BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MENINGIOMA Sejarah dan Definisi Meningioma Meningioma adalah sebuah penamaan yang diberikan oleh Harvey Cushing pada tahun 1922 untuk mendeskripsikan suatu tumor jinak pada selaput otak susunan saraf pusat (Al-Rodhan dan Laws, 1991).Pada awalnya, tumor ini dinamakan tumor fungoid, sarcoma, cylindroma, endothelioma, fibroma, meningoethelioma, arachnothelioma, meningocytoma, mesothelioma, leptomeningioma, dural exothelioma, arachnoidal fibroblastoma, dan pada akhirnya dinamakan meningioma (Chou dan Miles, 1991) Epidemiologi Meningioma Pada penelitian di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat, yang dilakukan pada tahun 1935 hingga 1977, meningioma terdistribusi sebanyak 40%, tetapi penelitian epidemiologi tahun 1985 di negara yang sama melaporkan 20% dari tumor intrakranial adalah meningioma dengan insiden kejadian meningioma yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia, sebesar 4,4 per orang pertahun. Meningioma terdiagnosis pada rata-rata penderita berumur 63 tahun (Marwin et al, 2010) dengan predominasi perempuan terhadap laki-laki dengan rasio sebesar 2 : 1. Pada anak-anak, meningioma kerap terjadi 1% hingga 4% dari semua tumor otak. Umur rata-rata pada saat terdiagnosis adalah 11,6 tahun, dibandingkan dengan umur 6,3 tahun untuk tumor-tumor intrakranial lainnya pada anak (Otsukaet al, 2004; Al-Mefty et al, 2011) Patologi Meningioma biasanya berbentuk globular dan berkapsul.tumor ini melekat pada dura dan dapat menekan jaringan otak yang berdekatan tanpa menginvasinya.walaupun invasi dura dan sinus biasa terjadi, meningioma biasanya mudah dipisahkan dari pia mater (Al-Mefty et al, 2011). Meningioma

2 berasal dari lapisan neuroektodermal yang membentuk arachnoid cap cells, yang membentuk lapisan luar dari selaput araknoid dan vili araknoid. Seiring dengan pertambahan umur, kelompok-kelompok arachnoid cap cell akan menjadi lebih jelas, membentuk whorls dan psammoma bodiesyang identik dengan meningioma.meningioma memiliki tampilan mesenkimal (sel berbentuk spindle dan produksi stroma kolagen) dan epitelial (sitologi bulat atau poligonal, adanya sejumlah intracellular junctions, ekspresi epithelial membrane antigen (EMA) dan fungsi-fungsi sekresi seperti kelenjar, yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis membedakan meningioma dengan arachnoid cap cells matur (Marwin et al, 2010) Klasifikasi Meningioma Pada tahun 2000, WHO mengklasifikasikan meningioma pada bagian tumor-tumor dari susunan saraf pusat (Tumors of the nervous system) di bawah bagian tumor dari meninges dan sub-bagian tumor dari sel-sel meningothelial.who mengenal tiga derajat berdasarkan kriteria patologinya dan risiko rekurensi serta pola pertumbuhannya (Al-Mefty et al, 2011). Menurut klasifikasi WHO, meningioma dibagi menjadi 3 grade, yaitu Jinak (Benign :Grade I), Atipikal (Atypical : Grade II), dan Ganas (Malignant : Grade III). Meningioma meningothelial, meningioma fibrous (fibroblastik), meningioma transisional, meningioma psammomatous, meningioma angiomatosa, meningioma mikrokistik, meningioma sekretorik, meningioma lymphoplasmacyte-rich, meningioma metaplastik diklasifikasikan sebagai grade I. Meningioma chordoid, meningioma clear-cell, meningioma atypical diklasifikasikan sebagai grade II. Meningioma papillary, meningioma rhabdoid, meningioma anaplastik diklasifikasikan sebagai grade III (Otsuka, 2004; Marwin et al, 2010). Lokasi umum meningioma primer dari urutan paling sering adalah parasagital, cavernous, tubercullum sellae, lamina cribrosa, foramen magnum, zona torcular, tentorium cerebelli, sudut serebelopontin, dan sinus sigmoid. Meningioma dengan frekuensi lebih rendah dapat terjadi di medula spinalis,

3 intraventricular, orbita (optic nerve sheath dan foramina opticum), intraoseus (tulang temporal petrosa), pineal, ekstrakalvaria, dan ektopik (cavum nasi, sinus paranasal, glandula parotis, paru-paru, glandula adrenal, dan mediastinum(chou dan Miles, 1991;Otsuka, 2010). Selain yang telah disebutkan di atas, berdasarkan Bitzer et al, lokasi meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya pada konveksitas, falx, sphenoid wing, frontobasal, temporobasal, supraselar, tentorial, infratentorial, dan lainnya (1998). Berdasarkan pola pertumbuhannya, meningioma dapat tumbuh sebagai suatu masa (en masse) atau tumbuh memanjang seperti karpet (en plaque). Varian en plaque pada awalnya dideskripsikan oleh Cushing sebagai suatu karakteristik tipikal meningioma sphenoid ridge, yang dapat juga disebut sebagai hyperostosing en plaque meningiomas. Deskripsi ini kemudian direvisi oleh Bonnal pada tahun 1980, dengan tipe-tipe dari meningioma sphenoid ridgeadalah :en masse, invading en plaque, dan invading en masse.en masse adalah meningioma globular klasik, meningiomainvading en plaque didefinisikan sebagai tumor berbentuk seperti karpet dengan adanya abnormalitas tulang, sedangkan meningioma en massedidefinisikan sebagai bentuk antara darien masse klasik dan meningioma invading en plaque dengan perlekatan dura yang luas tetapi tanpa tampilan seperti karpet (Talacchi et al, 2011) Karakteristik dan Diagnosis Meningioma Secara umum, penampilan karakteristik dan diagnosis meningioma adalah batas yang tegas dan perlekatan fokal pada dura. Tumor ini biasanya berbentuk globular, berkapsul, dan memiliki proyeksi pertumbuhan ke arah dalam, memiliki efek menekan tetapi tidak menginvasi parenkim kecuali dalam bentuk maligna, dan terkadang menginvasi dura dan sinus. Jika meningioma segar dipotong akan tampak pucat dan semi-transparan atau homogen dan berwana coklat kemerahan tergantung dari derajat vaskularisasinya. Pola kumparan (whorl) biasanya akan tampak pada permukaan potongan setelah dilakukan fiksasi. Konsistensi berpasir adalah tampilan umum yang dihubungkan dengan adanya badan psammoma.

4 Jaringan pembuluh darah yang kasar dapat tampak pada varian meningioma angiomatosa (Chou dan Miles, 1991) Prognosis Meningioma memiliki prognosis yang berbeda pada setiap klasifikasi atau derajatnya. Invasi parenkim otak dan lokasi anatomi akan memengaruhi prognosis serta laju rekurensi. Tumor yang berada pada dasar tengkorak seperti pada ala sphenoidalis atau invasi struktur yang penting seperti sinus venosus akan menimbulkan kesulitan dalam total removal dari tumor sehingga menimbulkan angka rekurensi yang tinggi. Walaupun meningioma yang berbatas tegas dapat diangkat secara keseluruhan, meningioma yang memiliki ekstensi ke ruang subdural (10% kasus) akan sulit untuk direseksi seluruhnya, seperti pada meningioma en plaque. Selain dari invasi parenkim dan lokasi anatomi, rekurensi juga kerap terjadi pada meningioma yang memiliki profil ganas, seperti pada pola hemangiopericytic atau papiler. Kriteria selular keganasan adalah adanya mitosis, peningkatan selularitas, polimorfisme inti sel, dan nekrosis fokal. Indeks mitosis yang tinggi juga salah satu aspek yang mengarah pada keganasan (Al-Mefty et al, 2011). Hubungan kejadian rekurensi telah ditelaah dengan seksama. Hal-hal yang berhubungan dengan kejadian rekurensi tersebut adalah : umur, jenis kelamin, volume tumor, bentuk tumor, perubahan tulang, edema otak, perdarahan, subtipe histologis, indeks label MIB-1, dan VEGF. Tingkat ekspresi VEGF berhubungan dengan prediktor tertinggi terjadinya rekurensi, diikuti dengan indeks label MIB-1 yang tinggi (Al-Mefty et al, 2011). Ekspresi VEGF yang tinggi berhubungan dengan kejadian rekurensi meningioma secara signifikan dan residual sekresi VEGF yang tersisa setelah pembedahan dapat menyebabkan neovaskularisasi yang dapat mendorong terjadinya rekurensi tumor (Yamasaki et al, 2000) EDEMA OTAK Edema otak didefinisikan sebagai peningkatan volume otak akibat akumulasi cairan abnormal terlokalisasi atau difus di dalam parenkim otak (Weil

5 & Oldfield, 2011).Definisi ini tidak mengikutsertakan pembesaran volume akibat penumpukan darah akibat vasodilatasi (akibat hiperkapnia) atau gangguan aliran vena akibat obstruksi vena serebri dan sinus venosus (Nag et al, 2009). Sesuai dengan Hukum Monroe-Kellie, pada awalnya perubahan volume otak dikompensasi dengan penurunan kadar LCS dan volume darah. Pada lesi hemisfer yang besar, pembengkakkan yang progresif akan melebihi kemampuan mekanisme kompensasi sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, yang dapat menyebabkan herniasi jaringan otak, yang mengarah kepada kematian. Besarnya edema yang terjadi dapat juga menyebabkan defisit neurologis progresif dan dapat membatasi pandanganlapangan operasi (Lindley et al, 1991). Permasalahan inilah yang menyebabkan penatalaksanaan terhadap edema menjadi suatu hal yang penting dan sering dibahas pada literatur. Sebagian besar klasifikasi edema serebri mendeskripsikan empat kategori edema, yaitu : sitotoksik, vasogenik, interstisial, osmotik. Usaha untuk menentukan kategori edema yang terjadi dalam suatu kasus adalah hal yang sulit karena dalam masing-masing kasus dapat terjadi lebih dari satu tipe edema yang terjadi secara bersamaan sebagai akibat dari keadaan penyebab yang terjadi (Weil & Oldfield, 2011) Edema Vasogenik Edema vasogenik dapat memiliki mekanisme yang sama dengan edema sitotoksik dan bentuk edema lainnya. Penyebab utama dari pembentukan edema vasogenik adalah adanya kelainan sawar darah otak.hal yang paling umum terjadi adalah pada tumor otak primer atau sekunder, dimana pembuluh darah mikro yang baru terbentuk memiliki defisiensi tight junctions, menyebabkan gangguan sawar darah otak sehingga terjadikebocoran plasma ke ruang ekstraselular. Selain proses yang telah dijelaskan sebelum ini, edema dapat juga terjadi akibat adanya invasi dan migrasi sel. Sebagai tambahan, banyak tumor memiliki mekanisme aktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dan pembentukan vaskularisasi baru. Hal yang paling luas dipelajari adalah agen yang dapat meningkatkan permeabilitas, proliferasi endothelial, dan migrasi serta organisasi kapiler baru, yaitu VEGF.

6 Agen-agen lain yang telah teridentifikasi adalah angiopoietin-1, angiopeietin-2, fibroblast growth factor, hepatocyte growth factor / scatter factor, platelet-derived growth factor, interleukin-3 (IL3), IL4, IL8, transforming growth factor-α (TGFα), TGFß, sejumlah molekul adhesi dan protease seperti urokinase plasminogen activator, multiple matrix proteinase, integrin, bahkan onkogen(weil & Oldfield, 2011) Edema Sitotoksik Edema sitotoksik dapat terjadi setelah adanya infark serebri atau meningitis, iskemik, sindroma Reye, trauma, kejang, dan intoksikasi air.mekanisme umum terjadinya edema sitotoksik yang berhubungan dengan iskemia serebri adalah peran dari glutamat yang berlebihan.pembengkakkan sel glia yang berhubungan dengan glutamat adalah adanya influx natrium ke dalam astrosit oleh hiperaktivitas glutamate transporter, menyebabkan influx klorida dan air secara pasif. Mekanisme lain dari edema sitotoksik adalah berkurangnya ATP intraseluler yang menyebabkan influx kalsium (Weil& Oldfield, 2011). Karena edema sitotoksik kurang berperan dalam pembentukan peritumoral edema, maka tidak dibahas secara mendalam pada pembahasan ini.

7 2.3. EDEMA PERITUMORAL DAN MENINGIOMA Edema peritumoral adalah suatu edema yang terjadi pada jaringan di sekitar tumor, berhubungan dengan suatu edema vasogenik. Edema vasogenik peritumoral secara fisiologi berarti adanya peningkatan kandungan air per gram jaringan yang menyebabkan pembesaran berlebihan dari ruang ekstraselular. Oleh karena itu, temuan VEGF pada ruang ekstraselular dan ekspresinya menggarisbawahi peran VEGF pada pembentukan edema peritumoral (Plate et al, 1997). Meningioma seperti pada tumor susunan saraf pusat lainnya juga memiliki kemampuan untuk menyebabkan edema peritumoral. Pemeriksaan CT Scan dan MRI telah menunjukkan insiden edema serebri di sekeliling tumor sebesar 46% hingga 92% (Lindley et al, 1991; Paeket al, 2002; Otsuka,2004 ; Bitzer et al, 1998). Edema yang terjadi telah dihubungkan dengan umur, jenis kelamin, ukuran tumor, lokasi, histologi, laju pertumbuhan, produk sekresi dan reseptor hormon. Akan tetapi, tidak ada hubungan absolut telah ditegakkan antara jumlah edema dan faktor-faktor yang telah disebutkan (Lindley et al, 1991; Osawa, 2013). Edema yang terjadi pada white matter lebih rentan mengalami edema dibandingkan dengan grey matter. Hal ini disebabkan karena white matter memiliki densitas sel yang lebih tinggi dengan koneksi antar sel yang lebih banyak, sehingga ruang ekstraseluler grey matter kurang terpengaruh terhadap terjadinya edema(nag et al, 2009). Pada edema vasogenik, terjadi kerusakan komponen sawar darah-otak (BBB). Komponen seluler dari BBB adalah sel endotel, perisit, dan prosesus astrositik perivaskular, dan neuron yang terlibat membentuk unit neurovaskular.tipe sel yang telah banyak dipelajari adalah sel endotel serebri yang memiliki dua penampilan struktural berbeda, yang membatasi permeabilitasnya terhadap protein plasma.sel-sel tersebut memiliki caveolae lebih sedikit atau vesikel plasmalemmal dibandingkan dengan pembuluh darah nonneuronal dan tight junction sirkumferensial tampak sepanjang ruang antar

8 endotel.penelitian ultrastruktural telah mendemonstrasikan peningkatan jumlah caveolae endotelial.temuan ini mengarahkan pemikiran bahwa peningkatan jumlah caveolae endotelial adalah jalur utama lewatnya protein plasma melewati endotel melalui transitosis fase cair dan kanal transendotelial (Nag et al, 2009). Beberapa konsep mengenai patogenesis terjadinya edema peritumoral telah dijelaskan, seperti: ukuran tumor, lokasi, histologi, derajat selular atau vaskularisasi, kemungkinan terjadinya iskemia, obstruksi aliran balik vena akibat kompresi oleh tumor atau aktivitas sekresi, reseptor hormon seks, juga adanya perdarahan dari peredaran darah serebral, tetapi semua itu belum dapat dipastikan (Bitzer et al, 1998; Vaz et al, 1998) Mengukur Peritumoral Edema Dari hasil pemeriksaan radiologis, volume dari tumor dan edema dapat diukur dan indeks edema dapat dihitung (Bitzer et al, 1998; Otsuka et al, 2004). Volume dari tumor dapat diperhitungkan dengan formula hitung volume elliptical sphere : 4 v = π abc 3 Hubungan antara edema peritumoral dengan volume tumor didefinisikan sebagai indeks edema: OeI = v Edema Tumor OeI =1, mengindikasikan tidak ditemukannya edema. v + v Tumor Derajat dari beratnya edema peritumoral telah ditentukan oleh Paek SH et al pada penelitiannya tahun 2002 sebagai : Grade 0, tidak terjadi edema atau edema yang dapat dihiraukan (PTEI <0,1); Grade 1, edema ringan (0,1<PTEI<1,0); Grade 2, edema sedang (1,0<PTEI<2,0); Grade 3, edema berat (PTEI >2).

9 2.4. VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR(VEGF) Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) adalah suatu protein yang identik dengan Vascular Permeability Factor (VPF), terdiri dari VEGF-A, VEGF- B, VEGF-C, VEGF-D, Placental Growth Factor (PIGF), Vammin atau VEGF-F. Sebelum ditemukan isoformlain, VEGF-A dikenal hanya dengan VEGF.VEGF adalah sebuah protein terglikosilasi berbentuk homodimer dengan ikatan disulfida, berukuran kd (Plate et al, 1997; Bitzer et al, 1998; Machein dan Plate, 2000), dengan terminal N dan domain ikatan heparin. Memiliki homologi sebesar 20% terhadap platelet-derived-growth-factor(pdgf). VEGF-A yang juga disebut identik denganvascular Permeability Factor (VPF)(Sakuma et al, 2008; Bitzer et al, 1998), adalah sebuah Growth Factor dengan aktivitas mitogenik spesifik terhadap endotel. VEGF telah dimurnikan dari sel-sel folikulostelata hipofisis, sel-sel AtT-20 hipofisis dan sel-sel GS-9L glioma dalam medium terkondisi. Selain itu, dari sel-sel tumor guinea pigdan sel-sel limfoma histiositik manusia U-937 dalam medium terkondisi, sebuah protein yang memiliki kemampuan untuk menginduksi permeabilitas vaskular telah dimurnikan dan dinamakan VPF(Machein dan Plate, 2000). Kloning molekuler dari complement DNA (cdna) menunjukkan terdapat empat macam VGEF pada manusia sampai sejauh ini. Hal ini terjadi akibat dari alternative splicing dari mrna (Bitzer et al, 1998). Keempat isoform berbeda tersebut telah dinamakan berdasarkan jumlah asam aminonya, yaitu VEGF 121, VEGF 165, VEGF 189, dan VEGF 206. Isoform terkecil VEGF 121 tidak berikatan dengan haparin dan secara efisien disekresikan oleh sel-sel kedalam medium terkondisi. VEGF 189 berikatan dengan heparin dan disekresikan, tetapi tetap berikatan dengan matriks ekstraselular dari permukaan sel. VEGF 165 yang terkarakterisasi terbaik, paling dikenal dan paling banyak jumlahnya pada sebagian besar jaringan dan tumor, berikatan dengan heparin dan tersekresi tetapi tampak berikatan dengan matriks ekstraselular sampai keadaan tertentu. Signifikansi biologis dari isoform terbesar VEGF 206 masih belum jelas (Plate et al, 1997).Korteks dewasa normal memiliki ekspresi mrna dan protein VEGF

10 basal sedangkan ekspresi mrna dan protein VEGF tinggi terdapat pada sel-sel epitelial pleksus koroid normal dan sel-sel ependimal (Nag et al, 2009). VEGF-B adalah anggota dari keluarga VEGF yang menunjukkan homologi kuat terhadap VEGF-A. VEGF B memiliki dua isoform, yang mengikat VEGFR-1 dan neuropilin. VEGF-B adalah satu-satunya anggota dari keluarga VEGF yang terekspresi dalam kadar yang dapat terdeteksi pada susunan saraf pusat orang dewasa. VEGF-B memiliki peran dalam pemeliharaan BBB dalam keadaan stabil dan dapat bersifat protektif dalam kerusakan BBB dan pembentukan edema (Nag et al, 2009). Sifat-sifat VEGF yang dapat menginduksi permeabilitas (Bitzer et al, 1998) telah didemonstrasikan pada jaringan otak.publikasi oleh Nassehi (2013) telah menyatakan bahwa VEGF berperan dalam pembentukan edema pada meningioma dengan menginduksi pembentukan kapiler yang memiliki permeabilitas tinggi (leaky) sehingga menyebabkan sekresi VEGF dan plasma ke dalam jaringan peritumoral.suntikan intrakortikal dari VEGF-A menghasilkan kerusakan BBB pada lokasi suntikan (Nag et al, 2009). Sebuah hubungan yang kuat ditemukan antara ekspresi VEGF dan luasnya neovaskularisasi pada tumor otak (Bitzer et al, 1998). Walaupun beberapa jaringan normal memproduksi mrna VEGF/VPF, jika dibandingkan, sel-sel tumor memiliki overekspresi mrna dan protein VEGF/VPF (Otsukaet al, 2004). VEGF adalah sebuah mitogen spesifik dari sel endotelial, in vitro, yang menginduksi angiogenesis dan permeabilitas vaskular secara in vivo (Plate et al, 1997; Otsuka, 2004),dengan potensi 1000 kali dibandingkan dengan histamin, VEGF juga merupakan suatu faktor angiogenesis penting selama perkembangan embrionik, pembentukan stroma tumor (Otsukaet al, 2004).Selain itu, defisiensi glukosa juga dapat menginduksi ekspresi VGEF. Dalam pertumbuhan tumor, VEGF penting untuk angiogenesis dan dapat menginduksi edema peritumoral (Paeket al, 2002). Suatu penelitian oleh Bitzer et al(1998) menunjukkan bahwa glioma dengan VEGF negatif jarang sekali berhubungan dengan edema, dimana glioma VEGF positif seringkali tampil dengan edema atau kista tumoral. Dari penelitian

11 tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa VEGF merupakan hubungan yang penting antara terjadinya edematogenesis yang berinteraksi dengan faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas seperti histamin, serotonin, bradikinin, leukokin dan prostaglandin. Selain itu, VEGF dapat terinduksi oleh hipoksia sebagai penginduksi mayor) dan terekspresi dalam jumlah tinggi pada sel-sel perinekrotik palisade dari glioblastoma manusia sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular. Secara in vitro, hipoksia menyebabkan peningkatan ekspresi VEGF sekitar sepuluh kali lipat dan juga suatu pendorong ekspresi gen (over expression) VEGF pada sel-sel glioblastoma secara in vivo. Hal ini mencerminkan pemicu paling penting dari angiogenesis dan edema. Adanya mrna VEGF dalam jumlah besar pada sel-sel hipoksik adalah akibat peningkatan transkripsi gen VEGF dan peningkatan stabilitas messenger RNA (mrna). Induksi hipoksik dari ekspresi VEGF juga dapat dimediasi oleh aktivasi c-src. Pada sel dengan c-src negatif kegagalan induksi VEGF oleh hipoksia telah terobservasi. Secara in situ, sel-sel yang mengekspresikan mrna VGEF ditemukan dalam jumlah banyak di sekitar daerah nekrosis. Sel-sel ini kemungkinan dekat dengan kematian sel hipoksik dan menghasilkan sejumlah besar VEGF dalam rangka untuk menyelamatkan diri (Plate et al, 1997). Beberapa penelitian lainnya menyimpulkan bahwa ekspresi VEGF berhubungan dengan vaskularisasi meningioma sedangkan ada beberapa penelitian yang menentangnya, hal ini dapat disebabkan karena adanya keterlibatan meningioma angiomatosa dan meningioma dengan grade yang lebih tinggi, seperti meningioma atipikal dan anaplastik. Meningioma angiomatosa menunjukkan densitas mikrovaskular terpadat, tetapi kadar VEGF-A tidak selalu tertinggi. Grade meningioma yang lebih tinggi akan memiliki kadar VEGF-A lebih tinggi tanpa peningkatan densitas mikrovaskular. Walaupun VEGF-A terlibat dalam angiogenesis pada meningioma, peningkatan ekspresi VEGF-A tidak menyebabkan peningkatan jumlah pembuluh darah (Sakuma et al, 2008). VEGF-A juga telah dilaporkan sebagai regulator kunci terjadinya neovaskularisasi dan pembentukan edema peritumoral pada meningioma (Sakuma

12 et al, 2008). Dibandingkan dengan meningioma dengan ekspresi VGEF negatif, tumor dengan pewarnaan VGEF positif menunjukan indeks edema rata-rata lebih tinggi secara signifikan (4,2 vs. 1,5; p<0,018) (Bitzer et al, 1998). Pada penelitian klinis, konsep VEGF adalah suatu mediator utama dari edema peritumoral telah dikonfirmasi dengan berkurangnya penyangatan kontras, yang berhubungan dengan permeabilitas vaskuler, dan edema di sekitarnya pada pencitraan setelah pasien dengan glioblastoma diterapi dengan anti-vegf, bevacizumab (Weil & Oldfield, 2011). Beberapa penelitian telah melaporkan pentingnya ekspresi VEGF terhadap terjadinya edema peritumoral pada tumor otak. Telah dilaporkan hubungan antara VEGF terhadap edema peritumoral pada tingkat protein dan mrna pada meningioma dan adanya hubungan yang kuat antara edema peritumoral dengan ekspresi VEGF. Sampai saat ini hubungan dari reseptor VEGF terhadap edema peritumoral dan peran reseptor VEGF pada edema peritumoral dan ekspresi reseptor-reseptor VEGF yang berhubungan dengan edema peritumoralmasih dalam penyelidikan. Telah diusulkan bahwa induksi terjadinya fenestrasi endotelialjaringan tumor mungkin menjadi mekanisme terjadinya edema yang dimediasi VEGF pada tumor otak. Penelitian oleh Otsuka et al menunjukkan ekspresi dari Flt-1 dan Flk-1 berhubungan dengan ekspresi VEGF dan ukuran dari edema peritumoral (2004). VEGF ditemukan terekspresi secara heterogen dan secara eksklusif pada meningioma (Schmid, 2010), mengindikasikan bahwa faktor pertumbuhan lain dari VEGF mungkin memiliki peran dalam vaskularisasi meningioma. Placental growth factor (PIGF) yang berikatan dengan VEGFR-1 tetapi tidak pada VEGFR- 2 terdeteksi dalam beberapa meningioma. Signifikansi dari temuan ini sampai saat ini belum jelas(plate et al, 1997), akan tetapi, VEGF diketahui menginduksi angiogenesis, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan memegang peran dalam neovaskularisasi dan pembentukan stroma tumor. Akumulasi VEGF yang berikatan dengan Flt-1 pada sel-sel meningioma berhubungan dengan terbentuknya kista mikro, yang menyebabkan terjadinya meningioma mikrokistik pada tampilan histologis, sehingga ekspresi dari VEGF dan reseptor VEGF

13 berhubungan secara positif dan berhubungan dengan terjadinya edema peritumoral pada meningioma (Otsukaet al 2004). Meningioma dengan perdarahan tambahan dari pembuluh darah cerebral berhubungan dengan rata-rata indeks edema yang lebih tinggi secara signifikan (4,1 vs. 1,2; p<0,01) dan insiden edema (94,7% vs. 20,0%; p<0,0023) dibandingkan meningioma dengan perdarahan eksklusif dari arteri dura. Semua meningioma dengan ekspresi VGEF yang tinggi berhubungan dengan vaskularisasi yang berasal dari arteri cerebral (Bitzer et al, 1998). Penelitian yang dilakukan oleh Bitzer et almenunjukkan adanya hubungan antara ekspresi VEGF, suplai arterial tumor dan edema peritumoral. Perkembangan dari suplai perdarahan dari arteri serebral dapat menjadi suatu hal yang penting dalam pembentukan edema yang berhubungan dengan meningioma. VGEF dapat mencerminkan suatu mediator yang berpotensi dalam evolusi vaskularisasi pada meningioma (1998). Sebuah hubungan erat antara insiden edema dengan perdarahan arterial dari arteri serebral pada meningioma telah ditemukan. Perdarahan yang berasal dari pia mencerminkan sebuah hubungan erat antara tumor dan jaringan otak yang berhubungan. Membran araknoid ditembus oleh pembuluh darah serebral yang dapat dianggap tidak terdapat lagi pembatas fisiologis, suatu hal yang dapat mengindikasikan suatu infiltrasi tumor atau terjadinya disintegrasi pembatas araknoid. Sebuah hubungan yang kuat telah dibuktikan secara histologis akan adanya perlekatan tumor pada jaringan otak berdekatan dan keberadaan suatu edema (Bitzer et al, 1998). Perkembangan dari perfusi pial terhadap tumor yang dialirkan oleh arteri serebral mencerminkan suatu tahap penting dalam proses angiogenesis suatu meningioma. Pada tumor dengan ukuran yang lebih kecil, perdarahan dura dapat menyokong nutrisi yang dibutuhkan, oleh karena itu perdarahan pial belum dibutuhkan. Dengan ukuran yang semakin membesar keberadaan perdarahan dari pial juga meningkat dan dapat ditemukan pembuluh-pembuluh serebral yang menembus tepi tumor. Pada umumnya perkembangan kapiler dibutuhkan jika ukuran tumor melebihi beberapa milimeter. Sebagai suatu mediator dari

14 angiogenesis keberadaan dari suatu faktor angiogenik telah dipostulasikan (Bitzer et al, 1998). Edema peritumoral pada meningioma dapat memunculkan gejala klinis juga efek yang tidak diinginkan sebagai akibat dari adanya distorsi atau berkurangnya aliran darah cerebral sehinggaterjadi peningkatan tekanan intrakranial. (Bitzer et al, 1998). Edema peritumoral tersebut dipertimbangkan sebagai sebuah contoh dari edema vasogenik (Wang et al, 2011) akibat terganggunya sawar darah otak yang menyebabkan peningkatan permeabilitas, walaupun hal ini sulit untuk dijelaskan dan mekanisme patofisiologinya belum jelas dimengerti. Peran dari pembuluh darah baru (neovessel) dan kapiler jaringan peritumoral meningioma dalam pembentukkan edema telah dipertimbangkan tetapi belum dapat diklarifikasi(vaz et al, 1998). Beberapa penelitian menekankan pentingnya VGEF dalam perkembangan angiogenesis tumor (Bitzer et al, 1998). Meningioma timbul secara ekstra-serebral sehingga terpisah dari white matter oleh leptomeninges dan korteks, selain itu, pertumbuhan tumor dapat merusak leptomeninges dan korteks sehingga mempersatukan jarak antara tumor dan white matter sehingga dapat terjadi transmisi langsung cairan edema (Vaz et al, 1998). Akan tetapi, faktor mekanik yang disebabkan oleh penekanan tumor terhadap jaringan sekitar tidak cukup menjelaskan terjadinya edema pada banyak kasus, khususnya meningioma yang berukuran kecil (Vaz et al, 1998).Penelitian oleh Constantini et al (1993) telah mendemonstrasikan tidak ada hubungan antara peritumoral edema dan kandungan air pada tumor. Pembuluh darah mikro dapat memberikan kontribusi dalam terbentuknya edema serebri di sekitar meningioma. Keberadaan perubahan morfologi sel-sel kapiler yang tidak berhubungan langsung dengan sel tumor dapat disebabkan oleh aksi dari satu atau beberapa faktor yang dapat berdifusi dengan jarak tertentu dari masa tumor (Vaz et al, 1998). Oleh sebab itu, dapat diambil kesimpulan bahwa sel-sel meningioma dapat melepaskan mediator kimiawi yang dapat menyebabkan edema, salah satu mediator kimawi tersebut adalah VEGF. VEGF dapat menembus jaringan pertumoral dan menyebabkan edema (Wang et al, 2011). VEGF dan VEGF mrna secara simultan terekspresi

15 dengan korelasi positif terhadap terjadinya edema pada meningioma, tetapi hanya VEGF yang terdapat pada jaringan peritumoral tanpa adanya VEGF mrna. Seiring dengan menjauhnya jarak dari tumor, ekspresi protein VEGF telah ditemukan menurun secara gradual (Wang et al, 2011). VEGF berperan penting dalam mekanisme edema vasogenik pada meningioma. Meningioma dengan VEGF positif akan memiliki edema lebih luas, yang berhubungan erat dengan intensitas pewarnaan VEGF secara imunohistokimia. Beberapa peneliti juga telah menunjukkan peningkatan ekspresi mrna VEGF pada meningioma berhubungan dengan edema dan peningkatan peredaran darah dari arteri serebral melalui induksi proliferasi arteri dan perkembangan kapiler (Bitzer et al, 1998). Penelitian lain menunjukkan bahwa ekspresi VEGF berhubungan positif dengan ekspresi HuR protein (Sakuma et al, 2008). Hipoksia akan menginduksi upregulation ekspresi VEGF dan translokasi sitoplasmik protein HuR pada sel-sel meningioma, dan jika terjadi inhibisi translokasi protein HuR akan mengurangi upregulation ekspresi VEGF. Temuan ini mengagas pemikiran bahwa ekspresi VEGF berhubungan dengan terjadinya edema peritumoral pada meningioma dan HuR terlibat dalam upregulationekspresi VEGF. Dua jalur alternatif dari upregulasi VEGF adalah melalui : 1. Epidermal growth factor (EGF), platelet derived growth factor-b (PDGF-B) dan basic fibroblast growth factor (bfgf) mampu menginduksi VEGF dalam sel-sel glioma secara in vitro tetapi masih belum jelas apakah dapat menginduksi VEGF secara in vivo. 2. Sel-sel yang terpengaruh oleh p53 mutan mengekspresikan kadar VEGF lebih tinggi dibandingkan dengan sel-sel yang mengekspresikan p53 wild type. Tetapi, sampai saat ini belum ada bukti mencukupi untuk untuk menentukan peran overekspresi reseptor EGF atau hilangnya fungsi p53 dari upregulasi VEGF pada glioma secara in vivo (Plate et al, 1997).

16 Pemberian steroid mempengaruhi edema vasogenik yang menyebabkan berkurangnya ruang ekstraselular. Mekanisme ini belum jelas diketahui, tetapi telah ditunjukkan bahwa dexamethasone mampu menginhibisi produksi VEGF pada sel-sel glioma yang bergantung dengan dosis (Plate et al, 1997). Pemberian dexametahasone seperti yang telah dideskripsikan penggunaannya pertama kali pada tahun 1961 oleh Galicich, French, dan Melby (McClelland, 2008) telah terbukti dapat menurunkan sekresi VEGF sebesar 32% dari garis dasar (Tsai et al, 1999). Akan tetapi pemberian steroid dapat menjadi pisau bermata dua. Pemberian steroid untuk terapi tumor otak preoperatif dapat menyebabkan penurunan fungsi imunitas, hiperglikemia, dan gangguan penyembuhan luka (Bebawy, 2012). Dasar struktural dari induksi permeabilitas vaskuler dari VEGF belum dimengerti dengan baik, namun beberapa mekanisme yang telah dipaparkan. Setelah VEGF berikatan dengan reseptornya, terjadi perubahan sitoskeletal yang menyebabkan kontraksi sel dan peningkatan permeabilitas vaskuler (interseluler). Mekanisme lain yang diajukan adalah peningkatan aktivitas organel vesiculervacuolar yang berfungsi sebagai transpor transendotelial secara in vivo dan oleh karena itu mengubah endotelium dari fenotipe tidak berfenestrasi menjadi terfenestrasi (seperti pada gromelorus) (Plate et al, 1997). Sebuah penelitian menunjukkan suatu regulasi parakrin dari proses angiogenesis. VEGF dapat meningkatkan permeabilitas dari pembuluh-pembuluh darah serebral dan dapat menginduksi edematogenesis jaringan otak sekitar (Bitzer et al, 1998) RESEPTOR VEGF VEGF dan reseptornya adalah regulator mayor dari angiogenesis pertumbuhan dan perkembangan. Telah ditemukan dua reseptor tirosine kinase dengan afinitas tinggi terhadap VGEF, yaitu VEGFR-1 (flt-1) dan VEGFR-2 (flk- 1/KDR). Reseptor VEGF bersama dengan reseptor PDGF-α dan β dan flt-4, membentuk subklas III dari reseptor tirosine kinase. Tirosine kinase seperti fms mununjukkan hubungan struktural dengan reseptor Fms/Kit/PDGF. Flt-1 terdiri

17 dari tujuh ulangan seperti imunoglobulin pada domain ikatan ligan, sebuah domain transmembran dan sebuah kinase (Plate et al, 1997). Terdapat sedikitnya dua reseptor transmembran VEGF: fms-like tyrosine kinase (flt) dan fetal liver kinase (flk). Flt dan flk memiliki afinitas ikatan VEGF dan aktivitas tirosine kinase yang berbeda. Flt-1 dan Flk-1 adalah reseptor yang paling sering diteliti. Ekspresi dari Flk-1 dibutuhkan untuk efek mitogenitas dari VEGF, sedangkan Flt-1 mungkin berfungsi sebagai regulator negatif dari fungsi VEGF dengan memodulasi ketersediaan VEGF. Telah diketahui bahwa VEGF-A berikatan secara spesifik terhadap Flt-1 dan Flk-1, VEGF-B terhadap Flt-1, VEGF-C dan VEGF-D terhadap Flt-4 dan Flk-1, dan VEGF-E terhadap Flk-1. Sel-sel endotelial akan terstimulasi oleh sel-sel tumor secara parakrin. (Bitzer et al, 1998; Otsukaet al, 2004) karena VEGF terdeteksi dalam jumlah besar pada pembuluh darahdi sekitar sel-sel yang memproduksi mrna VEGF.VEGF yang disekresikan oleh sel tumor, berikatan dengan sel-sel endotelial yang mengekspresikan reseptor VEGF. Namun, pertumbuhan suatu keganasan intraparenkimal pada otak tidak perlu bergantung terhadap kemampuan sel-sel tumor untuk memproduksi VEGF (Plate et al, 1997). Selain reseptor VEGF trans-membran, terdapat dua bentuk reseptor VEGF yang larut dalam plasma yang disebabkan oleh mekanisme alternative splicing(saito et al, 2013), yaitu svegfr-1 dan svegfr-2 (Lorquet et al, 2010). Reseptor ini secara fisiologis terbentuk dan terjadi produksi berlebihan pada beberapa keadaan patologis. Reseptor ini juga dapat dianggap sebagai agen anti- VEGF. svegfr-1 memiliki peran penting dalam pembentukkan tunas dan migrasi pembuluh darah. Mekanisme peran svegfr-1 dan svegfr-2 dalam maturasi vaskular merupakan suatu hal yang kompleks akan tetapi terdapat beberapa bukti selama proses angiogénesis reseptor tersebut terlibat dalam komunikasi antara sel endotelium dan sel mural menyebabkan migrasi sel mural dan maturasi vaskular, selain itu upregulation svegfr-1 oleh VEGF-A dapat menjadi sistem umpan balik negatif (Saito et al, 2013).

18 2.6. PERAN VEGF DAN TERAPI ANTI ANGIOGENIK Sebuah terapi anti-angiogenik adalah metode baru yang potensial untuk menterapi tumor-tumor dengan proses angiogenik tinggi dengan prognosis buruk dan agresif (Preusser et al, 2012). Dalam rangka menemukan strategi terapi alternatif, efek transfer genetik secara in vivo dari mutan dengan mutan VEGFR-2 negatif banyak diteliti. Penelitian yang melakukan injeksi antibodi monoklonal anti-vegf netralisasi ke dalam tumor menunjukkan inhibisi signifikan pertumbuhan tumor karena efek inhibisi angiogénesis tumor.hal ini menyebabkan VEGF dapat dianggap sebagai suatu faktor penting dalam proses angiogenesis suatu tumor.inhibisi dari angiogenesis juga dapat menyediakan suatu konsep terapi terhadap meningioma yang tidak dapat dioperasi.selain itu, terapi genetik antiangiogenik dapat dilakukan pada tumor-tumor yang tidak dapat dioperasi (Plate et al, 1997;Bitzer et al, 1998). Publikasi oleh Akerman (2013) menyatakan bahwa ekspresi isoform VEGF dapat berguna dalam prediksi respon terapi antiangiogenik dan terapi perusak neovaskularisasi. Terhadap tikus dengan tumor yang diberikan SU5416, sebuah inhibitor indolinone receptor tyrosine kinase (RTK) dengan aktifitas anti VEGFR-2, terjadi normalisasi vaskularisasi. Pemberian SU5416 pre-terapi dapat menyebabkan resistensi terhadap terapi agen perusak tubulin-binding vaskuler (VDA) yaitu combrestatin A4 3-O-phosphate (CA4P). Normalisasi vaskular yang disebabkan oleh terapi anti-angiogenik dapat mengurangi efektifitas terapi VDA.

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 Tesis Program Pendidikan Magister Bedah Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran HUBUNGAN KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR(VEGF) SERUM DENGAN PERITUMORAL EDEMA INDEX (PTEI) PADA PENDERITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak ditemukan. Pada populasi dewasa sekitar 30% dari tumor sistem saraf pusat, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TNJAUAN PUSTAKA 2.1. MENNGOMA 2.1.1. Sejarah Dan Definisi Meningioma Pada tahun 1922, Harvey Cushing memaparkan 85 kasus meningeal tumor pada kuliahnya dan Cushing memberikan istilah meningioma untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke pada penyakit intrakranial orang dewasa (Ropper & Samuel, 2009).

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang berasal dari selubung meninges pada otak dan korda spinalis. Walaupun sel asalnya masih belum dapat dipastikan, kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) meningioma adalah tumor yang berasal dari sel meningothelial (arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat terjadi dimana saja

Lebih terperinci

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas?

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? A.Celal Iplikcioglu et al. Oleh : Anugerah Pembimbing : dr. Hanis Setyono Sp.BS 1 1. Pendahuluan Meningioma adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik pada ibu maupun bayi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. Stenosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada wanita di seluruh dunia dan telah menjadi masalah global baik di negara maju dan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu golongan penyakit ditandai dengan adanya pembelahan sel yang berlangsung secara tidak terkendali serta berkaitan dengan kemampuan sel sel dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi yang meningkat. Secara umum sekitar 5 10% dari pasien tersebut berkembang menjadi Hipertensi Arteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER

PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER Tesis Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara menduduki ranking kedua setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh dunia. Berbeda dengan negara maju dengan insiden kanker payudara yang stagnan atau malah semakin menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan merupakan penyebab kematian kedua pada wanita setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN 76 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor primer pada kanker payudara. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian kadar VEGF serum pada populasi

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru di dunia (Alteri et

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis. Peningkatan Agregasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multisistem pada kehamilan, berkembang setelah usia kehamilan 20 minggu dan ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140 mmhg/90

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Selama kehamilan normal, sitotrofoblas vili menginvasi hingga ke sepertiga bagian dalam miometrium, dan arteri spiralis kehilangan endotelium dan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik adalah salah satu penyebab kematian utama karena merokok (Barnes PJ., 2007). PPOK merupakan masalah kesehatan global yang menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (Djajanegara dan Wahyudi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini preeklamsia masih menjadi masalah utama dalam kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini preeklamsia masih menjadi masalah utama dalam kesehatan 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini preeklamsia masih menjadi masalah utama dalam kesehatan dengan angka kejadian yang masih tinggi, ini sesuai dengan data WHO yang menyatakan angkakejadianpreeklampsia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Definisi

BAB I PENDAHULUAN Definisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Definisi Sistem saraf manusia terbagi atas sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat. Yang dimaksud dengan sistem saraf tepi (peripheral nervoussystem) adalah semua serabut saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. Karsinoma merupakan penyakit yang kompleks yang dari segi klinis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan, berkembang setelah usia kehamilan 20 minggu dan ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140 mmhg/90

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung pada

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah diatas kadar normal atau disebut sebagai hiperglikemia (ADA, 2011). Kenaikan kadar gula

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular primer tersering pada anak, dan menduduki peringkat kedua setelah melanoma uvea sebagai tumor ganas intraokuler primer

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang (Prodjosudjadi & Suhardjono, 2009).

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler. Keganasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan antara jumlah trombosit dengan kejadian pada pasien DBD (DSS) anak ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Bantul pada tanggal

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci