4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 26 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Saung Angklung Udjo (SAU) Di tahun 50-an, ada sebuah keluarga yang menempati kawasan Jalan Padasuka Bandung, bapak Udjo Ngalagena (alm) dan istri ibu Uum Sumiati (alm) sepasang suami-istri yang telah dikaruniai 10 orang anak, memulai perjalanan mereka untuk mendirikan sebuah paguyuban kesenian Sunda yang unik. Ide dasarnya adalah menjadikan bambu sebagai elemen yang memberikan banyak karakter yang mendominasi, karena itu, banyak benda yang dihasilkan dari bambu, seperti kursi pertunjukan, alat musik hingga panggung pertunjukannya. Udjo mulai membangun Saung Angklung yang berawal dari sebuah rumah tinggal sederhana dengan pekarangan sempit di tahun Saung yang berarti rumah kecil, pondok, dangau/gubuk diharapkan menjadi tempat berkumpulnya masyarakat belajar angklung dan melestarikannya. Dengan bantuan dan dorongan Daeng Soetigna dan bantuan dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, Saung Angklung Udjo resmi didirikan pada Januari Saung Angklung Udjo merupakan sanggar seni yang terdiri dari pertunjukan musik bambu, pagelaran kesenian Jawa Barat seperti wayang golek, Rampak Kendang, Pencak silat, Sendratari, Drama Sunda, Tari Topeng khas Cirebonan, hingga kegiatan pengrajin memproduksi barang kerajinan khas dan alat alat musik bambu. Sanggar seni Saung Angklung tersebut kemudian dikembangkan menjadi yayasan Saung Angklung. Secara de facto, Yayasan Saung Angklung mulai didirikan pada tanggal 1 Januari Yayasan Saung Angklung sendiri mulai didaftarkan pada tanggal 14 September Berbekal struktur manajemen yang lebih profesional, Saung Angklung Udjo (SAU) berhasil meningkatkan kualitas perusahaan. SAU menunjukkan potensi yang menjanjikan lewat unit unit usahanya. Diawali dari sebuah paguyuban kesenian Sunda dan workshop Angklung, SAU kini menjadi salah satu tujuan utama wisata budaya di Jawa Barat. Kronologi sejarah perkembangan SAU dari waktu ke waktu dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Saung Angklung Udjo (SAU) dari waktu ke waktu No. Episode/ Tahun Perkembangan 1. Episode 1 Dengam sistem manajemen yang sangat sederhana, Udjo Ngalagena mengelola SAU dengan semangatnya yang tak kenal lelah an Angklung dimainkan dalam sebuah peristiwa akbar yang bersejarah, yaitu Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, saat itu Udjo Ngalagena menjadi salah satu konduktor orkestra. Beberapa tahun kemudian, hasratnya pada Angklung mendorong Udjo untuk mengajak masyarakat sekitar berkontribusi secara aktif untuk mengembangkan kerajinan Angklung dan berpartisipasi dalam pertunjukan kesenian Sunda. Mulai memproduksi Angklung sendiri Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiati mendirikan SAU. SAU memperkuat reputasinya dengan tampil dalam beberapa acara besar, diantaranya adalah peringatan ke 5 Konferensi Asia Afrika dan

2 27

3 28 Papan tersebut memberikan informasi bahwa lokasi SAU berada 250 m dari muka jalan. Wisatawan yang berasal dari Jakarta dapat mencapai lokasi SAU dengan menggunakan kendaraan umum yang berupa bus umum, atau menggunakan penyedia bus (travel agent) yang bekerja sama dengan SAU. Dari Jakarta, wisatawan dapat melewati tol Pasteur menuju Cicaheum. Dari Kota Bandung, wisatawan bisa menggunakan taksi atau Angkot (Angkutan Umum Perkotaan) untuk mencapai lokasi SAU. Profil Pengelola SAU Pada awal berdirinya, SAU merupakan sebuah yayasan yang hanya berfungsi sebagai cagar budaya Sunda. Dalam perjalanannya, SAU berkembang menjadi sebuah perusahaan modern dengan pengelolaan cagar budaya yang semakin profesional. Sampai dengan saat ini, SAU membagi pengelolaan ke dalam dua wadah, yaitu Yayasan SAU dan PT. SAU. Pengelolaan yang dilakukan oleh Yayasan SAU (Saung Angklung Udjo Foundation) terfokus pada pelestarian budaya, dimana yayasan ini menjadi rel agar SAU tetap patuh pada visi dan misi awal, yaitu menjadi kawasan budaya Sunda, khususnya Bambu, serta melestarikan dan mengembangkan budaya. Adapun bentuk Perseroan Terbatas (PT) adalah kendaraan SAU yang fokusnya berientasi komersil untuk mendapatkan keuntungan (profit). Struktur Organisasi SAU memiliki bagan stuktur organisasi yang terdiri dari President Director, Bussiness&Development Director, Operational Director. Divisi Corporate Secretary SAU berada dalam naungan Operational Director. Berdasarkan data yang diperoleh dari Manajer Komunikasi Perusahaan, SAU memiliki dua unit bagian yaitu Unit bisnis dan Unit Pendukung. Kedua unit tersebut masing- masing memiliki konsultan. A. Unit Bisnis, yang terdiri dari : E-Marketing: Bagian Marketing bertangggung jawab atas pemasaran, pemesanan tempat serta penjualan segala produk dan layanan dari Saung Angklung Udjo. Departement Performance : Bagian ini bertugas atas pertunjukan, kreativitas, kemasan serta inovasi seni dan budaya yang akan ditampilkan dalam pertunjukan seni. Mereka juga bertanggung jawab untuk membuka pendaftaran pemain baru yang ingin bermain angklung di Saung Angklung Udjo dan mengatur penjadwalan para pemain pertunjukan. Production Group: Bagian ini bertanggung jawab atas produksi serta pengolahan Angklung dan mengawasi ketersediaan bahan baku utama Angklung yaitu bambu. Selain itu juga bekerja sama dengan para pengrajin Angklung di sekitar daerah Padasuka untuk memproduksi angklung. B. Unit Pendukung, yang terdiri dari: Finance and Accounting Group: Bagian ini bertanggung jawab atas keuangan perusahaan secara keseluruhan serta mengatur keuangan perusahaan.

4 29 Human Capital Group: Bagian ini bertanggung jawab atas kegiatan serta bidang kepegawaian SAU. Stuktur organisasi SAU dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini. Presiden Director Business & Development Dir Operational Dir Corp Secretary Research & Development Comercial Group Production Group Finance & Accounting Group Human Capital Group Dept. Performance Dept. Performance Dept Finance Dept HRD Dept Product Dept Product Dept Accounting Dept Legal Dep. Training Dep. Training Dept General Service Dept. Banquet & GM Dept. Banquet & GM E-Marketing Gambar 13 Struktur organisasi SAU

5 30 Sarana dan Prasarana SAU memiliki suasana taman belakang yang rindang dan menyenangkan. Dikelilingi oleh tanaman khas Sunda, suasana serta angin yang alami serta sebagai rumah bagi beragam jenis burung liar. Dengan luas area sekitar 1000 meter persegi yang terdiri dari rumput yang hijau, pengunjung dapat melakukan beragam aktivitas hingga menampung lebih dari 150 orang. Sarana dan prasarana yang dimiliki di SAU meliputi: 1. Gerbang Pintu Masuk Utama 2. Guest House Angklung 3. Area/ Tempat Parkir 4. Guest House Arumba 5. Toko Cinderamata 6. Kantor 7. Pusat Produksi Angklung 8. Bale Karesmen 9. Tepas Udjo 10. Warung Hawu 11. Buruan Sari Asih dan Panggung Serbaguna 12. Kantor 13. Studio Musik 14. Perpustakaan 15. Sentra Penyuluhan Kehutanan Gambar 14 Bale Karesmen Bale Karesmen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14 merupakan sebuah bangunan gaya klasik dengan struktur atap Sunda dan ampiteater di dalamnya, dengan ukuran 225 meter persegi terdapat kursi kayu yang disusun pada tiga sisi, serta terdapat panggung untuk Pangrawit (Karawitan) yang menemani pengunjung saat pertunjukan. Bale Karesemen ini dapat menampung hingga 400 orang.

6 31 Gambar 15 Buruan Sari Asih Beragam hewan ternak, unggas serta sarang belasan jenis burung liar terdapat di SAU. Anak-anak dapat belajar mengenali alam sekitar dengan beragam jenis hewan dan burung liar serta bermain permainan tradisional ala SAU. Buruan Sari Asih (Gambar 15) menjadi salah satu tempat alternatif bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana kampung Sunda. SAU juga memberi kesempatan bagi pengunjung untuk melihat proses pembuatan Angklung tersebut secara keseluruhan. Gambar 16 Fasilitas yang ada : (a) Saung, Tempat Alternatif untuk Berkumpul Bersama Keluarga, dan (b) Pusat Produksi Angklung 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Program Wisata di Saung Angklung Udjo Sejak didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena, Saung Angklung Udjo berpinsip harus mengenalkan angklung kepada semua orang (Syafiii 2009). Inovasi yang dilakukan oleh Udjo yaitu memproduksi angklung untuk dijual sebagai souvenir, mengadakan pelatihan memainkan angklung serta pertunjukan

7 32 kesenian. Hal ini didasari sebagai bentuk pendidikan dini kepada anak-anak terhadap musik angklung. Ciri khas paket kunjungan di Saung Angklung Udjo adalah bamboo afternoon (Gambar 17). Program wisata ini khusus dirancang untuk keperluan wisatawan mancanegara yang memiliki kesempatan/waktu yang singkat. Dinamakan Bamboo Afternoon atau bambu petang karena dipentaskan setiap sore. Rangkaian acara ini meliputi: 1. Pemberian cinderamata (kalung angklung), sinopsis pertunjukan dan segelas minuman jahe kepada pengunjung yang baru datang. 2. Demontrasi wayang golek yaitu boneka kayu yang dipakaikan kostum menyerupai manusia. Hal ini karena pertunjukan wayang golek sesungguhnya berdurasi 7 jam. Demonstrasi hanya menampilkan bagaimana wayang golek berbicara, menari dan berkelahi di pertempuran. Hal yang menarik pada pertunjukan di Saung Angklung Udjo ketika papan penutup kaki Dalang di buka menjelang berakhirnya sandiwara wayang, Hal ini bertujuan agar penonton dapat melihat gerak kaki Dalang dalam memainkan wayang. 3. Helaran merupakan arak-arakan upacara tradisional dengan memainkan angklung yang dilakukan ketika khitanan ataupun panen padi. Angklung yang digunakan merupakan angklung dengan nada salendro/pentatonik, berupa nada asli angklung yang terdiri dari nada da, mi, na, ti, la, da. 4. Tari Tradisional Tari Topeng. Penyajian tari topeng di pertunjukan merupakan cuplikan dari pola tarian klasik topeng Kandaga, sebuah rangkaian tari topeng gaya parahyangan yang menceritakan ratu Kencana Wungu yang dikejar oleh prabu Menakjingga. Tari kedua adalah tari merak, merupakan pengejawantahan burung merak dengan keindahan bulunya. 5. Calung. Permainan calung merupakan permainan bambu. 6. Arumba. Arumba merupakan singkatan dari alunan rumpun bambu. Band dengan alat musik bambu alat musik tradisonal dengan nada diatonik yang diciptakan oleh Udjo Ngalagena. 7. Angklung mini Pertunjukan angklung yang dilakukan oleh anak-anak usia 2 hingga 13 tahun dengan menggunakan angklung yang berukuran kecil. Gambar 17 Beberapa rangkaian acara : (a) Wayang Golek, dan (b) Helaran (Pertunjukan Bambu Petang 2012)

8 33 Profil Pengunjung Motivasi Kunjungan Motivasi pengunjung menjadi informasi penting dalam perencanaan interpretasi. Dalam rangka mengetahui motivasi, persepsi, dan aktivitas pengunjung di Saung Angklung Udjo, maka dilakukan wawancara semi terstruktur dengan pengunjung. Umumnya pengunjung cukup antusias dan bersedia berpartisipasi dalam wawancara. Sayangnya waktu yang dimiliki sangat minim untuk menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan. 7 Orang 13 Orang 30 Orang Gambar 18 Motivasi pengunjung ke SAU Berdasarkan hasil wawancara dengan pengunjung seperti yang terlihat pada Gambar 18 di atas dapat diketahui bahwa 60% pengunjung bertujuan untuk melihat pertunjukan angklung, 26% bertujuan mempelajari angklung dan 11% memperkenalkan kesenian angklung kepada keluarga, khususnya putra putrinya. Salah satu responden mengatakan kunjungan ke Saung Angklung Udjo sebagai bentuk pendidikan dini bagi generasi muda. Keinginan berkunjung didasari untuk mengenal angklung dan tertarik dengan angklung sejak angklung dinobatkan menjadi bagian dari warisan dunia. Program Wisata yang dipilih Pengunjung Terdapat tiga paket kunjungan di Saung Angklung Udjo yaitu pertunjukan bambu dan kesenian sunda, program setengah hari di Saung Angklung Udjo, dan mengenal alam di Saung Angklung Ujo. Pertunjukan bambu dan kesenian sunda menjadi program wisata yang dipilih oleh 43 orang sedangkan 7 orang memilih mengenal alam di Saung Angklung Udjo. (Gambar 19). 7 Orang 43 Orang Gambar 19 Program wisata yang dipilih pengunjung

9 34 Pemahaman Pengunjung terhadap Proses Pembuatan Angklung Gambar 20 menunjukkan bahwa dari 50 orang responden, sebanyak 34% responden sudah mengetahui proses pembuatan angklung. Pengetahuan tersebut diperoleh dari kunjungan ke Saung Angklung Udjo sebelumnya sedangkan 66% belum mengetahui proses pembuatan angklung. 17 Orang 33 Orang Gambar 20 Pemahaman pengunjung terhadap proses pembuatan Angklung Pemahaman Pengunjung terhadap Jenis Bambu sebagai Bahan Baku Angklung Dari 50 responden yang diwawancarai terkait jenis bambu sebagai bahan baku angklung, sebanyak 33 orang mengetahui bahwa bambu merupakan bahan baku angklung namun tidak mengenal jenis bambu yang digunakan. Sedangkan 17 responden menjawab bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung adalah awi wulung/bambu hitam (G. atrovioleacea). Gambar 21 di bawah ini menunjukkan pemahaman pengunjung terhadap jenis bambu sebagai bahan baku Angklung. 17 Orang 33 Orang Gambar 21 Pemahaman pengunjung terhadap jenis bambu sebagai bahan baku Angklung Pemahaman Pengunjung mengenai Konservasi Bambu Hasil wawancara kepada pengunjung mengenai konservasi Bambu dapat dilihat pada Gambar 22. Dari 50 orang responden, 90% menyatakan perlunya pelestarian bambu, salah satunya melalui penanaman bambu secara massal. Sedangkan 10% upaya pelestarian bambu belum diperlukan karena jumlah bambu masih cukup besar. Mereka menganggap bambu mudah didapatkan dan tumbuh liar dimanapun. Dari upaya konservasi yang telah dilakukan sebesar 66% pengunjung mengaku terlibat dalam upaya konservasi lingkungan berupa gerakan

10 penanaman pohon di lingkungan tempat tinggalnya sedangkan 34% responden menjawab belum pernah melakukan upaya konservasi lingkungan. Namun dari seluruh responden, belum ada satupun yang terlibat dalam upaya pelestarian bambu Orang 45 Orang Gambar 22 Pemahaman pengunjung mengenai konservasi Bambu Kesediaan Pengunjung Terlibat dalam Program Konservasi Bambu di SAU Kebutuhan program atau fasilitas yang memperkenalkan bambu sebagai bagian penting dari alat musik angklung disampaikan oleh 80% responden atau sebanyak 40 orang. Keingintahuan dan ketertarikan pengunjung untuk mengenal bambu sebagai bahan baku angklung didasari bahwa upaya pelestarian bambu berarti juga melestarikan angklung. Proses Pengolahan Bambu Menjadi Angklung Pengadaan Bahan Baku Saung Angklung Udjo memproduksi angklung dengan menggunakan bahan baku berupa jenis bambu Hitam (G. atroviolacea), sebagai bahan tabung, Bambu Temen (G. atter) sebagai tabung dasar dan bambu Tali (G. apus) untuk bahan kerangka (jejer dan palang gantung). Hal ini diperkuat oleh penelitian dari Rifai (1994) yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan dan habitat akan mempengaruhi dari tipe dan distribusi ikatan vaskuler buluh bambu. Berdasarkan penelitian, rumpun bambu yang tumbuh di Jawa Tengah memiliki garis tengah buluh lebih besar sehingga lebih cocok untuk kebutuhan perabotan dibandingkan sebagai bahan tabung angklung. Tipe dan distribusi ikatan vaskuler mempengaruhi penghantaran getaran yang berdampak pada kualitas suara yang dihasilkan (Nuriyatin 2000). Kualitas suara yang dihasilkan dari masing-masing jenis bambu dipengaruhi oleh sifat mekanik akustik bambu. Melalui pori-pori, bagian dari energi akustik yang masuk kedalam bambu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi termal atau lebih dikenal dengan absorp sound. Berdasarkan wawancara dengan pengelola Saung Angklung Udjo ada dua persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Angklung dengan kualitas suara yang baik, yaitu persyaratan fisik meliputi tinggi ruas bambu minimal 8-51 cm, diameter bambu minimal 1,5-4,5 cm serta ketebalan bambu minimal 3,3 mm - 1,5 cm. bambu harus cukup tua dan kering sehingga kadar air rendah serta volume serat padat dan kompak. Hal tersebut mendukung proses perambatan getaran sehingga relatif bersifat konstan.

11 36 Permintaan angklung dari dalam negeri maupun mancanegara terus bertambah. Hal ini berdampak terhadap permintaan bahan baku yang tinggi. Kurangnya suplai bahan baku dengan spesifikasi dan kualifikasi yang sesuai sebagai angklung di sekitar Saung Angklung Udjo mengakibatkan pengadaan bahan baku dipenuhi dari luar Bandung (Garut, Sukabumi, Subang dan Kuningan). Pengadaan bambu masih mengandalkan pengambilan dari alam sehingga berdampak pada semakin sedikitnya habitat bambu liar. Berdasarkan wawancara dengan pengelola, Saung Angklung Udjo melakukan kerja sama dengan mitra penyedia bahan baku. Mitra atau dikenal dengan vendor memiliki tanggung jawab berupa pemanenan, pengeringan, penyimpanan hingga distribusi ke Saung Angklung Udjo. Pemesanan/pembelian bahan baku dilakukan secara berkala menurut periode produksi dengan memperhatikan kualitas bahan baku, proses pasca pemanenan (sebelum melakukan kerja sama, pihak pengelola melakukan survei lokasi). Lokasi milik mitra harus memenuhi syarat terkait pemanenan hingga penyimpanan. Beberapa syarat terjadinya kerja sama adalah pihak mitra memiliki lahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bambu dalam satu kali masa panen, yaitu kurang lebih batang. Pengetahuan akan pemilihan bambu yang cocok sebagai bahan baku angklung merupakan pengetahuan yang wajib dimiliki oleh pengelola khususnya staff Produksi. Karakteristik bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung sangat spesifik. Pemilihan bambu dilakukan berdasarkan usia bambu yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Bambu yang paling cocok untuk angklung berusia 3-4 tahun. Jika dibawah 3 tahun, serat belum kompak dan rapat sehingga suara yang dihasilkan tidak maksimal. Nada yang dicapai tidak mampu melengking dan kencang. Apabila bambu yang dipanen lebih dari usia 4 tahun, akan mempengaruhi kualitas nada yang dihasilkan. Pengolahan Bahan Baku Pemanenan Selama ini bambu yang dipanen (Gambar 23) merupakan hasil dari pengambilan secara langsung di alam. Petani tidak melakukan penanaman/ budidaya bambu. Sejauh ini bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung diambil dari lokasi di Jampang Kulon, Sukabumi, Cianjur hingga Kuningan. Waktu pemanenan bambu antara bulan Juli-Oktober, ketika musim kemarau sehingga bambu yang dihasilkan lebih kering dan tidak dimakan organisme perusak. Sebelum melakukan kontrak kerja sama, pengelola melakukan survey terhadap cara pemanenan bambu yang dilakukan oleh calon mitra. Bambu yang baik adalah bambu yang dipanen pada pukul wib hingga pukul wib. Hal didasarkan pada waktu fotosintesis bambu sehingga meminimalisasi serangan serangga bubuk kering. Hama tersebut dapat menyebabkan munculnya bubuk putih di dalam ruas sehingga berpengaruh terhadap kualitas suara dari bambu tersebut. Apabila calon mitra tidak melakukan pemanenan dengan aturan standar dari Pihak Saung Angklung Udjo, maka Pengelola melakukan pelatihan dan pengenalan metode pemanenan yang tepat terhadap calon mitra.

12 37 Gambar 23 Bambu yang baru dipanen Pengawetan dan Pengeringan Bambu mudah diserang oleh mikroorganisme. Tahap selanjutnya adalah pengawetan (Gambar 24). Usaha pengawetan bambu secara tradisional sudah dikenal oleh masyarakat pedesaan. Pengawetan dilakukan dengan merendam bambu di dalam air mengalir, air tergenang, lumpur atau melalui metode pengasapan. Gambar 24 Ilustrasi pengawetan dan pengeringan bambu dengan metode pengasapan (Membuat angklung 2012) Selain itu juga dapat dilakukan dengan diangin-anginkan di tempat yang teduh atau disimpan dalam gudang hingga 3-4 bulan. Tahap selanjutnya adalah pemilihan bambu yang utuh tanpa adanya hama. Saat ini pengawetan sudah menggunakan bahan kimia antara lain boraks, campuran kapur barus dengan minyak tanah dan berkembang dengan menggunakan boron dan pestisida pengawet kayu. Bambu yang sudah dikeringkan kemudian direndam selama kurang lebih seminggu (Gambar 25). Hal ini untuk menghilangkan hama-hama yang masih

13 38 terdapat di dalam ruas. Bambu juga diasapi dan disemprot dengan obat pembasmi hama. Namun hal ini membutuhkan waktu dan bambu menjadi tidak aman bagi manusia. Karena obat pembasmi hama terbukti menyebabkan efek samping gatalgatal. Bambu yang sudah dikeringkan kemudian dikirim ke Bandung, tepatnya di lokasi Saung Angklung Udjo. Sesampai di lokasi, bambu yang rusak selama perjalanan akan dijadikan sebagai bahan baku souvenir dan perabotan. Sedangkan bambu yang masih baik, akan didistribusikan kepada mitra pembuat Angklung. Saung Angklung Udjo memiliki tiga mitra dalam pembuatan angklung. Mitra pertama pembuat tabung, penyetelan nada pada tabung resonansi angklung dan merakit, mitra kedua membuat rangka. Gambar 25 Proses pengawetan bambu dengan metode perendaman Proses pengeringan dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dimensi bambu, perbaikan warna permukaan, serta pelindung terhadap serangan jamur dan bubuk basah. Pengeringan bambu dilakukan dengan cara pengasapan ataupun tungku (Gambar 26). Pengeringan yang terlalu cepat mengakibatkan bambu mudah pecah namun pengeringan yang terlalu lambat akan berakibat pada warna bambu yang suram, bulukan dan menjadi gelap. Kekuatan bambu juga akan bertambah seiring keringnya bambu. Pengeringan bambu harus dilaksanakan secara hati-hati, karena apabila dilakukan terlalu cepat (suhu tinggi dengan kelembaban rendah) atau suhu dan kelembaban yang terlalu berfluktuasi akan mengakibatkan bambu menjadi pecah, kulit mengelupas, dan kerusakan lainnya. Sebaliknya bila kondisi pengeringan yang terlalu lambat akan menyebabkan bambu menjadi lama mengering, bulukan dan warnanya tidak cerah atau menjadi gelap.

14 39 Gambar 26 Pengeringan Bambu secara vertikal Pembuatan Kerangka Angklung Kriteria bambu yang memenuhi syarat memiliki ruas sepanjang mungkin, diameter bambu tidak lebih dari 6 cm, ringan dan memiliki serat yang padat. Bambu yang sudah dikeringkan kemudian diseleksi untuk diolah lebih lanjut menjadi angklung (Gambar 27). Selanjutnya bambu dipotong menjadi bakalan sesuai dengan ukuran tabung, rangka atau tiang. Gambar 27 Bakalan Angklung

15 40 Bakalan ini kemudian diolah menjadi nada sora, yaitu menyesuaikan panjang tabung dan tinggi lubang. Pekerjaan ini membutuhkan keterampilan dan keahlian tersendiri, sehingga dapat dihasilkan bunyi yang nyaring dengan cara dipukul dan ditiup. Bambu Hitam dan Bambu Tali untuk tabung suara dan tabung dasar sedangkan untuk bambu Gombong dan bambutemen untuk tiang rangka angklung (Gambar 28). Gambar 28 Tabung Angklung Perakitan Tahap perakitan (Gambar 29) merupakan tahap dimana tabung bambu dan kerangka diikat dengan rotan. Pekerjaan ini tidak terlalu susah namun juga membutuhkan kecepatan dan ketelitian. Bagi pekerja yang sudah terbiasa menggabungkan tabung dan kerangka dengan rotan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Umumnya pekerjaan ini dilakukan oleh mitra pembuat tabung. Mitra pembuat tabung akan mengambil kerangka dari mitra lain untuk dirakit menjadi angklung. Gambar 29 Proses perakitan angklung

16 Penyeteman/ Penyetelan Nada Saung Angklung Udjo menerapkan prinsip bahwa konsumen yang membeli angklung tidak hanya membeli alat musik bambu melainkan membeli suara. Oleh karena itu penyeteman menjadi proses yang sangat diperhatikan dalam pembuatan angklung. Setiap angklung yang diproduksi merupakan sebuah totalitas mutu Saung Angklung Udjo. Setelah bambu dipilih, bambu tersebut baru dapat digunakan sebagai bahan pembuatan angklung. Pembuatan angklung yang paling penting adalah membentuk nada dasar dari tabung bambu. Suara bambu ada dua yaitu suara kayu bambu ketika beradu dengan benda lain dan suara yang dihasilkan ketika tabung ditiup. Alat penyeteman/penyesuaian nada yang digunakan untuk menentukan nada dasar adalah Berrina. Kemudian setelah dihasilkan nada dasar dilakukan finishing dengan penyeteman dengan Autochromatic Tuner (Gambar 30 dan Gambar 31). Dahulu penyeteman angklung hanya menggunakan botol-botol yang diisi air dan diberi tanda pada bagian luarnya, saat ini penyeteman selain menggunakan suling, gamelan, dan juga telah menggunakan alat elektronik yaitu Autochromatic Tuner. Proses akhir rangka dan tabung diikat dengan tali rotan. 41 Gambar 30 Angklung yang telah distem Pengecekan dan Pengemasan Tahap pengecekan merupakan tahap terakhir sebelum angklung dikemas. Pengecekan atau lebih dikenal quality control merupakan mekanisme pemeriksaan kerangka, suara angklung setelah distem. Selanjutnya dilakukan

17 42 pengemasan angklung dengan menggunakan kardus sebelum angklung dikirim ke tempat tujuan. Pengemasan dilakukan ketika angklung telah mengalami masa uji lulus yang ditunjukkan dengan tidak adanya hama yang terdapat pada angklung. Gambar 31 Finishing tabung Angklung Upaya Konservasi Bambu sebagai Bahan Baku Angklung Saung Angklung Udjo sebagai pihak yang mengembangkan angklung membutuhkan sumber daya bambu jangka panjang memiliki kewajiban untuk mengelola bambu secara alam maupun melalui penanaman bambu.semakin langkanya jenis bambu untuk angklung merupakan kendala yang dihadapi Saung Angklung Udjo. Menurut Pengelola, jumlah bambu yang sesuai untuk bahan baku angklung akan habis dalam waktu 10 tahun mendatang khususnya bambu Hitam sebagai bahan baku utama tabung angklung. Permintaan yang tinggi terhadap jenis bambu Hitam menjadikan bambu Hitam lebih banyak dicari oleh mitra petani. Kebutuhan bambu yang terus meningkat mengakibatkan permintaan bambu tidak dapat dipenuhi dari wilayah Bandung, melainkan harus mencari bambu Hitam hingga ke Sukabumi dan Kuningan. Permintaan bambu yang tinggi tidak disertai dengan budidaya bambu yang intensif sehingga berdampak terhadap keberadaan dan kebutuhan bambu jangka panjang. Len Muller (1996a, 1998b) dalam Wong (2004) menyampaikan the possible roleof selection in maintaining useful bamboo clones. Konservasi spesies bambu menjadi perhatian banyak pihak. Tidak adanya manajemen bambu yang baik membuat proses pemanenan bambu di hutan dilakukan dengan cara menebang habis seluruh tanaman, praktek ini sangat tidak ekologis dan merupakan pemborosan karena banyak batang bambu yang semestinya dapat dimanfaatkan. Upaya mendorong program pengelolaan bambu dengan menjamin keseimbangan antara pelestarian keanekaragaman hayati bambu dan pemanfaatannya melalui pelestarian bambu secara in-situ dan ex-situ dilakukan melalui kegiatan penanaman di hutan bambu alam yang masih ada dan pembuatan kebun koleksi untuk mempertahankan keberadaan berbagai jenis bambu baik yang endemik maupun yang eksotik dengan semua sumber genetiknya.

18 Kesadaran berkonservasi timbul dari terpenuhinya stimulus alamiah (karakteristik bambu sebagai bahan baku angklung, habitat, sifat fisik yang dimiliki oleh bambu sebagai bahan baku angklung) dan stimulus manfaat dari bambu sebagai bahan baku angklung. Stimulus manfaat dari bambu berupa produk angklung sebagai alat kesenian tradisional (nilai sosial budaya) yang dijual sebagai cinderamata (nilai ekonomi). Jenis bambu yang digunakan sebagai tabung angklung berpengaruh terhadap harga angklung. Harga seperangkat angklung di SAU berkisar antara Rp hingga Rp Harga tersebut tergantung pada jenis bambu yang digunakan. Angklung berbahan dasar bambu Hitam memiliki harga yang lebih tinggi dibanding angklung dengan bahan baku bambu Tali. Pemahaman bahwa semakin sulitnya mencari bahan baku bambu Hitam berpengaruh pada kesadaran masyarakat (pengguna) untuk melakukan konservasi dengan cara penanaman jenis bambu sebagai bahan baku angklung untuk menjaga ketersediaan bahan baku serta melakukan upaya pengelolaan pemanenan dengan menggunakan metode yang meminimalisasi kerusakan lingkungan. Pengelolaan bambu yang memperhatikan konservasi bamboo dilakukan untuk menjaga ketersediaan sumber daya bambu jangka panjang melalui budidaya dan pengelolaan bambu yang tepat. Salah satu pengelolaan yang perlu dilakukan yaitu yaitu pemanenan bambu dengan metode tebang habis diganti dengan metode tebang pilih. Kualitas bambu yang dipanen dengan metode tebang pilih juga lebih baik dibanding metode tebang habis. Pada metode tebang habis, semua batang bambu ditebang baik yang tua maupun yang muda, sehingga kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara bambu tua dan muda. Selain itu metode ini juga menimbulkan pengaruh terhadap sistem perebungan bambu, sehingga kelangsungan tanaman bambu terganggu, karena sistem perebungan bambu dipengaruhi juga oleh batang bambu yang ditinggalkan. Pada beberapa jenis tanaman bambu metode tebang habis menyebabkan rumpun menjadi kering dan mati, tetapi pada jenis yang lain masih mampu menumbuhkan rebungnya tetapi dengan diameter rebung tidak besar dan jumlahnya tidak banyak. Metode tebang pilih pada tanaman bambu adalah menebang batang-batang bambu berdasarkan umur tumbuhnya. Metode ini dikembangkan dengan dasar pemikiran adanya hubungan batang bambu yang ditinggalkan dengan kelangsungan sistem perebungan bambu. Manfaat bambu yang beragam perlu diimbangi dengan perlindungan akan keberadaan bambu baik dari segi jenis, lahan/tempat penanaman (in situ dan ex situ), produk, hingga pengrajin. Data-data peneliti terkait sebaran dan potensi bambu khususnya jenis bambu sebagai bahan baku angklung perlu disampaikan kepada mitra dan pengelola sebagai pengguna dan pihak yang berinteraksi langsung dengan tanaman bambu. Pengelolaan bambu sebagai upaya pemanfaatan yang berkelanjutan perlu disebarluaskan dan disampaikan kepada masyarakat. Upaya konservasi bambu perlu dimasyarakatkan sehingga kegiatan penanaman bambu menjadi icon seperti layaknya kegiatan penanaman pohon. 43

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 Gambar 15 Buruan Sari Asih Beragam hewan ternak, unggas serta sarang belasan jenis burung liar terdapat di SAU. Anak-anak dapat belajar mengenali alam sekitar dengan beragam jenis hewan dan burung liar

Lebih terperinci

7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG

7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG 49 Teknik Interpretasi Untuk menyampaikan pesan yang berupa materi interpretasi berbasis konservasi sumber daya bambu kepada pengunjung dengan baik, maka diperlukan teknik interpretasi. Sesuai dengan penjelasan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. Sumiati, Saung Angklung Udjo merupakan sanggat seni sebagai tempat

BAB III OBJEK PENELITIAN. Sumiati, Saung Angklung Udjo merupakan sanggat seni sebagai tempat BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1 Sejarah Saung Angklung Udjo Bandung Saung Angklung Udjo Bandung didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena (Alm) yang akrab dengan panggilan Mang Udjo dan istrinya, Uum

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 21 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Saung Angklung Udjo, Jalan Padasuka 116, Bandung. Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan yaitu mulai bulan Februari-Mei 2012.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Saung Angklung Udjo adalah sanggar seni sebagai tempat pertunjukan seni, laboratorium pendidikan dan latihan kesenian untuk mendidik para pelatih dan pemain dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran musik bisa didapat melalui jalur formal, non formal

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran musik bisa didapat melalui jalur formal, non formal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses berlangsungnya interaksi antara guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Sunda. Alat musik ini terbuat dari bahan baku tanaman bambu. Namun tidak semua

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Lokasi dan Letak Geografis Taman Rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng terletak di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Lokasi ini berjarak 11 km dari Kota

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

STUDIO TUGAS AKHIR DOSEN PEMBIMBING : Dr. ANDI HARAPAN S., S.T., M.T. BAB I PENDAHULUAN

STUDIO TUGAS AKHIR DOSEN PEMBIMBING : Dr. ANDI HARAPAN S., S.T., M.T. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan provinsi yang sangat potensial dari segi sumber daya alam, sumber daya manusia, hingga keseniannya. Kesenian Jawa Barat sangat beraneka ragam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Anak-Anak Menunggu Tampil (kharistya.wordpress.com, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Anak-Anak Menunggu Tampil (kharistya.wordpress.com, 2008) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Saung Angklung Udjo Berbekal cinta kasih dan cita-cita ingin melestarikan kesenian khas daerah Jawa Barat, alam dan lingkungan sekitarnya, Udjo Ngalagena (Alm.) bersama istrinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Surapati No.92 Bandung. Rumah Angklung Bandung adalah tempat pembuatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Surapati No.92 Bandung. Rumah Angklung Bandung adalah tempat pembuatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Angklung Bandung yang berlokasi di Jl Surapati No.92 Bandung. Rumah Angklung Bandung adalah tempat pembuatan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan.

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. (www.wikipedia.com) Terjaganya hutan dan area terbuka

Lebih terperinci

Kata Kunci : Udjo Ngalagena, model pembelajaran, Angklung Sunda Kreasi.

Kata Kunci : Udjo Ngalagena, model pembelajaran, Angklung Sunda Kreasi. Kata Kunci : Udjo Ngalagena, model pembelajaran, Angklung Sunda Kreasi. Udjo Ngalagena dilahirkan di Bandung Jawa Barat pada tanggal 5 Maret 1929 dari pasangan bapak Mas Wiranta dan ibu Nyi Mas Imi Sarmi.

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK SAUNG ANGKLUNG UDJO. Oleh : Firda Awal Gemilang

UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK SAUNG ANGKLUNG UDJO. Oleh : Firda Awal Gemilang UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK SAUNG ANGKLUNG UDJO Oleh : Firda Awal Gemilang 13306015 JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2010 DAFTAR ISI BAB I

Lebih terperinci

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk LAMPIRAN Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk 85 KERANGKA MATERI VIDEO PEMBELAJARAN MUSIK TRADISIONAL NUSANTARA Materi Pengertian Musik Tradisional Nusantara Lagu Tradisional Nusantara Penggolongan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Iyus Susila 1,*, Fakhri Huseini 1 1 Institut Teknologi dan Sains Bandung, Deltamas, Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

BAB IV Konsep dan Tema Perancangan

BAB IV Konsep dan Tema Perancangan BAB IV Konsep dan Tema Perancangan 4.1 Konsep Hybrid Setelah dipaparkan secara singkat diatas mengenai penggabungan dua unsur antara tradisional dan modern, pada bagian ini akan dibahas lebih dalam lagi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

SAUNG ANGKLUNG UDJO SEBAGAI WISATA EDUKASI

SAUNG ANGKLUNG UDJO SEBAGAI WISATA EDUKASI BAB II SAUNG ANGKLUNG UDJO SEBAGAI WISATA EDUKASI 2.1 Wisata Edukasi 2.1.1 Pengertian Pariwisata Pengertian pariwisata dikemukakan oleh para ahli dengan tujuan dan perspektif yang berbeda sesuai tujuan

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Sunda atau Tanah Pasundan yang penuh dengan budaya dan tradisi, mulai dari sistem pernikahan, musik tradisional, wayang kulit, wayang golek, permainan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak suku dan budaya yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang terdiri dari 34 provinsi terkenal dengan keberagaman suku bangsa yang dimilikinya. Baik dari segi bahasa, perilaku, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. beraturan, terarah, dan terkonteks serta relevan dengan maksud dan tujuan.

BAB III METODE PENELITIAN. beraturan, terarah, dan terkonteks serta relevan dengan maksud dan tujuan. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Rakim (2008) mengemukakan bahwa metode adalah suatu kerangka kerja unutk melakukan tindakan atau suatu kerangka berpikir menyusun gagasan yang beraturan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dan Pariwisata merupakan dua kegiatan yang saling memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Dalam konteks pariwisata telah menjadi atraksi atau daya tarik wisata

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

Kebudayaan Suku Sunda. Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia ( )

Kebudayaan Suku Sunda. Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia ( ) Kebudayaan Suku Sunda Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia (270110140158) Latar Belakang Masyarakat indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 KESIMPULAN Sentra Batik Tulis Giriloyo, Sentra Industri Kerajinan Gerabah Kasongan dan Kulit Manding merupakan beberapa kawasan industri kreatif yang berpotensi dikembangkan

Lebih terperinci

STUDIO TUGAS AKHIR DOSEN PEMBIMBING : Dr. ANDI HARAPAN S., S.T., M.T. BAB IV ANALISIS. Tabel 4.1. Kuesioner untuk menentukan keinginan pengunjung

STUDIO TUGAS AKHIR DOSEN PEMBIMBING : Dr. ANDI HARAPAN S., S.T., M.T. BAB IV ANALISIS. Tabel 4.1. Kuesioner untuk menentukan keinginan pengunjung BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Fungsi Bangunan Saung Angklung Udjo yang identik dengan Sunda, sehingga tipologi bangunan yag dirancangpun menerapkan tipologi bangunan Sunda. Kondisi ini juga terlihat pada

Lebih terperinci

banyaknya peninggalan sejarah dan kehidupan masyarakatnya yang memiliki akar budaya yang masih kuat, dalam kehidupan sehari-hari seni dan budaya

banyaknya peninggalan sejarah dan kehidupan masyarakatnya yang memiliki akar budaya yang masih kuat, dalam kehidupan sehari-hari seni dan budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap bangsa memiliki ciri dan kebiasaan yang disebut kebudayaan, menurut Koentjaraningrat (1974), Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia

Lebih terperinci

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Pendahuluan Bambu adalah salah satu jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri berbasis bahan baku kayu. Dengan adanya

Lebih terperinci

STUDI ORGANOLOGI INSTRUMEN ANGKLUNG DIATONIS BUATAN HANDIMAN DIRATMASASMITA

STUDI ORGANOLOGI INSTRUMEN ANGKLUNG DIATONIS BUATAN HANDIMAN DIRATMASASMITA STUDI ORGANOLOGI INSTRUMEN ANGKLUNG DIATONIS BUATAN HANDIMAN DIRATMASASMITA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seni Musik Agustika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai rumput raksasa The Giant Grass. Sebagai sebuah tanaman tumbuh tercepat di dunia, bambu pun memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata telah menjadi sektor industri yang sangat pesat dewasa ini, pariwisata sangat berpengaruh besar di dunia sebagai salah satu penyumbang atau membantu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya Sunda merupakan budaya yang berpengaruh bagi perkembangan budaya Indonesia. Sunda sedikit banyak memiliki pengaruh pada perkembangan budaya di Indonesia, terutama

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program wisata yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008 yang berskala

BAB I PENDAHULUAN. program wisata yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008 yang berskala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang memiliki banyak potensi alam dan budaya yang bisa dijadikan sebagai atraksi wisata. Sesuai dengan program wisata yang telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianzb Pariwisata telah bergerak sangat cepat dan telah menjadi stimulus pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata adalah bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG

6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG 44 6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG Seperti yang disampaikan oleh Muscardo (1998) peran interpretasi dalam mendukung kegiatan wisata meliputi meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 4 RENCANA IMPLEMENTASI

BAB 4 RENCANA IMPLEMENTASI BAB 4 RENCANA IMPLEMENTASI Industri kreatif merupakan pilar utama dalam mengembangkan sektor ekonomi kreatif, memberikan dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Industri kreatif adalah industri

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PROYEK

BAB III PERENCANAAN PROYEK BAB III PERENCANAAN PROYEK 3.2.1 Deskripsi Proyek Judul : Taman Budaya Sunda Lokasi : Wilayah Pasirlayung Cimenyan, Bandung Sifat Proyek : Non Institusional semi komersial Status : Fiktif, dikelola oleh

Lebih terperinci

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri 1 DIKTAT PENGERINGAN KAYU Oleh: Efrida Basri I. Konsep Dasar Pengeringan Kayu Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garut merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Barat. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Garut merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Barat. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Garut merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Barat. Kabupaten Garut pada saat ini sedang berkembang pesat dari berbagai aspek, baik dalam perekonomian maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angklung merupakan salah satu instrumen yang berasal dari tanah Sunda, Jawa Barat. Angklung merupakan salah satu instrumen tradisional yang berasal dari material Bambu.

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan jenis kesenian baik tradisi maupun kreasi. Salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

Imah Gede. Alun-alun

Imah Gede. Alun-alun LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Kampung Budaya Sindangbarang Imah Gede Girang Serat Saung Talu Alun-alun Bale Pangriungan Mus holla Sawah Belajar Menanam Padi Kolam Ikan Belajar Menangkap Ikan Keterangan Warna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERANCANGAN Seiring dengan kemajuan zaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku, kini

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM GETAR GAWAT (Gerakan Pelestarian Gamelan Jawa Tengah) Sebagai Upaya Pembentukan Karakter Kreatif dan Cinta Budaya Indonesia Bagi Anak dan Pemuda Dusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan yang dapat menjadi suatu aset dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal agar tetap dapat bersaing dengan produk internasional. kerajinan negara sendiri yang beranekragam.

BAB I PENDAHULUAN. lokal agar tetap dapat bersaing dengan produk internasional. kerajinan negara sendiri yang beranekragam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Objek Persaingan kehidupan di zaman modern ini semakin ketat, baik dalam hal mode dan gaya hidup. Hal ini dapat menjadi motifasi anak

Lebih terperinci

BAB. Keseimbangan Lingkungan

BAB. Keseimbangan Lingkungan BAB 3 Keseimbangan Lingkungan Pada hari minggu, Dimas dan keluarganya pergi menjenguk neneknya. Rumah nenek Dimas berada di Desa Jangkurang. Mereka membawa perbekalan secukupnya. Ketika tiba di tempat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan salah satu komponen penting perkotaan. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pariwisata saat ini semakin menjadi sorotan bagi masyarakat di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sektor pariwisata berpeluang menjadi andalan Indonesia untuk mendulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah resapan pada kota Medan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah resapan pada kota Medan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan kota Medan sebagai kota Metropolitan, dimana pembangunan telah berlangsung sedemikian pesatnya. Hal ini perlu diimbangi dengan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia sudah semakin modern, globalisasi sangat berpengaruh dalam pergaulan anak bangsa pada masa kini. Saat ini teknologi sudah semakin canggih, segalanya dapat diakses

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 26 BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 5.1 Konsep Pengembangan Ancol Ecopark Hingga saat ini Ancol Ecopark masih terus mengalami pengembangan dalam proses pembangunannya. Dalam pembentukan konsep awal,

Lebih terperinci

24 Media Bina Ilmiah ISSN No

24 Media Bina Ilmiah ISSN No 24 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 SIFAT FISIKA EMPAT JENIS BAMBU LOKAL DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT oleh Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta UNRAM Abstrak : Bambu dikenal oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pusat Penelitian :Penelitian adalah suatu kegiatan yang didasarkan pada objek pembahasan tertentu, kajian yang berlatar belakang keilmuan dari objek tersebut, penggunaan

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGAWETAN KAYU Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGERTIAN Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan dimana kayu akan digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banten sebagai bagian dari negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki keanekaragaman bentuk dan jenis seni pertujukan. Seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

2014 TARI WAYANG HIHID DI SANGGAR ETNIKA DAYA SORA KOTA BOGOR

2014 TARI WAYANG HIHID DI SANGGAR ETNIKA DAYA SORA KOTA BOGOR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Penelitian Bentuk kesenian yang lahir dan aktivitas masyarakat suatu daerah tidak akan lepas dari kebiasaan hidup masyarakat daerah tersebut, sehingga seni yang dilahirkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Dampak negatif dari hal tersebut adalah banyaknya warga negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Dampak negatif dari hal tersebut adalah banyaknya warga negara yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan kota terpadat di Indonesia dengan berbagai aktifitas setiap harinya. Hal ini terbilang wajar sehubungan dengan statusnya sebagai ibukota negara.

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA. RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA. RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia bambu memegang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Alat Musik Bambu Asli Indonesia Yang Hampir Punah

Alat Musik Bambu Asli Indonesia Yang Hampir Punah Alat Musik Bambu Asli Indonesia Yang Hampir Punah Bambu merupakan tanaman yang ditemui di Indonesia, dimana terdapat sekitar 60 spesies bambu dari sekitar 1000 spesies bambu di dunia. Indonesia sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Seni Tari Sebagai Hasil dari Kreativitas Manusia. dan lagu tersebut. Perpaduan antara olah gerak tubuh dan musik inilah yang

BAB I PENDAHULUAN Seni Tari Sebagai Hasil dari Kreativitas Manusia. dan lagu tersebut. Perpaduan antara olah gerak tubuh dan musik inilah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Seni Tari Sebagai Hasil dari Kreativitas Manusia Makin berkembangnya pola pikir manusia dari tahun ke tahun, makin berkembang pula kreativitas manusia tersebut.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Baik dari segi ekonomi, teknologi dan juga hukum. Untuk sektor ekonomi, pariwisata menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri pariwisata saat ini terbilang sangat cepat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan wisata.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan Proyek Dewasa ini perkembangan dunia pariwisata di Indonesia semakin meningkat, dimana negara indonesia sendiri telah banyak melakukan promosi ke

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DI LUAR KAWASAN HUTAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan serta pengembangan suatu kesenian apapun jenis dan bentuk kesenian tersebut. Hal itu disebabkan karena

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci