disertai peradangan yang bermuara pada saluran kelenjar minyak kulit. Sekresi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau yang biasa disebut jerawat adalah suatu penyakit pada folikel rambut dan jaringan sebasea yang pada umumnya dapat sembuh sendiri, biasanya

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 i KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 Oleh : YAATHAVI A/P PANDIARAJ 100100394 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2007-2009 Oleh: ILAVARASE NADRAJA NIM: 070100313 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik, yang bertujuan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik, yang bertujuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik, yang bertujuan menentukan hubungan stres terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun (Siefan, 2008). Dalam proses mencapai dewasa, anak harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang 1. Acne vulgaris atau lebih sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. A. Self-Image II. A. 1. Definisi Self-Image Menurut Jersild (1963), self-image adalah gambaran mental yang dimiliki individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kult Defenisi kulit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kult Defenisi kulit BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kult 2.1.1. Defenisi kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya,

Lebih terperinci

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung Regina Emmanuela Gusti Pratiwi, 2016 Pembimbing I : dr. Dani M.kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS TELADAN KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2015 OLEH: INRAWATI SIHOMBING

TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS TELADAN KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2015 OLEH: INRAWATI SIHOMBING TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS TELADAN KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2015 OLEH: INRAWATI SIHOMBING 120100164 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. vulgaris, merupakan penyakit peradangan kronis dari unit pilosebasea akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. vulgaris, merupakan penyakit peradangan kronis dari unit pilosebasea akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyakit kulit yang menjadi perhatian bagi para remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau dalam istilah medisnya disebut acne vulgaris, merupakan penyakit

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG MENARCHE (MENSTRUASI PERTAMA) DI SMP ST. THOMAS 1 MEDAN TAHUN Oleh: DELFINA

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG MENARCHE (MENSTRUASI PERTAMA) DI SMP ST. THOMAS 1 MEDAN TAHUN Oleh: DELFINA TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG MENARCHE (MENSTRUASI PERTAMA) DI SMP ST. THOMAS 1 MEDAN TAHUN 2010 Oleh: DELFINA 070100052 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 TINGKAT PENGETAHUAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI KELURAHAN TEMBUNG TAHUN Oleh: INDAH TRIANA SARI POHAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI KELURAHAN TEMBUNG TAHUN Oleh: INDAH TRIANA SARI POHAN GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI KELURAHAN TEMBUNG TAHUN 2010 Oleh: INDAH TRIANA SARI POHAN 070100359 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN SISWI SMA NEGERI 6 MEDAN TENTANG SINDROMA PREMENSTRUASI (PMS) KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: SITI HAJAR BINTI RAMLI

TINGKAT PENGETAHUAN SISWI SMA NEGERI 6 MEDAN TENTANG SINDROMA PREMENSTRUASI (PMS) KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: SITI HAJAR BINTI RAMLI TINGKAT PENGETAHUAN SISWI SMA NEGERI 6 MEDAN TENTANG SINDROMA PREMENSTRUASI (PMS) KARYA TULIS ILMIAH Oleh: SITI HAJAR BINTI RAMLI 070100439 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 LEMBAR

Lebih terperinci

: NOR AFIFAH BINTI MOHD FADZIL

: NOR AFIFAH BINTI MOHD FADZIL Gambaran Sikap dan Tindakan Pencegahan Tentang Penyakit Hepatitis B Pada Mahasiswa yang Sedang Menjalani Kepaniteraan Klinik di Fakultas Kedokteran Gigi Tahun 2010 KARYA TULIS ILMIAH Oleh : NOR AFIFAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRESTASI AKADEMIK SISWA-SISWI SD. NEGERI NO SUKA MAKMUR KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2011

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRESTASI AKADEMIK SISWA-SISWI SD. NEGERI NO SUKA MAKMUR KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2011 HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRESTASI AKADEMIK SISWA-SISWI SD. NEGERI NO.101837 SUKA MAKMUR KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2011 Oleh : NURAMALINA BINTI NORDIN 080100323 FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN ANGKATAN 2010 TENTANG PERANAN KONDOM TERHADAP PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS Oleh: VINCENT 100100246 FAKULTAS KEDOKTERAN MEDAN 2013 ii TINGKAT

Lebih terperinci

Oleh : Shamesh Baskaran

Oleh : Shamesh Baskaran TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) Oleh : Shamesh Baskaran 070100446 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN TAHUN 2013

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN TAHUN 2013 GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN TAHUN 2013 Oleh : REIZA FREIDHEA SUHUD 100100345 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 GAMBARAN PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.1 mengenai distribusi responden berdasarkan kejadian jerawat, terdapat 25 orang (39.1%)

Lebih terperinci

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat. Written by DR. Santi Hoesodo Merah dan ranum! Kalau untuk buah-buahan sih ok saja. Tapi untuk keadaan berjerawat. Aduh...siapa juga yang mau. Penulis ingat semasa SMA kalau ada teman yang berjerawat besar

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA DAN REMAJA PUTUS SEKOLAH TERHADAP BAHAYA MEROKOK. Oleh : MEISYARAH KHAIRANI

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA DAN REMAJA PUTUS SEKOLAH TERHADAP BAHAYA MEROKOK. Oleh : MEISYARAH KHAIRANI TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA DAN REMAJA PUTUS SEKOLAH TERHADAP BAHAYA MEROKOK Oleh : MEISYARAH KHAIRANI 090100118 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014 i HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014 OLEH: RANI LESTARI B. 110100128 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) DI KELURAHAN TANJUNG REJO KARYA TULIS ILMIAH

KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) DI KELURAHAN TANJUNG REJO KARYA TULIS ILMIAH KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) DI KELURAHAN TANJUNG REJO KARYA TULIS ILMIAH Oleh : SARAVANAN NAIR A/L PATHMANABAN 110100467 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Oleh : YULI MARLINA 080100034 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 GAMBARAN FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV/AIDS TERHADAP PENDERITA HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN.

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV/AIDS TERHADAP PENDERITA HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV/AIDS TERHADAP PENDERITA HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN. Oleh : MOHD LATIFF IQRAMIE 070100247 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PENTINGNYA PENGAWASAN KEHAMILAN (ANTENATAL CARE) DI POLIKLINIK IBU HAMIL RSU DR PIRNGADI

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PENTINGNYA PENGAWASAN KEHAMILAN (ANTENATAL CARE) DI POLIKLINIK IBU HAMIL RSU DR PIRNGADI GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PENTINGNYA PENGAWASAN KEHAMILAN (ANTENATAL CARE) DI POLIKLINIK IBU HAMIL RSU DR PIRNGADI Oleh: STEFANI TANIA 070100051 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Oleh : ROCKY J. SIMATUPANG

Oleh : ROCKY J. SIMATUPANG GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA/SISWI KELAS XI IPA DI SMA SANTO THOMAS 2 MEDAN TENTANG VITAMIN C Oleh : ROCKY J. SIMATUPANG 070100204 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN PENGETAHUAN

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS ( SMA ) TERHADAP KESEHATAN MATA DI KOTA MEDAN. Oleh KUHAPRIYA SELVARAJAH NIM :

TINGKAT PENGETAHUAN PELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS ( SMA ) TERHADAP KESEHATAN MATA DI KOTA MEDAN. Oleh KUHAPRIYA SELVARAJAH NIM : TINGKAT PENGETAHUAN PELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS ( SMA ) TERHADAP KESEHATAN MATA DI KOTA MEDAN Oleh KUHAPRIYA SELVARAJAH NIM : 070100300 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 TINGKAT

Lebih terperinci

TERHADAP PERILAKU DIET PADA REMAJA PUTRI DI SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN

TERHADAP PERILAKU DIET PADA REMAJA PUTRI DI SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN HUBUNGAN BODY IMAGE DAN SELF ESTEEM TERHADAP PERILAKU DIET PADA REMAJA PUTRI DI SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN Oleh: RAMOS 100100125 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 HUBUNGAN BODY IMAGE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit kronik pada unit pilosebasea yang ditandai dengan seborrhea, formasi komedo terbuka dan tertutup, pustula dan papula yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering dikeluhkan oleh banyak orang terutama remaja. Timbulnya akne vulgaris

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU SISWA DAN SISWI SMA NEGERI 5 MEDAN TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL

GAMBARAN PERILAKU SISWA DAN SISWI SMA NEGERI 5 MEDAN TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL GAMBARAN PERILAKU SISWA DAN SISWI SMA NEGERI 5 MEDAN TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL Oleh : ESTER A. J. PANGGABEAN 070100110 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN PERILAKU

Lebih terperinci

SEBAGAI PEROKOK. Oleh: ARSWINI PERIYASAMY

SEBAGAI PEROKOK. Oleh: ARSWINI PERIYASAMY KORELASI USIA, JENIS KELAMIN, STATUS SOSIOEKONOMI DAN KETERGANTUNGAN MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TERHADAP NIKOTIN DAN KATEGORINYA SEBAGAI PEROKOK Oleh: ARSWINI PERIYASAMY 120100490 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BONA F. P. BANJARNAHOR

BONA F. P. BANJARNAHOR Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI ( MP-ASI ) pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Tiga Balata Tahun 10 Oleh: BONA F. P. BANJARNAHOR 070100098

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris termasuk salah satu penyakit yang paling umum ditemui di praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi kronik unit pilosebaseus

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Kelamin. Ruang lingkup keilmuan penelitian adalah Ilmu Kesehatan Kulit dan Lokasi pengambilan sampel adalah FakultasKedokteran Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SMA NEGERI 5 MEDAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA RINI M. NASUTION

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SMA NEGERI 5 MEDAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA RINI M. NASUTION GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SMA NEGERI 5 MEDAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA ] Oleh : RINI M. NASUTION 070100357 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA

Lebih terperinci